Mikropaleontologi

14
Mikropaleontologi Mikro paleontolgi merupakan ilmu yang mempelajari sisa organism yang terawetkan di alam dengan mengunakan alat mikroskop ukuran fosil tersebut berukuran micron. Mikrolitologi membahas batuan sedimen mengunakan mikroskop dinokular yang di bahas : warna,tekstur,pemilahan,struktur,ukuran kristal ,mineral,semen dll.pada umumnya fosil mikro yang berukuran lebih kebil dari 0,5mm,untuk mempelajainya kadang- kadang mengunakan sayatan tipis dari fosil tersebut. Fosil berasal dari bahasa latin, yaitu Fossilis, yang berarti menggali dan/ sesuatu yang diambil dari dalam tanah/batuan Sejarah Mikro Paleontology Sebelum zaman masehi,fosil-fosil mikro terutama ordo foraminifera sangat sedikit untuk di ketahui.medkipun demikian filosof-filosof Mesir banyak yang menuis tentang keanehan alam. Termasuk pada waktu menjumpai fosil. HERODOTUS dan STRABO pada abad ke lima dan ke tujuh sebelum masehi menemukan benda-benda aneh di daerah piramida. Mereka mengatakan bahwa benda-benda tersebut adalah sisa-sisa makanan para pekerja yang telah menjadi keras, padahal benda tersebut sebetulnya adalah fosil-fosil numulites. Fosil fosil ini terdapat dalam batu gamping

description

ttyu

Transcript of Mikropaleontologi

Page 1: Mikropaleontologi

Mikropaleontologi

Mikro paleontolgi merupakan ilmu yang mempelajari sisa organism yang

terawetkan di alam dengan mengunakan alat mikroskop ukuran fosil tersebut berukuran

micron.

Mikrolitologi membahas batuan sedimen mengunakan mikroskop dinokular yang

di bahas : warna,tekstur,pemilahan,struktur,ukuran kristal ,mineral,semen dll.pada

umumnya fosil mikro yang berukuran lebih kebil dari 0,5mm,untuk mempelajainya

kadang-kadang mengunakan sayatan tipis dari fosil tersebut.

Fosil berasal dari bahasa latin, yaitu Fossilis, yang berarti menggali dan/ sesuatu yang

diambil dari dalam tanah/batuan

Sejarah Mikro Paleontology

Sebelum zaman masehi,fosil-fosil mikro terutama ordo foraminifera sangat

sedikit untuk di ketahui.medkipun demikian filosof-filosof Mesir banyak yang menuis

tentang keanehan alam. Termasuk pada waktu menjumpai fosil.

HERODOTUS dan STRABO pada abad ke lima dan ke tujuh sebelum masehi

menemukan benda-benda aneh di daerah piramida. Mereka mengatakan bahwa benda-

benda tersebut adalah sisa-sisa makanan para pekerja yang telah menjadi keras, padahal

benda tersebut sebetulnya adalah fosil-fosil numulites. Fosil fosil ini terdapat dalam batu

gamping brumur Eosen yang di gunakan sebagai bahan bangunan piramida di Negara

tersebut.

AGRICOLA pada tahun 1546 mengambarkan benda-benda aneh tersebut sebagai

“Stone Lentils”

GESNER tahun 1565 menulis tentang sistematika paleontology.

VAN LEEWENHOEK (tahun 1660) menemukan miroskop, terhadap fosil mikro

berkembang dengan pesat.

Page 2: Mikropaleontologi

BECCARIUS (tahun 1739) pertama kali menulis tentang foraminifera yang dapat

dilihat dengan mikrosop.

CARL VON LINEOUS adalah orang swedia yang memperkenalkan tata nama

baru (1758) dalam bukunya yang berjudul (System Naturae) tata nama baru ini penting,

karena cara penamaan ini lebih sederhana dan sampai sekarang ini digunakan untuk

penamaan binatang maupun tumbuhan pada umumnya.

D’ORBIGNY (1802-1857) menulis tentang foraminifera yang digolongkan

dalam kelas Chepalopoda. Beliau juga menulis tentang fosil mikro seperti Ostracoda,

Conodonta, beliau dikenal sebagai Bapak Mikropaleontologi.

EHRENBERG dalam penyelidikan organisme mikro menemukan berbagai jenis

Ostracoda, Foraminifera dan Flagellata, penyelidikan tentang sejarah perkembangan

foraminifera dilakukan oleh CARPENTER (1862) dan LISTER (1894). Selain itu

mereka juga menemukan bentuk-bentuk mikrosfir dan megalosfir dari cangkang-

cangkang foraminifera.

CHUSHMAN (1927) pertama kali menulis tentang fosil-fosil foraminifera dan

menitikberatkan penelitianya pada study determinasi foraminifera, serta menyusun

kunci untuk mengenal fosil-fosil foraminifera.

JONES (1956) banyak membahas fosil mikro diantaranya Foraminifera,

Gastropoda, Conodonta, Ostracoda, Spora dan Pollen serta kegunaan fosil-fosil tersebut,

juga membahas mengenai ekologinya.

Kegunaan Fosil Foraminifera

Fosil foraminifera digunakan sebagai berikut:

Fossil index ; secara akurat memberikan umur realtif suatu batuan

Paleoclimatology ; mengetahui iklim purba (zaman lampau)

Paleoceanography ; mengetahui tempat kehidupan masa lalu

Biostratigraphy; mengetahu secara rinci zonasi/stratigrafi kehidupan

Evolusi kehidupan (urut-urutan perkembangan kehidupan suatu spesies)

Page 3: Mikropaleontologi

Paleobathymetric ; mengetahui kedalaman suatu sedimentasi

Paleoenvironment; mengetahui lingkungan kehidupan masa lampau

Tectonic indication ; dapat mengetahui indikasi perubahan tektonisme selama

sejarah kehidupan

Oil Deposite Indicator ; indikasi terdapatnya potensi Minyak Bumi (HC)

Makna Dan Tata Cara Penamaan Fosil

CARL VAN LINNEOUS adalah orang swedia yang memperkenalkan tata nama

baru (1758) dalam bukunya yang berjudul (Systema Naturae) mengusulkan Taxonomi,

dan sampai sekarang digunakan orang banyak. Tata cara penamaan yang digunakan

adalah bahasa latin

Taxonomi adalah tata cara penamaan / sistematika penamaan tingkat kehidupan

yang tertinggi sampai tingkat kehidupan yang terendah, yaitu :

Kingdom : Jumlahnya tertentu dan pasti (yakni : Flora dan Fauna).

Phylum : Tidak berubah dan pasti

Class :

Ordo :

Family :

Genus : Jumlahnya masih dapat berubah/bertambah dengan

Penamaan genus baru.

Species : Ulah masih dapat berubah/bertambah dengan penamaan

genus,species atau pun varietas baru

Varietas : Dimungkinkan dapat dibuat/direkayasa penemuan varietas

baru yang lebih unggul.

Sistematika Paleontologi

Page 4: Mikropaleontologi

Pada umumnya studi mikro fosil yang rinci, biasanya disertai dengan pembahasan

sistematika paleontologi, antara lain meliputi taksonominya. Urutan klasifikasi makhluk

hidup, sesuai dengan rangking atau kedudukannya, untuk foraminiferadan salah satu jenis

hewan adalah sebagai berikut :

Kingdom Protista Animalia

Filum Protozoa Chordata

Klas Sarcodina Mammalia

Ordo Foraminifera Carnivora

Famili Globigerinidae Felidae

Genus Globigerina Felis

Spesies Nepenthes Catus

Salah satu contoh urutan klasifikasi, dalam pembahasan Sistematika Paleontologi adalah

sebagai berikut :

Kingdom Protista Haeckel, 1866

Filum Protozoa Goldfuss, 1818

Klas Sarcodina Hertwig & Lesser, 1874

Ordo Foraminifera Eichwald, 1830

Famili Globigerinidae Carpenter, Parker & Jones, 1862

Genus Globigerina D’Orbigny, 1826

Spesies Nepenthes Venezuelana Hedberg, 1937

Penamaan Genus – Species.

Untuk tingkatan genus, hanya di beri nama satu suku kata dan di tulis dengan

huruf tegak,di awali dengan huruf besar.

Contoh : Globorotalia

Untuk tingkat species,nama genus di tambah satu suku kata (2 suku kata) dan di

tulis dengan huruf miring atau di garis bawahi untuk suku kata ke dua di tulis dengan

huruf kecil

Page 5: Mikropaleontologi

Contoh: Globorotalia tumida

Kingdom Protista

Kingdom protista menurut HAECKEL (1866) binatang primitif bersel satu

termasuk Kingdom Protista yang dapat di bagi lagi menjadi 12 Phylum di antaranya

adalah Phylum Portozoa.

Phylum Protozoa

Class : 1. Flagellate/mastigophora

2. Sarcodina/rhizopoda

3. Sporozoa

4. Ciliate (infusoria)

Class sarcodina terbagi menjadi 7 ordo, yaitu :

Ordo : 1. Foramimifera – mempunyai bagian yang keras

2. Proteomixa

3. Mycetozoa

4. Amoebina---tidak mempunyai bagian yang keras

5. Testaccea

6. Heliozoa--- hanya dapat di lihat dengan mikoscop perbesaran tinggi dan

mempunyai bagian yang keras

7. Radiolaria

Page 6: Mikropaleontologi

Teknik Penyajian Fosil

Fosil mikro dalam batuan sering terdapat bersamaan dengan batuan lain yang telah

direkatkan oleh semen,oleh karena itu harus dipisahkan terlebih dahulu dari batuan

penyusunnya sebelum melakukan penelitian.

Karena dalam penelitian diperlukan fosil yang benar-benar bersih dari pengotor

dan lepas dari iktan semennya,maka batuan sedien yang belum begiu kompak perlu diurai

menjadi butir-butir yang lepas,sedangkan untuk batuan yang telah kompak dimana

penguraian butirnya tidak memungkinkan,perlu dilakukan secara khusus,misalnya

dengan sayatan tipis,kemudian diteliti dengan mikroskop.

Teknik penguraian batuan

Proses penguraian batuan sedimen dapat dikerjakan dengan dua cara, yaitu proses

penguraian secara fisik dan penguraian secara kimia.

Proses penguraian secara fisik

Cara ini digunakan terutama untuk batuan sedimen yang belum begitu kompak

dan dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu :

- Batuan sedimen ditumbuk dengan palu karet sampai menjadi pecahan-pecahan

dengan diameter 3 - 6 mm

- Pecahan-pecahan batuan direndam dalam air

- Kemudian direas-remas dalam air

- Diaduk dengan mesin aduk atau alat pengaduk yang bersih

- Dipanaskan selama 5 - 10 menit

- Didinginkan

Umumnya batuan sedimen yang belum begitu kompak, apabila mengalami proses

- proses tersebut akan terurai.

Proses penguraian secara kimia

Page 7: Mikropaleontologi

Bahan-bahan larutan kimia yang biasa digunakan dalam penguraian batuan

sedimen antara lain : asam asetat, asam nitrat dan hydrogen piroksida. Penggunaan

larutan kimia sangat tergantung dari macam butir pembentuk batuan dan jenis semen.

Oleh sebab itu, sebelum dilakukan penguraian batuan tersebut perlu diteliti jenis

butirannya, masa dasar dan semen. Hal ini dikerjakan dengan seksama agar fosil mikro

yang terkandung didalamnya tidak rusak atau ikut larut bersama zat pelarut yang

digunakan

Contoh :

-. Batulempung dan Lanau : penguraian batuan dilakukan dengan menggunakan larutan

Hydrogen Pyroksida (H2O2).

Teknik Proses Pengayakan

Dasar proses pengayakan adalah bahwa fosil-fosil dan butiran lain hasil

penguraian terbagi menjadi berbagai kelompok berdasarkan ukuran butirnya masing-

masing yang ditentukan oleh besar lubang. Namun, perlu diperhatikan bahwa tidak

semua butiran mempunyai bentuk bulat, tetapi ada juga yang panjang yang hanya bisa

lolos dalam kedudukan vertikal. Oleh karena itu, pengayakan harus digoyang sehingga

dengan demikian berarti bahwa yang dimaksudkan dengan besar butir adalah diameter

yang kecil / terkecil

Pengayakan dapat dilakukan dengan cara basah dan cara kering :

a. Cara kering

- Keringkan seluruh contoh batuan yang telah terurai

- Masukkan kedalam ayakan paling atas dari unit ayakan yang telah tersusun baik

sesuai denagn keperluan

- Mesin kocok dijalankan selama + 10 menit

- Contoh batuan yang tertinggal di tiap-tiap ayakan ditimbang dan dimasukkan

dalam botol/plastik contoh batuan

b. Cara basah

Page 8: Mikropaleontologi

Cara ini pada prinsipnya sama dengan cara kering, tetapi pada umumnya

menggunakan ayakan yang kecil. Pengayakan dilakukan dalam air sehingga contoh

batuan yang diperoleh masih harus dikeringkan terlebih dahulu.

Teknik Pemisahan Fosil

Fosil-fosil dipisahkan dari butiran lainnya dengan menggunakan jarum. Untuk

menjaga agar fosil yang telah dipisahkan tidak hilang, maka fosil perlu disimpan di

tempat yang aman. Setelah selesai pemisahan fosil, penelitian terhadap masing-masing

fosil dilakukan.

Gambar 50. Alat yang digunakan dalam pemisahan fosil

a. Saringan dengan 30 – 80 – 100 mesh

b. Wadah pengamatan mikrofosil

c. Jarum pengutik

d. Slide karton (model Jerman 40 x 25 mm)

e. Slide karton (model internasional, 75 x 25 mm)

Berikut merupakan tahap-tahap dalam pengambilan sampel batuan yang mengandung fosil mikro, yaitu :

Page 9: Mikropaleontologi

1. Sampling

Sampling adalah pengambilan sampel batuan di lapangan untuk dianalisis kandungan mikrofaunanya. Fosil mikro yang terdapat dalam batuan mempunyai bahan pembentuk cangkang dan morfologi yang berbeda, namun hampir seluruh mikrofosil mempunyai satu sifat fisik yang sama, yaitu ukurannya yang sangat kecil dan kadang sangat mudah hancur, sehingga perlu perlakuan khusus dalam pengambilannya. Sangat diperlukan ketelitian serta perhatian dalam pengambilan sampel, memisahkan dari material lain, lalu menyimpannya di tempat yang aman dan terlindung dari kerusakan secara kimiawi dan fisika Beberapa prosedur sampling pada berbagai sekuen sedimentasi dapat dilakukan, seperti :

a. Spot Sampling, dengan interval tertentu merupakan metode terbaik untuk penampang yang tebal dengan jenis litologi yang seragam, seperti pada lapisan batugamping. Pada metode ini dapat ditambahkan channel sample (sampel paritan) sepanjang kurang lebih 30 cm pada setiap interval 1,5 meter.

b. Channel sample, dapat dilakukan pada penampangg lintasan yang pendek 3 – 5 m, pada litologi yang seragam atau pada perselingan batuan dan dilakukan setiap perubahan unit litologi.

2. Kualitas Sampel

Pengambilan sampel batuan untuk analisis mikropaleontologi harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

-. Bersih, sebelum mengambil sampel harus dibersihkan dari semua kepingan pengotor

-. Representatif dan Komplit, harus dipisahkan dengan jelas antara sampel batuan yang mewakili suatu sisipan atau suatu lapisan batuan. Ambil sekitar 300-500 gram (hand specimen) sampel batuan yang sudah dibersihkan.

-. Pasti, apabila sampel terkemas dengan baik dalam suatu kemasan kedap air yang ditandai dengan tulisan tahan air, yang mencakup segala hal keterangan tentang sampel tersebut seperti nomer sampel, lokasi, jenis batuan dan waktu pengambilan, maka hasil analisis sampel pasti akan bermanfaat.

Ketidakhati-hatian kita dalam memperlakukan sampel batuan akan berakibat fatal dalam paleontologi maupun stratigrafi apabila tercampur baur, terkontaminasi ataupun hilang.

3. Jenis Sample

Page 10: Mikropaleontologi

Jenis sampel disini ada 2 macam, yaitu :

-. Sampel permukaan, sampel yang diambil langsung dari pengamatan singkapan di lapangan. Lokasi & posisi stratigrafinya dapat diplot pada peta.

Sampel bawah permukaan, sampel yang diambil dari suatu pemboran.

Dari cara pengambilannya, sampel bawah permukaan dapat dipisahkan menjadi :

Inti bore (core), seluruh bagian lapisan pada kedalaman tertentu diambil secara utuh.

Sampel hancuran (ditch-cutting), lapisan pada kedalaman tertentu dihancurkan dan dipompa keluar, kemudian ditampung.

Sampel sisi bor (side-well core), diambil dari sisi-sisi dinding bor dari lapisan pada kedalaman tertentu.