metode pengujian histamin

download metode pengujian histamin

of 6

description

disusun untuk memenuhi tugas praktikum kimia dan biokimia hasil perikanan

Transcript of metode pengujian histamin

  • MAKALAH PRAKTIKUM KIMIA DAN BIOKIMIA

    HASIL PERIKANAN

    ACARA HISTAMIN

    METODE PENGUJIAN HISTAMIN

    OLEH

    KHUSNUL ALFIONITA 12/331541/PN/12679

    PINGKAN MAYESTIKA A 12/331550/PN/12684

    RR. FIDYAH OKTA 12/331553/PN/12685

    LUKMAN MUSTHAFA 12/335120/PN/13024

    ASTERINA WULAN S. 12/335195/PN/13030

    AHMAD NAWWAR S. 12/335241/PN/13032

    LABORATORIUM TEKNOLOGI IKAN

    JURUSAN PERIKANAN

    UNIVERSITAS GADJAH MADA

    YOGYAKARTA

    2014

  • METODE PEGUJIAN HISTAMIN

    A. TUJUAN

    1. Mengetahui metode pengujian histamin

    2. Mengetahui hal-hal penting yang berkaitan dengan pengujian histamine

    B. ISI

    Histamin merupakan senyawa amin yang dihasilkan dari proses dekarboksilasi

    histidain bebas (-amina--inidosal propionate) (Lehane and Olley, 1999). Proses

    pembentukan histamin pada ikan sangat dipengaruhi oleh aktivitas enzim L-Histidine

    Decarboxylase (HDC) (Mangunwardoyo, dkk, 2007). Histamin adalah salah satu

    komponen dari amina biogenic. Putresin, kadaverin, dan triptamin juga dikenal sebgai

    amina biogenic. Amina biogenic adalah komponen biologis aktif yang dihasilkan oleh

    proses dekarboksilasi asam amino bebas yang terdapat pada beberapa

    Evaluasi sensorik umumnya digunakan untuk melihat indikator pembusukan

    ikan yang berkembang saat ikan dibiarkan dalam beberapa waktu dan suhu tertentu.

    Bau khususnya adalah cara yang efektif untuk mendeteksi ikan yang telah mengalami

    berbagai kondisi secara kasar . Namun, dekomposisi tidak akan terjadi jika ikan

    disimpan dalam suhu rendah, kecuali apabila ikan disimpan dalam suhu tinggi.

    Kondisi ini membuat pemeriksaan sensorik saja tidak efektif untuk mencegah

    terbentuknya scombrotoxin ( histamin ).

    Pengujian kimia adalah cara yang efektif untuk mendeteksi adanya histamin

    dalam daging ikan . Namun, variabilitas kadar histamin antara ikan dan dalam satu

    individu ikan bisa besar , bahkan dalam ikan dari kapal yang dipanen bersamaan.

    Untuk alasan ini , tingkat standar histamin telah ditetapkan sebesar 50 ppm pada

    bagian ikan yang dapat dimakan . Jika 50 ppm ditemukan di salah satu bagian dari

    ikan atau banyak , ada kemungkinan bahwa bagian lain mungkin melebihi 50 ppm .

    Histamin diukur dengan metode fluorometri yang didasarkan kepada

    pengukuran fluorosensi. Histamin diekstrak dari jaringan daging sampel dengan

    menggunakan methanol dan sekaligus mengkonversi histamin ke dalam bentuk OH.

    Zat-zat histamin selanjutnya dimurnikan melalui resin penukar ion dan diubah ke

    bentuk derivatnya dengan senyawa OPA. Besarnya fluorosensi histamin diukur secara

  • fluorometri pada panjang gelombang Eksitasi 350 nm dan Emisi 444 nm (AOAC,

    1995).

    Prosedur analisis meliputi persiapan sampel dan standar, persiapan resin dan

    kolom resin, pemuaian contoh, derivatisasi, pengukuran fluorosensi dengan

    menggunakan spektrofluorometer dan perhitungan. Persiapan sampel dilakukan

    dengan menghaluskan 10 gram sampel kemudian menambahkan 50 mL methanol,

    dan dihomogenkan. Panaskan diatas waterbath selama 15 menit pada suhu 60OC

    dalam kondisi tertutup. Dinginkan di suhu ruang. Tuang contih kedalam labu ukur

    100 mL dan tambahkan methanol. Saring sampel dengan kertas saring. Larutan

    standar histamin dibuat dengan konsentrasi 0.01 ppm, 0.02 ppm, 0.03 ppm, dan 0.1

    ppm (AOAC, 1995).

    Persiapan resin dilakukan dengan menimbang 3 gram resin Dowex 1 X8 50-

    100 mesh tambahkan 15 mL NaOH 2N/gram resin, aduk dengan stirrer plate selama

    30 mint. Tuang cairan bagian atas dan tambahkan kembali NaOH 2N dengan jumlah

    yang sama. Kemudian bilas resin dengan aquades 3 kali, saring dengan kertas saring

    dan simpan dalam aquades. Persiapan kolom resin dengan memasukkan gelaswool

    kedalam kolom resin setinggi 1.5 cm, kemudian rensin dalam medium air

    dimasukkan ke dalam kolom hingga setinggi 0.8 cm (AOAC, 1995).

    Pemurnian contoh dilakukan dengan memipet filtrate contoh 1 mL

    memasukkan ke dalam kolom resin yang telah disiapkan, menambahkan aquades

    hingga diperoleh hasil elusi sebanyak 50 mL. derivatisasi dilakukan pada contoh

    standar dan blanko. 5 mL contoh, standar, dan blanko ditambahkan 10 mL HCl 0.1 N,

    kocok, tambahkan 3 mL NaOH 1N, kocok, dalam 5 menit ditambahkan 1 mL OPT

    0,1% kocok, dalam 4 menit ditambahkan 3 mL H3PO4 3,57N, kocok. Larutan yang

    dihasilkan diukur fluorosensinya sesegera mungkin dengan spektrofluorometer pada

    panjang gelombang exitasi 350 nm dan emisi 444 nm (AOAC,1995).

    Analisis kadar histamin sesuai dengan SNI 2354.10: 2009. Prosedur analisis

    kadar histamin pada sampel ikan tongkol (Auxis thazard) asap dilakukan dengan

    metode:

    1. Ekstraksi sampel, pentolan pada plat silica gel, pencelupan pada bejana

    kromatografi, pendeteksian dengan TLC scanner.

    2. Perhitungan kadar histamin menggunakan metode standar internal

    Histamin (ppm)=

  • Keterangan:

    IU = Absorban sampel

    A = Intersep

    B = Slope

    Fp = Faktor pengencer

    Niven (1981) telah mengembangkan medium untuk pertumbuhan bakteri

    penghasil histamine dalam bentuk agar cawan, yang disebut agar diferensial Niven.

    Komposisi medium: 0.5% trypton, 0.5% yeast extract, 2.7% L-Histidin 2HCl, 0.5%

    NaCl, 0.1% CaCO3, 0.2% agar, dan 0.006% bromoressol purple, dengan pH akhir 5.3

    (Niven dkk, 1981). Bakteri pembentuk histamine akan membentuk koloni berwarna

    ungu dengan latar belakang medium berwarna kuning. Histamin yang terbentuk

    akan meningkatkan pH medium, sehingga terjadi perubahan warna kuning menjadi

    ungu

    Prinsip metode niven yaitu Enterobacteriaceae akan merubah histidin menjadi

    histamine (melalui proses dekarboksilase), yang akan menyebabkan pH dan

    perubahan warna pada medium.

    Setelah pembuatan medium selesai, sampel sebanyak 25 gram dimasukkan

    kedalam botol yang berisi 225 ml larutan Butterfields Phospate Buffered, kemudian

    dilumatkan dengan blender hingga larutan homogen. Homogenat ini merupakan

    larutan pengenceran 0,1. Dari campuran tersebut diambil 1 ml dan dimasukkan ke

    dalam botol berisi 9 ml larutan Butterfields Phospate Buffered sehingga diperoleh

    contoh dengan pengenceran 0,01 , kemudiandikocok sampai homogen. Pengenceran

    dilakukan hingga 0,0001. Satu ml larutan sampel hasil setiap pengenceran

    dimasukkan ke dalam cawan petri, lalu 12-15 ml media niven agar cair yang sudah

    didinginkan hingga mencapai suhu 45 C dituangkan kedalam masing-masing cawan

    yang sudah berisi sampel.

    Setelah agar menjadi padat, cawan petri yang telah berisi agar dan larutan

    sampel tersebut dimasukkan kedalam incubator dengan posisi terbalik selama 48 jam

    pada suhu 35 C. Selanjutnya dilakukan penghitungan jumlah koloni berwarna ungu

    pada latar belakang berwarna kuning atau orange. Koloni tersebut merupakan koloni

    bakteri pembentuk histamin.Hasil penghitungan jumlah koloni bakteri pembentuk

    histamine tersebutkemudian dibandingkan dengan nilai TPC sehingga diperoleh

    persentase jumlah bakteri pembentuk histamine terhadap nilai TPC.

  • Kadar histamin dianalisis menggunakan modifikasi metode spektrofotometri

    menurut Hardy & Smith, 1976. Pengukuran kadar histamin dilakukan dalam 2 tahap:

    1. Tahap 1 (persiapan): sebanyak 5 ml hasil fermentasi ditambahkan 70 ml asam

    trikloroasetat (TCA) 2,5 % lalu dinetralkan dengan larutan KOH 1 N.

    2. Tahap ke-2: sebanyak 1 g amberlite resin di masukkan ke dalam kolom sepanjang

    30 cm, kemudian dicuci dengan 150 ml larutan bufer asetat 0,2 N pH 4,6 dijaga

    agar tidak kering. Setelah itu dimasukkan TCA yang sudah ditambah hasil

    fermentasi seperti diuraikan pada tahap 1 (diatur jumlah tetesan 9 -10 tetes/menit).

    Kemudian kolom dielusi dengan 25 ml HCl 0,2 N. Setelah itu 1 ml eluen

    ditambah dengan 15 ml larutan Na2CO3 5% dan 2 ml larutan diazonium dan

    didinginkan pada suhu 0oC selama 10 menit. Absorbansi diukur pada panjang

    gelombang 495 nm dengan menggunakan spektrofotometri UV-VIS. Blanko

    dibuat dengan prosedur yang sama menggunakan TCA 2,5% netral yang tidak

    ditambah hasil fermentasi ( Hardy dkk, 1976)

    Karena histamin umumnya tidak terdistribusi secara merata dalam tubuh ikan,

    validitas pengujian histamin tergantung pada desain rencana sampling. Jumlah sampel

    yang diperlukan untuk mengakomodasi variabilitas seperti distribusi tentu cukup

    besar. Metode pengumpulan sampel ikan juga sangat penting. Dalam ikan besar

    pembentukan scombrotoxin , semakin rendah , anterior ( depan ) bagian dari loin ikan

    ( bukan flap perut ) kemungkinan akan memberikan informasi terbaik tentang isi

    histamin dari ikan. Dimana sampel yang gabungan untuk mengurangi jumlah analisis

    diperlukan pada banyak, hal itu harus dilakukan dengan cara yang menjamin hasil

    yang akurat . Tidak lebih dari tiga sampel harus digabung , untuk meminimalkan ikan

    bermasalah. Selanjutnya, metode analisis dan instrumen yang digunakan harus

    mampu andal mendeteksi histamin pada tingkat yang lebih rendah yang diperlukan

    untuk sampel composited ( misalnya , 17 ppm histamin dalam tiga sampel komposit,

    daripada 50 ppm dalam sampel tidak gabungan).

    C. KESIMPULAN DAN SARAN

    Kesimpulan

    1. Metode pengujian histamin dapat dilakukan dengan metode fluorometri, Niven,

    spektrofotometri dan mengikuti SNI 2354.10: 2009.

  • 2. Histamin tidak terdistribusi merata dalam tubuh ikan sehingga dibutuhkan

    pemilihan sampel yang baik. Tingkat standar histamin pada ikan adalah 50 ppm.

    DAFTAR PUSTAKA

    AOAC, 1995. Official Methods of Analysis of The Association of Analytical Chemists,

    Washington D.C.

    Bennour, A.E. Marrakchi, N. Bouchriti, A. Hamama, M.E. Ouadaa, 1991J. Food Prot. 54

    789-792.

    DotuLong, Verly. 2009. Studi kadar histamin ikan tongkol (Auxis thazard) asap yang diawet

    dengan asam asetat. Warta WIPTEK. No 33 th 2009.

    Hardy, R, J.G.M. Smith, J. 1976. Sci. Food. 27 .595 599.

    Niven, C.F, Jeffery J.R, Corlett Jr DA. 1981. Differential planting medium for quantitive

    detection of histamine-producing bacteria. App and environmental microbiology.

    No 41. Hal 321-322.

    L. Lehane, J. Olley. 1999. National Office of Animal and Plant Health, Canberra, 1999, p.80.

    Mangunwardoyo, W, dkk. 2007. Seleksi dan Pengujian Aktivitas Enzim L-Histidine

    Decarboxylase dari Bakteri Pembentuk Histamin.