METPENG_KOGNITIF

12
Teori belajar kognitif mementingkan proses belajar dari pada hasil yang di peroleh oleh siswa. Belajar dianggap sebagai perubahan presepsi dan pemahaman dari dalam diri siswa. Teori Perkembangan Piaget Perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetic, yaitu suatu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf.. Piaget menyimpulkan bahwa daya pikir atau kekuatan mental anak yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif. Menurut piaget, proses belajar akan terjadi jika mengikuti tahap-tahap asimilasi, akomodasi, dan ekuilbrasi (penyeimbangan). Piaget membagi perkembangan kognitif menjdi empat : a. Tahap sensorimotor (umur 0-2 tahun) b. Tahap preoperasional (umur 2-7/8 tahun) Preoperasional (umur 2-4 tahun), Tahap Intuitif (umur 4-7 atau 8 tahun), c. Tahap operasional konkrit (umur 7 atau 8-11 atau 12 tahun). d. Tahap operasional formal (umur 11/12-18 tahun) Teori Belajar Menurut Bruner Dalam memandang proses belajar bruner menekankan adanya pengaruh kebudayaan terhadap tingkah laku seseorang. Free discovery learning adalah teori yang disebutkan bruner, ia mengatakan bahwa jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman yang ia jumpai di kehidupannya, maka ia akan menemukan proses belajar yang baik dan kreatif. Perkembangan kongnitif seseoran melalui 3 tahapan yaitu: - Tahap enaktif, melakukan aktivitas yang menggunakan pengetahuan motorik. Misalnya dengan gigitan, sentuhan dll. - Tahap ikonik, memahami obyek-obyek dengan bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komparasi). - Tahap simbolik, komunikasi yang dilakuakan adalah komunikasi yang menggunakan simbol, dimana siswa sangat

description

pendidikan

Transcript of METPENG_KOGNITIF

Teori belajar kognitif mementingkan proses belajar dari pada hasil yang di peroleh oleh siswa. Belajar dianggap sebagai perubahan presepsi dan pemahaman dari dalam diri siswa.Teori Perkembangan PiagetPerkembangan kognitif merupakan suatu proses genetic, yaitu suatu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf.. Piaget menyimpulkan bahwa daya pikir atau kekuatan mental anak yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif.Menurut piaget, proses belajar akan terjadi jika mengikuti tahap-tahap asimilasi, akomodasi, dan ekuilbrasi (penyeimbangan). Piaget membagi perkembangan kognitif menjdi empat :a. Tahap sensorimotor (umur 0-2 tahun) b. Tahap preoperasional (umur 2-7/8 tahun)Preoperasional (umur 2-4 tahun), Tahap Intuitif (umur 4-7 atau 8 tahun), c. Tahap operasional konkrit (umur 7 atau 8-11 atau 12 tahun).d. Tahap operasional formal (umur 11/12-18 tahun)

Teori Belajar Menurut BrunerDalam memandang proses belajar bruner menekankan adanya pengaruh kebudayaan terhadap tingkah laku seseorang. Free discovery learning adalah teori yang disebutkan bruner, ia mengatakan bahwa jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman yang ia jumpai di kehidupannya, maka ia akan menemukan proses belajar yang baik dan kreatif.Perkembangan kongnitif seseoran melalui 3 tahapan yaitu:- Tahap enaktif, melakukan aktivitas yang menggunakan pengetahuan motorik. Misalnya dengan gigitan, sentuhan dll.- Tahap ikonik, memahami obyek-obyek dengan bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komparasi).- Tahap simbolik, komunikasi yang dilakuakan adalah komunikasi yang menggunakan simbol, dimana siswa sangat dipengaruhi oleh simbol-simbol bahasa, logika, matematika, dan sebagainya. Teori Belajar Bermakana AusubelPengetahuan diorganisai dalam ingatan seseorang dalam struktur hirarkhis. Ini berarti bahwa pengetahuan yang lebih umum, inklusif, dan abstrak membawahi pengetahuan yang lebih spesifik dan konkrit. Gagasan mengenai cara belajar dari umum ke khusus akan memudahkan siswa dalam belajar yang sering disebut dengan Subsumptive sequencemenjadikan belajar lebih bermakna bagi siswa. Advance organizers dikembangkan juga oleh Ausubel, Advance organizers cara ini memdahkan siswa untuk mempelajari materi yang baru, serta menghubungkannya dengan materi yang telah dipelajarinya.

Model pembelajaran dalam kognitivisme

Model Pembelajaran Penemuan ( Discovery Learning )Model pembelajaran ini di dasarkan pada teori yang di kemukakan oleh bruner mengenai free discovery learning Model pembelajaran yang dilakukan guru harus tepat dan dapat mengarahkan siswa menuju kemampuan memecahkan masalah, salah satu dari banyak model pembelajaran tersebut adalah model discovery learning. Model discovery learning didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila siswa tidak disajikan materi dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri. Langkah pembelajaran dengan model ini ada 5, yaitu : (1) stimulation (stimulasi/pemberian ragsangan, (2) problem statement (penyataan/identifikasi masalah), (3) data collection (pengumpulan data), (4) data processing (pengolahan data), (5) generalization (menarik kesimpulan atau generalisasi). Metode Discovery Learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa mengorganisasi sendiri. Sebagai strategi belajar, Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry) dan Problem Solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada ketiga istilah ini, pada Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Perbedaannya dengan discovery ialah bahwa pada discovery masalah yang diperhadapkan kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru

Dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan. Kondisi seperti ini ingin merubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented menjadi student oriented.

Model Pembelajaran Kooperatif Meaningful Instructional Design (C-MID)Model Pembelajaran MID (Meaningful Instructionnal Design). Model ini adalah pembelajaran yang mengutamakan kebermaknaan belajar dan efektifivitas dengan cara membuat kerangka kerja-aktivitas secara konseptual kognitif-konstruktivis. Sintaknya adalah1. Lead-in dengan melakukan kegiatan yang terkait dengan pengalaman, analisi pengalaman, dan konsep-ide;2. Reconstruction melakukan fasilitasi pengalaman belajar;3. Production melalui ekspresi-apresiasi konsep. Belajar yang dilandasi kognitivisme dan konstruktivismeDalam hal ini memang agak sulit untuk membedakan secara jelas antara praktek belajar dan pembelajaran yang dilandasi paham kognitivismedengan paham konstruktivisme karena kedua kesinambungan tersebut. Seperti yang diungkap aliran konstruktivisme yang sebenarnya berbasis kognitivisme, belajar adalah suatu proses aktif menyusun makna melalui setiap interaksi dengan lingkungan dengan membangun hubungan antara konsepsi yang dimiliki dengan fenomena yang telah dipelajari. Namun tidak boleh diabaikan bahwa ada sejumlah ahli yang menganggap adanya sikap khas dari belajar menurut konstruktivisme dan berbeda dari aliran koginitivisme. Ini di ungkap oleh para ahli yang cenderung menempatkan Jean Peaget sebagai pelopor aliran kognitivisme, misalnya para ahli yang banyak megembangkan teori scaffolding. Konsepsi awal pada hakikatnya adalah skema atau struktur kognitif awal yang telah dimiliki siswa sebelum mengikuti pembelajaran secara formal, sebagai hasil pengalaman tatap muka dengan guru. Seringkali konsepsi siswa sering tidak cocok, tidak konsisten dengan konsepsi ilmuan yang disampaikan oleh guru atau yang dibacanya dari buku-buku dan majalah ilmiah. Maka terjadilah miskonsepsi, pre-konsepsi atau bingkai kerja alternative (alternative framework). Miskonsepti ini meranggsang timbulnya apa yang disebut disonansi kognitif, terjadi ketidakseimbangan (disekuilibrium) dan melalui perubahan strukturnya kognitifnya, menurut pieget, harus dicapaikeadaan ekuilibrium elalui proses yang disebut ekuilibrisasi. Untuk mencapai ekuilibrisasi itu agar terjadi bentuk struktur kognitif yang baru maka siswa harus belajar. Meaningful Learning (Belajar Bermakna)Dalam belajar bermakna ada dua hal yang penting yang harus diperhatikan. Pertama, karakteristik bahan yang dipelajari. Kedua adalah struktur kognitif individu pembelajar. Bahan baru yang akan dipelajari tentu saja akan mengubah struktur kognitif siswa haruslah bermakna, artinya dapat berwujud istilah yang memiliki makna, konsep-konsep yang bermakana atau hubungan antara dua atau lebih konsep yang memiliki makna. Selanjutnya bahan baru yang akan dipelajari hendaknya dihubungkan dengan struktur kogntif siswa secara subtansial dan beraturan. Subtansial artinya bahan yang dihubungkan harus sejenis atau sama subtansinya dengan yang sudah ada pada struktur kognitif. Beraturan berarti mengikuti aturan yang sesuai dengan sifat bahan tersebut (karakteristik pengetahuan baru yang diperkenalkan pada pengetahuan siswa). Hal lain yang menentukan adalah siswa harus memiliki kemauan untuk menggabungkan konsep baru tersebut dengan strutur kognitifnya sendiri secara subtansial dan beraturan pula.Pembelajaran lebih ditekankan pada kontek dan pemahamam individu yang lebih bermakna (meaningful).

5. Aplikasi Teori Kognitif dan Model PembelajaranContoh Setting Pembelajaran Matematika dengan Model Cooperatif Meaningful Instructional Design (C-MID) Pengukuran

Anne Hendry seorang guru berpengalaman di daerah pedalaman sebelah barat Massachusetts, USA menjelaskan cara ia mengajarkan konsep pengukuran dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme saat sebelum musim Thanksgiving tiba.Sebelum kelas dimulai saya pindah-pindahkan kursi dan dengan menggunakan pita, saya membuat outline berbentuk kapal laut di lantai kelas berukuran 16 kaki x 6 kaki, yang merupakan kapal yang akan digunakan untuk berlayar ke rumah Raja. Saya juga menyiapkan gulungan surat untuk dibaca oleh para siswa serta menempelkannya di papan buletin dengan topik pembicaraan tentang pengukuran.Saya memilih salah seorang siswa dan menginstruksikan kepadanya bahwa dalam pembelajaran matematika ia harus menjadi utusan raja membawa maklumat (Edict) dan diminta mengumumkannya Kapal pesiar ini tak akan berangkat berlayar ke rumah sang Raja, sampai kamu dapat menceritakan seberapa besar kapal itu.Kemudian para siswa berteka-teki. Saya mengatakan kepada para siswa: Baiklah, apa yang harus kita kerjakan? Siapa yang punya ide?Dengan demikian diskusi tentang pengukuran dimulai, atau saya pikir ini akan bermula. Namun ternyata, mereka diam cukup lama. Bagaimana seorang anak kecil akan mengetahui tentang pengukuran? Apakah telah ada yang hadir dalam pengalaman hidup mereka yang dapat mereka hubungkan dengan masalah ini? Saya lihat mereka saling berpandangan satu dengan yang lainnya, saya dapat saksikan bahwa mereka tidak punya ide dari mana harus dimulai. Tentu saya pikir harus ada sesuatu yang mereka dapat gunakan sebagai titik pangkal, rujukan untuk memperluasnya. Seseorang selalu memiliki ide. Namun periode diam terlalu lama menjadikan pelajaran semakin vakum. Kata Anne Hendry: Mereka saling berpandangan, kadang memandang Zeb, kadang pandangan ke arah saya.

Untuk kebanyakan pendidik, tindakan Hendry menghubungkan rencana pelajarannya di kelas dengan masa liburan mendatang merupakan hal yang tak dapat dikecualikan. Namun mereka benar-benar heran pada pilihan seorang guru yang sudah sangat berpengalaman ternyata kelasnya diam begitu lama, serta heningnya kelompok siswa yang kebingungan di kelas. Mengapa ia telah berikan tugas kepada kelas I (Sekolah Dasar) tanpa menunjukkan bagaimana menyelesaikannya? Mengapa bertanya terlebih dahulu sebelum menceritakan kepada seseorang apa yang mereka perlu ketahui sebelum bisa menjawabnya? Bagaimana bisa seorang guru berpengalaman membiarkan siswa dalam pelajarannya menjadi bimbang dengan cara seperti ini. Kembali ke Hendry lagi:Saya memiliki pikiran yang kedua tentang luasnya masalah untuk kelas 1, manakala dengan malu-malu Cindy mengacungkan tangan dan berkomentar: Saya kira kapal itu panjangnya 3 kaki. Saya bertanya: Mengapa?. Cindy menjawab: Sebab surat dari raja mengatakan demikian. Saya berkata: Saya tak mengerti. Dapatkah kamu ceritakan kenapa kapal itu panjangnya 3 kaki? Cindy member alasan: Sebab surat dari Raja mengatakan demikian. Lihat! Saya akan tunjukkan padamu. Ketika surat itu diangkat, diterawangkan menembus cahaya, memuat huruf E yang telah ditulis untuk kata Edict, tampak seperti angka 3. Saya mengklarifikasi jawaban Cindy, untuk Cindy dan kawan-kawannya yang setuju bahwa yang dilihat di kertas raja adalah 3. Kalau begitu Raja telah mengetahui jawabnya.Kemudian kelas kembali ke periode diam.

Untuk mencari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan guru, beberapa siswa mencari-cari suatu bilangan, mencari sebarang bilangan untuk dikaitkan dengan konteks yang sedang dibicarakan. Namun kebingungan Cindy telah dipecahkan. Tingkah laku Anne Hendry tidak membingungkan para pembaca yang membayangkan bahwa pengajaran diturunkan dari kelas matematika di mana mereka duduk sebagai siswa. Guru menjelaskan kepada siswanya prosedur untuk mendapatkan jawaban yang benar, kemudian memonitor kepada siswa bagaimana memproduksi prosedur tersebut. Menanyakan pertanyaan tanpa sebelumnya menunjukkan kepada mereka bagaimana menjawabnya, sebenarnya dipandang sebagai tak adil. Namun pembelajaran ini terjadi dengan latar belakang pandangan konstruktivisme. Bagaimana belajar itu semestinya terjadi? Apa makna dari matematika dan bagaimana implikasinya pada proses pembelajaran matematika? Sekarang perilaku Hendry menjadi dapat dipahami. Sungguh suatu gambaran yang pertama, memperkenankan kita pada peluncuran suatu pengujian beberapa aspek tentang praktek-praktek pembelajaran matematika yang diinformasikan melalui perspektif ini; kedua pengujian tentang pengalaman guru untuk mengkonstruksi praktek yang demikian. Kita buat suatu ringkasan pengajaran Hendry tentang pengukuran. Penjelasan bahwa yang mereka pikirkan sebagai angka 3 adalah benar-benar huruf E dalam kata Edict yang artinya maklumat. Kemudian Tom mengangkat tangannya dan berkata: Ibu Hendry, saya tahu bahwa ukuran kapal ini tak mungkin 3 kaki. Sebab seorang perawat baru saja mengukur tinggi badanku minggu yang lalu dan mengatakan bahwa tinggiku adalah 4 kaki, dan kapal itu jauh lebih besar daripada badanku.

Dari awal pengamatan Tom, diskusi kita tentang pengukuran sebenarnya telah berlangsung. Sekarang para siswa menyadari bahwa mereka mengetahui sedikit tentang pengukuran, secara khusus dalam kaitannya tentang ukuran dirinya dan seberapa tinggi dan mereka masing-masing. Seseorang menyarankan: Mari kita lihat berapa kali panjang Tom-kah kapal kita ini?. Kemudian Tom mengukur menggunakan badan sendiri. Dia berbaring dan berdiri untuk membandingkan berapa panjang kapal itu. Akhirnya siswa-siswa sampai kepada suatu kesimpulan bahwa panjang kapal adalah 4 kali panjang Tom. Anne bertanya: Bagaimana kita dapat menceritakan kepada Sang Raja? Padahal raja tidak mengetahui tingginya Tom. Mengirim Tom ke rumah Raja adalah suatu penyelesaian yang mudah. Sementara anak-anak yang lain protes bahwa mereka menghendaki agar Tom harus bersama-sama mereka di atas Kapal untuk mengikuti Wisata.

Sebenarnya Anne Hendry sangat berharap agar mereka dapat menghubungkan informasi yang telah disampaikan kepada kita tentang ukuran-ukuran yang ada. Saya berfikir barang kali ada siswa yang menambahkan 4 kaki sebanyak empat kali dan menyajikannya kepada kita sebagai penyelesaian yang cepat dan tepat. Namun ternyata bukan itu yang mereka ambil. Mark mengacungkan tangannya dan menyarankan bahwa kita dapat mengukur panjang kapal menggunakan tangan kita sebagaimana ia lakukan terhadap seekor kuda. Tetangga Mark mempunyai kuda yang tingginya 15 tangan (minggu sebelumnya ia mengukur tinggi kuda tetangga). Sehingga kita dapat bercerita kepada Raja bahwa kapal ini sekian tangan. Para siswa setuju ini mungkin cara yang terbaik. Saya mengatakan: Baiklah. Karena ini adalah ide Mark, maka Mark diminta mengukur besarnya kapal itu menggunakan tangan Mark. Perlu diingat bahwa Mark adalah anak yang terbesar di kelas. Mula-mula Mark secara acak menempatkan tangannya di atas pita (desain kapal itu) dari satu ujung ke ujung lainnya, namun ketika ia mengecek ulang terdapat perbedaan hasil. Para siswa berteka-teki kenapa ini terjadi. Ini memerlukan beberapa kali dan banyak diskusi sebelum sampai kepada suatu kesimpulan penting. Para siswa menetapkan bahwa perlu bagi Mark untuk menyakinkan bahwa ia telah memulai mengukur tepat pada ujung kapal dan jangan sampai ada celah ataupun tumpang tindih setiap kali ia ukur antara jempol dan kelingking yang ia tempatkan pada pita. Menggunakan cara ini ia dapatkan bahwa panjang kapal adalah 36 tangan. Saya berkata: Bagus! Kita pikirkan untuk menceritakan kepada sang Raja. Namun harus diingat bahwa kita mempunyai siswa terkecil yaitu Susi di kelas ini. Susi diminta mengukur kapal untuk sisi kapal yang lain dan diperoleh ukuran 44 tangan.Sekarang mereka menjadi bingung kenapa hasilnya berbeda-beda? Saya bertanya: Dapatkah kita menggunakan tangan untuk mengukur?Siswa menjawab: Tidak.Para siswa memutuskan: Ini tak akan bisa bekerja sebab ukuran tangan setiap anak berbeda-beda.Ali menyarankan untuk menggunakan kaki. Kita coba sekali lagi menggunakan kaki mereka. Ternyata kita temukan dua ukuran yang berbeda. Saat ini mereka mulai sedikit menyimpang untuk membandingkan panjang tangan seseorang dengan tangan orang lain di antara mereka, panjang kaki seseorang dengan panjang kaki orang lain. Kaki siapa yang terbesar dan kaki siapa yang terkecil, tangan siapa yang terpendek dan tangan siapa yang terpanjang?

Akhirnya diskusi kita lanjutkan sementara para siswa mengeksplorasi bermacam-macam konsep dan ide Joan duduk dan memegang penggaris, namun untuk suatu alasan tidak disarankan menggunakan penggaris. Barangkali pengalaman menggunakan penggaris terbatas dan rupanya kurang yakin bagaimana memakainya. Dilema ini berlangsung sampai hari berikutnya ketika para siswa merakit lagi diskusi masalah itu dengan pandangan baru. Seorang anak menyarankan bahwa karena Zeb diketahui Raja dan setiap orang di sini mengetahui Zeb, kita harus gunakan kaki Zeb. Ukurkan kaki Zeb di atas kertas dari ukurlah segala sesuatu menggunakan kaki Zeb ini.Menggunakan bentuk ukuran ini para siswa mengkaitkan dengan Raja bahwa kapal ini panjangnya 24 kaki Zeb dan lebarnya 9 kaki Zeb.

Keingintahuan bermula untuk mendapatkan cara yang paling baik dan para siswa melanjutkan untuk mengeksplorasi bentuk pengukuran ini dan menetapkan untuk saling mengukur, mengukur kelas, mengukur meja, mengukur karpet menggunakan model Kaki Zeb. Saya biarkan mereka meneliti ide mereka dengan melakukan aktivitas-aktivitas pengukuran pada sisa jam pelajaran hari itu. Sampai pada hari ketiga saya menanyakan kepada siswa mengapa mereka berfikir bahwa ini penting untuk mengembangkan bentuk standar dari pengukuran. Seperti halnya penggunaan Hanya dengan kaki Zeb untuk rnengukur segala sesuatu. Melalui diskusi beberapa hari siswa dapat menginternalisasikan dan memverbalkan suatu keperluan atau kepentingan untuk setiap orang dalam mengukur menggunakan instrumen yang sama. Mereka melihat kebingungan menggunakan tangan yang berbeda-beda, badan atau kaki yang berbeda-beda menyebabkan hasil yang beda-beda pula, dikarenakan ukuran yang tidak konsisten. Hendry melanjutkan dalam menjelaskan bagaimana ia sampai kepada sebuah eksplorasi memakai penggaris dengan mengadopsi satuan-satuan pengukuran yang konvensional. Namun beberapa aspek penting dari pembelajarannya telah ada pada kita. Di sini kita tidak melihat bagaimana Hendry terikat pada tingkah laku pembelajaran tradisional yang paling umum, yaitu: memberikan pengarahan dan menawarkan penjelasan, melainkan kita amati pertanyaannya kepada siswa dan pertanyaan-pertanyaan yang kadang-kadang merupakan pertanyaan kecil. Ketika mereka sampai kepada suatu kesimpulan, lebih sering mereka tidak mendapat penjelasan, ketimbang penerangan atau suatu ramalan dan kebingungan. Hal penting dari pandangan ini bahwa: Maternatika adalah suatu temuan manusia dalam koridor sejarah yang panjang, secara budaya terpancang di sekolah-sekolah dalam lomba berfikir perubahan pola-pola dan beberapa pertanyaan mungkin tak terpecahkan. Pertanyaan-pertanyaan atau pernyataan-pernyataan penting yang menyetir pembelajaran Anne Hendry menggunakan pendekatan konstruktivisme antara lain: a. Apa yang harus kita kerjakan? b. Siapa yang punya ide? c. Mengapa? d. Saya tidak tahu. e. Dapatkah kamu ceritakan mengapa panjang kapal itu 3 kaki? f. Bagaimana kita ceritakan itu kepada Raja, padahal Raja tidak mengetahui Tom? g. ............. dan semacamnya. Jelas sekali bahwa yang menjadi pusat pembelajaran dari Hendry bukanlah masalah yang ia ajukan kepada siswa, bukan pula pertanyaan spesifik yang ia berikan, namun sifat-sifat mencari keterikatan para siswa dalam diskusi dan kelihaian membimbing para siswa. Praktek dari Hendry tidak dapat ditulis atau dibuat skripnya (naskahnya). Tergantung kepada kemampuan guru menjawab secara spontan terhadap kebingungan dan penemuan siswa. Evaluasi pembelajaran terjadi sepanjang proses negosiasi dan sepanjang proses pembelajaran berlangsung