Mi Kro Finance

24
  "#$%& '%(%)*'*( +,(%(-,%. /'+0 Take Home Examanation Tema: Microfinance sebagai salah satu tombak untuk menumbuhkan ekonomi rakyat dengan Mikrokredit 123456 178,78 (247 %9:; %<=3:5>? '& 1>3@3@5 2A4=6 -4<4B '@CD> &2A4=E FGHIJJGKJL8MG* '%$,&"*N '%(%)*'*( 1%( O,&(,& ,(&","#" F*N"%(,%( OP$PN QGJQ 

description

keuangan mikro

Transcript of Mi Kro Finance

  • Tugas Akhir (take Home Exam MF)/ Cecep Mukti Soleh / P056110813.40E

    TUGAS

    MANAJEMEN FINANCIAL (MF) Take Home Examanation

    Tema: Microfinance sebagai salah satu tombak untuk menumbuhkan ekonomi rakyat dengan Mikrokredit

    Dosen: Dr.Ir. Noer Azam Achsani, MS

    Disusun oleh:

    Cecep Mukti Soleh/ P056110813.40E

    MAGISTER MANAJEMEN DAN BISNIS INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    2012

  • Tugas Akhir (take Home Exam MF)/ Cecep Mukti Soleh / P056110813.40E

    DAFTAR ISI COVER

    BAB I PENDAHULUAN

    1.1 Latar belakang 1.2 Tujuan

    BAB II MIKROKREDIT DAN MIKROFINANCE

    2.1 Pengertian a. Mikrofinance b. Mikrobanking c. Kondisi Umum pasar microfinance d. Profil nasabah dalam microfinance

    2.2 Pendekatan pelayanan dalam microfinance a. Teori supply-leading finance b. The Poverty lending approach.

    c. The Financial system approach.

    d. Prinsip umum pengelolaan microfinance.

    BAB III MIKROFINANCE DAN MIKROKREDIT

    3.1 Lembaga Perkreditan Mikro sebagai pendorong ekonomi lemah 3.2 Perkembangan UKM terhadap kredit 3.3 Permodalan Kredit Mikro 3.4 Peran & Tantangan Microfinance Dalam Membangun Bangsa Indonesia

    Melalui Kebangkitan UMKM BAB IV KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

  • Tugas Akhir (take Home Exam MF)/ Cecep Mukti Soleh / P056110813.40E

    BAB I PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Dalam pertemuan The World Food Summit of The Food and Agricultural Organization (FAO) yang berlangsung di Roma, 1996, terungkap adanya lebih dari 800 juta penduduk miskin di seluruh dunia. Kebanyakan mereka tinggal di negara-negara berkembang, dan diprediksikan sekitar setengah dari jumlah itu masih akan kelaparan sampai dengan tahun 2015. menurut World Bank, pada tahun 1998 masih terdapat sekitar 1,2 miliar orang yang hidup dalam kemiskinan, yang 522 juta di antaranya berada di Asia Selatan. Dinyatakan pula bahwa hampir setengah dari jumlah penduduk dunia adalah wanita dan dua-pertiga dari penduduk termiskin adalah wanita. Jadi kemiskinan itu, baik di negara berkembang maupun sedang berkembang, didominasi oleh wanita.

    Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) memperkirakan bahwa jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2011 adalah 241 juta jiwa lebih. dan jumlah penduduk miskin mencapai 29,89 juta orang (12,36%),kemudian berdasarkan letak geografisnya, penduduk miskin di perkotaan sekitar 10,95 juta orang (9,09%), dan di pedesaan sekitar 18,94 juta orang (15,59%). Kemiskinan tersebut sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti, laju inflasi, harga bahan sembako dan penghasilan petani atau nilai tukar petani juga pertumbuhan ekonomi, konsumsi rumah tangga, indek tendensi konsumen (ITK) dan produksi manufaktur mikro dan kecil. Sehingga dikatakan, terjadinya kemiskinan disuatu Negara tersebut disebabkan salah satunya dikarenakan adanya distribusi pendapatan yang tidak merata sehingga menimbulkan terjadi kesenjangan yang sangat tinggi kemudian kesejahtraan lebih banyak dinikmati oleh kalangan masyarakat kelas ekonomi menengah ke atas, yang kemudian dikalangan masyarakat timbul slogan, yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin terhimpit dan terjepit.

    1.2 Tujuan

    Untuk menciptakan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur yang sesuai dengan amanat amandemen Undang-Undang Republik Indonesia yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, maka Pemerintah sekarang ini menargetkan untuk menurunkan angka kemiskinan 1% per tahun dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Dan salah satu program pemerintah yang sedang gencar dikembangkan adalah usaha Mikro yang selama ini tidak berjalan dengan mulus atau stagnan, dikarenakan rendahnya laju pertumbuhan usaha kecil, karena para usaha kecil mengalami keterbatasan modal, yang diperberat dengan terbatasnya akses pada perbankan karena ketidakmampuan memenuhi persyaratan bank teknis. Kendala-kendala lain yang juga menjadi penyebab tersebut, antara lain kesulitan dalam mengakses pasar dan informasi, belum memiliki administrasi yang teratur, minimnya aktiva tetap, kurang terjaminnya pasokan bahan baku, pendidikan yang relatif rendah, kurang mampu bersaing, kualitas produk kurang memadai, dan jauh dari sentuhan teknologi.

  • Tugas Akhir (take Home Exam MF)/ Cecep Mukti Soleh / P056110813.40E

    Adalah menjadi kewajiban kita semua untuk melakukan upaya-upaya mencarikan jalan keluar atas kendala-kendala tersebut. Tujuan utamanya tidak lain adalah dalam rangka meningkatkan kesempatan dan kemampuan usaha untuk golongan ekonomi lemah, yaitu dengan cara menumbuhkan usaha mikro di daerah yang jauh dari perkotaan dengan bantuan program pemerintah dan lembaga keuangan.

  • Tugas Akhir (take Home Exam MF)/ Cecep Mukti Soleh / P056110813.40E

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Definition a. Microfinance

    Mikro dalam istilah microfinance lebih menjelaskan mengenai inferiority atau keterbatasan, yaitu inferioritas dari masyarakat miskin (the poors) yang sulit atau terbatas aksesnya kepada pelayanan jasa keuangan/perbankan.

    Beberapa definisi mengenai microfinance antara lain sebagai berikut, - International Management Communications Corporation (IMCC): microfinance sebagai

    seperangkat teknik dan metode perbankan non-tradisional untuk membuka akses seluas-luasnya kepada sektor yang tidak tersentuh jasa keuangan formal.

    - The Foundation for Development Cooperation: microfinance sebagai penyediaan jasa keuangan khususnya simpanan dan pinjaman bagi rumah tangga miskin yang tidak memiliki akses ke lembaga keuangan formal.

    - Asian Development Bank: microfinance sebagai penyediaan layanan keuangan yang seluas-luasnya, seperti deposito, pinjaman, jasa pembayaran, transfers uang dan asuransi kepada orang miskin dan rumah tangga berpenghasilan rendah dan kepada usaha-usaha kecil/mikro.

    - Marguerite S. Robinson : microfinance sebagai layanan keuangan skala kecil khususnya kredit dan simpanan yg disediakan bagi mereka yang bergerak di sektor pertanian, perikanan atau peternakan; yang mengelola usaha kecil atau mikro yg meliputi kegiatan produksi, daur ulang, reparasi atau perdagangan; yang menyediakan layanan jasa; yang bekerja untuk memperoleh upah atau komisi; yg memperoleh penghasilan dari/dengan cara menyewakan tanah, kendaraan, tenaga hewan ternak, atau peralatan dan mesin-mesin; dan kepada perseorangan atau kelompok baik di pedesaan maupun di perkotaan di negara-negara berkembang.

    Dari beberapa pengertian diatas tidak ada definisi baku mengenai microfinance, kecuali bahwa semuanya mengkaitkan microfinance dengan kegiatan pelayanan keuangan bagi masyarakat miskin (the poors) yang mempunyai keterbatasan akses ketika berhubungan dengan lembaga keuangan formal. b. Microbanking

    Layanan microfinance bisa dilakukan oleh pemerintah, individu, swasta, LSM, Lembaga Keuangan formal ataupun informal. Layanan microfinance yang dilakukan oleh perbankan disebut Microbanking. Microbanking adalah bagaimana perbankan yang merupakan lembaga keuangan formal harus bisa melayani sektor mikro, yang umumnya bersifat informal, atau bagaimana sektor mikro yang informal bisa masuk dalam sektor perbankan yang formal.

  • Tugas Akhir (take Home Exam MF)/ Cecep Mukti Soleh / P056110813.40E

    c. Kondisi umum pasar dalam microfinance. Pasar/permintaan yang ada dalam microfinance berasal dari rumah tangga, dan

    perusahaan yang bergerak secara unregulated dalam sektor ekonomi informal. Bank Dunia memperkirakan potensi pasar untuk kredit mikro di seluruh dunia saat ini tidak kurang dari angka 100 juta nasabah. Kondisi umum sektor informal sering digambarkan seperti langka modal, kepemilikan bersifat keluarga, skala kecil, status tidak legal, beroperasi di pasar unregulated, relatif mudah keluar masuk pasar, padat karya, pendidikan informal dan ketrampilan rendah, jam kerja tidak tertentu, sedikit pemakaian alat, penggunaan sumber daya sendiri, dan penjualan/pemasaran bersifat domestik. d. Profil nasabah dalam microfinance (Berenback dan Churchill, 1997) - Tenaga kerja: memperkerjakan 1-5 orang termasuk anggota keluarganya - Aktiva tetap: relatif kecil karena labor intensive - Lokasi: disekitar rumah, umumnya di luar pusat bisnis - Pemasaran: tergantung pada lokal dan jarang terlibat kegiatan ekspor impor - Manajemen: ditangani sendiri dengan teknik sederhana, - Aspek hukum: beroperasi di luar ketentuan yang di atur hukum, perijinan, pajak,

    perburuhan dan lain-lain. 2.2 Pendekatan pelayanan dalam microfinance a. Teori supply-leading finance

    Muncul pasca Perang Dunia II (akhir 1940-1950).Merupakan kombinasi tiga pendapat saat itu, yaitu:

    - Pemerintah di negara yang baru merdeka, bertanggung jawab atas pembangunan bidang ekonomi dinegaranya.

    - Perkembangan ekonomi sangat dibutuhkan untuk meningkatkan produksi dibidang pertanian secara cepat dan luas.

    - Kebanyakan petani tidak sanggup menanggung bunga kredit yang mereka butuhkan untuk membeli alat-alat pertanian modern.

    b. The Poverty lending approach.

    Konsentrasi pada pengentasan kemiskinan melalui instrumen kredit yang biasanya disertai dengan layanan tambahan, seperti pelatihan terkait baca tulis, menghitung, kesehatan gizi, keluarga berencana dsb nya. Lewat pendekatan ini, pemerintah dan pihak donor membiayai kredit untuk orang miskin, dengan bunga di bawah suku bunga pasar. Tujuannya adalah menjangkau orang miskin, terutama yang miskin papa, untuk membantu keluar dari lembah kemiskinan serta memberdayakan mereka (contoh: Grameen Bank of Bangladesh) c. The Financial system approach.

    Menekankan pada jangkauan luas kepada orang miskin yang memiliki kegiatan ekonomi (the economically active poor) baik kepada peminjam maupun penyimpan. Lebih ditekankan untuk institusi yang telah mandiri, karena adanya peningkatan permintaan pembiayaan mikro di seluruh dunia. Institusi ini dapat memenuhi permintaan nasabah akan

  • Tugas Akhir (take Home Exam MF)/ Cecep Mukti Soleh / P056110813.40E

    layanan jasa keuangan yang nyaman dan memadai (contoh: BRI Unit of Indonesia, BancoSol of Bolivia, ASA of Bangladesh). d. Prinsip umum pengelolaan microfinance. - Demand driven/demand following/market driven. Pelayanan dan pengembangan produk

    disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi nasabah mikro. - Accessibility. Pelayanan terbuka bagi seluruh lapisan (sektor) melalui pendekatan sistem

    dan prosedur yang mudah, persyaratan yang sesuai, lokasi yang strategis, sehingga mudah diakses, dan mengurangi biaya transaksi bagi nasabah.

    - Simplicity. Organisasi, sistem operasional, administrasi, pengawasan dan sistem informasi didesain secara sederhana, mudah, mdengan memperhatikan efisiensi dan efektivitas.

    - Transparancy. Sistem kegiatan terbuka, baik hak dan kewajiban bagi pekerja maupun nasabah, melalui sistem reward and punishment yang fair, fitur produk yang memberi banyak pilihan, dan sistem informasi yang user friendly.

    - Cost Recovery. Harus mampu menutup semua biaya dan mampu menghasilkan laba yang memadai.

    - Sustainability. Kelangsungan kegiatan didukung oleh prinsip dan sistem yang berjalan dengan baik, dan menjamin kelangsungan pelayanan bagi nasabah potensial, dan menyumbang manfaat bagi pengembangan kinerja pelayanan itu sendiri, sehingga tercipta sistem keuangan mikro yang berkesinambungan.

  • Tugas Akhir (take Home Exam MF)/ Cecep Mukti Soleh / P056110813.40E

    BAB III MIKROKREDIT DAN MIKROFINANCE

    3.1 Lembaga Perkreditan Mikro sebagai pendorong ekonomi lemah

    Lembaga perkreditan mikro di Indonesia pada dasarnya ada dua kelompok besar yakni Pertama, Bank dan BPR yang beroperasi sampai ke pelosok tanah air; dan kelompok yang Kedua adalah koperasi, baik koperasi simpan pinjam yang khusus melayani jasa keuangan maupun unit usaha simpan pinjam dalam berbagai macam koperasi. Disamping itu terdapat LKM lain yang diperkenalkan oleh berbagai lembaga baik pemerintah seperti Lembaga Kredit Desa, Badan Kredit Kecamatan, KUT yang dibiayai dari kredit likuiditas Bank Indonesia dan lain-lain, maupun swasta/lembaga non pemerintah seperti yayasan, LSM, dan LKM lainnya termasuk lembaga keagamaan.

    Keuangan mikro memang diperlukan untuk pemberdayaan masyarakat miskin, dan meningkatkan tarafnya dari miskin papa ke economically active poor, artinya orang miskin tapi punya potensi untuk meningkatkan taraf hidup karena mempunyai kemampuan dan kemauan. Dari sini nantinya jika berhasil, dia bisa menjadi panutan/contoh untuk orang2 dilingkungannya. Jangan lupa, salah satu bank BUMN dapat melewati krisis karena 80% segmennya ke arah mikro dan ritel, dan saya kira peran microfinance cukup baik, namun peran ini akan menjadi lemah jika pemerintah tidak ikut memproteksi, usaha-usaha kecil. karena suka atau tidak, pasar itu kejam. Perlindungan disini dimaksudkan yaitu melalui kebijakan-kebijakan atau aturan yang dapat memberikan ruang yang cukup bagi orang miskin untuk mengembangkan diri dan usahanya. anggaplah bahwa orang miskin adalah bayi yang kalo tidak di proteksi, diberi makan atau diajari berjalan dan lain-lain, tidak akan dapat berbuat apa-apa dan akan mudah untuk disingkirkan.

    Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di Indonesia telah membuktikan bahwa : 1. Tumbuh dan berkembang di masyarakat serta melayani usaha mikro dan kecil (UKM); 2. Diterima sebagai sumber pembiayaan anggotanya (UKM); 3. Mandiri dan mengakar di masyarakat; 4. Jumlah cukup banyak dan penyebaran nya meluas; 5. Berada dekat dengan masyarakat, dapat menjangkau (melayani) anggota dan

    masyarakat; 6. Memiliki prosedur dan persyaratan peminjaman dana yang dapat dipenuhi anggotanya

    (tanpa agunan); 7. Membantu memecahkan masalah kebutuhan dana yang selama ini tidak bisa dijangkau

    oleh kelompok miskin; 8. Mengurangi berkembangnya pelepas uang (money lenders); 9. Membantu menggerakkan usaha produktif masyarakat dan ; 10. LKM dimiliki sendiri oleh masyarakat sehingga setiap surplus yang dihasilkan oleh

    LKM bukan bank dapat kembali dinikmati oleh para nasabah sebagai pemilik.

  • Tugas Akhir (take Home Exam MF)/ Cecep Mukti Soleh / P056110813.40E

    Kalau boleh kita ambil salah satu opini dari public tentang kredit mikro di Indonesia, yaitu Jika BRI unit telah diakui sebagai The Biggest and The Best Micro Banking System in the world, maka Grameen Bank adalah The Best Social Banking System, perbedaannya terletak pada kemampuan untuk memobilisasi dana masyarakat dan kegiatan usaha secara komersial yang sehat tanpa subsidi untuk perbankan mikro seperti yang telah ditunjukkan BRI-Unit. Sementara Grameen Bank terletak pada kemampuannya untuk menjangkau masyarakat miskin menjadi produktif dan siap masuk dalam arus kegiatan ekonomi biasa serta memanfaatkan mekanisme perbankan yang biasa, meskipun akhirnya juga dikerjakan oleh Grameen Bank sendiri tapi tidak tertutup untuk menjadi nasabah bank lain.

    Konsep Grameen-nya Muhammad Yunus sangat luar biasa dan membuat seseorang yang tidak bankable menjadi mudah mengakses kredit dan ada salah perbankan nasional yang sedang menyiasatinya dengan linkage dengan BPR dan koperasi, tapi apakah bisa seefektif Grameen? Jawabnya adalah, Grameen Bank memang bagus, tapi perkembangannya tak bisa begitu pesat, karena di Indonesia kemampuan pemerintah memberi subsidi terbatas. Dan ternyata masyarakat desa, tanpa subsidi hasilnya malah bagus, contohnya: Kupedes, bahkan telah dibahas dihadapan PBB dan Direktur BRI mendapatkan Sugianto Award. Anehnya hal ini gaungnya tak begitu dikenal di masyarakat Indonesia, kalah dengan hal-hal lainnya.Tapi memang untuk yang belum bankable, ada lembaga mikro finance, juga ada PKBL (Program Kemitraan & Bina Lingkungan) yang dananya diambil dari sebagian laba perusahaan BUMN. Mudah-mudahan makin banyak yang tertarik dengan mikrofinance, karena inilah yang bisa meningkatkan kualitas hidup rakyat kecil.

    Microfinance memang bagus dalam tataran konsep, tetapi dalam prakteknya banyak hal yang perlu dilakukan. Pola peniruan terhadap keberhasilan M Yunus dengan Grameen Bank, hanya dilihat ujungnya saja berhasil, tetapi coba mari telusuri prosesinya. seed capital menjadi kendala utama dalam pengembangan microfinance di Indonesia. Oleh karena itu untuk kesinambungan microfinance ini memang diperlukan linkage program dengan sumber pembiayaan lain.

    Microfinance di Indonesia masih menghadapi beberapa masalah krusial yang perlu mendapat perbaikan seperti masih rendahnya kualitas sumberdaya manusia, bad corporate governance (buruknya penyelenggaraan pemerintahan), dan infrastruktur yang kurang memadai. Sejalan dengan itu, hasil penelitian Bank Indonesia menyimpulkan bahwa kunci sukses microfinance di Indonesia sangat ditentukan oleh peningkatan kualitas sumberdaya manusia, peningkatan modal dan business opportunity (peluang usaha), serta consultation and training (pembinaan dan latihan), masih terbatasnya peran lembaga microfinance juga dikarenakan belum tersedianya regulasi formal, terutama untuk non-bank microfinance. Padahal hadirnya regulasi sangat penting demi terciptanya kepastian hukum bagi semua pihak yang terkait, dengan kondisi seperti terpapar di atas, pihak perbankan menghadapi hambatan dalam melayani golongan masyarakat miskin, seperti : - Pertama, kendala geografis: perbankan sangat sulit menjangkau pengusaha kecil karena

    tempat usaha dan tempat tinggal terpencil atau tersebar. - Kedua, kendala ekonomi: usaha yang dikelola berskala kecil dan terisolir sehingga

    biaya transaksi bagi kedua belah pihak (perbankan maupun pengusaha kecil) menjadi sangat tinggi.

  • Tugas Akhir (take Home Exam MF)/ Cecep Mukti Soleh / P056110813.40E

    - Ketiga, kendala hukum/legalitas: dengan adanya peraturan yang mensyaratkan perbankan memperhatikan legalitas usaha calon debitur, maka perbankan mengalami hambatan dalam membiayai pengusaha kecil atau sektor informal.

    - Keempat, kurangnya pemahaman terhadap karakteristik usaha mikro. - Kelima, kendala desain: banyak program pengembangan usaha kecil merupakan paket

    kebijakan pemerintah yang seringkali tidak sesuai dengan kondisi objektif sektor usaha kecil yang sangat bervariasi berdasarkan lokasi, jenis usaha, dan latar belakang sosial-budaya setempat.

    - Keenam, kendala inkonsistensi program: seringkali pelaksanaan kredit program berubah-ubah, atau bahkan dihentikan, mengakibatkan bank harus menyusun kembali sistem dan prosedur baru, padahal sebelumnya telah melakukan investasi infrastruktur dan sumberdaya manusia yang cukup besar, sehingga menambah biaya operasional bank.

    - Ketujuh, kendala koordinasi: lemahnya koordinasi inter dan antardepartemen teknis atau pihak-pihak yang terkait.

    Sebenarnya, masyarakat miskin dapat dinaikkan kelasnya menjadi masyarakat yang miskin secara ekonomi (miskin tetapi memiliki usaha kecil-kecilan) dengan cara pemberian subsidi pemerintah, misalnya dalam bentuk bantuan sandang, pangan, dan papan. Sebagai contoh, Program Peningkatan Pendapatan Petani/Nelayan Kecil (P4K) yang menggunakan pendekatan pada kelompok petani dan nelayan kecil. Kredit P4K bukanlah suatu proyek-program, melainkan betul-betul merupakan kredit komersial yang ditujukan untuk mendidik dan peningkatkan penghasilan anggota kelompok. Faktor utama keberhasilan P4K terletak pada pembinaan yang dilakukan Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) dan petugas bank, serta kerjasama yang kompak dan serasi di antara sesama anggota (kelompok ditumbuhkan dari, oleh, dan untuk kepentingan seluruh anggota), selanjutnya, untuk membuat masyarakat miskin bankable (layak mendapat layanan bank), perlu diberikan bantuan teknis, baik teknik produksi/usaha, pendidikan dan latihan, maupun pembinaan organisasi dan manajemen, agar menjadi layak untuk mendapat bantuan modal/kredit perbankan.

    Dalam model hubungan langsung dengan rekomendasi LSM, maka LSM bertugas membina kelompok, memberi rekomendasi atas kelayakan usaha kelompok, dan perkiraan besarnya kebutuhan pinjaman kelompok tersebut. Sedangkan hubungan keuangan langsung terjadi antara bank dengan kelompok masyarakat miskin. Sedangkan dalam model hubungan langsung tanpa rekomendasi LSM, pihak bank berhubungan langsung dengan kelompok masyarakat miskin tanpa kerjasama dengan LSM. Kemudian kelompok masyarakat miskin mendistribusikan dana tersebut kepada anggota-anggota kelompoknya.

    Dalam model hubungan tidak langsung, LSM berfungsi sebagai lembaga perantara keuangan (financial intermediary). LSM sekaligus menjadi pembina kelompok masyarakat miskin dalam bidang organisasi, usaha, dan keuangan.

    Berdasarkan hasil identifikasi terhadap masyarakat yang layak dikembangkan tetapi tidak bankable, dianjurkan untuk berkelompok. Dengan menggunakan salah satu dari linkage design tersebut di atas, kelompok-kelompok ini mengajukan pinjaman ke bank-bank yang ditunjuk, yang besarnya disesuaikan dengan kebutuhan anggota. Dalam hal ini tidak dipersyaratkan adanya agunan; yang diperlukan adalah suatu joint guarantee (tanggung-renteng) di antara anggota kelompok. Dengan pinjaman secara berkelompok dapat diperoleh

  • Tugas Akhir (take Home Exam MF)/ Cecep Mukti Soleh / P056110813.40E

    banyak manfaat, antara lain tiap-tiap anggota memiliki sense of belonging (rasa memiliki) terhadap kinerja pinjaman kelompoknya, semangat gotong-royong yang tinggi lebih terbina, disiplin dalam pembayaran kewajiban, serta mengurangi beban perbankan dan mempercepat pelayanan, kinerja masing-masing kelompok akan diukur oleh promotor yang ditunjuk. Jika kinerja bagus dan sudah dapat dipercaya oleh bank pemberi kredit untuk loan size yang lebih besar (di atas poverty line/garis kemiskinan), maka perlahan-lahan kelompok itu mulai dilepas, dan si promotor mulai membina kelompok yang lain. Demikian seterusnya untuk mengangkat masyarakat miskin menjadi bankable.

    Seperti kita ketahui bersama 97 % usaha kecil di Indonesia memiliki omset dibawah Rp. 50 Juta/tahun, meskipun batas atas omset usaha kecil adalah sampai Rp. 1 Miliar. Pada dasarnya jika Indonesia ingin menjangkau usaha kecil terutama usaha kecil-kecil atau usaha mikro tersebut semestinya secara khusus mengarahkan perhatiannya pada kelompok ini karena mereka mewakili lebih dari 33 Juta pelaku usaha. Sampai saat ini hampir belum terlihat adanya program khusus pemberdayaan usaha mikro, padahal lapisan inilah penyedia lapangan kerja terbesar di Indonesia.

    Aspek-aspek utama yang harus dikembangkan dan ditingkatkan kinerjanya dalam usaha pemberdayaan usaha kecil, - Lingkungan yang kondusif dan sistem administrasi pemerintahan/birokrasi yang

    mendukung - Dukungan non financial berupaa jasa perkreditan - Dukungan financial yang khusus diitujukan bagi usaha kecil.

    Di sub-sektor perdagangan umum misalnya, sekitar 80% usaha perdagangan eceran yang tidak berbadan hukum yang diwakili oleh 5,2 juta unit usaha hanya memiliki omset dibawah Rp. 5 juta/tahun, sehingga jumlah usaha ekonomi rakyat lapis bawah ini benar-benar dengan skala gurem. Program yang secara bersinggungan mencoba mengatasi masalah ini pada umumnya masih dikaitkan dengan program penanggulangan kemiskinan. Untuk tidak mereka mencampuradukan permasalahan, maka tawaran pendekatan yang dapat kita manfaatkan adalah dengan melihat sisi kehidupan masyarakat ini dari dua sisi seperti, - sebagai penduduk aktif maka kegiatan ekonomi baik dalam bentuk produksi barang

    maupun jasa harus kita perlakukan sebagai usaha mikro sehingga tujuan utamanya adalah meningkatkan produktivitas dan kapasitas produktifnya.

    - Sebagai rumah tangga konsumen setiap pendapatan/pengeluaran masyarakat yang masih belum melampaui batas garis kemiskinan harus kita perlakukan sebagai penduduk miskin yang harus kita tingkatkan kondisi kehidupannya hingga melewati batas tersebut.

    Untuk mendorong usaha mikro ini memang disadari bahwa modal bukan satu-satunya pemecahan, tetapi tetap saja bahwa ketersediaan permodalan yang secara mudah dapat dijangkau mereka sangat vital, karena pada dasarnya kelompok inilah yang selalu menjadi korban eksploitasi oleh pelepas uang. Salah satu sebabnya adalah ketiadaan pasar keuangan yang sehat bagi masyarakat lapisan bawah ini, sehingga setiap upaya untuk mendorong produktivitas oleh kelompok ini, nilai tambahnya terbang dan dinikmati para pelepas uang. Adanya pasar keuangan yang sehat tidak terlepas dari keberadaan Lembaga Keuangan yang hadir ditengah masyarakat.

  • Tugas Akhir (take Home Exam MF)/ Cecep Mukti Soleh / P056110813.40E

    Keuangan mikro juga memiliki beberapa kelemahan ialah mata rantai usaha tergantung dengan karakteristik pengusaha kecil, Beberapa kelemahan dan kegagalan yang dapat diidentifikasikan sebagai berikut: - kurang mampu menjalankan usaha - lemah dalam pengelolaan - cara hidup yang konsumtif - cepat merasa puas dengan hasil yang diacapai - sangat tergantung kepada fasilitas - rendahnya profesionalisme - kesadaran akan kualitas produksi masih rendah - bersifat trial dan error - masih percaya pada hal-hal yang bersifat tahyul

    Dengan kondisi demikian, pada umumnya usaha kecil dan mikro membutuhkan dukungan banyak pihak. Dukungan tersebut sangat diharapkan berasal dari pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, lembaga keuangan, lembaga akademi maupun lembaga donor sehingga perekonomian daerah yang berkatagori kurang mampu bisa terdongkrak naik. 3.2 Perkembangan UKM terhadap kredit

    Lingkaran setan yang melahirkan jebakan ketidak berdayaan inilah yang menjadikan alasan penting mengapa lembaga keuangan mikro yang menyediakan pembiayaan bagi usaha mikro menempati tempat yang sangat strategis. Oleh karena itu kita perlu memahami secara baik berbagai aspek lembaga keuangan mikro dengan segmen-segmen pasar yang masih sangat beragam disamping juga masing-masing terkotak-kotak.

    Usaha mikro sering digambarkan sebagai kelompok yang kemampuan permodalan UKM rendah. Rendahnya akses UKM terhadap lembaga keuangan formal, sehingga hanya 12 % UKM akses terhadap kredit bank karena, - Produk bank tidak sesuai dengan kebutuhan dan kondisi UKM - Adanya anggapan berlebihan terhadap besarnya resiko kredit UKM - Biaya transaksi kredit UKM relatif tinggi - Persyaratan bank teknis kurang dipenuhi (agunan, proposal) - Terbatasnya akses UKM terhadap pembiayaan equity - Monitoring dan koleksi kredit UKM tidak efisien - Bantuan teknis belum efektif dan masih harus disediakan oleh bank sendiri sehingga

    biaya pelayanan UKM mahal - Bank pada umumnya belum terbiasa dengan pembiayaan kepada UKM.

    Secara singkat kredit perbankan diselenggarakan atas pertimbangan komersial membuat UKM sulit memenuhi persyaratan teknis perbankan, terutama soal agunan dan persyaratan administratif lainnya, pengembangan dan pemberdayaan UKM selalu menjadi topik pembicaraan yang menarik. Bukan hanya terlihat dan terkesan kepedulian dan keberpihakan kepada "si kecil" saja. Tetapi memang di dalamnya terkandung dimensi potensi ekonomi yang juga dahsyat, yang belum tergarap. Pada umumnya jasa tersebut meliputi tabungan dan penyaluran kredit. Selain fungsi intermediasi keuangan tersebut, juga terkadang mempunyai fungsi intermediasi sosial seperti pembentukan kelompok, pengembangan

  • Tugas Akhir (take Home Exam MF)/ Cecep Mukti Soleh / P056110813.40E

    kepercayaan diri dan peningkatan manajemen usaha di antara para anggota kelompok. Oleh karena itu dalam microfinance dikenal jargon "microfinanxce is not simply banking, it is development tool". (Ledgerwood, 2000). Kegiatan pembiayaan untuk usaha mikro telah dikembangkan baik oleh Pemerintah, Bank Indonesia, perbankan maupun LSM-LSM. Tujuannya untuk mendorong kegiatan penyaluran kredit mikro yang berorientasi kepada pasar (market oriented) sehingga diharapkan akan dapat berkesinambungan (sustainable). Penyaluran kredit mikro oleh perbankan baik Bank Umum maupun Bank Perkreditan Rakyat (BPR) mempunyai permasalahan karaktristik masing-masing. Bank Umum mempunyai keterbatasan dalam pengalaman, jaringan dan SDM yang memahami kredit mikro. 3.3 Permodalan Kredit Mikro

    Di sisi lain, kredit mikro merupakan pangsa terbesar kredit BPR namun BPR terkendala dengan masalah keterbatasan pendanaan atau permodalan dan SDM. Sesungguhnya terdapat konsep ideal linkage program, yakni kerjasama Bank Umum dan BPR yang saling melengkapi dan mengisi peran masing-masing. Namun, realita dan penerapan di lapangan belumlah seperti yang diharapkan. Penyaluran kredit mikro untuk golongan berpendapatan rendah yang sangat sulit akses kepada perbankan ini, dapat memberikan stimulus pertumbuhan ekonomi dengan struktur yang lebih kuat. Pertumbuhan ekonomi yang ditopang usaha besar ternyata rentan terhadap dampak krisis sebagaimana telah dialami oleh negeri ini. Di tengah-tengah krisis, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) terbukti justru menyumbangkan pertumbuhan yang cukup signifikan sekitar 60% pada tahun 2000. Hal ini menjadi salah satu indikasi mengenai daya tahan (survival) UMKM selama masa krisis. Sementara dari aspek perbankan, pengembangan Microfinance ini merupakan salah satu peluang pasar yang belum tergarap dengan baik. Kredit mikro apabila dikelola ternyata menghasilkan tingkat pengembalian (repayment rate) yang tinggi. (The FDC, 1992). Hal ini membuktikan bahwa pengusaha mikro tersebut adalah bankable dan mempunyai disiplin dalam pembayaran kredit atau mempunyai tingkat kepatuhan yang tinggi. Persoalan klasik pengusaha mikro adalah mereka feasible usahanya akan tetapi tidak bankable sehingga kesulitan mendapatkan tambahan modal. Selain itu, dari pengalaman terbukti pula bahwa pengusaha mikro tidak memerlukan "dana subsidi" yang murah, namun yang penting adalah akses kepada jasa keuangan. (ADB, 2000). Prinsip pemberian kredit mikro yang penting adalah pemberian kredit dengan jumlah, sasaran dan waktu yang tepat merupakan kunci penyaluran kredit yang diharapkan dan bermanfaat bagi usaha mikro.

    Dalam pengembangan Microfinance di Indonesia, khususnya untuk lembaga keuangan bank adalah dengan cara mengembangkan keberadaan BPR sebagai lembaga perbankan yang mempunyai pangsa pasar sebagian besar adalah pengusaha mikro. Dari sisi jumlah dan penyebarannya, BPR tetap cukup luas melayani nasabah-nasabah di pelosok-pelosok pedesaan maupun di wilayah perkotaan. Namun demikian, jika dilihat dari volume kredit yang disalurkan masih relatif sangat kecil sekitar kurang dari 2% jika dibandingkan dengan total kredit perbankan. Di sisi yang lain, Bank Umum yang mempunyai pendanaan relatif besar belum terlampau banyak yang menggarap sektor mikro. Hal ini dipahami karena Bank Umum mempunyai kendala jangkauan pelayanan, SDM yang terbatas dalam memahami karakteristik kredit mikro maupun orientasi bisnis bank itu sendiri. Banyak upaya telah dilakukan untuk "mempertemukan" Bank Umum dengan BPR dalam rangka

  • Tugas Akhir (take Home Exam MF)/ Cecep Mukti Soleh / P056110813.40E

    menciptakan sinergi yang saling menguntungkan baik melalui linkage program, refinancing dan cara atau bentuk kerjasama lainnya. Namun, kondisi di lapangan memperlihatkan bahwa kerjasama tersebut tidak selamanya dapat dilaksanakan dan masih terdapat kendala di lapangan.

    Dalam pengembangan keuangan mikro, diperlukan strategi-stategi dasar agar dapat berjalan sesuai dengan misinya. Beberapa statergi dasar yang mendesak untuk dilakukan, terutama oleh pemerintah ialah: - memanfaatkan dan memantapkan lembaga keuangan mikro yang sudah ada,

    menumbuhkan lembaga keuangan mikro baru serta meingkatkan kemandirian dan profesionalisme lembaga keuangan mikro

    - meningkatkan kesadara masyarakat tentang keuangan mikro ke seluruh segmentasi sasaran

    - mengembangkan jaringan antar lembaga keuangan mikro dengan pihak terkait - mengupayakan kemudahan bagi masyarakat miskin dalam mengakses modal dan

    pendampingan usaha ekonomi produktif.

    3.3 Microfinance Bank Salah satu upaya lain untuk meningkatkan pelayanan kepada usaha mikro adalah

    pembentukan Microfinance bank. Secara konsep pembentukan Microfinance Bank oleh bank ini berupaya menjawab permasalahan yang dimiliki oleh bank umum maupun BPR. Bank ini mempunyai status sebagai bank umum sehingga mempunyai fungsi-fungsi yang lebih daripada BPR, misalnya dalam lalu lintas pembayaran (penggunaan cek dan bilyet giro) maupun pelayanan yang menggunakan valuta asing, ekspor-impor dan lainnya. Namun demikian pasar bank ini khusus kepada usaha mikro dengan maksimum jumlah kredit tertentu. Sesuai kesepakatanm Bank Indonesia dan Pemerintah dalam rangka program penanggulangan kemiskinan, kredit mikro diberi pengertian kredit sampai dengan Rp 50 juta untuk kegiatan produktif demikian pula untuk segmen kecil yakni dibawah Rp 500 juta untuk produktif. Microfinance Bank tidak diperkenankan untuk memberikan kredit di atas plafon Rp 50 juta atau alternatif lain, yakni dengan portofolio minimal 75% disalurkan ke segmen mikro sedangkan 25% lainnya ke segmen kecil.

    Untuk merealisasikan jenis bank "khusus" tersebut memang harus terdapat insentif tertentu atau kemudahan di dalam persyaratan pendirian bank, misalnya modal minimum tidaklah sebesar pendirian bank umum sesuai ketentuan yakni sebesar Rp 3 triliun, sementara pendirian BPR sekitar Rp 2 miliar. Barangkali angka ratusan miliar dapat dipertimbangkan. Status bank adalah bank umum karena diharapkan bank ini mempunyai fondasi permodalan yang kuat dan jenis pelayanan yang lebih luas daripada BPR, misalnya pelayanan uang giral atau fungsi sebagai bank devisa dalam ekspor dan impor, transfer dengan valas, simpanan valas dan lainnya. Beberapa keunggulan dari jenis bank tersebut adalah jangkauan pelayanan yang lebih beragam, jangkauan jaringan yang lebih luas melalui pembukaan kantor cabang dan kantor dibawah kantor cabang. Dengan memiliki portofolio hampir keseluruhan kredit mikro terdapat penyebaran risiko, karena kredit relatif kecil-kecil. Struktur pendanaan sebagai bank umum relatif lebih kuat bila dibandingkan dengan BPR. Bank jenis ini akan sangat berkembang jika didukung atau didirikan oleh komunitas Microfinance, seperti asosiasi LSM pengembangan ekonomi, asosiasi koperasi, lembaga keuangan mikro non bank

  • Tugas Akhir (take Home Exam MF)/ Cecep Mukti Soleh / P056110813.40E

    dan lain-lainnya yang bersifat bottom-up. Hal ini tidak menutup kemungkinan ide pendirian dari pemerintah. Pada sisi yang lain terdapat permasalahan yang potensial timbul seperti persaingan dengan pangsa pasar BPR, moral hazard untuk menyalurkan kredit di atas kriteria kredit mikro. Untuk itu personal Microfinance Bank harus benar-benar profesional dan berpengalaman dalam penyaluran kredit mikro baik memahami filosofi maupun praktek lapangannya. Dalam rangka mendukung pembentukan Microfinance Bank tersebut memang harus ada dukungan khusus bagi pendiriannya. Sebagai contoh dapat dilakukan suatu pilot proyek pendirian Microfinance Bank di beberapa daerah. Para pendiri sangat diharapkan inisiatif dari pihak-pihak yang berkecimpung dalam Microfinance maupun dari Pemerintah.

    Untuk tahapan permulaan tersebut, Bank Indonesia dapat menyiapkan ketentuan penyesuaian pendirian bank tersebut. Dari sisi Undang-undang tidak terdapat perubahan mendasar karena berdasarkan Pasal 5 ayat 2 Undang-Undang Perbankan No. 10/1998 Bank Umum dapat mengkhususkan diri pada kegiatan tertentu, termasuk UKM. Selain itu, juga dapat diberikan technical asistance dalam bentuk pelatihan dan pendampingan dalam rangka memperkuat para pimpinan dan staf bank tersebut mengenai teknis pemberian kredit mikro. Sebagai argumentasi tambahan, pendirian Microfinance Bank telah dirintis di Pilipina dengan performance yang bagus dan didukung langsung oleh Presiden. Selain itu, pengalaman BRI dengan skim Kupedes di BRI-Unit telah membuktikan peranan dan kontribusi redit mikro yang menjadi profit center bagi bank (BRI). Memang, ide Microfinance Bank masih perlu dikaji lebih jauh karena bagaimana pun konfigurasi perbankan Indonesia juga relatif berbeda. Namun bukan tidak mungkin di masa depan, Microfinance Bank bisa menjadi alternatif pengembangan dan pemberdayaan UKM, khususnya kredit mikro. Arah Lembaga Keuangan Mikro ke Depan 1. Mengatasi legal status agar jelas, diarahkan menjadi Bank, Koperasi atau LKM yang

    saat ini sedang disiapkan RUU LKM 2. Pengawasan lebih intensif untuk melindungi pihak ketiga (penabung) 3. Pengembangan jaringan melalui penumbuhan lembaga keuangan sekunder, jaringan on

    line untuk peningkatan mutu pelayanan kepada masyarakat lokal. Segmentasi pasar lembaga keuangan mikro pada umumnya adalah kelompok usaha mikro yang dianggap oleh bank : 1. Tidak memiliki persyaratan yang memadai 2. Tidak memiliki agunan yang cukup 3. Biaya transaksinya mahal / tinggi 4. Lokasi kelompok miskin tidak berada dalam jangkauan kantor cabangnya Permintaan kredit bagi Lembaga Keuangan Mikro dapat diperhitungkan masih sangat luas dan segmennya bermacam-macam. Hal ini mengingat sebagian besar kelompok usaha mikro belum dapat dilayani oleh bank. Kelompok peminjam tersebut meliputi usaha produktif masyarakat yang memiliki perputaran usaha tinggi dan dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan modal kerja. 3.4 Peran & Tantangan Microfinance Dalam Membangun Bangsa Indonesia Melalui

    Kebangkitan UMKM Krisis 1997/1998 maupun 2008/2009 yang lalu menunjukkan bahwa UMKM telah

    terbukti sebagai usaha kerakyatan yang mandiri dan mempunyai daya tahan yang kuat dalam

  • Tugas Akhir (take Home Exam MF)/ Cecep Mukti Soleh / P056110813.40E

    menghadapi krisis tersebut. Merupakan tiang penyerap utama tenaga kerja di Indonesia. Karena itu, Pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) menjadi salah satu upaya strategis dalam meningkatkan taraf hidup sebagian besar rakyat Indonesia. Kontribusi UMKM Terhadap Perekonomian menunjukkan bahwa jumlah pelaku UKM sebanyak 51,3 juta unit usaha atau 99,91% dari seluruh jumlah pelaku usaha di Indonesia. Jumlah tenaga kerjanya mencapai 90,9 juta pekerja atau sebanding dengan 97,1%dari seluruh tenaga kerja Indonesia. Nilai investasi UKM mencapai Rp 640,4 triliun atau 52,9% dari total investasi. Menghasilkan devisa sebesar Rp 183,8 triliun atau 20,2% dari jumlah devisa Indonesia. Pertumbuhan kredit yang disalurkan kepada UMKM sering lebih tinggi dari yang disalurkan ke non-UMKM. Sampai dengan November 2010 pertumbuhan kredit UMKM mencapai 25,1%, lebih tinggi dari non-UMKM yang hanya 18,9%. Artinya, kontribusi UMKM terhadap pertumbuhan ekonomi 2010 tidak dapat diabaikan. Kemudian ada 6 (enam) tantangan Sistem Keuangan Mikro yaitu: 1. Lembaga keuangan mikro yang ada telah melakukan penghimpunan dana masyarakat.

    Undang-Undang Perbankan hanya mengijinkan badan usaha bank yang dapat menghimpun dana masyarakat. Perlu adanya ketentuan dan lembaga yang memastikan terlindungnya dana masyarakat miskin pada lembaga keuangan mikro. Pengaturan besaran modal dan pembatasan dana simpanan masyarakat yang dapat dihimpun pada batas ambang tertentu merupakan langkah yang perlu dikukuhkan dalam suatu ketentuan hukum.

    2. Merumuskan dasar hukum lembaga keuangan mikro yang selaras dengan undang-undang lain.Substansi dasar hukum LKM harus memberi perlindungan kepada para penabung kecil dengan cara mempromosikan peraturan berasaskan kehati-hatian, pengawasan dan penegakan peraturan tersebut. Harus menjamin keberlanjutan dan kesetaraannya dengan lembaga keuangan yang lain. Telah dirintis melalui kebijakan bersama tiga menteri (Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Koperasi dan UKM) serta Gubernur Bank Indonesia tentang Strategi Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro pada tahun 2009.

    3. Membangun pengawasannya LKM. Jumlah LKM yang ribuan dan tersebar hingga wilayah terpencil membuat pengawasannya tidaklah mudah. Perlu ada kebijakan desentralisasi kegiatan pengawasan kepada unit lembaga keuangan yang memiliki kompetensi. Langkah ini telah dilakukan Bank Indonesia dengan memberikan tugas pengawasan Badan Kredit Desa (BKD) kepada BRI. Kedepan, Bank Pembangunan Daerah perlu dipersiapkan untuk tugas tersebut, mengingat sebagian LKM dimiliki oleh pemerintah daerah.

    4. Pembinaan LKM. Pemda, khususnya Pemerintah Propinsi, memiliki kelengkapan infrastruktur yang relatif cukup (BPD, dinas-dinas, serta jaringan pemerintah kabupaten/kota) untuk membina LKM. Karena itu, kewenangan penerbitan ijin pendirian LKM perlu dipertimbangkan untuk menjadi tugas pemerintah daerah. Pemberian ijin tentunya perlu diikuti dengan fasilitasi penguatan kapasitas LKM melalui pelatihan sumber daya manusia dan penerapan teknologi informasi, serta kerjasama dengan berbagai lembaga lain.

    5. Mengintegrasikan LKM kedalam sektor keuangan. Diperlukan kepatuhan terhadap ketentuan tata kelola yang baik serta pengawasan yang teratur untuk

  • Tugas Akhir (take Home Exam MF)/ Cecep Mukti Soleh / P056110813.40E

    memastikan keberlanjutan pelayanan keuangan LKM kepada masyarakat miskin dalam jangka panjang. Apabila kondisi ini dapat terwujud maka akan terbuka peluang kerjasama dengan berbagai lembaga lain, seperti perbankan, asuransi, dan lembaga pembiayaan.

    6. Mengimplementasikan peran pemerintah yang tepat dalam pengembangan keuangan mikro. Pemerintah akan mendorong LKM menjadi katalisator pengembangan kewirausahaan pada masyarakat miskin. LKM tidak hanya berfungsi membantu pembiayaan tetapi juga perlu dilengkapi dengan kegiatan pembinaan usaha rakyat, seperti pembentukan kelompok usaha rakyat oleh pemerintah daerah guna meningkatkan produktivitas. Untuk itu Pemerintah akan mendorong semangat wirausaha pada kelompok masyarakat miskin dengan memperluas penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR). KUR diberikan kepada usaha yang produktif namun belum mampu memenuhi persyaratan bank (belum bankable).

    Pemulihan perekonomian Indonesia terus terjadi, dengan laju pertumbuhan yang semakin cepat. Peran UMKM terhadap perekonomian Indonesia amat signifikan. Pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) menjadi salah satu upaya strategis dalam meningkatkan taraf hidup sebagian besar rakyat Indonesia. Lembaga Keuangan Mikro dapat memberi kontribusi yang amat signifikan dalam mendukung pengembangan UMKM.

    Meruntuhkan mitos microfinance, lantas, apa benang merahnya? Ternyata mitos-mitos selama ini yang mengatakan bahwa microfinance sebagai lahan kering (unprofitable) adalah tidak berdasar sama sekali. Oleh karenanya, fakta ini kemudian juga meruntuhkan berbagai mitos lainnya. Ternyata program microfinance tidak harus didekati dengan paradigma proteksi berwujud program subsidi. Sistem dan aktor ekonomi yang terlibat di dalamnya juga tidak harus diisolasi dari masyarakat ekonomi secara keseluruhan. Oleh karenanya, siapa pun bisa mengelola microfinance ini dengan baik, pengalaman BRI sudah menunjukkannya, dalam kenyataannya, para pelaku ekonomi kecil dan mikro tidaklah memerlukan segala hak-hak istimewa tadi untuk keberlanjutan usahanya, bagi mereka cukuplah tersedianya akses bagi mereka terhadap segala sumber daya yang ada dalam waktu yang tepat, jumlah yang cukup, dan aturan main yang jelas serta transparan. Itu pulalah yang dijawab oleh BRI selama ini, kerja keras BRI dalam melakukan bauran inovasi, efisiensi, dan Transparansi manajemen perbankan menjadi kunci kisah sukses mereka, dengan brand produk KUPEDES dan SIMPEDES, BRI menjadi raja dalam jumlah nasabah (kecil dan mikro). Hal ini menjadi pertanda bahwa penetrasi produk inovatif perbankan mereka dapat diterima dengan baik oleh pelaku usaha kecil dan mikro di pedesaan.

    Wacana strategis seperti ini selayaknya menjadi perhatian bagi pemerintah untuk ke depan. Dari sisi supply, sudah saatnya para pelaku usaha skala kecil dan mikro ini di akui eksistensinya sebagai bagian dari pelaku ekonomi keseluruhan dan oleh karenanya juga berhak memperoleh pelayanan dari satu sistem ekonomi yang sama. Hanya dengan jalan ini, kebutuhan mereka terhadap segala sumber daya secara tepat dan pasti sebagai syarat keberlanjutan usahanya dapat terpenuhi. Sementara itu dari sisi demand, potensi pelaku usaha kecil dan mikro yang melimpah ini dapat menjadi sebuah peluang usaha yang sangat menjanjikan bagi para pelaku ekonomi lainnya. Tentu, hanya mereka yang terbaiklah yang berhasil.

  • Tugas Akhir (take Home Exam MF)/ Cecep Mukti Soleh / P056110813.40E

    Kita semua berharap bahwa di awal tahun 2012 ini perubahan paradigma dari sekedar bagaimana menyediakan microfinance menjadi bagaimana mempersiapkan financial systems for the poor (Littlefield 2004), dapat menjadi langkah awal yang manis dari demokratisasi pada sektor keuangan dan ekonomi. Karena mereka, pelaku usaha kecil dan mikro, juga adalah pemilik sah negeri ini dan karenanya juga berhak atasnya.

    Dalam peta tentang keuangan yang beredar di pedesaan di Indonesia, diketahui bahwa sumber keuangan rumah tangga berasal dari 5 sumber, yaitu - Arisan yang memberikan berupa kredit jangka pendek yang bersifat produktif dan

    konsumtif, - Kantor cabang bank pemerintah yang mengucurkan kredit jangka panjang dan pendek

    namun bersifat produktif, - lembaga keungan mikro yang memberikan kredit jangka panjang dan pendek yang

    bersifat produktif, rentenir, pedagang, - Teman atau kerabat yang memberikan kredit jangka pendek baik produktif atau

    konsumtif - Tabungan pribadi.

  • Tugas Akhir (take Home Exam MF)/ Cecep Mukti Soleh / P056110813.40E

    BAB IV KESIMPULAN

    Dalam upaya pengentasan kemiskinan, pemerintah dapat memanfaatkan bank yang bergerak di bidang microfinance yang telah ada. Kriteria bank yang dapat digunakan dalam program pengentasan kemiskinan antara lain: memiliki jaringan operasi yang berorientasi pedesaan atau berakar di pedesaan; mempunyai pengalaman luas dalam melayani masyarakat kecil; dan mempunyai petugas lapangan yang mampu berkomunikasi dan memberikan pembinaan pada masyarakat kecil.

    Manfaat yang diperoleh dengan mengunakan bank yang telah ada adalah, selain langsung dapat beroperasi secara aktif, juga tidak diperlukan modal yang relatif besar. Dalam hal ini memanfaatkan bank yang sudah terintegrasi adalah pilihan yang paling tepat. Lagipula, dengan bank yang terintegrasi tersebut dapat berperan bukan hanya sebagai penyedia dan penyalur kredit bagi usaha mikro, namun juga dapat memfasilitasi pelatihan teknis produksi, manajemen usaha, akuntansi, dan pemasaran. Hal ini dapat diwujudkan dengan membentuk kemitraan, misalnya antar-bank, lembaga pendidikan, dan pemerintah daerah setempat. Di samping itu dapat menjadi jembatan untuk memperlancar proses produksi, baik dalam hubungan ke hulu maupun ke hilir, dengan memanfaatkan akses informasi yang dimiliki bank. Selain itu, untuk membantu perbankan dan pengusaha mikro, kiranya perlu dipertimbangkan pembentukan lembaga penjaminan kredit. Kehadiran lembaga semacam ini akan memberikan manfaat bagi kedua belah pihak bila terjadi kegagalan kredit, sehingga kelangsungan pembiayaan kepada pengusaha kecil atau mikro dapat terus dipertahankan dan tetap berjalan.

  • Tugas Akhir (take Home Exam MF)/ Cecep Mukti Soleh / P056110813.40E

    DAFTAR PUSTAKA Microfinance Revolution vol. 1 & 2, Marguerite Robinson, 2002. Paradigma Baru Lembaga Keuangan Mikro, INDEF dan BRI, 1998. Sumber www.Republika.co.id Jakarta (Penulis adalah anggota Tim Penelitian dan Pengembangan Biro Kredit Bank Indonesia, alumnus James Cook University, Australia). http://www.kpmm.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=61&Itemid=1 http://www.indonesia.go.id dan http://www.bi.go.id http://www.pnm.co.id www.depkop.go.id/cat_view/34-regulasi/40-regulasi-ukm /112-per-uu-di-bidang-ukm/123-pdf.html finance.detik.com http://bisniskeuangan.kompas.com/read/xml/2009/05/25/14502894/bri.the.worlds.benchmark.for.microfinance.and.the.most.profitable.bank.in.indonesia http://www.gsn-soeki.com/wouw/a000346.php

  • Tugas Akhir (take Home Exam MF)/ Cecep Mukti Soleh / P056110813.40E

    LAMPIRAN Kisah Sukses Microfinance BRI Di Indonesia, Bank BRI adalah satu-satunya bank komersial yang sukses melayani sektor mikro melalui BRI Unit-nya. Kunci keberhasilan ini antara lain terletak pada sistem organisasi BRI Unit yang disesuaikan dengan kondisi bisnis mikro, komitmen terhadap kelangsungan usaha, peningkatan kualitas sumberdaya manusia, transparansi dalam pelaporan, akuntabilitas, serta reward and punishment system (sistem penghargaan dan sanksi) yang berlandaskan pada prinsip good corporate governance (pengelolaan yang baik). Sampai dengan Desember 2002, BRI telah menyalurkan pinjaman mikro KUPEDES secara kumulatif sebesar Rp 72.701,3 miliar dengan jumlah debitur sebanyak 30.373.548 orang. Posisi SIMPEDES per Desember 2002 sebesar Rp 23.480,4 miliar dengan jumlah rekening sebanyak 28.262.073. Sedangkan posisi KUPEDES tercatat sebesar Rp 12.010,8 miliar dengan jumlah debitur 3.056.103 orang. Sementara non-performing loans (piutang tak tertagih) pada saat yang sama tercatat hanya 1,55 persen. Melalui 3.916 unit dan 211 Pos Pelayanan Desa (PPD), rata-rata ekspansi netto perbulan tercatat sebesar kurang-lebih Rp 700 miliar. Rata-rata outstanding per peminjam adalah Rp 5,9 juta. Untuk meningkatkan profesionalisme jajaran bisnis mikro, BRI memiliki sentra pendidikan sebanyak 6 buah yang terletak di Padang, Jakarta, Bandung, Jogyakarta, Surabaya, dan Makassar. Selain itu BRI mempunyai program pengembangan microfinance yang ditujukan bagi peminat dari luar negeri, yakni International Visitor Program. Sedangkan dalam rangka meningkatkan kemampuan berusaha dan memperluas jaringan pasar para debitur BRI Unit, Bank BRI telah menjalin kerjasama dengan PT Indofood Sukses Makmur dalam program "Warung Barokah". Selain sebagai bank yang bergerak dalam microfinance, BRI juga berperan sebagai pengawas dan pembina lembaga keuangan mikro lainnya, yakni Badan Kredit Desa (BKD) dan Tempat Pelayanan Simpan Pinjam (TPSP). Saat ini BKD yang aktif sebanyak 4.518, sedangkan jumlah TPSP yang aktif 985. Sesuai dengan fokus bisnis BRI yang bergerak di bidang microfinance dan UKM, maka BRI juga memberikan kredit ritel komersial, baik kepada perorangan maupun kelompok seperti P4K (Program Peningkatan Pendapatan Petani/Nelayan Kecil). Jumlah kelompok yang telah berhasil direalisir sampai posisi Desember 2002 mencapai 99.820 kelompok, dengan jumlah pinjaman kumulatif sebesar Rp 551 miliar. Sedangkan sampai dengan posisi Juli 2003 telah mencapai 115.596 kelompok dengan kumulatif pinjaman sebesar Rp 706 miliar.

  • Tugas Akhir (take Home Exam MF)/ Cecep Mukti Soleh / P056110813.40E

    BRI tidak hanya memberikan pinjaman kepada para pengusaha UKM, melainkan juga memfasilitasi pelatihan, akses informasi pasar, dan mengembangkan pola kemitraan di antara pengusaha besar dan UKM. Ini dilakukan melalui kerjasama dengan perguruan tinggi (ITB, UGM, IPB) untuk program pendampingan UKM. Sedangkan untuk membantu UKM mengakses informasi bisnis, didirikan sentra pengembangan UKM (SME Center) di kantor-kantor cabang BRI melalui kerjasama dengan PT Telkom, Kadin, dan CDMES; menyusul akan dikembangkan lagi 40 proyek CDMES yang akan dibantu oleh pemerintah Korea Selatan. Khusus dalam pengembangan agribisnis, menjalin kerjasama dengan Agritani. Sedangkan dalam hal kemitraan, dijalin kerjasama dengan perusahaan berskala menengah dan besar seperti PT Bogasari, PT Unilever, Pasaraya, serta instansi pembina UKM, yakni PT Indag, PT Inti yang mempunyai mitra binaan UKM. Sampai dengan Desember 2002, BRI telah mengalokasikan kredit pada segmen mikro, kecil, dan menengah sebesar 89,7 persen dari total portofolio kreditnya. Ini membuktikan tingginya komitmen BRI; dari total kredit sebesar Rp 39.367 miliar, yang Rp 35.314 miliar dinikmati oleh UKM. 3.5 Penyaluran KUR 2011 Tembus Rp 28 Triliun, BRI Jadi 'Juara' Kamis, 05 Januari 2012 09:21:35 Admin Jakarta - Sepanjang 2011, penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) mencapai angka Rp 28,621 triliun. Angka ini lebih tinggi dari target awal Rp 20 triliun, juga lebih dari yang disampaikan Menteri Perekonomian Hatta Rajasa sebelumnya, Rp 27 triliun. Realisasi KUR 2011 disampaikan oleh Deputi Bidang Usaha Jasa Kementerian BUMN Parikesit Suprapto, di Jakarta, Kamis (5/1/2012). Ia menambahkan, total masyarakat yang mendapat kredit ini mencaai 1.887.520 debitur, atau 143,1% lebih tinggi dari target sebelumnya. Berikut bulanan KUR sepanjang 2011:

    Januari, penyaluran KUR sebesar Rp 1,868 triliun, dengan 151.758 debitur Februari, penyaluran KUR sebesar Rp 1,896 triliun, dengan 148.010 debitur Maret, penyaluran KUR sebesar Rp 2,704 triliun, dengan 164.650 debitur April, penyaluran KUR sebesar Rp 2,389 triliun, dengan 156.479 debitur Mei, penyaluran KUR sebesar Rp 2,444 triliun, dengan 164.638 debitur Juni, penyaluran KUR sebesar Rp 3,272 triliun, dengan 203.871 debitur Juli, penyaluran KUR sebesar Rp 2,892 triliun, dengan 197.132 debitur Agustus, penyaluran KUR sebesar Rp 2,983 triliun, dengan 200.521 debitur September, penyaluran KUR sebesar Rp 2,786 triliun, dengan 104.918 debitur Oktober, penyaluran KUR sebesar Rp 2,168 triliun, dengan 139.422 debitur November, penyaluran KUR sebesar Rp 2,069 triliun, dengan 136.354 debitur Desember penyaluran KUR sebesar Rp 2,147 triliun, dengan 124.708 debitur

    Parikesit menjelaskan, Bank Rakyat Indonesia (BRI) masih menjadi pihak yang paling banyak memberikan KUR kepada masyarakat. Hingga 23 Desember 2011, BRI ritel telah menyalurkan KUR baru sejumlah Rp 3,005 triliun dengan 15.771 debitur. Sementara BRI mikro telah menyalurkan KUR baru sebanyak Rp

  • Tugas Akhir (take Home Exam MF)/ Cecep Mukti Soleh / P056110813.40E

    13.537 triliun dengan posisi 1.681.623 debitur. Jadi secara total, BRI telah menyalurkan KUR Rp 16,54 triliun. Sementara bank lain seperti Bank Mandiri mencatat realisasi penyaluran KUR (30 Desember 2011) Rp 3,396 triliun, kemudian Bank Tabungan Negara (BTN) Rp 933,5 miliar, Bank Bukopin Rp 170,2 miliar, Bank Syariah Mandiri (BSM) Rp 660,3 miliar, dan ke-13 Bank Pembangunan Daerah (BPD) sejumlah Rp 3,569 triliun. Terakhir penyaluran KUR Bank Negara Indonesia (BNI) Rp 3,348 triliun.