Mewujudkan Kebijakan Pertanian yang

28
7 jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ISSN 1,4104946 Volume L0, Nomor 3, Maret2007 Q67-294) Mewujudkan Kebijakan Pertanian yang Pro-Petani Djoko Suseno dan Hempri Suyatnal Abstract As an agrarian country, Indonesia needs to dnelop its agri- cultural products. Related to this, the lndonesian farmers hnae signifcant roles on the dmelopment of agriculture in Indone- sia. Nonetheless, preaious agricultural policies haae failed to obtain the goals. Another clnsequence brftV to the farmers that haae bem marginalized. To respond the problems, a nero agricultural policy needs to be created. This article show im- portant considerations to establish the naa pro-farmer agri- cultural policy in Indonesia Kata-kata kunci: p et ani ; Iebij akan p er tanian ; p emb angunan p er tanian Pengantar "Negara harus melindungi petani. Mereka tidak boleh menderita karena sebuah kebijakan. Petani h4rus dilindungi dan tidak boleh menderita karena sebuah kebijakan. Akan tetapi, kita juga memikirkan konsumen kita, rakyat agar juga bisa membeli dalam harga terjangkau. Baru setelah itu, barangkali mereka yang bergerak di bidang usaha t Qoko Suseno danHempri Suyabra adalah staf pengaj ar pada lutasan IImu Sosiatri, Fakultas llmu Sosial dan IImu Politik,llnioersitas Gadjah Mada, Yogy akarta. Mqeka bisa dihubungt melalui e-mail: hanpry @ugm.ac.id atau [email protected] 267

Transcript of Mewujudkan Kebijakan Pertanian yang

Page 1: Mewujudkan Kebijakan Pertanian yang

7

jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ISSN 1,4104946

Volume L0, Nomor 3, Maret2007 Q67-294)

Mewujudkan Kebijakan Pertanian yang Pro-Petani

Djoko Suseno dan Hempri Suyatnal

Abstract

As an agrarian country, Indonesia needs to dnelop its agri-cultural products. Related to this, the lndonesian farmers hnaesignifcant roles on the dmelopment of agriculture in Indone-sia. Nonetheless, preaious agricultural policies haae failed toobtain the goals. Another clnsequence brftV to the farmersthat haae bem marginalized. To respond the problems, a neroagricultural policy needs to be created. This article show im-portant considerations to establish the naa pro-farmer agri-cultural policy in Indonesia

Kata-kata kunci:p et ani ; Iebij akan p er tanian ; p emb angunan p er tanian

Pengantar

"Negara harus melindungi petani. Mereka tidak boleh menderitakarena sebuah kebijakan. Petani h4rus dilindungi dan tidak bolehmenderita karena sebuah kebijakan. Akan tetapi, kita juga memikirkankonsumen kita, rakyat agar juga bisa membeli dalam harga terjangkau.Baru setelah itu, barangkali mereka yang bergerak di bidang usaha

t Qoko Suseno danHempri Suyabra adalah staf pengaj ar pada lutasan IImuSosiatri, Fakultas llmu Sosial dan IImu Politik,llnioersitas Gadjah Mada,Yogy akarta. Mqeka bisa dihubungt melalui e-mail: hanpry @ugm.ac.id [email protected]

267

Page 2: Mewujudkan Kebijakan Pertanian yang

furnal rlmu sosial B ilmu poritik, vor. r0, No. J, Iuraret 2(N7

makanan, impor ekspor, pengolahan, penggilingan yang keadaanyalebih baik dibandilgk"i dingan pltarii-. nErniataan tersebutdiungkapkan oreh piesiden sisilo'Bambang yudhoyono dalamsambutan acara-penghargaan ketahanan pangan di Istana Negaratanggal 9 Desember 2005 i".g lalu.

Munculnya-kasus-kasus-kelaparan di 10 desa provinsi NusaTenggara Timur beberapa waktu lilu merupakan tantangan untukmembuktikan komitmen tersebut. Begitu jug" terjadinia tragedikelaparan di 7 distrik dan 10 -por pu*"iit t"rru" di Kabupaten yahu-

kimo, P_1p.t1 yang menyebabkan s5 orur,g meninggal dan 112 sakitparah. Ketahanan pangan menjadi sarah -satu

perJJahn serius yangsaat ini diha{"pi oleh pemerintah Indonesia. sepertinya, telah adakesalahan dalam p"r,ei"pan kebijakan pembang.rrr"ri pertanian diIndonesia.

Kebijakan Pertanian dan Marginalisasi petaniBeberapa tahun terakhir, petani kita dihadapkan pada berbagaipersoalan, seperti tekeringan,

lehngkaan pupuk, hama, puso, gagalpanen dan sebagainya. Bam-saja peLni bisa- bernafas i"g" duil?"ldanya_kenaifl harga gabah-haiil produksinya, iiin imfor beras untukPerum B4os keburu turun {engan dalih mendukung'progru* berasuntuk rakyat miskin (raskin).-p"d"har sebel"*"!i pemerintahmenegaskan akan mglrertahankan kebijakan taranjan impor beraskarena perkirlan produksi dalam negeri yr.g masih di atas kebutuhankonsumsi. Kebijakan pemerintah In?onlsia-untuk mengimpor berasdari ne€ara tetangga ini menimbulkan sebuah ironi. pemerintah lebih*g*ll:igi- petani dTi negara lain dibandingkan tu;ih"k tepaJapetani di dalam neqeri. Impor beras akhirnya menjatuhkan harga i.r",lokal. Kebijakan impot tetus menyeb"'bk"r, *"rorotnya tingkatpendapatan pet$. Berasimpor menjatuhkan harga p*u" petani baikhaysa

. kSring gllins (GKG) dan

_trarga beras -s"*fui' z0%o. Berum lagr,petani iugu terbebani oleh ryitnya.Iursl-h"rg" teuutuh"r, pot8takibat kenaikan BBM. pendek kata, dilihat"d"ri;gi "p"p; kebijakanimpor beras tersebut tidak akan menguntungka; pfrduiuran secaranasional dan akan semakin memperb;"k petani.

. $e-lain melakukan impor beras, ternyata Indonesia jugamelakukan impor terhadap beberapa kebutui"r, furqg"n lainnya.

268

Page 3: Mewujudkan Kebijakan Pertanian yang

Dioko Suseno danHempriSuyatna,MeutuiudkanKebiiakanPertanianyangPro-petani

Kekurangan beras, jagun g, gula, daging sapi, garam, susu dan lain-lain solusinya selalu impor. Pada tahun 1998-200L, Indonesia adalahnegara importir beras terbesar di dunia. Setiap tahun kita mengimporgula 40 persen dari kebutuhan nasional, 25 persen konsumsi daglngnasional sapi, impor satu juta ton garam yang merupakan 50 peisendari kebutuhan garam dan imp or 70 persen kebutuhan susu. Tabel 1

di bawah ini menunjukkan sebuah ironi, dimana negara Indonesiayang merupakan negara agraris justru memiliki nilai impor kebutuhanpangan yang cukup besar.

Tabel 1.

Rata-Rata Komposisi ImporKebutuhan Pangan Indonesia Per Tahun

No fenis Nilai Impor KebutuhanNasional

Prosentase(%\

1 Beras 3,7 iuta ton 33 iuta ton 1'l.,,2

2 Gula 1,5 iuta ton 3,5 iuta ton 45,73 Kedelai L,3 iuta ton 2 iuta ton 654 Iazune L,3 juta ton L0 iuta ton 135 Garam L,6 iuta ton 2,8 iuta ton 576 Buah-buahan 247.000 ton 1L,9 iuta ton 2,17 Sayuran 281.000 ton 8,9 iuta ton 3,2

sumber : BPS dalam Kompas, L4 Desember 2005 dan dari berbagai sumber

Tabel 1 di atas memperlihatkan bahwa hasil produksi yangdihasilkan oleh petani Indonesia tidak mencukupi untuk memenuhikebutuhan produksi dalam negeri, sehingga solusi yang dilakukan olehpemerintah Indonesia untuk memenuhi kebutuhan tersebut adalahdengan melakukan impor. Kebijakan menutup kebutuhan dalam negeri

{engan melakukan impor ini cenderung akan merugikan para petani.Hasil produksi petani Indonesia selama ini selalu kalah bersiing denganbarang-barang impor baik dari sisi kualitas maupun dari haiganyi.

Kebijakan Pemerintah untuk melakukan kebijakan impor terha-dap kebutuhan pangan tersebut hanyalah salah satu contoh dariberbagai kebijakan pembangunan pertanian di Indonesia selama iniyang selalu tidak berpihak kepada kepentingan petani. Mandeknyasektor pertanian berakar pada terlalu berpihaknya pemerintah padasektor industri, sementara kebijakan pertanian sejak tahun 1980-an

269

Page 4: Mewujudkan Kebijakan Pertanian yang

lurnal Ilmu Sosial & Ilmu Politik, VoL70, No. 3, Maret 2007

itu cenderung distorsif. Alasan mempelpendek rantai tata niaga dipakaiuntuk menciptakan lembaga-lembaga pemasaran baru.

Namun demikian, alih-alih untuk meningkatkan efisiensi,ternyata kebijakan tersebut justru merusak kelembagaan pengelolaanpertanian. Hal ini, misalnya tercermin dari kehadiran Bulog (BadanUrusan Logistik) yang menggantikan Kolognas (Komando LogistikNasional) yang baru berusia satu tahun. Bulog ini didirikan olehrejim Soeharto untuk mengontrol produk-produk pertanian yangpenting dan ditugasi untuk membuat standarisasi harga bagi produkpertanian. Dalam perkembangannya, BULOG ternyata berubahmenjadi lembaga yang sangat profit oriented dan monopolistic yanghanya memberi peluang yang menguntungkan bagi sebagian kecilkelompok orang dan pada saat yang bersamaan, ada pihak lain yangdirugikan dalam jumlah yang sangat besar. Intervensi pemerintahdalam mengontrol harga gabah ini menyebabkan pendapatan petanitidak pernah meningkat. Nilai tukar gabah dari tahun ke tahun justrumengalami penurunan dan tidak sebanding dengan kenaikan barang-barang kebutuhan masyarakat. Terciptanya kondisi seperti inidisebabkan karena manajemen Bulog yang tidak terbuka dan tidakmemungkinkan public untuk terlibat mengonhol. Hal yang sama juguterjadi dengan kehadiran Koperasi Unit Desa (KUD). KUD yangdiharapkan berfungsi sebagai wadah kelompok tani kurang berjalansecara optimal. Dalam kenyataannya, KUD lebih bersifat sebagai suatubadan usaha yang anggota dan pengurusnya cenderung eksklusif dantidak mewadahi kelompok tani. Bahkan yang lebih ironis harga pupuk,bibit, maupun obat-obatan yang dijual di KUD lebih mahal daripadayang dijual di kios maupun toko-toko pertanian yang lain. Demikianjugu halnya dengan fungsi KUD sebagai pembeli hasil produksipertanian, dimana KUD justru lebih sering membeli gabah daritengkulak daripada membeli gabah petani secara langsung. Berbagaipersyaratan untuk memperoleh kredit juga dipersulit, sepertiadministrasi yang berbelit-belit sehingga menyebabkan petani engganmemanfaatkan kredit dari KUD. Lewat kelompok tani, pemerintahmengintroduksi program pertanian dengan menghadirkan petugaspenyuluhan kecamatan (PPL) yang berperan sebagai pembimbingpetani dalam mengajukan KUT. Tanpa bimbingan dan rekomendasinyiserta dilengkapi dengan pengesahan dari kepala desa maka kredit tid;kakan dapat dikucurkan. Kondisi demikian menyebabkan kelompok-

270

Page 5: Mewujudkan Kebijakan Pertanian yang

Dioko Suseno ilanHempriSuyafira,MeutuiudkanKebijakanPertanianyangPro-Petani

kelompok tani justru menjadi institusi yang tidak berdaya dantergantung kepada pemerintah.

Pembentukan lembaga-lembaga baru di bidang pertanian olehpemerintah, tidak terlepas dari orientasi pembangunan Orde Baru yangmenempatkan pangan tidak sekedar sebagai komoditi ekonomi, tetapilebih dari itu sebagai komoditi politik. Oleh karena itu, pemerintahSoeharto jugu melakukan intervensi secara terbuka terhadap sektorproduksi dan distribusi pangan. Untuk memenuhi ambisinya, iamenyediakan pangan murah dan mengembangkan sektor pertaniandengan teknologi modern. Dalam hal ini, kemudian revolusi hijaudipilih sebagai tema utama. Beberapa kegiatan untuk mendukungprogram revolusi hijau diantaranya adalah penggunaan jenis-jenis bibitbaru, pupuk, mesin-mesin pertanian, penggunaan lahan, pembangun-an sarana publik lokal, bimbingan masyarakat, Koperasi Unit Desa

dan subsidi harga pupuk. Untuk mendukung Program tersebut, rejimSoeharto memberikan dukungan yang luar biasa dengan menyediakansubsidi yang cukup besar khususnya untuk suplai pupuk dan pestisida.Tujuan terpenting dari program revolusi hijau adalah swasembadaberas. Dengan kemandirian produksi beras, Soeharto berkeyakinanbahwa ia akan mampu mempertahankan kekuasaanya, mendorongpertumbuhan ekonomi dan menjaga stabilitas politik (Fahmid, 2004 :

5). Program ini telah mampu mendorong terwujudnya swasembadaberas pada tahun 1984. Selain itu, harga makanan menjadi murahterutama pada komunitas perkotaan (urban community).

Program kebijakan pembangunan pertanian yang dilakukan olehpemerintah Orde Baru memang telah berhasil mencapai swasembadapangan. Namun, keberhasilan itu seringkali harus dibayar mahal dantidak membawa perbaikan riil pada tingkat kehidupan petani. Beberapadampak negatif dari pogram revolusi hijau dapat dilihat dari beberapahal. Penentuan varietas padi oleh pemerintah menyebabkan keter-gantungan petani pada bibit unggul yang seragam sehingga mening-galkan bibit lokal yang dimiliki, subsektor tanaman pangan rentanterhadap berbagai hama, petani menjadi bodoh dengan melupakanbanyak pengetahuan lokal dan menggantungkan diri pada paket-paketteknologi produk industri dan sebagainya. Larangan penanaman padivarietas lokal oleh birokrasi pemerintah telah mengakibatkan punahnyaberbagai jenis varietas padi lokal. Di Indonesia misalnya, sebagai

271

Page 6: Mewujudkan Kebijakan Pertanian yang

lurnal IImu Sosial €t llmu Politik, VoL70, No,3, Maret 2(N7

penyumbang keragaman benih terbesar kedua kepada bank benih IRRI(8281 jenis varietas budidaya dan 84 varietas liar) pada tahun 1986telah mengalami penurunan keragaman jenis varietas padi cukupdrastis. Kurang lebih 75% dari lahan sawah di Indonesia telah ditanamidengan varietas pada hibrida dan lebih dari separuhnya hanya ditanamidua varietas yaitu : Cisadane dan PB 36 atau IR 35. Sebagaikonsekuensinya tidak kurang dari 1500 varietas padi lokal menjadilangka dalam L5 tahun terakhir ini (Prlas dan Vellve dalam Soemartono,2001 : 200). Revolusi hijau yang diterapkan oleh pemerintah jugatelah menghancurkan keragaman hayati di lahan pertanian yangmenjadi sumber pangan bagi masyarakat dan petani tradisional.Hilangnya keberagaman sumber pangan menjadikan padi hasil revolusihijau menjadi safu-satunya sumber pangan. Ketergantungan pada satusumber pangan (beras) menjadikan semakin rentannya ketahananpangan dalam masyarakat petani. Kebudayaan penduduk di Malukumisalnya untuk menanam tanaman sagu hilang. Akibatnya, ketikaterjadi krisis ekonomi tahun 1998, masyarakat di Indonesia bagian timurresah karena sagu habis sedangkan beras sulit di dapat. Implementasirevolusi hijau dalam hal ketentuan pemakaian jenis pupuk tertentuoleh pemerintah telah menyebabkan kerusakan ekologis yakni hilangyakerusakan ekologis. Selain itu penggunaan pestisida atau herbrisidaakan meracuni organisme yang mengkonsumsinya dan akhirnyaberdampak buruk bagi keseimbangan ekosistem (Suseno & Suyatna,2006 : 30-31).

Dengan demikian, petani menjadi bagian korban pembangunan.Kapitalisasi dalam bidang pertanian sebagai implikasi dari pelaksanaanrevolusi hijau ini justru menyebabkan petani kaya menjadi lebih kayadan petani miskin menjadi lebih miskin, karena banyak kemudianpetani kecil yang kehilangan tanahnya. Program-program yangditimbulkan dari proses industrialisasi pertanian ini secara sistematistelah menyingkirkan petani kecil pemilik tanah dan menimbulkanketimpangan penguasaan tanah yang cukup ti"gtr. Dengan lahan yangsempit, para buruh tani lebih mengandalkan kegiatan berburuh dalammencukupi keluarganya. Kondisi ini nampaknya akan semakin parahmengingat perkembangan riil upah buruh pertanian cenderungkonstan atau menurun, sementara kebufuhan hidup terus bertambah(Araf dan Puryadi, 2002 :47).

272

Page 7: Mewujudkan Kebijakan Pertanian yang

Dioko Suseno ilanHempisuyatna,MeuujudkanKebiiakanPertanianyangpro-petani

Hasil-hasil penelitian menuniukkan bahwa keberhasilanmencaPai swasembada pangan terutama beras pada tahun 7986justrudiikuti dengan meningkatnya jumlah petani gurem. Pada SensusPertanian 1983 jumlah petani gurem adalah 50,99 persen menjadi 5l.,6g

Persen tahun 1993 dan berdasarkan sensus tahun 2003 terjadipeningkatan 2,6 persen per tahun. Surplus pangan yang terjadi padamasa Orde Baru ini justru diterima oleh kaum industrialis. Dilihat dariindeks nilai tukar petani (perbandingan nilai produk petani untukmembeli produk-produk non pertanian) juga menunjukkan bahwarevolusi hijau kurang mampu membawa peningkatan petani.Berdasarkan data nilai tukar yang diterima petani tampak bahwasetelah mencapai swasembada beras tahun 1985, indeks nilai tukaryang diterima petani di |awa Tengah, DIY, |awa Timur dan Yogyakartatidak pernah meningkat dengan angka indeks berkisar 103 sampai 105.Naiknya harga gabah atau beras, ternyata tidak sebanding denganmeningkatnya berbagai produk-produk indutri seperti elektronikmisalnya.

Program revolusi hijau juga telah mengubah bentuk sosialmasyarakat di pedesaan. Semula masyarakat pedesaan hidup dengnsistem komunal, saling banfu dan gotong royong kemudian berubahmemasuki sistem kapitalis yang lebih mengedepankan modal danberorientasi produksi. Para petani pedesaan yang pada umumnyamenganut teguh moral ekonomi sebagai prinsip hidup dan memegangerat tradisi komunal kemudian berubah pendiriannya menjadiberpihak kepada ekonomi rasional. Rezim Soeharto memanfaatkanperubahan ini untuk mendukung kekuasannya dengan mengund*ginvestor untuk membangun sektor industri dengan menjual buruhberupah murah. Para buruh ini datang dari pedesaan karena kehilang-an pekerjaan atau kehilangan tempat usaha atau tanah sebagai akibatdari program revolusi hijau. Pada konteks inilah, sebenarnya perantersembunyi yang dimainkan revolusi hijau untuk mendukung sektorindustri. Dengan demikian, program revolusi hijau ini digunakansebagai katup pengaman kekuasaan Soeharto dari potensi protes,perlawanan atau revolusi dari masyarakat yang telah kehilanganpekerjaaan, kehilangan lapangan usaha, berpendapatan dan berupahrendah yang disebabkan karena perubahan kebijakan pada sektorpertanian, dari pertanian tradisional ke pertanian modern. (Fahmid,2004 :7).

273

Page 8: Mewujudkan Kebijakan Pertanian yang

lurnal IImu Sosial fi IImu Politik, Vol.l0,No. 3, Maret 2007

Kebijakan-kebijakan pembangunan pertanian yang lain untukpetani seperti program simpan pinjam dengan dana bergulir, KreditUsaha Tani (KIJI), justru membuat petani-petani asli (yutun) semakintidak berdaya. Akses permodalan dan akses informasi, umumnyahanya dinikmati oleh para petani-petani kaya sementara petani miskintidak mampu untuk mengaksesnya. Selain itu, kebijakan-kebijakanpertanian semacam itu tidak mengajari para petani mengenai strategiyang tepat untuk mengelola dan mengembangkan pertaniary namunjustru hanya mengajari petani menjadi seorang manajer (pengelolapembangunan) seperti bagaimana mengelola kegiatan simpan pinjamyang baik, bagaimana mengembangkan dana bergulir dan sebagainya.Padahal, aspek penting yang sebenarnya dibutuhkan oleh petaniadalah kemampuan untuk mengelola pertanian beserta produk yangdihasilkan.

Hasil penelitian yang dilakukan di Dusun Ngemplak CabanTridadi Sleman dan di Dusun Kamal, Pendoworejo, GirimulyoKulonprogo menunjukkan kondisi demikian. Dari berbagai kebijakanpembangunan pertanian yang dilakukan oleh pemerintah ternyatakurang memberikan pengaruh b"gr peningkatan ketrampilan petanidalam mengelola lahan pertaniannya. Para petani masih mengelolapertanian mereka secara tradisional, akibahrya tingkat pendapatan dankesejahtera€rn mereka pun tidak pemah naik. Mayoritas petani hanyatrampil ketika menanam padi atau tanaman-tanaman palawija saja(kacang, jagung) tetapi mereka tidak memiliki ketrampilan yang cukupbaik ketika menanam tanaman pangan yang bernilai ekonomi lebihti"SSr seperti lombok, tanaman sayuran dan buah-buahan. Beberapapetani di Dusun Ngemplak Caban yang mencoba untuk melakukanjenis-jenis tanaman yang bernilai ekonomi ti.gg tersebut banyak yangmengalami kegagalan. Menurut hasil penelitian lapangan di keduadusr,ur tersebut, pertemuan-pertemuan yang diadakan oleh kelompoktani ataupun PPL (Petugas Penyuluh Lapangan Pertanian) jarangmembahas Persoalan-persoalan yang berkaitan dengan kompetensi danketrampilan petani. Frekuensi pertemu€u:r dari dua kelompok tani yangada di dusun tersebut jarang sekali. Dengan demikian, sepertinya petanisudah pasrah dengan keadaan yang mereka terima sekarang ini.Mereka mengelola tanaman pertanian hanya sekedar untuk memenuhikebutuh an subsisten saja. Tidak ada upaya berarti yang dilakukankelompok tani untuk memberdayakan anggotanya. Kelompok tani

274

Page 9: Mewujudkan Kebijakan Pertanian yang

Dioko Suseno danHempi Suyahta,MeuruiudkanKebiiakanPertanianyangPro-Petani

biasanya hanya menjadi perantara dari pemerintah kepada petaniketika ada program-program bantuan untuk petani seperti KreditUsaha Tani, bantuan pupuk murah dan sebagainya. Kesimpulan yangdiperoleh dari hasil penelitian lapangan di dua tempat tersebutmenunjukkan bahwa kebijakan pembangunan pertanian yangdilakukan oleh pemerintah cenderung memarginalisasikan kehidupanpetani.

Setelah rejim Orde Baru runtuh, nasib petani jugu tidak membaik.Sejak tahun 1997, sektor manufaktur dan modern telah menjadi mesinpokok perfumbuhan ekonomi Indonesia, sementara sektor pertanianmendapat prioritas kedua dalam debat tentang kebijakan dan jatahsumber anggarannya terus menurun (Booth dalam Breman & Wiradi,2004 :10). Kehadiran IMF di Indonesia pasca krisis ekonomi justrusemakin memperburuk kondisi petani Indonesia. Lewat structuraladjustment programme dan agreement on agriculture/AoA, IMF, BankDunia dan WTO mendesak tarif bea masuk pasar domestik dipangkassampai habis, menciptakan pasar domestik yang sangat ramah impordan menyulap Indonesia menjadi negara berkembang paling liberal didunia. Dengan demikian, IMF membuat kewenangan pemerintahmenjadi mandul karena berbagai kebijakan ekonomi nasional terutamakebijakan di sektor pertanian berada di bawah dikte-dikte IMF. Akibatliberalisasi perdagangan tersebut, menyebabkan imporpun melonjaktinggi dan ekspor komoditas pertanian merosot. Sejak tahun L994,Indonesia jatuh dari negara net food exporter country menjadi net foodimporter country. Dari hari ke hari, angka ketergantungan impor atasberbagai komoditas pangan terus menanjak. AoA telah menghancurkanpasar pertanian di Indonesia dan menggeser produksi pangan daridalam negeri menjadi lebih pada import. Enam tahun setelah AoAdisepakati impor beras melonjak sampai664%.Impor gula dalam kurunwaktu yang sama meroket sampai 3657* Begitu jrgu bawang merah,meningkat sampai L50%, juga daging ayam, telur ayam dan buah-buahan. Sementara ekspor secara agregat justru merosot drastis.Eksport beras anjlok dari US$ 210 juta menjadi US$ 3 juta dan kedelaimerosot dari US$ 2,2 juta menjadi US$ 281 ribu. Pertanian sebagaibasis penghidupan petani terancam, digantikan dengan pangan impor(Khudori, 2005 : 16).

275

Page 10: Mewujudkan Kebijakan Pertanian yang

lurnal llmu Sosial €+ Ilmu Politih VoL I0, No. J, Maret 2007

Produk-produk pertanian dari negara maiu tersebut terus meraiaiPasar produk Pertanian di negara berkembang karena mereka dapatmenjualnya dengan harga yang j",rh lebih murah dibandingkan denganpro{uf pertanian dari negara-negara berkembang termaluk Indone-sia. Dibukanya lebar-lebar pasar domestik tentu sila memaksa petanikita yang gurem, miskin dan tradisional untuk bertarung dengan petaninegara-negara maju yang kaya dan ditopang beragam proteksi sertasubsidi besar-besaran dari negaranya.

Liberalisasi perdagangan di bidang pertanian tersebut, cocokdengan berbagai kebijakan pemerintah selama ini yang justru lebihcenderung suka memanen pangan di pasar daripada mem,rnen pangandi lahan sendiri. Dengan kata lain, kebijakan ketahanan panganpemerintah lebih berhrmpu pada pasar, bukan lahan domestik. Kondisidemikian, mengakibatkan semakin tidak efisiennya sistem produksiplngan dalam negeri yang pada saatnya nanti akan menyebabkantidak berfungsinya srana dan prasrana produksi selama-beberapamasa siklus produksi. Hal ini akan diiringi dengan kemandekinproduksi dalam negeri. Dalam j"ngka panian& kebijakan pemerintahffi 4un menyingkirkan produk-produk pangan dan budaya panganasli Indonesia. Potensi produksi pangan asli selanjutnya merrjadi kurangatau malah tidak terurus, keragaman sumber daya bahan-,kelembagaan, dan bud?y1 pangan lokal terabaikan, dan lebih tragisnyabeberapa diantaranya bahkan terkuras keluar (I(hudori, 2004 , ZOSI.

Sejak orde Baru runtuh, kebijakan pemerintah di bidangPg{""iJ" juga belum memberikan keberpihakan kepada petani. PasciOrde-Baru, Pemerintah melakukan kebijakan perqghapusur. subsidiPup,tt dan pestisidatepada petani. Kebijakan ini menyebabkan harga-harga sarana produksi pertanian menjadi mahal sehingga membuatParaPe]".i miskin kesulitan untuk membelinya. Petani memang selalumenjadi torban kebijakan pemerintah, karena meskipun fumlahmereka besar akan tetapi mereka tidak pandai *enyuarakankepentingan mereka.

-9"r!"gai ggaya peningkatan kesejahteraan petani oleh, jug"semakin {n9o"ti! dTq* semakin menyempihrya lahan garapantiippetani di Indonesia. Selain faktor tradisi warisan, kebijakan-teUryakanyang dikeluarkan oleh pemerintah juga berperan dalam penyempitanlahan pertanian, seperti modernisasi dan kapitalisasi pertanian yang

276

Page 11: Mewujudkan Kebijakan Pertanian yang

7

Dioko Suseno ilanHempriSuyatna,Meu$udkanKebiiakanPertanianyangPro-Petani

berakibat peralihan fungsi lahan pertanian menjadi perumahan,rumah-rumah Pertokoan, kawasan industri maupun mal-mal. Revolusihijau telah menyebabkan terjadinya peningkatan ketimpangankepemilikan lahan yang mengarah kepada konsentrasi kepemilikanlahan. Dalam kurun waktu sekitar tiga puluh tahun, penguasaan tanahtelah didominasi oleh perusahaan-perusahaan pemegang perusahaankayu, perusahaan perkebunan dan pertambangan . 470 buahperusahaan perkebunan menguasai sekitar 56,3 iuta hektar lahan hutandalam bentuk konsesi kehutanan atau rata-rata setiap perusahaanmemiliki konsesi seluas 120.000 ha. 551 buah perusahaan pertambanganmenguasasi konsesi rata-rata 150 hektar. Dominasi penguasaan tanahjuga berada di tangan sejumlah perusahaan yang bergerak di bidangpengembangan kota-kota baru, kompleks-kompleks perumahan,fasilitas pariwisata dan kawasan perindushian. Pada tahun L998 adaL0 konglomerat yang menguasai tanah seluas 65.500 hektar yangdigunakan untuk pembangrrtan kompleks perumahan mewah. Hinggaakhir tahun 1996 sejumlah 178 kawasan industri di 17 propinsi telahmenguasasi total areal seluas 53.000 ha (Simamarta, 2002: xviii).

Melalui berbagai produk perundangan yang dibuat, pemerintahdapat dengan leluasa melakukan pengadaan tanah dalam skala besaruntuk kepentingan modal. Upaya untuk kepentingan bersama selaluditekankan oleh pemerintah dalam setiap pembebasan tanah, padahaldi balik kepentingan bersama tersebut bersembunyi kepentinganindividu atau pihak swasta yang cenderung individualistis. Dalampembebasan tanah yang dilakukan ada kecenderungan bahwapemerintah beqpihak kepada penguasa, sehingga sering berujung padamunculnya konflik pemerintah dengan petani. Sebagai contoh adalahgerakan perlawanan petani di Kecamatan Rambupuji, Jenggawah danMumbulsari pada pertengatengahan tahun 1995 yang bertujuan untukmerubah keputusan/kebijakan pemerintah Orde Baru yang memper-panjang penguasaan tanah Hak Guna Usaha untuk jangka waktu 25tahun seluas 2815 hektar kepada PTP XXVII (Azhar,1999 :26). Contohlain adalah penggusuran lahan 287 petani Kampung Rarahan dengancara intimidasi dan teror pada tahun 1,987 untuk kepentinganpembangunan golf Cibodas din villa. Pembangunan lapangan golf ianvilla ini direncanakan untuk memenuhi kebutuhan kaum elite yangberprestise tinggi yang sudah lama tak terpenuhi (Bachriadi & Lucas,2001 : 59).

277

Page 12: Mewujudkan Kebijakan Pertanian yang

l urnal llmu S o sial I llmu P olitik, VoI. 70, No. 3, Maret 2007

Lahirnya Pepres No. 36 tahun 2005 tentang Pengadaan TanahBagi Pelaksanaan Pembangunan Bagi Kepentingan Umum, tampaknyamempertegas kekurangberpihakan pemerintah terhadap nasib rakyatkecil. Keluarnya Pepres ini akan memberikan peluang bagi terjadinyapenyempitan lihan pertanian milik petani karena hak iakyit atas tanahyang kecil semakin tidak ada artinya untuk menghadapi gusuran atas

nama "kepentingan umum" yang ditetapkan oleh pemerintah. Kekha-watiran rakyat atas implementasi perpres itu adalah pengambilalihantanah masyarakat atas nama kepentingan umum tetapi penggunaan-nya untuk kegiatan yang berorientasi pada bisnis dan keuntungan bisnis.Dengan dasar Kepres tersebutz p€rnerintah bisa melakukan hukumpenggusuran secara paksa, intimidasi dan ganti rugi tak adil.Pemerintah beralasan bahwa Pepres itu merupakan uPaya mencipta-kan kepastian investasi infrastruktur. Celakanya, kepastian bagi in-vestor merupakan ketidakpastian bagi pemilik tanah.

Sempitnya luas lahan garapan petani mendorong mereka untukmemperoleh penghasilan dengan bekerja di luar usaha tani. Dengandemikian, petani memiliki dua peran yakni sebagai produsen pangan(sebab mereka berusaha tani) tetapi j.tgu sebagai konsumen (sebab harusmembeli pangan di pasar berhubung hasil produksi usaha taninyasangat kecil dan tidak mencukupi kebutuhan pangan keluarga petani).Data BPS tahun 2003 menyebutkan bahwa rata-rata penguasaan lahanpetani menurun jika dibandingkan dengan data tahun 7993 yaitu dari0,5 hektar menjadi 0,3 hektar, kemudian petani gurem meningkat yaitudari 10,8 juta rumah tangga petani pada tahun 7993 menjadi 13,7 jutapada tahun'2003. Hal ini mengakibatkan terjadinya penurunanproduktivitas pertanian dan akhirnya terjadi kemiskinan petani. Datapada tabel 2 di bawah ini menunjukkan perkembangan produktivitaspertanian tersebut :

278

Page 13: Mewujudkan Kebijakan Pertanian yang

Djoko Suseno danHempiSuyatna,MewujudkanKebiiakanPertanianyangPro-Petani

Tabel 2Komposisi Perjalanan Pembangunan Pertanian

(dalam persen/tahun)

Era Konsolidasi(t967-1978\

EraTumbuhTinggi

ftv78-19861

Dekonstruksi(teft6-7een

IGisis ekonomi

$9n-zffi}',)

PDB Pertanian 358 5,72 3,38 1,57

TanamanPansan

3,39 5,72 3,38 1,57

Perkebunan 358 4,95 1,90 1,62

Petdmakan 2,02 6,99 5,78 L,92

Perikanan 3,U t1s 5,36 5,45

Sumber : Data BPS, 2000 -2004dalam Sarjadi dan Rinakit, 2ffi5 :245)

Dari data tersebut, menuniukkan adanya" penurunan drastisproduktivitas di pertanian kecuali untuk sektor perikanan. Untuk PDB

pertanian, tanaman pangan, Perkebunan dan peternakan pada f,"t-ukrisis ekonomi (L997-2003) berada Pada posisi paling rendahdibandingkan dengan posisi pada fase konsolidasi (1957-1978), fase

perhrmbuhan tingg (1978-L986) dan fase dekonstruksi (1986-199n.

Selain kebijakan-kebijakan Pemerintah yang cenderung memar-

ginatlunpetani tersebut, PendamPi.g*-Pendampingan yang dilakukanoten Lembaga Swadaya Masyarakat seringkali juga hanya sekedarmemperkenalkan bagaimana Pengelolaan simpan pinjam yang baikdan benar, ataupun mengajari masyarakat untuk lebih kritis terhadapkebijakan-kebijakan pemerintah. Pendampingan-pendampingantersebut memang membuat petani semakin pandai dalam mengelolalembaga-lembaga keuangan yang ada di pedesaan, akan tetapi padasisi lain para petani justru menjadi semakin tidak berdaya dan tidakmemiliki kemampuan secara memadai dalam pengelolaan lahanpertanian.

Belajar dari Kegagalan Kebiiakan Pertanian

Kebijakan pembangunan pertanian selama periode Orde Baruberpaham modernisasi dan kapitalisasi. Orientasi kebijakan tersebutadalah peningkatan produksi pangan guna mencaPai standarkecukupan. Kebijakan Pembangunan pertanian dengan langkahpemihakan berlebihan pada sektor industri padat modal memberi

279

Page 14: Mewujudkan Kebijakan Pertanian yang

lumal Ilmu Sosial tt llmu Politik, Vol.I0, No. 3, Maret 2007

kontribusi besar pada kondisi sekarang. Salah satu program pentingdari kebijakan pertanian yang dikembangkan oleti rezim Soehartoadalah terpenuhinya kebutuhan produksi beras bagi rakyat. Dengankekuatannya sebagai bahan makanan pokok, menjadi hal penting bagiSoeharto untuk dapat mengendalikan beras dalam rangkamemPertahankan kekuasaan. Penetapan harga beras dalam negeriyang dipatok lebih tit ggi dari harga beras dunia berelasi dengan vot-ing dalam Pemilu. Kaum petani yang menjadi peserta Pemilu adalahtarget empuk para calon rezim penguasa untuk menguber janji danmendapatkan keuntungan. Beban untuk memberikan makan bagi 4,6juta Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan 0,5 juta militer memaksapemerintah harus punya stok tetap di gudang-gudang Bulog. Untukmemenuhi kebufuhan ini, impor beras menjadi pilihan ekonomis bagipemerintah. Privatisisi Bulog dan perizinan impor beras oleh swasiamemberikan ruang besar bagi impor pangan. Di sinilah kontroversidimulai. Pemerintah selalu tertarik mengadakan beras melalui imporyang secara nyata jauh lebih murah dan merugikan petani tetapimenghemat fiskal. Oleh karena ifulah, "itme" komitmen politik untukmelindungi petani cenderung naik turun dengan embel-embel "demipangan yang murah bus warga miskin kota" (Lassa, dalam Kompas,29 November 2005).

Sebagai akibat kebijakan pertanian di Indonesia yang cenderungmengasumsikan ketahanan pangan pada persoalan ketersediaan berasmenyebabkan telah terjadinya salah kaprah dalam pelaksanaankebijakan pembangunan pertanian. Setiap berbicira masalahpertanian, dibenak pejabat, hanya ada padi, padi dan padi padahalmasalah pertanian termasuk juga usaha peternakan, perkebunan danhortikultura. Kondisi ini, memang membuat petani dan buruh tanidipaksa membayar lebih mahal dari apa yang mereka peroleh. Kejadianini terus berulang tanpa ada upaya serius dari pemerintah untukmemperbaiki dan mengevaluasinya. Setiap panen raya (|anuari-Mei)mlsalnya, harga gabah selalu turun baik gabah kering g;rling (GKG),gabah kering panen (GKP) maupun gabah kering sawah (GKs).

Menurut Sunyoto Usman (2004a: 9) ada tiga masalah pentings-ebagai akibat sistem pembangunan pertanian yang dikembingkandi negeri ini dalam kurun waktu 4 dasawarsa terakhii ini. Pertaml, diseputar masalah kerusakan lingkungan pedesaan. Petani selama ini

280

Page 15: Mewujudkan Kebijakan Pertanian yang

Dioko Susano danHempri Suyatua,MewuiudkanKebijakanPertanianyangPro-Petani

dihadapi masalah kebiiakan peningkatan produktivitas pertanianmelalui pupuk dan obat-obatan kimiawi yang bukan hanya mencipta-kan ketergantungan melainkan juga merusak lahan pertanian. Kedua,masalah hak asasi petani. Selama ini petani telah dieksploitasi dengankontrol yang dilakukan pemerintah terhadap harga gabah danmeningkatnya harga-harga sarana produksi pertanian. Ketiga,masalah melemahnya fungsi institusi lokal. Dengan kebijakan sentra-lisasi pembangunan pertanian, institusi-institusi lokal selama inimenjadi mandul dan tidak berfungsi. Petani diwajibkan terhimpundalam kelompok tani yang dibentuk dan dikontrol oleh pemerintah.Petani dibiasakan bekerja dengan petunjuk yang diinstruksikan dariatas dan hampir tidak memiliki peluang terlibat dalam prosespengambilan keputusan yang menyangkut kehidupan mereka.

Srategi pembangunan pedesaan Orde Baru dari awal sebenarnyasudah salah, karena tidak meletakkan masalah pertanahan sebagaibasis pembangunan (Wiradi, 2000: t75). Ketimpangan dalam halstruktur kepemilikan dan penguasaan tanah dibiarkan tetapberlangsung sehingga menyebabkan ketimpangan pula dalam distribusipendapatan dari sektor pertanian. Para petani yang memiliki tanahluas akhimya memperoleh tingkat pendapatan yang lebih baik.

Selama ini pula, kebijakan pembangunan pertanian cenderungbersifat adhoc. Bentuk penanganan pertanian yang adhoc tersebut,tercermin dari kebijakan pertanian yang cenderung mengarah padapengaturan perdagangan dan bukannya memperkuat basis ekonomipetani. Pemerintah cenderung lebih memilih mengimpor barangkebutuhan dari luar negeri. Akibatnya, Indonesia diserbu produk-produk pertanian impor dan hal ini memicu hancurnya pertaniandalam negeri.

Menyusun Strategi Kebijakan Pembangunan Pertanian keDepan

Salah satu kunci untuk meningkatkan kesejahteraan petaniadalah pemerintah harus memperhatikan sektor pertanian lebih serius,terintegratif dan memiliki keberpihakan kepada nasib petani.Keberpihakan terhadap nasib petani, akan mendorong berkembangnyasektor pertanian dalam skala luas. Dengan keberpihakan ini, semuakebijakan yang akan diambil harus terfokus pada upaya meningkatkan

281

Page 16: Mewujudkan Kebijakan Pertanian yang

lurnal Ilmu Sosial & IImu Politik, VoL I0,No. 3, Maret 2(N7

kesejahteraan petani. Sikap keberpihakan ini harus meniadi landasanbagi kebijakan pemerintah ke depin. Sesudah terinte grasi, diharapkansemua sektor ikut bergerak sehingga pertanian, perkebunan,peternakan dan perikanan bisa dijadikan landasan bagi pembangunanekonomi berkelanjutan. Langkah ini telah dipraktekian China,-Thai-land, dan Taiwan dan ternyata mereka berhasil.

Permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan sektorpertanian di Indonesia adalah terbatasnya sektor pertanian dalammenyediakan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan bagi petanikarena terbatasnya akses petani terhadap sumberdaya perianianutamanya akses pada sumber daya lahan. oleh karena itu,pembangunan sektor pertanian harus diikuti oleh ,pengembangansektor koplemen (agro industri), sehingga diperoleh sumber nilaitambah di luar lahan. Dengan pemikiran yang demikian, maka strategipembangunan pertanian harus diletakkan dalam perspektifpembangunan pedesaan secara utuh meliputi sektor primer, sektorsekunder (sektor koplemen) dan sektor tersirer (jasa). Inilah sebenarnyahakiki dari strategr pembangunan sektor pertanian dengan pendekatinsistem dan usaha agribisnis. Dengan pendekatan sistem dan usahaagribisnis tersebu! maka pembangunan pertanian jelas berbasis pada

_ker-akyatan dan dijamin keberlanjutannya karena pengembangannyaberbasis pada sumber daya lokal. Hal ini dapat aitatukan ketika kitamenganggaP pertanian sebagai persoalan negara. Kebiasaan selamaini adalah menempatkan pertanian sebagai salah satu sektor dalambidang ekonomi. Pertanian biasanya dibedakan dengan industri atauperdagangan tanpa ada penjelasan yang memadailerlebih dahulu.Konsep_pe{ani-an iugl sering lepas dari konteks budaya. Pertanianseingkali diartikan sebatas bagaimana kita menghasiikan produk-produk pertanian dilihat dari sudut teknis belaka. Padahal plrtanianberasal dari kata bahasa Inggris: agriculture. ladi pertanian melekatdalam konteks s99!al budaya (Sayafa'aat, Simatupang, MardiantoKhudori, 2005 : 209).

Upaya membangun sekto,r pertanian harus dilakukan denganberbasis pada potensi sumber daya nasional (pertanian) tanpa ha-rusmemperdebatkan konsep Rgmbangunan induitri dan pembangunanpertanian. Dengan demikian, keterpisahan antaia eksiJtensimasyarakat banyak (petani) sebagai pelaku di sektor hulu dan

282

Page 17: Mewujudkan Kebijakan Pertanian yang

DjokoSuseno ilanHnryriSayatna,MeutuiudkanKebiiakanPertanianyangPro-Petani

masyarakat industri di sektor hilir dapat teratasi. Untuk mendukunghal ini, maka dibutuhkan peningkatan kemampuan sumber dayamanusia. Keterbatasan kemampuan sumber daya manusia di sektorpertanian menjadi persoalan yang mendesak untuk dikelola secarabaik. Pertanian masih dilihat dari sisi tradisional, sehingga terjadipenurunan apresiasi masyarakat terhadap sektor pertanian.Pemerintah diharapkan dapat memberikan iklim yang kondusif dalammenentukan kebiiakan-kebijakantrya, sehingga kebersamaan yangdibangun dapat menempatkan pertanian (agribisnis) bukan sekedarperioalan sektor pertanian semata akan tetapi persoalan membangunsumberdaya alam dan manusia menyangkut masyarakat yang harusditingkatkan kesejahteraannya melalui pembangunan pertanian sertapersoalan ketahanan pangan nasional. Akhirfrya, keberhasilanmengembangkan pertanian akan sangat ditentukan oleh kerapatanvisi, misi dan implementasi (sikap) segenap stakeholder di bidangpertanian (agribisnis). Menempatkan sumber daya alam dan manusiasebagai kunci pembangunan dan bukan didasarkan pada kapasistasdan aspirasi serta atas apa yang dianggap penting tentunya jug" berartimemberikan jaminan sosial dan ekonomi akan akses dan kontrol dalamjargk" yang lebih paniang.

Sajogyo (2005: 75) mengungkapkan bahwa kebijakanpembangunan pertanian harus diubah menjadi peningkatan kuditashidup dan kesejahteraan petani serta masyarakat pedesa.rn. Unfukitu perlu dilakukan kebijakan pembangunan pertanian baru antaralain : partisipasi aktif petani dan masyarakat pedesaan disertai denganpengembangan sumber daya manusia, peningkatan penguasaan lahandan aset produktif per tenaga kerja pertanian dan pemerataanjangkauan pada asset produktif per tenaga kerja pertanian danpemerataan jangkauan pada asset produktif pertanian, teknologi danpembiayaarl, diversifikasi pertanian dalam arti luas, pengembanganlembaga keuangan pedesaan yang mandiri, pengembangankelembagaan pertanian dan pedesaan dan pengembangan sumberdayapertanian Dalam hal ini, pemerintah perlu menjadikan pembangunanagribisnis sebagai paradigma baru serta pembangunan ekonominasional yang mengarah kepada pembangunan industri sebagai sektorandalan. Dalam pembangunan agribisnis, hambatan-hambatankelembagaan dalam jaringan agribisnis dan industri dalam bentukmonopoli, monopsoni dan sejenisnya yang menjurus kepada

283

Page 18: Mewujudkan Kebijakan Pertanian yang

furnal Ilmu Sosial B Ilmu Politik, VoI.IL,No. Q, Maret 2il)7

merebaknya kesenjangan dan dualisme ekonomi harus bisa dihindarikalau tak dapat dihilangkan.

Upaya untuk mengatasi kemiskinan yang membelit petani,khususnya di Jawa bisa dilakukan dengan mendorong terbentukry"unit usaha pertanian. Selama Orde Baru yang dikembangkan adalahpembentukan kelompok tani yang hanya diajak memproduksikomoditas primer. Paradigma tersebut harus diubah. Kelompok taniharus menjadi kelompok usaha pertanian, wadah usaha bersama antarpetani. Tentu saja dengan pendampingan menuju pemberdayaanpetani. Petani yang memiliki kaitan emosional bergab,r.g membangunkekuatan posisi tawarnya.

Persoalan lain yang harus segera dijawab adalah strategi pilihanterhadap produksi ,mggolan yang didasarkan pada comparatiae ad-oantage (keunggulan komparatif). Pertanian Indonesia masih terjebakpada produksi berbagai macam komoditas meskipun skala usahanyatidak memadai dan belum dikembangkannya produk hilir bernilaiti.ggp. Dalam hal ini, brdonesia perlu belajar pada beberapa negaralain. Malaysia misalnya, menitikberatkan pengembangannya padaindustri kelapa sawit. Thailand fokus pada keinginannya menjadinegara nomor safu di industri karet, tebu dan hortikultura. Denganorientasi yang jelas, semua sumber daya diarahkan untukmengembangkan produk unggulan sec€ua terpadu dengan skala usahayang efisien dan efektif (Kompas, 1.4 Desember 2005).

Dengan demikian, persoalan pangan tidak hanya berkait dengankonsumsi dan produksi, akan tetapi juga soal daya dukung sektorpertanian yang komprehensif. Ada empat aspek yang menjadiprasyarat untuk melaksanakakan pembangunan pertanian, yaitu : (1)akses terhadap kepemilikan tanah, (2) akses input dan proses produksi,(3) akses terhadap pasar, dan (4) akses terhadap kebebasan. Darikeempat prasyarat ini yang belum dilaksanakan secara konsistenadalah membuka akses petani dalam kepemilikan tanah dan membukaruang kebebasan untuk berorganisasi dan menentukan pilihan sendiridalam berproduksi. Pemerintuh hi.gga kini selalu menghindari keduahal tersebut, karena dianggap mempunyai resiko politik yang tingg.

-:Berkaitan dengan hal tersebut, maka penguasaan tanah lewatreforma agraria (land reform) tidak bisa ditawar-tlwar, sehingga lahan

284

Page 19: Mewujudkan Kebijakan Pertanian yang

Djoko Suseno danHempisuyatna,MeunjudkanKebijakanPertanianyangPro'Petani

pertanian hanya boleh dimiliki oleh petani di Indonesia. Perusahaan

iwasta dan asing hanya boleh menguasai pabrik pengolahan dan petanidiberi hak untuk me*beli saham Perusahaan pengolahan untukmembina keterkaitan dan kerjasama. Membangun kedaulatan Panganyang tangguh lewat kearifan dan sumber daya lokal, merajut kebijakan

pangan yang sensitif gender dan pendidikan pertanian yang membumiiu"pu merubah struktur Penguasaan dan kepemilikan tanah yang ada

suut it i adalah non sens. Reform a agraria didefinisikan sebagai uPaya-

upaya yang dilakukan pemerintah dan masyarakat dalam merombakdin mer,aiu kembali bentuk-bentuk penguasaan dan pemanfaatansumber daya agraria dan hubungan-hubungan sosial agraria 9ugisebesar-besutr,yu kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Sumber daya

agraria yartg dimaksud bukan terbatas tanah, akan tetapi i.tgu sumber

diya alim Ginnya seperti hutan, laut, sungai, pantai udara dan lainnya.Sejarah mengajarkan, bahwa tidak ada satu negara Pun yangpembangunan ekonominya berhasil dan fundamentalnya kuat tanpa

ieforma agraria. Tanpa reforma agtatia, fondasi pembangunan danekonomi nasional akan mengalami kontradiksi kronis dan permanent,cacat, pincang, menciptakan konflik kelas-kelas sosial yang semakin

tajam dan menciptakan keterbelakangan (Khudori, 2005: 275). Hanyadengan mengimplementasikan reforma agraria, kita bisa membangunkedaulatan pangan yang tangguh. Apalah artinya kekayaan alam yangmelimpah, plasma nuftah yang beragam, kondisi iklim tropis yang cocokuntuk budidaya banyak komoditas pangan dan ilmu pertanian yangcanggih apabila kepemilikan dan penguasaan lahan pertanian masihgurem. Penguasaan lahan gurem hanya akan menghasilkankesejahteraan gurem pula. Dengan penguasaan lahan memadai, luasanyang memenuhi kaidah minimal skala ekonomi, dikombinasikan dengankebijakan-kebijakan promotif dan memihak akan membuat petanisejahtera.

Redistribusi tanah adalah keharusan dalam memasuki setiapekonomi modern.Tanpa redistribusi tanah, ekonomi modern yangdihasilkan bersifat cacat, pincang, dan tidak bisa berjalan sesuai denganapa yang diharapkan. Konflik kelas-kelas sosial akan semakin panjangdan tidak terselesaikan. Tidak ada konsumsi masyarakat yang ti.gg,demikian pula tidak ada tabungan masyarakat, karena mayoritaspenduduk desa hidup dalam subsistensi dan hanya sangguPmembelanjakan sebatas kebutuhan hidup yang paling primer.

285

Page 20: Mewujudkan Kebijakan Pertanian yang

lurnal llmu Sosial €s llmu Politik, Vol.70, No. 3, Maret 2007

Ditambah lagi oleh kenyataan, bahwa tanpa program land reform,jrgutidak ada demokrasi di tingkat desa. Demokrasi ekonomi akanmenghasilkan demokrasi politik. Tumbuhnya ekonomi rakyat akanmenghasilkan kreativitas dan pengorganisasian. Land reform dengansendirinya akan menghasilkan diferensiasi pembagian kerjamasyarakat. Berkembangnya diferensiasi ini akan menghasilkanberbagai profesi dan pekerjaan yang selanjutnya menciptakan asosiasidan kelembagaan baru. Hal ini dengan sendirinya akan menciptakanaspirasi dan penyaluran politik. Politik adalah cerminan daridiferensiasi kelas-kelas sosial dan pengelompokan masyarakat yangsentakin majemuk (Araf dan Puryadi, 2002: 154). Dengan demikian,redistribusi tanah yang berkeadilan ini, akan mendorong kinerja sec-tor pertanian dan pedesaan menjadi semakin baik yang pada gilirannyaakan berpengaruh pada perkembangan ekonomi secara keseluruhan.

Endriatmo Soetarto & Moh. Shohibudin (2004: 32)mengungkapkan bahwa ada beberapa dampak dari pelaksanaan landreform yakni, pertama, melalui program land reform akan menciptakanpasar atau daya beli. Kedua, petani dengan aset tanah yang terjamindan memadai akan mampu menciptakan kesejahteraan bagikeluarganya dan menghasilkan surplus untuk ditabung. Ketiga, denganberkembangnya kegiatan ekonomi pedesaan berkat kinerja pertanianyang baik, maka pajak pertanian juga dapat ditingkatkan. Keempat.Pelaksanaan land t eform akan memungkinkan terjadinya prosesdiferensiasi yang meluas dan pembagian kerja di pedesaan yangtumbuh karena kebutuhan pedesaan itu sendiri. Diferensiasi yangterjadi tanpa land reform bersifat terbatas, menimbulkan jurang kelasyang tajam dan berwatak eksploitatif. Kelima, tanpa land reform tidakakan terjadi investasi di dalam pertanian oleh petani sendiri. Malahanakan terjadi disinvestasi karena lama kelamaan banyak petanikehilangan tanah dan kemiskinan pun meluas.

Dengan diadakarmya program land reform, maka investasi y*gterjadi akan lebih kokoh dan berpijak pada kekuatan ekonomi nasional.Investasi yang ditimbulkan adalah investasi yang berasal dari hasilsurplus pertanian dalam negeri, bukan yang didorong oleh utang luarnegeri yang menjerumuskan bangsa Indonesia dengan kemelaratarysehingga ekonomi y*g berkembang adalah ekonomi kerakyatan bukanekonomi rente dan ekonomi konglomerasi (Faryadi, 2005: 171).

286

Page 21: Mewujudkan Kebijakan Pertanian yang

Djoko Suseno danHempisuyahta,MeutujudkanKebiiakanPertanianyangPto'Petani

Pelaksanaan reforma agraria tentunya tidak sekedar mengatur

kepemilikan (membagi atau mengumpulkan) tanah (land reform) tetapij"gu mencakup cara berproduksi, teknologi dan sebagainya. Reforma

afraria adalih land reform plus seperangkat infrastuktur : jaminan

hirkum, kredit (bila diperlukan), akses terhadap jasa advokasi,akses

informasi baru dan teknologi (Damanik, 2002: 40). Oleh karena itupelaksanaan reforma agraria harus mempertimbangkan kelestarian

iingkungan dan aspek losial politik (tidak diskriminatif ras, suku,

ugi^u,lur, gendei). jangan sampai land reform hanya_ sebagai alat

""t"t berubah kepemilikan dari orang kaya yang satu dengan orang

kaya yang lain dan iustru petani tetap miskin.

Dengan demikian kebijakan reforma agraria fid_ak sekedar

merubah itruktur saja tetaapi juga harus merubah kultur petani.Apalah artinya, struktur kepemilikan tanah berubah, akan tetapi kulturyi.g dimiliki oleh petani tidak berubah. Selama ini ada beberapa kultur

fetani yangjustru menghambat peningkatan kesejahteraan mereka

ieperti " prit iip dahulukan selamat sehingga m,ereka tidak memiliki

ke-beranian untuk mengambil resiko. Dalam hal memilih jenis bibitdan cara-cara bertanam, petani lebih suka meminimumkankemungkinan terjadinya salu bencana daripada memaksimumkanpenghaiilan rata-ratanya. Strategi ini mengesampingkan pilihan;pninut yang meskipun memberi harapan akan mendatangkan hasil

bersih rata-rata yang lebih tinggi, mengand.t g resiko-resiko kerugianbesar yang dapat membahayakan subsistensinya. Sikap menghin{u1iresiko itu aupit digunakan untuk menjelaskan mengaPa petani lebih

suka menanam tanaman subsistensi daripada tanaman bahan Panganyang hasilnya untuk dijual (Scott, 1981: 27). Dengan berpinsip

'' daiululun silamat" irti, petani secara rasional akan memilih teknik-teknik tradisional meskipun hasil-hasilnya sedikit. Oleh karena itu,petani akan berfikir dua kali untuk mengalihkan produksiiubsistensinya ke produksi komersiil karena peralihan ini hampir selalumemperbesar resiko. Pendek kata, petani enggan berusaha mencariuntung, jika hal itu berarti mengacaukan kegiatan-kegiatan subsistensirutin yang sudah terbukti memadai di waktu yang lampau.

Bersamaan dengan pelakstulaan reforma agraria tersebut, salah

satu konsep alternatif yang layak dikedepankan menyertai agenda

reforma agraria adalah agenda kedaulatan pangan. Agenda kedaulat-

287

Page 22: Mewujudkan Kebijakan Pertanian yang

lurnal llmu Sosial & Ilmupolitik,Vol.ll,No.3, Maret2(N7

3n P-angan hendaknya menjadi menjadi alternatif bagi paradigmaketahanan Pangan yang selama inf menjadi bagiatiaari korisepFgTb-u"gulan pertanian konvensional. Makna kedaulatan panganlebih luas dari sekedar ketahanan pangan. Kedaulatan put gut aaitanhak rakyat yang mencakup: (1) *b*ptioritaskan prodlksi- pertanianlokal unfuk memberi makin rakyat, akses petani dan tunawisma atastanah, air, benih dan kredit melalui dijalankantandreform danberbagaipro_gram pendukungnya, (2) hak petani untuk memprodulsimakananan dan hak konsumen untuk menentukan apa yangdikonsumsi, bagaimana diproduksi, dan siapa yang memproduksi, (3)hak sebuah negara untuk melindungi dirinya dariharga pangan danpertanian impol yanq murah, (4) harga pertanian terkait dbngin biayaproduksi, misalnya dengan mengenakan pajak atas impor b-erlebihanyang murah, (5) rakyat ikut serta dalam penentuan pemilihan kebijakanpertanian dan (6) pengakuln atas hak-hak petani perempuan yangmemegang peran utama dalam produksi pertanian dan pangan.

Untuk mewujudkan ketahanan pangary kita dapat menimbangpengalaman negara-negara berkembang dalam menunuskan programpembangunan yang secara simultan berhasil menjaga keiahinanPangal pada tingkat rumah tangga dan efektif mengurangi angkakemiskinan melalui peningkatan pendapatan petani. ImplJmenlasiProgram Famtly Poutry (FP) dapat dilakukan sebagai solusi untuk meng-

ititi terjadinya malnutrisi dan pengentasan kemiskinan. Program iiidilakukan di negara-negara sub-sahara Afrika, Asia Tenggara, AsiaSelatan dan Amerika Selatan dengan menjadikan ayam kampirig sebagaisumber protein hewani {an pendapatan keluargi. Di Afrika, programFP ini 9*rp popular. sekitar 90% rumah tanggi di Afidka memeliharaayam kampung untuk membantu peningkaian pendapatan petani.

Selain itu, dalam visi pembangunan ketahanan pangan ke depan,selayaknya-perlu mengandalkan kltahanan pangannya"bukan padasafu komoditas unggulary misalnya beras rnetainkan pada berbagaifo19{itgs unggulan lain seperti beras, jagung, gandum, tapioka, su;u,kedelai, kacang hiu,t, ubiubian dan lain-luir,. Fet gandalan pada rltof:l"9tlT l"ggolan memiliki kecenderungan eksploitarif (wiryono,2006: 100). Pengalaman selama orde baru dengan-menjadikan'berassebagai komoditas unggulan ternyata menyebabkan ketahananpangan di Indonesia rapuh.

288

Page 23: Mewujudkan Kebijakan Pertanian yang

Djoko Suseno ilanHempisuyatna,MewujudkanKebiiakanPertanianyangPro'Petani

Berkaitan dengan kebijakan impor beras, maka Pemerintah iugaperlu melindungi petani dari serbuan komoditas imPor yang murah

dur,gut cara mengendalikan tekanan-tekanan liberalisasi perdagang-an

sehiigga terkendili dalam bentuk perdagat Bl. berkeadilan. Di hrdo-

r,esiailetani tidak banyak menikmati harga dasar pangan y1^g_ adil,

tidak seperti di Inggrii yang memProteksj petaninya lewat CAP dan

USA lewat Farm nilt-nya. Tumpuan ketahanan Pangan petani beras

adalah harga beras. Siyangnya, harga beras yang adil bagi petani

identik denlan naiknya-harga pangal. Sedangkan kaum-miskin kota,

yangkian meningkat dari tahun ke tahun justru membutuhkan pangan

*uiuh demi akses yang lebih baik bagi kaum miskin. Selama ini,terkesan bahwa pemeriniah selalu bersikukuh mengimpor beras dengan

berbagai alasan ieperti kekeringan, kebanjiran, inflasi, dan stok nasional

ataupirn kelaparan. padahal studi terhadap berbagai kasus kelaParan

di dlniu yut g terjadi sepanjang 100 tahun terakhir menunjukkankelaparan-tid;k berakar pada kurangnya ketersediaan Pangan, tetapi

karena kurangnya akJes atas Pangan akibat kemiskinan danketidakberpihakan kebijakan pemerintah pada kaum miskin. Jikadicermati, kebijakan impor beras yang dilakukan dengan mengabaikan

masalah distribusi dan akses masyarakat atas Pangan justru akanmenghancurkan kapasitas masyarakat untuk menghasilkan Pangansendiri. Kebijakan impor beras akhirnya cenderung memPerkuat Prosespemiskinan dan mempertajam jurang ketidakadilan antar sektor(pertanian dan industri) dan antar wilayah (pedesaan dan perkotaan).Pemerintah seharusnya memiliki komitmen kuat pembelianberas dalamnegeri meskipun dengan resiko harga lebih mahal, petani mamPudiproteksi tetipi pada saat sama harga pangan di pasar dipatck lebihrendah.

Pada akhirnya, proses pembangunan pertanian ke depan harusmenggunakan pendekatan pemberdayaan dengan tujuan fungsionallebih menyeluruh dan terpadu untuk pembangunan manusiaseutuhnya. Pembangunan dengan pendekatan pemberdayaan harusmampu membangun fisik dan non-fisik, apakah menyangkut sumberdaya alam (SDA), Sumber Daya Lingkungan (SDL) dan Sumber DayaManusia (SDM). Sumber daya manusia yang terkait dengan duniapertanian harus dikembangkan sedemikian rupa sehingga menjadi ahlidan praktisi yang tidak sekedar memiliki keahlian pada masalah

289

Page 24: Mewujudkan Kebijakan Pertanian yang

lurnal llmu Sosial & Ilmu Politih VoI. t0, No. B, Maret 2(n7

tanaman saja akan tetapi j.tga memahami bagaimana proses ekspansidan intervensi berbagai bentuk kapitalisasi melalui sektor pertanian(Usman, 2004b : 198).

Pembangunan pertanian melalui pemberdayaan masyarakat desamengandung muatan khusus kepada arah pembangunan pertanianyang berorientasi kepada masyarakat desa (masyarakat miskin di desa).Arah ini dengan tegas memberikan kesempatan kepada setiap anggotamasyarakat untuk ikut serta dalam proses pembangunan denganmendapatkan kesempatan yang sama dan menikmati hasilnya secarabersama sesuai dengan ukuran dan takaran kemampuannya. (|amasy,2001: 114). Proses ini merupakan ciri dasar dari pendekatan pember-dayaan yang menghendaki tumbuh dan berkembangnya kekuatankepada masyarakat baik secara individu maupun dalam bentuk wadahkelompok.

Untuk melihat gambaran secara lebih jelas tentang perbandi^g*kebijakan pembangunan pertanian pada masa lalu dengan agendakebijakan pertanian ke depan yang harus dlakukan dapat dilihat padatabel 3 di bawah ini :

Tabel 3Kebijakan Pembangunan Pertanian Orde Baru, Pasca Orde Baru dan

Agenda Pertanian ke Depan

No Kebijakan Pertanian OrdeBaru

Kebijakan PertanianPasca Orde Baru

Agenda Pertanian KeDepan

1. a. Kebijakan pertanian yangmengacu pada strategikapitalisasi ekonomiproduksi pertanian sertastrategi depolitisasi petanidengan kebijakanbirokratisasi lembaga-lembaga sosial yang adadi desa.

b. Revolusi Hijuu.Membentuk lembagakontrol PPI lembagaadministrasi dankeuangan (Bimas, Inmas,Insus, Supra Insus),fu^gsi lembaga Bulog

a. Penghapusanberbagai subsidiuntuk petani(p"prk)

b. Pemerintah semakinintens melakukankebijakan imporberasdanbe rbagaikebutuhanpanganlainnya untukmemenuhikebutuhan dalamnegeri.

c. Corporate Farming(CF). Bentukpertanian

a.Pembangunanpertanian harusdiletakkan dalamperspektifpembangunanpedesaan secara

utuhmeliputi sektorprimer, sektorsekunder (sektorkoplemen) dansektor tersier f"sa).Agribisnis harusdijadikan sebagaiparadigma utamapembangunanpertanian.

290

Page 25: Mewujudkan Kebijakan Pertanian yang

Djoko Suseno danHempisuyatna,MeunjudkanKebijakanPertanianyangPro-Petani

Tabel 3 di atas akan memberikan arahan yang lebih tegas meng-enai apa yang harus dilakukan oleh pemerintah ke depan. Kebijakanpembangunan pertanian harus terintegrasi dengan kebijakan sektorindustri sehingga kedua sektor tersebut akan sama kuat. Pembangunanharus dilakukan dengan melakukan banyak pembangunan di sektorindustri yang berbasis pada pertanian. Pendek kata, modelpembangunan pertanian hendaknya perlu diperbaiki denganmengembangkan pembangunan pertanian secara integratif denganberbasis pada pemberdayaan, reforma agraria, dan melaksanakanagenda kedaulatan pangan. Upaya tersebut akan berhasil, ketika

c.

sebagai pusat inlormasi,pemberi kredit dankontrol mekanismepasar. Revolu si Hijaujuga menekankan beras

sebagai komoditi utamayang harus ditanam olehpara petani. Varietas padidan penggunaan pupukdikontrol olehpemerintah.

Kapitalisasi birokratdimana kebijakanpembangunan pertanianyang dilakukan olehpemerintah cenderungmemihak kepada parapenguasa. Teriadinyabanyak penggusuan-penggusursan tanahpetani untuk kepentingan

Penguasa.

butuh lUU-I5U lananuntuk 1 unit usaha(ketahanan pangandan pengembanganagribisnis 100 -150)

butuh34 kelompoktani. CF banyakmenyerap dana daripetani, namunsebagian besar

terbesar digunakanuntuk benih, pupuk,simpan pinjam dans:uana produksipertanian.Pengadaan denganmelalui perjanjianmonopoli denganperusahaantransnasional besar.Rekayasa genetikmenyebabkanpemiskinan bibit-bibit lokal.

d.

D.l'elaKsanaan retormaagraria yaitu landrefonn plusseperangkatinfrastuktur: jaminanhukum, kredit (biladiperlukan), akses

terhadap jasa

advokasi,aksesinformasi baru danteknologi.Pembangunanpertaniaan harusmampu merubahstruktur dan kulturpetani.

c. Agenda kedaulatanpangan melaluibeberapa cara seperti

family poutry,penganekaragamankomoditas pertaniandan perlindunganproduk dalam negeridari serbuan imporluar negeri.

d.Pendekatanpemberdayaan.

e.Pembangunanpertanian harusberbasis padacomparativeadaantage.

29t

Page 26: Mewujudkan Kebijakan Pertanian yang

lurnal Ilmu Sosial I IImu politik, VoI.l0, No, J, Maret 2007

pemerintah benar-benar memiliki komitmen unfuk membuat kebijakan-febijakan pertanian yang benar-benar pro terhadap petani. Komitmenini sangat dibufuhkan sekali untuk menunjang keinginan memperkuatekonomi kerakyatan dan partisipasi utti} petini dalam prosespembangunan. Tanpa adanya komitmen, upaya pembangunanpertanran yang berorientasi pada kemandirian dan kesejahteraanpetani hanya angan-angan belaka.

Penutup

Membangr^ sektor pertanian adalah keniscayaan, sehinggamembangun seftor pertanian adalah wajib hukumnya. Pembutrgut lr,pertanian tidak boleh timbul hanya karena "belas kasihan i ataudipandang sebagai akibat peimasalahan kemiskinan atauketidakmandirian, akan tetapi harus dipandang karena sektorpertanian memiliki prospek dan potensi untuk dikembangkan.fengelbangan pertanian yang pro petani memerlukan keberpihakandari seluruh elemen bangsa, khususnya parapengambil kebijakan agarmenempatkan pertanian sebagai sektor yang perlu mendapatkandukungan kongkret. :t****

Daftar Pustaka

Araf Al dan Puryadi Awan, (2002). Perebutan Kuasa Tanah. Yogyakarta:Lappera Pustaka Utama.

Azhar Ipong 5., (7999). Rndikalisme Petani Masa Orde Baru: Kasus SengketaTanah lenggawah. Yogyakarta: pT Tarawang.

Bachriadi, Dianto & Anton Lucas, (2001). Merampas Tanah Rakyat,Kasus Tapos dan cimactn Jakarta: Kepustakaan populerGramedia.

Bremary Jan & Gunawan Wiradi, (2004). Masa Cerah dan Masa SuramDi Pedesaan lawa (Studi l(asus Dinamika Sosio-Ekonomi Di DuaDesa Menjelang Akhir Abad le-20), Jakarta, LP3ES.

Damanik, Jayadi, (2002). Pembaruan Agraria dan Hak Asasi petani,Yogyakarta, Lapera Pustaka Utama.

292

Page 27: Mewujudkan Kebijakan Pertanian yang

Djoko Suseno danHempriSuyatna,MewujuilkanKebijakanPertanianyangPro-Petani

Fahmid, Imam Mujahidin eA04). Gagalnya Politik Pangan Di BawahRezim Orde BAru, Kajian Ekonomi Politik Pangan di lndonesia.

|akarta: Yayasan Studi Perkotaan (Sandi Kota) dan Institute ForSocial and Political Economic Issues (ISPEI).

Faryadi, Erpan, (2005). Pembaruan Agraria dan Konflik Agraria dalamTanah Masih Di Langit Penyelesaian Masalah Penguasaan TanahDan Kekayaan AIam di Indonesia Yang Tak Kunjung Tuntas,Jakarta, Yayasan Kemala.

jamasy Owin, (2001). 'Rumusan Agenda Pembangunan Pertanian MelaluiPemberdayaan Masyarakat Desa.' Dalam Jamasy Owin (ed).Pembangunan Pertanian Melalui Pemberdayaan Masyaraknt Desa.

|akarta: Bina Swadaya.

'|angan Lagi Ada Kebijakan Parsial.' Kompas, '/-.4 Desember 2005.

Khudori, (2004). N eoliber alisme Menump as P et ani, Meny ingkap Kej ahat anIndustri Pangan, Yogyakarta: Resist Book.

Khudori, (2005). Lnpar : Negeri Salah Urus. Yogyakarta: Resist Book.

Lassa, |onathan, (2005). 'Ketahanan Pangan Indonesia.'Kompas 26November 2005.

Sarjani Soegeng dan Sukardi Rinakit, (2005). Membaca lndonesia.Yogyakarta: Soegeng Sarjadi Syindicate.

Sajogyo dan Sumantoro Martowijoyo, (2005). Pemberdayaan EkonomiRalcyat Dalam Knncah Globalisa.si. Bogor: Yayasan Sajogyo Utama.

Sayafa'aat, Simatupang, dan Mardianto, Khudori, (2005). PertanianMenjawab Tantangan Ekonomi Nasional, Argumentasi Teoritis,Faktual dan Strategi Kebijakan. Yogyakarta: Lapera pustakaUtama.

Scott, |ames, C., (1981). Moral Ekonomi Petani, Pergolakan dan Subsistensidi Asia Tenggara. ]akarta: LP3ES.

Simamarta, Rikardo, (2002) . IQp it alisme P erlcebunan dan Ko ns ep P emilikanTanah Oleh Negara. Yogyakarta: hrsist Press.

293

Page 28: Mewujudkan Kebijakan Pertanian yang

lurnal Ilmu Sosial & Ilmu Politik, VoL1"0,No.J, Maret 2007

Soemartono, (2001). 'Upaya Penyelamatan Varietas Padi Lokal denganPemuliaan Tanaman Serta Ekologi Konseraasi dan Penyimpanin.'Dalam Francis Wahono, AB.Widyanta dan Titus o. Kusumajati(editor) . Pangan, Kearifan Lokal dan Keanekararagaman HayatiPertaruhan Bangsa Yang Terlupakan. Yogyakarta: CindelarasPustaka Rakyat Cerdas.

Soetarto Endriatmo & Moh. Shohibudin, (2004). Reforma Agraria SebagaiBasis Pembangunan Pertanian dan Pedesaan. lurnal Pembaruan Disadan Agraria, Reforma Agraria; Tantangan dan Agenda KerjaPemerintahan Baru 2004-2009, Yogyakarta, Lapera Indonesia.

Suseno, Djoko dan Suyatna, Hempri, (2006). Quo Vadis Petani Indone-sia! Terhempasnya Anak Bangsa Dari Sektor Pertanian Yogyakarta:Aditya Media.

IJsman, Sunyoto, (2004a). lalan Terjal Perubahan Sosial. Yogyakarta:CIRED.

IJsman, Sunyoto, (2004b). Politik Pangan. Yogyakarta: CIRED.

Wiradi, Gunawan, (2000). Reforma Agraria, Perjalanan yang BelumBerakhir. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Wiryono P., (2006). Pembangunan Pertanian lndonesia Ke Depan: Ke ManaMau Diarahkan? (sebuah Pencarian Dalam Terang Baru), dalamReaitalisasi Pertanian Dan Dialog Peradaban. Jakarta: Kompas.

294