Mikropaleontologi
description
Transcript of Mikropaleontologi
Mikropaleontologi
Mikro paleontolgi merupakan ilmu yang mempelajari sisa organism yang
terawetkan di alam dengan mengunakan alat mikroskop ukuran fosil tersebut berukuran
micron.
Mikrolitologi membahas batuan sedimen mengunakan mikroskop dinokular yang
di bahas : warna,tekstur,pemilahan,struktur,ukuran kristal ,mineral,semen dll.pada
umumnya fosil mikro yang berukuran lebih kebil dari 0,5mm,untuk mempelajainya
kadang-kadang mengunakan sayatan tipis dari fosil tersebut.
Fosil berasal dari bahasa latin, yaitu Fossilis, yang berarti menggali dan/ sesuatu yang
diambil dari dalam tanah/batuan
Sejarah Mikro Paleontology
Sebelum zaman masehi,fosil-fosil mikro terutama ordo foraminifera sangat
sedikit untuk di ketahui.medkipun demikian filosof-filosof Mesir banyak yang menuis
tentang keanehan alam. Termasuk pada waktu menjumpai fosil.
HERODOTUS dan STRABO pada abad ke lima dan ke tujuh sebelum masehi
menemukan benda-benda aneh di daerah piramida. Mereka mengatakan bahwa benda-
benda tersebut adalah sisa-sisa makanan para pekerja yang telah menjadi keras, padahal
benda tersebut sebetulnya adalah fosil-fosil numulites. Fosil fosil ini terdapat dalam batu
gamping brumur Eosen yang di gunakan sebagai bahan bangunan piramida di Negara
tersebut.
AGRICOLA pada tahun 1546 mengambarkan benda-benda aneh tersebut sebagai
“Stone Lentils”
GESNER tahun 1565 menulis tentang sistematika paleontology.
VAN LEEWENHOEK (tahun 1660) menemukan miroskop, terhadap fosil mikro
berkembang dengan pesat.
BECCARIUS (tahun 1739) pertama kali menulis tentang foraminifera yang dapat
dilihat dengan mikrosop.
CARL VON LINEOUS adalah orang swedia yang memperkenalkan tata nama
baru (1758) dalam bukunya yang berjudul (System Naturae) tata nama baru ini penting,
karena cara penamaan ini lebih sederhana dan sampai sekarang ini digunakan untuk
penamaan binatang maupun tumbuhan pada umumnya.
D’ORBIGNY (1802-1857) menulis tentang foraminifera yang digolongkan
dalam kelas Chepalopoda. Beliau juga menulis tentang fosil mikro seperti Ostracoda,
Conodonta, beliau dikenal sebagai Bapak Mikropaleontologi.
EHRENBERG dalam penyelidikan organisme mikro menemukan berbagai jenis
Ostracoda, Foraminifera dan Flagellata, penyelidikan tentang sejarah perkembangan
foraminifera dilakukan oleh CARPENTER (1862) dan LISTER (1894). Selain itu
mereka juga menemukan bentuk-bentuk mikrosfir dan megalosfir dari cangkang-
cangkang foraminifera.
CHUSHMAN (1927) pertama kali menulis tentang fosil-fosil foraminifera dan
menitikberatkan penelitianya pada study determinasi foraminifera, serta menyusun
kunci untuk mengenal fosil-fosil foraminifera.
JONES (1956) banyak membahas fosil mikro diantaranya Foraminifera,
Gastropoda, Conodonta, Ostracoda, Spora dan Pollen serta kegunaan fosil-fosil tersebut,
juga membahas mengenai ekologinya.
Kegunaan Fosil Foraminifera
Fosil foraminifera digunakan sebagai berikut:
Fossil index ; secara akurat memberikan umur realtif suatu batuan
Paleoclimatology ; mengetahui iklim purba (zaman lampau)
Paleoceanography ; mengetahui tempat kehidupan masa lalu
Biostratigraphy; mengetahu secara rinci zonasi/stratigrafi kehidupan
Evolusi kehidupan (urut-urutan perkembangan kehidupan suatu spesies)
Paleobathymetric ; mengetahui kedalaman suatu sedimentasi
Paleoenvironment; mengetahui lingkungan kehidupan masa lampau
Tectonic indication ; dapat mengetahui indikasi perubahan tektonisme selama
sejarah kehidupan
Oil Deposite Indicator ; indikasi terdapatnya potensi Minyak Bumi (HC)
Makna Dan Tata Cara Penamaan Fosil
CARL VAN LINNEOUS adalah orang swedia yang memperkenalkan tata nama
baru (1758) dalam bukunya yang berjudul (Systema Naturae) mengusulkan Taxonomi,
dan sampai sekarang digunakan orang banyak. Tata cara penamaan yang digunakan
adalah bahasa latin
Taxonomi adalah tata cara penamaan / sistematika penamaan tingkat kehidupan
yang tertinggi sampai tingkat kehidupan yang terendah, yaitu :
Kingdom : Jumlahnya tertentu dan pasti (yakni : Flora dan Fauna).
Phylum : Tidak berubah dan pasti
Class :
Ordo :
Family :
Genus : Jumlahnya masih dapat berubah/bertambah dengan
Penamaan genus baru.
Species : Ulah masih dapat berubah/bertambah dengan penamaan
genus,species atau pun varietas baru
Varietas : Dimungkinkan dapat dibuat/direkayasa penemuan varietas
baru yang lebih unggul.
Sistematika Paleontologi
Pada umumnya studi mikro fosil yang rinci, biasanya disertai dengan pembahasan
sistematika paleontologi, antara lain meliputi taksonominya. Urutan klasifikasi makhluk
hidup, sesuai dengan rangking atau kedudukannya, untuk foraminiferadan salah satu jenis
hewan adalah sebagai berikut :
Kingdom Protista Animalia
Filum Protozoa Chordata
Klas Sarcodina Mammalia
Ordo Foraminifera Carnivora
Famili Globigerinidae Felidae
Genus Globigerina Felis
Spesies Nepenthes Catus
Salah satu contoh urutan klasifikasi, dalam pembahasan Sistematika Paleontologi adalah
sebagai berikut :
Kingdom Protista Haeckel, 1866
Filum Protozoa Goldfuss, 1818
Klas Sarcodina Hertwig & Lesser, 1874
Ordo Foraminifera Eichwald, 1830
Famili Globigerinidae Carpenter, Parker & Jones, 1862
Genus Globigerina D’Orbigny, 1826
Spesies Nepenthes Venezuelana Hedberg, 1937
Penamaan Genus – Species.
Untuk tingkatan genus, hanya di beri nama satu suku kata dan di tulis dengan
huruf tegak,di awali dengan huruf besar.
Contoh : Globorotalia
Untuk tingkat species,nama genus di tambah satu suku kata (2 suku kata) dan di
tulis dengan huruf miring atau di garis bawahi untuk suku kata ke dua di tulis dengan
huruf kecil
Contoh: Globorotalia tumida
Kingdom Protista
Kingdom protista menurut HAECKEL (1866) binatang primitif bersel satu
termasuk Kingdom Protista yang dapat di bagi lagi menjadi 12 Phylum di antaranya
adalah Phylum Portozoa.
Phylum Protozoa
Class : 1. Flagellate/mastigophora
2. Sarcodina/rhizopoda
3. Sporozoa
4. Ciliate (infusoria)
Class sarcodina terbagi menjadi 7 ordo, yaitu :
Ordo : 1. Foramimifera – mempunyai bagian yang keras
2. Proteomixa
3. Mycetozoa
4. Amoebina---tidak mempunyai bagian yang keras
5. Testaccea
6. Heliozoa--- hanya dapat di lihat dengan mikoscop perbesaran tinggi dan
mempunyai bagian yang keras
7. Radiolaria
Teknik Penyajian Fosil
Fosil mikro dalam batuan sering terdapat bersamaan dengan batuan lain yang telah
direkatkan oleh semen,oleh karena itu harus dipisahkan terlebih dahulu dari batuan
penyusunnya sebelum melakukan penelitian.
Karena dalam penelitian diperlukan fosil yang benar-benar bersih dari pengotor
dan lepas dari iktan semennya,maka batuan sedien yang belum begiu kompak perlu diurai
menjadi butir-butir yang lepas,sedangkan untuk batuan yang telah kompak dimana
penguraian butirnya tidak memungkinkan,perlu dilakukan secara khusus,misalnya
dengan sayatan tipis,kemudian diteliti dengan mikroskop.
Teknik penguraian batuan
Proses penguraian batuan sedimen dapat dikerjakan dengan dua cara, yaitu proses
penguraian secara fisik dan penguraian secara kimia.
Proses penguraian secara fisik
Cara ini digunakan terutama untuk batuan sedimen yang belum begitu kompak
dan dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu :
- Batuan sedimen ditumbuk dengan palu karet sampai menjadi pecahan-pecahan
dengan diameter 3 - 6 mm
- Pecahan-pecahan batuan direndam dalam air
- Kemudian direas-remas dalam air
- Diaduk dengan mesin aduk atau alat pengaduk yang bersih
- Dipanaskan selama 5 - 10 menit
- Didinginkan
Umumnya batuan sedimen yang belum begitu kompak, apabila mengalami proses
- proses tersebut akan terurai.
Proses penguraian secara kimia
Bahan-bahan larutan kimia yang biasa digunakan dalam penguraian batuan
sedimen antara lain : asam asetat, asam nitrat dan hydrogen piroksida. Penggunaan
larutan kimia sangat tergantung dari macam butir pembentuk batuan dan jenis semen.
Oleh sebab itu, sebelum dilakukan penguraian batuan tersebut perlu diteliti jenis
butirannya, masa dasar dan semen. Hal ini dikerjakan dengan seksama agar fosil mikro
yang terkandung didalamnya tidak rusak atau ikut larut bersama zat pelarut yang
digunakan
Contoh :
-. Batulempung dan Lanau : penguraian batuan dilakukan dengan menggunakan larutan
Hydrogen Pyroksida (H2O2).
Teknik Proses Pengayakan
Dasar proses pengayakan adalah bahwa fosil-fosil dan butiran lain hasil
penguraian terbagi menjadi berbagai kelompok berdasarkan ukuran butirnya masing-
masing yang ditentukan oleh besar lubang. Namun, perlu diperhatikan bahwa tidak
semua butiran mempunyai bentuk bulat, tetapi ada juga yang panjang yang hanya bisa
lolos dalam kedudukan vertikal. Oleh karena itu, pengayakan harus digoyang sehingga
dengan demikian berarti bahwa yang dimaksudkan dengan besar butir adalah diameter
yang kecil / terkecil
Pengayakan dapat dilakukan dengan cara basah dan cara kering :
a. Cara kering
- Keringkan seluruh contoh batuan yang telah terurai
- Masukkan kedalam ayakan paling atas dari unit ayakan yang telah tersusun baik
sesuai denagn keperluan
- Mesin kocok dijalankan selama + 10 menit
- Contoh batuan yang tertinggal di tiap-tiap ayakan ditimbang dan dimasukkan
dalam botol/plastik contoh batuan
b. Cara basah
Cara ini pada prinsipnya sama dengan cara kering, tetapi pada umumnya
menggunakan ayakan yang kecil. Pengayakan dilakukan dalam air sehingga contoh
batuan yang diperoleh masih harus dikeringkan terlebih dahulu.
Teknik Pemisahan Fosil
Fosil-fosil dipisahkan dari butiran lainnya dengan menggunakan jarum. Untuk
menjaga agar fosil yang telah dipisahkan tidak hilang, maka fosil perlu disimpan di
tempat yang aman. Setelah selesai pemisahan fosil, penelitian terhadap masing-masing
fosil dilakukan.
Gambar 50. Alat yang digunakan dalam pemisahan fosil
a. Saringan dengan 30 – 80 – 100 mesh
b. Wadah pengamatan mikrofosil
c. Jarum pengutik
d. Slide karton (model Jerman 40 x 25 mm)
e. Slide karton (model internasional, 75 x 25 mm)
Berikut merupakan tahap-tahap dalam pengambilan sampel batuan yang mengandung fosil mikro, yaitu :
1. Sampling
Sampling adalah pengambilan sampel batuan di lapangan untuk dianalisis kandungan mikrofaunanya. Fosil mikro yang terdapat dalam batuan mempunyai bahan pembentuk cangkang dan morfologi yang berbeda, namun hampir seluruh mikrofosil mempunyai satu sifat fisik yang sama, yaitu ukurannya yang sangat kecil dan kadang sangat mudah hancur, sehingga perlu perlakuan khusus dalam pengambilannya. Sangat diperlukan ketelitian serta perhatian dalam pengambilan sampel, memisahkan dari material lain, lalu menyimpannya di tempat yang aman dan terlindung dari kerusakan secara kimiawi dan fisika Beberapa prosedur sampling pada berbagai sekuen sedimentasi dapat dilakukan, seperti :
a. Spot Sampling, dengan interval tertentu merupakan metode terbaik untuk penampang yang tebal dengan jenis litologi yang seragam, seperti pada lapisan batugamping. Pada metode ini dapat ditambahkan channel sample (sampel paritan) sepanjang kurang lebih 30 cm pada setiap interval 1,5 meter.
b. Channel sample, dapat dilakukan pada penampangg lintasan yang pendek 3 – 5 m, pada litologi yang seragam atau pada perselingan batuan dan dilakukan setiap perubahan unit litologi.
2. Kualitas Sampel
Pengambilan sampel batuan untuk analisis mikropaleontologi harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
-. Bersih, sebelum mengambil sampel harus dibersihkan dari semua kepingan pengotor
-. Representatif dan Komplit, harus dipisahkan dengan jelas antara sampel batuan yang mewakili suatu sisipan atau suatu lapisan batuan. Ambil sekitar 300-500 gram (hand specimen) sampel batuan yang sudah dibersihkan.
-. Pasti, apabila sampel terkemas dengan baik dalam suatu kemasan kedap air yang ditandai dengan tulisan tahan air, yang mencakup segala hal keterangan tentang sampel tersebut seperti nomer sampel, lokasi, jenis batuan dan waktu pengambilan, maka hasil analisis sampel pasti akan bermanfaat.
Ketidakhati-hatian kita dalam memperlakukan sampel batuan akan berakibat fatal dalam paleontologi maupun stratigrafi apabila tercampur baur, terkontaminasi ataupun hilang.
3. Jenis Sample
Jenis sampel disini ada 2 macam, yaitu :
-. Sampel permukaan, sampel yang diambil langsung dari pengamatan singkapan di lapangan. Lokasi & posisi stratigrafinya dapat diplot pada peta.
Sampel bawah permukaan, sampel yang diambil dari suatu pemboran.
Dari cara pengambilannya, sampel bawah permukaan dapat dipisahkan menjadi :
Inti bore (core), seluruh bagian lapisan pada kedalaman tertentu diambil secara utuh.
Sampel hancuran (ditch-cutting), lapisan pada kedalaman tertentu dihancurkan dan dipompa keluar, kemudian ditampung.
Sampel sisi bor (side-well core), diambil dari sisi-sisi dinding bor dari lapisan pada kedalaman tertentu.