metopelghy
-
Upload
sumihar-simangunsong -
Category
Documents
-
view
14 -
download
2
description
Transcript of metopelghy
1
BAB I
PENDAHULUAN
Setiap negara mempunyai tujuan pembangunan masing-masing. Begitu juga
negara Indonesia mempunyai tujuan, yang salah satunya adalah berusaha mengentaskan
kemiskinan. Pengentasan kemiskinan merupakan upaya yang tidak boleh terlepas dari
pembangunan ekonomi, sekaligus pertumbuhan ekonomi. Pembangunan yang
dilaksanakan di berbagai sektor kehidupan, juga pada dasarnya adalah untuk
mensejahterakan kehidupan seluruh lapisan masyarakat, khususnya masyarakat lapisan
bawah atau miskin.
Sudah sejak lama fenomena kemiskinan terus berlangsung,meskipun berbagai
upaya telah dilakukan untuk menanggulanginya.Sampai saat ini masih terdapat 1,2
milyar lebih jumlah penduduk dunia yang hidup dibawah garis kemiskinan, yaitu
dengan penghasilan kurang dari satu dolar perhari. Artinya, mereka itu hidup di bawah
tingkat pendapatan riil minimum internasional. Jumlah penduduk miskin di dunia bukan
hanya terjadi di negara-negara terbelakang, tetapi tidak mengenal tapal batas antar
negara dan tidak tergantung pada tingkat pendapatan atau tingkat harga di negara
tertentu.
Terlebih bagi Indonesia, sebagai sebuah negara berkembang, secara khusus
Indonesia masalah kemiskinan adalah masalah yang sangat penting dan pokok dalam
upaya pembangunannya. Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2002,
/Jumlah......
2
jumlah penduduk miskin Indonesia mencapai 38,4 juta jiwa atau 18,2% dari seluruh
jumlah penduduk. Masyarakat miskin sering menderita kekurangan gizi, tingkat
kesehatan yang buruk, tingkat buta huruf yang tinggi, lingkungan yang buruk dan
ketiadaan akses infrastruktur maupun pelayanan publik yang memadai. Daerah kantong-
kantong kemiskinan tersebut menyebar diseluruh wilayah Indonesia dari dusun-dusun di
dataran tinggi, masyarakat tepian hutan, desa-desa kecil yang miskin, masyarakat
nelayan ataupun daerah-daerah kumuh di perkotaan.
Naik atau turunnya jumlah penduduk miskin di suatu wilayah tentunya sangat
tergantung dari keseriusan pemerintah dalam melakukan pembangunan di segala
bidang.Sehingga salah satu tolok ukur keberhasilan pembangunan dinilai berdasarkan
penurunan jumlah penduduk miskin.
Begitu juga jika kita mencoba menyelami pengentasan kemiskinan di Indonesia,
dan secara lebih khusus lagi di propinsi Sumatera Utara.Berbagai upaya melalui
pembangunan telah dilakukan, sejak tiga dekade terakhir, yaitu dengan penyediaan
kebutuhan dasar seperti pangan, pelayanan kesehatan dan pendidikan, perluasan
kesempatan kerja, pembangunan prasarana dan pendampingan, penyuluhan sanitasi dan
sebagainya.Dari serangkaian cara dan strategi penanggulangan kemiskinan tersebut,
semuanya berorientasi material, sehingga keberlanjutannya sangat tergantung pada
ketersediaan anggaran dan komitmen pemerintah.
Dalam lingkup yang lebih khusus, yaitu propinsi Sumatera Utara yang jumlah
penduduk miskin mengalami fluktuasi. Secara umum jumlah penduduk miskin
/mengalami.....
3
mengalami penurunan, tetapi jika dibandingkan dengan pencapaian penurunan tingkat
kemiskinan oleh propinsi lainnya di Indonesia, masih tidak sesuai dengan yang
diharapkan.
Hal tersebut dapat kita lihat melalui data BPS berikut ini:
Apabila kita amati berdasarkan data tersebut, nampak bahwa jumlah dan
persentase penduduk miskin di Indonesia mengalami penurunan, tetapi setiap propinsi
memiliki tingkat persentase penurunan yang berbeda-beda. Dari 33 daerah propinsi di
/indonesia......
4
Indonesia, ada 16 propinsi yang berhasil menekan jumlah penduduk miskin, di atas
penurunan penduduk miskin secara nasional. Tetapi yang menjadi perhatian bagi
penulis adalah bahwa propinsi Sumatera Utara tidak termasuk di dalamnya. Propinsi
Sumatera Utara hanya berhasil menekan jumlah penduduk miskin sebesar 3,86% jauh di
bawah penurunan penduduk miskin nasional yaitu sebesar 5,26 %. Artinya perlu
dilakukan penelitian mengapa Propinsi Sumatera Utara belum berhasil menekan jumlah
penduduk miskin seperti 16 propinsi lainnya, padahal dari segi sumber daya Propinsi
Sumatera Utara termasuk sangat kaya.
Jumlah penduduk miskin dari waktu ke waktu mengalami penurunan, namun menurut
data BPS September 2013 jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara ada sebesar
1.390.800 orang atau 10,39% masih dirasakan sangat tinggi dan perlu dicari solusi
yang tepat untuk penanggulangannya.
Tabel
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Sumatera Utara Tahun 1999 – 2013
TahunJumlah
(ribu jiwa)
Persentase
(%)(1) (2) (3)
Februari 1999 1 972,7 16,74
Februari 2002 1 883,9 15,84
Februari 2003 1 889,4 15,89
Maret 2004 1 800,1 14,93
5
Juli 2005 1 840,2 14,68
Mei 2006 1 979,7 15,66
Maret 2007 1 768,4 13,90
Maret 2008 1 613,8 12,55
Maret 2009 1 499,7 11,51
Maret 2010 1 490,9 11,31
Maret 2011 1 481,3 11,33
Maret 2012 1 407,2 10,67
September 2012 1 378,4 10,41
Maret 2013 1 339,2 10,06
September 2013 1 390,8 10,39
Sumber : Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
Seperti dikatakan sebelumnya, pertumbuhan ekonomi juga sangat berpengaruh
terhadap upaya penganggulangan penduduk miskin, sehingga perlu juga diketahui
bagaimanakah pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara. Untuk melihat pertumbuhan
ekonomi dapat dilihat berdasarkan jumlah PDRB (produk domestik regional bruto).
Data peringkat propinsi di Indonesia menurut urutan PDRB oleh BPS tahun 2013
adalah sebagai berikut:
6
Peringkat Provinsi PDRB (ribu rupiah)— Indonesia 21.6781 Kalimantan Timur 101.8582 DKI Jakarta 74.0653 Riau 53.2644 Kepulauan Riau 40.7465 Papua 26.6156 Kepulauan Bangka Belitung 19.3507 Sumatera Selatan 18.7258 Nanggroe Aceh Darussalam 17.1249 Papua Barat 17.08410 Jawa Timur 16.75711 Sumatera Utara 16.40312 Kalimantan Tengah 15.72513 Sumatera Barat 14.95514 Jawa Barat 14.72315 Jambi 14.22616 Bali 14.19917 Kalimantan Selatan 13.20618 Banten 12.75719 Sulawesi Utara 12.61020 Sulawesi Tengah 11.54021 Kalimantan Barat 11.39422 Jawa Tengah 11.18423 Daerah Istimewa Yogyakarta 10.98524 Sulawesi Selatan 10.90925 Sulawesi Tenggara 10.68626 Lampung 10.07827 Bengkulu 8.79928 Nusa Tenggara Barat 8.08029 Sulawesi Barat 7.53530 Gorontalo 6.06831 Nusa Tenggara Timur 4.76932 Maluku 4.74733 Maluku Utara 4.019
7
Berdasarkan data pertumbuhan ekonomi yang dilihat berdasarkan produk
domestik regional bruto dapat disimpulkan, bahwa pertumbuhan ekonomi di sumatera
Utara berdasarkan perolehan PDRB berada pada urutan ke-11 dari 33 daerah propnsi
yang ada di Indonesia.Maka sudah seharusnya Sumatera Utara berusaha bekerja keras
berupaya meningkatkan PDRB yang secara langsung maupun tidak langsung dapat
menekan jumlah penduduk miskin
Faktor lain yang perlu diperhatikan dalam mengentaskan kemiskinan
adalah tingkat pengangguran, khususnya tingkat pengangguran terbuka atau TPT.
Masalah pengangguran di Indonesia masih menjadi masalah ekonomi utama yang
sampai saat ini belum bisa diatasi. Sampai tahun 2008, tingkat pengangguran terbuka
masih berada pada kisaran 9% dari jumlah angkatan kerja atau berada pada kisaran 9
juta orang. Sebagaimana kita ketahui, bahwa terjadi perubahan patern perekonomian
paska krisis dari usaha yang padat karya ke usaha yang lebih padat modal. Akibatnya
pertumbuhan tenaga kerja yang ada sejak tahun 1998 s/d 2004 terakumulasi dalam
meningkatnya angka pengangguran. Dilain sisi, pertumbuhan tingkat tenaga kerja ini
tidak diikuti dengan pertumbuhan usaha (investasi) yang dapat menyerap
keberadaannya. Akibatnya terjadi peningkatan jumlah pengangguran di Indonesia yang
pada puncaknya di tahun 2004 mencapai tingkat 10% atau sekitar 11 juta orang. Untuk
menangani masalah pengangguran ini pemerintah perlu memberikan fasilitas baik
fiskal, perkreditan, maupun partnership untuk menciptakan usaha yang bersifat padat
karya dalam rangka menyerap kelebihan tenaga kerja yang ada.
8
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa tingkat pengangguran terbuka di
Sumatera Utara terus mengalami penurunan setiap tahunnya.Pada tahun 2008 TPT
sebesar 9,55%, dan di tahun 2012 sebesar 6,20%.Penurunan ini sebagai salah satu
indikator keberhasilan pembangunan dalam hal ketenagakerjaan. Namun penurunan ini
masih dianggap terlalu kecil dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin dan alokasi
anggaran yang dikucurkan oleh pemerintah dalam mengatasi masalah ini.
Selain pertumbuhan ekonomi dan tingkat pengangguran terbuka, yang diduga
kuat sangat berpengaruh terhadap jumlah penduduk miskin adalah tingkat inflasi.
Indonesia, saat ini sedang menghadapi masalah inflasi yang dinilai mulai memasuki
batas level mengkuatirkan dan haruslah segera dilakukan tindakan nyata.
/walau.....
9
Walau banyak pakar ekonomi berpendapat bahwa inflasi dapat diatasi dengan menaikan
suku bunga acuan atau BI Rate. Tidak halnya dengan Bank Indonesia, yang belum
bersedia untuk menaikkan angka BI rate dan tetap mempertahankan di kisaran level
6,5%. BI pun perpendapat inflasi yang terjadi tersebut disebabkan bukan karena faktor
moneter, namun bersumber dari gangguan ketersediaan bahan pangan (supply shock)
yang disebabkan anomali cuaca.
Demikian juga dengan tingkat inflasi di Sumatera Utara,terus mengalami
fluktuasi .Jika dilihat berdasarkan data yang dikeluarkan oleh BPS inflasi di Sumatera
Utara dibandingkan dengan Inflasi di Indonesia bahwa secara rata-rata lebih tinggi yaitu
4,54 % sedangkan secara nasional sebesar 4,46%.Hal ini dapat dilihat dari data berikut:
Berdasarkan data-data dan fenomena yang dipaparkan di atas, maka penulis merasa
terdorong untuk mendalami tingkat kemiskinan di Sumatera Utara dengan suatu
penelitian tesis dengan judul “Faktor-faktor yang memengaruhi jumlah penduduk
miskin di Sumatera Utara”.
/rumusan.....
10
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini dibagi menjadi 3
pokok permasalahan, yaitu:
Bagaimanakah pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap jumlah penduduk miskin di
propinsi Sumatera Utara?
Bagaimanakah pengaruh tingkat inflasi terhadap jumlah penduduk miskin di propinsi
Sumatera utara?
Bagaimanakah pengaruh tingkat pengangguran terbuka terhadap jumlah penduduk
miskin di propinsi Sumatera Utara?
1.3.Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi, tingkat
pengangguran terbuka dan tingkat inflasi terhadap jumlah penduduk miskin di Sumatera
Utara.
1.4. Manfaat Penelitian
Sebagai alat untuk mengukur apakah pembangunan yang dilakukan sudah dapat
mengurangi jumlah penduduk miskin atau belum
Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam mengurangi jumlah penduduk miskin di
Sumatera Utara.
Sebagai salah satu referensi bagi kaum akademisi yang ingin meneliti jumlah penduduk
miskin di Sumatera Utara.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kemiskinan adalah kondisi seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi
hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang
bermartabat.Hak-hak dasar tersebut antara lain:
Terpenuhinya kebutuhan pangan
Kesehatan, pendidikan, pekerjaan,perumahan,air bersih, pertanahan,sumber daya alam
dan lingkungan hidup
Rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan
Hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial politik.
Kemiskinan meliputi dimensi politik,sosial budaya dan psikologi, ekonomi dan akses
terhadap asset. Dimensi tersebut saling terkait dan saling mengunci/membatasi.
Kemiskinan adalah kelaparan , tidak memiliki tempat tinggal, bila sakit tidak memiliki
dana untuk berobat. Orang miskin umumnya tidak mampu membaca karena tidak
bersekolah, tidak memiliki pekerjaan, takut menghadapi masa depan, kehilangan anak
karena sakit. Kemiskinan adalah ketidakberdayaan, terpinggirkan dan tidak memiliki
rasa bebas.
Ciri masyarakat miskin adalah :
Tidak memiliki akses ke proses pengambilan keputusan yang menyangkut hidup mereka
Tersingkir dari institusi utama masyarakat yang ada
/rendahnya.....
12
Rendahnya kualitas sumber daya manusia termasuk kesehatan,pendidikan, keterampilan
yang berdampak pada rendahnya kualitas SDM seperti rendahnya penghasilan.
Terperangkap dalam budaya rendahnya kualitas SDM seperti rendahnya etos kerja,
berpikir pendek dan fatalisme.
Rendahnya pemilikan asset fisik termasuk aset lingkungan hidup seperti air bersih dan
penerangan.
Defenisi kemiskinan menurut BKKBN adalah keluarga miskin prasejahtera tidak
dapat melaksanakan ibadat menurut agamanya, tidak mampu makan dua kali sehari,
tidak memiliki pakaian berbeda dirumah, bekerja dan bepergian, bagian terluas rumah
berlantai tanah dan tidak mampu membawa anggota keluarga ke sarana kesehatan.
Pengertian keluarga miskin didefinisikan lebih lanjut menjadi :
Paling kurang sekali seminggu keluarga makan daging
Setahun sekali seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian
baru.
Luas lantai rumah paling kurang 8 m2 untuk tiap penghuni.
Jenis-jenis kemiskinan
Menurut Nurkse (dalam Lincoln Arshad,1999) ukuran kemiskinan secara sederhana dan
yang umum digunakan dapat dibedakan menjadi dua pengertian yaitu
Kemiskinan relatif.
/kemiskinan.....
13
Kemisinan relatif merupakan kondisi miskin karena pengaruh kebijakan
pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga
menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan.Standard minimum disusun
berdasarkan kondisi hidup suatu negara pada waktu tertentu dan perhatian terfokus pada
golongan penduduk termiskin misalnya 20 % atau 40 % lapisan terendah dari total
penduduk yang telah diurutkan menurut pendapatan/pengeluaran. Kelompok ini
merupakan penduduk relatif miskin.Dengan demikian, ukuran kemiskinan relatif sangat
tergantung pada distribusi pendapatan /pengeluaran penduduk sehingga dengan
menggunakan defenisi ini berarti, orang miskin selalu hadir bersama kita.
Untuk mengidentifikasi dan menemukan sasaran penduduk miskin, maka garis
kemiskinan relatif cukup untuk digunakan, dan perlu disesuaikan terhadap tingkat
pembangunan negara secara keseluruhan. Garis kemiskinan relatif tidak dapat dipakai
untuk membandingkan tingkat kemiskinan antar negara dan waktu karena tidak
mencerminkan tingkat ksesjahteraan yang sama.
Kemskinan absolut
Ditentukan berdasarkan ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhaan dasar minimum
seperti pangan, sandang, pendidikan, dan kesehatan yang diperlukan untuk bisa hidup
dan bekerja.Kebutuhan dasar minimum diterjemahkan sebagai ukuran finansial dalam
bentuk uang dan nilainya dikenal dengan istilah garis kemiskinan.Penduduk yang
memiliki nilai rata-rata pendapatan /pengeluaran perkapita per bulan di bawah garis
kemiskinan digolongkan sebagai penduduk miskin.
/garis......
14
Garis kemiskinan tetap ( tidak berubah) dalam hal standard hidup sehingga garis
kemiskinan absolut dapat membandingkan kemiskinan secara umum.Garis kemiskinan
absolut sangat penting jika seseorang ingin menilai efek dari kebijakan anti kemiskinan
antar waktu, atau memperkirakan waktu, atau memperkirakan dampak dari suatu proyek
terhadap kemiskinan (misalnya pemberian kredit skala kecil). Angka kemiskinan akan
terbanding antar satu negara dengan negara lain hanya jika garis kemiskinan absolut
yang sama digunakan di ke dua negara tersebut.
World bank menghitung garis kemiskinan absolut dengan menggunakan
pengeluaran konsumsi yang dikonversi ke dalam purchasing power parity /
PPP.Tujuannya adalah untuk membandingkan tingkat kemiskinan antar negara.Hal ini
bermanfaat dalam menentukan kemana menyalurkan sumber finansial yang ada, juga
dalam menganlisisi kemajuan dalam memerangi kemiskinan.
Garis kemiskinan yang dikeluarkan BPS dinyatakan sebagai jumlah rupiah yang
dikeluarkan atau dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi yang setara dengan
2.100 kalori per kapita ditambah dengan pemenuhan kebutuhan minimum lainnya
seperti sandang, perumahan,kesehatan, pendidikan, angkutan dan bahan bakar.
Penggunaan kebutuhan kalori dengan pendekatan pengeluaran sebagai dasar penentuan
garis kemiskinan, sebelumnya telah diperkenalakan oleh Sayogyo tahun 1977. Konsep
ini dinilai lebih mendekati kondisi kehidupan masyarakat yang sesugguhnya karena
pengeluaran pokok di luar kebutuhan pangan juga diperhitungkan.
Berdasakan garis kemiskinan yang dipergunakan dapat dihitung jumlah penduduk
/miskin.....
15
miskin di suatu wilayah. Garis kemiskinan di perkotaan lebih tinggi dibandingkan
dengan di pedesaan sesuai dengan perbedaan indeks harga bahan-bahan kebutuhan
pokok masyarakat di kedua wilayah tersebut. Garis kemiskinan juga berubah dari tahun
ke tahun, dikoreksi menururt perkembangan tingkat harga kebutuhan pokok masyarakat.
Indikator yang biasa dipakai untuk mengukur tingkat kemiskinan dalam studi empiris
adalah sebagai berikut (Yudhoyono dan Harniati, 2004;Namga,2006 dan Foster et
Al.1984):
Incidence of poverty
Menggambarkan persentase dari populasi yang hidup dalam keluarga dengan
pengeluaran konsumsi per kapita di bawah garis kemiskinan.Indeksnya disebut poverty
head count index, yang merupakan ukuran kasar dari kemiskinan, karena hanya
menjumlahkan berapa banyak orang miskin yang ada di dalam perekonomian kemudian
dibuat persentasenya terhadap total penduduk.Dengan ukuran ini, setiap orang miskin
memiliki bobot yang sama besarnya, tidak ada perbedaan antara penduduk yang
palingmiskin dan penduduk yang paling kaya di antara orang-orang miskin.
Depth of poverty
Menggambarkan tingkat kedalama kemiskinan di suatu wilayah yang diukur
dengan poverty gap index.Indeks ini mengestimasi jarak atau perbedaan rata-rata
pendapatan orang miskin dari garis kemiskinan, yang dinyatakan sebagai suatu proporsi
dari garis kemiskinan tersebut.Kelemahan indeks ini adalah mengabaikan atau belum
memperhatikan distribusi pendapatan di antara orang miskin tersebut.
/severity......
16
Severity of poverty
Menunjukkan kepelikan kemiskinan di suatu wilayah yang merupakan rata-rata
dari kuadrat kesenjanagn kemiskinan (squared poverty gaps).Indikator ini selain
memprhitungkan jarak yang memisahkan orang miskin dari garis kemiskinan juga
ketimpangan pendapatan sebagai indeks keparahan kemiskinan.
Penyebab kemiskinan menurut Kuncoro (2000) sebagai berikut:
Secara makro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan
sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan timpang, penduduk miskin hanya
memiliki sumber daya dalam jumlah yang terbatas dan kualitasnya rendah.
Kemiskinan muncul akibat perbedaan kualitas sumber daya manusia karena kualitas
sumber daya manusia yang rendah berarti produktifitas juga rendah, upahnya pun
rendah
Kemiskinan muncul disebabkan perbedaan akses dan modal.Ke tiga penyebab
kemiskinan itu bermuara pada teori lingkaran setan kemiskinan (vicious circle of
poverty)
Secara ringkas lingkaran kemiskinan dapat dijelaskan sebagai berikut: karena
miskin, produktifitas atau pendapatan menjadi rendah karena miskin membuat daya
tawar (bargainingn power) dan daya kerja lemah. Karena produktivitas atau pendapatan
rendah,maka kemiskinan timbul.demikian seterusnya, seiring dengan perjalanan waktu
kemiskinan kian lama kian bertambah parah.
/keadaan.....
17
Keadaan itu dapat mengesankan bahwa rakyat miskin tidak ingin mengubah
nasibnya. Kemiskinan dipandang sebagai suatu atribut permanen bagi mereka. Olek
karena itu, solusi mendasar untuk mengatasi masalah kemiskinan adalah bagaimana
memutus lingkaran kemiskinan. Hal itu hanya dapat dilakukan jika para pengambil
kebijakan dapat meningkatkan posisi tawar masyarakat miskin sehingga mereka dapat
berkompetisi dalam pemanfaatan sumber daya ekonomi. Dengan demikian diyakini
kalangan miskin dapat menikmati hasil dari setiap proses pembangunan yang
dilaksanakan.Tanpa langkah itu proses pembangunan bukan hanya tidak mampu
mengatasi persoalan kemiskinan, tetapi juga bisa berubah menjadi proses pemiskinan.
Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah proses dimana terjadi kenaikan produk nasional
bruto riil atau pendapatan nasional riil. Jadi perekonomian dikatakan tumbuh atau
berkembang bila terjadi pertumbuhan output riil. Definisi pertumbuhan ekonomi yang
lain adalah bahwa pertumbuhan ekonomi terjadi bila ada kenaikan output perkapita.
Pertumbuhan ekonomi menggambarkan kenaikan taraf hidup diukur dengan output riil
per orang (Boediono, 1981:2).
Salah satu cara untuk menilai prestasi pertumbuhan ekonomi adalah melalui
penghitungan Produk Domestik Bruto (PDB). Nilai PDB dapat dihitung menurut harga
yang berlaku yaitu pada harga-harga yang berlaku pada tahun di mana PDB dihitung
/dan...
18
dan menurut harga tetap yaitu pada harga-harga yang berlaku pada tahun dasar (base
year) perbandingan (Sukirno, 2006:10). PDB untuk tingkat daerah disebut Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB).
Pengeluaran pemerintah dapat menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi.
Pengeluaran pemerintah diukur dari total belanja rutin dan belanja pembangunan
pemerintah daerah. Pengeluaran pemerintah yang terlalu kecil akan merugikan
pertumbuhan ekonomi, pengeluaran pemerintah yang proporsional akan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran pemerintah yang boros akan menghambat
pertumbuhan ekonomi. Tetapi pada umumnya pengeluaran pemerintah membawa
dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi (Marganda & Sirojuzilam, 2008:95).
Teori pertumbuhan ekonomi pada awalnya diprakarsai oleh Ricardo dan Malthus yang
mencoba menganalisis perekonomian di Inggris, meskipun banyak memperoleh kritikan
pada pertengahan abad ke 20.Teori pertumbuhan berkembang dalam tiga gelombang.
Gelombang pertama digagasi oleh Harrod (1993 dan 1948) dan Domar (1946 dan
19470, kemudian gelombang kedua diprakarsai oleh Solow dengan teori Neoclasical
model of economyc growth (1956) tahun 1950. Selanjutnya gelombang ke tiga
dikemukakan oleh Romer dan Lucas (1988).
Model Harrod-Domar
Teori pertumbuhan Harrod –Domar ini dikembangkan setelah Keynes, yang mempunyai
asumsi yaitu:
19
1.Perekonomian dalam keadaan pengerjaan penuh (full employment) dan barang –
barang modal
Dalam masyarakat digunakan secara penuh.
2.Perkonomian 2 sektor yaitu sektor rumah tangga dan sektor perusahaan.
3. Besarnya tabungan masyarakat adalah proporsional dengan besarnya pendapatan
nasional. Fungsi tabungan dimulai dari titik nol. Kecenderungan untuk menabung
( marginal to propensity saving /MPS ) besarnya tetap, rasio antara modal output
( capital output rasio/COR ).
Menurut Harrod Domar, setiap perekonomian dapat menyisihkan suatu proporsi tertentu
dari pendapatan nasionalnya jika hanya untuk mengganti barang-barang modal yang
rusak.Namun demikinan untuk menumbuhkan perekonomian tersebut, diperlukan
investasi-investasi baru sebagai tambahan stok modal.
Dalam teori ini disebutkan, bahwa jika ingin tumbuh, perekonomian harus menabung
dan menginvestasikan suatu proporsi tertentu dari output totalnya.Semakin banyak
tabungan dan kemudian di investasikan, maka semakin cepat perekonomian itu akan
tumbuh (Lincolyn,2004).Model ini dapat digunakan untuk intervensi dalam rangka
penigkatan saving dan mendorong investasi khususnya pada ekonomi transisi. Namun
demikian, capitalist economics akan lebih sulit untuk mencapai pertumbuhan ekonomi
yang berkelanjutan dibandingkan dengan central planning economies.Bagi central
planning economies mempunyai kelebihan dalam melakukan intervensi untuk
meningkatkan saving rate dan mengalokasikan investasi ke sektor produktif.
20
Tingkat Pengangguran Terbuka
Pengangguran terbuka (open unemployment) adalah orang yang masuk dalam angkatan
kerja (15 tahun ke atas ) yang sedang mencari pekerjaan, yang mempersiapkan usaha,
yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan,
dan yang sudah mempunyai pekerjaan tetapi belum memulai bekerja, dan pada waktu
yang bersamaan mereka tak bekerja.
Tingkat pengangguran terbuka dihitung sebagai berikut
TPT = UE / AK X 100
Dimana
TPT = Tingkat pengangguran terbuka
UE = Penduduk 15+ mencari pekerjaan, yang mempersiapkan usaha, yang tidak
mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan, yang sudah
mempunyai pekerjaan tetapi belum mulai bekerja
AK = Angkatan kerja, yaitu penduduk 15+ yang bekerja dan yang tidak bekerja
(pengangguran).
Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Kemiskinan
Model pertumbuhan Solow-Swan dalam kaitannya dengan kemiskinan dapat
diperluas lagi sehingga mencakup sumber daya alam sebagai salah satu inputnya.Dasar
pemikirannya yaitu output nasional tidak hanya dipengaruhi oleh K dan L tetapi juga
dipengaruhi oleh lahan pertanian atau sumber daya alam lainnya seperti cadangan
21
minyak.Perluasan model Solow lainnya adalah dengan memasukkan sumber daya
manusia sebagai modal (human capital).
Teori seperi ini dikategorikan sebagai teori pertumbuhan endogen dengan
pionernya Lucas dan Romer. Lucas menyatakan bahwa akumulasi modal
manusia,sebagaimana akumulasi modal fisik, menentukan pertumbuhan ekonomi,
sedangkan Romer berpandangan bahwa pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh tingkat
modal manusia melalui pertumbuhan teknologi.
Dengan demikian fungsi produksi agregat dapat dimodifikasi menjadi:
Y = A, F (K,H,L)
Dimana H adalah sumber daya manusia yang merupakan akumulasi dari
pendidikan dan pelatihan.Menurut Mankiw et al (1992) kontribusi dari setiap input pada
persamaan tersebut terhadap output nasional bersifat proporsional.Suatu negara yang
memberikan perhatian lebih kepada pendidikan terhadap masyarakatnya ceteris paribus
akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dari pada yang tidak
melakukannya.Dengan kata lain, investasi terhadap sumber daya manusia melalui
kemajuan pendidikan atau menghasilkan pendapatan nasional atau pertumbuhan
ekonomi yang lebih tinggi. Apabila investasi tersebut dilaksanakan secara relatif merata,
termasuk terhadap golongan berpendapatan rendah, maka kemiskinan akan berkurang.
Pengaruh Tingkat Pengangguran Terhadap Kemiskinan
Ada hubungan yang erat antara tingginya tingkat pengangguran dengan
kemiskinan.Bagi sebagian besar masyarakat yang tidak mempunyai pekerjaan tetap,
22
atau part time selalu berada diantara kelompok masyarakat yang sangat
miskin.Masyarakat yang bekerja dengan bayaran tetap di sektor pemerintah dan swasta
biasanya termasuk diantara kelompok masyarakat kelas menengah ke atas.Setiap orang
yang tidak mempunyai pekerjaan adalah miskin, sedangkan yang bekerja secara penuh
adalah orang kaya.Karena kadangkala ada juga pekerja yang lebih baik dan yang lebih
sesuai dengan tingkat pendidikannya. Mereka menolak pekerjaan-pekerjaan yang
mereka rasakan lebih rendah dan mereka bersikap demikian karena mereka mempunyai
sumber-sumber lain yang bisa membantu masalah keuangan mereka.Orang-orang
seperti ini bisa disebut menganggur tetapi belum tentu miskin.Sama juga halnya
adalah,banyaknya individu yang mungkin bekerja secara penuh per hari, tetapi
memperoleh pendapatan yang sedikit. Banyak pekerja yang mandiri di sektor informal
yang bekerja secara penuh tetapi mereka sering masih tetap miskin.
Inflasi
Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus
menerus Sukirno (2002). Akan tetapi bila kenaikan harga hanya dari satu atau dua
barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas atau
menyebabkan kenaikan sebagian besar dari harga barang-barang lain (Boediono,
2000).
Kenaikan harga-harga barang itu tidaklah harus dengan persentase yang sama. Inflasi
merupakan kenaikan harga secara terus-menerus dan kenaikan harga yang terjadi pada
seluruh kelompok barang dan jasa (Pohan, 2008). Bahkan mungkin dapat terjadi
23
kenaikan tersebut tidak bersamaan. Yang penting kenaikan harga umum barang secara
terus-menerus selama suatu periode tertentu. Kenaikan harga barang yang terjadi hanya
sekali saja, meskipun dalam persentase yang cukup besar dan terus-menerus, bukanlah
merupakan inflasi (Nopirin, 2000). Kenaikan sejumlah bentuk barang yang hanya
sementara dan sporadis tidak dapat dikatakan akan menyebabkan inflasi.
Dari kutipan di atas diketahui bahwa inflasi adalah keadaan di mana terjadi kelebihan
permintaan (Excess Demand) terhadap barang-barang dalam perekonomian secara
keseluruhan. Inflasi sebagai suatu kenaikan harga yang terusmenerusdari barang dan
jasa secara umum (bukan satu macam barang saja dan sesaat).
Menurut definisi ini, kenaikan harga yang sporadis bukan dikatakan sebagai inflasi.
Inflasi dapat mempengaruhi distribusi pendapatan, alokasi faktor produksi serta produk
nasional. Efek terhadap distribusi pendapatan disebut dengan equity effect, sedangkan
efek terhadap alokasi faktor produksi dan pendapatan nasional masing-masing disebut
dengan efficiency dan output effects (Nopirin, 2000).
1. Efek terhadap Pendapatan (Equity Effect).
Efek terhadap pendapatan sifatnya tidak merata, ada yang dirugikan tetapi ada pula
yang diuntungkan dengan adanya inflasi. Seseorang yang memperoleh pendapatan tetap
akan dirugikan oleh adanya inflasi. Demikian juga orang yang menumpuk kekayaannya
dalam bentuk uang kas akan menderita kerugian karena adanya inflasi. Sebaliknya,
pihak-pihak yang mendapatkan keuntungan dengan adanya inflasi adalah mereka yang
memperoleh kenaikan pendapatan dengan prosentase yang lebih besar dari laju inflasi,
atau mereka yang mempunyai kekayaan bukan uang di mana nilainya naik dengan
24
prosentase lebih besar dari pada laju inflasi. Dengan demikian inflasi dapat
menyebabkan terjadinya perubahan dalam pola pembagian pendapatan dan kekayaan
masyarakat.
2. Efek terhadap Efisiensi (Efficiency Effects).
Inflasi dapat pula mengubah pola alokasi faktor-faktor produksi. Perubahan ini dapat
terjadi melalui kenaikan permintaan akan berbagai macam barang yang kemudian dapat
mendorong terjadinya perubahan dalam produksi beberapa barang tertentu. Dengan
adanya inflasi permintaan akan barang tertentu mengalami kenaikan yang lebih besar
dari barang lain, yang kemudian mendorong terjadinya kenaikan produksi barang
tertentu.
3. Efek terhadap Output (Output Effects).
Inflasi mungkin dapat menyebabkan terjadinya kenaikan produksi. Alasannya dalam
keadaan inflasi biasanya kenaikan harga barang mendahului kenaikan upah sehingga
keuntungan pengusaha naik. Kenaikan keuntungan ini akan mendorong kenaikan
produksi. Namun apabila laju inflasi ini cukup tinggi (hyper inflation) dapat mempunyai
akibat sebaliknya, yakni penurunan output.
Dalam keadaan inflasi yang tinggi, nilai uang riil turun dengan drastis, masyarakat
cenderung tidak mempunyai uang kas, transaksi mengarah ke barter, yang biasanya
diikuti dengan turunnya produksi barang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
tidak ada hubungan langsung antara inflasi dan output. Inflasi bisa dibarengi dengan
kenaikan output, tetapi bisa juga dibarengi dengan penurunan output.
25
Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Kemiskinan
Pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu syarat tercapainya pembangunan ekonomi,
namun yang perlu diperhatikan tidak hanya angka statistik yang menggambarkan laju
pertumbuhan, namun lebih kepada siapa yang menciptakan pertumbuhan ekonomi
tersebut, apakah hanya segelintir orang atau sebagian besar masyarakat. Jika hanya
segelintir orang yang menikimati maka pertumbuhan ekonomi tidak mampu mereduksi
kemiskinan dan memperkecil ketimpangan, sebaliknya jika sebagian besar turut
berpartisipasi dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi maka kemiskinan dapat
direduksi dan gap antara orang kaya dan orang miskin dapat diperkecil (Todaro dan
Stephen C. Smith, 2006).
Beberapa kecenderungan menunjukkan bahwa kenaikan pertumbuhan ekonomi tidak
memberikan dampak yang signifikan terhadap perbaikan taraf hidup masyarakat miskin
dijelaskan oleh berbagai literatur dan hasil penelitian. Faisal Basri dan Haris Munandar
(2006) dan Ahmad Erani Yustika (2010) misalnya memasukkan masalah ini menjadi
salah satu masalah struktural dalam perekonomian Indonesia yang selama ini tidak
disadari oleh pemerintah dan merupakan ancaman yang berbahaya bagi perekonomian
Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan merupakan indikator penting untuk melihat
keberhasilan pembangunan suatu negara. Setiap Negara akan berusaha keras untuk
mencapai pertumbuhan ekonomi yang optimal dan menurunkan angka kemiskinan. Di
banyak negara di dunia syarat utama bagi terciptanya penurunan kemiskinan adalah
pertumbuhan ekonomi. Namun, kondisi di negara-negara berkembang termasuk
26
Indonesia pertumbuhan ekonomi yang dicapai ternyata juga diiringi dengan munculnya
permasalahan meningkatnya jumlah penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan.
Pengaruh Pengangguran Terhadap Kemiskinan
Pembangunan dilaksanakan mewujudkan kemakmuran masyarakat melalui
pengembangan perekonomian mengatasi berbagai permasalahan pembangunan dan
sosial kemasyarakatan seperti pengangguran dan kemiskinan. Selain pertumbuhan
ekonomi, salah satu aspek penting untuk melihat kinerja pembangunan adalah seberapa
efektif penggunaan sumber-sumber daya yang ada sehingga lapangan kerja dapat
menyerap angkatan kerja yang tersedia. Pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat
berarti produksi barang/jasa yang dihasilkan meningkat. Dengan demikian diperlukan
tenaga kerja semakin banyak untuk memproduksi barang/jasa tersebut sehingga
pengangguran berkurang dan kemiskinan yang semakin menurun.
Upaya menurunkan tingkat pengangguran dan menurunkan tingkat kemiskinan
adalah sama pentingnya. Secara teori jika masyarakat tidak menganggur berarti
mempunyai pekerjaan dan penghasilan, dan dengan penghasilan yang dimiliki dari
bekerja diharapkan dapat memenuhi kebutuhan hidup. Jika kebutuhan hidup terpenuhi,
maka tidak akan miskin. Sehingga dikatakan dengan tingkat pengangguran rendah
(kesempatan kerja tinggi) maka tingkat kemiskinan juga rendah.
Pengaruh Inflasi Terhadap Kemiskinan
27
Bila dikaitkan dengan kemiskinan maka laju inflasi yang meningkat pada gilirannya
akan diikuti oleh peningkatan batas garis kemiskinan sebagai akibat dari peningkatan
laju inflasi akan mendorong terjadinya peningkatan jumlah penduduk miskin bila tidak
diikuti oleh peningkatan daya beli atau peningkatan pendapatan masyarakat terutama
kelompok masyarakat yang berpendapatan rendah.
BPS mencatat angka kemiskinan Indonesia sejak 5 tahun selalu mengalami penurunan,
bisa dilihat bahwa jumlah penduduk miskin dari tahun Maret 2009-Maret 2010 berhasil
turun 1,51 juta menjadi 31,02 juta atau 13,33% orang miskin.Walau mengalami
penurunan, jumlah tersebut masih dianggap tinggi karena melihat kenyataan bahwa
masih banyaknya jumlah masyarakat yang masig menerima subsidi untuk beras RasKin
(Beras Miskin) dari pemerintah.
28
Kondisi di negara berkembang sendiri, banyaknya arus modal asing deras dan mengalir
lancar membanjiri, namun menimbulkan masalah baru yaitu terjadinya ekses likuiditas
valuta asing. Belum lagi dampak inflasi yang terjadi di karena kan volatile food price
yang melanda beberapa negara berkembang yang tidak memiliki sumber daya memadai
untuk mengurangi volatilitas yang secara langsung maupun tidak yang dikarenakan
dampak dari adanya ketidakseimbangan gejolak perekonomian global.
Gambaran sekilas akan risiko terbesar yang dihadapi dunia di tahun beberapa tahun
elakangan ini, adalah kenaikan masalah inflasi yang dipicu dari masalah likuiditas dari
ketidakseimbangan global dan kenaikan harga pangan dan energi.
Tentunya kenaikan inflasi global ini jika dibiarkan akan menurunkan daya beli dan daya
saing perekonomian. Berbagai cara untuk menanggulangi inflasi diserukan, seperti
halnya menaikan suku bunga kebijakan (policy rate) atau kebijakan lain untuk
mengelola terjadinya ekses likuiditas melalui pajak, giro wajib minimum, atau memberi
disentif bagi pemodal jangka pendek. Adapun efek samping negatif dari kebijakan
tersebut, yaitu ketidakseimbangan nilai tukar dan hambatan dalam ekspansi ekonomi.
Indonesia, saat ini sedang menghadapi masalah inflasi yang dinilai mulai memasuki
batas level mengkuatirkan dan haruslah segera dilakukan tindakan nyata. Walau banyak
pakar ekonomi berpendapat bahwa inflasi dapat diatasi dengan menaikan suku bunga
acuan atau BI Rate. Tidak halnya dengan Bank Indonesia, yang belum bersedia untuk
menaikkan angka BI rate dan tetap mempertahankan di kisaran level 6,5%. BI pun
perpendapat inflasi yang terjadi tersebut disebabkan bukan karena faktor moneter,
29
namun bersumber dari gangguan ketersediaan bahan pangan (supply shock) yang
disebabkan anomali cuaca.
Kesejahteraan Indonesia terkait erat dengan masalah keuangan, energi dan
pangan ditambah dengan pentingnya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dan masalah
pengentasan kemiskinan. Indonesia mempunyai banyak potensi untuk bisa
meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang positif dan memuaskan di sehinga bisa
menarik banyak investor untuk berinvestasi.
Untuk masalah pangan dan energi, harus memperhatikan sisi pasokan, yaitu kenaikan
produksi adalah yang paling utama untuk diupayakan dengan biaya yang se-efisien
mungkin. Semua itu diseimbangkan juga dari sisi permintaan, yaitu upaya peningkatan
daya beli dan daya saing yang essensial, kebijakan fiskal dan moneter.
30
BAB III
METODE PENELITIAN
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menggunakan tingkat kemiskinan di Sumatera Utara sebagai variabel
dependen, sedangkan sebagai variabel independen dalam penelitian ini yaitu laju
pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran dan tingkat inflasi. Untukmemperjelas
dan memudahkan pemahaman terhadap variabel-variabel yang akan
dianalisis dalam penelitian ini, maka perlu dirumuskan definisi operasional
sebagai berikut:
Tingkat kemiskinan adalah persentase penduduk yang berada di bawah garis
kemiskinan di masing- masing kabupaten/kota provinsi Sumatera Utara tahun 2008-
2012
(dalam satuan persen), data diambil dari BPS.
Laju Pertumbuhan Ekonomi adalah perubahan PDRB pada tahun t dengan
tahun t-1 atas harga konstan 2000 di masing-masing kabupaten/kota provinsi
Sumatera Utara tahun 2006-2012 (dalam satuan persen), data diambil dari BPS.
Tingkat pengangguran adalah tingkat pengangguran terbuka (TPT) di masing-masing
kabupaten /kota propinsi Sumatera Utara tahun 2006-2012 (dalam satuan persen),data
diambil dari BPS.
Laju inflasi adalah tingkat inflasi di masing-masing kabupaten/kota propinsi Sumatera
Utara tahun 2006-2012 (dalam satuan persen), data diambil dari BPS.
31
3.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yaitu data atau informasi yang
dilakukan oleh pihak lain berupa bahan tulisan yang menunjang dan berhubungan
dengan penelitian ini. Adapun sumber data yang diperoleh dari Sumatera Utara Dalam
Angka terbitan BPS. Selain itu data yang digunakan adalah data kurun waktu (time
series) dari tahun 2006-2012 dan data deret lintang (crosssection) sebanyak 33
kabupaten/kota di Sumatera Utara yang menghasilkan 221 observasi.
Metode Pengumpulan Data
Metode yang dipakai dalam pengumpulan data adalah melalui studi pustaka. Studi
pustaka merupakan teknik untuk mendapatkan informasi melalui catatan, literatur,
dokumentasi dan lain-lain yang masih relevan dengan penelitian ini. Data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dalam bentuk
tahunan dari Badan Pusat Statistik dan situs resmi Bappeda Sumatera Utara.
Metode Analisis
Dalam ilmu ekonomi ketergantungan suatu variabel (variabel terikat) terhadap variabel
lain (variabel bebas) tidak hanya bersifat seketika. Seperti sering suatu variabel bereaksi
terhadap variabel lain dengan suatu selang waktu atau “lag”. Model penelitian yang
digunakan untuk menguji hipotesis penelitian ini adalah dengan model panel data.
Analisis dengan menggunakan panel data adalah kombinasi antara data time series dan
32
data cross section. Dalam model panel data, persamaan model dengan menggunakan
data cross section dapat ditulis sebagai berikut:
Yi = β0 + β1Xi + εi ; i = 1, 2, ..., N............................................... (3.1)
dimana N adalah banyaknya data cross section
Sedangkan persamaan model time series adalah:
Yt = β0 + β1Xt + εt ; t = 1, 2, ...,T................................................. (3.2)
dimana T adalah banyaknya data time series
Oleh karena data panel merupakan gabungan dari time series dan cross section,
maka persamaanya menjadi:
Yit = β0 + β1Xit + εit
i = 1, 2, ..., N; t = 1, 2, ..., T------------------------------------------------- (3.3)
dimana:
N : banyaknya observasi
T : banyaknya waktu
N x T : banyaknya data panel
Pembentukan Model
Spesifikasi model yang digunakan diadaptasi dari beberapa penelitian sebelumnya
dengan melakukan penyesuaian-penyesuaian yang dianggap akan memberikan hasil
yang lebih baik untuk menjelaskan faktor – faktor penentu jumlah penduduk miskin di
Sumatera Utara. Model yang dibangun merupakan suatu fungsi matematis sebagai
berikut:
33
PDM = f ( PEt-1, TPT, INF)…………........................................(1)
Dengan menggunakan pendekatan metode Ordinary Least Square (OLS), fungsi di atas
dispesifikasikan kedalam model ekonometrika, sehingga membentuk persamaan regresi
linear berganda.
PDM=α0+α1PEt-1+α2TPT+α3INF+ μ......................................................(2)
Keterangan
PDM : Jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara (juta jiwa)
PEt−1 : Pertumbuhan ekonomi pada tahun sebelumnya di Sumatera Utara
(persen)
TPT : Tingkat pengangguran terbuka di Sumatera Utara
INF : Inflasi di Sumatera Utara (persen)
α 0 : Constanta (Intercept)
α 1 , α2 , α3 , α 4 : Koefisien Regresi
µ : Faktor Pengganggu (Error Term)
Sehingga bentuk matematika dari hipotesis tersebut adalah:
δ PDMδ PEt−t < 0, artinya jika terjadi kenaikan pada PEt-1 (pertumbuhan ekonomi pada
tahun sebelumnya), maka PDM (jumlah penduduk miskin ) mengalami penurunan,
cateris paribus.
34
δ PDMδ INF > 0, artinya jika terjadi kenaikan pada INF (inflasi), maka PDM (jumlah
penduduk miskin ) mengalami peningkatan, cateris paribus.¿≪¿
δPDMδTPT
<0 ,artinya jika terjadi kenaikan pada tingkat pengangguran,maka PDM
mengalami peningkatan, ceteris paribus
Dari fungsi tersebut dapat dimodifikasi ke dalam model linear dengan spesifikasi
model sebagai berikut:
JPMi =
Dimana :
JPMi = Jumlah Penduduk Miskin, di Sumatera Utara, persen.
PEi = Pertumbuhan Ekonomi, persen.
IPMi = Indeks Pembangunan manusia, persen.
εi = Error Term
3.5.Defenisi Operasional
Untuk memudahkan pemahaman terhadap variabel-variabel yang digunakan dalam
penelitian ini, maka perlu dibuat batasan operasional yaitu sebagai berikut:
Jumlah Penduduk Miskin (JPM) adalah jumlah penduduk yang hidup di bawah
garis kemiskinan berdasarkan data BPS, dihitung dalam persen.
35
Pertumbuhan Ekonomi (PE) adalah porsi dari PDRB atas dasar harga konstan
tahun 2000, berdasarkan publikasi BPS , dalam persen.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) adalah jumlah penduduk usia 15+ yang
tidak bekerja atau menganggur menurut publikasi BPS, dihitung dalam
persentase.
Laju inflasi (INF) adalah tingkat inflasi menurut data inflasi menurut data BPS
dihitung dalam persen.
3.6.Metode Analisis
Mengingat data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data panel, maka untuk
menguji hipotesis digunakan model Efek Tetap dan Efek Random (Greene 2000).
Penjelasan model Efek Tetap dan Efek Random adalah sebagai berikut :
Model Efek Tetap
Dasar Pemikiran bahwa setiap individu observasi memiliki karakteristik masing-
masing, maka model ini memungkinkan adanya intercept yang tidak kontan untuk tiap-
tiap individu. Tetapi model ini memiliki kekurangan di mana tidak dihasilkan satu
estimasi umu (general estimates) karena tidak terdapat general intercept atau
konstantauntuk mewakili seluruh individu. Pada Efek Tetap perbedaan antar individu
dicerminkan oleh intercept atau konstanta, tetapi pada metode Efek Random perbedaan
tersebut diakomodasi oleh error terms masing-masing individu. Metode ini memiliki
keuntungan karena menghilangkan heterodekasitas jika memang ada.
36
Penetapan model yang digunakan, apakah Efek Tetap (Fixed Effect) atau Efek Random
(Random Effect) didasarkan pada uji Hausman (Hausman’s test efspecification model)
yang mengikuti distribusi X2. Hipotesis yang digunakan adalah :
Ho : Estimator random konsisten
Hi : Estimator random tidak konsisten
Apabila Ho diterima, artinya model Efek Random lebih baik digunakan daripada model
Efek Tetap, demikian sebaliknya. Ho diterima /ditolak jika:
X2 hit < X2 tab artinya Ho diterima
X2 hit > X2 tab artinya Ho ditolak
Nilai X2 hit atau nilai Housman (H) diperoleh dari perbedaan nilai koefisien dan kovarian
antara kedua metode . rumusan statistik uji Housman adalah sebagai berikut (Greene
2000) :
H = ( bFE – bRE ) {cov (bFE) – cov (bRE)} ( bFE-bRE)
Dimana:
bFE = Matriks koefisien estimator dari model Efek Tetap
bRE = Matriks koefisien estimator dari model Efek Random
cov (bFE) = Matriks kovarian koefisien estimator dari model Efek Tetap
cov(bRE) = Matriks kovarian koefisien estimator dari model Efek Random
37
Statistik uji Hausman ini mengikuti distribusi chi-square dengan degree offreedom
sebanyak K , di mana k adalah jumlah variabel bebas. Jika nilai statistik Hausman
lebih besar dari nilai kritisnya, maka model yang tepat adalah Efek Tetap. Demikian
pula sebaliknya jika nilai statistik Hausman lebih kecil dari nilai kritisnya, maka model
yang tepat adalah model Efek Random. Selanjutnya, pengolahan data dan sekunder dan
penerapan ketiga metode di ataskan menggunakan program (software) statistik Eviews
versi 5.0.
3.5.Uji Asumsi Klasik dan Signifikansi
Uji serempak (F-test), dimaksudkan untuk menguji pengaruh variabel-variabel
bebas (independent variables) secara bersama – sama (uji serempak) terhadap variabel
terikat (dependent variable). Koefisien determinasi (R2), berguna untuk menguji
kekuatan variabel-variabel bebas dalam menjelaskan variabel terikat.
Uji parsial (t-test), yaitu menguji pengaruh tiap – tiap variabel bebas (secara
parsial) terhadap variabel terikat.
Uji Multikolinearitas, Uji ini berguna untuk mengetahui ada tidaknya hubungan
(korelasi) yang sempurna atau hampir sempurna di antara beberapa atau semua variabel
bebas. Analisis regresi yang baik bilaman a tidak terdapat korelasi antar variabel
bebas.Multikolinearitas dapat dideteksi dengan cara sebagai berikut (Gujarati,2003) :
R2 relatif tinggi (0,70-1,00) tetapi hanya sebagian kecil atau bahkan tidak ada variabel
bebas yang signifikan menurut t-test, maka diduga terdapat multikolinearitas.
38
Koefisien korelasi parsial (r2) relatif tinggi ( lebih tingi dari R2), maka cenderung
terdapat multikolinearitas.
Uji Autokorelasi, meupakan korelasi yang terjad pada error antar serial waktu
(time series), sehingga diperlukan uji autokorelasi ini untuk memastikan model yang
dibangun adalah baik dan representatif. Model analisis yang baik bilamana tidak
terdapat autokorelasi. Mengingat data yang digunakan adalah data panel, maka uji
autikorelasi tidak diperlukan. Ditambah lagi, tidak adanya variabel lag dalam model
penelitian, sehingga uji autokorelasi tidaklah kompeten.
Uji Normalitas, asumsi model regresi linear adalah bahwa faktor pengganggu
atau residual mempunyai nilai rata-rata yang sama dengan nol, tidak berkorelasi dan
mempunyai varian yang konstan. Untuk mengetahui normal atau tidaknya faktor
pengganggu dilakukan dengan J-B tes (Jarque –Bera test). Uji ini menggunakan hasil
estimasi residual dan chiaquare probability distribution yaitu dengan membandingkan
nilai JB hitung = x2 hitung dengan nilai x2 tabel, denagn kriteria :
Bila JB hitung > nilai x2 , maka hipotesis yang menyatakan bahwa residual berdistribusi
normal akan ditolak.
Bila nilai JB hitung < x2 tabel, maka hipotesis yang menyatakan bahwa residual
berdistribusi normal akan diterima.
Linearitas, digunakan untuk melihat apakah spesifikasi model yang digunakan
sudah benar. Untuk menguji linearitas dalam penelitian ini digunakan uji Ramsey Reset
39
(Ramsey Test) yaitu dengan membandingkan nilai F-hitung denngan F-tabel , dengan
kriteria keputusan sebagai berikut :
Jika F hitung > F tabel, maka hipotesis yang menyatakan bahwa spesifikasi model
yang digunakan dalam bentuk linear adalah benar, tidak ditolak.
Jika F hitung < F tabel, maka hipotesis yang menyatakan bahwa spesifikasi model
yang digunakan dalam bentuk fungsi linear adalah benar , ditolak.
DAFTAR PUSTAKA
Ajija, Shochrul R, dkk. 2011. Cara Cerdas Menguasai Eviews. Jakarta: Salemba
Empat.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.
Brown, Charles. 1998. Dampak Pembangunan Ekonomi Terhadap Upaya
Pengentasan Kemiskinan Di Indonesia Periode 1980-2010 (EP-20).
http://skripsi-ilmiah.blogspot.com/2013/02/dampak-pembangunan-ekonomiterhadap_
25.html 75
Ernawati, 2011. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan
Nasional di Indonesia Tahun 2005-2009, Surakarta: USM.
Gujarati, Damodar N dan Porter Dawn C, 2012. Dasar-dasar ekonometrika Edisi 5
buku 2, Jakarta, Salemba Empat.
I Nyoman, dkk, 2010. Relationship Pattern of Poverty and Unemployement in
Indonesia with Bayesian Spline Approach. IJBAS-IJENS Vol: 11.
Imam Sugema, dkk, 2010. The Impact of Inflation on Rural Poverty in Indonesia:an
Econometrics Approach. Euro Journals Publishing, Inc. 2010.
Khabhibi Achmad, 2013. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat
Kemiskinan. Surakarta: USM.
Mudrajad Kuncoro, 2003. Ekonomi Pembangunan: Teori, Masalah dan Kebijakan.
UPP AMP YKPN: Yogyakarta.
Mudrajat Kuncoro, 2010. Masalah, Kebijakan, dan Politik Ekonomika
Pembangunan, Erlangga.
Mankiw Gregory, 2006 Pengantar Ekonomi Makro, Edisi Ketiga, Jakarta ,Salemba
Empat.
Nachrowi, Nachrowi Djalal dan Hardius Usman. 2006. Pendekatan Populer Dan
Praktis Ekonometrika Untuk Analisis Ekonomi Dan Keuangan. Jakarta:
Lembaga Penerbit FE UI
Prasetyo, P.Eko. 2009. Fundamental Makro Ekonomi. Yogyakarta: Beta Offset.
Primawan dkk. 2012, Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Inflasi di
Indonesia Periode 2000-2011. FE UNDIP, Semarang.
Samuelson, Paul A. dan Nordhaus William D. (1996). Makroeknomi. Jakarta:
Erlangga.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Todaro, Michel P. 1995. Ekonomi Untuk Negara-Negara Berkembang, Penerjemah :
Agustinus Subekti, Ed, Jakarta: Bumi Aksara.
Todaro, Michael P. 1997. Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga. Edisi Ke Enam,
Alih Bahasa : Drs. Haris Munandar, M. A., Jakarta: PT Gelora Aksara
Pratama.
Todaro, Michel P. dan Smith S.C. 2006. Pembangunan Ekonomi. Jakarta: Erlangga.
Yanti Nurfitri, 2009. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Inflasi, Dan Tingkat
Kesempatan Kerja Terhadap Tingkat Kemiskinan Di Indonesia Tahun 1999-
2009. Yogyakarta: UPN Yogyakarta.