Metode Pewarisan Harta Pusaka Rendah

download Metode Pewarisan Harta Pusaka Rendah

of 14

Transcript of Metode Pewarisan Harta Pusaka Rendah

METODE PEWARISAN HARTA PUSAKA RENDAH Kajian Yuridis Sosioligis di Kota Padang Oleh : AHMAD SYAFRUDDIN, SHI, MH1 (Cakim pada Pengadilan Agama Bukittinggi) A. Pendahuluan Harta pusaka di Minangkabau terbagi atas dua. Pertama disebut harta pusaka tinggi dan kedua disebut harta pusaka rendah. Masing- masing harta pusaka ini memiliki konsekwensi waris yang berbeda. Harta pusaka tinggi diwariskan secara turun temurun untuk dimiliki secara kolektif oleh kaum atau suku sedangkan harta pusaka rendah diwariskan kepada individu untuk menjadi milik individu tersebut. Tulisan ini bermaksud mengemukakan tentang pewarisan harta pusaka rendah dengan memilih kota Padang menjadi lokasi penelitian. Sebagai ibukota propinsi, kota Padang memiliki heterogenitas sosial lebih memadai dibanding daerah-daerah lain di Sumatera Barat. Faktor heterogenitas sosial ini berpengaruh besar terhadap internalisasi nilai yang diyakini dan diterapkan oleh suatu masyarakat. Berdasarkan metode wawancara tanpa interviewee (orang yang diwawancarai) merasa diwawancarai diyakini bias data yang diperoleh dapat dieliminir semaksimal mungkin. B. Harta Pusaka Rendah dan Pewarisannya 1. Pengertian Harta Pusaka Rendah Harta pusaka rendah merupakan harta milik orang tua. Harta ini tidak dibedakan mana yang merupakan harta bersama dan mana pula yang merupakan harta bawaan. Dalam bahasa sehari- hari disebut dengan harto carian bapak jo mande (harta pencaharian bapak dan ibu).

Penulis juga salah seorang tenaga edukatif di STIH (Seko lah Tinggi Ilmu Hu ku m) Padang dan Fakultas Huku m UMSB (Universitas Muhammadiyah Su matera Barat) Bu kittinggi.

1

2

Beranjak dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa perlakuan terhadap harta yang dimiliki tidak begitu dipersoalkan antara harta bersama dengan harta bawaan. Walaupun secara konsepsional masingmasing harta itu memiliki pengertian yang berbeda namun dalam prakteknya masyarakat tidak membedakan. Hal ini terbukti apabila salah seorang dari orang tua meninggal, status harta yang ditinggalkan tidak dipersoalkan oleh ahli waris apakah ia harta bersama atau harta bawaan. Ahli waris yang ada hanya menyatakan bahwa harta yang ditinggalkan oleh orang tua mereka adalah harta warisan. Maka dari itu, mereka berhak mewarisinya. Hampir sama dengan pengertian harta pusaka rendah di atas, terdapat juga masyarakat yang mengelompokkan harta pusaka rendah menjadi beberapa kelompok. Pada dasarnya, kelompok-kelompok tersebut

merupakan penjabaran dari defenisi harta pusaka rendah sebagai harta milik seseorang yang diwariskan kepada anak-anaknya. Di antaranya dikemukakan sebagai berikut. a. Pusako Tali Darah Pusako tali darah adalah harta pusaka yang diperoleh dari hasil usaha ibu bapak dan diwariskan kepada keturunannya. Keturunan yang dimaksud di sini adalah anak kandung. Sesuai dengan sebutannya yaitu, bertali darah. Oleh sebab itu, apabila terdapat anak-anak lain yang tidak berasal dari ibu dan bapak yang mengusahakan harta tersebut (bukan anak kandung) maka anak itu tidak berhak mendapat harta pusaka ini. Sebagai contoh, seorang suami atau seorang isteri mempunyai harta sebidang tanah yang diperoleh atas usaha bersama dan memiliki beberapa orang anak. Pada saat yang bersamaan, karena sesuatu hal suami itu menikah lagi dan mempunyai anak. Apabila suami dimaksud meninggal maka harta berupa sebidang tanah tadi adalah harta warisan untuk beberapa orang anaknya dengan isteri yang turut serta

3

memperoleh harta itu. Adapun anak dari suami dengan isteri berikutnya tidak berhak atas sebidang tanah yang ditinggalkan disebabkan ibu dari anak itu tidak ikut dalam memperoleh harta tersebut. b. Pusako Tali Aka Pusako tali aka mempunyai arti harta pusaka yang berasal dari hasil usaha mamak. Harta ini terbagi lagi menjadi dua bagian. Pertama, harta yang diperoleh oleh mamak atas hasil usahanya semata dan kedua harta yang diperoleh oleh mamak atas hasil usaha mamak dengan saudara perempuannya. Dengan kata lain, terdapat semacam modal usaha yang bersumber dari saudara perempuannya. Harta yang diperoleh oleh mamak dari hasil usahanya semata menjadi harta harta pusako tali darah bagi anak-anaknya. Oleh karena itu, jika mamak tadi meninggal maka harta ini akan menjadi milik anak-anaknya. Namun apabila harta yang diperoleh oleh mamak berasal atas bantuan atau kerjasama dari saudara perempuan maka kemenakan dari mamak tersebut (anak dari saudara perempuan) berhak atas harta yang diperoleh. Pewarisan dari mamak ke kemenakan seperti inilah yang disebut dengan pusako tali aka. Sebagai contoh, sebidang tanah milik saudara perempuan diolah oleh seorang mamak. Dari hasil pengolahan yang dilakukan mamak terhadap sebidang tanah itu dapat pula dibeli oleh mamak sebidang tanah lainnya. Apabila mamak ini meninggal maka sebidang tanah yang telah dibeli tadi, di samping menjadi hak anaknya sebagai pusako tali darah juga terdapat hak dari anak saudara perempuannya sebagai pusako tali aka. c. Pusako Tali Budi Pusako tali budi merupakan harta hasil usaha seseorang yang diberikan kepada orang lain di luar keluarga disebabkan adanya

4

hubungan baik. Pemberian ini ada yang kepemilikannya langsung menjadi hak orang yang diberi dan ada juga kepemilikannya yang dihubungkan dengan syarat tertentu. Kepemilikan langsung

maksudnya setelah harta diberikan maka harta tersebut seketika itu juga langsung menjadi hak milik orang yang diberi. Adapun kepemilikan yang dihubungkan dengan syarat, umumnya dilakukan dengan perjanjian dimana harta menjadi hak milik orang yang diberi sepanjang ia masih hidup. Apabila orang yang diberi harta telah meninggal maka kepemilikan atas harta yang diberikan kepadanya beralih kembali kepada keluarga atau ahli waris pemberi harta. Sebagai contoh, sebidang tanah atas tali budi diberikan kepada seseorang. Apabila tidak ditentukan lain maka sebidang tanah itu langsung menjadi milik seseorang tersebut. Namun apabila ditentukan lain maka kepemilikan seseorang yang diberi itu akan berakhir seiring dengan meninggalnya ia untuk kemudian beralih kembali menjadi milik si pemberi harta atau ahli waris si pemberi harta. Berdasarkan uraian di atas tergambar bahwa harta pusako tali darah, pusako tali aka, dan pusako tali budi selama tidak ditentukan lain merupakan harta pusaka rendah. Dari itu cukup jelas bahwa harta pusaka rendah adalah harta yang benar-benar milik seseorang atau tidak tercampur dengan harta milik orang lain sehingga apabila terjadi peristiwa kematian maka akan beralih menjadi harta milik ahli waris. 2. Ahli Waris dan Bagiannya Berkaitan dengan ahli waris ditemukan bahwa pada harta pusaka rendah ahli waris terpusat pada lingkungan keluarga inti. Anak-anak, janda, dan atau duda. Oleh sebab itu, meskipun diketahui harta pusaka rendah diwariskan secara faraidh namun dalam praktek yang

dilaksanakan, ahli waris ini belum mencakup ahli waris secara keseluruhan sebagaimana disebutkan dalam Kompilasi Hukum Islam.

5

Berhubungan dengan ahli waris di atas, perlu dikemukakan bahwa status keahliwarisan ayah atau ibu terhadap anak hanya berlaku apabila anak tersebut tidak mempunyai anak atau isteri. Apabila ia memiliki anak dan isteri maka ahli warisnya adalah anak, suaminya atau isterinya. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa status keahliwarisan ayah atau ibu terhadap anaknya baru berlaku jika hanya anak tersebut tidak mempunyai anak, suami atau isteri. Apabila diberikan istilah ahli waris prioritas maka dalam harta pusaka rendah yang menjadi ahli prioritas adalah anak, suami, dan atau isteri. Adapun ayah atau ibu status keahliwarisannya tergantung pada keberadaan ahli waris prioritas tersebut. Hal ini didasarkan pada argumen dimana setiap orang merupakan ahli waris dari orang tuanya. Apabila yang meninggal adalah seorang anak yang telah memiliki anak dan isteri atau suami maka ayah atau ibunya tidak mendapat harta warisan dari anak tersebut karena ayah atau ibunya mendapat harta wa risan dari ayah dan ibunya pula, begitu seterusnya. Tentang ahli waris ini ditunjukkan dalam tabel berikut. Tabel Ahli Waris Harta Pusaka Rendah No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. Ahli Waris Anak laki- laki Anak perempuan Janda Duda Ayah Ibu Ahli Waris Prioritas Anak laki- laki Anak perempuan Janda Duda -

Persoalan bagian yang diperoleh ahli waris terhadap harta pusaka rendah secara matematis tidak terdapat ketentuan yang jelas. Pada umumnya bagian ahli waris terhadap harta pusaka rendah tergantung

6

kepada metode pewarisan harta yang dilaksanakan dalam keluarga. Oleh sebab itu, bagian ahli waris yang ditetapkan pada suatu keluarga dapat saja berbeda dengan bagian ahli waris yang ditetapkan pada keluarga lainnya. 3. Metode Pewarisan Harta Pusaka Rendah Membahas metode pewarisan harta pusaka rendah berarti melihat bagaimana cara pewarisan harta pusaka rendah yang diterapkan seseorang terhadap harta yang dimilikinya. Oleh sebab itu, metode ini

memperlihatkan tentang cara pewarisan dan besarnya bagian harta warisan yang diperoleh oleh ahli waris terhadap harta pusaka rendah. Adapun yang berhubungan dengan penentuan ahli waris tidak dikemukakan dalam metode pewarisan ini karena ahli waris untuk harta pusaka rendah tersebut umumnya tidak terdapat perbedaan sebagaimana dijelaskan terdahulu. Berkaitan dengan penjelasan di atas, ditemukan bahwa ada beberapa metode yang diterapkan. Metode- metode tersebut umumnya dapat dilihat dari dua sudut. Pertama dari sudut pelaksanaan pembagian harta pusaka dan ke dua dari sudut jumlah atau kuantitas harta yang diterima oleh ahli waris. Masing- masing metode pewarisan harta itu secara rinci

dikemukakan dalam penjelasan di bawah ini. a. Dari Sudut Pelaksanaan Pembagian Harta Pusaka Dilihat dari sudut pelaksanaan pembagian harta, metode pewarisan harta pusaka rendah ini terbagi menjadi dua bagian. Pertama, pelaksanaan pembagian harta yang dilakukan pada saat pewaris masih hidup, ke dua, pelaksanaan pembagian harta yang dilakukan setelah pewaris meninggal. Masing- masing pelaksanaan pembagian harta dimaksud ditunjukkan oleh penjelasan berikut. 1) Pelaksanaan Pembagian Harta pada saat Pewaris masih Hidup Pembagian harta yang dilaksanakan pada saat pewaris masih hidup dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok. Pertama, harta pusaka rendah dibagi oleh pewaris menjadi milik individu

7

ahli waris. Ke dua, harta pusaka rendah tidak dibagi atau dibiarkan tetap utuh sebagai milik keluarga ahli waris. Harta pusaka rendah yang dibagi oleh pewaris sebagai milik individu ahli waris, pelaksanaannya ditentukan sepenuhnya oleh pewaris. Dalam hal ini adalah orang tua. Ini didasarkan pada alasan bahwa harta adalah milik orang tua maka untuk menentukan pembagian harta itu juga merupakan hak orang tua. Dalam pembagian harta, orang tua memperuntukkan sejumlah harta bagi anak-anaknya. Anakanak hanya berkewajiban untuk menerima peruntukkan harta dimaksud. Namun demikian, pembagian seperti ini sering kali tetap dilaksanakan dengan cara musyawarah melibatkan anggota keluarga. Harta pusaka rendah yang tidak dibagi atau dibiarkan tetap utuh sebagai milik kolektif keluarga didasarkan kepada pernyataan pewaris yang menetapkan bahwa harta yang akan ditinggalkannya tidak dapat dibagi menjadi milik individu melainkan hanya dijadikan sebagai milik kolektif keluarga. Pelaksanaan seperti ini juga merupakan wewenang orang tua dengan alasan yang sama seperti di atas. Namun begitu, kepemilikan keluarga secara kolektif ini dapat berubah akibat kondisi tertentu berdasarkan kesepakatan dan atau kepentingan. Apabila ahli waris

menghendaki maka harta yang pada awalnya milik kolektif keluarga dapat berubah menjadi milik seorang atau beberapa orang ahli waris dengan cara pembelian hak terhadap seorang atau beberapa orang ahli waris lainnya tanpa merusak keutuhan bendanya. Sebagai contoh, sebuah rumah merupakan harta pusaka rendah milik kolektif keluarga. Ahli waris terdiri dari empat orang bersaudara. Dua orang di antaranya memiliki tingkat ekonomi lemah sehingga membutuhkan modal. Dua orang yang lain

8

memiliki tingkat ekonomi yang cukup mapan. Dengan adanya kesepakatan, saudara yang memiliki tingkat ekonomi cukup mapan dapat melakukan pembelian hak atas saudaranya yang membutuhkan modal. Apabila harga rumah disepakati bernilai 1 Milyar maka setiap orang akan mendapat bagian Rp. 250 juta. Dengan demikian, mereka yang membutuhkan modal dapat menerima bagian sebesar Rp. 250 juta per orang tanpa mengusik keutuhan harta. Pelaksanaan pembagian harta yang dilakukan pada saat pewaris masih hidup di atasbaik dibagi menjadi milik individu ahli waris maupun dibiarkan tetap utuh menjadi milik kolektif keluargasecara umum ditujukan untuk menghindari

persengketaan di dalam keluarga serta menjaga kekompakan keluarga. Dengan dibaginya harta waris menjadi milik individu maka masing- masing ahli waris dapat mengetahui haknya secara jelas sehingga tidak ada keinginan untuk melakukan penuntutan terhadap harta milik ahli waris lain sepeninggal pewaris. Hal ini disebabkan karena pada saat melaksanakan pembagian harta, pewaris dan ahli waris telah mempersaksikannya secara bersamasama. Demikian pula kondisinya bila harta tidak dibagi oleh pewaris. Oleh karena harta tetap utuh maka anggota keluarga pewaris akan selalu bekerja sama dan tolong menolong menghadapi persoalanpersoalan keluarga yang muncul. Selain itu, dengan tetap utuhnya harta maka nilai harta tersebut akan terjaga atau lebih besar bila dibandingkan dengan melakukan pembagian. Oleh sebab itu, harta dapat dimanfaatkan dan ditumbuhkembangkan secara terus menerus untuk memperoleh keuntungan maksimal. 2) Pelaksanaan Pembagian Harta setelah Pewaris Meninggal

9

Jika pada saat pewaris masih hidup telah menentukan bagian ahli warisnya masing- masing baik dengan cara kepemilikan perseorangan maupun kolektif keluarga maka pada pewarisan harta setelah pewaris meninggal, kondisi harta sama sekali belum dibagi untuk ahli waris. Di samping itu, pewaris juga tidak memberikan penjelasan tertentu yang harus dilaksanakan oleh ahli waris berhubungan dengan harta yang ditinggalkan. Pendek kata, bagaimana proses yang akan dilaksanakan terhadap harta pusaka rendah yang ditinggalkan pewaris sepenuhnya menjadi tanggung jawab ahli waris. Berkaitan dengan persoalan ini maka pewarisan harta yang dilaksanakan oleh ahli waris ditempuh dengan cara menyerahkan sepenuhnya hak penentuan pembagian harta warisan k epada orang tua yang masih hidup. Jika orang tua yang meninggal adalah bapak maka hak dimaksud beralih kepada ibu. Begitu juga sebaliknya, jika yang meninggal adalah ibu maka hak penentuan pembagian harta warisan akan beralih kepada bapak. Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, pembagian harta pusaka rendah sepenuhnya adalah hak orang tua karena harta yang ada ia peroleh dari hasil jerih payahnya. Bapak sebagai pemimpin di keluarga dan ibu sebagai wakilnya. Jika bapak lebih dahulu meninggal maka kepemimpinan di rumah tangga beralih ke ibu. Peralihan ini juga berlaku terhadap penentuan pembagian harta pusaka rendah. Meskipun demikian, dalam pelaksanaan pembagian harta pusaka rendah ini tetap dilakukan melalui musyawarah keluarga. Pelaksanaan pembagian harta pusaka rendah di atas tentu tidak selalu berjalan sebagaimana mestinya. Ada kalanya orang tua yang masih hidup tetap tidak melakukan pembagian harta sampai ia meninggal. Oleh sebab itu tidak jarang terjadi sengketa pembagian harta diantara ahli waris terhadap harta yang ditinggalkan pewaris.

10

Jika sengketa tersebut terjadi, upaya penyelesaian yang ditempuh adalah dengan melakukan musyawarah keluarga. Namun apabila musyawarah keluarga tetap tidak berhasil, selanjutnya baru dilimpahkan ke pengadilan. b. Dari Sudut Kuantitas Harta Melihat pewarisan harta pusaka rendah dari sudut kuantitas adalah mencermati pembagian harta pusaka rendah dari segi jumlah harta yang diberikan pewaris kepada ahli waris. Jika pada poin terdahulu membicarakan tentang pembagian harta pusaka rendah maka di sini yang dibincangkan adalah jumlah atau kuantitas harta yang diberikan kepada ahli waris setelah harta dibagi. Dalam prakteknya, dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok. Ke tiga kelompok tersebut dikemukakan dalam uraian di bawah ini. 1) Memberikan Harta kepada Anak Perempuan saja Memberikan harta kepada anak perempuan saja

dilatarbelakangi oleh alasan pribadi orang tua. Biasanya rasa kasih sayang yang berlebihan kepada anak perempuan. Di samping itu, juga karena alasan yang bersifat fisik dimana anak perempuan memiliki fisik yang lebih lemah dibandingkan dengan anak lakilaki. Oleh kelemahan fisik yang dimiliki anak perempuan tersebut maka anak perempuan harus didukung dengan harta pusaka. Berbeda halnya dengan anak laki- laki. Dengan kondisi fisiknya yang lebih kuat ia dapat berusaha hidup mandiri dan mencari sumber harta lain tanpa harus mengharapkan harta pusaka dari orang tuanya. Alasan lainnya adalah anak laki- laki di

Minangkabau setelah menikah akan pergi ke rumah isterinya atau menjadi sumando di rumah isterinya. Itulah sebabnya maka anak laki- laki tidak perlu diberikan harta waris oleh orang tuanya. 2) Memberikan Harta kepada Anak Perempuan lebih banyak

11

Pemberian harta pusaka rendah kepada anak perempuan lebih banyak dibandingkan dengan anak laki- laki di samping alasanalasan yang dikemukakan di atas juga disebabkan oleh sistem perkawinan minangkabau yang matrilokal. Oleh sebab itu, apabila seorang saudara laki- laki dari seorang perempuan mengalami perselisihanatau sebab lain sehingga mengakibatkan perceraian dengan isterinya di rumah tangga maka saudara laki- laki itu akan kembali ke rumah keluarga asalnya. Dalam hal ini adalah saudara perempuannya. Dengan kembalinya saudara laki- laki tersebut ke keluarga asal maka tanggung jawab terhadapnya merupakan kewajiban saudara perempuannya. 3) Memberikan Harta kepada Anak-Anak dengan Jumlah yang Setara atau Seadil-adilnya. Kelompok ke tiga ini, pertimbangan maupun alasan-alasan seperti dikemukakan di atas sama sekali tidak ditemukan. Kedudukan anak baik laki- laki maupun perempuan dianggap sama dalam keluarga. Tidak ada pemberlakuan istimewa terhadap anak laki- laki maupun anak perempuan dalam masalah harta. Oleh karena itu, harta pusaka rendah yang dimiliki oleh orang tua mereka sepenuhnya menjadi hak anak laki- laki dan perempuan dalam jumlah yang berimbang. C. Kesimpulan dan Rekomendasi 1. Kesimpulan Mengakhiri tulisan ini penulis memperoleh suatu kesimpulan bahwa pewarisan harta pusaka rendah dilaksanakan lebih banyak atas

pertimbangan atau alasan pribadi orang tua. Namun demikian, jika dilaksanakan atas dasar kesepakatan juga perdamaian maka hal ini sangat selaras dengan prinsip waris Islam.

12

2. Rekomendasi Perlu diupayakan studi hukum sosiologis lebih dalam dan luas oleh kalangan akademisi maupun praktisi tentang metode pewarisan harta di masyarakat. Dengan upaya ini diharapkan seluk beluk pewarisan harta yang berlaku di tengah masyarakat dapat diungkap untuk kontribusi hukum waris Islam yang kodifikatif di masa datang.

13

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Abdurrahman, Kedudukan Hukum Adat dalam Rangka Pembangunan Nasional, Alumni, Bandung, 1978 Ali, Achmad, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), Gunung Agung, Jakarta, Cet. 2, 2002 Djakfar, Idris dan Taufik Yahya, Kompilasi Hukum Kewarisan Islam, Pustaka Jaya, Jakarta, Cet. 1, 1995 Ehrmann, Henry W., Comparative Legal Cultures, Prentice-Hall, Inc., New Jersey, 1976 Hadikusuma, Hilman, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, Mandar Maju, Bandung, Cet. 2, 2003 Hamka, Islam dan Adat Minangkabau, Pustaka Panjimas, Jakarta, Cet. 2, 1985 Holleman, J. F. (ed), Van Vollenhoven on Indonesian Adat Law Selection from Het Adatrecht Van Nederlandsch-Indie (Volume I, 1918; Volume II, 1931), Koninklijk Instituut voor Taal, Land- en Volkenkunde, Leiden, Netherlands, 1981 Hooker, M. B., Adat Law in Modern Indonesia, Oxford University Press, Kuala Lumpur, 1978 Muhammad, Bushar, Pokok-Pokok Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta, Cet. 7, 2000 , Asas-Asas Hukum Adat Suatu Pengantar, Pradnya Paramita, Jakarta, Cet. 12, 2003 Parman, Ali, Kewarisan dalam al Quran suatu Kajian Hukum dengan Pendekatan Tafsir Tematik, RajaGrafindo Persada, Jakarta, Cet. 1, 1995 Podgorecki, Adam dan Christopher J. Whelan (ed), Pendekatan Sosiologis Terhadap Hukum, Bina Aksara, Jakarta, Cet. 1, 1987 Sarmadi, A. Sukris, Transendensi Keadilan Hukum Waris Islam Transformatif, RajaGrafindo Persada, Jakarta, Cet. 1, 1997 Soekanto, Meninjau Hukum Adat Indonesia suatu Pengantar untuk Mempelajari Hukum Adat, RajaGrafindo Persada, Jakarta, Ed. 3, Cet. 3, 1996 , Hukum Adat Indonesia, RajaGrafindo Persada, Jakarta, Ed. 1, Cet. 4, 2001 Soemarman, Anto, Hukum Adat Perspektif Sekarang dan Mendatang, Adicita Karya Nusa, Yogyakarta, Cet. 1, 2003 Vago, Steven, Social Change, Prentice-Hall, Inc., New Jersey, 3rd Ed, 1996

14

Wignjodipoero, R. Soerojo, Kedudukan serta Perkembangan Hukum Adat setelah Kemerdekaan, Gunung Agung, Jakarta, Cet. 1, 1982 Yaswirman, Hukum Kekeluargaan Adat dan Hukum Kekeluargaan Islam di Indonesia Studi Perbandingan Hukum dalam Masyarakat Matrilineal Minangkabau, (Disertasi Doktor dalam Ilmu Agama Islam pada Program Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah), Jakarta, 1997 Peraturan Perundang-Undangan Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam Keputusan Menteri Agama No. 154 tahun 1991 tentang Pelaksanaan Inpres No. 1 Tahun 1991