Metodologi Intermoda Jawa Tengah

58
5.3. METODOLOGI DAN PENDEKATAN 5.3.1. KERANGKA PIKIR Penyusunan rencana transportasi intermoda metropolitan kedungsapur akan menghasilkan suatu rencana induk yang terintegrasi yang akan menjadi acuan dan pedoman dalam penyusunan suatu program penanganan transportasi berdasarkan urutan prioritas pembangunan yang diharapkan. Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu dirumuskan suatu metodologi pendekatan masalah dan penanganannya yang ditekankan pada pengembangan sistem jaringan jalan dan pemberdayaan angkutan umum sebagai komponen sistem transportasi. Pola pikir yang dikembangkan dalam studi ini seperti tampak dalam Gambar. Pembentukan model untuk sistem transportasi dengan menggunakan metode-metode yang baku (seperti metode empat tahap). Model yang dikembangkan dalam sistem transportasi adalah model permintaan dan model sediaan yang akan disimulasikan untuk mengetahui sampai sejauh mana terjadinya keseimbangan antara permintaan ( demand ) dan persediaan (supply). Model permintaan akan menggambarkan karakteristik sistem transportasi yang dalam hal ini lebih dititikberatkan pada jaringan jalan. Sebagai data masukan untuk odel permintaan adalah kompilasi data sekunder yang mencakup data sosio ekonomi, tata guna lahan, data !, data jumlah kendaraan, data angkutan umum, data parkir, dsb serta data primer seperti sur"ai lalu lintas ( traffic counting ), sur"ai #S$, sur"ai %$, sur"ai angkutan umum, parkir, dsb. 2-1

description

metododlogi dan kerangka pikir penyusunan intermoda jawa tengah

Transcript of Metodologi Intermoda Jawa Tengah

BAGIAN : METODOLOGI PEMBUATAN PETA DASAR WILAYAH PERENCANAAN

PAGE 2-1

5.3. METODOLOGI DAN PENDEKATAN

5.3.1. KERANGKA PIKIR

Penyusunan rencana transportasi intermoda metropolitan kedungsapur akan menghasilkan suatu rencana induk yang terintegrasi yang akan menjadi acuan dan pedoman dalam penyusunan suatu program penanganan transportasi berdasarkan urutan prioritas pembangunan yang diharapkan. Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu dirumuskan suatu metodologi pendekatan masalah dan penanganannya yang ditekankan pada pengembangan sistem jaringan jalan dan pemberdayaan angkutan umum sebagai komponen sistem transportasi. Pola pikir yang dikembangkan dalam studi ini seperti tampak dalam Gambar.

Pembentukan model untuk sistem transportasi dengan menggunakan metode-metode yang baku (seperti metode empat tahap). Model yang dikembangkan dalam sistem transportasi adalah model permintaan dan model sediaan yang akan disimulasikan untuk mengetahui sampai sejauh mana terjadinya keseimbangan antara permintaan (demand) dan persediaan (supply). Model permintaan akan menggambarkan karakteristik sistem transportasi yang dalam hal ini lebih dititikberatkan pada jaringan jalan.

Sebagai data masukan untuk odel permintaan adalah kompilasi data sekunder yang mencakup data sosio ekonomi, tata guna lahan, data OD, data jumlah kendaraan, data angkutan umum, data parkir, dsb serta data primer seperti survai lalu lintas (traffic counting), survai RSI, survai HI, survai angkutan umum, parkir, dsb.

Gambar Diagram pola pikir

5.3.2. PENDEKATAN

5.3.2.1. Pendekatan Intersektoral dan Holistik

Pendekatan intersektoral memberikan penekanan pada perencanaan transportasi selalu terkait dengan sektor-sektor lainnya serta mempertimbangkan intergrasi dengan kawasan di sekitarnya (hinterland), kawasan regional, dan kawasan nasional.

Pada pndekatan ini, perencanaan dimulai dengan tahapan diagnosis secara umum di wilayah studi maupun wilayah kajian yang lebih luas. Pada tahapan diagnosis, sisi permintaan distribusi barang dan jasa baik makro dan mikro, dianalisis untuk dibuta pemetaannya, termasuk jenis produk dan skala besaran pada waktu yang akan adatang. Pada sisi produksi, segala sumberdaya pada daerah kajian dianalisis pada aspek kekautan, kelemahan, peluang, dan tantangan yang ada.

Tahapan selanjutnya, analisis dan diagnosis rencana sektoral yang terkait. Lalu kemudian dipadukan antar sektor satu dengan yang lainnya sehingga membentuk satu kesatuan (integrated).

5.3.2.2. Pendekatan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development)

Pembangunan berkelanjutan adalah isu penting bagi setiap negara termasuk indonesia. Keberlanjutan diperhatikan karena setiap pembangunan akan mengkonsumsi sumberdaya yang ada. Konsumsi yang tidak seimbang dengan cadangan yang ada niscaya akan menyebabkan defisit sumberdaya khususnya sumberdaya alam. Dalam tahap ini keberlanjutan dalam pembangunan menemukan titik pentingnya.

Dalam kaitannya dengan perencanaan transportasi, keberlanjutan mendasarkan pada beberapa prinsip berikut ini:

1. Pembangunan didasarkan pada pengembangan potensi lokal yang dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat

2. pembangunan tidak bertentangan dengan sosial budaya masyarakat, namun justru membantu melestarikannya

3. pembangunan tida menurunkan kualitas lingkungan

4. pembangunan didasarkan pada asas optimalisasi sumberdaya yang ada saat ini tanpa mengabaikan sumberdaya generasi berikutnya

5.3.2.3. Pendekatan Pusat Pertumbuhan

Pembangunan tidak mungkin dilakukan merata paa seluruh bagian wilayah dlaam waktu yang sama. Untuk itu, diperlukan adanya pusat pertumbuhan sebagai titik pembangkit pertumbuhan dalam wilayah yang lebih luas. Pusat-pusat aktivitas berikutnya mnyebar di sekitar daerah yang menjadi pusat pertumbuhan. Prinsip-prinsip pendeatan ini adalah:

1. Sistem transportasi direncanakan untuk membantu pergerakan antar aktivitas di daerah pusat pertumbuhan dan pergerakan dari pusat pertumbuhan ke daerah-daerah di sekitarnya secara aman, nyaman dan efisien

2. Sistem transportasi direncanakan untuk dapat merangsang daerah-daerah di sekitar pusat pertumbuhan menjadi pusat-pusat pengembangan wilayah

5.3.3. STUDI PUSTAKA

5.3.3.1. Pemahaman Terhadap Sistem Transportasi

Sistem perkotaan terdiri dari berbagai aktifitas seperti bekerja, sekolah, belanja, dan lain-lain. Aktifitas tersebut mengambil tempat pada sepotong lahan (kantor, sekolah, pabrik, pertokoan, rumah, dan lain-lain). Potongan lahan ini disebut tata guna lahan. Dalam pemenuhan kebutuhan, manusia melakukan perjalanan antar tata guna lahan tersebut dengan menggunakan sistem jaringan transportasi misalnya naik bus, naik kendaraan bermotor. Hal ini menimbulkan arus manusia, kendaraan dan barang (Tamin, O. Z., 1997:50)

Transportasi dan tata guna lahan berhubungan sangat erat sehingga biasanya dianggap membentuk satu land used system. Agar tata guna lahan dapat terwujud dengan baik maka kebutuhan transportasinya harus terpenuhi dengan baik, sistem transportasi yang macet tentunya akan menghalangi tata guna lahannya. Sebaliknya, transportasi yang tidak melayani suatu tata guna lahan akan menjadi sia-sia, tidak termanfaatkan.

Gambar 5.2. Hubungan Tata Guna Lahan dengan Sistem Transportasi

5.3.3.2. Pola dan Sistem Jaringan Jalan

Secara historis bentuk morfologis kota akan mempengaruhi pola jaringan transportasi kota tersebut dan akan membentuk model struktur jaringan jalan tertentu pada kota itu.

Terdapat beberapa bentuk penyebaran pusat-pusat kegiatan kota (tata guna lahan) di perkotaan yang membentuk tipologi suatu kota yaitu :

1. Bentuk kota yang memusat/konsentris (Consentric Pattern)

Bentuk ini biasanya terjadi pada kota-kota kecil dengan hanya satu pusat kegiatan kota (Central Business District/CBD) yang terdiri dari kawasan perkantoran, hotel, pusat perbelanjaan, dll. Di dalam lingkungan CBD ini terdapat kawasan transisi atau kawasan pinggiran (suburb) yang melingkari CBD yang terdiri dari kawasan industri, perdagangan, perumahan, perkebunan, dan persawahan. Sistem jaringan jalan yang sesuai untuk kota kosentris adalah sistem jaringan jalan ring dan radial.

Gambar 5.2. Kota pola konsentris

(Sumber: Catanese, A. J. & James C. S., 1979:240)

2. Bentuk kota tidak memusat/non konsentris (Non Consentric Pattern)

Bentuk kota ini terdapat pada kota kecil / kota transit / kota pantai di mana pada titik tengahnya terdapat satu kawasan kegiatan kota yang terpusat ( CBD ) seperti pada bentuk kota yang memusat. Kemudian secara terpisah, di sekeliling CBD terdapat kawasan industri dan perdagangan. Di samping kawasan itu masih sejajar dengan kawasan industri dan perdagangan terdapat kawasan pemukiman tingkat rendah, selanjutnya yang agak jauh terdapat pemukiman tingkat mewah, perkebunan, dan persawahan. Sistem jaringan jalan yang sesuai untuk kota tidak memusat adalah ring, radial, dan transit.

3. Bentuk kota dengan pusat kegiatan banyak (Multinuclea Pattern)

Kota yang berbentuk seperti ini ada pada kota-kota besar metropolitan yang mempunyai banyak CBD di tiap-tiap zona perkotaan. Dan pada masing-masing CBD tersebut memiliki kawasan tersendiri pula seperti kawasan perdagangan, industri, perumahan mutu rendah, sedang, dan tinggi. Setiap CBD dan kawasannya dihubungkan oleh jaringan arteri primer dan sekunder. Sistem jaringan jalan yang sesuai untuk kota multinuclea adalah ring, radial, transit, dan grid.

Gambar 5.3. Kota pola multinukleus

(Sumber: Catanese, A. J. & James C. S., 1979:240)

Berdasarkan pertimbangan kondisi morfologi, pengembangan fungsi kota dan masalah transportasi yang ada serta pengembangan tata guna lahan kota, maka pola yang diterapkan dalam sistem transportasi Kota Semarang adalah kota multinukleus dengan pola jaringan lingkar dan jari-jari yakni pola menjari dari pusat kota ke arah pinggiran kota dan pola jalan lingkar yang berfungsi sebagai penghubung pola jari-jari tersebut.

5.3.3.3. Pemodelan dan Prakiraan Permintaaan Perjalanan

Salah satu bagian terpenting dari proses perencanaan transportasi perkotaan adalah melakukan analisis permintaan akan transportasi yang merupakan estimasi terhadap permintaan pelaku perjalanan akan prasarana atau sarana dan pelayanan transportasi. Pemodelan transportasi perkotaan mencakup prakiraan jumlah perjalanan yang terjadi dalam wilayah perkotaan berdasarkan jenis perjalanan, waktu perjalanan, pasangan asal tujuan perjalanan, moda kendaraan yang digunakan dan rute perjalanan yang dipilih dari sistem transportasi yang ada. Produk akhir dari pemodelan ini adalah serangkaian prediksi kendaraan pada ruas-ruas jalan/transit di dalam jaringan transportasi. Masukan utama model ini adalah aktifitas sistem dan karakteristik sistem transportasi. Model ini dikenal dengan model perencanaan transportasi empat tahap (Alvinsyah & S. Soehodo, 1997) yang terdiri dari bangkitan perjalanan (trip generation), distribusi perjalanan (trip distribution), pemilihan moda (mode choice) dan pembebanan lalu lintas (traffic assignment).

5.3.3.4. Bangkitan Perjalanan (Trip Generation)

Bangkitan perjalanan/pergerakan adalah banyaknya perjalanan yang ditimbulkan oleh suatu zona atau daerah per satuan waktu, misal kendaraan per jam. Jumlah perjalanan bergantung pada kegiatan kota karena penyebab perjalanan adalah adanya kebutuhan manusia untuk melakukan kegiatan interaksi dan mengangkut barang kebutuhannya (Warpani, S., 1990).

Menurut Tamin (1997:95), perjalanan berdasarkan waktu biasanya dikelompokkan menjadi pergerakan pada jam sibuk dan pada jam tidak sibuk. Proporsi pergerakan yang dilakukan oleh setiap tujuan pergerakan sangat berfluktuasi atau bervariasi sepanjang hari. Pergerakan pada jam sibuk pagi hari terjadi antara jam 07.00 sampai dengan jam 09.00 dan jam tidak sibuk berkisar antara jam 10.00 sampai dengan jam 12.00. sedang periode jam sibuk sore hari terjadi antara jam 16.00 sampai 18.00 waktu setempat

5.3.3.5. Sebaran Perjalanan

Sebaran / distribusi perjalanan merupakan suatu tahapan dalam permodelan dan peencanaan transportasi setelah tahap bangkitan perjalanan. Tahap ini menghubungkan interaksi antara tata guna lahan, jaringan transportasi, dan arus lalu llintas (aktifitas) yang dapat mempengaruhi fenomena transportasi. Pola spasial arus lalu lintas adalah fungsi dari tata guna lahan dan sistem jaringan transportasi.

Perjalanan dari zona i ke j

Gambar 5.4. Sebaran perjalanan

Pola pergerakan atau sebaran pergerakan dapat digambarkan dengan garis keinginan perjalanan (Desire Line). Garis keinginan menunjukkan gambaran pergerakan yang terjadi, meskipun terdapat kekurangannya yaitu tidak tepatnya informasi arus pergerakan (besar arus pergerakan hanya dinyatakan dengan tebal garis keinginan).

Gambar 5.5. Garis keinginan perjalanan (Desire line) pola sebaran penduduk

5.3.3.6. Pemilihan Moda

Pemilihan moda transportasi antara zona A ke zona B didasarkan pada perbandingan antara berbagai karakteristik operasional moda transportasi yang tersedia (misalnya waktu tempuh, tarif, waktu tunggu, dan lain-lain). Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan moda dapat dibedakan menjadi 3 kategori yaitu :

a. Ciri perjalanan/pergerakan

Ada dua faktor yang termasuk dalam kategori ini yaitu :

Jarak perjalanan, mempengaruhi orang dalam menentukan pilihan moda melalui lama perjalanan yang ditempuh Tujuan perjalanan, mempengaruhi pemilihan moda karena ada keterkaitan antara jumlah pemakai angkutan umum dan tujuan perjalanan.

b. Ciri pelaku perjalanan

Sejumlah faktor penting yang termasuk dalam kategori ini adalah yang berkaitan dengan ciri sosial ekonomi keluarga pelaku perjalanan termasuk tingkat penghasilan, kepemilikan kendaraan, struktur dan besarnya keluarga, kerapatan pemukiman, macam pekerjaan, dan lokasi tempat pekerjaan. Meskipun dalam menentukan pilihan moda semua faktor ini dapat dibahas secara terpisah, pada prakteknya mereka saling berkaitan.

c. Ciri sistem transportasi

Derajat layanan yang ditawarkan oleh berbagai moda angkutan adalah faktor yang patut diperhitungkan pengaruhnya pada pemilihan moda angkutan. Di lain pihak, waktu perjalanan dan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk angkutan umum maupun pribadi juga berpengaruh pada pilihan moda angkutan. Pengertian lain ciri ini dikategorikan menjadi dua yaitu :

1) Faktor kuantitatif

Waktu perjalanan: waktu menunggu di pemberhentian bus, waktu berjalan kaki ke pemberhentian bus, waktu selama bergerak, dan lain-lain.

Biaya transportasi (tarif, biaya bahan bakar, dan lain-lain).

Ketersediaan ruang dan tarif parkir.

2) Faktor kualitatif, cukup sukar menghitungnya, meliputi kenyamanan dan keamanan, keandalan, keteraturan, dan lain-lain.

Model Multinomial Logit Sebagai Model Pemilihan Moda: Model pemilihan moda bertujuan untuk mengetahui proporsi orang yang akan menggunakan setiap moda misalnya moda angkutan pribadi dan angkutan umum.

5.3.3.7. Pembebanan Perjalanan

Pembebanan lalu lintas adalah suatu proses dimana permintaan perjalanan (yang didapat dari tahap distribusi) dibebankan ke rute jaringan jalan yang terdiri dari kumpulan ruas-ruas jalan. Tujuan penggunaan model adalah untuk mendapatkan arus di ruas jalan dan/ atau total biaya perjalanan di dalam jaringan yang ditinjau. Dibandingkan tahap-tahap lainnya, dalam tahap ini terjadi interaksi langsung antara permintaan dan sediaan, yang hasilnya dapat dijadikan sebagai ukuran dalam penilaian, kinerja jaringan jalan akibat adanya perubahann permintaan dan / atau sediaan.

5.3.4. Karakteristik perjalanan

Menurut Alvinsyah & S. Soehodo (1997) terdapat dua faktor penting yang mempengaruhi karakteristik perjalanan yaitu panjang perjalanan dan maksud perjalanan.

a. Panjang perjalanan

Panjang suatu perjalanan memiliki pengaruh terhadap pelaku perjalanan dalam pemilihan moda.

b. Maksud perjalanan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa ada suatu hubungan antara jumlah orang yang menggunakan angkutan umum dengan maksud perjalanan. Perjalanan dari rumah (homed-based) secara umum menunjukkan jumlah pengguna angkutan umum lebih banyak daripada perjalanan tidak dari rumah (homed-based), begitu pula untuk perjalan ke sekolah dan bekerja (homed based school and work) menunjukkan penggunaan angkutan umum lebih banyak daripada perjalan berbelanja (homed based shopping). Hal ini dapat dijelaskan dengan fakta bahwa kendaraan bermotor penting untuk beberapa jenis perjalanan.

5.3.5. Karakteristik Pelaku Perjalanan

Alvinsyah & S. Soehodo (1997) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor penting yang mempengaruhi karakteristik pelaku perjalanan yaitu :

a. Tingkat pendapatan

Penggunaan kendaraan pribadi untuk melakukan perjalanan tergantung pada kemampuan seseorang untuk membeli dan memeliharanya, sehingga kepemilikan sepeda motor atau mobil merupakan suatu funngsi dari tingkat pendapatan dan oleh sebab itu pendapatan memiliki pengaruh terhadap pemilihan moda.

b. Kepemilikan kendaraan

Kepemilikan kendaraan merupakan faktor yang paling penting pengaruhnya terhadap pemilihan moda. Rumah tangga tanpa kendaraan pribadi menghasilkan bangkitan perjalanan yang lebih rendah daripada yang memiliki kendaraan.

c. Kepadatan dari pengembangan tempat tinggal

Dari penelitian sebelumnya diketahui bahwa dengan berkurangnya kepadatan rumah tangga, maka penggunaan angkutan umum berkurang pula. Hal ini disebabkan oleh kepadatan yang berkurang akan mengurangi potensi demand bagi pengguna angkutan umum.

d. Faktor sosial ekonomi lainnya

Ukuran keluarga, struktur jenis kelamin dari keluarga, proporsi wanita yang telah berumah tangga dan jenis pekerjaan kepala rumah tangga merupakan faktor-faktor penting lainnya yang mempengaruhi pemilihan moda.

5.3.6. Karakteristik Moda Angkutan Penumpang

5.3.6.1. Moda Angkutan Pribadi

Dinamakan moda angkutan pribadi karena fungsinya sebagai pengangkut bagi pemiliknya semata (atau orang yang diijinkan oleh pemiliknya), dan bukan untuk keperluan pengangkutan secara umum. Ciri yang paling mencolok dari moda angkutan pribadi adalah jumlah pengangkutan yang terbatas, jalur yang fleksibel dan tidak menggunakan jadwal waktu. Disebut fleksibel, karena angkutan pribadi tidak dibatasi oleh suatu rute yang dikaitkan dengan trayek.

Beberapa jenis moda angkutan pribadi (darat) yang saat ini ada misalnya mobil (sedan, jeep, SUV, MPV, dsb), sepeda motor, sepeda, dsb. Tabel 2.1 secara sekilas menjelaskan berbagai ciri-ciri, kelebihan dan kekurangan berbagai moda tersebut.

Tabel 5.1. Karakteristik beberapa moda angkutan pribadi

No.Jenis

Kendaraan PribadiKarakteristikKelebihanKekurangan

1.MobilKendaraan bermesin motor, be-roda empat atau lebih, daya muat rata-rata 5 orang, bahan bakar bensin atau solar. Menawarkan kenyamanan, kecepatan, keamanan, prestise, daya muat yang lebih besar, dsbBiaya operasional lebih tinggi, kebutuhan ruang parkir lebih besar, kurang fleksibel di jalan-jalan yang sempit, dsb

2.Sepeda MotorKendaraan bermesin motor, be-roda dua, daya muat rata-rata 3 orang, bahan bakar bensin.Menawarkan fleksibilitas yang tinggi, kecepatan, biaya operasional lebih kecil, kebutuhan ruang parkir kecil, praktis, dsbKurang nyaman, tingkat keamanan rendah, daya muat kecil ( 3 orang), dsb

3.SepedaKendaraan tak bermotor, be-roda 2 atau 3, daya muat rata-rata 2 orang, tidak menggunakan bahan bakar bensin atau solar, dikayuh secara manual.Menawarkan fleksibilitas yang tinggi, biaya operasional sangat kecil, kebutuhan ruang parkir sangat kecil, praktis, dsbKurang nyaman, tingkat keamanan rendah, daya muat sangat kecil ( 2 orang), kecepatan rendah, dsb

Sumber: Dinas Perhubungan Kota Palembang & Pustral UGM, 2002

Dalam pemakaian kendaraan pribadi (bermotor), pengguna akan dibebani oleh biaya operasional kendaraan (BOK). BOK umumnya terdiri dari biaya BBM, suku cadang, perawatan, biaya penyusutan dan biaya asuransi. dan Pada umumnya, biaya yang ditanggung oleh pengguna kendaraan pribadi (yang bermotor) lebih tinggi dibanding moda angkutan umum. Hal ini disebabkan oleh biaya operasional kendaraan (BOK) pribadi ditanggung secara langsung oleh penggunanya. Sementara pada angkutan umum, BOK ditanggung secara tidak langsung oleh penumpang secara bersama-sama. Perbedaan perbandingan jumlah penanggung biaya inilah yang menyebabkan penggunaan kendaraan pribadi lebih mahal.

5.3.6.2. Moda Angkutan Umum

Dinamakan moda angkutan umum karena fungsinya sebagai pengangkutan orang secara umum. Ciri yang paling umum dari moda angkutan umum (kecuali beberapa jenis angkutan khusus seperti taxi) adalah jumlah pengangkutan yang besar, jalur yang ditentukan dan menggunakan jadwal waktu (time table). Ciri lain dari angkutan umum adalah adanya tarif yang merupakan biaya yang dikenakan oleh operator angkutan umum kepada pengguna angkutan umum.

Tabel 5.2. Karakteristik beberapa moda angkutan umum

No.Jenis

Kendaraan PribadiKarakteristikKelebihanKekurangan

1.BusKendaraan bermesin motor, be-roda empat atau lebih, daya muat rata-rata 24 orang, bahan bakar solar.Daya muat besar, kecapatan tinggi, keamanan cukup, cocok untuk trayek jarak jauh, dsbBiaya operasional tinggi, kebutuhan ruang parkir sangat besar, kurang fleksibel di jalan-jalan yang perkotaan sempit, dsb

2.MinibusKendaraan bermesin motor, be-roda empat atau lebih, daya muat rata-rata 16 orang, bahan bakar solar.Daya muat sedang, keamanan sedang, biaya operasional lebih rendah, dsbKebutuhan ruang parkir masih cukup besar, kurang fleksibel di jalan-jalan yang perkotaan, tidak cocok untuk trayek jarak jauh, dsb

3.Mobil AngkutanKendaraan bermesin motor, be-roda empat atau lebih, daya muat rata-rata 12 orang, bahan bakar bensin. Lebih fleksibel untuk jalan-jalan yang lebih kecil sehingga daya jangkaunya lebih besar dibanding bus, biaya operasioanl kendaraan lebih rendah, kebutuhan parkir lebih kecil dsb.Daya muat lebih kecil, tidak cocok untuk trayek jarak jauh, kurang nyaman, dsb.

4.TaxiKendaraan bermesin motor, be-roda dua, daya muat rata-rata 3 orang, bahan bakar bensin.Menawarkan fleksibilitas yang tinggi, kecepatan, biaya operasional lebih kecil, kebutuhan ruang parkir lebih kecil, praktis, kenyamanan tinggi, keamanan tinggi, dsbBiaya tarif lebih mahal, tidak tersedia di semua tempat, daya muat terbatas, dll.

Sumber: Dinas Perhubungan Kota Palembang & Pustral UGM, 2002

Beberapa jenis moda angkutan umum (darat) yang saat ini ada misalnya bus (50 seats, 24 seats), minibus (16 seats), mobil angkutan (12 seats), taxi (4 seats), dsb. Sebagai tambahan juga dikenal angkutan tanpa trayek seperti dokar, becak, ojek, dsb. Tetapi karena angkutan tersebut tidak melayani rute dalam kota, maka seringkali pembahasannya tidak disertakan dalam sistem angkutan umum penumpang kota. Tiap moda memiliki karakteristik, kelebihan dan kekurangannya masing-masing yang berbeda antara satu dengan lainnya. Tabel 2.2 secara sekilas menjelaskan berbagai ciri-ciri, kelebihan dan kekurangan berbagai moda tersebut.

Dari semua jenis moda angkutan umum (kecuali angkutan khusus seperti taxi), kelemahan yang mencolok adalah masalah waktu tempuh bagi pengguna yang lebih lama dibanding jika menggunakan kendaraan pribadi. Hal ini disebabkan oleh banyaknya waktu yang terbuang atau hilang selama operasional angkutan umum seperti waktu untuk menunggu penumpang (waiting time), waktu menaikan dan menurunkan penumpang (boarding and lighting time), waktu antrian (queuing time), dsb. Semua waktu tersebut akan menyebabkan penambahan waktu tempuh (travel time) penumpang dari asal ke tujuan, yang mengakibatkan kerugian tersendiri dari sisi nilai waktu (time value).

Nilai waktu sendiri merupakan besaran waktu yang dikonversikan kedalam biaya. Nilai waktu umumnya dipengaruhi oleh beberapa hal seperti biaya operasional kendaraan (BOK), biaya keuntungan atau kerugian pengguna, dsb.

5.3.7. Sistem Angkutan Umum Penumpang dalam Kota

5.3.7.1. Pengertian

Pengertian angkutan umum penumpang adalah angkutan umum yang dilakukan dengan sistem sewa atau bayar (Wells, G. R., 1993). Sedangkan hakikat dari angkutan umum adalah angkutan yang dinilai lebih efisien dalam mengangkut orang dengan jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan penggunaan angkutan pribadi (Wells, G. R., 1993).

5.3.7.2. Tujuan dan Pelayanan Angkutan Umum

Tujuan mendasar dari keberadaan angkutan umum penumpang adalah menyelenggarakan pelayanan yang baik meliputi pelayanan yang aman, teratur, cepat, murah, nyaman, mudah diperoleh (frekuensi tinggi), menyenangkan dan bermartabat.

Pelayanan angkutan umum secara fundamental terdiri dari tiga komponen aktifitas operasional atau tiga tahapan kegiatan (Wells, G. R., 1993), yaitu: 1) Tahapan pengumpulan (Collection), merupakan proses awal dari akumulasi penumpang berada di kendaraan. Pada bagian ini diperlukan akses yang tinggi, melalui daerah tangkapan penduduk seperti daerah perumahan, pemukiman, perdagangan, maupun pendidikan. Karakteristik operasinya adalah sering berhenti untuk menaikkan penumpang, berpenetrasi ke kawasan pemukiman atau perumahan; 2) Tahap pengangkutan (Line Haul), adalah tahap membawa penumpang ke tempat tujuan atau jalur pengangkutan. Karakteristik operasinya adalah bergerak dengan kecepatan relatif tinggi, melakukan perhentian sedikit mungkin; dan 3) Tahap penyebaran, merupakan bagian penyebaran para penumpang di tempat tujuan masing-masing, yang merupakan kebalikan dari tahap pengumpulan penumpang. Karakteristik operasinya adalah melakukan perhentian tetapi tidak terlalu sering. Kepentingan yang diutamakan adalah penetrasi yang maksimal ke kawasan perbelanjaan dan tempat kerja.

5.3.7.3. Parameter Pelayanan Angkutan Umum

Parameter yang dapat menggambarkan pelayanan angkutan umumnya ada 5 hal yaitu: 1) Kapasitas angkutan umum penumpang yang terdiri dari kapasitas total (Cv) adalah jumlah dari banyaknya tempat duduk (m) dan jarak antar tempat duduk (m) dan kapasitas tempat duduk (m) adalah besaran yang menunjukan jumlah tempat duduk (m) yang tersedia di dalam angkutan umum penumpang, 2) Frekuensi, merupakan besaran yang menunjukkan banyaknya angkutan yang melewati suatu titik pada suatu lajur selama satu waktu, 3) Panjang trayek, 4) Waktu Tempuh, 5) Produktifitas, merupakan kerja dari sebuah kendaraan setiap satuan waktu selama masa pelayanan dan 6) Reliabilitas, adalah kemampuan/ketersediaan angkutan umum untuk melayani penumpang baik itu jumlah kendaraan, jumlah trayek, maupun jenis kendaraan yang ada saat ini.

5.3.7.4. Pola Rute Angkutan Umum

Pola dan tipe angkutan umum penumpang di perkotaan sangat dipengaruhi oleh pola perjalanan penduduknya karena pembentukan sistem angkutan umun penumpang sangat membutuhkan informasi potensi permintaan jasa pelayanan angkutan umum penumpang dari penduduk kota.

Potensi permintaan jasa pelayanan angkutan umum penumpang kota dapat ditaksir dari karakteristik pergerakan penduduk kota yang ada, khususnya dari captive user yang terpaksa menggunakan moda lain karena tidak ada atau terbatasnya pelayanan angkutan umum penumpang yang ada.

Rute perjalanan penduduk di perkotaan dibedakan menjadi lima bagian dengan menekankan pada wilayah asal dan tujuannya. Pembagian tersebut meliputi: 1) Perjalanan radial menuju ke pusat kegiatan kota, 2) Perjalanan keliling yang menghubungkan aktifitas-aktifitas pinggiran kota, 3) Perjalanan di dalam pemukiman, 4) Perjalanan di pusat-pusat kegiatan kota, dan 5) Perjalanan yang menghubungkan pusat-pusat aktifitas khusus seperti bandara, kawasan pendidikan, serta kawasan rekreasi.

5.3.7.5. Trayek

Trayek adalah lintasan pergerakan angkutan umum yang menghubungkan titik asal ke titik tujuan dengan melalui rute yang ada. Sedangkan rute adalah jaringan jalan atau ruas jalan yang dilalui untuk mencapai titik tujuan dari titik asal. Jadi dalam suatu trayek akan mencakup beberapa rute yang dilalui.

Menurut Keputusan Walikota Semarang No.551.2/214/1998, pelayanan angkutan umum dengan kendaraan umum terbagi dalam trayek tetap dan teratur yang dilaksanakan dalam jaringan trayek, yang terdiri dari: 1) Trayek utama, 2) Trayek cabang, 3) Trayek ranting, dan 4) Trayek permukiman.

Sesuai dengan surat keputusan tersebut, trayek utama dan trayek cabang dilayani oleh kendaraan bus dan minibus. Sedangkan trayek ranting dan trayek pemukiman dilayani oleh mobil penumpang (angkot).

5.3.8. METODE SURVAI

5.3.8.1. Kebutuhan Data

a. Data Sekunder

Data-data sekunder yang dibutuhkan dalam studi ini setidaknya terdiri dari:

Data ruas jalan di Kedungsapur

1) Data peta jaringan jalan

2) Data V/C rasio eksisting ruas jalan

3) Data lalu lintas harian rata-rata (LHR) di tiap ruas jalan (jalan arteri, kolektor, lokal)

Data Angkutan Umum

1) Data kondisi fisik terminal di kedungsapur

2) Data jumlah penumpang angkutan umum rata-rata (harian, bulanan, tahunan) di terminal

3) Data okupansi rata-rata angkutan umum untuk semua trayek di Kedungsapur

4) Data trayek angkutan umum (AKAP, AKDP, Angkutan Kota/Desa) dan jumlah armadanya

5) Data angkutan khusus (taksi, travel, dsb)

6) Data parkir kendaraan pribadi di terminal

7) Data kedatangan dan keberangkatan angkutan umum rata-rata di terminal

Data Angkutan Rel

1) Data stasiun di kedungsapur

2) Data jumlah penumpang di stasiun rata-rata (harian, bulanan, tahunan)

3) Data jadwal kedatangan dan keberangkatan kereta api

4) Data okupansi rata-rata kereta api

5) Peta jaringan rel di Kedungsapur

6) Data parkir di stasiun

Data Angkutan Udara

1) Data kondisi bandara

2) Data kedatangan dan keberangkatan pesawat di Bandara

3) Data Okupansi rata-rata pengangkutan udara

4) Data jumlah penumpang angkutan udara rata-rata di bandara (harian, bulanan, tahunan)

5) Data jumlah pengangkutan barang di bandara

6) Data parkir di bandara

Data Angkutan Laut/Sungai/Danau/Penyeberangan

1) Data jumlah penumpang angkutan laut rata-rata di bandara (harian, bulanan, tahunan)

2) Data jumlah kedatangan kapal di pelabuhan laut

3) Data jumlah pengangkutan barang di pelabuhan laut

4) Data okupansi rata-rata kapal di pelabuhan laut

5) Data parkir di pelabuhan laut

Data Sosial, Ekonomi, lahan

1) Data sosek Jateng

2) Data jumlah kepemilikan kendaraan di wilayah Kedungsapur

3) Data jumlah penduduk di wilayah Kedungsapur

4) Data pendapatan penduduk

5) Data Data penggunaan lahan di wilayah Kedungsapur

6) Data perekonomian di Kedung sapur

Data Perjalanan

1) Model bangkitan dan tarikan eksisting (jika ada)

2) Data OD eksisting untuk orang dan barang di wilayah kedungsapur

3) Data tingkat penggunaan moda angkutan umum

Data Lingkungan

1) Data kebisingan lalu lintas

2) Data polusi udara

Data Studi Terdahulu dan literatur

1) Studi RTRW Jateng

2) Studi Tatrawil Jateng

3) Studi Tatranas

4) Studi Tatralok Kabupaten dalam lingkup Kedungsapur (jika ada)

5) Studi RTRW Nasional

6) Studi RTRW Jawa Bali

7) Perundang-undangan atau regulasi

8) Rencana Strategis Pengembangan Jalan

9) RPJP Nasional

10) RPJP Provinsi Jateng

11) RPJMD Provinsi Jateng

12) RPJMD Kabupaten dalam Kedungsapur

b. Data Primer

Data-data primer yang dibutuhkan dalam studi ini setidaknya meliputi:

Data lalu lintas ruas jalan

Data jumlah kedatangan dan keberangkatan penumpang di simpul transportasi (terminal, pelabuhanlaut, bandara, stasiun, dsb)

Data parkir

Data Asal-Tujuan (OD) (pembaharuan)

Data okupansi angkutan umum

5.3.8.2. Metode Survai Data

a. Survai Instansional

Survai instansional dilakukan untuk mengumpulkan data-data sekunder sebagaimana telah diuraikan sebelumnya. Diantara daftar instansi yang disurvai meliputi:

Universitas

Perpustakaan Daerah Bina Marga KATARU Bappeda

Dinas Perhubungan

BPS

BPN

BAPEDALDA

BLH

b. Survai Pencacahan Lalu Lintas

Untuk mengumpulkan data lalu-lintas digunakan metode yang umum dipakai yaitu metode traffic counting pada ruas-ruas jalan yang akan diteliti. Tahapan pengumpulan data lalu lintas dengan metode traffic counting adalah sebagai berikut:

Pembagian ruas jalan menjadi beberapa segmen. Umumnya segmen ditentukan berdasarkan simpang-simpang utama

Penentuan titik-titik pencatatan untuk tiap segmen. Untuk jalan luar kota, tiap segmen umumnya cukup disurvai pada satu titik, kecuali ada pertimbangan lain di lapangan seperti variasi lalu lintas yang mencolok di sepanjang segmen (berdasarkan pengamatan visual)

Tiap titik akan diambil data lalu lintas dengan periode minimal selama 1 minggu. Waktu pengambilan per hari minimal 16 jam yang nantinya akan dikonversikan menjadi 24 jam data

Data dicatat untuk tiap 15 menit dengan menggunakan pencatatan manual yang dilakukan oleh surveyor. Jumlah surveyor akan disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan

Pencatatan lalu lintas akan dibedakan atas jenis kendaraan seperti kendaraan berat (trul, bus, dll), kendaraan ringan (sedan, jip, pick up, dll), sepeda motor, kendaraan tak bermotor, dll

Gambar 5.2. Diagram alir survai lalu lintas pada ruas jalan

c. Survai Road Side Interview

Survai road side interview digunakan untuk mengetahui asal tujuan perjalanan kendaraan atau orang secara langsung di lapangan. Survai RSI umumnya dilakukan di titik-titik kordon pada wilayah studi yang ditinjau. Hasil RSI biasanya digunakan sebagai cek terhadap matriks OD.

d. Survai Home Interview

Survai HI digunakan untuk mengetahui karakteristik penduduk dan pola perjalanan yang mereka lakukan. Survai HI dilakukan dengan cara mewancarai penduduk di rumah menggunakan formulir survai yang telah dirancang sebelumnya.

Hasil dari survai HI diantaranya adalah:

Jumlah anggota keluarga

tingkat pendapatan

tingkat kepemilikan kendaraan

jumlah perjalanan

asal tujuan perjalanan

moda yang digunakan

dsb

5.3.9. METODE ANALISIS

5.3.9.1. Penentuan Wilayah Studi dan Sistem Zona

Penentuan Wilayah studi ini tergantung dari perilaku perjalanan akibat tingkat kebutuhan perjalanan dan kebutuhan transportasi. Survei ini dilakukan berdasar atas dasar regional. Daerah studi dari pergerakan yang diteliti dibatasi oleh batas luar (outer cordon). Batas luar yang ditetapkan sedemikian hingga mencakup semua daerah bangunan yang mempengaruhi pola pergerakan seda daerah yang diperkirakan alkan dikembangkan selama masa prakiraan studi. Didalam daerah yang dibatasi oleh batas luar inilah data perjalanan dikumpulkan secara terperinci.

Penentuan wilayah studi ini terlebih dahulu perlu dilakukan beberapa pekerjaan :

a. Penentuan Zona, dilakukan dengan membagi wilayah studi dengan zonezone Lalulintas dalam, sedangkan untuk diluar wilayah studi dibentuk zone luar.

b. Penentuan Garis Tabir (Screen Line), garis tabir (screen line) adalah suatu garis yang membagi daerah studi sedemikian sehingga perjalanan yang memotongnya mudah diukur. Hambatan alam yang menyebabkan kendala berkornunikasi dapat dijadikan sebagai garis tabir, dengan ini dimungkinkan untuk menghitung lalulintas yang memotong garis tabir. Penempatan garis tabir harus sedemikian hingga perjalanan tidak akan memotongnya lebih dari satu kali. Untuk menghindari pergerakan Ialulintas yang kompleks yang mengambil tempat di sektor pusat, garis tabir ditempatkan pada beberapa tempat sehingga memotong semua pergerakan menuju daerah pusat.

c. Penentuan Hirarki Zone, penentuan hierarkhi zone ini dibagi zone dalam dan zone peralihan yang ukuran daerahnya bervariasi menurut tingkat kepadatan.

5.3.9.2. Analisis Kinerja Jaringan Eksisting

Tahapan ini akan melibatkan analisis pemodelan jaringan, kinerja prasarana eksisting, permintaan pergerakan, dsb. Dengan analisis tersebut akan diketahui beberapa hal sebagai berikut:

1) Tingkat pelayanan ruas jalan eksisting

2) Ketepatan model empat tahap dan parameternya untuk analisis kinerja jaringan jalan. Dalam analisis akan dibandingkan antara model empat tahap dengan kondisi riil kinerja ruas jalan. Jika keduanya saling mendekati, dapat dianggap parameter-parameter yang ada sudah cukup sahih (valid)

3) Mengetahui kinerja prasarana eksisting seperti angkutan umum, termina, pelabuhan laut, bandara, stasiun kereta api, lahan parkir, dsb

4) Mengetahui model bangkitan dan tarikan antar internal dan eksternal

5) Mengetahui matriks asal-tujuan

6) Mengetahui pola pemilihan moda masyarakat

7) Mengetahui pola pembebanan jaringan jalan

8) Mengetahui berbagai permasalahan yang ada

5.3.9.3. Perumusan dan Skenario Pemecahan

Pada tahapan ini merupakan tahapan untuk merumuskan skenario yang diajukan sebagai tanggapan terhadap kondisi eksisting setelah dianalisis pada tahap awal. Setidaknya dibutuhkan 2 skenario besar yang seringkali digunakan dalam perencanaan transportasi, yaitu

a. Skenario Do Nothing

Skenario ini digunakan untuk melihat kinerja supply di masa mendatang ketika permintaan meningkat sesuai yang diprediksikan, apabila tidak dilakukan perubahan apapun terhadap kondisi supply eksisting. Kesimpulan dari skenario ini diantara dua kondisi:

1) masih layak, berarti supply eksisting masih mencukupi untuk menampung kondisi mendatang, sehingga tidak dibutuhkan intervensi

2) tidak layak lagi, berarti supply atau demand harus dikenai intervensi sehingga kinerja supply menjadi layak kembali

Jika kondisi kedua terjadi, skenario do something harus diambil.

b. Skenario Do Something

Skenario ini mengasumsikan suatu intervensi akan dilakukan terhadap supply dan atau demand, karena do nothing tidak memenuhi kelayakan. Do something bisa dikenakan dalam beberapa kondisi berikut:

1) intervensi dilakukan hanya terhadap supply

2) intervensi dilakukan hanya terhadap demand

3) intervensi dilakukan baik terhadap supply dan demand

Skenario-skenario tersebut dapat diturunkan lagi dalam berbagai kondisi sesuai kebutuhan. Skenario yang memberikan kinerja terbaik, dianggap sebagai skenario terbaik.

5.3.9.4. Pengajuan Rencana Penanganan dan Pengembangan

Diketahuinya skenario terbaik yang sudah diuji dengan analisis sebelumnya, menjadi dasar bagi pengambilan rencana penanganan dan pengembangan yang lebih terfokus. Rencana penanganan dan pengembangan dapat mencakup supply, demand atau kedua-duanya.

a. Rencana penanganan dan pengembangan supply

Pada umumnya penanganan supply bertumpu pada upaya peningkatan dan pembangunan baru.

1) Peningkatan supply

Peningkatan supply disebut juga manajemen kapasitas. Suatu upaya yang diambil untuk meningkatkan kapasitas fisik dan pelayanan melalui perbaikan kondisi eksisting tanpa atau dengan merubah kondisi aslinya. Dengan peningkatan kapasitas, diharapkan terjadi peningkatan kinerja tanpa harus melakukan pembangunan baru. Dengan demikian, lebih hemat secara pembiayaan.

2) Pengembangan baru

Jika peningkatan supply tidak memberikan perbaikan signifikan terhadap kinerja jaringan atau prasarana, maka pembangunan baru adalah alternatif terbaik. Pada umumnya pembangunan baru memberi dampak yang cukup signifikan bagi kinerja sistem yang menjadi obyek penanganan. Tetapi, pembiayaan yang dikeluarkan untuk pengembangan baru umumnya sangat besar.

b. Rencana penanganan demand

Rencana penanganan demand disebut juga dengan manajemen demand. Manajemen demand mengasumsikan bahwa peningkatan kinerja suatu sistem dapat ditempuh dengan cara mengurangi atau menyesuaikan permintaan yang ada dengan atau tanpa merubah supply yang ada. Manajemen demand dengan demikian bergerak dari sisi pelaku sistem.

Umumnya manajemen demand lebih murah karena tidak membutuhkan provisi fisik. Tetapi dalam pelaksanaannya sangat sulit dikarenakan sifat pelaku transportasi umumnya sangat heterogen, sehingga pengaturannya seringkali menemui banyak kendala.

Menurut Federal Highway Administration dan US Department of Transportation, manajemen demand dapat di tempuh dengan cara:

Pembatasan lalu-lintas merupakan bagian dari manajemen Kebutuhan Lalu-lintas (Demand Management) yang intinya bertujuan :

Meningkatkan efisiensi penggunaan jaringan jalan

Mengurangi variabilitas waktu tempuh

Penghematan energi

Perlindungan lingkungan lalu-lintas

Pengendalian tata guna lahan

Peningkatan income daerah

Persamaan (equity)

Pendekatan pemecahan masalah kemacetan, misalnya, dapat ditempuh dengan mengeliminasi terjadinya akumulasi lalu-lintas melalui cara:

Merubah penggunaan moda perjalanan yang lebih efisien

Hal ini dapat dilakukan dengan cara penggunaan angkutan masal (berokupansi tinggi), pemberlakuan Three- in- one dan pembatasan penggunaan kendaraan pribadi.

Merubah waktu perjalanan

Hal ini dapat dilakukan dengan penggiliran / penjadualan / pendistribusian jam masuk dan pulang kantor dan sekolah, penerapan model road pricing, atau penerapan parking policy

Merubah rute perjalanan

Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan pembatasan rute pada jam tertentu (jam sibuk), dan untuk kendaraan tertentu, menerapkan road pricing atau Parking policy.

Merubah Tujuan perjalanan akhir

Hal ini dapat dilakukan dengan cara rayonisasi sekolah, pembangunan pusat-pusat pelayanan primer dan sekunder, membangun jaringan jalan baru, menerapkan Parking Policy atau Road Pricing.

Merubah keinginan melakukan perjalanan

Hali ini dapat dilakukan dengan menerapkan Road Pricing atau Parking Policy

5.3.10. Dasar-Dasar Analisis Transportasi

5.3.10.1. Pemodelan Empat Tahap

Pemodelan lalu-lintas merupakan suatu proses simulasi untuk mengetahui kinerja jaringan jalan melalui model matematik. Karena proses simulasi, pemodelan merupakan upaya pendekatan terhadap kondisi riil atau eksisting. Untuk itu, kondisi eksisting selalu diperlukan untuk mengecek apakah pemodelan realistis atau tidak.

Untuk melakukan pemodelan lalu-lintas biasanya digunakan diantara dua metode berikut yaitu metode sekuensial (sequential method) dan metode langsung (direct method). Metode sequential biasanya sangat baik untuk jaringan jalan dengan kompleksitas dan cakupan yang luas. Sedangkan untuk jaringan dengan skala kecil, metode langsung merupakan pilihan yang tepat.

Dalam prakteknya dikenal pemodelan dengan cara manual dan dengan bantuan paket automatisasi komputer. Kedua cara tersebut menggunakan konsep yang sama yaitu yang dikenal dengan model empat tahap (four steps model).

a. Model Bangkitan Lalu Lintas

Bangkitan lalu lintas didefinisikan sebagai jumlah pergerakan atau perjalanan yang terbangkitkan oleh suatu peruntukan atau guna lahan per satuan waktu. Besarnya bangkitan perjalanan umumnya tergantung dari jenis peruntukan dan intensitas guna lahannya. Untuk mengetahui besarnya bangkitan guna lahan suatu peruntukan dapat diketahui dengan dua cara yaitu melalui metode stated preference dan revealed preference. Metode stated preference menjaring informasi bangkitan berdasarkan pernyataan langsung pengguna jalan tentang asal tujuan perjalanannya per satuan waktu (biasanya per hari atau dalam seminggu). Sedangkan metode revealed preference menjaring informasi bangkitan dengan cara melakukan traffic counting di pintu akses suatu peruntukan atau fungsi lahan tertentu lalu menganalisisnya dengan.

Data dari metode stated preference biasanya diolah dengan metode regresi atau kategori silang yang nantinya didapatkan hasil berupa pergerakan orang atau kendaraan. Sedangkan data dari revealed preference diolah dengan menggunakan perhitungan-perhitungan dasar volume lalu-lintas. Dari sini tampak bahwa metode revealed preference lebih mudah analisisnya karena lalu-lintas dapat langsung diketahui secara cepat untuk tiap jenis peruntukan. Dan untuk survei bangkitan berbasis peruntukan secara mikro, metode revealed preference lebih disukai. Sedangkan untuk survei bangkitan berbasis kawasan, metode stated preference lebih disukai.

Biasanya besarnya bangkitan dinyatakan dalam satuan kendaraan per hari per satuan luas (Ha). Untuk peruntukan-peruntukan tertentu dimana pejalan kaki memiliki andil cukup besar maka bangkitan juga dapat dinyatakan dalam satuan orang per hari per satuan luas (Ha).

Dengan mengetahui luasan atau intensitas suatu peruntukan lahan maka dapat dihitung besar lalu-lintas yang terbangkitkan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

TRIPlu = DPUT x IluKeterangan:

TRIPlu : jumlah bangkitan peruntukan lahan tertentu

Jika yang dikehendaki adalah bangkitan suatu zona yang terdiri dari beberapa peruntukan lahan yang berbeda, maka besarnya bangkitan merupakan akumulasi dari bangkitan per peruntukan lahan yang dihitung sebagai berikut:

TRIPzone =

Keterangan:

TRIPzone : jumlah bangkitan suatu zona tertentu

b. Model Distribusi Pergerakan

Suatu pergerakan yang terbangkitkan dari suatu jenis guna lahan atau peruntukan tertentu akan didistribusikan menuju tujuan perjalanan yang besarnya sebanding dengan kuatnya tarikan tujuan perjalanan yang dimaksud dan berlawanan dengan biaya (cost) antara asal dan tujuan perjalanan.

Terdapat 2 (dua) metode dasar yang dapat digunakan untuk menghitung distribusi pergerakan dari zona asal ke zona tujuan yaitu metode faktor pertumbuhan dan metode sintetis. Metode faktor pertumbuhan mensyaratkan adanya distribusi eksisting sebagai basis distribusi prediksi. Sedangkan metode sintesis tidak mensyaratkan adanya distribusi eksisting namun membutuhkan besaran fungsi biaya antar asal tujuan.

Diantara yang termasuk dalam metode faktor pertumbuhan adalah metode-metode:

metode faktor tetap

Secara matematis metode faktor tetap dapat dirumuskan seperti dalam persamaan 3.3.

Keterangan:

tij = trip antara asal i dan tujuan j tahun rencana

tij = trip antara asal i dan tujuan j saat ini

E = faktor proporsi

metode faktor rata-rata

Secara matematis metode faktor rata-rata dapat dirumuskan seperti dalam persamaan 3.4.

dimana

Ei = dan Ej =

Keterangan:

tij = trip antara asal i dan tujuan j tahun rencana

tij = trip antara asal i dan tujuan j saat ini

E = faktor proporsi

Pi = trip tahun rencana zona i

pi = trip saat ini zona i

Aj = trip tahun rencana zona j

aj = trip saat ini zona j

metode fratar

Secara matematis metode fratar dapat dirumuskan seperti dalam persamaan 3.5.

dimana

Ei = dan Ej =

Keterangan:

tij = trip antara asal i dan tujuan j tahun rencana

tij = trip antara asal i dan tujuan j saat ini

E = faktor proporsi

Pi = trip tahun rencana zona i

pi = trip saat ini zona i

Aj = trip tahun rencana zona j

aj = trip saat ini zona j

k = total zona

metode furness

Secara matematis metode furness dapat dirumuskan seperti dalam persamaan 3.6.

Keterangan:

tij = trip antara asal i dan tujuan j tahun rencana

tij = trip antara asal i dan tujuan j saat ini

E = faktor proporsi

Pi = trip tahun rencana zona i

pi = trip saat ini zona i

Aj = trip tahun rencana zona j

aj = trip saat ini zona j

Sedangkan yang termasuk dalam metode sintetis adalah:

metode gravitasi

Secara matematis metode gravitasi dapat dirumuskan seperti dalam persamaan 3.7.

dimana

k =

Keterangan:

tij = trip antara asal i dan tujuan j saat ini

f(Zij) = fungsi biaya

Ai = trip tahun rencana zona iAj = trip tahun rencana zona jk = total zona

Bentuk umum dari f(Zij) dinyatakan dalam persamaan (3.13) sampai (3.14).

f(x) = x-( f(x) =

f(x) = e-( metode peluang

Secara matematis metode peluang dapat dirumuskan seperti dalam persamaan 3.8.

Keterangan:

tij = trip antara asal i dan tujuan j saat ini

f(Zij) = fungsi biaya

Pi = trip tahun rencana zona i

Aj = trip tahun rencana zona j

c. Model Pemilihan Moda

Distribusi pergerakan atau perjalanan hanya menggambarkan besarnya perjalanan antara suatu peruntukan tertentu dengan peruntukan lainnya. Untuk mengetahui jenis moda apa yang digunakan untuk melakukan perjalanan, dikembangkan suatu model yaang disebut model pemilihan moda. Model pemilihan moda akan memilah antara pergerakan yang menggunakan kendaraan dan tidak. Dan diantara pengguna kendaraan juga dapat diketahui apakah berupa kendaraan pribadi atau kendaraan angkutan umum.

Untuk mengetahui pilihan moda perjalanan secara empiris diperlukan survey khusus yang dapat menggambarkan hubungan antara pengguna angkutan pribadi dengan faktor-faktor motif pilihan pengguna seperti tingkst kepemilikan kendaraan, pendapatan dan sebagainya.

Pendekatan secara teoritis dapat digunakan untuk memprediksikan pilihan moda bagi pengguna. Salah satunya adalah model logit sebagaimana dinyatakan dalam persamaan berikut:

Keterangan:

Pm : Probabilitas moda m dipilih oleh pengguna

e : bilangan alam (2,9768)

(m : koefisien daya tarik moda m terhadap pilihan pengguna

d. Model Pembebanan Lalu Lintas

Tahap akhir dari pemodelan lalu lintas adalah proses pembebanan besarnya pergerakan atau perjalanan menurut moda tertentu ke dalam jaringan eksisting. Proses pembebanan jaringan ini melibatkan serangkaian data dan asumsi yang harus dipenuhi. Diantara data yang dibutuhkan adalah data fisik dan atribut jaringan jalan serta data-data tambahan yang berkaitan dengan kinerja jaringan jalan dalam suatu kawasan.

Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk melakukan proses pembebanan lalu-lintas diantaranya adalah metode all or nothing, metode keseimbangan pengguna deterministik (determenistic user equilibrium), metode keseimbangan pengguna stokastik (stochastic user equilibrium), dll. Dalam prakteknya metode-metode tersebut akan saling melengkapi atau lebih tepatnya digunakan secara sekuensial.

Untuk tujuan praktis, dapat digunakan salah satu metode yang umum dipakai yaitu metode all or nothing dengan model probabilistic MCR (minimum cost route). Rumus dasar MCR adalah:

Tijr = Tij

Keterangan:

Tijr : jumlah perjalanan dari i ke j melalui rute r

Tij : jumlah perjalanan dari i ke j

(r : koefisien kalibrasi(0 25

Sumber : MKJI tahun 1997

c. Tipe Jalan

Berbagai tipe jalan akan memberikan kinerja yang berbeda pada pembebanan lalu lintas. Berikut ini meruupakan kondisi dasar dari masing-masing tipe jalan berdasar pada MKJI 1997, yang dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan tipe jalan :

1) Jalan dua-lajur dua-arah tidak terbagi (2/2 UD)

Lebar jalur lalu lintas efektif 7 m

Lebar efektif bahu jalan 1,5 m pada masing-masing sisi

Tidak ada median

Pemisah arah lalu lintas : 50 % - 50 %

Tipe alinyemen : Datar

Guna lahan : Tidak ada pengembangan samping jalan

Kelas hambatan samping rendah ( L )

Kelas fungsional jalan : Jalan arteri

Kelas jarak pandang : A

2) Jalan empat-lajur dua-arah tidak terbagi (4/2 UD)

Lebar jalur lalu lintas efektif 14 m

Lebar efektif bahu jalan 1,5 m pada masing-masing sisi

Tidak ada median

Pemisah arah lalu lintas : 50 % - 50 %

Tipe alinyemen : Datar

Guna lahan : Tidak ada pengembangan samping jalan

Kelas hambatan samping rendah ( L )

Kelas fungsional jalan : Jalan arteri

Kelas jarak pandang : A

3) Jalan empat-lajur dua-arah terbagi (4/2 D)

Lebar jalur lalu lintas efektif 2 x 7 m

Lebar efektif bahu jalan 2 m diukur sebagai bahu dalam + bahu luar

Ada median

Pemisah arah lalu lintas : 50 % - 50 %

Tipe alinyemen : Datar

Guna lahan : Tidak ada pengembangan samping jalan

Kelas hambatan samping rendah ( L )

Kelas fungsional jalan : Jalan arteri

Kelas jarak pandang : A

4) Jalan enam-lajur dua-arah terbagi (6/2 D)

Lebar jalur lalu lintas efektif 2 x 7 m

Lebar efektif bahu jalan 2 m diukur sebagai bahu dalam + bahu luar

Ada median

Pemisah arah lalu lintas : 50 % - 50 %

Tipe alinyemen : Datar

Guna lahan : Tidak ada pengembangan samping jalan

Kelas hambatan samping rendah ( L )

Kelas fungsional jalan : Jalan arteri

Kelas jarak pandang : A

d. Kebutuhan Lajur Lalu Lintas

Lajur adalah bagian jalur lalu lintas yang memanjang, dibatasi oleh marka lajur jalan, memiliki lebar yang cukup untuk dilewati suatu kendaraan bermotor sesuai dengan kendaran rencana. Jumlah lajur ditetapkan dengan mengacu pada MKJI berdasarkan tingkat kinerja yang direncanakan, dimana untuk suatu ruas jalan dinyatakan oleh rasio antara volume terhadap kapasitas yang nilainya tidak lebih dari 0,8. Kriteria lebar lajur jalan ideal disajikan pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3 Lebar lajur Jalan Ideal

FungsiKelasLebar Lajur Ideal

(M)

ArteriI3,75

II,III A3,50

KolektorIII A,III B3,00

LokalIII C3,00

Sumber : MKJI tahun 1997

e. Aktivitas Samping Jalan (Hambatan Samping)

Banyaknya aktivitas samping jalan di Indonesia memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap arus lalu lintas bahkan mungkin bisa menimbulkan konflik lalu lintas yang sangat besar. Jenis aktivitas samping jalan yang mempengaruhi arus lalu lintas adalah seperti yang tercantum pada Tabel 5.4.

Tabel 5.4 Jenis aktivitas samping jalan

Jenis aktivitas samping jalanSimbolFaktor bobot

Pejalan kakiPED0,6

Parkir, kendaraan berhentiPSV0,8

Kendaraan masuk + keluarEEV1,0

Kendaraan lambatSMV0,4

Sumber : MKJI 1997

Besarnya hambatan samping dari suatu ruas jalan merupakan jumlah total dari masing-masing aktivitas samping jalan setelah dikalikan faktor bobot masing-masing, sehingga kelas hambatan samping dapat dikategorikan berdasar kelasnya seperti yang tercantum pada Tabel 5.5 berikut:

Tabel 5.5 Penentuan kelas hambatan samping

Frekwensi berbobot kejadianKondisi khususKelas Hambatan samping

< 50Pedalaman, pertanian atau tidak berkembang; tanpa kegiatanSangat rendahVL

50 - 149Pedalaman, beberapa bangunan dan kegiatan di samping jalanRendahL

150 - 249Desa, kegiatan dan angkutan lokalSedangM

250 - 350Desa, beberapa kegiatan pasarTinggiH

> 350Hampir perkotaan, pasar/kegiatan perdaganganSangat tinggiVH

Sumber : MKJI 1997

f. Volume Lalu Lintas

Volume lalu lintas adalah banyaknya kendaraan yang melintas suatu titik di suatu ruas jalan pada interval waktu tertentu yang dinyatakan dalam satuan kendaran atau mobil penumpang (smp).

Beberapa hal yang berhubungan dengan volume lalu lintas yang sering digunakan dalam analisa maupun perhitungan lalu lintas antara lain :

1) Volume lalu lintas per jam merupakan jenis volume yang sering digunakan karena mempunyai akurasi yang tinggi dan dapat mewakili besarnya pergerakan yang terjadi di suatu ruas jalan

2) Volume jam puncak merupakan banyaknya kendaraan yang melewati suatu titik tertentu suatu ruas jalan selama satu jam pada saat terjadi arus lalu lintas yang terbesar dalam satu hari. Volume lalu lintas yang biasanya digunakan untuk analisa maupun perencanaan adalah volume jam puncak

3) Average Annual Daily Traffic ( AADT ) atau lalu lintas harian rata rata tahunan (LHRT ) merupakan volume lalu lintas total dalam satu tahun dibagi jumlah hari dalam satu tahun, dinyatakan dalam satuan kendaraan / hari

4) Average Daily Traffic ( ADT ) merupakan jumlah volume kendaran selama beberapa hari tertentu dibagi dengan banyaknya hari tersebut dinyatakan dalam satuan kendaraan / hari

5) Rate of Flow merupakan nilai ekuivalen dari volume lalu lintas perjam, dimana dihitung dari jumlah kendaraan yang melewati suatu titik tertentu dari suatu lajur atau segmen jalan selama interval waktu kurang dari satu jam, biasanya 15 menit

6) Peak Hour Factor (PHF) merupakan perbandingan antara volume lalu lintas per jam pada saat jam puncak dengan 4 x rate of flow pada saat yang sama (jam puncak)

7) Directional Design Hourly Volume ( DDHV ) atau arus jam rencana merupakan volume lalu lintas perjam dari suatu ruas jalan yang diperoleh dari penurunan besarnya volume lalu lintas harian rata rata

DHV = k x LHRT x D

Keterangan:

DDHV= Arus jam rencana ( kendaran /jam )

LHRT = Volume lalu lintas harian rata rata tahunan (kendaran/hari )

k = Rasio antara arus jam puncak dengan LHRT

D = Koefisien arah arus lalu lintas

8) Ekivalensi mobil penumpang (emp)

Ekuivalen mobil penumpang (emp) adalah faktor dari berbagai tipe kendaraan dibandingkan terhadap kendaraan ringan sehubungan dengan pengaruh terhadap kecepatan kendaraan ringan dalam arus campuran.

Emp ini berfungsi sebagai nilai konversi arus lalu lintas ke dalam satuan mobil penumpang (smp). Nilai emp untuk jalan perkotaan ini berbeda untuk setiap jenis kendaraan tergantung pula pada tipe alinyemen dan arus lalu lintas total sehingga dalam mengkonversi perlu diperhatikan adanya perbedaanperbedaan kondisi tersebut. Dalam menentukan satuan mobil penumpang (smp) untuk jalan dalam kota dibedakan menjadi 4 (MKJI 1997), yaitu :

Kendaraan ringan (meliputi mobil penumpang, mini bus, truck pick up dan jeep)

Kendaraan berat (meliputi truk dan bus)

Sepeda motor

Kendaraan tak bermotor

Nilai konversi jenis kendaraan terhadap satuan mobil penumpang (smp) berdasarkan MKJI 1997 dapat dilihat pada tabel dibawah ini

Tabel 5.6 Emp Untuk Jalan Dua-Lajur Dua-Arah Tak Terbagi (2/2UD)

Tipe AlinyemenArus total

(kend/jam)emp

MHVLBLTMC

Lebar jalur lalu-lintas ( m )

< 6m6 - 8m> 8m

Datar01,21,21,80,80,60,4

8001,81,82,71,20,90,6

13501,51,62,50,90,70,5

(19001,31,52,50,60,50,4

Bukit01,81,65,20,70,50,3

6502,42,55,01,00,80,5

11002,02,04,00,80,60,4

(16001,71,73,20,50,40,3

Gunung03,52,56,00,60,40,2

4503,03,25,50,90,70,4

9002,52,55,00,70,50,3

(13501,92,24,00,50,40,3

Sumber : MKJI 1997

Tabel 5.7 Emp Untuk Jalan Empat-Lajur Dua-Arah 4/2

Tipe AlinyemenArus total ( kend/jam )Emp

Jalan terbagi per arah (kend/jam)Jalan tak terbagi total (kend/jam)MHVLBLTMC

Datar001,21,21,60,5

100017001,41,42,00,6

180032501,61,72,50,8

(2150(39501,31,52,00,5

Bukit001,81,64,80,4

75013502,02,04,60,5

14002500,,//,/l,,k/2,22,34,30,7

(1750(31501,81,93,50,4

Gunung003,22,25,50,3

55010002,92,65,10,4

110020002,62,94,80,6

Sumber : MKJI 1997

Tabel 5.8 Emp Untuk Jalan Enam-Lajur Dua-Arah Terbagi 6/2 D

Tipe AlinyemenArus lalu lintas per arah

(kend/jam)Emp

MHVLBLTMC

Datar01,21,21,60,5

15001,41,42,00,6

27501,61,72,50,8

(32501,31,52,00,5

Bukit01,81,64,80,4

11002,02,04,60,5

21002,22,34,30,7

(26501,81,93,50,4

Gunung03,22,25,50,3

8002,92,65,10,4

17002,62,94,80,6

(23002,02,43,80,3

Sumber : MKJI 1997

g. Pertumbuhan lalu lintas

Untuk memperkirakan pertumbuhan lalu lintas di masa yang akan datang dapat dihitung dengan menggunakan rumus Regresi Linear Sederhana. Data yang akan dicari tingkat pertumbuhannya dijadikan variabel tidak bebas. Dalam hal ini variabel tidak bebasnya adalah LHR (Y). Sedangkan tahun data LHR ( X1) disebut variable bebas, sehingga persamaan dari regresi linear sederhana ini adalah:

Y = a + bX1Dengan a,b sebagai koefisien regresi linear sederhana, kemudian dilakukan pengujian besarnya pengaruh variable bebas (X1) terhadap variable tak bebas (Y) secara berururtan maupun kombinasi sehingga dari perhitungan dapat diketahui beasrnya pengaruh varibel tersebut dengan melihat harga R yang mempunyai batas 1 ( R (1.

h. Kapasitas Jalan

Kapasitas Jalan didefinisikan sebagai arus maksimum suatu titik di jalan yang dapat dipertahankan persatuan jam pada kondisi yang tertentu. Untuk jalan 2-lajur 2 arah, kapasitas ditentukan untuk arus 2 arah ( kombinasi dua arah ). Sedangkan untuk jalan dengan banyak lajur arus dipisahkan per arah perjalanan dan kapasitas ditentukan per lajur. Kapasitas ini dinyatakan dalam satuan mobil penumpang ( smp ).

C = Co x FCw x FCSP x FCSFKeterangan:

C = Kapasitas ( smp / jam )

Co = Kapasitas dasar untuk kondisi ideal ( smp / jam )

FCw = Faktor penyesuaian lebar jalur lalu lintas

FCSP= Faktor penyesuaian pemisahan arah ( hanya untuk jalan tak terbagi )

FCSF = Faktor penyesuaian hambatan samping & bahu jalan dari kerb

Faktor-faktor penyesuaian yang berpengaruh terhadap perhitungan kapasitas disajikan pada tabel berikut :

Tabel 5.9 Kapasitas dasar (Co) Jalan Luar Kota

Tipe jalan / Tipe alinyemenKapasitas dasar Total kedua arah

(smp/jam/lajur)

Empat- lajur terbagi

Datar

Bukit

Gunung1900

1850

1800

Empat-lajur tak-terbagi

Datar

Bukit

Gunung1700

1650

1600

Dua- lajur tak terbagi

Datar

Bukit

Gunung3100

3000

2900

Sumber : MKJI 1997

Tabel 5. 10 Faktor penyesuaian kapasitas akibat hambatan samping jalan luar kota (FCsf)

Tipe jalan

Kelas

hambatan

samping

Faktor penyesuaian untuk hambatan samping (FCsf)

Lebar bahu efektif Ws

0.51,01,5> 2,0

4/2 DVL0,991,001,011,03

L0,960,970,991,01

M0,930,950,960,99

H0,900,920,950,97

VH0,880,900,930,96

2/2 UDVL0,970,991,001,02

4/2 UDL0,930,950,971,00

M0,880,910,940,98

H0,840,870,91

VH0,800,830,880,93

Sumber : MKJI 1997

Tabel 5.11 Faktor penyesuaian akibat lebar jalur lalu lintas (FCw)

Tipe jalanLebar lajur efektif (Wc)

(m)FCw

Empat- lajur terbagiPer lajur

Enam-lajur terbagi3,000,91

3,250,96

3,501,00

3,751,03

Empat- lajur tak- terbagiPer lajur

3,000,91

3,250,96

3,501,00

3,751,03

Dua-lajur tak-terbagiTotal dua arah

50,69

60,91

71,00

81,08

91,15

101,21

111,27

Sumber : MKJI 1997

Tabel 5.12 Faktor penyesuaian kapasitas pemisah arah (FCsp)

Pemisahan arah (sp)

% - %50-5055-4560-4065-3570-30

FCSPDua lajur 2/21,000,970,940,910,88

Empat lajur 4/21,000,9750,950,9250,90

Sumber : MKJI 1997

i. Derajat Kejenuhan

Derajat kejenuhan atau Degree of Saturation (DS) didefinisikan sebagai rasio arus terhadap kapasitas, digunakan sebagai faktor utama dalam penentuan tingkat kinerja simpang dan segmen jalan. Nilai DS menunjukkan apakah segmen jalan tersebut mempunyai masalah kapasitas atau tidak. Rumus yang digunakan adalah:

DS = Q / C

Keterangan :

Q = Volume kendaraan (smp/jam)

C = Kapasitas jalan (smp/jam)

Jika nilai DS ( 0,75 maka jalan tersebut masih layak, tetapi jika DS > 0,75 maka diperlukan penanganan pada jalan tersebut untuk mengurangi kepadatan.

j. Kebutuhan Lajur

1) Lebar Lajur

Yang dimaksud dengan kebutuhan lebar lajur adalah bagian jalan yang direncanakan khusus untuk lintasan satu kendaraan, lajur belok, lajur tanjakan, lajur percepatan/perlambatan dan lajur parkir. Lebar lajur lalu lintas sangat mempengaruhi kecepatan dan kapasitas dari jalan yang ditinjau. Lebar lajur minimum adalah 4,5 meter, memungkinkan dua kendaraan kecil saling berpapasan. Papasan dua kendaraan besar yang terjadi sewaktu-waktu dapat menggunakan bahu jalan.

Berdasarkan Tata Cara Standar Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota tahun 1997 mengenai lebar lajur ideal dan lebar lajur minimum dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5.13 Lebar Lajur Ideal

FungsiKelasLebar Lajur Ideal (m)

ArteriI

II,IIIA3,75

3,50

KolektorIIIA,IIIB3,00

LokalIIIC3,00

Sumber : MKJI 1997

Tabel 5.14 Penentuan Lebar Lajur dan Bahu Jalan

VLHRsmp/hari

ArteriKolektorLokal

IdealMinimumIdealMinimumIdealMinimum

LJ(m)LB(m)LJ(m)LB(m)LJ(m)LB(m)LJ(m)LB(m)LJ(m)LB(m)LJ(m)LB(m)

25.0002nx3,52,52nx3,522nx3,52**)**)--

Sumber : MKJI 1997

Keterangan:

LJ: Lebar Jalur

LB: Lebar Bahu

**): Mengacu pada persyaratan ideal

2nx3,5: 2 lajur terbagi, masing-masing nx3,5 m, dimana n = jumlah lajur perjalur

2) Bahu Jalan

Bahu jalan adalah bagian dari jalan yang terletak di tepi jalur lalu lintas dan harus diperkeras. Dimana fungsi bahu jalan adalah sebagai berikut :

Lajur lalu lintas darurat, tempat dimana berhenti sebentar, dan atau tempat parkir darurat

Ruang bebas samping bagi lalu lintas

Penyangga untuk kestabilan perkerasan lalu lintas

Adapun kemiringan bahu jalan antara 3 % - 5 %. Hubungan bahu jalan dan lebar lajur adalah pada tabel .

3) Jumlah Lajur

Kebutuhan lajur lalu lintas dapat diperoleh dari hasil perhitungan evaluasi nanti karena erat hubungannya dengan kapasitas dan kinerja dari sejumlah segi perencanaan.

4) Evaluasi Kebutuhan Lajur

Pada evaluasi kebutuhan lajur bertujuan untuk mengidentifikasikan lebih jelas tentang ruas jalan yang dievaluasikan, yang nantinya akan kita dapat data-data sepeti penentuan segmen, kondisi lalu lintas dan lingkungan yang ada atau dituju, yang kemudian diolah ke dalam perhitungan berdasarkan MKJI 1997), adapun dalam perhitungan evaluasi lajur ini dipengaruhi oleh dua faktor yaitu :

Menentukan derajat kejenuhan

Kecepatan arus bebas

k. Kecepatan Arus Bebas

Kecepatan arus bebas didefinisikan sebagai kecepatan pada saat tingkat arus nol, sesuai dengan kecepatan yang akan dipilih pengemudi seandainya mengendarai kendaraan bermotor tanpa halangan kendaraan bermotor lain di jalan (yaitu saat arus = 0).

Kecepatan arus bebas lah diamati melalui pengumpulan data lapangan, darimana hubungan antara kecepatan arus bebas dengan kondisi geometrik dan lingkungan telah ditetapkan dengan cara regresi. Kecepatan arus bebas ringan telah dipilih sebagai kriteria dasar untuk kinerja segmen jalan pada saat arus = 0. Kecepatan arus bebas kendaraan berat, menengah, bus berat, truk besar, dan sepeda motor juga diberikan sebagai rujukan. Kecepatan arus bebas mobil penumpang biasanya adalah 10 % - 15 % lebih tinggi dari tipe kendaraan ringan.

Berdasarkan MKJI 1997 persamaan untuk penentuan kecepatan arus bebas mempunyai bentuk umum :

FV = ( Fvo + FVw ) x FFVSF x FFVRC EQ Keterangan:

FV= kecepatan arus bebas ( km/jam ) kendaraan ringan pada kondisi lapangan

FVo= kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan ( km/jam )

FVw= faktor penyesuaian untuk lebar efektif jalur lalu lintas ( km/jam )

FFVSF= faktor penyesuaian untuk kondisi hambatan samping

FFVRC= faktor penyesuaian untuk kelas fungsi jalan

5.3.10.6. PERHITUNGAN KINERJA SIMPANG

a. Kejenuhan lengan simpang

Kejenuhan lengan simpang atau Degree of saturation (DS) adalah perbandingan antara kapasitas (C) simpang terhadap volume yang dapat ditampung oleh lengan simpang (Q). Kejenuhan lengan simpang secara matematik dirumuskan:

DS = Q/C

Keterangan:

DS = degree of saturation

Q= volume kendaraan di lengan (smp/jam)

C = kapasitas lengan (smp/jam)

b. Kapasitas lengan

Kapasitas lengan simpang merupakan kemampuan simpang untuk menampung jumlah kendaraan maksimum menurut kondisi yang masih dapat diterima (reasonable). Secara matematis dirumuskan:

C = S x g/c

Keterangan:

C = Kapasitas

S = rus jenuh (smp/jam hijau)

g = waktu hijau (det)

c = waktu siklus (det)

Arus jenuh (S) dirumuskan sebagai berikut:

S = So x F

Dan

So = 600 x We

Keterangan:

So = arus jenuh dasar (smp/jam)

F = koefisen penyesuaian (ukuran koa (CS), hambatan samping (SF), kelandaian (G), Parkir (P), gerakan membelok (RT, LT)

We = lebar efektif (m)

c. Waktu siklus dan hijau

Waktu siklus merupakan waktu yang dibutuhkan simpang untuk melayani semua lengannya. Dirumuskan:

C = (1,5 x LTI +5) / (1-(FRcrit)

Keterangan:

C = waktu siklus (det)

LTI= lost time per siklus (det)

FR= rasio arus (Q) dengan arus jenuh (So)

FRcrit = Nilai FR tertinggi pada tiap fase

Dan waktu hijau secara matematis dirumuskan:

Gi = (c LTI) x FRcrit / (FRcrit

Keterangan:

Gi = waktu hijau untuk fase ke-I (det)

5.3.10.7. Analisis Dampak Transportasi terhadap Lingkungan

a. Pencemaran udara

Pencemaran udara akibat akumulasi kendaraan dalam lalu lintas dihitung berdasarkan prosentase kandungan gas berbahaya dalam gas buang kendaraan. Prakiraan kualitas udara akibat lalu lintas dapat didekati dengan rumusan sebagai berikut:

C (x,y) =

Keterangan:

C(x,y)= konsentrasi polutan pada posisi x,y

Q/L = emisi persatuan panjang jalan

U =kecepatan angin rata-rata pada arah x (m/det)

Qz =koefisien gansian untuk dispersi vertikal

Z = posisi vertikal

b. Kebisingan transportasi

Kebisingan akibat transportasi dalam kawasan diakibatkan oleh suara kendaraan dalam lalu-lintas. Intensitas kebisingan tersebut dapat diperkirakan dengan rumusan sebagai berikut:

L(i)=LOE+10log(N1/SiT)+ 10log(15/d)1+ ( + ( -13Keterangan:

L(i)=intensitas kebisingan untuk jenis kendaran, dBA

LOE=tingkat emisi rata-rata standar tiap jenis kendaraan, dBA

Sj = kecepatan rata-rata kendaraan, km/jam

T = Waktu eksporasi, jam

( = faktor penahan

( = faktor

d =jarak subyek dengan kebisingan, m

Intensitas kebisingan rata-rata dalam lalu-lintas dengan komposisi mobil penumpang, truk kecil dan truk besar ataun bus dihitung:

L(i) = 10 log (10m + 10tk + 10tb)

Keterangan:

M = kebisingan mobil, dBA

Tk = kebisingan truk kecil, dBA

Tb = kebisingan trul besar, dBA

Gambar 5.3.

Hubungan antara jarak bangunan ke tepi jalan dengan tingkat akumulasi kebisingan

Gambar 5.4.

Hubungan antara volume lalu lintas dengan akumulasi kebisingan

Gambar 5.5.

Hubungan antara waktu konsentrasi lalu-lintas dengan tingkat kebisingan

Gambar 5.6.

Hubungan antara kecepatan kendaraan dengan tingkat kebisingan

Survai lalu lintas tiap segmen

Segmentasi Jalan (berdasarkan simpang)

Metode Survai:

Survai dengan metode pencacahan langsung (traffic counting) secara manual atau dengan alat pneumatic tube

Lama Survei:

Survai dilakukan minimal 1 minggu untuk mendapatkan variasi hari puncak dan hari tidak puncak. Tiap hari dilakukan survai selama 24 jam atau pada jam-jam puncak saja (pagi, siang, dan sore)

Hasil Survai Lalu Lintas terdiri atas komposisi dan distribusi kendaraan tiap unit waktu

Pengolahan hasil survai dengan metode Time Series

Pemilihan rata-rata lalu lintas tertinggi dari semua hari yang disurvai

Unit Waktu Survai:

Unit terkecil waktu survai adalah 15 menit. Dengan demikian data dikelompokan tiap 15 menit dalm formulir survai

Suburb

II

Suburb

I

CBD

Suburb

II

Suburb

I

CBD I

CBD II

Gergaji Lingkar

Gergaji Lurus

Paralel

Organis

BerbanjarI

BerbanjarII

Berlajur I

Berlajur II

Berlajur III

Berlajur miring

emplasemen

Tegak Lurus

_1157769264.unknown

_1157770737.unknown

_1160127474.unknown

_1165078573.unknown

_1165079177.unknown

_1178259122.unknown

_1178260266.unknown

_1165079244.unknown

_1165078678.unknown

_1161312137.unknown

_1160125349.unknown

_1160126544.unknown

_1157770788.unknown

_1157770987.unknown

_1157769557.unknown

_1157769887.unknown

_1157770066.unknown

_1157769839.unknown

_1157769323.unknown

_1157769077.unknown

_1151600940.unknown

_1157768862.unknown

_1151600995.unknown

_1151580095.unknown