Metode Untuk AAS 1

102
LAJU PERTUMBUHAN MIKROALGA PENGHASIL BIOFUEL JENIS Chlorella sp. DAN Nannochloropsis sp. YANG DIKULTIVASI MENGGUNAKAN AIR LIMBAH HASIL PENAMBANGAN TIMAH DI PULAU BANGKA MUHAMMAD REZZA FACHRULLAH SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

Transcript of Metode Untuk AAS 1

Page 1: Metode Untuk AAS 1

LAJU PERTUMBUHAN MIKROALGA PENGHASIL BIOFUEL JENIS Chlorella sp. DAN Nannochloropsis sp.

YANG DIKULTIVASI MENGGUNAKAN AIR LIMBAH HASIL PENAMBANGAN TIMAH DI PULAU BANGKA

MUHAMMAD REZZA FACHRULLAH

SKRIPSI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

Page 2: Metode Untuk AAS 1

RINGKASAN

MUHAMMAD REZZA FACHRULLAH. Laju Pertumbuhan Mikroalga Penghasil Biofuel Jenis Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. yang Dikultivasi Menggunakan Air Limbah Hasil Penambangan Timah di Pulau Bangka. Dibimbing oleh MUJIZAT KAWAROE dan ADRIANI SUNUDDIN.

Penelitian dengan topik kultivasi mikroalga penghasil biofuel jenis Chlorella dan Nannochloropsis dengan menggunakan air limbah tailing timah ini dilakukan pada bulan Februari - April 2011 di Laboratorium PT. TIMAH Tbk. Bangka. Penghitungan kepadatan sel mikroalga menggunakan haemacytometer dan mikroskop. Parameter fisika dan kimia yang diukur meliputi suhu ruangan, salinitas, derajat keasaman (pH), dan kadar logam berat (Pb, Cu, Cd, dan Cr). Analisis yang digunakan meliputi penghitungan kepadatan, laju pertumbuhan spesifik, kapasitas biosorpsi, dan uji validitas Pearson terhadap kualitas air media.

Kultivasi sel Chlorella dan Nannochloropsis dilakukan dengan tiga perlakuan, yaitu kontrol, menggunakan pupuk, dan tanpa pupuk. Perlakuan kontrol menggunakan media kultur non-limbah yang disesuaikan dengan keadaaan optimum pertumbuhan mikroalga dengan kualitas air pH 8 dan salinitas 27‰. Kualitas air media perlakuan limbah logam berat dengan menggunakan pupuk dan tanpa pupuk disesuaikan dengan keadaaan kualitas air di lokasi pengambilan sampel, yaitu dengan pH 6 dan salinitas 37‰.

Kultivasi dengan menggunakan Chlorella memperlihatkan bahwa pada perlakuan kontrol sel memiliki kepadatan maksimum tertinggi sebesar 31×106 sel/ml. Media dengan perlakuan memperlihatkan bahwa Chlorella memiliki kepadatan sel maksimum sebesar 16,72×106 sel/ml, sedangkan media tanpa perlakuan pupuk memiliki kepadatan sel maksimum terendah yaitu sebesar 1,71×106 sel/ml.

Kultivasi dengan menggunakan sel Nannochloropsis memperlihatkan bahwa dengan perlakuan kontrol sel memiliki kepadatan sel maksimum tertinggi sebesar 42,50×106 sel/ml. Media perlakuan pupuk memperlihatkan bahwa sel Nannochloropsis memiliki kepadatan sel maksimum sebesar 9,30×106 sel/ml, sedangkan media tanpa perlakuan pupuk memiliki kepadatan sel maksimum terendah sebesar 1,26×106 sel/ml.

Logam berat Pb, Cu, dan Cd mampu diserap oleh sel Chlorella maupun Nannochloropsis mencapai lebih dari 80%. Nannochloropsis memiliki kapasitas penyerapan logam berat lebih besar dibandingkan Chlorella untuk semua jenis logam, yaitu Pb 99%, Cu 99%, Cd 98,73%, dan Cr 52,63%. Kapasitas serapan terendah sel mikroalga terdapat pada logam berat Cr.

Kultivasi menggunakan media limbah logam berat memperlihatkan bahwa sel Chlorella memiliki daya kemampuan tumbuh yang lebih baik dibandingkan sel Nannochloropsis. Hal tersebut dibuktikan dengan jumlah kepadatan sel maksimum sel Chlorella yang lebih besar mencapai 16,72×106 sel/ml dan 1,71×106 sel/ml untuk media perlakuan pupuk dan tanpa pupuk dibandingkan dengan sel Nannochloropsis. Sebaliknya, sel Nannochloropsis memiliki kapasitas serapan logam berat lebih tinggi dibandingkan sel Chlorella untuk semua jenis logam berat.

Page 3: Metode Untuk AAS 1

LAJU PERTUMBUHAN MIKROALGA PENGHASIL BIOFUEL JENIS Chlorella sp. DAN Nannochloropsis sp.

YANG DIKULTIVASI MENGGUNAKAN AIR LIMBAH HASIL PENAMBANGAN TIMAH DI PULAU BANGKA

MUHAMMAD REZZA FACHRULLAH

SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Ilmu Kelautan pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

Page 4: Metode Untuk AAS 1

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini Saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: LAJU PERTUMBUHAN MIKROALGA PENGHASIL BIOFUEL JENIS Chlorella sp. DAN Nannochloropsis sp. YANG DIKULTIVASI MENGGUNAKAN AIR LIMBAH HASIL PENAMBANGAN TIMAH DI PULAU BANGKA adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan oleh penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.

Bogor, September 2011

MUHAMMAD REZZA FACHRULLAH C54070074

Page 5: Metode Untuk AAS 1

© Hak Cipta milik IPB. Tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

Page 6: Metode Untuk AAS 1

SKRIPSI

Judul Skripsi: Laju Pertumbuhan Mikroalga Penghasil Biofuel Jenis

Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. yang Dikultivasi

Menggunakan Air Limbah Hasil Penambangan

Timah di Pulau Bangka

Nama Mahasiswa: Muhammad Rezza Fachrullah

Nomor Pokok: C54070074

Departemen: Ilmu dan Teknologi Kelautan

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Mujizat Kawaroe, M.Si. Adriani Sunuddin, S.Pi., M.Si. NIP. 19551213199403 2 002 NIP. 19790206 200604 2 013

Mengetahui,

Prof. Dr. Ir. Setyo Budi Susilo, M.Sc. NIP. 19580909 198303 1 003

Tanggal Sidang: 18 Agustus 2011

Page 7: Metode Untuk AAS 1

vii

KATA PENGANTAR

Puji dan rasa syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas

rahmat dan karunianya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang

berjudul “Laju Pertumbuhan Mikroalga Penghasil Biofuel Jenis Chlorella sp.

dan Nannochloropsis sp. yang Dikultivasi Menggunakan Air Limbah Hasil

Penambangan Timah di Pulau Bangka” diajukan sebagai salah satu syarat

untuk mendapatkan gelar sarjana.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada orang tua dan

keluarga. Tidak lupa ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada Ibu

Mujizat Kawaroe selaku dosen pembimbing utama, Ibu Adriani Sunuddin selaku

pembimbing anggota, Bapak Adrianis dan Ibu Henny Kristin selaku pembimbing

lapang dan juga yang telah memberikan izin tempat untuk melakukan kegiatan

penelitian, Rama, Barok, Ari, Adit, Maemar, Dori, Alvi, Dina, Agus, Ryan, Ikbal,

Ayu, Hera, Mbak Dwi, Bang Yoga, keluarga besar ITK khususnya angkatan 44,

staf karyawan PT. TIMAH Tbk. Bangka, serta semua pihak yang telah membantu

dalam pelaksanaan kegiatan dan penyusunan skripsi penelitian ini.

Penulis menyadari skripsi ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu saran

dan kritik sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis

berharap agar skripsi ini dapat berguna bagi diri sendiri maupun orang lain dan

dapat dikembangkan untuk penelitian selanjutnya.

Bogor, September 2011

M. Rezza Fachrullah

Page 8: Metode Untuk AAS 1

viii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ............................................................................... x

DAFTAR GAMBAR ............................................................................ xi

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ xii

1. PENDAHULUAN ........................................................................... 1 1.1. Latar Belakang .......................................................................... 1 1.2. Tujuan ....................................................................................... 2

2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 3 2.1. Biologi, Morfologi, dan Habitat Chlorella sp. ............................ 3 2.2. Biologi, Morfologi, dan Habitat Nannochloropsis sp. .............. 5 2.3. Kultivasi Mikroalga .................................................................. 7 2.3.1. Syarat Kultivasi Mikroalga ............................................. 7 2.3.2. Fase Pertumbuhan Mikroalga ......................................... 10 2.3.3. Biofuel dari Mikroalga .................................................... 11 2.3.4. Teknik Kultivasi Mikroalga ............................................ 11 2.4. Logam Berat .............................................................................. 12 2.4.1. Deskripsi Logam Berat ................................................... 12 2.4.2. Pencemaran Logam Berat Aktivitas Penambangan di Pulau Bangka .............................................................. 13 2.4.3. Beberapa Karakteristik Logam Berat, Sumber, dan Dampaknya ............................................................... 14 2.4.3.1. Timbal (Pb) ........................................................ 14 2.4.3.2. Kadmium (Cd) ................................................... 15

2.4.3.3. Kromium (Cr) .................................................... 15 2.4.3.4. Tembaga (Cu) .................................................... 16 2.5.Adsorpsi Logam Berat oleh Mikroorganisme ............................ 17 2.5.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Biosorpsi .... 17 2.5.2. Mekanisme Proses Adsorpsi ................................................ 19

3. METODOLOGI PENELITIAN ................................................... 21

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian .................................................... 21 3.2. Alat dan Bahan .......................................................................... 22 3.3. Prosedur Penelitian ................................................................... 23 3.3.1. Pengambilan Air Limbah di Daerah Penambangan Timah ......................................................... 23 3.3.2. Filterisasi ......................................................................... 23 3.3.3. Sterilisasi ......................................................................... 24 3.3.4. Proses Kultur Nannochloropsis sp. dan Chlorella sp. .... 25 3.3.5. Perhitungan Kepadatan Sel Mikroalga ........................... 26 3.3.6. Pengukuran Parameter Kimia dan Fisika Media Kultivasi Mikroalga ............................................. 27 3.3.7. Pemanenan Populasi Mikroalga ...................................... 27 3.3.8. Pemindahan Populasi Kultur ke Media yang

Page 9: Metode Untuk AAS 1

ix

Tercemar Logam Berat ................................................... 28 3.3.9. Perhitungan Laju Serapan Sel Mikroalga terhadap Logam Berat .................................................................... 30 3.4. Analisis Data ............................................................................. 32

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 33

4.1. Kepadatan dan Laju Pertumbuhan Spesifik Chlorella sp. dalam Media .............................................................................. 33 4.1.1. Kepadatan dan Laju Pertumbuhan Spesifik Chlorella sp. dengan Perlakuan Kontrol ............................................... 34 4.1.2. Kepadatan dan Laju Pertumbuhan Spesifik Chlorella sp. dengan Perlakuan Menggunakan Pupuk dalam Media Logam Berat .............................................. 35 4.1.3. Kepadatan dan Laju Pertumbuhan Spesifik Chlorella sp. dengan Perlakuan Tanpa Menggunakan Pupuk dalam Media Logam Berat .............................................. 38 4.2. Kepadatan dan Laju Pertumbuhan Spesifik Nannochloropsis sp. dalam Media .............................................................................. 39 4.2.1. Kepadatan dan Laju Pertumbuhan Spesifik Nannochloropsis sp.

dengan Perlakuan Kontrol ............................................... 40 4.2.2. Kepadatan dan Laju Pertumbuhan Spesifik Nannochloropsis sp. dengan Perlakuan menggunakan Pupuk dalam Media Logam Berat ........... 41 4.2.3. Kepadatan dan Laju Pertumbuhan Spesifik Nannochloropsis sp. dengan Perlakuan Tanpa Menggunakan Pupuk dalam Media Logam Berat ......... 42

4.3. Perbandingan Kepadatan Sel Mikroalga (Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp.) .......................................................... 43 4.3.1. Kultivasi Chlorella sp. dengan Nannochloropsis sp. pada Media Kontrol ......................................................... 44 4.3.2. Kultivasi Chlorella sp. dengan Nannochloropsis sp. Menggunakan Pupuk dalam Media Limbah Logam Berat .. 46 4.3.3. Kultivasi Chlorella sp. dengan Nannochloropsis sp. Tanpa Pupuk dalam Media Limbah Logam Berat .......... 48

4.4. Kapasitas Biosorpsi Mikroalga (Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp.) Media Limbah Logam Berat ................. 50

4.5. Kualitas Air Media Kultur ........................................................ 55 4.5.1. Salinitas ........................................................................... 55 4.5.2. Derajat Keasaman ........................................................... 58

5. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 61 5.1. Kesimpulan ............................................................................... 61 5.2. Saran .......................................................................................... 62

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 63 LAMPIRAN .......................................................................................... 66

Page 10: Metode Untuk AAS 1

x

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Alat dan bahan yang digunakan ....................................................... 22

2. Konsentrasi logam Timbal (Pb), Kadmium (Cd), Tembaga

(Cu), dan Kromium (Cr ) pada media limbah logam berat .............. 50

3. Indeks Korelasi Pearson pengaruh salinitas dan pH

pada Chlorella sp. ............................................................................ 60

4. Kepadatan dan laju pertumbuhan spesifik Chlorella sp.

perlakuan kontrol ............................................................................. 71

5. Kepadatan dan laju pertumbuhan spesifik Chlorella sp.

perlakuan pupuk pada media limbah logam berat ........................... 72

6. Kepadatan dan laju pertumbuhan spesifik Chlorella sp.

perlakuan tanpa pupuk pada media limbah logam berat .................. 73

7. Kepadatan dan laju pertumbuhan spesifik Nannochloropsis sp.

perlakuan kontrol ............................................................................. 74

8. Kepadatan dan laju pertumbuhan spesifik Nannochloropsis sp.

perlakuan pupuk pada media limbah logam berat ........................... 75

9. Kepadatan dan laju pertumbuhan spesifik Nannochloropsis sp.

perlakuan tanpa pupuk pada media limbah logam berat ................. 76

10. Salinitas pada media limbah logam berat ........................................ 77

11. Derajat keasaman (pH) pada media limbah logam berat ................. 78

12. Komposisi kimiawi pupuk analis (Walne) ....................................... 79

Page 11: Metode Untuk AAS 1

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Bentuk sel Chlorella sp. ................................................................... 3

2. Bentuk sel Nannochloropsis sp. ....................................................... 5

3. Fase pertumbuhan mikroalga ........................................................... 10

4. Peta lokasi pengambilan sampel air limbah logam brerat di pulau

bangka .............................................................................................. 21

5. Alat penyaring sampel air laut ......................................................... 23

6. Autoclave ........................................................................................... 25

7. Haemacytometer .............................................................................. 26

8. Pemindahan bibit sel mikroalga ke dalam

media limbah .................................................................................... 29

9. Diagram alir proses pelarutan biomassa mikroalga hingga

analisis logam berat .......................................................................... 31

10. Grafik kepadatan sel Chlorella sp. ..................................................... 33

11. Grafik kepadatan sel Nannochloropsis sp. ....................................... 39

12. Kepadatan sel Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. dengan

perlakuan kontrol, menggunakan pupuk, dan tanpa pupuk ............. 43

13. Grafik kepadatan sel Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. dengan

perlakuan kontrol ............................................................................. 44

14. Grafik Kepadatan Sel Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. dengan

perlakuan pupuk ............................................................................... 46

15. Grafik kepadatan sel Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. dengan

perlakuan tanpa pupuk ..................................................................... 49

16. Salinitas pada medium Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp.

perlakuan kontrol, menggunakan pupuk, dan tanpa pupuk ............. 55

17. Derajat keasaman (pH) pada medium Chlorella sp. dan

Nannochloropsis sp. dengan perlakuan kontrol, menggunakan pupuk,

dan tanpa pupuk ............................................................................... 58

Page 12: Metode Untuk AAS 1

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Penghitungan kepadatan Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. .... 66

2. Penghitungan laju pertumbuhan spesifik mikroalga ........................ 67

3. Penghitungan kapasitas bioabsorpsi logam berat .............................. 68

4. Uji validitas Pearson dan uji lanjut regresi ...................................... 69

5. Kepadatan dan laju pertumbuhan spesifik Chlorella sp. dan

Nannochloropsis sp. ......................................................................... 71

6. Kualitas air media kultivasi ............................................................... 77

7. Komposisi kimiawi pupuk analis (Walne Media) ........................ 79

8. Dokumentasi foto alat dan bahan, serta kegiatan penelitian ............ 80

9. Dokumentasi kegiatan kultivasi ....................................................... 86

Page 13: Metode Untuk AAS 1

1

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pulau Bangka dikenal sebagai pulau yang kaya dengan sumber daya alam

mineral, khususnya timah, sehingga menjadikan penambangan sebagai roda

penggerak ekonomi masyarakat dan pemerintah pulau ini. Sisa dari aktivitas

penambangan ini berupa tailing (buangan pasir yang tidak digunakan) yang

mengandung logam berat seperti timbal (Pb), kadmium (Cd), tembaga (Cu), dan

kromium (Cr), yang berdampak mencemari biota dan lingkungan laut. Adanya

Perda No. 6 Tahun 2001 yang mengizinkan kegiatan penambangan timah rakyat,

menjadikan aktivitas penambangan timah berkembang pesat dan tidak terkendali.

Hal ini dilihat dari adanya sejumlah penambang liar yang tidak memiliki izin dan

kurangnya kapasitas dalam menangani buangan sisa hasil penambangan, sehingga

menumpuknya tailing dan mayoritas tidak melalui proses pengelolaan yang layak.

Salah satu upaya yang perlu dilakukan dalam pengendalian lingkungan

adalah melakukan analisis mineral atau unsur (logam berat) terutama yang

terdapat di wilayah sekitar penambangan. Selanjutnya, upaya analisis mineral

tersebut dapat dikembangkan menjadi upaya pemulihan bahan pencemar logam-

logam berat, sehingga antisipasi adanya akumulasi logam berat di dalam tubuh

mahluk hidup menjadi lebih kecil. Pemulihan kondisi lingkungan dari

pencemaran logam berat dapat dilakukan dengan memanfaatkan makhluk hidup

atau dikenal dengan istilah bioremediasi. Upaya bioremediasi terbagi menjadi

dua sistem, yaitu bioaugmentasi dan biostimulasi. Penelitian ini dikembangkan

melalui sistem biostimulasi (menggunakan pupuk) dengan melakukan kultivasi,

Page 14: Metode Untuk AAS 1

2

sehingga organisme yang digunakan untuk rekoveri dapat bertahan hidup di dalam

media kultur limbah logam berat.

Sistem kultivasi umumnya telah dikembangkan menggunakan mikroalga.

Beberapa jenis mikroalga seperti Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. memiliki

toleransi yang baik terhadap lingkungan ekstrim. Kemudahan dalam mengkultur

mikroalga ini memungkinkan untuk dilakukan penelitian terhadap kedua jenis

mikroalga tersebut. Selanjutnya, dengan kandungan lemaknya yang tinggi,

mikroalga berpotensi untuk menghasilkan biofuel sebagai salah satu solusi dalam

mengatasi krisis sumber daya minyak (Kawaroe et al., 2010).

Sistem kultivasi mikroalga memiliki peran penting dalam upaya perbaikan

lingkungan perairan yang tercemar logam berat. Namun sebelum pengembangan

ini dilakukan, kajian biologi mikroalga seperti kemampuan penyerapan logam

berat dan adaptasi terhadap media tumbuh yang tercemar logam berat sangat perlu

dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui

kemampuan tumbuh dan bioabsorben mikroalga Chlorella sp. dan

Nannochloropsis sp. yang ditumbuhkan di media kultivasi tercemar logam berat.

1.2. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Membandingkan laju pertumbuhan dua jenis mikroalga (Chlorella sp. dan

Nannochloropsis sp.) yang dikultivasi menggunakan limbah tailing timah;

2. Membandingkan kapasitas penyerapan logam berat Pb, Cu, Cd, dan Cr oleh

Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp.;

3. Menentukan pengaruh parameter fisika dan kimia media kultivasi terhadap

laju pertumbuhan Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp.

Page 15: Metode Untuk AAS 1

3

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Biologi, Morfologi, dan Habitat Chlorella sp.

Menurut Vashista (1979) dalam Rostini (2007), Chlorella sp. termasuk

dalam:

Filum : Chlorophyta

Kelas : Chlorophyceae

Ordo : Chlorococcales

Famili : Chlorellaceae

Genus : Chlorella sp.

Sel Chlorella sp. berbentuk bulat, hidup soliter, berukuran 2-8 µm. Sel

Chlorella sp. di dalamnya mengandung 50% protein, lemak serta vitamin A, B, D,

E dan K, di samping banyak terdapat pigmen hijau (klorofil) yang berfungsi

sebagai katalisator dalam proses fotosintesis (Sachlan, 1982 dalam Rostini, 2007).

Setiap berat kering yang sama, Chlorella sp. mengandung vitamin A, B, D, E, dan K,

yaitu 30 kali lebih banyak dibandingkan yang terdapat dalam hati anak sapi, serta

empat kali vitamin yang terkandung dalam sayur bayam (Watanabe, 1978 dalam

Rostini, 2007).

Gambar 1. Bentuk sel Chlorella sp.

Page 16: Metode Untuk AAS 1

4

Mikroalga Chlorella sp. memiliki potensi sebagai pakan alami, pakan

ternak, suplemen, penghasil komponen bioaktif, bahan farmasi dan kedokteran.

Hal tersebut disebabkan Chlorella sp. mengandung berbagai nutrien seperti

protein, karbohidrat, asam lemak tak jenuh, vitamin, klorofil, enzim, dan serat

yang tinggi (Kawaroe, 2010). Chlorella sp. juga menghasilkan suatu antibiotik

yang disebut Chlorellin, yaitu suatu zat yang dapat melawan penyakit-penyakit

yang disebabkan oleh bakteri (Vashista, 1979 dalam Rostini, 2007). Protoplas sel

dikelilingi oleh membran yang selektif, sedangkan di luar membran sel terdapat

dinding yang tebal terdiri dari selulosa dan pektin. Di dalam sel terdapat suatu

protoplas yang tipis berbentuk seperti cawan atau lonceng dengan posisi

menghadap ke atas. Pineroid-pineroid stigma dan vakuola kontraktil tidak ada

(Vashista, 1979 dalam Rostini, 2007).

Chlorella sp. dapat tumbuh pada salinitas 25 ‰. Alga tumbuh lambat pada

salinitas 15 ‰, dan hampir tidak tumbuh pada salinitas 0 ‰ dan 60 ‰. Chlorella

sp. tumbuh baik pada suhu 20 oC, tetapi tumbuh lambat pada suhu 32 oC.

Tumbuh sangat baik sekitar 20-23 oC (Hirata, 1981 dalam Rostini, 2007).

Pemanfaatan Chlorella sp. dilakukan menggunakan teknik kultur. Keberhasilan

teknik kultur bergantung pada kesesuaian antara jenis mikroalga yang

dibudidayakan dan beberapa faktor lingkungan. Salah satu hal yang perlu

diperhatikan adalah faktor derajat keasaman (pH) agar metabolisme sel mikroalga

tidak terganggu. Derajat keasaman (pH) media menentukan kelarutan dan

ketersediaan ion mineral sehingga mempengaruhi penyerapan nutrien oleh sel.

Perubahan nilai pH yang drastis dapat mempengaruhi kerja enzim serta dapat

menghambat proses fotosintesis dan pertumbuhan beberapa mikroalga.

Page 17: Metode Untuk AAS 1

5

2.2. Biologi, Morfologi, dan Habitat Nannochloropsis sp.

Klasifikasi Nannochloropsis sp. menurut Adehoog dan Simon (2001)

dalam Anon et al. (2009) adalah sebagai berikut:

Filum : Chromophyta

Kelas : Eustigmatophyceae

Ordo : Eustigmatales

Famili : Eustigmataceae

Genus : Nannochloropsis sp.

Nannochloropsis sp. memiliki sejumlah kandungan pigmen dan nutrisi

seperti protein (52,11%), karbohidrat (16%), lemak (27,64%), vitamin C (0,85%),

dan klorofil A (0,89%). Nannochloropsis sp. merupakan sel berwarna kehijauan,

tidak motil, dan tidak berflagel. Selnya berbentuk bola dan berukuran kecil.

Organisme ini merupakan divisi yang terpisah dari Nannochloris karena tidak

adanya klorofil b. Nannochloropsis sp. merupakan pakan yang populer untuk

rotifer, artemia, dan pada umumnya merupakan organisme filter feeder

(penyaring) (Anon et al., 2009).

Gambar 2. Bentuk sel Nannochloropsis sp.

Page 18: Metode Untuk AAS 1

6

Nannochloropsis sp. memiliki ukuran sel 2-4 mikron, berwarna hijau dan

memilki dua flagella (Heterokontous) yang salah satu flagella berambut tipis.

Nannochloropsis sp. memiliki kloroplas dan nukleus yang dilapisi membran.

Kloroplas memiliki stigma (bintik mata) yang bersifat sensitif terhadap cahaya.

Nannochloropsis sp. dapat berfotosintesis karena memiliki klorofil. Ciri khas dari

Nannochloropsis sp. adalah memiliki dinding sel yang terbuat dari komponen

selulosa.

Nannochloropsis sp. bersifat kosmopolit dapat tumbuh pada salinitas 0-35

‰. Salinitas optimum untuk pertumbuhannya adalah 25-35 ‰, dan suhu 25-30

oC merupakan kisaran suhu yang optimal. Mikroalga ini dapat tumbuh baik pada

kisaran pH 8-9,5 dan intensitas cahaya 100-10000 lux. Nannochloropsis sp. lebih

dikenal dengan nama Chlorella sp. laut dikultur untuk pakan Barchionus plicatilis

atau Rotifer karena mengandung Vitamin B12. Kepadatan optimum yang dapat

dicapai untuk skala laboratrium 50-60 juta sel/mL, skala semi massal 20-25 juta

sel/mL dan massal 15-20 juta sel/mL dengan masa kultur 4-7 hari (Anon, 2009).

Nannochloropsis sp. memiliki kandungan lipid yang cukup tinggi yaitu

antara 31-68% berat kering (Campbell, 2008; Kawaroe, 2007; Rao, 2008).

Persentase PUFA (Poly Unsaturated Fattc Acid) utama pada Nannochloropsis sp.

tetap stabil pada kondisi dengan keterbatasan cahaya, tetapi pada kondisi dengan

intensitas cahaya jenuh kandungan PUFA menurun yang diikuti dengan kenaikan

proporsi SFA dan MUFA (Mono Unsaturated Fatty Acid). Nannochloropsis sp.

mengandung Vitamin B12 dan Eicosapentaenoic acid (EPA) sebesar 30,5 % dan

total kandungan omega 3 HUFAs sebesar 42,7%, serta mengandung protein

57,02% .

Page 19: Metode Untuk AAS 1

7

2.3. Kultivasi Mikroalga

2.3.1. Syarat Kultivasi Mikroalga

Kultivasi mikroalga dipengaruhi oleh beberapa faktor umum seperti faktor

eksternal (lingkungan) yang biasa dikenal. Faktor-faktor lingkungan tersebut

berpengaruh terhadap laju pertumbuhan dan metabolisme dari makhluk hidup

mikro ini. Faktor-faktor tersebut antara lain:

(1) Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman atau pH digambarkan sebagai keberadaan ion hidrogen.

Variasi pH dalam media kultur dapat mempengaruhi metabolisme dan

pertumbuhan kultur mikroalga antara lain mengubah keseimbangan karbon

anorganik, mengubah ketersediaan nutrien dan mempengaruhi fisiologi sel.

Kisaran pH untuk kultur alga biasanya antara 7-9, kisaran optimum untuk alga

laut berkisar antara 7,8-8,5. Secara umum kisaran pH yang optimum untuk kultur

mikroalga adalah antara 7–9.

(2) Salinitas Kisaran salinitas yang berubah-ubah dapat mempengaruhi pertumbuhan

mikroalga. Beberapa mikroalga dapat tumbuh dalam kisaran salinitas yang tinggi

tetapi ada juga yang dapat tumbuh dalam kisaran salinitas yang rendah. Namun,

hampir semua jenis mikroalga dapat tumbuh optimal pada salinitas sedikit

dibawah habitat asal. Pengaturan salinitas pada media yang diperkaya dapat

dilakukan dengan pengenceran dengan menggunakan air tawar. Kisaran salinitas

yang paling optimum untuk pertumbuhan mikroalga adalah 25-35 ‰ (Sylvester et

al., 2002).

Page 20: Metode Untuk AAS 1

8

(3) Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi

pertumbuhan mikroalga. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses kimia,

biologi dan fisika, peningkatan suhu dapat menurunkan suatu kelarutan bahan dan

dapat menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi mikroalga

di perairan. Secara umum suhu optimal dalam kultur mikroalga berkisar antara

20-24 oC.

Suhu dalam kultur diatur sedemikian rupa bergantung pada media yang

digunakan. Suhu di bawah 16 oC dapat menyebabkan kecepatan pertumbuhan

turun, sedangkan suhu diatas 36 oC dapat menyebabkan kematian (Taw, 1990).

(4) Cahaya

Cahaya merupakan sumber energi dalam proses fotosintesis yang berguna

untuk pembentukan senyawa karbon organik. Intensitas cahaya sangat

menentukan pertumbuhan mikroalga yaitu dilihat dari lama penyinaran dan

panjang gelombang yang digunakan untuk fotosintesis. Cahaya berperan penting

dalam pertumbuhan mikroalga, tetapi kebutuhannya bervariasi yang disesuaikan

dengan kedalaman kultur dan kepadatannya.

(5) Karbondioksida

Karbondioksida diperlukan oleh mikroalga untuk memenbantu proses

fotosintesis. Karbondioksida dengan kadar 1-2% biasanya sudah cukup digunakan

dalam kultur mikroalga dengan intensitas cahaya yang rendah. Kadar

karbondioksida yang berlebih dapat menyebabkan pH kurang dari batas optimum

sehingga akan berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroalga (Taw, 1990).

Page 21: Metode Untuk AAS 1

9

(6) Nutrien

Mikroalga memperoleh nutrien dari air laut yang sudah mengandung

nutrien yang cukup lengkap. Namun pertumbuhan mikroalga dalam kultur dapat

mencapai optimum dengan mencampurkan air laut dengan nutrien yang tidak

terkandung dalam air laut tersebut.

Nutrien tersebut dibagi menjadi makro nutrien dan mikro nutrien. Unsur

makro nutrien terdiri atas N (meliputi nitrat), P (Posfat), K (Kalium), C (Karbon),

Si (silikat), S (Sulfat) dan Ca (Kalsium). Unsur mikro nutrien terdiri atas Fe

(Besi), Zn (Seng), Cu (Tembaga), Mg (Magnesium), Mo (Molybdate), Co

(Kobalt), B (Boron), dan lainnya (Sylvester et al., 2002; Edhy et al., 2003;

Cahyaningsih, 2009).

(7) Aerasi

Aerasi dalam kultivasi mikroalga digunakan dalam proses pengadukan

media kultur. Pengadukan sangat penting dilakukan bertujuan untuk mencegah

terjadinya pengendapan sel, nutrien tersebar dengan baik sehingga mikroalga

dalam kultur mendapatkan nutrien yang sama, mencegah sratifikasi suhu, dan

meningkatkan pertukaran gas dari udara ke media (Taw, 1990).

Pertumbuhan mikroalga dalam media kultur dapat ditandai dengan

bertambah besarnya ukuran sel atau bertambah banyaknya jumlah sel. Kepadatan

sel dalam kultur Nannochloropsis sp. dan Chlorella sp. digunakan untuk

mengetahui pertumbuhan jenis mikroalga hijau tersebut. Kecepatan tumbuh

dalam kultur ditentukan dari media yang digunakan dan dapat dilihat dari hasil

pengamatan kepadatan Nannochloropsis sp. dan Chlorella sp. yang dilakukan

setiap 24 jam.

Page 22: Metode Untuk AAS 1

10

2.3.2. Fase Pertumbuhan Mikroalga

Pertumbuhan mikroalga secara umum dapat dibagi menjadi lima fase yang

meliputi fase lag (adaptasi atau istirahat), fase eksponensial, fase penurunan

kecepatan pertumbuhan (deklinasi), fase stasioner dan fase kematian.

Gambar 3. Fase pertumbuhan mikroalga

Pada fase lag penambahan jumlah densitas mikroalga sangat rendah atau

bahkan dapat dikatakan belum ada penambahan densitas. Hal tersebut disebabkan

karena sel-sel mikroalga masih dalam proses adaptasi secara fisiologis terhadap

media tumbuh sehingga metabolisme untuk tumbuh manjadi lamban. Pada fase

eksponensial terjadi penambahan kepadatan sel mikroalga (N) dalam waktu (t)

dengan kecepatan tumbuh (µ) sesuai dengan rumus eksponensial.

Pada fase penurunan kecepatan tumbuh pembelahan sel mulai melambat

karena kondisi fisik dan kimia kultur mulai membatasi pertumbuhan. Pada fase

stasioner, faktor pembatas dan kecepatan pertumbuhan bersifat setimbang karena

jumlah sel yang membelah dan yang mati sama. Pada fase kematian, kualitas

fisik dan kimia kultur berada pada titik dimana sel tidak mampu lagi mengalami

pembelahan.

Sumber: Fogg dan Thake, 1987 dalam Edhy et al., 2003

1

2

3 4

5 1. Lag or Induction phase

2. Exponential phase

3. Phase of declining relative growth

4. Stationary phase

5. Death phase

Age of culture

Log of cell

numbers

Page 23: Metode Untuk AAS 1

11

2.3.3. Biofuel dari mikroalga

Mikroalga berpotensi menghasilkan biofuel dalam jumlah yang sangat

besar. Biofuel yang dapat terbarukan dapat menggantikan minyak yang dijadikan

bahan bakar yang berkontribusi pada pemanasan global dan ketersediannya yang

terbatas. Biodiesel dan Bioethanol merupakan bahan bakar yang berpotensi dapat

diperbaharui yang menarik perhatian dunia. Biodiesel dan bioethanol diproduksi

oleh tanaman pertanian menggunakan metode yang ada dan keberadaannya tidak

dapat menggantikan minyak fosil yang dijadikan bahan bakar.

Tingginya potensi bahan dari mikroalga ini telah dikemukakan oleh Umdu

et al. (2008) bahwa minyak mikroalga mengandung lipid yang cocok untuk

esterifikasi atau transesterifikasi.

Mikroalga merupakan biota yang menjanjikan hasil lebih baik karena:

1. Memiliki laju pertumbuhan tinggi (Umdu et al., 2008).

2. Kandungan lipid dapat disesuaikan dengan mengubah komposisi media untk tumbuh (Umdu et al., 2008).

3. Dapat dipanen lebih dari satu kali dalam satu tahun (Umdu et al., 2008).

4. Dapat menggunakan air laut atau air limbah (Umdu et al., 2008).

2.3.4. Teknik Kultivasi Mikroalga

Kultivasi (kegiatan kultur) mikroalga dalam skala laboratorium

membutuhkan kondisi lingkungan yang stabil, sehingga diperlukan pendingin

ruangan (AC) agar suhu ruangan selalu terkendali dan ruangan terisolasi dari

lingkungan luar. Selain itu, ada beberapa mikroalga yang dapat tumbuh baik pada

suhu rendah.

Page 24: Metode Untuk AAS 1

12

Pupuk yang digunakan pada skala laboratorium terbuat dari bahan kimia

PA (Pro Analis) dengan dosis pemakaian 1ml/L volume kutur. Jenis dan formula

pupuk adalah yang telah distandarkan dan umum digunakan yaitu Conwy

(Walne’s Media), Guilard, dan Rhyter modifikasi F. Penggunaan pupuk pada

skala laboratorium dimanfaatkan agar pertumbuhan mikroalga optimal sehingga

didapatkan bibit (starter) yang bermutu tinggi untuk skala kultur selanjutnya.

2.4. Logam Berat

2.4.1. Deskripsi Logam Berat

Keberadaan logam berat dalam lingkungan dapat berasal dari dua sumber,

yaitu berasal dari proses alamiah seperti pelapukan secara kimiawi dan kegiatan

geokimiawi serta dari tumbuhan dan hewan yang membusuk, dan berikutnya

berasal dari hasil aktivitas manusia terutama hasil limbah industri. Berdasarkan

sudut pandang toksikologi, logam berat dapat dibagi dalam dua jenis. Jenis

pertama adalah logam berat esensial, di mana keberadaannya dalam jumlah

tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam jumlah yang

berlebihan dapat menimbulkan efek racun. Contoh logam berat ini adalah Zn, Cu,

Fe, Co, Mn, dan lain sebagainya. Sedangkan jenis kedua adalah logam berat tidak

esensial atau beracun, dimana keberadaannya dalam tubuh masih belum diketahui

manfaatnya atau bahkan dapat bersifat racun, seperti Hg, Cd, Pb, Cr, dan lain-lain.

Logam berat yang masuk ke dalam lingkungan perairan akan mengalami

pengendapan, pengenceran dan dispersi, kemudian diserap oleh organisme yang

hidup di perairan tersebut. Pengendapan logam berat di suatu perairan terjadi

karena adanya anion karbonat hidroksil dan klorida (Hutagalung, 1995). Logam

berat mempunyai sifat yang mudah mengikat bahan organik dan mengendap di

Page 25: Metode Untuk AAS 1

13

dasar perairan dan bersatu dengan sedimen sehingga kadar logam berat dalam

sedimen lebih tinggi dibanding dalam air (Hutagalung, 1995).

2.4.2. Pencemaran Logam Berat Aktivitas Penambangan di Pulau Bangka

Pulau Bangka dikenal sebagai daerah penghasil timah sejak 3 abad silam

yang dimulai pada pemerintahan Kolonial Belanda. Seiring bergulirnya roda

pemerintahan, yang pada awalnya penambangan timah tidak diperbolehkan untuk

skala rakyat. Berdasarkan Perda No. 6 Tahun 2001, Pemprov Bangka

membolehkan penambangan timah rakyat untuk tujuan kemakmuran, sehingga

aktivitas penambangan tumbuh pesat, khususnya oleh penambang skala kecil.

Keadaan ini terlihat dengan semakin maraknya kegiatan penambangan

rakyat yang sifatnya ilegal, dan cenderung mengabaikan pengelolaan hasil

samping penambanganyang dapat mencemari lingkungan. Eksplorasi timah di

daerah laut secara besar-besaran telah menghasilkan limbah tailing yang besar

pula dan dibuang langsung ke laut tanpa pengolahan terlebih dahulu. Hal tersebut

menyebabkan terjadinya sedimentasi pada sebagian Laut Bangka. Di samping

limbah tailing, tumpahan oli dan solar dari aktivitas penambangan juga turut

memperparah pencemaran terutama berkaitan dengan pencemaran logam berat di

perairan Pulau Bangka.

Kegiatan penambangan timah di pulau Bangka ini telah berlangsung sejak

zaman kolonial Belanda hingga sekarang. Pulau Bangka merupakan pulau

penghasil timah terbesar di Indonesia. Dari luas Pulau Bangka sebesar 1.294.050

ha, sekitar 27,56 % daratan pulau ini merupakan areal Kuasa Penambangan (KP)

timah PT. Tambang Timah menguasai lahan seluas 321.577 ha dan PT. Kobatin

seluas 35.063 ha.

Page 26: Metode Untuk AAS 1

14

Selain kedua perusahan tersebut, izin kuasa penambangan (KP) timah juga

diberikan kepada perusahaan swasta. Sampai dengan pertengahan tahun 2007,

jumlah KP timah mencapai 101 izin dengan luas pencadangan 320.219 ha, dan

yang telah ditambang 6.084 ha.

2.4.3. Beberapa Karakteristik Logam Berat, Sumber, dan Dampaknya

2.4.3.1. Timbal (Pb)

Timbal merupakan logam berat beracun yang dapat dideteksi secara praktis

pada seluruh benda mati di lingkungan dan seluruh sistem biologis. Logam ini

merupakan racun yang mudah terakumulasi dan akan mengalami peningkatan

jumlah dalam tubuh, hingga akhirnya mencapai suatu titik dimana telah terjadi

kerusakan sistem tubuh. Mobilitas timbal di tanah dan tumbuhan cenderung

lambat dengan kadar normalnya pada tumbuhan berkisar 0,5 – 3,0 ppm

(Suhendrayatna, 2001). Sumber utama timbal adalah dari makanan dan minuman

yang terkontaminasi timbal (Suhendrayatna, 2001).

Selain itu menurut Vinithkumar (2004), timbal juga terdapat di udara bebas

sebagai akibat dari penggunaan bahan bakar kendaraan dan industri yang tidak

bebas timbal. Timbal menimbulkan efek beracun pada sistem syaraf,

hemetologik, hemetotoksik, dan mempengaruhi kerja ginjal serta paru-paru,

bahkan gangguan pertumbuhan pada anak-anak dan bayi (Vinithkumar, 2004).

Mobilitas timbal di tanah dan tumbuhan cendrung lambat dengan kadar

normalnya pada tumbuhan berkisar 0,5 – 3,0 ppm.

Page 27: Metode Untuk AAS 1

15

2.4.3.2 Kadmium (Cd)

Kadmium lebih mudah diakumulasi oleh tanaman dibandingkan dengan

timbal dan lebih banyak dijumpai pada permukaan sampel tanah yang diambil

dekat penambangan bijih seng (Suhendrayatna, 2001). Sumber dari logam ini

antara lain berasal dari industri baterai, pewarnaan, plastik, dan pengolahan

logam. Logam kadmium tergolong berbahaya karena memiliki resiko tinggi pada

pembuluh darah. Kadmium berpengaruh terhadap tubuh manusia dalam jangka

waktu panjang dan dapat terakumulasi dalam tubuh, khususnya di hati dan ginjal.

Logam berat ini bersama timbal dan merkuri sebagai the big three heavy

metal yang memiliki tingkat bahaya tertinggi pada kesehatan manusia. Kadmium

adalah logam beracun yang merupakan polutan yang berbahaya bagi lingkungan

karena bersifat toksik selain dapat membahayakan makhluk hidup dan ekosistem

perairan. Kadmium dapat meleleh pada 320 oC dan bersifat sangat elektropositif.

Logam-logam kadmium cenderung membentuk kompleks dengan NH3, ion halida

dan CN-. Kadmium dapat melarut lambat dalam asam encer dengan melepaskan

hidrogen.

2.4.3.3 Kromium (Cr)

Logam kromium di alam ditemukan dalam bentuk chromite (FeO.Cr2O3).

Kromium adalah logam yang berwarna putih, tak begitu liat (keras tapi rapuh),

dan tak dapat ditempa. Logam ini memiliki titik leleh di atas 1800 oC. Logam

kromium larut dalam asam klorida encer atau pekat. Jika tidak terkena udara,

akan terbentuk ion-ion kromium.

Logam kromium tidak dapat teroksidasi oleh udara yang lembab dan

bahkan pada proses pemanasan cairan, logam kromium teroksidasi dalam jumlah

Page 28: Metode Untuk AAS 1

16

yang sangat sedikit. Logam kromium mudah larut dalam HCl, sulfat, dan

perklorat. Sesuai dengan tingkat oksidasinya, logam atau ion kromium yang telah

membentuk senyawa, mempunyai sifat-sifat yang berbeda sesuai dengan tingkat

oksidasinya.

Sebagai logam berat, kromium termasuk logam yang mempunyai daya

racun tinggi. Umumnya dijumpai di alam dalam bentuk bervalensi tiga yang sifat

racunnya lebih rendah daripada 6 valensi. Meskipun demikian, kromium terutama

yang bervalensi 6 dapat mengakibatkan kanker saluran pencernaan, penyakit kulit,

dan bisul serta radang pada membran mukus nasal (Vinithkumar, 2004).

2.4.3.4 Tembaga (Cu)

Tembaga di alam dapat ditemukan dalam bentuk logam bebas, akan tetapi

lebih banyak ditemukan dalam bentuk persenyawaan atau sebagai senyawa padat

dalam bentuk mineral. Secara global, sumber masuknya logam Cu ke dalam

lingkungan dapat terjadi secara alamiah (akibat berbagai peristiwa alam) seperti:

erosi batuan, mineral, debu atau partikulat Cu yang ada di udara. Sumber Cu di

alam kini lebih banyak dipengaruhi aktifitas manusia, khususnya buangan industri

yang memakai Cu dalam proses produksinya, seperti industri galangan kapal,

industri pengolaan kayu, buangan rumah tangga, pertambangan, dan lainnya.

Cu digolongkan sebagai logam berat esensial, yang berarti walaupun

termasuk logam berat yang berbahaya tetapi unsur ini dibutuhkan oleh tubuh

dalam jumlah sedikit. Manusia memerlukan Cu sebagai metalloenzim dalam

sistem metabolismenya atau sistem enzim oksidatif. Selain itu, Cu juga sebagai

kompleks Cu protein yang mempunyai fungsi tertentu dalam pembentukan

hemoglobin, kolagen, pembuluh darah dan mielin otak. Walaupun demikian,

Page 29: Metode Untuk AAS 1

17

logam Cu dalam metabolismenya akan berbalik menjadi bahan racun untuk

manusia bila masuk dalam jumlah berlebihan (Palar, 1994 dalam Yefrida, 2008).

Tembaga bersifat racun terhadap semua tumbuhan pada konsentrasi larutan di atas

0,1 ppm. Konsentrasi normal komponen ini di tanah berkisar 20 ppm, sedangkan

konsentrasi yang aman bagi air minum manusia adalah < 1 ppm.

2.5. Adsorpsi Logam Berat Oleh Mikroorganisme

2.5.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Bioabsorpsi

Adsorpsi secara umum adalah proses pengumpulan benda-benda terlarut

yang terdapat dalam larutan antara dua fase, yaitu fase padat (adsorben) dan fase

cair (pelarut, biasanya air) yang mengandung spesies terlarut yang akan diserap

(adsorbat, ion logam). Dalam penelitian ini, adsorbatnya adalah ion logam Pb

(Timbal), Cd (Cadmium), Cr (Chromium), dan Cu (Tembaga / Cuprum) dan

mikroalga sebagai adsorbennya. Jenis interaksi yang terjadi antara logam dengan

permukaan sel adalah interaksi ionik, interaksi pengomplekan, interaksi

pertukaran ion dan pengendapan.

Secara umum ada dua jenis adsorpsi logam berat oleh mikroorganisme

yaitu yang tidak bergantung pada mikroorganisme (metabolism-independent)

yang terjadi pada permukaan sel dan adsorpsi yang bergantung pada metabolisme

(metabolism-dependent) yang menyebabkan logam terakumulasi di dalam sel

(Lestari et al., 2002 dalam Triani, 2006). Proses tersebut terjadi pada dinding sel

dan permukaan eksternal lainnya melalui mekanisme kimia dan fisika misalnya

pertukaran ion (kation exchangeable), pembentukan kompleks (dengan bahan-

bahan organik / gugus funngsional sel) dan adsorpsi itu sendiri.

Page 30: Metode Untuk AAS 1

18

Proses adsorpsi dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:

(1) pH (Derajat Keasaman)

Derajat keasaman (pH) mempunyai pengaruh besar dalam proses adsorpsi

karena pH mampu mempengaruhi terjadinya interaksi ion logam dengan gugus

aktif adsorben. pH optimum untuk adsorpsi tembaga oleh Chlorella sp. yang

diimobilisasi pada silika gel dicapai pada pH 5 (Triyatno, 2004).

(2) Konsentrasi Logam

Konsentrasi logam sangat berpengaruh terhadap penyerapan logam oleh

adsorben. Pada permukaan penyerap (biomassa mikroalga) terdapat sejumlah sisi

aktif yang proporsional dengan luas permukaan penyerap. Jadi dengan

memperbesar konsentrasi larutan serapan logam akan meningkat secara linier

hingga konsentrasi tertentu.

(3) Waktu Kontak

Waktu kontak antara adsorbat dengan adsorben selama proses adsorpsi

berlangsung dipertahankan konstan. Triyatno (2004) melaporkan bahwa adsorpsi

maksimum Cu2+

dalam Chlorella sp. yang terimobilisasi silika gel dicapai setelah

20 menit.

(4) Tumbukan Antar Partikel

Proses adsorpsi tergantung pada banyaknya tumbukan yang terjadi antara

partikel-partikel adsorbat dan adsorben. Tumbukan antar partikel ini dapat

dipercepat dengan adanya kenaikan suhu.

Page 31: Metode Untuk AAS 1

19

(5) Karakteristik dari Adsorben

Ukuran partikel dan luas permukaan adsorben akan mempengaruhi proses

adsorpsi. Semakin kecil ukuran partikel akan semakin cepat proses adsorpsi yang

terjadi dan semakin besar luas permukaan adsorben maka penyerapan yang terjadi

semakin merata.

2.5.2. Mekanisme Proses Adsorpsi

Mekanisme adsorpsi logam berat menggunakan biomassa mikroalga telah

banyak dikembangkan, namun masih memiliki kelemahan dan resiko terkait

akumulasi logam berat terhadap sel mikroalga. Metode yang digunakan adalah

absorbsi kation logam berat oleh dinding sel media bio (mikroalga) yang

bermuatan negatif dari gugus karboksil, hidroksil, sulfidril, amina dan fosfat.

Hal demikian dapat terjadi pada mikroorganisme dari golongan alga

(fitoplankton). Dalam tulisannya, Oswald (1988) menyebutkan bahwa alga atau

ganggang memiliki permukaan yang bermuatan negatif tinggi sehingga dapat

menarik logam berat yang memiliki muatan positif yang kuat. Melalui tingginya

tingkat resirkulasi di perairan, logam berat terserap oleh alga dan mendiami

tempat yang bersifat fakultatif atau di bawah kondisi lingkungan normal.

Mekanisme active uptake atau proses bioremoval terjadi pada berbagai sel

hidup dan secara simultan terjadi sejalan dengan konsumsi ion logam untuk

pertumbuhan mikroorganisme dan/atau akumulasi intraselular ion logam tersebut.

Proses ini tergantung pada energi yang terkandung dan sensitifitasnya terhadap

parameter-parameter yang berbeda seperti suhu, pH, kekuatan ikatan ionik,

cahaya, dan lain-lain.

Page 32: Metode Untuk AAS 1

20

Proses bioabsorpsi dapat dihambat dengan suhu rendah, tidak tersedianya

sumber energi, dan penghambat-penghambat metabolisme sel. Di sisi lain,

bioabsorpsi logam berat dengan sel hidup ini terbatas dikarenakan oleh akumulasi

ion yang menyebabkan racun terhadap mikroorganisme, sehingga dapat

menghalangi pertumbuhan mikroorganisme disaat keracunan terhadap ion logam

tercapai. Mikroorganisme yang tahan terhadap efek racun ion logam akan

dihasilkan berdasarkan prosedur seleksi yang ketat terhadap pemilihan jenis

mikroorganisme yang tahan terhadap kehadiran ion logam berat.

Page 33: Metode Untuk AAS 1

21

3. BAHAN DAN METODE

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - April 2011 di

Laboratorium Air PT. TIMAH, Tbk. Pangkalpinang, Bangka. Penelitian ini

menggunakan air laut sampel yang berasal dari aktivitas hasil penambangan timah

di Pantai Rebo, Kabupaten Bangka Induk, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Secara rinci, referensi geografis tempat pengambilan sampel air laut adalah

01°55′22,2″ LS dan 106°10′30,9″ BT. Tempat pengambilan sampel air limbah

logam berat hasil aktifitas penambangan timah di Pulau Bangka dapat dilihat pada

Gambar 4.

Gambar 4. Peta lokasi pengambilan sampel air limbah logam berat di pulau Bangka

Page 34: Metode Untuk AAS 1

22

3.2. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian

Alat dan Bahan Spesifikasi Jumlah Unit

Aerator Air Pump AC-9902 4 Autoklaf - 1 Batu dan selang Aerasi - 9 Pipet Tetes - 12 Botol Gelas 1.5 L 12 Bulb Assistant 1 Bunsen - 1 Erlenmeyer Iwaki 100, 250, 750, dan 2800 mL 1 Gelas Beker Iwaki 1000 dan 2000 mL 1 Gelas Ukur Iwaki 50, 100, dan 500 mL 1 Haemacytometer Assistant (Neubauer) 25x10-4 mm2 1 Handcounter - 1 Hotplate Labinco L-32 1 Lampu Neon Philips 40 watt 3 Mikroskop Olympus (4×, 10×, 40×, 100×) 1 Kertas pH Indikator Merck (pH 1-14) 1 Pipet Mohr Iwaki 1, 2, 10, dan 25 mL 1 Refraktometer Hand Refraktometer Atago 1 Thermometer Air Raksa (Hg) 1 Sprayer - 1 Tabung Durham Iwaki 15 mL 18 Timbangan Analitik AND EK-3000i 1 Air laut - 60 L Akuabides - 5 L Akuades - 100 L Alkohol 70% 1000 L Aluminium Foil - 1 Bibit Nannochloropsis sp. - 250 mL Bibit Chlorella sp. - 250 mL KNO3 Pekat - 100 mL NaOH Pekat - 100 mL Tisu - 5 gulung Kertas Saring Millipore Wheatman 150 Filtering Apparatus - 1 Ember 100 L - 2 Corong kaca - 1 Labu Ukur 100 mL 18 Inkubator Memmert 1 Jerigen 35 L 1 Botol Duran 500 mL 9

Page 35: Metode Untuk AAS 1

23

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Pengambilan Air Limbah di Daerah Penambangan Timah

Pengambilan sampel air laut dilakukan tanggal 6 Februari 2011, pukul

14:30 WIB dengan menggunakan perahu nelayan. Sampel air laut diambil

menggunakan wadah polietilen berukuran 35 Liter.

3.3.2. Filterisasi

Filterisasi merupakan suatu metode yang dilakukan untuk menyaring air

laut dengan tujuan menghilangkan partikel-partikel sedimentasi yang ada di dalam

sampel tersebut. Metode ini menggunakan prinsip penyaringan dengan kertas

Millipore. Penggunaan kertas saring dimaksudkan agar partikel-partikel suspensi

dapat tersaring, sehingga yang terlarut akan menjadi media bagi kultivasi

mikroalga.

Alat yang digunakan dalam proses filterisasi ini adalah penyaring air laut.

Bagian-bagiannya terdiri atas pompa vakum, gelas media tampungan (sebagai

wadah filtrat), selang silikon (penghubung pompa vakum dengan gelas filtrat),

dan kertas saring Millipore.

Gambar 5. Alat penyaring sampel air laut

Page 36: Metode Untuk AAS 1

24

Metode filterisasi tidak bertujuan untuk membunuh bakteri, karena hal

tersebut bertujuan agar partikel yang berukuran lebih dari 0,45 µm akan tersaring,

dan kurang dari 0,45 µm akan menjadi bagian partikel terlarut, termasuk ion atau

logam-logam berat di dalamnya. Proses filterisasi dimulai dengan mengalirkan

air limbah yang mengandung suspensi ke filtering apparatus, selanjutnya air

filtrat (yang tersaring) akan digunakan sebagai media kultur yang sebelumnya

akan melalui tahap sterilisasi (autoclave) agar air sampel limbah bebas dari

patogen dan sel plankton lainnya yang memiliki ukuran sel kurang dari 0,45 µm.

3.3.3. Sterilisasi

Sterilisasi bertujuan untuk menyucihamakan alat serta bahan yang akan

digunakan untuk isolasi maupun kultur mikroalga dari mikroorganisme serta

bahan kimia yang dapat menjadi kontaminan (Kawaroe, 2008). Metode sterilisasi

dapat dilakukan dengan dua cara yaitu melalui pemanasan sederhana (air tawar

untuk sterilisasi alat dan wadah) dan menggunakan autoclave (panas bertekanan)

untuk media air laut dan peralatan yang tahan panas lainnya.

Pemanasan air tawar atau akuades digunakan untuk sterilisasi alat dan

wadah kultur, terdiri atas: selang dan batu aerasi, pipet mohr 1 mL; 2 mL; 5 mL;

10 mL; dan 25 mL, tabung reaksi, penutup tabung reaksi, dan erlenmeyer volume

2800 mL. Sterilisasi dimulai dengan pemanasan air tawar dengan menggunakan

hot plate hingga mendidih. Wadah dan alat yang sebelumnya telah dicuci dan

dibilas dengan air tawar, selanjutnya dialirkan air panas dari hot plate (membunuh

bakteri yang ada di wadah) dan ditiriskan. Sterilisasi menggunakan autoclave

merupakan suatu metode yang memanfaatkan uap panas bertekanan, dengan suhu

hingga 126 oC, dan tekanan mencapai 1,5 atm.

Page 37: Metode Untuk AAS 1

25

Metode ini digunakan untuk peralatan kultivasi dan air media, yang

bertujuan untuk menghilangkan kontaminasi dari patogen yang ada di dalam

media. Media autoclave dapat digunakan setiap pemakaian selama kurang-lebih

30 menit. Dengan luas penampang kira-kira 2 liter media.

3.3.4. Proses Kultur Nannochloropsis sp. dan Chlorella sp.

(1) Persiapan Wadah Kultur

Wadah kultur (250 mL, 750 mL, 1500 mL, dan 2800 mL) yang telah

disterilkan, baik menggunakan autoclave maupun pemanas disusun sesuai dengan

kebutuhan pengkulturan. Wadah kultur terbagi menjadi dua, yaitu wadah bagi

media Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. Wadah yang telah disiapkan diberi

air laut sesuai dengan kapasitas masing-masing wadah. Tahap awal kultur dimulai

dari media 250 mL, atau dari gelas erlenmeyer 250 mL. Selanjutnya, media 250

mL diberi pupuk Pro Analis. Dalam penelitian ini, wadah yang digunakan berisi

pupuk dari media Conwy (Walne’s media) sebanyak 1 mL untuk 1000 mL air

sampel. Setelah mencapai masa puncak populasi, media 250 mL dapat dikultur

kembali dengan menggunakan media 2000 mL, dan selanjutnya media dapat

digunakan untuk keperluan penelitian.

Gambar 6. Autoclave

Page 38: Metode Untuk AAS 1

26

(2) Persiapan Pupuk (Conwy atau Walne) Untuk Kultivasi Mikroalga

Pupuk yang digunakan mengandung campuran dari beberapa bahan-bahan

kimia yang berfungsi untuk memberikan nutrisi dalam mendukung pertumbuhan

mikroalga. Tempat penyimpanan bahan-bahan kimia biasanya disediakan khusus

agar tidak menimbulkan kontaminasi dengan benda-benda sekitarnya. Larutan

media ini dicampurkan ke dalam wadah kultur sesuai dengan volume media

kultur. Selanjutnya media tersebut dapat dihitung jumlah kepadatan sel secara

rutin dengan menggunakan haemacytometer.

3.3.5. Perhitungan Kepadatan Sel Mikroalga

Perhitungan kepadatan bertujuan untuk menentukan kondisi mikroalga

setiap harinya (sel yang bertambah besar dan bertambah banyak). Perhitungan sel

mikroalga menggunakan haemacytometer dan alat bantu handcounter untuk

mencatat jumlah perhitungan. Haemacytometer terbuat dari gelas yang dibagi

menjadi kotak-kotak pada dua tempat bidang pandang untuk menghitung jumlah

kepadatan sel.

Gambar 7. Haemacytometer

Sumber: Isnansetyo (1995)

Page 39: Metode Untuk AAS 1

27

Kotak tersebut berbentuk bujur sangkar dengan sisi 1 mm dan tinggi 0,1

mm, sehingga bila ditutup dengan cover glass, akan menghasilkan volume

ruangan 0,1 mm3 atau 10-4 ml. Kotak tersebut dibagi lagi menjadi dua puluh lima

kotak bujur sangkar, yang masing-masing dibagi lagi menjadi enam belas kotak

bujur sangkar yang lebih kecil (Isnansetyo, 1995). Contoh penghitungan

kepadatan Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. dapat dilihat pada Lampiran 1.

Estimasi kepadatan sel mikroalga dapat digambarkan dalam perhitungan pada persamaan (1) sebagai berikut:

1. Dalam 400 kotak (bila kepadatan rendah) Jumlah sel x 104/ml = N sel/mL …………………… (1)

2. Dalam beberapa (80) kotak (bila kepadatan terlalu tinggi) Rata-rata jumlah sel (dari 80 kotak) x 400 x 104/ml = N sel/mL

3.3.6. Pengukuran Parameter Fisika dan Kimia Media Kultivasi Mikroalga

Pengukuran parameter ini bertujuan untuk menentukan pengaruh dari

masing-masing parameter terhadap pertumbuhan dari mikroalga (Chlorella sp.

dan Nannochloropsis sp.). Selain itu, pengukuran ini juga berperan penting dalam

membandingkan pengaruh keadaan yang terkontrol dan fluktuatif terhadap

kehidupan mikroalga. Pengukuran parameter dilakukan setiap hari dengan

menggunakan thermometer untuk parameter suhu (oC), Refraktometer untuk

salinitas (‰), dan pH meter untuk parameter keasaman air sampel limbah dalam

media kultivasi.

3.3.7. Pemanenan Populasi Mikroalga

Pemanenan dilakukan apabila hasil kultivasi telah mencapai tahap

maksimum. Hal tersebut dikarenakan, masa pertumbuhan mikroalga Chlorella sp.

dan Nannochloropsis sp. akan mengalami penurunan jumlah kepadatan (fase drop

Page 40: Metode Untuk AAS 1

28

atau kematian). Apabila pemanenan mikroalga terlalu cepat atau belum mencapai

puncak populasi, sisa zat hara masih cukup besar sehingga dapat membahayakan

organisme yang memanfaatkannya sebagai pakan alami. Pemanenan dilakukan

agar diperoleh bibit awal yang sesuai dengan kualitas yang baik, dan selanjutnya

dapat digunakan sebagai bibit kultur untuk perlakuan penelitian dengan media

yang tecemar logam berat.

3.3.8. Pemindahan Populasi Kultur ke Dalam Media Limbah Logam Berat

Populasi mikroalga akan mencapai masa puncak populasi. Hal ini

dimaksudkan kepadatan sel akan mencapai maksimum dan dapat digunakan untuk

keperluan penelitian menggunakan media limbah logam berat dari air laut sampel.

Selanjutnya populasi dari masing-masing jenis mikroalga (Chlorella sp. dan

Nannochloropsis sp.) dikontakkan ke dalam media khusus yang tercemar logam.

Jumlah sel (ml sampel mikroalga) yang dimasukkan ke dalam media sesuai

dengan kepadatan sel yang diperoleh ketika mencapai puncak populasi.

Ketepatan pemindahan jumlah sel dapat menggunakan formula pengenceran air

media dengan sampel bibit mikroalga. Semakin tinggi kepadatan sel mikroalga,

maka semakin sedikit inokulan (sel) yang ditambahkan.

Pemindahan bibit (inokulasi bibit sel) Chlorella sp. dan Nannochloropsis

sp. ke dalam wadah 1500 mL (perlakuan pupuk) dan 750 mL (tanpa pupuk)

dihitung berdasarkan kepadatan Chlorella sp. dan Nannochoropsis dalam wadah

inokulum. Dengan demikian, perhitungan dapat dimulai dengan menggunakan

rumus pengenceran (N1×V1 = N2×V2). Volume awal Chlorella sp. yang diperoleh

dari rumus pengenceran adalah sebesar 51 mL dalam media 1500 mL dan 25,575

mL dalam media 750 mL air sampel limbah (untuk memperoleh kepadatan

Page 41: Metode Untuk AAS 1

29

1.000.000 sel/mL dalam media kultur dari limbah). Volume ini diperoleh dari

jumlah sel Chlorella sp. sebesar 29.325.000 sel/mL. Berbeda hal nya sel

Nannochloropsis sp. bervolume 35 ml untuk wadah media 1500 mL, dan 18,570

mL untuk media 750 mL, dengan jumlah kepadatan sel Nannochloropsis sp.

sebesar 40.325.000 sel/mL.

Volume air media (air laut sampel) yang dibutuhkan dalam proses

pengkulturan diperoleh dari jumlah volume kultur media dikurangi volume bibit

sel mikroalga yang dimasukkan ke dalam media. Dengan demikian, jumlah

volume antara air laut sampel dengan bibit sel adalah 1500 mL untuk perlakuan

menggunakan pupuk dan 750 mL tanpa menggunakan pupuk. Pada tahap akhir,

dengan menggunakan rumus pengenceran, akan diperoleh jumlah kepadatan sel

yang diharapkan untuk kultur awal, yaitu 1.000.000 sel/mL. Metode pemindahan

bibit sel mikroalga ke dalam media limbah pada penelitian ini disajikan pada

Gambar 8.

Gambar 8. Pemindahan bibit sel mikroalga ke dalam media limbah

2000 ml Chlorella sp.

29.325.000

sel/mL

1450 ml air limbah.

1465 ml air limbah.

Bibit sel mikroalga dalam media kultur non-limbah

2000 ml Nannochloropsis sp.

40.375.000 sel/mL

50 ml 35 ml

Media limbah logam berat yang digunakan untuk kultur

1500 ml air limbah + sel

Chlorella sp.

1500 ml air limbah + sel Nannochloropsis sp.

Media Perlakuan

Page 42: Metode Untuk AAS 1

30

Dengan demikian, kepadatan sel awal yang diperoleh dalam media air laut

limbah 1500 mL dan 750 mL adalah 1.000.000 sel/mL. Selanjutnya akan

dilakukan perhitungan harian, dimana jumlah sel diduga akan terus bertambah

hingga mencapai masa puncak populasi sel dan dilakukan pemanenan serta

perhitungan kapasitas ion logam berat yang diserap oleh mikroalga.

3.3.9. Perhitungan Laju Serapan Sel Mikroalga terhadap Logam Berat

Perhitungan laju serapan (kapasitas bioabsorpsi) ini dilakukan setelah

populasi dari Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. mencapai masa puncaknya.

Sehingga ion logam berat yang terserap dapat dihitung menggunakan AAS

(Spektrofotometer Serapan Atom) yang diperoleh dari biomassa sampel air

(mikroalga) yang sebelumnya telah dilakukan penyaringan dan pengasaman

sampai proses pelarutan bahan organik, sehingga yang tersisa adalah bahan-bahan

anorganik termasuk logam berat.

Langkah awal yang dilakukan adalah menyiapkan sampel mikroalga

Chlorella sp. dan Nannchloropsis sp. Selanjutnya sampel tersebut disaring

menggunakan alat penyaring sampel air dan kertas saring Whatman bebas abu.

Setelah disaring, hitung berat biomassa yang telah dikeringkan dengan

menggunakan oven pada suhu 60 - 80 oC. Setelah kering biomassa ditimbang

menggunakan neraca analitik (sebelumnya, kertas saring ditimbang terlebih

dahulu untuk mengetahui berat kering dari kertas saring).

Proses pelarutan (melepaskan) logam yang menempel pada mikroalga

memerlukan asam kuat, yakni asam sulfat (H2SO4) 98% dan asam nitrat pekat

(HNO3) masing-masing sebanyak 5 ml. Proses berikutnya dilanjutkan di ruang

pemanasan agar air sampel benar-benar bebas dari abu atau bahan-bahan organik

Page 43: Metode Untuk AAS 1

31

lainnya. Proses pemanasan dilakukan selama kurang-lebih 3 jam hingga yang

tersisa dari sampel hanya berupa bahan-bahan anorganik, termasuk logam-logam

berat. Setelah dipanaskan, sampel diencerkan dengan menambahkan HCl ke

dalam labu ukur ukuran 50 ml. Tahap akhir dari proses ini adalah analisis logam

berat menggunakan AAS. Ion-ion logam berat yang diukur adalah logam Pb, Cu,

Cd, dan Cr. Proses pelarutan biomassa mikroalga dalam penelitian ini dapat

dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Diagram alir proses pelarutan biomassa mikroalga hingga analisis logam berat

100 mL air sampel sel Nannochloropsis sp. dan Chlorella sp.

Penyaringan biomassa

Dikeringkan menggunakan oven pada

suhu 60 s.d. 800 C

Hitung bobot kering biomassa

Kertas saring bebas abu (Wheatman)

Melarutkan biomassa

dengan pelarut asam kuat

Gelas beker 100 mL ditambahkan masing-masing

5 ml H2SO4 dan HNO3

Dipanaskan (digest)

Sehingga bahan-bahan organik dalam media larut

(+ 2-3 jam)

Pengenceran Menggunakan HCl

dalam labu ukur 50 mL

Analisis logam berat yang terserap

Menggunakan Spektrofotometer Serapan

Atom (tipe AA 7000)

Lab. Produktifitas

dan Lingkungan Perairan,

MSP, FPIK. IPB.

Lab. Kimia, FMIPA

IPB.

Page 44: Metode Untuk AAS 1

32

3.4. Analisis Data

Analisis dilakukan dengan cara membandingkan laju pertumbuhan spesifik

(µ), serta serapan logam berat dari spesies Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp.

Perbandingan tersebut digambarkan dengan menggunakan grafik, laju

pertumbuhan spesifik (µ), dan kapasitas bioabsorpsi (mg logam berat/g biomassa

Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp.). Kualitas air dianalisis menggunakan uji

validitas Pearson untuk melihat korelasi yang terjadi dan uji lanjut regresi untuk

melihat pengaruh parameter kualitas air terhadap kelimpahan dengan nilai p=0,05.

Laju pertumbuhan spesifik (µ) mikroalga dihitung dengan formula menurut

Krichnavaruk et al. (2004), pada persamaan (2). Contoh penghitungan dapat

dilihat pada lampiran 2.

µ = �� �������

�����

………………………………. (2)

keterangan : Nt = Kepadatan populasi pada waktu ke-t,

No = Kepadatan populasi sel pada waktu ke-0; To = Waktu awal; Tt = Waktu pengamatan.

Kapasitas bioabsorpsi mikroalga (qe) dihitung menurut model adsorpsi

isothermal dengan rumus menurut Vijayaraghavan, et al. (2004) pada persamaan

(3). Contoh penghitungan dapat dilihat pada Lampiran 3.

W

VCCq ei

e

)( −= .................................... (3)

Keterangan : qe = Kapasitas bioabsorpsi (mg Pb, Cd, Cr, Cu) /g biomassa

mikroalga (mg/g); V = Volume larutan dalam wadah gelas atau erlenmeyer dengan kontak

batch (ml); Ci = Konsentrasi ion (Pb, Cd, Cr, Cu) dalam larutan (mg/l); Ce = Konsentrasi akhir atau keseimbangan ion (Pb, Cd, Cr, Cu) dalam

larutan (mg/l), W adalah massa sel (g).

Page 45: Metode Untuk AAS 1

33

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kepadatan dan Laju Pertumbuhan Spesifik Chlorella sp.

Penelitian ini mendapati bahwa mikroalga Chlorella sp. memiliki laju

pertumbuhan spesifik dan kepadatan yang cukup baik untuk setiap perlakuan.

Laju pertumbuhan spesifik dan kepadatan sel Chlorella sp. dapat dilihat pada

Lampiran 5 dan grafik kepadatan sel Chlorella sp. dapat dilihat pada Gambar 10.

Jumlah kepadatan sel Chlorella sp. dengan perlakuan limbah logam berat pada

awal kultivasi adalah 1,00×106 sel/mL. Pertumbuhan masa puncak populasi

Chlorella sp. terjadi pada hari ke-10 dengan jumlah sel mencapai 16,72×106

sel/mL.

Gambar 10. Grafik kepadatan sel Chlorella sp.

Sel Chlorella sp. memiliki jumlah kepadatan sel dan laju pertumbuhan

spesifik yang berbeda tiap perlakuan. Kepadatan Chlorella sp. tertinggi terdapat

pada perlakuan kontrol, sedangkan kepadatan sel terendah terdapat pada

perlakuan tanpa pupuk. Puncak kepadatan populasi sel Chlorella sp. dengan

0

5

10

15

20

25

30

35

1 3 5 7 9 11 13 15

Kep

adat

an s

el (×

106

sel/m

l)

Hari ke-

Kontrol Pupuk Tanpa Pupuk

Page 46: Metode Untuk AAS 1

34

perlakuan kontrol terjadi pada hari ke-10, sedangkan untuk perlakuan pupuk dan

tanpa pupuk pada hari ke-13 dan hari ke-9. Sel mengalami penurunan jumlah

secara signifikan pada hari ke-15 untuk perlakuan kontrol. Perlakuan

menggunakan pupuk dan tanpa pupuk tidak mengalami penurunan jumlah

kepadatan sel secara signifikan hingga akhir pengamatan.

Jumlah sel media perlakuan kontrol dan perlakuan menggunakan pupuk

menunjukkan adanya peningkatan setiap harinya. Hal ini berbeda dengan

perlakuan tanpa pupuk dengan jumlah kepadatan sel cenderung stagnan atau tetap.

Hal tersebut dapat diduga karena pengaruh nutrisi, serta kualitas air pada media

kultur, sehingga mempengaruhi pertumbuhan Chlorella sp. pada media tumbuh.

4.1.1. Kepadatan dan Laju Pertumbuhan Spesifik Chlorella sp. dengan Perlakuan Kontrol Kepadatan puncak mikroalga Chlorella sp. untuk perlakuan kontrol tercatat

mencapai 30×106 sel/mL, yang merupakan nilai tertinggi dibandingkan dengan

kultivasi pada perlakuan lain. Hal tersebut diduga karena keadaan lingkungan

yang terkontrol meliputi suhu, salinitas, dan pH yang optimum untuk

pertumbuhan mikroalga. Sesuai dengan penelititan yang dilakukan Sylvester et

al. (2002) bahwa keadaan mikroalga laut yang dapat hidup normal pada salinitas

optimum 25-35 ‰, suhu optimum 25-32 oC, dan pH optimum berkisar 7-8.

Chlorella sp. dengan perlakuan kontrol memiliki adaptasi yang sangat baik

terhadap media kultur, dapat dilihat dari nilai laju pertumbuhan spesifik pada hari

ke-1 sebesar 2,751. Hal tersebut menggambarkan bahwa dalam waktu yang

kurang dari satu hari, Chlorella sp. memiliki adaptasi yang sangat baik terhadap

lingkungan kultur. Fase lag pada pertumbuhan Chlorella sp. ini berlangsung

Page 47: Metode Untuk AAS 1

35

selama kurang dari 24 jam. Hal tersebut dibuktikan pada hari ke-2, jumlah

populasi mikroalga terus meningkat hingga memasuki fase pertumbuhan

eksponensial. Salah satu faktor yang menentukan lamanya fase adaptasi adalah

umur kultur yang digunakan sebagai inokulum. Fase adaptasi akan menjadi lebih

singkat atau bahkan tidak terlihat apabila sel-sel yang diinokulasikan berasal dari

kultur yang berada dalam fase eksponensial (Fogg dan Thake, 1987 dalam

Prihantini et al., 2005).

Fase adaptasi tidak terlihat secara jelas pada media perlakuan kontrol yang

mungkin disebabkan oleh cepatnya kemampuan sel mikroalga menyesuaikan

dirinya terhadap media kultur yang baru, sehingga mampu tumbuh dan

berkembang dengan cepat. Pertumbuhan sel terus bertambah hingga hari ke-10,

dan diikuti Chlorella sp. fase stasioner pada hari ke-11 dan ke-12, karena jumlah

sel yang bertambah seimbang dengan jumlah sel yang mati. Chlorella sp. mulai

memasuki fase kematian pada hari ke-13, ditandai dengan jumlah sel yang

menurun secara drastis, karena ketersediaan nutrien yang telah jauh berkurang di

dalam media kultur. Turunnya laju pertumbuhan Chlorella sp. juga dapat

disebabkan oleh beberapa hal, seperti adanya toksik yang dihasilkan oleh

mikroalga sebagai hasil dari metabolisme yang meracuni mikroalga itu sendiri dan

berkurangnya proses fotosintesis akibat bertambahnya jumlah sel sehingga hanya

bagian tertentu saja yang memperoleh cahaya.

4.1.2. Kepadatan dan Laju Pertumbuhan Spesifik Chlorella sp. dengan Perlakuan Pupuk dalam Media Logam Berat

Jumlah kepadatan sel mikroalga Chlorella sp. pada perlakuan logam berat

yang ditambahkan pupuk pada media nya mencapai 16,72×106 sel/mL. Laju

Page 48: Metode Untuk AAS 1

36

pertumbuhan ini berlangsung relatif lambat, dengan jumlah kepadatan awal sel

1,00×106 sel/mL dari hari pertama kultur. Laju pertumbuhan yang lambat ini

diduga karena faktor lingkungan pada media kultur. Media kultur Chlorella sp.

menggunakan air sampel limbah pada lokasi penelitian dengan salinitas sebesar

37 ‰, dan pH 6. Hal tersebut dapat menghambat laju pertumbuhan mikroalga

dan didukung kontaminasi logam berat dari hasil penambangan yang cenderung

dapat mempengaruhi jumlah kepadatan sel. Menurut Connel (1990) dalam

Haryoto (2004), pada konsentrasi logam yang tinggi, akumulasi dapat menganggu

pertumbuhan sel, karena sistem perlindungan organisme tidak mampu

mengimbangi efek toksisitas logam.

Selanjutnya laju pertumbuhan meningkat relatif lambat di hari ke-2 sampai

hari ke-5. Hal tersebut menunjukkan sel mengalami fase adaptasi terhadap

lingkungan kultur, sehingga pertambahan jumlah kepadatan sel relatif lebih

lambat. Hari ke-6, sel memasuki fase eksponensial, dengan laju pertumbuhan

spesifik mencapai 0,468 dan terus meningkat hingga hari ke-10 dengan jumlah sel

mencapai 15,16×106 sel/mL. Pada hari ke-11, jumlah sel mengalami penurunan.

Penurunan jumlah sel ini diduga karena adanya pemanfaatan nutrien yang

berlebih dari hari-hari sebelumnya, sehingga ketersediaan nutrien berkurang dari

kebutuhan sel mikroalga untuk hari berikutnnya.

Pada hari ke-12 hingga ke-15, jumlah sel relatif bertambah tidak signifikan

dari sebelumnnya dan selanjutnya berkurang memasuki fase stasioner, yang

diduga karena sel memasuki periode kriptik dimana sel-sel Chlorella sp. yang

masih hidup memanfaatkan tambahan nutrisi dari sel Chlorella sp. yang lisis

untuk pertumbuhannya sehingga dapat meningkatkan populasinya kembali

Page 49: Metode Untuk AAS 1

37

(Annisa, 2005). Fase deklinasi (penurunan kecepatan petumbuhan) dapat terjadi

karena nutrisi pada media kultur berkurang dan telah terbentuk senyawa NH4+

dalam konsentrasi tinggi dan adanya produk esktraseluler dari mikroalga yang

meracuni diri sendiri sehingga dapat meningkatkan mortalitas Chlorella sp.

(Fogg, 1965 dalam Panggabean, 2000 dan Suantika, 2009), sehingga dalam waktu

kurang dari tiga hari sel mengalami penurunan jumlah manjadi 15,26×106 sel/mL.

Pertumbuhan sel kultur di dalam media logam berat sangat dipengaruhi

oleh nilai pH. Hal tersebut dapat dilihat melalui perbandingan antara grafik media

kontrol dengan perlakuan limbah logam berat pada Gambar 10. Grafik perlakuan

kontrol menunjukkan jumlah kepadatan sel jauh lebih tinggi dibandingkan dengan

perlakuan logam berat. Rendahnya kepadatan sel dapat disebabkan adanya nilai

pH yang rendah (asam), sehingga laju pertumbuhan sel semakin lambat.

Penelitian Wong dan Lay (1980) dalam Prihantini et al. (2005) menunjukkan

bahwa Chlorella pyrenoidosa yang ditumbuhkan dalam media Bristol dengan pH

7 memiliki kerapatan sel yang lebih tinggi dibandingkan dengan media dengan pH

6,4.

Hal demikian disebabkan pada lingkungan netral (pH internal sel netral

adalah 7,15), CO2 berada dalam bentuk bebas sehingga dapat berdifusi dengan

mudah ke dalam sel mikroalga (Reynolds, 1984 dalam Prihantini et al., 2005).

Hal tersebut menyebabkan CO2 sebagai sumber karbon utama bagi proses

fotosintesis mikroalga cukup tersedia sehingga proses metabolisme dapat

berlangsung cepat dan kerapatan sel meningkat. Selain itu, jenis karbon

anorganik yang paling banyak terdapat pada media asam (pH 4-6) adalah asam

karbonat (H2CO3) (Goldman et al., 1983 dalam Prihantini et al., 2005). Asam

Page 50: Metode Untuk AAS 1

38

karbonat pada kisaran pH tersebut umumnya berada dalam bentuk senyawa yang

sangat mudah masuk ke dalam sel sehingga membuat pH internal sel menjadi

asam. Kondisi pH asam mengakibatkan proses biokimia sel terganggu sehingga

mempengaruhi pertumbuhan sel (Lane, 1981 dalam Prihantini et al., 2005). Hal

tersebut diduga merupakan penyebab rendahnya kerapatan sel pada media

perlakuan limbah logam berat dengan pH awal 6.

Secara umum sejak pengamatan hari ke-7 hingga hari ke-15 seluruh media

logam berat dengan perlakuan pupuk mengalami peningkatan pH. Meningkatnya

pH kemungkinan disebabkan adanya aktivitas fotosintesis Chlorella sp. Pada saat

fotosintesis, CO2 bebas merupakan jenis karbon anorganik utama yang digunakan

mikroalga. Mikroalga juga dapat menggunakan ion karbonat (CO32-) dan ion

bikarbonat (HCO3-). Penyerapan CO2 bebas dan bikarbonat oleh mikroalga

menyebabkan penurunan konsentrasi CO2 terlarut dan mengakibatkan

peningkatan nilai pH (Sze, 1993 dalam Prihantini et al., 2005).

4.1.3. Kepadatan dan Laju Pertumbuhan Spesifik Chlorella sp. dengan Perlakuan Tanpa Pupuk dalam Media Logam Berat

Jumlah sel Chlorella sp. dengan perlakuan tanpa pupuk relatif lebih rendah

dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Media perlakuan tanpa pupuk memiliki

batasan ketersedian nutrien yang bermanfaat untuk memacu pertumbuhan

mikroalga. Air laut yang tercemar logam berat juga turut mempengaruhi

kepadatan sel dari media kultur. Media limbah logam berat pada perlakuan tanpa

pupuk ini memiliki salinitas 37 ‰ dan pH 6-7. Dengan demikian, hal tersebut

membuktikan bahwa selain kurangnya ketersediaan nutrien, faktor lingkungan

juga mempengaruhi proses pertambahan kepadatan sel dari mikroalga. Faktor

Page 51: Metode Untuk AAS 1

39

lingkungan yang optimum untuk pertumbuhan mikroalga adalah salinitas berkisar

25-35 ‰, suhu optimum 25-32 oC, dan pH optimum berkisar 7-8 (Sylvester et al.,

2002).

Laju pertumbuhan mikroalga relatif konstan dan bahkan menurun setiap

hari waktu pengamatan, yang dapat ditunjukkan dari laju pertumbuhan spesifik

mikroalga (negatif) dari setiap pertambahan sel nya. Kepadatan sel maksimum

terjadi pada hari ke-9 dengan jumlah sel 1,72×106 sel/mL dan kepadatan sel

menurun hingga hari ke-15 dengan jumlah 1,12×106 sel/mL.

4.2. Kepadatan dan Laju Pertumbuhan Spesifik Nannochloropsis sp.

Penelitian ini mendapati bahwa mikroalga Nannochloropsis sp. memiliki

laju pertumbuhan spesifik dan kepadatan yang cukup baik untuk setiap perlakuan.

Laju pertumbuhan spesifik dan kepadatan sel Nannochloropsis sp. dapat dilihat

pada Lampiran 5. Grafik kepadatan sel Nannochloropsis sp. dapat dilihat pada

Gambar 11.

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

1 6 11

Kep

adat

an s

el (×

106

sel/m

l)

Hari

Kontrol Pupuk Tanpa Pupuk

Gambar 11. Grafik kepadatan sel Nannochloropsis sp.

Page 52: Metode Untuk AAS 1

40

Sel Nannochloropsis sp. juga memiliki jumlah kepadatan dan laju

pertumbuhan spesifik yang berbeda tiap perlakuan. Jumlah kepadatan sel

Nannochloropsis sp. dengan perlakuan limbah logam berat pada awal kultivasi

adalah 1,00×106 sel/mL. Masa puncak populasi sel Nannochloropsis sp. terjadi

pada hari ke-8 dengan jumlah sel mencapai 9,28×106 sel/mL. Jumlah kepadatan

sel tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol, sedangkan jumlah kepadatan sel

terendah pada perlakuan tanpa pupuk. Puncak kepadatan populasi

Nannochloropsis sp. untuk perlakuan kontrol teramati pada hari ke-10 dan hari

ke-14, sedangkan untuk perlakuan pupuk pada hari ke-13 dan perlakuan tanpa

pupuk pada hari ke-10.

4.2.1. Kepadatan dan Laju Pertumbuhan Spesifik Nannochloropsis sp. dengan Perlakuan Kontrol

Jenis mikroalga ini memiliki laju pertumbuhan yang sangat tinggi. Hal ini

dapat dilihat dari jumlah kepadatan sel yang sangat dominan pada hari ke-10 dan

hari ke-14. Jumlah kepadatan sel maksimum pada puncak pertama sebesar

42,50×106 sel/mL, dan diikuti puncak populasi kedua sebesar 41,15×106 sel/mL.

Kepadatan optimum kultur Nannochloropsis sp. yang dapat dicapai untuk skala

laboratrium adalah 50 - 60×106 sel/mL, skala semi massal 20 - 25×106 sel/mL dan

massal 15 - 20×106 sel/mL dengan masa kultur 4-7 hari (Anon et al., 2009).

Gambar 11 juga menggambarkan adanya adaptasi yang baik oleh

Nannochloropsis sp., yang dibuktikan dengan laju pertumbuhan spesifik pada hari

ke-2 yang meningkat signifikan sebesar 2,092. Hal tersebut menunjukkan bahwa

dalam waktu kurang dari 24 jam, sel Nannochloropsis sp. mampu menambah

jumlah kepadatan selnya sebanyak 2,13×106 sel/mL.

Page 53: Metode Untuk AAS 1

41

Dengan demikian, proses ini membuktikan bahwa fase lag berlangsung

sangat cepat (kurang dari 24 jam), dan dilanjutkan dengan fase stasioner, yang

ditandai pertambahan kepadatan sel kultur secara eksponensial sampai puncak

populasi pada hari ke-10. Selanjutnya sel mengalami penurunan jumlah pada hari

ke-11 dan dilanjutkan kembali adanya peningkatan jumlah sel pada hari ke-12

sampai hari ke-14. Hal tersebut dapat dikarenakan adanya tambahan nutrisi untuk

pertumbuhan Nannochloropsis sp. yang diperoleh dari lisis sel-sel yang telah mati

(Annisa, 2005).

Laju pertumbuhan spesifik menurun menjadi -1,160 setelah masa puncak

populasi, dengan kepadatan sel kultur 12,90×106 sel/mL. Hal ini diduga nutrisi di

dalam media kultur telah banyak dimanfaatkan oleh sel Nannochloropsis sp.

sehingga terjadi akumulasi senyawa amonia dalam konsentrasi tinggi dan

menyebabkan kematian pada sel kultur (Fogg, 1965 dalam Panggabean, 2000 dan

Suantika, 2009).

4.2.2. Kepadatan dan Laju Pertumbuhan Spesifik Nannochloropsis sp. dengan Perlakuan Pupuk dalam Media Logam Berat

Pertumbuhan Nannochloropsis sp. relatif rendah dan stabil dari hari ke-1

sampai hari ke-4. Hal tersebut diduga karena adanya faktor-faktor lingkungan

yang mempengaruhi pertumbuhan dari sel Nannochloropsis sp. Faktor-faktor

lingkungan tersebut adalah perlakuan parameter media yang disesuaikan dengan

keadaan lingkungan penambangan, dimana besarnya salinitas adalah 37 ‰ dan

dengan pH relatif asam yaitu 6-7.

Kualitas air tersebut dapat menghambat pertumbuhan sel Nannochloropsis

sp., karena mikroalga dapat hidup normal pada salinitas optimum 25-35 ‰, suhu

Page 54: Metode Untuk AAS 1

42

optimum 25-32 oC, dan pH optimum berkisar 7-8 (Sylvester et al., 2002). Selain

itu, hal ini didukung dengan kondisi media yang relatif asam, sehingga tingkat

kelarutan ion-ion logam berat lebih tinggi di dalam media kultur. Dengan

demikian, terdapat banyak akumulasi logam berat di dalam tubuh mikroalga yang

menyebabkan pertumbuhan sel terhambat.

Pertumbuhan Nannochloropsis sp. memasuki fase eksponensial pada hari

ke-5 sampai hari ke-8, fase tersebut dapat dilihat dari laju pertumbuhan spesifik

sel Nannochloropsis sp. dimana pada hari ke-9, nilai laju pertumbuhan spesifik sel

menurun menjadi -0,044. Hari berikutnya kepadatan sel relatif konstan, yang

diduga karena nutrisi di dalam media mulai berkurang. Selain itu faktor-faktor

lingkungan masih sangat rentan terjadi di dalam media kultur, sehingga jumlah

kepadatan sel cenderung meningkat walaupun hanya sedikit. Selanjutnya

kepadatan sel Nannochloropsis sp. menurun dari hari ke-14 sampai hari ke-15,

ditandai dengan jumlah kepadatan sel yang menurun menjadi 8,90×106 dan

8,00×106 sel/mL dan laju pertumbuhan spesifik (negatif), yaitu -0,094 dan -0,494.

4.2.3. Kepadatan dan Laju Pertumbuhan Spesifik Nannochloropsis sp. dengan Perlakuan Tanpa Pupuk dalam Media Logam Berat

Laju pertumbuhan dan kepadatan sel Nannochloropsis sp. cenderung lebih

kecil dibandingkan perlakuan yang lain. Kepadatan sel maksimum sel

Nannochloropsis sp. hanya mencapai 1,26×106 sel/mL pada hari ke-10. Jumlah

kepadatan sel dari hari pertama kultur relatif menurun. Penurunan jumlah sel

dapat disebabkan oleh kurang tersedianya makro dan mikronutrien yang

dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroalga. Laju pertumbuhan mulai menurun

pada hari ke-11 dengan kepadatan sel 0,76×106 sel/mL dan laju pertumbuhan

Page 55: Metode Untuk AAS 1

43

spesifik -0,507. Selanjutnya kepadatan sel relatif menurun sampai hari ke-15,

dengan kepadatan sel 0,43×106 sel/mL.

Keadaan ini juga dihambat oleh adanya faktor lingkungan di media kultur.

Salinitas di media kultur mencapai 37 ‰, dan kisaran pH antara 6-7. Hal tersebut

juga dapat digambarkan dengan warna media yang relatif tidak berubah dari hari

pertama hingga hari terakhir kultur, sehingga jumlah kepadatan sel cenderung

menurun.

4.3. Perbandingan Kepadatan sel Mikroalga (Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp.)

Perbandingan jumlah kepadatan sel Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp.

memperlihatkan pola pertumbuhan yang berbeda tiap perlakuan. Gambar 12.

menunjukkan jumlah kepadatan sel Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp.

Keterangan: PP = menggunakan pupuk; TP= tanpa menggunakan pupuk

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

1 3 5 7 9 11 13 15

Kep

adat

an (×

106

sel/m

l)

Hari ke-

Chlor (Kontrol) Chlor (PP) Chlor (TP)

Nanno (Kontrol) Nanno (PP) Nanno (TP)

Gambar 12. Kepadatan sel Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. dengan perlakuan kontrol, menggunakan pupuk, dan tanpa pupuk

Page 56: Metode Untuk AAS 1

44

Chlorella sp. memiliki jumlah kepadatan sel lebih tinggi dibandingkan

Nannochloropsis sp. dengan perlakuan menggunakan pupuk dan tanpa pupuk.

Sebaliknnya, Kepadatan sel Nannochloropsis sp. jauh lebih tinggi dibandingkan

Chlorella sp. dengan perlakuan kontrol.

4.3.1. Kultivasi Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. pada media Kontrol

Kepadatan sel Chlorella sp. relatif lebih stabil dibandingkan

Nannochloropsis sp. Keadaan tersebut dibuktikan dengan jumlah sel yang

cenderung meningkat dari hari ke-1 kultur sampai hari ke-10, dan dilanjutkan

dengan penurunan sel yang tidak signifikan. Kapadatan sel Nannochloropsis sp.

maksimum terjadi dua kali, yaitu pada hari ke-10 dan ke-14. Jumlah sel

maksimum pada hari ke-10 adalah 42,50×106 sel/mL dan 41,15×106 sel/mL pada

hari ke-14. Sel Chlorella sp. mengalami satu kali puncak pertumbuhan populasi,

yaitu pada hari ke-10, dan dilanjutkan penurunan jumlah sel sampai hari ke-15,

dengan jumlah sel 9,30×106 sel/mL.

Gambar 13. Grafik kepadatan sel Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. perlakuan kontrol

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

1 3 5 7 9 11 13 15

Chlorella Nannochloropsis

Page 57: Metode Untuk AAS 1

45

Masa fase lag dari Nannochloropsis sp. terjadi kurang dari empat hari,

ditandai dengan jumlah sel yang meningkat relatif lebih lambat, dan menunjukkan

sel masih mengalami adaptasi terhadap lingkungan kultur media. Sel Chlorella sp.

memiliki sifat adaptasi yang sangat baik terhadap lingkungan media kultur. Hal

tersebut ditandai dengan penambahan jumlah sel kultur yang meningkat drastis

pada hari ke-2, dan ditunjukkan dengan laju pertumbuhan spesifik sebesar 2,751.

Kepadatan sel Chlorella sp. meningkat hingga 15 kali lipat dari hari pertama

kultur, dengan kepadatan sel mencapai 4,70×106 sel/ ml.

Periode eksponensial untuk sel Nannochloropsis sp. terjadi pada hari ke-4

sampai hari ke-10, ditandai dengan penambahan jumlah sel yang meningkat

secara eksponensial dan warna media yang semakin pekat menjadi hijau cerah

hingga hari ke-10. Sel Chlorella sp. memasuki tahap eksponensial dari hari ke-2

sampai hari ke-10, yang ditandai dengan pertambahan kepadatan sel dan warna

media yang berubah menjadi hijau gelap.

Masa pertumbuhan eksponensial sel Nannochloropsis sp. lebih besar

dibandingkan dengan Chlorella sp. Hal tersebut dibuktikan dengan jumlah

kepadatan sel Nannochloropsis sp. cenderung lebih besar daripada Chlorella sp.

Kepadatan maksimum Nannochloropsis sp. mencapai 42,50×106 sel/mL

sedangkan Chlorella sp. 31,00×106 sel/mL. Peningkatan jumlah sel dalam media

diduga karena luas permukaan sel Chlorella sp. yang terlihat melalui mikroskop

lebih besar dibandingkan dengan Nannochloropsis sp. Semakin besar luas

permukaan sel, maka ruang untuk tumbuh dan berkembang akan semakin kecil,

sehingga penambahan kepadatan maksimum sel Nannochloropsis sp. lebih besar

dibandingkan Chlorella sp.

Page 58: Metode Untuk AAS 1

46

4.3.2. Kultivasi Chlorella sp. dengan Nannochloropsis sp. Menggunakan Pupuk dalam Media Limbah Logam Berat Kepadatan sel Chlorella sp. cenderung lebih besar dibanding

Nannochloropsis sp. Hal tersebut ditunjukkan dengan kepadatan sel maksimum

sel Chlorella sp. mencapai 16,72×106 sel/mL, sedangkan sel Nannochloropsis sp.

9,30×106 sel/mL. Laju pertumbuhan spesifik Chlorella sp. juga lebih tinggi

dibandingkan Nannochloropsis sp., yang dibuktikan dari hari ke-6 memasuki fase

eksponensial, laju pertumbuhan Chlorella sp. masih menunjukkan peningkatan

dibandingkan sel Nannochloropsis sp.

Fase lag Chlorella sp. dimulai dari hari ke-1 hingga hari ke-5. Kultivasi

mulai memasuki fase eksponensial pada hari ke-6 yang ditandai dengan

perubahan laju pertumbuhan spesifik dari 0,189 menjadi 0,468.

Gambar 14. Grafik kepadatan sel Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. dengan menggunakan pupuk

Berbeda dengan Nannochloropsis sp. yang memiliki adaptasi lebih cepat

terhadap lingkungannya. Adaptasi yang baik ini ditandai pada hari ke-5 kultur,

sel Nannochloropsis sp. mulai memasuki fase eksponensial, dengan perubahan

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

1 3 5 7 9 11 13 15

Chlorella Nannochloropsis

Page 59: Metode Untuk AAS 1

47

laju pertumbuhan spesifik menjadi 0,531 dari hari ke-4 yaitu 0,431. Dengan

demikian, proses tersebut menegaskan bahwa Nannochloropsis sp. memiliki sifat

adaptasi terhadap lingkungan kultur lebih baik daripada Chlorella sp.

Masa eksponensial dapat terjadi apabila ditandai dengan penambahan

jumlah sel yang dimulai secara signifikan. Pertambahan jumlah kepadatan sel

Chlorella sp. memasuki periode eksponensial berlangsung dari hari ke-6 sampai

hari ke-10, dengan kepadatan sel meningkat hingga 15,17×106 sel/mL.

Pertumbuhan ini berbeda dengan sel Nannochloropsis sp. yang memasuki periode

fase eksponensial dari hari ke-5 hingga hari ke-8, dengan kepadatan sel mencapai

9,28×106 sel/mL.

Fase deklinasi terjadi pada hari ke-11 dari sel Chlorella sp. dan hari ke-9

untuk sel Nannochloropsis sp. Perbedaan pada fase deklinasi dapat disebabkan

oleh pemanfaatan nutrisi di dalam media kultur. Sel Nannochloropsis sp. telah

memaksimalkan pemanfaatan nutrisi dari pertama kultur hingga hari ke-5, dengan

kepadatan sel lebih besar daripada Chlorella sp., sehingga kepadatan sel

cenderung sedikit untuk meningkat pada hari-hari berikutnya.

Sel Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. mulai mengalami pertumbuhan

kembali pada hari ke-12, dengan pemanfaatan lisis sel-sel dari sisa metabolisme

yang telah mati. Selanjutnya sel memasuki fase kematian yang ditandai dengan

jumlah kepadatan sel menurun dari hari ke-14 sampai ke-15, dengan jumlah

kepadatan sel Chlorella sp. turun hingga 15,27×106 sel/mL, dan 8,00×106 sel/mL

untuk Nannochloropsis sp.

Pertumbuhan sel di dalam media kultur logam berat sangat dipengaruhi

oleh nilai pH. Dapat dilihat perbandingan antara grafik media kontrol dengan

Page 60: Metode Untuk AAS 1

48

perlakuan media logam berat pada Gambar 12. Grafik perlakuan kontrol

menunjukkan jumlah kepadatan sel jauh lebih tinggi dibandingkan dengan

perlakuan logam berat. Hal tersebut dapat disebabkan karena rendahnya nilai

derajat keasaman (pH asam) yang menyebabkan laju pertumbuhan menjadi

lambat serta jumlah kepadatan sel akan semakin kecil. Penelitian Wong dan Lay

(1980) dalam Prihantini et al. (2005) menunjukkan bahwa Chlorella pyrenoidosa

yang ditumbuhkan dalam media Bristol dengan pH 7 memiliki kerapatan sel yang

lebih tinggi daripada media dengan pH 6,4.

Selain hal tersebut, ada faktor lain yang dapat mempengaruhi kepadatan sel

Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp., yaitu kadar salinitas. Salinitas dapat

mempengaruhi kinerja proses fotosintesis dan pembentukan sel individu baru.

Menurut Sutomo (1991), pertumbuhan Chlorella sp. menurun sejalan dengan

meningkatnya salinitas, yaitu dari 40–60 ‰, maupun dengan menurunnya

salinitas dari 20-5 ‰. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa naik atau

turunnya salinitas sangat berpengaruh terhadap tekanan osmosis dalam tubuh dan

mekanisme osmoregulasi yang secara langsung dapat mempengaruhi sistem

metabolisme yang berakibat terhadap penurunan jumlah populasi sel mikroalga.

4.3.3. Kultivasi Chlorella sp. dengan Nannochloropsis sp. Tanpa Pupuk dalam Media Limbah Logam berat

Jumlah kepadatan sel Chlorella sp. lebih stabil dibandingkan dengan sel

Nannochloropsis sp. Sel Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. mengalami laju

pertumbuhan yang relatif lebih lambat daripada perlakuan lainnya. Namun, sel

Chlorella sp. masih mampu tumbuh dengan kepadatan sel mencapai 1,72×106

Page 61: Metode Untuk AAS 1

49

sel/mL pada hari ke-9, dibandingkan sel Nannochloropsis sp. mencapai 1,26×106

sel/mL pada hari ke-10.

Gambar 15. Grafik kepadatan sel Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. dengan perlakuan tanpa pupuk

Pola adaptasi Chlorella sp. pada sistem kultur ini lebih baik daripada sel

Nannochloropsis sp. yang ditandai dengan adanya penambahan jumla kepadatan

sel dari hari ke-1 sampai hari ke-5, dibandingkan dengan kepadatan sel

Nannochloropsis sp. yang cenderung menurun sampai hari ke-5. Pola adaptasi ini

menggambarkan pertumbuhan sel Chlorella sp. lebih dominan dbandingkan

dengan sel Nannochloropsis sp.

Pada hari ke-6 kapadatan sel Chlorella sp. mengalami penurunan, dan

sebaliknya dengan sel Nannochloropsis sp. yang mulai mengalami pertambahan

kepadatan sel. Hari berikutnya sampai hari ke-13, jumlah sel Chlorella sp. masih

menunjukkan adanya pertumbuhan, selanjutnya penurunan sel terjadi pada hari

ke-14 sampai hari ke-15, sedangkan sel Nannochloropsis sp. cenderung

mengalami penurunan jumlah sel dari hari ke-11 sampai hari ke-15.

0.00

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00

1.20

1.40

1.60

1.80

2.00

1 3 5 7 9 11 13 15

Chlorella Nannochloropsis

Page 62: Metode Untuk AAS 1

50

Hal tersebut menggambarkan bahwa sel Chlorella sp. memiliki sifat

adaptasi yang lebih baik dibandingkan Nannochloropsis sp., dan mampu bertahan

hidup walaupun di lingkungan yang ekstrim miskin nutrisi, salinitas tinggi, dan

pH yang berfluktuatif, disertai dengan adanya ion-ion logam berat dengan

konsentrasi tinggi yang terdapat di dalam media kultur.

4.4. Kapasitas Bioabsorpsi Mikroalga (Nannochloropsis sp. dan Chlorella sp.) dalam Media Limbah

Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. memiliki kapasitas serapan

(bioabsorpsi) yang berbeda terhadap perlakuan ion logam berat. Sel

Nannochloropsis sp. memiliki daya serap yang lebih tinggi dibandingkan

Chlorella sp. Nilai konsentrasi logam berat awal dan akhir setelah kultivasi

disajikan melalui Tabel 5.

Tabel 5. Konsentrasi logam Timbal (Pb), Tembaga (Cu), Kadmium (Cd), dan Kromium (Cr ) pada media limbah logam berat

No. Keterangan Konsentrasi Logam Berat (mg/L)

Pb Cu Cd Cr

1. Kontrol (Hari ke-0) 0,700 0,115 0,110 0,210

2. Kontrol (Hari ke-15) 1,182 0,127 0,180 0,212

3. Sisa Konsentrasi Logam Berat dalam Media (mg/L)

Chlorella sp. <0,001 <0,001 0,029 0,111 Nannochloropsis sp. <0,001 <0,001 0,002 0,100

4. Persentase Serapan Logam Berat (%)

Chlorella sp. 99,999 99,999 84,083 47,669 Nannochloropsis sp. 99,999 99,999 98.733 52,626

5. Konsentrasi Logam Berat pada Biomassa (mg/g)

Chlorella sp. 18,260 1,950 2,314 1,543 Nannochloropsis sp. 23,158 2,959 3,285 2,059

Page 63: Metode Untuk AAS 1

51

Berdasarkan nilai yang disajikan oleh Tabel 5 di atas, ion logam berat

mengalami perubahan, dari kontrol yaitu meningkat hampir 40%. Peningkatan

konsentrasi ini diduga karena adanya penguapan dari media kultur yang

disebabkan oleh intensitas cahaya yang berasal dari lampu neon 40 watt saat

kultur. Ion logam Pb meningkat hingga 40% dari konsentrasi logam Pb awal, ion

logam Cu meningkat hingga 36% dari konsentrasi awal, ion logam Cd meningkat

11% dari konsentrasi awal, dan logam berat Cr meningkat 1% dari konsentrasi

logam berat awal. Contoh penghitungan dapat dilihat pada Lampiran 3.

Intensitas cahaya (lampu neon) yang diberikan pada media kultur

mempengaruhi konsentrasi akhir logam berat. Hal tersebut berpengaruh pada

pemekatan konsentrasi logam yang ada pada media. Selain itu, aerasi atau

pengadukan juga ikut membantu proses penguapan dari media, karena intensitas

aerasi yang tinggi dapat mempengaruhi kualitas air media, yang ditandai dengan

adanya kerak berwarna kehijauan yang menempel pada toples media kultur.

Secara khusus, dalam penelitian ini dilakukan kajian adsorpsi (penyerapan)

logam berat oleh mikroalga Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. dari

lingkungan yang tercemar logam berat di perairan laut. Dalam penelitian ini

dipilih logam berat Pb, Cd, Cu, dan Cr karena ion logam-logam tersebut memiliki

tingkat konsentrasi melebihi NAB (Nilai Ambang Batas) yang telah ditetapkan

oleh Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup (KMNLH, 2004) mengenai

pedoman penetapan baku mutu lingkungan. Logam berat tersebut juga

merupakan pencemar lingkungan laut karena memiliki sifat racun yang tinggi

serta terakumulasi dalam hati dan ginjal melalui ikatan yang kuat dengan residu-

residu dari metalotionin (Faust dan Aly, 1981 dalam Haryoto, 2004).

Page 64: Metode Untuk AAS 1

52

Penelitian ini menggunakan dua spesies mikroalga, yaitu Chlorella sp. dan

Nannochloropsis sp. Pemilihan jenis mikroalga ini dikarenakan spesies tersebut

merupakan salah satu dari spesies mikroalga yang memenuhi persyaratan sebagai

bioindikator pencemaran perairan dan mudah untuk dibudidayakan (Arifin, 1997

dalam Haryoto, 2004). Selain itu, setiap sel dengan luas permukaan yang berbeda

juga mempengaruhi kapasitas serapan dari ion-ion logam berat.

Mikroalga, seperti halnya organisme lain memiliki mekanisme

perlindungan untuk mempertahankan kehidupannya. Menurut Connel (1990)

dalam Haryoto (2004), mekanisme perlindungan ini melibatkan penbentukan

kompleks-kompleks logam dengan protein dalam sel, sehingga logam dapat

terakumulasi dalam sel tanpa menganggu aktivitasnya. Pada konsentrasi logam

yang tinggi, akumulasi dapat menganggu pertumbuhan sel, karena sistem

perlindungan organisme tidak mampu mengimbangi efek toksisitas logam. Pada

dasarnya alga atau ganggang memiliki permukaan yang bermuatan negatif tinggi

sehingga dapat menarik logam berat yang memiliki muatan positif yang kuat

(Oswald, 1988). Dengan demikian, konsentrasi logam berat dalam media

kultivasi menggunakan limbah logam berat tidak berpotensi menghambat laju

pertumbuhan dari kedua spesies mikroalga tersebut.

Konsentrasi awal logam berat Pb, Cd, Cu, dan Cr berturut-turut adalah

0,700; 0,110; 0,115; dan 0,210 ppm. Menurut KMNLH No. 51 Tahun 2004 NAB

(Nilai Ambang Batas) dari logam berat Pb, Cd, Cu, dan Cr berturut-turut adalah

0,008; 0,001; 0,008; dan 0,008 ppm untuk kepentingan biota-biota di lingkungan

perairan laut dan juga berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.

82 tahun 2001, konsentrasi logam berat Pb, Cd, Cu, dan Cr sebaiknya kurang dari

Page 65: Metode Untuk AAS 1

53

0,03; 0,01; 0,01; dan 0,01 ppm. Penelitian ini telah memperlihatkan bahwa

perbedaaan jenis mikroalga sebagai adsorben (Chlorella sp. dan Nannochloropsis

sp.) dan jenis logam berat sebagai adsorbat (Pb, Cu, Cd, dan Cr) dapat

mempengaruhi kapasitas serapan dari masing-masing ion logam berat. Perbedaan

diduga karena tiap sel mikroalga memiliki daya serap yang berbeda-beda,

tergantung dari kandungan gugus fungsional dari dinding sel dan pertukaran ion

yang terjadi pada permukaan selnya. Selain itu, luas permukaan sel dari masing-

masing jenis mikroalga juga memperngaruhi laju serapan logam berat oleh

mikroalga tersebut.

Hasil akhir penelitian menunjukkan bahwa biomassa sel Nannochloropsis

sp. memiliki kapasitas serapan lebih baik dibandingkan Chlorella sp. Hal tersebut

diduga terjadi karena dalam suatu wadah dengan kapasitas volume yang sama,

luas permukaan sel dari Nannochloropsis sp. lebih kecil (2-4 µm) dibandingkan

Chlorella sp. (2-8 µm), sehingga kepadatan sel Nannochloropsis sp. yang diamati

lebih tinggi dibandingkan Chlorella sp. Dengan demikian, hal tersebut

mempengaruhi kapasitas serapan logam berat dari masing-masing sel mikrolaga.

Sel Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. memiliki daya serap yang tinggi

terhadap ion logam berat. Kapasitas serapan ini dapat terlihat dari persentase

serapan ion logam berat yang mencapai hampir 100%. Kapasitas serapan yang

tinggi dapat disebabkan oleh adanya faktor lingkungan yang mendukung

pertumbuhan mikroalga dan tingkat kelarutan logam berat di dalam media kultur.

Menurut penelitian yang pernah dilakukan oleh Suh et al. (1999) dalam

Triyatno (2004) mengenai pengaruh pH terhadap akumulasi Pb2+ dari limbah

industri oleh mikroorganisme, menunjukkan bahwa pH optimum akumulasi Pb2+

Page 66: Metode Untuk AAS 1

54

pada Saccharomyces cerevisiae adalah pH 4-5, sedangkan Aureobasidium

pullulans pada pH 6-7. Proses akumulasi kedua mikroorganisme tersebut jelas

berbeda, karena pada S. cerevisiae, ion Pb2+ dapat menembus ke dalam bagian

dalam sel, sedangkan pada A. pullulans akumulasi hanya terjadi pada bahan

polimerik ekstraselular di sekitar permukaan sel. Dengan demikian, pH

memegang peranan penting dalam kapasitas serapan logam berat oleh Chlorella

sp. dan Nannochloropsis sp.

Berbeda dengan hasil serapan logam berat Pb, Cd, dan Cu. Logam berat Cr

memiliki kapasitas serapan sebesar 50% dibandingkan dari rata-rata serapan

logam keseluruhan (Pb, Cu, dan Cd) >80%. Hal tersebut diduga karena kelarutan

ion logam Cr lebih tinggi dalam kondisi media basa. Ion logam yang memiliki

valensi lebih dari 2 biasanya memiliki kelarutan ion pada kondisi basa.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Kimbrough, et al. (1999) dalam

Slamet et al. (2005) bahwa logam Cr(III) mudah diendapkan atau diabsorpsi oleh

senyawa-senyawa organik dan anorganik pada pH netral atau alkalin (basa).

Secara keseluruhan, mekanisme serapan logam berat hampir mencapai

optimum, dengan kapasitas penyerapan hingga 90%. Konsentrasi akhir logam-

logam berat tersebut secara keseluruhan diduga telah berada di bawah NAB (Nilai

Ambang Batas) dari ion logam berat yang berbahaya bagi makhluk hidup yang

diputuskan oleh KMNLH No. 51 Tahun 2004 khususnya di perairan laut.

Page 67: Metode Untuk AAS 1

55

4.5. Kualitas Air Media Kultur

4.5.1. Salinitas

Salinitas air media kontrol relatif meningkat setiap harinya. Hal tersebut

dapat diduga karena adanya penguapan dari media kultivasi. Salinitas yang

digunakan hari ke-1 kultur adalah 27 ‰. Salinitas media ini merupakan salinitas

optimum dengan kisaran 25-32 ‰ (Sylvester et al., 2002). Salinitas media

meningkat karena terjadi penguapan akibat pengaruh dari panas lampu yang

digunakan saat kultivasi.

Perubahan salinitas pada media kultur dapat dilihat dari Gambar 16.

Salinitas awal pada kultivasi Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. adalah 27 ‰,

dan salinitas akhir adalah 40 ‰. Kenaikan salinitas pada media kultur berkorelasi

positif terhadap waktu. Chlorella sp. memiliki salinitas maksimum pada hari ke-

15 sebesar 39 ‰, dan Nannochloropsis sp. memiliki salinitas maksimum pada

hari ke-15 sebesar 40 ‰.

Keterangan: PP = menggunakan pupuk; TP= tanpa menggunakan pupuk

Gambar 16. Salinitas media limbah logam berat Chlorella sp. dan

Nannochloropsis sp.

30.00

35.00

40.00

45.00

50.00

55.00

1 3 5 7 9 11 13 15

Chlor (PP) Chlor (TP) Nanno (PP) Nanno (TP)

Page 68: Metode Untuk AAS 1

56

Selain itu, kenaikan salinitas juga diduga berasal dari pengadukan media

kultur dari aerator sehingga mengakibatkan terjadinya penguapan. Berdasarkan

analisis validitas Pearson, salinitas memiliki korelasi positif terhadap jumlah

kepadatan sel Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. Uji lanjut regresi (lampiran

4) memperlihatkan bahwa perubahan salinitas mempengaruhi kepadatan sel

Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. (p<0,05). Keadaan ini dapat diduga

salinitas optimum Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. terjadi pada hari ke-1

hingga hari ke-6 dan ke-7. Hal tersebut dikarenakan salinitas optimum untuk

pertambahan kepadatan sel mikroalga adalah kisaran 25-32 ‰.

Salinitas air pada media perlakuan pupuk relatif meningkat dan berkorelasi

positif terhadap waktu yang diduga karena adanya penguapan yang terjadi di

dalam media kultur. Penguapan ini berasal dari lampu neon 40 watt serta aerasi

dari media kultur. Panas dari lampu neon menguapkan air dalam media dan

meninggalkan garam di dalam media kultur, sehingga salinitas terus meningkat

dengan bertambahnya waktu. Selain itu, faktor yang cukup berpengaruh lainnya

adalah pengadukan media kultur yang membantu terjadinya penguapan air media,

sehingga mengakibatkan perubahan pada salinitas.

Salinitas awal media kultur Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. adalah

37 ‰, sedangkan salinitas akhir media Chlorella sp. 51 ‰ dan Nannochloropsis

sp. adalah 50 ‰ (Lampiran 6). Salinitas maksimum kultur Chlorella sp. dengan

perlakuan pupuk ini adalah pada hari ke-15 sebesar 51 ‰ dan 50 ‰ untuk kultur

Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. Bertambahnya salinitas dapat

mempengaruhi secara nyata pertambahan jumlah kepadatan sel kultur dari kedua

media. Pengaruh tersebut dibuktikan melalui uji validitas Pearson yang

Page 69: Metode Untuk AAS 1

57

menyatakan bahwa salinitas dapat mempengaruhi kepadatan sel Chlorella sp.

(p<0,05), dan tidak mempengaruhi kepadatan sel Nannochloropsis sp. secara

nyata.

Hal ini dapat diduga kepadatan sel Chlorella sp. melalui media dengan

kadar garam lebih besar dari 50 ‰ seharusnya masih memiliki kesetimbangan

biologis terhadap metabolisme tubuh dan kesetimbangan ekologis terhadap media

kultur. Kepadatan sel Chlorella sp. dapat mencapai 60,00 ×106 sel/mL dengan

perlakuan salinitas 50 ‰ (Sutomo, 1991). Mikroalga hampir tidak dapat bertahan

hidup dengan kadar salinitas 0 ‰ dan 60 ‰ (Hirata, 1981 dalam Rostini, 2007).

Salinitas media tanpa perlakuan pupuk fluktuatif dengan bertambahnya

waktu. Salinitas pada hari pertama kultur Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp.

adalah 37‰. Selanjutnya, salinitas meningkat drastis menjadi 45 ‰ dalam waktu

24 jam. Peningkatan konsentrasi salinitas dapat diduga karena adanya penguapan

dari media kultur yang berasal dari lampu neon 40 watt. Aerasi yang tidak

diberikan dalam media kultur juga merupakan faktor utama salinitas meningkat,

karena tanpa adanya pengadukan menyebabkan panas dari media menyebar di

dalam media kultur.

Salinitas maksimum kultur Chlorella sp. terjadi pada hari ke-9 dan hari ke-

13 sebesar 46 ‰. Selanjutnya salinitas pada akhir kultur Chlorella sp. adalah 45

‰. Salinitas maksimum kultur Nannochloropsis sp. terjadi pada hari ke-12

sebesar 45 ‰, dan salinitas akhir media kultur adalah 43 ‰. Berdasarkan uji

validitas Pearson, salinitas pada perlakuan tanpa menggunakan pupuk

berpengaruh terhadap jumlah kepadatan sel Chlorella sp., dan tidak berpengaruh

terhadap kepadatan sel Nannochloropsis sp. pengaruh salinitas ini didukung

Page 70: Metode Untuk AAS 1

58

dengan uji regresi linear yang menunjukkan bahwa perubahan salinitas

mempengaruhi kepadatan sel Chlorella sp. (p<0,05).

4.5.2. Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman pada media kultur berfluktuatif. Perubahan derajat

keasaman dalam media kultur Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. dapat diduga

karena adanya perubahan kelarutan CO2 dan mineral di dalam media pertumbuhan

(Suantika, 2009). Kisaran perubahan pH media kultur Chlorella sp. adalah 6-8,

dan Nannochloropsis sp. dengan kisaran 6-7,67. pH awal kultur Chlorella sp. dan

Nannochloropsis sp. adalah 6, dan pada akhir kultur untuk Chlorella sp. adalah 8,

dan 7,67 untuk Nannochloropsis sp.

Keterangan: PP = menggunakan pupuk; TP= tanpa menggunakan pupuk

Gambar 17. pH media limbah logam Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp.

Secara umum sejak pengamatan hari ke-7 hingga hari ke-15 seluruh media

logam berat dengan perlakuan pupuk mengalami peningkatan pH (Lampiran 6).

Hal tersebut kemungkinan disebabkan adanya aktivitas fotosintesis Chlorella sp.

4

4.5

5

5.5

6

6.5

7

7.5

8

8.5

1 3 5 7 9 11 13 15

pH

Hari

Chlorella (PP) Nannochloropsis (PP)

Chlorella (TP) Nannochloropsis (TP)

Page 71: Metode Untuk AAS 1

59

dan Nannochloropsis sp.. Pada saat fotosintesis, CO2 bebas merupakan jenis

karbon anorganik utama yang digunakan mikroalga. Mikroalga juga dapat

menggunakan ion karbonat (CO32-) dan ion bikarbonat (HCO3

-) (Goldman et al.,

1983 dalam Prihantini et al., 2005). Penyerapan CO2 bebas dan bikarbonat oleh

mikroalga menyebabkan penurunan konsentrasi CO2 terlarut dan mengakibatkan

peningkatan nilai pH (Sze, 1993 dalam Prihantini et al., 2005).

Peningkatan nilai pH pada media perlakuan logam berat Chlorella sp. juga

disebabkan oleh terjadinya penguraian protein dan persenyawaan nitrogen lain.

Amonium (NH4+), nitrat (NO3

-), dan nitrit (NO2-) merupakan bentuk senyawa

nitrogen anorganik yang telah mengalami penguraian (Darley, W.M., 1982 dalam

Prihantini, 2005). Pada umumnya, senyawa nitrogen yang digunakan dalam

metabolisme sel mikroalga (Chlorella sp.) berupa amonium. Amonium

dihasilkan melalui proses disosiasi amonium hidroksida. Amonium hidroksida

merupakan amonia yang terlarut dalam air. Menurut Goldman dan Horne (1983)

dalam Prihantini et al. (2005), reaksi pembentukan amonium adalah sebagai

berikut:

NH3 + H2O NH4OH NH4+ + OH-

Bila reaksi di atas bergerak ke kanan maka konsentrasi amonium di dalam media

akan meningkat dan pH media kultur menjadi basa.

Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa pH mempengaruhi konsentrasi

dan tingkat kelarutan logam berat dalam sel Chlorella sp. Kandungan logam

berat dapat terlarut dalam keadaan pH yang lebih asam dibandingkan lingkungan

sekitarnya, sehingga perlakuan yang diberikan terhadap media menggunakan pH

berkisar 6. Hal ini digambarkan oleh Pawlik et al. (1998), bahwa mikroalga jenis

Page 72: Metode Untuk AAS 1

60

Chlorella kessleri mampu menyerap dengan baik logam berat Cu dengan pH

optimum antara 6 dan 7. Vuceta dan Morgan (1978) dalam Pawlik et al. (1998)

juga mengatakan, logam berat Pb sebagai ion bebas berada pada pH di bawah 7,1.

Menurut uji validitas Pearson, pH mempengaruhi kepadatan sel Chlorella

sp. dan tidak mempengaruhi kepadatan sel Nannochloropsis sp. yang dapat

dibuktikan dengan uji regresi linear yang menunjukkan bahwa pH mempengaruhi

kepadatan sel Chlorella sp. (p<0,05), dan tidak mempengaruhi Nannochloropsis

sp. Uji korelasi validitas Pearson ini dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Indeks Korelasi Pearson pengaruh salinitas dan pH pada Chlorella sp. Uji

Korelasi Pearson kepadatan salinitas pH

Kepadatan 1 0,942** 0,755** Salinitas 0,942** 1 0,884** pH 0,755** 0,884** 1

** = Korelasi signifikan pada level 0,05

Hal tersebut ditegaskan dari penelitian yang pernah dilakukan oleh Wong

dan Lay (1980) dalam Prihantini et al. (2005) mendapati kultivasi Chlorella

pyrenoidosa yang ditumbuhkan dalam media Bristol pH 7 memiliki kerapatan sel

yang lebih tinggi daripada media pH 6,4. Hal ini menunjukkan bahwa sel

Chlorella sp. telah dipengaruhi kondisi keasaman media dengan kondisi pH 6.

Perubahan derajat keasaman pada media kultur tanpa perlakuan pupuk

adalah 6-8 untuk Chlorella sp. dan 6-7 untuk Nannochloropsis sp. pH awal dari

media kultur Chlorella sp. adalah 6, dan 8 pada saat akhir kultur, serta

Nannochloropsis sp. memiliki nilai pH awal 6 dan pH akhir 6. Uji validitas

Pearson memperlihatkan bahwa pH tidak mempengaruhi jumlah kepadatan sel

Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp., yang ditunjukkan menggunakan regresi

linear, dengan p>0,05.

Page 73: Metode Untuk AAS 1

61

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Kultivasi dengan menggunakan sel Chlorella sp. memperlihatkan bahwa,

perlakuan kontrol memiliki tingkat pertumbuhan teringgi dan laju pertumbuhan

spesifik teringgi dibandingkan perlakuan menggunakan pupuk dan tanpa pupuk.

Begitu pula dengan sel Nannochloropsis sp., yang memperlihatkan bahwa µmaks

dan kepadatan maksimum tertinggi ditemukan pada perlakuan kontrol.

Perbandingan laju pertumbuhan spesifik maksimum dan kepadatan sel

maksimum sel Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. memperlihatkan bahwa sel

Chlorella sp. perlakuan kontrol memiliki laju pertumbuhan spesifik dan kepadatan

maksimum lebih rendah dibandingkan sel Nannochloropsis sp. Sebaliknya, pada

perlakuan media menggunakan limbah logam berat Chlorella sp. memiliki nilai

µmaks dan kepadatan maksimum lebih tinggi dibandingkan sel Nannochloropsis sp.

pada perlakuan menggunakan pupuk dan tanpa pupuk.

Berdasarkan nilai kapasitas bioabsorpsi, Chlorella sp. memiliki laju

serapan logam berat lebih rendah dibandingkan sel Nannochloropsis sp. yang

diperlihatkan dari nilai kapasitas bioabsorpsi dari kedua spesies tersebut.

Intensitas penyerapan logam berat tertinggi pada kedua sel mikroalga adalah

terdapat pada logam berat Pb dan Cu, sedangkan intensitas penyerapan paling

rendah adalah pada logam berat Cr.

Kualitas air media kultivasi (pH dan salinitas) mempengaruhi laju

pertumbuhan Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. Perlakuan menggunakan

pupuk memperlihatkan bahwa pH dan salinitas mempengaruhi pertumbuhan

Chlorella sp.

Page 74: Metode Untuk AAS 1

62

5.2. Saran

Penelitian selanjutnya perlu dilakukan pengujian kandungan lipid (fatty

acid) yang terdapat di dalam sel mikroalga dan pengujian terhadap waktu untuk

mencapai kesetimbangan mikroalga dalam menyerap logam berat.

Page 75: Metode Untuk AAS 1

63

DAFTAR PUSTAKA

Annisa, 2005, Respon Chlorella pyrenoidosa terhadap Senyawa Klorporifos,

Tesis. Departemen Biologi, Institut Teknologi Bandung. Bandung. Anon, Sen M.A.T., Kocer M.T. Alp, dan H. Erbas. 2009. Studies on Growth

Marine Microalgae in Batch Cultures: III. Nannochloropsis oculata (Eustigmatophyta). Departement of Basic Aquatic Sciences, Faculty of Aquaculture, Firat University, Elazig, Turkey. Asian Journal of Plant Sciences 4(6) : 642-644.

Cahyaningsih, S. 2009. Standar Nasional Indonesia Pembenian Perikanan (Pakan

Alami). Pelatihan MPM-CPIB Pembenihan Udang, 16-20 Juni 2009, Situbondo. Balai Budidaya Air Payau Situbondo. Situbondo.

Edhy, W.A., Januar, dan Kurniawan. 2003. Plankton di Lingkungan PT. Central

Pertiwi Bahari. Laboratorium Central Department, Aquaculture Division PT. Central Pertwi Bahari. Tulang Bawang.

Haryoto dan Wibowo. 2004. Kinetika Bioakumulasi Logam Berat Kadmium oleh

Fitoplankton Chlorella sp. Lingkungan Perairan Laut. Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyyah, Surakarta. Jurnal Penelitian Sains dan Teknologi, Vol. 5(2): 89-103.

Hutagalung, H. 1995. Heavy Metals Content in Sediment in Jakarta Bay,

Indonesia. Dalam : Asean Criteria and Monitoring. Advance in Marine Environmental Management and Human Health Protection (Watson D, KS Wong and Vigers Eds) Asean Canada CPMS II. Proceeding of Asean Canada Midterm Technical Review Conference on Marine Science, Singapore 24-28 Oktober 1994. Hal: 273-275

Kawaroe, M. 2008. Mikroalga sebagai Bahan Baku Biofuel. Surfactant and

Bioenergy Research Centre, Lembaga Pengabdian Pada Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Kawaroe, M., T. Prartono, Wulan Sari, Augustine. 2010. Fatty Acid Content of Indonesian Aquatic Microalgae. HAYATI Journal of Biosciences. Vol. 17(4): 196-200.

KMNLH, 2004. Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan. Kantor Menteri Negara Kependudukan Lingkungan Hidup 2004. Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup. Kep-51/MENEGLH/ 2004. Sekretariat Negara, Jakarta.

Page 76: Metode Untuk AAS 1

64

Krichnavaruk, S., Worapanne, Sorawit, dan Prasert. 2004. Optimal Growth Conditions and the Cultivation of Chaetoceros calcitrans in Airlift Photobioreactor. Chemical Engineering. 105: 91-98.

Oswald, W.J. 1988. Micro-algae and Wastewater Treatment. Microalgal

Biotechnology. Edited by Borowtzka, M.A and Borrow L.J. cambridge University Press. Cambridge.

Panggabean, L.M.G. dan Sutomo. 2000. Karakteristik Pertumbuhan Beberapa

Jenis Diatomae dalam Kultur Laboratoris. Seminar Lustrum IX Fakultas Biologi dan Kongres I Kabiogama, 22-24 September 2000, Yogyakarta. Puslitbang Oseanologi-LIPI, Jakarta. Indonesia.

Pawlik, B., Skowronska, Pirszel, dan Skowronski. 1998. The Sorption and

Removal of Heavy Metals by Algal Biomasses. Institute of Technology, Polish Academy of Science, Experimental Station. Lublin, Poland. XVIth Symposium. p: 101-102

Prihantini, N.B., Putri, dan Yuniati. 2005. Pertumbuhan Chlorella spp. dalam

Medium Ekstrak Tauge (Met) Dengan Variasi pH Awal. Departemen Biologi Fakultas MIPA, Universitas Indonesia. Depok.

Rostini, I. 2007. Karya Ilmiah. Kultur Fitoplankton (Chlorella sp. dan Tetraselmis sp.) pada Skala Laboratorium di Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Bojonegara. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Padjajaran. Bandung.

Slamet, R., Arbianti, dan Daryanto. 2005. Pengolahan Limbah Organik (Fenol)

dan Logam Berat (Cr6+ atau Pt4+) Secara Simultan dengan Fotokatalis TiO2, ZnO-TiO2, dan CdS-TiO2. Departemen Teknik Gas dan Petrokimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok. Makara, Teknologi, 9(2): 66-71.

Suantika, G., Pingkan, dan Yusuf. 2009. Tesis. Pengaruh Kepadatan Awal

Inokulum terhadap Kualitas Kultur Chaetoceros gracilis (Schuut) pada Sistem Batch. Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Suhendrayatna. 2001. Bioremoval Logam Berat dengan Menggunakan

Mikroorganisme: Suatu Kajian Kepustakaan (Heavy Metal Bioremoval by Microorganisme: A Literature Study). Makalah. Disampaikan pada Seminar On-Air Bioteknologi untuk Indonesia Abad 21. 1-14 Februari 2001. Sinergy Forum – PPI Tokyo Institute of Technology.

Sutomo, 1991. Pengaruh Salinitas dan pH Terhadap Pertumbuhan Chlorella sp..

Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi – LIPI Jakarta. Diseminarkan pada Lustrum VII Fakultas Bioologi UGM. Jurnal Biologi, 1(1): 39-47.

Page 77: Metode Untuk AAS 1

65

Sylvester, B., Nelvy, dan Sudjiharno. 2002. Biologi Fitoplankton, Budidaya Fitoplankton dan Zooplankton. Balai Budidaya Laut Lampung. Makara, Teknologi. 9: 3-23.

Triani, L. 2006. Desorpsi Ion Logam Tembaga (II) dari Biomassa Chlorella sp

yang Terimobilisasi Dalam Silika Gel. Jurusan Kimia Universitas Negeri

Semarang. Semarang. Taw, N. 1990. Petunjuk Pemeliharaan Kultur Murni dan Massal Mikroalga.

Proyek Pengembangan Udang, United nations development Programme, Food and Agriculture Organizations of the United Nations.

Triyatno. 2004. Kapasitas Adsorpsi Alga Chlorella sp. yang Diimobilisasi dalam

Silika Gel Terhadap Ion Logam Cu dalam Limbah Kuningan, Jurusan Kimia FMIPA, Universitas Negeri Semarang. Semarang.

Umdu, E.S., Mert, dan Erol. 2009. Transesterification of Nannochloropsis oculata

microalga’s lipid to biodiesel on Al2O3 supported CaO and MgO catalyst. Bioresource Technology. 100: 2828-2831.

Vijayaraghavan, K., Jegan, Palanivelu and Velan. 2004. Copper Removal from

Aqueous Solution by Marine Green Algae Ulva reticulata, Electronic Journal of Biotechnology, 7(1): 61-71.

Vinithkumar, N.V. 2004. Marine Pollutions: A Perspective, Monitoring and

Control in India. http://www.chem-is try.org/artikel_kimia/biokimia/ alga_sebagai_bioindikator _dan_biosorben_logam_berat_bagian_2 _biosorben/. [Diunduh tanggal 15 Maret 2011]

Yefrida, R. Kamila, Refilda. 2008. Regeneration and reuse sawdust powder from

Kayu Meranti (Shorea sp.) as a sorbent for cadmium ion in water. Jurnal of Biotechnology, 8(1): 24-28.

Page 78: Metode Untuk AAS 1

LAMPIRAN

Page 79: Metode Untuk AAS 1

66

LAMPIRAN

Lampiran 1 Penghitungan kelimpahan Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp.

Kepadatan (ind/ml) = ��

� � 104 ……………… (1)

Pengamatan dilakukan dengan 3 kali pengulangan.

Contoh: Pengamatan pada Chlorella sp. pada hari ke-1 pada ulangan 1 diperoleh

N = 20.

Penyelesaian : N = Kelimpahan (sel/ml) = 20 × (25/5) × 104 = 100×104

Jadi jumlah sel pada ulangan 1 didapat 100×104 sel/ml.

Bidang Pengamatan

Page 80: Metode Untuk AAS 1

67

Lampiran 2 Penghitungan laju pertumbuhan spesifik mikroalga

Laju pertumbuhan spesifik (µ) mikroalga dihitung dengan rumus berikut

menurut Krichnavaruk et al. (2004).

µ = �� ���� �

��� …………………………. (2)

dimana :

Nt = Kepadatan populasi pada waktu ke-t,

No = Kepadatan populasi sel pada waktu ke-0;

To = Waktu awal;

Tt = Waktu pengamatan

Laju pertumbuhan spesifik maksimum dihitung dari kelimpahan pada saat awal

kultur hingga puncak kelimpahan maksimum.

Contoh: Nannochloropsis sp.dengan perlakuan pupuk pada media limbah

logam berat, yang memiliki kepadatan pada hari ke-1 = 1,00×106 sel/ml,

kepadatan hari ke-2 = 2,063×106 sel/ml, dan kepadatan hari ke-3 = 2,717×106

sel/ml.

Laju pertumbuhan spesifik (µ) hari ke-2 adalah

µ = � ��,����� ��,���

�� = 0,72

Laju pertumbuhan spesifik (µ) hari ke-3 adalah

µ = � ��,����� ��,����

�� = 0,28

Laju pertumbuhan spesifik maksimum (µmaks) adalah

µ = � ���,����� ��,���

�� = 0,19

Page 81: Metode Untuk AAS 1

68

Lampiran 3 Penghitungan kapasitas bioabsorpsi logam berat

gmgW

VCCq ei

e /,1000

)( −= .................................... (3)

Dimana :

qe = Kapasitas bioabsorpsi (mg Pb, Cd, Cr, Cu) /g biomassa

Mikroalga);

V = Volume larutan dalam wadah gelas atau erlenmeyer dengan kontak

batch (ml),

Ci = Konsentrasi ion (Pb, Cd, Cr, Cu) dalam larutan (mg/l),

Ce = Konsentrasi akhir atau keseimbangan ion (Pb, Cd, Cr, Cu) dalam

larutan (mg/l), W adalah massa sel (g)

Contoh: Diketahui berat kering biomassa sel Chlorella sp.. Pada ulangan

pertama (U1) adalah 0,0713 gram, U2 = 0,0569, dan U3 = 0,0681. Biomassa sel

dilarutkan ke dalam media cair 50 ml, dan siap diukur menggunakan AAS.

Besarnya nilai konsentrasi logam Cd yang terbaca di AAS adalah 0,003 mg/L.

Penyelesaian:

U1 U2 U3

0713,0

50)003,0(=eq = 2,104 0569,0

50)003,0(=eq =2,636 0569,0

50)003,0(=eq =2,203

qe (Urata-rata)

{(2,104 + 2,636 + 2,203) / 3} = 2,314 mg/g

Page 82: Metode Untuk AAS 1

69

Lampiran 4 Uji validitas Pearson dan uji lanjut regresi

Uji validitas Pearson dilakukan dengan menggunakan SPSS. Uji validitas

Pearson digunakan untuk melihat korelasi dua variabel pada penelitian yang

dilakukan dengan derajat signifikan 0,05. Variabel yang digunakan pada

penelitian ini adalah kepadatan mikroalga dan kualitas air (pH dan salinitas).

Penggunaan uji Pearson pada penelitian ini dengan membuat tabel yang

memiliki empat kolom, pertama adalah kepadatan mikroalga dan kolom lainnya

adalah kualitas air.

Contoh: Kepadatan Chlorella sp. dan kualitas air perlakuan menggunakan

pupuk.

Menu yang dipilih adalah Analyze, Correlate, Bivariate, dan Pearson.

Apabila terlihat ada hubungan maka dilanjutkan dengan uji lanjut

menggunakan analisis regresi. Contoh: Salinitas dan pH memiliki korelasi dengan

kepadatan sel.

Page 83: Metode Untuk AAS 1

70

Uji lanjut regresi menggunakan software minitab. Hal yang pertama kali

dilakukan adalah membuat dua kolom, untuk variabel x dan y. kemudian melihat

bentuk grafik dengan memilih menu Graph, Scatterplot, dan masukkan variabel x

dan y. Kemudian menentukan pola grafik yang terbentuk, linear, kuadratik, atau

kubik.

Pola yang terbentuk dari kelimpahan Chlorella sp. dan salinitas adalah

linear. Kemudian dilanjutkan dengan melihat pengaruh salinitas terhadap

kepadatan dengan cara masuk ke menu Stat, Regression, Fitted line plot,

masukkan variabel x dan y dan pilih linear.

Hasil yang didapat adalah salinitas mempengaruhi kepadatan sel Chlorella

sp. Hal ini dapat dilihat dari nilai P linear yang kurang dari 0,05.

Lanjutan Lampiran 4.

Page 84: Metode Untuk AAS 1

71

Lampiran 5 Kepadatan dan laju pertumbuhan spesifik Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. Tabel 7. Kepadatan dan laju pertumbuhan spesifik Chlorella sp. dengan

perlakuan kontrol

No. Hari Tanggal Kepadatan sel (×106 sel/ml)

µ µmaks

1 Senin 14-03-11 0,30 - - 2 Selasa 15-03-11 4,70 2.752 - 3 Rabu 16-03-11 9,10 0.661 - 4 Kamis 17-03-11 10,35 0.129 - 5 Jum'at 18-03-11 15,35 0.394 - 6 Sabtu 19-03-11 20,45 0.287 - 7 Minggu 20-03-11 22,60 0.100 - 8 Senin 21-03-11 24,40 0.077 - 9 Selasa 22-03-11 27,70 0.127 - 10 Rabu 23-03-11 31,00 0.113 0,515 11 Kamis 24-03-11 28,65 -0.079 - 12 Jum'at 25-03-11 28,70 0.002 - 13 Sabtu 26-03-11 25,40 -0.122 - 14 Minggu 27-03-11 19,15 -0.282 - 15 Senin 28-03-11 9,30 -0.722 -

Page 85: Metode Untuk AAS 1

72

Tabel 8. Kepadatan dan laju pertumbuhan spesifik Chlorella sp. dengan perlakuan menggunakan pupuk pada media limbah logam berat

No. Hari Tanggal Pengulangan (×106 sel/ml) Rata-rata

(×106 sel/ml) µ µmaks 1 2 3

1 Senin 14-03-11 1,00 1,00 1,00 1,00 - - 2 Selasa 15-03-11 1,84 2,47 3,14 2,48 0,908 - 3 Rabu 16-03-11 3,38 4,21 3,16 3,58 0,368 - 4 Kamis 17-03-11 3,78 5,90 4,95 4,88 0,309 - 5 Jum'at 18-03-11 6,08 6,28 5,33 5,89 0,189 - 6 Sabtu 19-03-11 8,68 9,00 10,55 9,41 0,468 - 7 Minggu 20-03-11 9,60 13,45 8,20 10,42 0,102 - 8 Senin 21-03-11 11,70 12,80 10,73 11,74 0,120 - 9 Selasa 22-03-11 10,40 13,35 14,33 12,69 0,078 - 10 Rabu 23-03-11 15,45 13,55 16,50 15,17 0,178 - 11 Kamis 24-03-11 18,55 12,90 12,85 14,77 -0,027 - 12 Jum'at 25-03-11 18,75 12,95 16,75 16,15 0,090 - 13 Sabtu 26-03-11 18,85 15,45 15,85 16,72 0,034 0,235 14 Minggu 27-03-11 17,00 17,45 14,55 16,33 -0,023 - 15 Senin 28-03-11 21,10 13,05 11,65 15,27 -0,068 -

Lanjutan Lampiran 5.

Page 86: Metode Untuk AAS 1

73

Tabel 9. Kepadatan dan laju pertumbuhan spesifik Chlorella sp. dengan perlakuan tanpa menggunakan pupuk pada media limbah logam berat

No. Hari Tanggal Pengulangan (x106 sel/ml)

Rata-rata (×106 sel/ml) µ µmaks 1 2 3

1 Senin 14-03-11 1,00 1,00 1,00 1,00 - - 2 Selasa 15-03-11 0,80 1,16 1,56 1,17 0,160 - 3 Rabu 16-03-11 1,26 1,23 1,90 1,46 0,221 - 4 Kamis 17-03-11 1,32 1,28 2,07 1,56 0,062 - 5 Jum'at 18-03-11 1,56 1,62 1,43 1,54 -0,013 - 6 Sabtu 19-03-11 1,20 1,38 1,44 1,34 -0,137 - 7 Minggu 20-03-11 1,23 1,23 1,77 1,41 0,051 - 8 Senin 21-03-11 1,19 1,27 1,99 1,48 0,051 - 9 Selasa 22-03-11 1,56 1,40 2,21 1,72 0,150 0,068 10 Rabu 23-03-11 1,35 1,68 2,03 1,69 -0,022 - 11 Kamis 24-03-11 1,34 1,47 1,74 1,52 -0,106 - 12 Jum'at 25-03-11 1,30 1,77 2,09 1,72 0,126 - 13 Sabtu 26-03-11 1,37 1,50 2,16 1,68 -0,026 - 14 Minggu 27-03-11 0,99 1,35 1,17 1,17 -0,360 - 15 Senin 28-03-11 0,90 1,34 1,12 1,12 -0,044 -

Lanjutan Lampiran 5.

Page 87: Metode Untuk AAS 1

74

Tabel 10. Kepadatan dan laju pertumbuhan spesifik Nannochloropsis sp. dengan perlakuan kontrol

No. Hari Tanggal Kepadatan sel (×106 sel/ml)

µ µmaks

1 Senin 14-03-11 0,30 - - 2 Selasa 15-03-11 2,43 2,092 - 3 Rabu 16-03-11 4,55 0,627 - 4 Kamis 17-03-11 9,65 0,752 - 5 Jum'at 18-03-11 14,20 0,386 - 6 Sabtu 19-03-11 16,60 0,156 - 7 Minggu 20-03-11 23,20 0,335 - 8 Senin 21-03-11 27,60 0,174 - 9 Selasa 22-03-11 35,05 0,239 - 10 Rabu 23-03-11 42,50 0,193 0,550 11 Kamis 24-03-11 18,05 -0,856 - 12 Jum'at 25-03-11 31,30 0,550 - 13 Sabtu 26-03-11 28,40 -0,097 - 14 Minggu 27-03-11 41,15 0,371 - 15 Senin 28-03-11 12,90 -1,160 -

Lanjutan Lampiran 5.

Page 88: Metode Untuk AAS 1

75

Tabel 11. Kepadatan dan laju pertumbuhan spesifik Nannochloropsis sp. dengan perlakuan menggunakan pupuk pada media limbah logam berat

No. Hari Tanggal Pengulangan (x106 sel/ml)

Rata-rata (×106 sel/ml) µ µmaks 1 2 3

1 Senin 14-03-11 1,00 1,00 1,00 1,00 - - 2 Selasa 15-03-11 2,05 2,29 1,85 2,06 0,724 - 3 Rabu 16-03-11 2,82 2,83 2,51 2,72 0,275 - 4 Kamis 17-03-11 4,32 4,63 3,64 4,20 0,434 - 5 Jum'at 18-03-11 6,73 7,30 7,38 7,13 0,531 - 6 Sabtu 19-03-11 6,75 9,58 7,68 8,00 0,115 - 7 Minggu 20-03-11 7,00 12,50 7,75 9,08 0,127 - 8 Senin 21-03-11 7,25 11,40 9,20 9,28 0,022 - 9 Selasa 22-03-11 7,80 11,88 7,13 8,93 -0,038 - 10 Rabu 23-03-11 8,00 10,45 7,65 8,70 -0,026 - 11 Kamis 24-03-11 5,00 8,70 7,40 7,03 -0,213 - 12 Jum'at 25-03-11 2,60 9,40 11,45 7,82 0,106 - 13 Sabtu 26-03-11 5,45 11,15 11,30 9,30 0,174 0,186 14 Minggu 27-03-11 4,60 11,10 11,00 8,90 -0,044 - 15 Senin 28-03-11 3,95 10,70 9,35 8,00 -0,107 -

Lanjutan Lampiran 5.

Page 89: Metode Untuk AAS 1

76

Tabel 12. Kepadatan dan laju pertumbuhan spesifik Nannochloropsis sp. dengan perlakuan tanpa menggunakan pupuk pada media limbah logam berat

No. Hari Tanggal Pengulangan (x106 sel/ml)

Rata-rata (×106 sel/ml) µ

µmaks

1 2 3

1 Senin 14-03-11 1,00 1,00 1,00 1,00 - - 2 Selasa 15-03-11 0,52 0,86 0,98 0,79 -0,240 - 3 Rabu 16-03-11 0,63 0,74 1,01 0,79 0,008 - 4 Kamis 17-03-11 0,76 0,88 1,12 0,92 0,148 - 5 Jum'at 18-03-11 0,50 0,75 1,07 0,77 -0,176 - 6 Sabtu 19-03-11 0,81 0,70 0,90 0,80 0,038 - 7 Minggu 20-03-11 0,65 0,65 0,80 0,70 -0,136 - 8 Senin 21-03-11 0,87 0,99 0,99 0,95 0,305 - 9 Selasa 22-03-11 1,04 1,05 1,30 1,13 0,174 - 10 Rabu 23-03-11 1,21 1,05 1,51 1,26 0,106 0,025 11 Kamis 24-03-11 0,59 0,78 0,90 0,76 -0,507 - 12 Jum'at 25-03-11 0,68 0,80 1,17 0,88 0,155 - 13 Sabtu 26-03-11 0,57 0,89 0,88 0,78 -0,124 - 14 Minggu 27-03-11 0,73 0,70 0,70 0,71 -0,094 - 15 Senin 28-03-11 0,50 0,40 0,40 0,43 -0,494 -

Lanjutan Lampiran 5.

Page 90: Metode Untuk AAS 1

77

Lampiran 6 Kualitas air pada media Kultivasi Tabel 13. Salinitas pada media limbah logam berat

No Tanggal

Salinitas (‰)

Chlorella sp. (PP) Nannochloropsis (PP) Chlorella sp. (TP) Nannochloropsis (TP) Ulangan

Rata-rata Ulangan

Rata-rata Ulangan

Rata-rata Ulangan

Rata-rata 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3

1 14-03-11 37 37 37 37.00 37 37 37 37.00 37 37 37 37.00 37 37 37 37.00 2 15-03-11 39 39 39 39.00 38 38 39 38.33 44 47 44 45.00 44 43 44 43.67 3 16-03-11 39 39 39 39.00 39 39 40 39.33 44 47 44 45.00 44 43 44 43.67 4 17-03-11 40 40 41 40.33 40 41 41 40.67 44 47 44 45.00 45 44 44 44.33 5 18-03-11 41 41 41 41.00 40 41 41 40.67 44 47 44 45.00 45 45 44 44.67 6 19-03-11 42 41 41 41.33 40 42 42 41.33 45 47 44 45.33 45 45 44 44.67 7 20-03-11 42 42 43 42.33 41 44 44 43.00 45 47 44 45.33 45 44 45 44.67 8 21-03-11 44 42 44 43.33 42 45 44 43.67 45 47 44 45.33 45 44 44 44.33 9 22-03-11 45 44 45 44.67 42 46 45 44.33 45 48 44 45.67 45 44 47 45.33 10 23-03-11 46 44 46 45.33 43 47 46 45.33 44 48 44 45.33 44 44 44 44.00 11 24-03-11 47 45 47 46.33 43 49 47 46.33 44 47 44 45.00 45 44 44 44.33 12 25-03-11 49 45 49 47.67 43 51 48 47.33 45 47 44 45.33 45 45 44 44.67 13 26-03-11 50 46 49 48.33 43 52 48 47.67 45 48 44 45.67 45 44 44 44.33 14 27-03-11 52 47 51 50.00 43 57 50 50.00 43 47 44 44.67 45 44 44 44.33 15 28-03-11 54 47 51 50.67 43 57 50 50.00 43 47 44 44.67 43 43 44 43.33

Page 91: Metode Untuk AAS 1

78

Tabel 14. Derajat keasaman (pH) media limbah logam berat

No Tanggal

pH Chlorella sp. (PP) Nannochloropsis sp. (PP) Chlorella sp. (TP) Nannochloropsis sp. (TP)

Ulangan Rata-rata

Ulangan Rata-rata

ULangan Rata-rata

Ulangan Rata-rata

1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3

1 14-03-11 6 6 6 6.00 6 6 6 6.00 6 6 6 6.00 6 6 6 6.00 2 15-03-11 7 7 7 7.00 6 6 6 6.00 8 8 8 8.00 7 7 7 7.00 3 16-03-11 6 6 6 6.00 7 6 6 6.33 8 8 8 8.00 7 7 7 7.00 4 17-03-11 6 6 6 6.00 6 6 6 6.00 8 8 8 8.00 6 7 7 6.67 5 18-03-11 6 6 6 6.00 6 6 6 6.00 8 8 8 8.00 7 7 7 7.00 6 19-03-11 6 6 6 6.00 6 6 7 6.33 7 8 8 7.67 6 7 7 6.67 7 20-03-11 7 6 6 6.33 6 6 6 6.00 7 8 8 7.67 6 7 7 6.67 8 21-03-11 7 6 7 6.67 6 6 6 6.00 7 7 8 7.33 6 7 7 6.67 9 22-03-11 7 7 7 7.00 6 6 6 6.00 7 8 8 7.67 6 7 7 6.67 10 23-03-11 6 7 7 6.67 6 6 6 6.00 7 8 8 7.67 7 7 6 6.67 11 24-03-11 7 7 7 7.00 6 7 6 6.33 8 8 8 8.00 6 7 7 6.67 12 25-03-11 8 8 7 7.67 6 7 6 6.33 8 8 8 8.00 7 7 7 7.00 13 26-03-11 8 7 8 7.67 7 8 7 7.33 7 8 8 7.67 6 6 6 6.17 14 27-03-11 8 8 8 8.00 7 8 8 7.67 8 8 8 8.00 7 8 6 7.00 15 28-03-11 8 8 8 8.00 7 8 8 7.67 8 8 8 8.00 6 6 6 6.00

Lanjutan Lampiran 6.

Page 92: Metode Untuk AAS 1

79

Lampiran 7 Komposisi kimiawi pupuk analis (Walne’s media) Tabel 15. Komposisi kimiawi pupuk analis Walne

No. Nama bahan penyusun

Medium Walne Jumlah

1 Na2EDTA 45 gram 2 NaH2PO4.2H2O 5,4177 gram 3 FeCl3.6H2O 1,5 gram 4 H3BO3 33,6 gram 5 MnCl2.4H2O 0,36 gram 6 NaNO3 100 gram 7 Akuabides 1000 ml

Page 93: Metode Untuk AAS 1

80

Lampiran 8 Dokumentasi foto alat dan bahan, serta kegiatan penelitian

1. Keadaaan wilayah penelitian 2. Tailing atau buangan pasir yang tidak dipakai

3. Kapal Sedot Pasir Ilegal 4. Pengambilan sampel

6. Sampel air limbah 35 Liter 5. Bibit Mikroalga dari SBRC, Bogor

Page 94: Metode Untuk AAS 1

81

7. Haemacytometer 8. Refraktometer

10. pH Meter 9. Aerator

12. Mikroskop Olympus 11. Alat penyaring sampel air (filtering apparatus)

Lanjutan Lampiran 8.

Page 95: Metode Untuk AAS 1

82

14. Autoklaf 13. Kertas pH Indikator

16. Thermometer 15. Pipet Tetes

18. Inkubator 17. Alat Pemanas (Digest)

Lanjutan Lampiran 8.

Page 96: Metode Untuk AAS 1

83

20. Kertas Saring Wheatman 19. Proses Penyaringan Biomassa Mikroalga

22. Timbangan Analitik 21. Kertas Saring dan Biomassa Mikroalga

24. Kegiatan Pelarutan Biomassa 23. Biomassa yang telah larut

Lanjutan Lampiran 8.

Page 97: Metode Untuk AAS 1

84

]

26. Kertas Saring Fiber Glass 25. Asam Sulfat dan Nitrat Pekat

29. Gelas Ukur 28. Oven 27. Tabung Durham

31. Gelas Scott 30. Akuades

Lanjutan Lampiran 8.

Page 98: Metode Untuk AAS 1

85

32. Sel Chlorella sp. (perbesaran 10×)

33. Sel Chlorella sp. (perbesaran 40×)

0,05 mm

Lanjutan Lampiran 8.

Page 99: Metode Untuk AAS 1

86

Lampiran 9 Dokumentasi kegiatan kultivasi

2. Kultur Pendahuluan (4-9 Januari 2011)

1. Kultur Percobaan (25 Januari - 8 Februari 2011)

4. Kultur Awal di lab. PT. TIMAH (8 - 14 Februari 2011)

3. Kultur Pra Penelitian (3 - 9 Maret 2011)

5. Persiapan wadah 750 ml dan 1500 ml 6. Wadah kultur 750 ml

Page 100: Metode Untuk AAS 1

87

8. Bibit Awal Penelitian kiri: Nannochloropsis sp. kanan: Chlorella sp.

7. Media yang telah disterilisasi autoklaf

9. Kultur hari ke-1 media 1500 ml (menggunakan Pupuk 3× ulangan) kiri: Nannochloropsis sp. tengah: Chlorella sp. kanan: Kontrol logam berat

10. Kultur hari ke-1 media 750 ml (Tanpa Pupuk 3× ulangan) kiri: Nannochloropsis sp. tengah: Chlorella sp. kanan: Kontrol logam berat

12. Kultur hari ke-3 media 1500 ml 11. Kultur hari ke- 3 media 750 ml

14. Kultur hari ke- 6 media 1500 ml 13. Kultur hari ke- 6 media 750 ml

Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3

Lanjutan Lampiran 9.

Page 101: Metode Untuk AAS 1

88

16. Kultur hari ke- 10 media 1500 ml 15. Kultur hari ke- 10 media 750 ml

18. Kultur hari ke- 13 media 1500 ml 17. Kultur hari ke- 14 media 750 ml

Lanjutan Lampiran 9.

Page 102: Metode Untuk AAS 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pangkalpinang, Bangka

Belitung, 9 Juni 1989 dari Ayah Muhammad Amrullah dan

Ibu Ulyati. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara.

Tahun 2004 – 2007 Penulis menyelesaikan pendidikan di

Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Pangkalpinang,

Bangka Belitung. Tahun 2007 Penulis diterima sebagai

mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan melalui jalur SPMB (Seleksi

Penerimaan Mahasiswa Baru).

Selama mengikuti perkuliahan di Institut Pertanian Bogor, Penulis pernah

aktif menjadi Asisten Luar Biasa mata kuliah Iktiologi tahun 2009, Asisten Luar

Biasa mata kuliah Biologi Laut tahun 2010, Asisten Luar Biasa mata kuliah

Oseanografi Kimia tahun 2010, dan Asisten Lapangan mata kuliah Ekologi

Perairan. Selain itu, Penulis juga turut aktif mengikuti beberapa aktivitas dan

kompetisi ilmiah, seperti organisasi internal dan eksternal kampus sebagai Wakil

Ketua ISBA (Ikatan Mahasiswa Bangka) tahun 2008 - 2009, anggota Divisi

Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa Himiteka (Himpunan Mahasiswa Ilmu

dan Teknologi Kelautan) tahun 2008 - 2009, dan Ketua Umum Himiteka tahun

2010 – 2011.

Dalam menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Penulis melaksanakan penelitian dengan judul “Laju Pertumbuhan Mikroalga

Penghasil Biofuel Jenis Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. yang Dikultivasi

Menggunakan Air Limbah Hasil Penambangan Timah di Pulau Bangka”.