Pengendalian Resiko Bahaya Histamin
Transcript of Pengendalian Resiko Bahaya Histamin
-
7/22/2019 Pengendalian Resiko Bahaya Histamin
1/158
EVALUASI EFEKTIVITAS PENGENDALIAN RISIKO
BAHAYA HISTAMIN PADA TITIK KENDALI KRITIS (CRITICAL
CONTROL POINT-CCP) PROSES PENGOLAHAN TUNA LOIN BEKU
DENGAN METODELEAN SIX SIGMA
MELDA ANIYALISA DAHYAR
C34051806
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
-
7/22/2019 Pengendalian Resiko Bahaya Histamin
2/158
RINGKASAN
MELDA ANIYALISA DAHYAR. Evaluasi Efektivitas Pengendalian Risiko
Bahaya Histamin pada Titik Kendali Kritis (Critical Control Point- CCP) Proses
Pengolahan Tuna Loin Beku dengan Metode Lean Six Sigma. Dibimbing oleh
WINI TRILAKSANI dan BAMBANG RIYANTO.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas pengendalian
risiko bahaya histamin pada titik kendali kritis (critical control point-CCP) dalam
penerapan program Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) dengan
metode analisis Lean Six Sigma pada industri pengolahan tuna loin beku.
Metodologi penelitian meliputi penilaian kelayakan dasar (pre-requisite program
- PRP), identifikasi CCP dan evaluasi pengendalian CCP dengan konsep dasar
Lean Six Sigma. Jenis data yang digunakan adalah data hasil rekaman sebagai data
evaluasi, data hasil penelitian sebagai data verifikasi dan data hasil pengamatan
pada tahapan proses yang menjadi Critical Control Point(CCP).
Evaluasi pengendalian risiko bahaya histamin pada tahap proses yang
menjadi CCP pengolahan tuna loin beku dengan pendekatan DMAIC-Lean SixSigma memperlihatkan bahwa ada tahap penerimaan bahan baku, define
menunjukkan kategori pemborosanDefects (D), Overproduction (O), Waiting (W)
danNot Utilizing Employees Knowledge, Skills and Abilities (N). Tahap measure
menunjukkan Cpm data evaluasi dan verifikasi sebesar 1,0250 dan 1,3183 (1 Cpm< 1,99). Analyze menunjukkan faktor penyebab variasi kadar histamin adalah
bahan baku, ruang penerimaan dan manusia serta improvement telah dapat
dilakukan dengan prinsip 6S.
Pada tahap penyimpanan beku terdapat waste dengan kategori
Environmental, Health and Safety (E), Overproduction (O), Waiting (W) danNot
Utilizing Employees Knowledge, Skills and Abilities (N). Tahap measure
menunjukkan Cpm data evaluasi dan verifikasi sebesar 0,5077 dan 0,4334 (Cpm 130 maka masih dibutuhkan tindakan koreksi.
3.2.3.3AnalyzeAnalisis data evaluasi dan data verifikasi akan memberikan suatu gambaran
terhadap proses yang telah berjalan dan masalah yang ada. Sehingga perlu
diidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan permasalahan yang terjadi dalam
proses. Pada tahap analyze ini dilakukan identifikasi masalah dengan pembuatan
diagram sebab-akibat (fishbone diagram) yang mengacu pada Larson (2003)
dengan memfokuskan pada faktor-faktor penyebab yang sering terjadi seperti
-
7/22/2019 Pengendalian Resiko Bahaya Histamin
45/158
30
mesin, manusia, metode, material dan manajemen. Identifikasi penyebab masalah
tersebut dilakukan dengan cara observasi hanya pada tahapan proses yang menjadi
CCP. Penggunaan diagram sebab-akibat mengikuti langkah-langkah berikut:
1) Dapatkan kesepakatan tentang masalah yang terjadi dan ungkapkan masalahitu sebagai suatu pertanyaan masalah dan temukan sekumpulan penyebab
yang mungkin mengakibatkan masalah tersebut.
2) Gambarkan diagram dengan pertanyaan mengenai masalah untukditempatkan pada sisi kanan (membentuk kepala ikan) dan kategori utama,
seperti bahan baku, metode, manusia, mesin, pengukuran, dan lingkungan
ditempatkan pada cabang utama (membentuk tulang-tulang besar dari ikan)
kategori utama dapat diubah sesuai kebutuhan.
3)
Untuk setiap penyebab yang mungkin, tanyakan mengapa untukmenemukan akar penyebab, kemudian tulislah akar-akar penyebab itu pada
cabang-cabang yang sesuai dengan kategori utama (membentuk tulang-tulang
kecil dari ikan).
4) Interpretasi atas diagram sebab-akibat itu dengan melihat penyebab-penyebab yang muncul.
3.2.3.4ImprovementPada tahap Improve, tim menggunakan alat analisis untuk mengeliminasi
cacat juga mengoptimalisasikan kecepatan dan kualitas proses. Peningkatan dapat
dilakukan dengan menggunakan prinsip 6S yang mengacu pada Gaspersz (2006).
6Smemiliki akronim sort,stabilize, shine,standardize, safety dan sustain. Prinsip
6Sditerapkan khususnya pada tahapan proses yang dikaji yaitu pada CCP yang
selanjutnya diharapkan dapat diterapkan sebagai persyaratan penerapan konsep
Lean Six Sigma secara menyeluruh.
3.2.3.5ControlMenurut George (2002), setelah dilakukan perbaikan secara berkelanjutan
maka langkah selanjutnya adalah dengan melakukan pengontrolan terhadap
perbaikan yang sudah dilakukan. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan
menggunakan Kaizen Blitz yang mengacu pada Lee et al. (1999), dapat dilihat
pada Gambar 7.
-
7/22/2019 Pengendalian Resiko Bahaya Histamin
46/158
Gambar 7. Prosedurk izen blitz
31
-
7/22/2019 Pengendalian Resiko Bahaya Histamin
47/158
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penilaian Kelayakan Dasar
PT Z merupakan perusahaan yang bergerak di bidang perikanan, salah satu
produk unggulannya adalah tuna loin beku. Tuna loin yang diproses di perusahaan
ini lebih banyak menggunakan bahan baku ikan tuna yang beku (frozen)
dibandingkan dengan ikan tuna yang segar, maka kajian evaluasi efektivitas
pengendalian risiko bahaya histamin difokuskan pada tuna loin yang berasal dari
ikan tuna beku.
Penilaian terhadap program kelayakan dasar (prerequisite programme) di
PT Z menunjukkan terdapat sejumlah penyimpangan sebagaimana layaknya suatu
Unit Pengolahan Ikan (UPI) yang baik. Penyimpangan tersebut meliputi 2 buahpenyimpangan minor, 7 buah penyimpangan mayor dan 2 buah penyimpangan
serius. Bentuk penyimpangan tersebut selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Penyimpangan persyaratan kelayakan dasar pada unit pengolahan PT Z
Penyimpangan Minor
Kondensasi di ruang anteroom ( Penyimpangan 4.5.3) Peralatan tidak diberi tanda (Penyimpangan 5.9)Penyimpangan Mayor
Lantai anteroom banyak yang retak (Penyimpangan 4.1.2) Kran air dioperasikan dengan tangan (Penyimpangan 4.7.4) Pan dan pallet tidak tahan karat (Penyimpangan 5.1) Penggunaan metode FIFO belum benar, masih banyak produk yang tersimpan terlalu lama
(Penyimpangan 9.5)
Tidak dilakukan pengecekan frekuensi ganti pakaian (Penyimpangan 18.1) Ruang penerimaan tidak bersih (Penyimpangan 3.5) Pakaian kerja dicuci sendiri oleh karyawan (Penyimpangan 18.5)Penyimpangan Serius
Prosedur pemantauan kadangkala tidak diikuti (Penyimpangan 21.1.3.3.2) Ruang penerimaan tidak tertutup dari lingkungan luar (Penyimpangan 3.1)
Berdasarkan sejumlah dan bentuk penyimpangan tersebut, maka PT Z
dikategorikan sebagai Unit Pengolahan Ikan (UPI) dengan nilai B (baik), artinya
unit pengolahan tersebut dapat melakukan produksi dan ekspor ke negara mana
saja kecuali negara yang mempunyai persyaratan harus bernilai A (dengan
spefikasi kategori berupa hasil penilaian terhadap fisik, GMP, SSOP dan
HACCP/PMMT tidak terdapat penyimpangan serius dan kritis serta
-
7/22/2019 Pengendalian Resiko Bahaya Histamin
48/158
33
penyimpangan minor maksimal 6 buah dan penyimpangan mayor maksimal
5 buah).
Berdasarkan bentuk penyimpangannya, maka risiko potensial bahaya
histamin akan nyata pada ruang penerimaan yang tidak tertutup dari lingkungan
luar sebagai bentuk penyimpangan serius, serta ruang penerimaan yang tidak
bersih dan penerapan metode FIFO yang belum benar dan masih banyak produk
yang tersimpan terlalu lama sebagai bentuk penyimpangan mayor.
Penyimpangan-penyimpangan pada pelaksanaan kelayakan dasar
perusahaan serta efektivitas penerapan GMP dan SSOP akan mempengaruhi
sistem HACCP di perusahaan. Penyimpangan ini dapat berpengaruh langsung
maupun tidak langsung ke produk yang berdampak pada tingkat penerimaan
konsumen terhadap produk akhir (Oriss, 2000).
4.2 Identifikasi Titik Kendali Kritis (Critical Control Point-CCP)
Prinsip pertama konsep HACCP adalah melakukan analisis bahaya. Analisis
bahaya adalah proses pengumpulan dan menilai informasi mengenai bahaya dan
keadaan sampai dapat terjadinya bahaya untuk menentukan mana yang berdampak
nyata terhadap keamanan pangan dan harus ditangani dalam rencana HACCP
(CAC, 2003). Tim HACCP di PT Z yaitu QC Manager (Plant coordinator)
sebagai pimpinan dari QC supervisor, QC staff dan QC Laboratorium. Deskripsi
produk adalah sebuah daftar yang berisikan komposisi produk, cara menyimpan,
tahapan proses dan sebagainya. Dengan deskripsi produk ini maka akan lebih
mudah diidentifikasi mengenai produk tuna tersebut (CAC, 2003). Deskripsi
produk tuna loin beku dapat dilihat pada Lampiran 1 dan diagram alir pada
rencana HACCP di PT Z dapat dilihat pada Gambar 8. Sedangakan lembar
analisis bahaya dapat dilihat pada Lampiran 5. Rincian analisis bahaya
selengkapnya adalah sebagai berikut:
-
7/22/2019 Pengendalian Resiko Bahaya Histamin
49/158
34
Gambar 8. Diagram alir proses pengolahan tuna loin beku di PT Z
Receiving
Weighing 1
Freezing 1
Storaging 1
Loining by machine
Trimming and skinning
Freezing 2
Grading
Glazing
Wrapping
Metal detecting
Packing and labelling
Storaging 2
Stuffing
-
7/22/2019 Pengendalian Resiko Bahaya Histamin
50/158
35
1) Penerimaan bahan baku (receiving)Bahan baku yang digunakan dalam proses produksi tuna loin beku di PT Z
adalah ikan tuna jenis tuna yellowfin dan tuna big eye. Bahan baku tersebut
diperoleh dari hasil tangkapan di perairan Indonesia. Biasanya PT Z membeli
bahan baku ikan tuna dari cold storage perusahaan lain dan langsung dari di
transit dalam bentuk tuna beku. Ikan tuna yang dibeli di transit sudah dibekukan
sebelumnya di cold storageNusa Tenggara Timur. Ikan yang dibekukan di daerah
tersebut merupakan ikan tuna dengan grade C dan D. Klasifikasi grade dapat
dilihat pada Lampiran 30. Proses pembelian bahan baku tuna dilakukan oleh
karyawan bagian purchasing dan pengecekan kesegaran ikan dilakukan oleh
petugas quality control (QC) dari perusahaan, dengan cara memotong sampel
daging ikan tuna menggunakan pisau di bagian dekat insang. Berat ikan tuna yangdibeli yaitu size 16 up (16-19 kg), 20 up (20-29 kg) dan 30 up (lebih dari 30 kg).
Transportasi ikan tuna dari kapal atau cold storage ke perusahaan menggunakan
mobil terbuka yang ditutup dengan terpal tanpa diberi alas atau es. Dalam sekali
perjalanan selama kurang lebih 5-9 menit diangkut sekitar 20 ekor ikan. Proses
penerimaan bahan baku dapat dilihat pada Gambar 9.
Penerimaan ikan tuna beku dilakukan di ruang untuk stuffing. Ruang
penerimaan bahan baku yang berada di ruang terbuka dapat mengkontaminasi
bahan baku yang masuk dan suhu ruang penerimaan sekitar 27-300
C dapat
menyebabkan dekomposisi ikan tuna beku yang diterima. Ikan satu per satu
diturunkan dari mobil, diukur suhu pusat di bawah sirip pectoral
dengan menggunakan resistant thermometer probe atau infrared thermometer.
Berdasarkan tata cara aturan pengolahan yang baik (GMP) yang telah ditetapkan
di perusahaan, setelah sampai di perusahaan, ikan seharusnya diukur suhunya
untuk mengetahui suhu pusat ikan. Tetapi kadang-kadang QC tidak mengukur
suhu pusat ikan. Berdasarkan GMP tersebut, bahan baku ikan tuna yang diterima
di perusahaan memiliki suhu pusat ikan di bawah -18 0C. Kemudian ikan
dimasukkan dalam cold storage menggunakan forklift atau dibekukan di ABF.
Suhu pusat ikan, berat ikan, tanggal penerimaan, kode pemasok, uji sensori (bau,
tekstur dan warna) dicatat dalam Form 01,Record of receivingraw material
(Lampiran 17) oleh staf produksi atau QC.
-
7/22/2019 Pengendalian Resiko Bahaya Histamin
51/158
36
Gambar 9. Penerimaan bahan baku
Setiap tahapan yang menyebabkan adanya bahaya yang nyata harus
diidentifikasi lebih lanjut untuk meyakinkan apakah tahapan tersebut termasuk
dalam CCP atau tidak. Identifikasi dapat dilakukan dengan menilai CCP dan dapat
dilakukan diantaranya mengunakan decision tree atau diagram pengambilan
keputusan (CAC, 2003). Identifikasi CCP dapat dilihat pada Lampiran 6.
Menurut GMP, bahan baku ikan tuna yang diterima oleh perusahaan dari
pemasok dilakukan pengujian kadar histamin dan TPC. Tetapi kadangkala hal ini
tidak dilakukan karena hisatamine assay kithabis. Bahaya potensial pada tahap ini
adalah senyawa histamin dan bakteri patogen yang dapat dikategorikan pada
bahaya keamanan pangan (food safety) dan mutu (wholesomeness). Penerimaan
bahan baku termasuk CCP karena tidak ada tahap selanjutnya yang dapat
mengurangi atau menghilangkan histamin pada produk jika histamin sudah
terbentuk pada tahap ini. Batas 30 ppm digunakan PT Z pada tahap penerimaan
bahan baku. Pengujian tersebut dilakukan oleh laboratorium internal perusahaan.
Monitoring dan verifikasi hasil analisis bahan baku di laboratorium internal
dilaporkan dalam Form 08,Record of internal laboratory analysis (Lampiran 24).
2) Penimbangan 1 (weighing 1)
Ikan selanjutnya ditimbang dan diberi label plastik yang bertuliskan berat
ikan dalam satuan kg. Penimbangan ini bertujuan untuk menentukan jumlah ikan
yang dibeli dan harga yang harus dibayar perusahaan (Gambar 10). Bahaya fisik
yang mungkin muncul di tahap ini yaitu salah timbang akibat kesalahan karyawan
yang menimbang dan kondisi timbangan yang digunakan. Bahaya ini terjadi
apabila tidak dilakukan kontrol yang tepat. Berdasarkan pengamatan di lapangan,
petugas sudah menerapkan GMP dengan mentera timbangan sebelum dipakai dan
-
7/22/2019 Pengendalian Resiko Bahaya Histamin
52/158
37
mereparasi timbangan yang berkarat. Monitoring dan verifikasi dilaporkan dalam
Form 07. Scale calibration (Lampiran 23). Bahaya potensial kesalahan
penimbangan dapat dikategorikan pada bahaya penipuan ekonomi (economic
fraud).
Gambar 10. Penimbangan 1
Suhu ruang selama penimbangan sekitar 20 oC dicatat dalam Form 03,
Record of process temperature (Lampiran 19). Bahaya biologis yang dapat terjadi
pada tahap ini adalah pertumbuhan bakteri patogen. Bahaya potensial bakteri
patogen dapat dikategorikan pada bahaya keamanan pangan (food safety) dan
mutu (wholesomeness). Berdasarkan pengamatan di lapangan, petugas sudah
menerapkan GMP dengan melakukan penimbangan secara cepat, kondisi pekerja
dan peralatan harus selalu dalam keadaan saniter dan higienis. Maka tahap ini
tidak termasuk bahaya potensial yang signifikan.3) Pembekuan 1 (freezing 1)
Setelah penimbangan, ikan tuna yang suhunya >-180C diangkut
menggunakan forklift untuk dibekukan dalam air blast freezer(ABF). Di dalam
ABF, ikan tuna ditumpuk di lantai atau di atas pallet (Gambar 11). Menurut
standar proses pengolahan tuna loin beku di PT Z, pembekuan menggunakan ABF
dilakukan dengan suhu operasi sebesar -35oC selama tidak lebih dari 9 jam
sehingga suhu pusat produk mencapai -18 oC. Pintu ABF selalu tertutup atau
hanya dibuka apabila akan memasukkan produk. Pintu ABF dilengkapi dengan
plastic curtain transparan untuk mengurangi masuknya suhu tinggi dari luar
ketika pintu dibuka. PT Z memiliki 1 ruang ABF dengan kapasitas ruang sebesar
150 ton. Bahaya potensial pada tahapan proses pembekuan adalah suhu
pembekuan lebih besar dari -350C dan suhu pusat tuna melebihi -18
0C. Bahaya
-
7/22/2019 Pengendalian Resiko Bahaya Histamin
53/158
38
ini termasuk dalam kategori keamanan pangan (food safety) dan mutu
(wholesomeness). Ruang ABF tersebut dilengkapi dengan alat pengatur dan
monitor suhu digital yang terdapat di ruang mesin sehingga dapat dilihat dengan
mudah. Monitoring suhu ABF dilakukan setiap jam oleh operator. Pengawasan
dan verifikasi dilaporkan dalam Form 05, ABF check report (Lampiran 21).
Berdasarkan pengamatan di lapangan bahwa rata-rata suhu ruang ABF -35,5oC,
sesuai dengan GMP perusahaan. Maka tahap ini tidak dapat dikategorikan sebagai
bahaya potensial signifikan.
Gambar 11. Pembekuan 1
4) Penyimpanan beku 1 (frozen storage 1)
Cold storage di PT Z ada dua ruangan yaitu cold storage 1 untuk
menyimpan bahan baku dengan kapasitas sebesar 150 ton dan cold storage 2untuk menyimpan produk yang sudah dikemas dengan kapasitas 150 ton. Ikan
tuna yang sudah dibekukan disimpan dalam cold storage bahan baku hingga
waktu pengolahan tiba. Sesuai pedoman GMP, penyimpanan produk dalam cold
storage dilakukan dengan menerapkan sistem First In First Out (FIFO) yaitu
produk yang pertama kali dimasukkan dalam cold storage maka harus dikeluarkan
pada urutan pertama juga. Tetapi pada saat pengamatan di lapangan, ikan tuna
yang diolah tergantung oleh permintaan buyerpada saat itu. Pintu cold storage
juga dilengkapi dengan plastic curtain transparan untuk mengurangi masuknyasuhu tinggi dari luar ketika pintu dibuka. Ruang cold storage tersebut dilengkapi
dengan alat monitor suhu digital yang terdapat di depan pintu cold storage
sehingga suhu dapat dilihat dengan mudah. Kondisi cold storage dapat dilihat
pada Gambar 12.
-
7/22/2019 Pengendalian Resiko Bahaya Histamin
54/158
39
Gambar 12. Cold storage bahan baku
Bahaya potensial pada tahap ini adalah timbulnya histamin pada saat
penyimpanan beku akibat dari penyimpangan suhu cold storage dan dekomposisi
bahan baku. Bahaya ini termasuk dalam kategori keamanan pangan (food safety)
dan mutu (wholesomeness). Bahaya potensial lainnya adalah pertumbuhan bakteri
patogen akibat dari penyimpangan suhu dan kerusakan fisik ikan pada saat
disimpan di cold storage. Bahaya ini termasuk dalam kategori keamanan pangan
(food safety) dan mutu (wholesomeness). Suhu cold storage dipantau oleh
mekanik setiap jam dan dicatat dalam Form 06. Cold storage check report
(Lampiran 22). Berdasarkan GMP, suhu cold storage bahan baku dibawah -200C.
Tetapi dapat dilihat pada Gambar 27 dan 28 bahwa suhu cold storage
penyimpanan bahan baku sangat berfluktuasi diatas -200C maka tahap ini
merupakan bahaya potensial signifikan karena tidak dapat dikendalikan dengan
GMP di perusahaan. Identifikasi apakah tahap ini termasuk CCP dapat dilihat
pada Lampiran 6. Tahap ini termasuk CCP karena jika terbentuk histamin pada
tahapan ini maka tidak ada tahap selanjutnya yang dapat mengurangi histamin
yang sudah terbentuk. Penyimpanan beku bahan baku 1 dengan batas kritis suhu
cold storage -200C. Pada tahap penyimpanan beku bahan baku, tindakan korektif
yang seharusnya dilakukan jika suhu cold storage melewati batas kritis adalah
menurunkan suhu cold storage sampai -200C.
5)Pembentukan loin dengan mesin (loining by machine)Selanjutnya dilakukan pembentukan loin, yaitu dengan membelah daging
membujur menjadi empat bagian dan melepaskan daging dari tulang dan duri
mulai dari belakang kepala sampai mendekati pangkal sirip caudal menggunakan
mesin pemotong loin (Gambar 13). Berdasarkan standar GMP perusahaan, suhu
-
7/22/2019 Pengendalian Resiko Bahaya Histamin
55/158
40
ruangan pada saat pembentukkan loin dijaga 10 0C dan dicatat dalam Form 03.
Record of process temperature (Lampiran 19). Bahaya potensial pada tahap ini
adalah pertumbuhan bakteri patogen jika suhu ruangan tinggi dan tuna beku
mencair. Bahaya ini termasuk dalam kategori keamanan pangan (food safety) dan
mutu (wholesomeness). Berdasarkan pengamatan di lapangan, suhu ruangan
dijaga 100C dan pemotongan dilakukan secara cepat, maka tahapan ini tidak
termasuk ke dalam bahaya potensial signifikan.
Gambar 13. Pembentukkan loin dengan mesin
6)Perapihan dan pembuangan kulit (trimming and skinning)`Pemisahan daging perut atau otoro dilakukan bersamaan dengan
pembuangan jeroan yang masih menempel pada daging dengan menggunakan
mesin pembuang isi perut (Gambar 14). Otoro yang telah diambil ditempatkan di
dalam keranjang dipisahkan dari jeroan.
Gambar 14. Pembuangan isi perut dan otoro
Daging merah yang terdapat di sekitar garis linear lateralis dibersihkan
bersamaan dengan sisa tulang di sekitarnya. Daging merah dimasukkan di dalam
-
7/22/2019 Pengendalian Resiko Bahaya Histamin
56/158
41
keranjang. Pada tuna loin skinless dilakukan pembuangan kulit dari daging,
sedangkan untuk skin-on kulit dibiarkan melekat. Pembuangan kulit dilakukan
dengan cara menyisir kulit dari pangkal ekor loin menuju badan.
Bahaya potensial pada tahap ini adalah pertumbuhan bakteri patogen jika
suhu ruangan tinggi dan kontaminasi dari alat dan pekerja. Bahaya ini termasuk
dalam kategori keamanan pangan (food safety) dan mutu (wholesomeness).
Berdasarkan pengamatan di lapangan, kondisi pada tahap ini sudah sesuai dengan
GMP yaitu suhu ruang selama perapihan dan pembuangan kulit sekitar 10oC
dicatat dalam Form 03, Record of process temperature (Lampiran 18) dan
perapihan dilakukan secara cepat juga higienis. Kebersihan dari peralatan
dipantau dalam Form 04, Daily sanitation audit form (Lampiran 20). Maka
tahapan ini tidak termasuk dalam bahaya potensial signifikan.7) Pembekuan 2 (freezing 2)
Pembekuan 2 dilakukan setelah tuna loin dimasukkan dalam pan dan
disusun secara teratur pada pallet di dalam ABF bersuhu -35 oC selama 8 jam.
Pintu ABF selalu tertutup atau hanya dibuka apabila akan memasukkan produk.
Pintu ABF dilengkapi dengan plastic curtain transparan untuk mengurangi
masuknya suhu tinggi dari luar ketika pintu dibuka. Suhu ABF dipantau oleh QC
untuk menjamin suhu tetap rendah. Proses pembekuan 2 dapat dilihat pada
Gambar 15.
Gambar 15. Pembekuan 2
Bahaya potensial pada tahapan proses pembekuan adalah suhu pembekuan
lebih besar dari -350C dan suhu pusat tuna loin melebihi -18
0C. Bahaya ini
termasuk dalam kategori keamanan pangan (food safety) dan mutu
(wholesomeness). Kondisi pada tahap ini sudah sesuai dengan GMP di perusahaan
-
7/22/2019 Pengendalian Resiko Bahaya Histamin
57/158
42
dan suhu ABF selama pembekuan dicatat dalam Form 05, ABF check report
(Lampiran 21). Maka tahap ini tidak termasuk ke dalam bahaya potensial
signifikan.
8) Pengecekan akhir (grading)Setelah loin dibekukan kemudian dilakukan sortasi secara organoleptik yang
meliputi warna dan tekstur loin oleh QC. Sortasi ini dilakukan pada setiap loin.
Jika terdapat kotoran pada loin, maka kotoran segera dibuang (Gambar 16). Loin
yang bau dan teksturnya lembek akan dipisahkan dalam karung dan disimpan
dalam cold storage. Keadaan ikan yang dicek dicatat dalam Form 02.Record of
final checking (Lampiran 18). Suhu ruang selama sortasi sekitar 15oC dicatat
dalam Form 03,Record of process temperature (Lampiran 19). Pada tahapan ini
tuna loin beku disampling acak atau pengujian dilakukan pada tuna loin yangsecara organoleptik jelek untuk diuji kandungan histamin, logam berat dan TPC.
Ada kemungkinan histamin meningkat selama proses maka tahap ini
dikategorikan ke dalam bahaya potensial signifikan. Berdasarkan decision tree
(Lampiran 6) tahap ini termasuk ke dalam CCP karena merupakan tahap yang
mengeliminasi bahaya pada pengecekan akhir. Batas kritisnya adalah kandungan
histamin 30 ppm.
Gambar 16. Pengecekan akhir
9)Penggelasan (glazing)Setelah disortasi maka tuna loin dimasukkan ke dalam air bercampur es
pada suhu 0-30C. Bahaya potensial pada tahap ini adalah pertumbuhan bakteri
patogen jika air untukglazing sudah keruh. Bahaya ini termasuk dalam kategori
keamanan pangan (food safety) dan mutu (wholesomeness). Bahaya potensial
lainnya adalah kesalahan dalam proses glazing sehingga tidak semua permukaan
tuna loin tertutup es atau es terlalu tebal. Bahaya ini dapat dikategorikan dalam
-
7/22/2019 Pengendalian Resiko Bahaya Histamin
58/158
43
bahaya mutu (wholesomeness) dan penipuan secara ekonomi (economic fraud)
karena tidak sesuai dengan permintaan pembeli. Berdasarkan pengamatan di
lapangan, air untukglazing diganti jika terlihat keruh dan suhu air juga dipantau
QC, maka tahap ini tidak dikategorikan sebagai CCP. Air dan es juga diuji TPC
secara periodik untuk mengetahui mutunya. Maka tahap ini tidak dikategorikan
sebagai bahaya potensial signifikan. Proses glazing dapat dilihat pada Gambar 17.
Gambar 17. Glazing
10) Pembungkusan dengan plastik (wrapping)Setiap tuna loin dimasukkan ke dalam plastik bening masing-masing
sebelum dilewatkan di mesin metal detector. Proses pembungkusan dapat dilihat
pada Gambar 18.Suhu ruang selama pembungkusan sekitar 10oC dicatat dalam
Form 03. Record of process temperature (Lampiran 19). Bahaya potensial pada
tahap ini adalah bahaya biologis yaitu pertumbuhan bakteri patogen jika suhu
ruangan tinggi dan plastik pembungkus kotor. Bahaya potensial lainnya adalah
bahaya fisik yaitu jika terdapat benda asing ke dalam plastik. Kedua jenis bahaya
ini termasuk dalam kategori keamanan pangan (food safety) dan mutu
(wholesomeness). Kondisi kebersihan plastik dicatat dalam Form 04. Daily
sanitation audit form (Lampiran 20). Berdasarkan pengamatan di lapangan,
pembungkusan dilakukan secara cepat dan higienis menggunakan plastik yang
baru dan bersih. Maka tahapan ini tidak termasuk ke dalam bahaya potensial
signifikan.
-
7/22/2019 Pengendalian Resiko Bahaya Histamin
59/158
44
Gambar 18. Pembungkusan
11)Pendektesian logam (metal detecting)Setelah dibungkus plastik maka loin dilewatkan pada mesin metal detector
(Gambar 19). Mesin deteksi logam selalu diuji terlebih dahulu sebelum dipakai.
Bahaya potensial pada tahap ini disebabkan terdapatnya metal atau logam pada
produk akibat adanya benda logam yang terdapat dalam produk. Jika terdapat
benda logam dapat menimbulkan gangguan kesehatan yang fatal maka tahap ini
termasuk dalam bahaya potensial signifikan. Berdasarkan identifikasi CCP
(Lampiran 6), bahaya terdapatnya logam dapat dikendalikan oleh GMP yaitu
selalu dilakukan pengecekan mesin dan mentera mesin deteksi logam setiap 1
jam ketika dipakai. Jika mesin berbunyi, karyawan mengecek produk dan
memisahkannya. Maka tahapan ini tidak termasuk ke dalam CCP.
Gambar 19. Pendekteksian logam
12)Penimbangan 2 (weighing 2)Penimbangan II dilakukan untuk memperoleh berat akhir produk tuna loin
beku yang akan dikemas dalam master carton. Proses penimbangan dilakukan
menggunakan timbangan digital yang telah ditera oleh pekerja (Gambar 20).
-
7/22/2019 Pengendalian Resiko Bahaya Histamin
60/158
45
Monitoring dan verifikasi kalibrasi timbangan dilaporkan dalam Form 07.Record
of scale calibration (Lampiran 23). Master carton yang digunakan untuk
pengepakan produk tuna loin beku memiliki kapasitas sebesar 20 kg. Bahaya
potensial pada tahap ini adalah kesalahan timbang dan termasuk dalam kategori
penipuan ekonomi (economic fraud). Berdasarkan pengamatan di lapangan berat
produk selalu dilebihkan 0.5 kg untuk mencegah susut berat. Berat produk dicatat
dalam buku laporan timbang. Penimbangan dilakukan secara cepat dan higienis.
Maka tahap ini tidak termasuk dalam bahaya potensial signifikan.
Gambar 20. Penimbangan 2
13) Pengemasan dan pelabelan (packing and labeling)
Selanjutnya tuna loin tersebut dimasukkan dalam master carton
(Gambar 21). Pada bagian luarmaster carton terdapat label yang berisi informasi
mengenai nama produk, nama perusahaan, asal negara, jumlah loin, ukuran, berat,
dan tanggal produksi. Setelah master carton penuh kemudian direkatkan
menggunakan lackband bening berukuran besar. Bahaya potensial pada tahap
pengemasan adalah adanya kontaminasi bakteri patogen akibat dari
penyimpangan suhu dan pekerja yang tidak higienis. Bahaya ini termasuk dalam
kategori keamanan pangan (food safety) dan mutu (wholesomeness). Kesalahan
label juga dapat terjadi dalam pelabelan mengakibatkan timbulnya bahaya
penipuan secara ekonomi (economic fraud). Berdasarkan pengamatan di lapangan,
pelabelan selalu dilakukan secara teliti oleh karyawan dan selalu diawasi oleh QC.
Jumlah karton dan berat setiap karton dicatat dalam buku laporan tally. Suhu
produk dijaga
-
7/22/2019 Pengendalian Resiko Bahaya Histamin
61/158
46
Gambar 21. Pengemasan dalam master carton
14) Penyimpanan beku 2 (freezing 2)
Berdasarkan standar proses pengolahan tuna loin beku di PT Z penyimpanan
produk tuna loin beku dilakukan dalam cold storage dengan suhu sebesar -25oC
untuk mempertahankan suhu pusat ikan -18oC (Gambar 22). Biasanya master
carton disimpan selama satu sampai dua hari di cold storage 2 untuk langsung
dimasukkan ke dalam container. Seperti pada ABF, pintu cold storage selalu
tertutup atau hanya dibuka apabila akan memasukkan produk. Pintu cold storage
juga dilengkapi dengan plastic curtain transparan untuk mengurangi masuknya
suhu tinggi dari luar ketika pintu dibuka. Produk yang dimasukkan ke dalam cold
storage 2 disusun teratur dengan kode yang sama pada setiap pallet yang
ditumpuk untuk memudahkan dalam prosess stuffing. Bahaya potensial pada tahap
ini adalah pertumbuhan bakteri patogen, dekomposisi produk tuna loin dan
kerusakan master karton pada saat disimpan di cold storage. Bahaya ini termasuk
dalam kategori keamanan pangan (food safety) dan mutu (wholesomeness).
Monitoring dan verifikasi dicatat dalam Form 06, Report of cold storage
temperature (Lampiran 22). Berdasakan pengamatan di lapangan dan record
keepingperusahaan suhu cold storage 2 selalu di bawah -250C , maka tahap ini
tidak termasuk dalam bahaya potensial signifikan.
-
7/22/2019 Pengendalian Resiko Bahaya Histamin
62/158
47
Gambar 22. Penyimpanan beku 2
15) Pemasukkan ke dalamcontainer (stuffing)
Ketika jadwal ekspor tiba, loin dan produk diversifikasi tuna lainnya
dikeluarkan dari cold storage dan dipindahkan ke dalam kontainer yang disewa
dari perusahaan jasa transportasi barang (Gambar 23). Kontainer dilengkapi
mesin pendingin dengan suhu sekitar -25oC. Penyusunan dalam kontainer diatur
agar sirkulasi suhu dingin dapat menjangkau seluruh ruang di dalamnya. Nomor
master carton, jenis, ukuran dan jumlah produk dari masing-masing master carton
tersebut dicatat oleh staf produksi dalam Form 10. Tally sheet (Lampiran 26).
Bahaya potensial pada tahap ini adalah pertumbuhan bakteri patogen akibat
penyimpangan suhu dalam container. Bahaya ini termasuk dalam kategori
keamanan pangan (food safety) dan mutu (wholesomeness). Bahaya potensial
lainnya adalah kerusakan pada master karton dan kerusakan pada produk akibat
penanganan yang kasar oleh pekerja. Bahaya ini termasuk dalam kategori
penipuan secara ekonomi (economic fraud). Berdasarkan pengamatan di lapangan,
stuffing selalu dilakukan secara cepat dan hati-hati. Suhu container juga diatur
-250C sebelum master karton dimasukkan. Maka tahapan ini tidak termasuk
dalam bahaya potensial signifikan.
Gambar 23. Stuffing
-
7/22/2019 Pengendalian Resiko Bahaya Histamin
63/158
48
4.3 Evaluasi dengan Konsep DasarLean Six Sigma
Sistem keamanan pangan HACCP akan lebih baik lagi jika diintegrasikan
dengan suatu konsep dasar manajemen mutu seperti Total Quality Management
(TQM) (NFPA, 1992). Konsep lean six sigma merupakan suatu evolusi terbaru
dari TQM dimana konsep ini bertujuan agar semua orang di perusahaan
berkomitmen untuk memenuhi keiinginan pelanggan melalui langkah-langkah
kolaboratif (Larson, 2003).
Evaluasi efektivitas pengendalian risiko bahaya histamin pada titik kendali
kritis proses pengolahan tuna loin beku dilakukan melalui beberapa tahapan yang
meliputi define, measure, analyze, improvementdan control. Adapun 3 (tiga) titik
kendali kritis (CCP) yang menjadi kajian evaluasi merupakan hasil analisis
bahaya (hazard analysis) dan identifikasi CCP dari rencana HACCP yang telahdibuat, yaitu pada tahapan penerimaan bahan baku (receiving), tahapan
penyimpanan beku (cold storage) bahan baku serta tahapan pengecekan akhir
(grading).
4.3.1 Pendefinisian (define)
Define didefinisikan secara formal sebagai sasaran peningkatan proses yang
konsisten dengan permintaan atau kebutuhan pelanggan dan strategi perusahaan.
Sasaran peningkatan proses pada penelitian ini adalah efektivitas pengendalian
risiko bahaya histamin pada titik kendali kritis (CCP) proses pengolahan tuna loin
beku. Masalah yang dikaji di PT Z adalah tahap penerimaan (receiving),
penyimpanan beku bahan baku (raw material storaging) dan pengecekan akhir
(grading) yang merupakan titik kendali kritis atau CCP pada proses pengolahan
tuna loin di perusahaan ini.
Identifikasi tahapan ini menggunakan Value Stream Process Mapping
(VSPM) dan lembar kerja EDOWNTIME, dimana penilaian yang dapat menjadi
penyebab tidak efektifnya pelaksanaan pengendalian risiko bahaya histamin pada
titik kendali kritis dilakukan. Identifikasi penyebab tidak efektifnya pelaksanaan
pengendalian risiko bahaya histamin pada titik kendali kritis dengan
menggunakan VSPM dapat dilihat pada Gambar 24 dan lembar kerja
EDOWNTIME dapat dilihat pada Tabel 4.
-
7/22/2019 Pengendalian Resiko Bahaya Histamin
64/158
Gambar 24. Value Stream Process Mappingproses pengolahan tuna loin beku
Keterangan:= Tahapan
proses
= Penyimpanan = Pen ambilan ke utusan
= Menunggu atau terlambat
Receiving
Lolos uji
sensori?
Ya
Reject
Tidak
Kadar
histaminmelebihi
30 ppm?
Ya
Weighing 1
Trimmin
skininFreezing 2Grading
Ya
Tidak
Glazing Weghing 2Packing and
Labelling
Product
Storaging
Tidak
Kadar
histamin
melebihi30 ppm?
Glazing
-
7/22/2019 Pengendalian Resiko Bahaya Histamin
65/158
Tabel 4. Lembar periksa EDOWNTIME
Proses Pemborosan Tindakan E D O W
Penerimaan bahan baku
(receiving)Produk cacat diterima Cek`dengan teliti setiap bahan
baku datang dan penanganan
yang baik
Membeli ikan berlebihan Membeli ikan sesuai pesanan
Bahan baku dapat
terdekomposisi karena
menunggu di lantai terlalu
lama
Setelah ditimbang, ikan
langsung dimasukkan ke coldstorage
Ikan rusak karena penangananyang kasar
Ikan ditangani dengan hati-hati
Penyimpanan beku bahanbaku (raw materialstoraging)
Fluktuasi suhu cold storage Suhu diturunkan jika lebih dari-20 0C dan evaporator
dibersihkan
Biaya penyimpanan tinggi Membeli ikan sesuai pesanan
Butuh waktu lama untuk
mencari ikan
Ikan diberi label dan disusun
FIFO
Ikan rusak karena penangananyang kasar
Ikan ditangani dengan hati-hati
Pengecekan akhir
(grading)
Masih ada produk tuna loin
beku yang cacat
Memeriksa bahan baku lebih
teliti dan melakukan proses
pengolahan yang baik
Ikan rusak karena penanganan
yang kasar
Ikan ditangani dengan hati-hati
-
7/22/2019 Pengendalian Resiko Bahaya Histamin
66/158
51
Berdasarkan VSPM, masih terdapat produk menunggu sebelum pindah ke
proses selanjutnya. Produk menunggu tersebut adalah receiving sebelum
weighing 1, weighing 1 sebelum freezing 1 dan freezing 1 sebelum loining.
Menurut El-haik dan Al-Omar (2006), proses menunggu merupakan pemborosan
sehingga perlu segera dihilangkan dari sistem.
Berdasarkan hasil identifikasi dengan menggunakan EDOWNTIME dapat
dilihat bahwa tidak efektifnya pengendalian risiko bahaya histamin pada titik
kendali kritis proses pengolahan tuna loin beku pada tahapan penerimaan bahan
baku (receiving) adalah produk cacat diterima/dibeli, membeli ikan tuna
berlebihan, menunggu penanganan atau peletakan ikan yang telah dibeli di lantai
terlalu lama serta penanganan yang kasar sehingga dapat didefinisikan kategori
waste pada tahapan penerimaan bahan baku (receiving) ini adalah Defects (D),Overproduction (O), Waiting (W) dan Not Utilizing Employees Knowledge, dan
Skills and Abilities (N).
Pada tahap penyimpanan beku (cold storage) bahan baku, tidak efektifnya
pengendalian risiko bahaya histamin pada titik kendali kritis proses pengolahan
tuna loin beku adalah berupa fluktuasi suhu cold storage yang tinggi, biaya
penyimpanan yang besar, kebutuhan waktu yang terlalu lama untuk mencari ikan
dan ikan rusak karena penanganan yang kasar sehingga dapat didefinisikan
kategori waste pada tahapan penyimpanan beku (cold storage) bahan baku ini
adalah Environmental, Health and Safety (E), Overproduction (O), Waiting (W)
danNot Utilizing Employees Knowledge, Skills and Abilities (N).
Sedangkan pada tahapan pengecekan akhir (grading), tidak efektifnya
pengendalian risiko bahaya histamin pada titik kendali kritis proses pengolahan
tuna loin beku adalah berupa masih adanya produk tuna loin yang cacat dan ikan
yang rusak akibat penanganan yang kasar, sehingga dapat didefinisikan kategori
waste pada tahapan pengecekan akhir (grading) ini adalah Defects (D) dan Not
Utilizing Employees Knowledge, Skills and Abilities (N).
4.3.2 Pengukuran (measure)
Measure adalah mengukur kinerja proses pada saat sekarang agar dapat
dibandingkan dengan target yang ditetapkan. Hasil pengukuran dilakukandengan
menggunakan teknik-teknikStatistical Process Control (SPC), seperti identifikasi
-
7/22/2019 Pengendalian Resiko Bahaya Histamin
67/158
52
adanya wilayah true deviation (Domenech et al, 2008), peta kendali (control
chart) beserta analisis kapabilitas proses (Gasperz, 2001) dan Analisis FMEA
(Varzakas dan Arvanitoyannis, 2007). Hasil pengukuran pelaksanaan
pengendalian risiko bahaya histamin pada titik kendali kritis adalah :
4.3.2.1 Evaluasi terhadap kadar histamin ikan tuna pada tahap penerimaan
bahan baku
Histamin termasuk ke dalam bahaya keamanan pangan, karena itu
ditetapkan suatu standar sebagai batas toleransi maksimum bagi histamin yang
terkandung pada daging ikan. Pada tahap penerimaan bahan baku, kadar histamin
yang diijinkan adalah sebesar 30 ppm. Uji histamin internal di PT Z dilakukan
dengan menggunakan histamine assay kit.
Hasil perhitungan data evaluasi kadar histamin ikan tuna beku selama bulan
Januari 2008 sampai dengan bulan Desember 2008 yang diperoleh dari data
rekaman (record keeping) analisis kadar histamin ikan tuna pada bagian
penerimaan (receiving) di PT Z dan data hasil pemantauan atau penelitian (data
verifikasi) pada bulan Februari 2008 sampai Maret 2008 diperlihatkan pada Tabel
5, sementara data kandungan histamin selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran
12 dan 13.
Tabel 5. Hasil perhitungan data evaluasi dan data hasil pemantauan atau penelitian
(data verifikasi) kadar histamin pada tahap penerimaan bahan baku(receiving) di PT Z.
No Keterangan Data Evaluasi Data Verifikasi
1 Jumlah data 90 31
2 Rata-rata 10,27 ppm 14,7519 ppm
3 Standar deviasi 6,4159 ppm 3,8554 ppm
4 Nilai minimum 2,3 ppm 6,8 ppm
5 Nilai maksimum 40,5 ppm 26,57 ppm
6 Upper specific limit(USL) 30 ppm 30 ppm
7 Standar deviasi maksimum proses (Smaks) 4,3124 ppm 2,7952 ppm
8 Upper control limit(UCL) 16,7386 ppm 18,9448 ppm
9 Kapabilitas proses (Cpm) 1,0250 1.3183
10 Defect per million opportunities (DPMO) 1052,012 38,2699
11 Sigma 4,57515,4549
-
7/22/2019 Pengendalian Resiko Bahaya Histamin
68/158
Berda
enerimaan
esember 2
ata-rata pr
Limit-UCL)
ilai batas s
aitu sebes
emantauan
2009 juga
ilai batas
lebih kecil d
ang telah d
Gambar 25.
Sela
enerimaan
eviation (
elebihi nil
erjalan baitrue deviati
istamin ika
esember
uccess (S)
7.50.0
arkan hasil
bahan ba
008 memp
ses (X-bar)
sebesar 16
esifikasi at
r 30 ppm.
atau peneli
emperlihat
ontrol atas
ari nilai bat
itentukan y
Kurva stan
kan tuna pa
anuari-Des
n itu efekt
bahan ba
D) pada
ai USL. Ad
k (Domeneon (TD) d
n tuna pada
008 di PT
lebih besar
22.515.0
S
Histamin (ppm)
perhitunga
u (receivi
rlihatkan b
10,27 pp
,7386 ppm.
as (Upper S
Hasil perh
tian (data v
an nilai rat
(UCL) seb
as spesifika
itu sebesar
dar deviasi
da tahap pe
mber 2008
vitas peng
u (receivi
urva stand
anya TD ya
ch et al 20engan kurv
tahap pen
Z (Gamba
. Walaupun
37.530.0
USL
TD
data evalu
ng) selama
hwa kadar
dan nilai
Nilai ini l
pesification
itungan dat
rifikasi) sel
-rata proses
sar 18,944
i atas (USL
30 ppm.
dan peta ke
erimaan ba
ndalian risi
g) dapat j
ar deviasi.
ng muncul
8). Berdasa standar
rimaan bah
r 25) masi
dari segi
si kadar hi
bulan Ja
histamin ik
atas kontro
bih rendah
Limit-USL
a kadar his
ama bulan
(X-bar) se
ppm, dim
) (Upper Sp
dali data e
han baku (r
ko bahaya
ga dilihat
TD muncu
enunjukka
rkan identieviasi pad
n baku (re
terdapat
keamanan
tamin tuna
uari samp
an tuna me
l atas (Upp
dibanding
yang telah
tamin ikan
ebruari sa
esar 14,751
ana data nil
esification
valuasi kad
eceiving) se
histamin p
dengan a
l jika ada
n bahwa pr
fikasi adandata eval
eiving) bul
D walaup
angan kad
53
pada tahap
ai dengan
iliki nilai
er Control
an dengan
ditentukan
tuna hasil
pai Maret
9 ppm dan
ai ini juga
imit-USL)
r histamin
lama bulan
da tempat
anya true
data yang
ses belum
a wilayahuasi kadar
n Januari-
n wilayah
r histamin
-
7/22/2019 Pengendalian Resiko Bahaya Histamin
69/158
urang dari
asih adan
anuari sam
ahan baku
Analis
evaluasi ka
Gambar 25
2,22% baha
(USL) kada
sekitar 4,44
ontrol atas
ditentukan.adar hista
(receiving)
dilakukan,
gagal mem
30 ppm.
10
Gambar 26.
Adap
data hasil p
enerimaan
50 ppm m
a TD men
ai Desemb
una yang k
is lain deng
ar histami
memperlih
baku tuna
histamin y
bahan ba
(UCL) dan
al ini mein dan si
di PT Z h
aka tidak
nuhi target
2015
Histamin (ppm)
Kurva sta
enelitian (
enerimaan
aret 2009
n analisis
mantauan a
bahan bak
sih dinyata
unjukkan b
er 2008 ma
dar histami
an menggu
pada tah
tkan bahw
yang diteri
ang telah di
ku tuna ya
batas spesif
unjukkan bstem pada
rus segera
enutup ke
spesifik ka
25
S
dar deviasi
data verifi
bahan bak
engan men
tau peneliti
(receiving
kan aman
ahwa prose
ih belum b
nnya meleb
akan peta k
p penerim
a sebanyak
ma/dibeli b
entukan da
g diterima/
kasi atas (
ahwa prosebagian pe
dievaluasi
ungkinan a
dar histami
30
USL
dan peta k
asi) kadar
(receivin
gunakan p
n (data ver
terlihat ti
ikonsumsi
penerimaa
nar dan ma
hi 30 ppm.
endali (con
an bahan
2 data dar
rada di ata
sebanyak
ibeli berad
SL) dari nil
berada dierimaan b
dan diperb
kan banyak
n yang tida
ndali data
histamin i
) selama b
ta kendali
fikasi), kad
ak ada dat
(Sumner et
n bahan b
ih mungki
rol chart) d
aku (recei
i 90 data a
batas spes
data dari 9
a di antara
ai kadar his
uar kendaliahan baku
iki, karena
bahan bak
k boleh m
hasil pema
kan tuna
ulan Febru
control ch
ar histamin
yang mel
54
al., 2004),
ku selama
menerima
engan data
ving) pada
tau sekitar
ifikasi atas
0 data atau
garis batas
amin yang
penetapanikan tuna
jika tidak
tuna yang
lebihi dari
tauan atau
ada tahap
ari sampai
rt) dengan
pada tahap
wati batas
-
7/22/2019 Pengendalian Resiko Bahaya Histamin
70/158
55
spesifikasi atas (USL), tetapi ada 3 data dari 31 data atau sekitar 9,68 % sampel
berada di garis antara batas kontrol atas (UCL) dan batas spesifikasi atas (USL).
Hal ini membuktikan bahwa pelaksanaan pengendalian risiko bahaya histamin
pada titik kendali kritis tahapan penerimaan bahan baku (receiving) di PT Z
belum efektif, sehingga kondisi proses ini perlu diwaspadai dan dapat dijadikan
dasar keputusan untuk memberi peringatan bahwa sistem atau proses harus segera
dievaluasi. Grafik analisis dengan peta kendali (control chart) dan kurva standar
deviasi data verifikasi kadar histamin pada tahap penerimaan bahan baku
(receiving) dapat dilihat pada Gambar 26.
Jika dilihat kembali hasil perhitungan data pada Tabel 5, menunjukan bahwa
nilai kapabilitas proses dari data evaluasi adalah sebesar 1,0250 dan dari data
verifikasi adalah sebesar 1,3183. Sedangkan nilai sigma dari masing-masing datatersebut adalah sebesar 4,5751 dan 5,4549. Nilai ini menunjukkan bahwa
kapasitas proses tahap penerimaan bahan baku (receiving) berada dalam keadaan
tidak mampu sampai cukup mampu (1 Cpm < 1,99) untuk mengendalikan risiko
bahaya kadar histamin sesuai dengan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan.
Adapun jika dilihat dari nilai Defect per million opportunities (DPMO)
memperlihatkan bahwa nilai DPMO dari data evaluasi dan verifikasi masing-
masing adalah sebesar 1052,012 dan 38,2699. Hal ini menunjukkan bahwa dalam
satu juta kali penerimaan/pembelian bahan baku ikan tuna terdapat 1052,012 ikan
tuna dan 38,2699 ikan tuna yang kemungkinan kadar histaminnya melebihi
30 ppm.
4.3.2.2 Evaluasi terhadap suhu cold storage pada tahap penyimpanan beku
bahan baku
Hasil perhitungan data evaluasi yang diperoleh dari data rekaman (record
keeping) pemeriksaan suhu tempat penyimpanan beku (cold storage) bahan baku
ikan tuna selama bulan November 2008 sampai Januari 2008 dan data hasil
pemantauan atau penelitian (data verifikasi) pemeriksaan suhu tempat
penyimpanan beku (cold storage) bahan baku ikan tuna pada bulan Februari 2008
sampai Maret 2008 di PT Z diperlihatkan pada Tabel 6. Data evaluasi dan
verifikasi suhu cold storage selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 14 dan 15.
-
7/22/2019 Pengendalian Resiko Bahaya Histamin
71/158
56
Tabel 6. Hasil perhitungan data evaluasi dan data hasil pemantauan atau penelitian
(verifikasi) pemeriksaan suhu tempat penyimpanan beku (cold storage)
bahan baku di PT Z.
No Statistika Data Evaluasi Data Verifikasi
1 Jumlah data 65 332 Rata-rata proses -21,9954
0C -17,0188
0C
3 Standar deviasi 1,3098 0C 2,2929 0C
4 Nilai minimum -23,60C -22,2
0C
5 Nilai maksimum -190C -12,8
0C
6 Upper specific limit(USL) -200C -20 0C
7 Standar deviasi maksimum proses (Smaks) 0,65990C 1,0646
0C
8 Upper control limit(UCL) -21,00540C -15,4217 0C
9 Kapabilitas proses (Cpm) 0,5077 0,4334
10 Defect per million opportunities(DPMO) 63836,15 96771,21
11 Sigma 3,0233 2,8002
Berdasarkan hasil perhitungan dari data evaluasi pemeriksaan suhu tempat
penyimpanan beku (cold storage) bahan baku selama bulan November 2008
sampai Januari 2009 memperlihatkan bahwa suhu tempat penyimpanan beku
(cold storage) bahan baku memiliki nilai rata-rata proses (X-bar) -21,9954oC,
rata-rata suhu tersebut berada di bawah nilai batas spesifikasi atas (USL) yang
ditentukan, yaitu sebesar -200C. Hasil perhitungan dari data pemantauan atau
penelitian (data verifikasi) selama bulan Februari sampai Maret 2009
memperlihatkan nilai rata-rata proses (X-bar) sebesar -17,0188oC dan nilai batas
kontrol atas (UCL) sebesar -15,4217 oC, yang mana data nilai tersebut berada di
atas nilai USL yang ditentukan, yaitu sebesar -200C. Hal ini menunjukkan bahwa
suhu tempat penyimpanan beku (cold storage) bulan Februari sampai Maret 2009
berada di luar kendali sehingga proses tidak dapat mencapai suhu tempat
penyimpanan beku yang diinginkan yaitu sebesar -200C. Menurut Breyfogle
(2003), bila banyak titik berada diluar batas kendali berarti disebabkan oleh
variasi penyebab khusus pada proses, oleh karena itu perusahaan harus segera
melakukan tindakan untuk menghilangkan variasi penyebab khusus tersebut.
Grafik analisis dengan kurva standar deviasi dan peta kendali (control chart)
kadar histamin pada tahap penyimpanan beku bahan baku dapat dilihat pada
Gambar 27 dan Gambar 28.
-
7/22/2019 Pengendalian Resiko Bahaya Histamin
72/158
-2-24-25
S
Gambar 27.
Seladeviasi dari
ilayah S l
enyimpana
anuari 20
nalisis de
empat peny
8 data dari
ahan baku
enyimpana
data dari 65
ahan baku
spesifikasi a
ang ditent
roses pen
enyimpana
diperbaiki,
(cold storag
roduk ikan
aktif menca
-21-223
Suhu
Kurva sta
penyimp
Novemb
n itu berddata evalu
ebih besar
n beku (co
9 masih b
gan mengg
impanan (c
5 data ata
tuna bera
n (cold sto
data atau
tuna bera
tas (USL)
kan. Hal in
impanan
n (cold sto
arena jika
e) bahan ba
tuna, dima
pai -18oC (
-19-20
USL
TD
dar deviasi
nan beku
r 2008 sam
asarkan idesi memper
(Gambar 2
ld storage)
elum efekt
nakan peta
ld storage)
sekitar 12,
da di atas
age) bahan
sekitar 9,23
a di antar
ari suhu te
i menunjuk
cold stora
rage) baha
idak dilaku
u tuna tida
a suhu pus
uss et al.,
dan peta
(cold stor
ai Januari
ntifikasi alihatkan ba
). Hal ini
bahan bak
if dan perl
kendali (co
bahan bak
3 % suhu t
batas spe
baku yang
% suhu te
garis bat
pat penyi
an bahwa
e) bahan
baku di P
an, maka
dapat dig
t ikan agar
2004).
endali data
ge) bahan
009.
anya TDwa masih
enunjukka
selama N
u ditingkat
trol chart)
memperlih
mpat penyi
ifikasi atas
telah diten
pat penyi
s kontrol
panan (col
roses berad
baku dan
T Z harus
emungkina
nakan untu
enzim pend
evaluasi s
baku sel
engan kurerdapat TD
n bahwa s
vember 20
kan penge
dari data ev
atkan bahw
panan (co
(USL) su
tukan dan
panan (co
tas (UCL)
storage)
a di luar ke
sistem pa
segera diev
tempat pe
standar pe
egradasi me
57
hu tempat
ma bulan
a standarwalaupun
hu tempat
08 sampai
daliannya.
aluasi suhu
a sebanyak
ld storage)
hu tempat
ebanyak 6
d storage)
dan batas
ahan baku
dali maka
da tempat
aluasi dan
yimpanan
yimpanan
njadi tidak
-
7/22/2019 Pengendalian Resiko Bahaya Histamin
73/158
-20-22
USL
S
Gambar 28.
Seda
standar devi
empat pen
sampai Ma
dibandingka
eku (cold s
gagal diban
ang dihara
Adap
asil peman
(cold stora
spesifikasi
elaksanaan
enyimpana
ondisi pro
emberi pe
Jika d
ahwa nilai
erifikasi a
dengan nila
dari perusa
--18
Suhu
Kurva sta
verifikasi)
baku sela
ngkan iden
asi dari dat
impanan b
ret 2009
n wilayah
torage) bah
dingkan su
kan.
n analisis d
auan atau p
e) bahan b
atas (USL
pengendali
n (cold sto
es ini perl
ingatan bah
ilihat kemb
kapabilita
alah sebesa
Cpm data
haan. Nila
-1416
TD
dar deviasi
suhu temp
a bulan Fe
ifikasi adan
a hasil pe
eku (cold
(Gambar
. Hal ini m
an baku sel
u tempat p
engan men
enelitian (d
aku, terliha
atau sek
an risiko ba
age) bahan
diwaspada
wa sistem a
ali hasil pe
proses da
0,4334. Ni
erifikasi, h
i ini men
-12
data hasil
at penyimp
ruari samp
ya wilayah
antauan ata
torage) ba
8) dapat
enunjukkan
ma Februa
enyimpana
gunakan pe
ta verifikas
t bahwa ha
itar 90,6%
haya hista
baku di P
i dan dapat
tau proses h
hitungan d
ta evaluasi
lai Cpm data
l ini menu
njukkan b
pemantaua
anan beku
i Maret 20
true deviati
penelitian
an baku s
dilihat bah
bahwa suh
i sampai M
beku (col
a kendali (
i) untuk suh
mpir semu
. Hal ini
in pada titi
Z sudah
dijadikan
arus segera
ta pada Ta
adalah seb
evaluasi le
jukkan ada
ahwa kapa
atau pene
(cold stor
9
on (TD) de
(data verif
elama bula
wa TD l
tempat pe
aret 2009 le
storage) b
ontrol char
u tempat pe
data mel
membuktik
kendali k
idak efekti
asar keput
dievaluasi.
el 6, mem
esar 0,507
ih besar di
nya penuru
sitas pros
58
itian (data
ge) bahan
gan kurva
kasi) suhu
Februari
bih besar
yimpanan
ih banyak
ahan baku
t) dari data
yimpanan
wati batas
an bahwa
itis tempat
, sehingga
san untuk
erlihatkan
dan data
andingkan
an kinerja
s tahapan
-
7/22/2019 Pengendalian Resiko Bahaya Histamin
74/158
59
penyimpanan beku (cold storage) bahan baku pada saat evaluasi dan verifikasi
berada dalam keadaan dalam keadaan tidak mampu (Cpm < 1,00) untuk
menghasilkan produk sesuai dengan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan untuk
mengendalikan risiko bahaya kadar histamin. Sedangkan nilai sigma dari masing-
masing data tersebut adalah sebesar 3,0233 dan 2,8002. Adapun jika dilihat dari
nilai Defect per million opportunities (DPMO), memperlihatkan bahwa nilai
DPMO data evaluasi dan verifikasi masing-masing adalah sebesar 63836,15 dan
96771,21. Hal ini menunjukkan juga bahwa dalam satu juta kali penyimpanan
beku terdapat 63836,15 dan 96771,21 kemungkinan menyimpan beku dengan
suhu > -200C.
4.3.2.3 Evaluasi terhadap kadar histamin tuna loin beku pada tahap
pengecekan akhir
Pada tahap pengecekan akhir, kadar histamin yang diijinkan adalah sebesar
30 ppm. Uji histamin pada produk akhir ini dilakukan oleh perusahaan dan
laboratorium eksternal LPPMHP. Hasil perhitungan data evaluasi kadar histamin
ikan tuna loin beku selama bulan Januari 2008 sampai dengan bulan Desember
2008 yang diperoleh dari data rekaman (record keeping) analisis kadar histamin
ikan tuna loin beku pada tahap pengecekan akhir (grading) dan data hasil
pemantauan atau penelitian (data verifikasi) pada bulan Februari 2008 sampai
Maret 2008 di PT Z diperlihatkan pada Tabel 7. Sementara data kandungan
histamin selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 27 dan 28.
Berdasarkan hasil perhitungan dari data evaluasi kadar histamin tuna loin
beku pada bagian pengecekan akhir (grading) selama bulan Januari sampai
dengan Desember 2008 memperlihatkan bahwa kadar histamin tuna memiliki
snilai rata-rata proses (X-bar) 10,4848 ppm dan nilai batas kontrol atas (Upper
Control Limit-UCL) sebesar 17,4067 ppm. Nilai ini lebih rendah dibandingkan
dengan nilai batas spesifikasi atas (Upper Spesification Limit-USL) yang telah
ditentukan yaitu sebesar 30 ppm. Hasil perhitungan data kadar histamin ikan tuna
dari hasil pemantauan atau penelitian (data verifikasi) selama bulan Februari
sampai Maret 2009 juga memperlihatkan nilai rata-rata proses (X-bar) sebesar
10,2554 ppm dan nilai batas kontrol atas (UCL) sebesar 16,3385 ppm, dimana
-
7/22/2019 Pengendalian Resiko Bahaya Histamin
75/158
data nilai i
ditentukan y
abel 7. Ha
(dape
No
1 Juml2 Rata-
3 Stand
4 Nilai
5 Nilai
6 Uppe
7 Stand
8 Uppe
9 Kapa
10 Defec
11 Sigm
Gambar 29.
Analis
evaluasi ka
ahwa seba
atas batas
sebanyak 4
antara garis
adar hista
0
ni lebih k
aitu sebesar
il perhitun
a verifikagecekan ak
St
h dataata
ar deviasi
minimum
maksimum
specific lim
ar deviasi m
control limi
ilitas proses
t per million
Kurva sta
pada taha
selama bul
is dengan
ar histamin
yak 2 data
spesifikasi
data dari 67
batas kontr
in yang dit
2010
S
Histamin (ppm
cil dari ni
30 ppm.
an data eva
i) kadarir (grading
tistika
it(USL)
ksimum pro
t(UCL)
(Cpm)
opportunitie
dar deviasi
an pengec
an Januari s
mengguna
pada tahap
dari 67 dat
atas (USL)
data atau s
ol atas (UC
ntukan. Ha
4030
USL
TD
)
lai batas s
uasi dan da
istamin ikdi PT Z.
es (Smaks)
(DPMO)
dan peta ke
kan akhir
ampai Dese
an peta k
pengeceka
a atau sekit
kadar hist
ekitar 5,97
L) dan bata
l ini menunj
esifikasi a
a hasil pem
an tuna l
Data Evalu
6610,4848 pp
6,4159pp2,1 ppm
47,4 ppm
30 ppm
4,61457 pp
17,4067 pp
0,9097
3176,051
4,2290
ndali data e
(grading) p
ber 2008
ndali (con
akhir (gr
r 2,98% tu
amin yang
produk tu
s spesifikas
ukkan bahw
as (USL)
antauan ata
in beku p
si Data
10,2 3,851,5
36,
30
4,05
16,3
1,
37
4,
valuasi kad
roduk tuna
trol chart)
ding) mem
a loin bek
telah dite
a loin bek
i atas (USL
a proses be
60
ang telah
penelitian
ada tahap
Verifikasi
2754 ppm
54 ppm
2 ppm
5 ppm
ppm
54 ppm
85 ppm
1229
,6184
8686
r histamin
loin beku
dari data
erlihatkan
berada di
tukan dan
berada di
) dari nilai
ada di luar
-
7/22/2019 Pengendalian Resiko Bahaya Histamin
76/158
-
7/22/2019 Pengendalian Resiko Bahaya Histamin
77/158
62
terdapat TD walaupun wilayah success (S) lebih besar. Hal ini menunjukkan
bahwa proses pengolahan sampai bagian pengecekan akhir (grading) masih belum
benar, karena masih memungkinkan menghasilkan produk yang kadar
histaminnya melebihi 30 ppm.
Jika dilihat kembali hasil perhitungan data pada Tabel 7, menunjukkan
bahwa nilai kapabilitas proses dari data evaluasi pengecekan akhir (grading)
produk tuna loin beku adalah sebesar 0,9097 dan data verifikasi adalah sebesar
1,1229. Sedangkan nilai sigma dari masing-masing data tersebut adalah sebesar
4,2290 dan 4,8686. Nilai ini menunjukkan bahwa kapasitas proses tahapan
pengecekan akhir (grading) produk tuna loin beku pada saat evaluasi berada
dalam keadaan dalam keadaan tidak mampu (Cpm < 1,00) untuk menghasilkan
produk sesuai dengan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan untuk mengendalikanrisiko bahaya kadar histamin, sedangkan pengecekan akhir (grading) produk tuna
loin beku dari data verifikasi berada dalam keadaan tidak mampu sampai cukup
mampu (1 Cpm < 1,99) untuk mengendalikan risiko bahaya kadar histamin sesuai
dengan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan. Adapun jika dilihat dari nilai Defect
per million opportunities (DPMO), memperlihatkan bahwa nilai DPMO data
evaluasi dan verifikasi masing-masing adalah sebesar 3176,051 dan 377,6184. Hal
ini menunjukkan juga bahwa dalam satu juta kali pengecekan akhir (grading)
produk tuna loin beku terdapat 3176,051 produk tuna loin beku untuk data
evaluasi dan 377,6184 produk tuna loin beku untuk data verifikasi yang
kemungkinan kadar histaminnya melebihi 30 ppm.
4.3.2.4. Evaluasi terhadap kadar histamin ikan tuna pada tahap
penerimaan bahan baku dan pengecekan akhir menggunakan
FMEA
Analisis menggunakan FMEA dapat digunakan untuk menilai risiko
bahaya pada sistem HACCP (Varzakas dan Arvanitoyannis 2007). Adapun
analisis bahaya histamin menggunakan FMEA pada tahap penerimaan bahan baku
dan pengecekan akhir dapat dilihat pada Tabel 8. Adapun klasifikasi Severity
(S), Occurrence (O) danDetection (D) dapat dilihat pada Lampiran 29.
-
7/22/2019 Pengendalian Resiko Bahaya Histamin
78/158
Tabel 8. Analisis FMEA pada tahap penerimaan bahan baku dan pengecekan akhir
Tahap Produksi Bahaya Penyebab Bahaya S O D RPN Tindakan koreksi S
Penerimaan bahan baku Histamin Penyimpangan suhu,
Penanganan yang
salah, Tidak selalu
dilakukan uji
histamine
7 4 6 168 Penerimaan lebih
teliti, Penanganan
yang baik, Uji
dilakukan secara
periodik
7
Pengecekan akhir Histamin Penyimpangan suhu,
penanganan yang
salah selama proses
7 5 4 140 Penanganan yang
baik selama proses
7
Keterangan :
S : Severity (1-10)
O : Occurrence (1-10)
D : Detection (1-10)RPN : Risk Priority Number(1-1000)
-
7/22/2019 Pengendalian Resiko Bahaya Histamin
79/158
64
Pada tahap penerimaan bahan baku, bahaya histamin dinilai keparahannya
(S) dengan nilai 7 (skala 1 sampai 10) yang berarti Important, karena tingginya
kadar histamin dapat memberikan dampak yang besar terhadap bahaya keamanan
pangan bagi konsumen, penolakan negara importir akibat bahaya histamin yang
mungkin timbul sehingga membutuhkan pengujian sebelum dilakukan ekspor
(Dalgaard et al, 2008). Peluang munculnya histamin (O) mendapatkan nilai 4
(skala 1 sampai 10) yang berarti kemungkinan muncul 1 produk yang mempunyai
kadar histamin melewati batas diantara 2000 produk. Nilai ini didapatkan dari
nilai DPMO pada tahap penerimaan bahan baku pada Tabel 5. Kemungkinan
histamin terdeteksi (D) mendapatkan nilai 6 (skala 1 sampai 10) yang berartiLow
detection probability karena pengontrolan histamin di perusahaan dinilai
efektivitasnya sedang karena pengujian histamin pada penerimaan tergantung dariketersediaan histamine assay kit, ketelusuran produk (tracebility) di perusahaan
kurang lengkap dan masih belum diaplikasikan, sulit bagi perusahaan mempunyai
akses ke pemasok dan prosedurEnzyme Link Immunosorbent Assay (ELISA)
masih dapat digunakan untuk mendeteksi histamin. Keseluruhan nilai RPN adalah
168 (RPN>130) sehingga perlu dilakukan tindakan koreksi (Varzakas dan
Arvanitoyannis, 2007). Tindakan koreksi yang dapat dilakukan adalah seleksi
penerimaan bahan baku yang lebih teliti, penanganan yang baik sehingga tidak
terjadi penyimpangan suhu ataupun kontaminasi bakteri, mempunyai pemasok
yang dipercaya dan dapat dikontrol serta selalu melakukan uji histamin ketika
bahan baku diterima atau dibeli. Setelah dilakukan tindakan koreksi diharapkan
nilai peluang munculnya histamine (O) turun menjadi 2 yang berarti kemungkinan
histamin yang melewati batas hanya 1 diantara 1.500.000 produk dan
kemungkinan histamin terdeteksi (D) turun menjadi 3 yang berarti histamin dapat
terdeteksi dengan mudah karena perusahaan selalu menguji histamin setiap bahan
baku diterima, ada akses bagi perusahaan untuk mengontrol bahan baku ke
pemasok serta tracebility ada dan lengkap, sehingga nilai RPN turun menjadi 42.
Pada tahap pengecekan akhir, bahaya histamin dinilai keparahannya (S)
dengan nilai 7 (skala 1 sampai 10) yang berartiImportant karena tingginya kadar
histamin dapat memberikan dampak yang besar terhadap bahaya keamanan
pangan bagi konsumen, penolakan negara importir akibat bahaya histamin yang
-
7/22/2019 Pengendalian Resiko Bahaya Histamin
80/158
-
7/22/2019 Pengendalian Resiko Bahaya Histamin
81/158
66
1. Kondisi ruang penerimaanKondisi ruang penerimaan secara langsung mempengaruhi mutu tuna
yang diterima. Secara umum dapat digambarkan bahwa kondisi ruang
penerimaan yang ada adalah tidak tertutup dari lingkungan luar, lantai ruang
penerimaan bahan baku tuna beku tidak higienis dan jarang dibersihkan. Pada
saat penerimaan berlangsung, ikan ditumpuk di lantai sebelum penimbangan
dilakukan. Serangga seperti lalat dapat ditemukan menempel pada bahan
baku, karena tidak dilengkapi dengan insect killer serta suhu ruangan yang
adalah sekitar 270C. Desain ruang pengolahan termasuk ruang penerimaan
seharusnya dirancang untuk mencegah kontaminasi silang. Ruang penerimaan
seharusnya tertutup dari lingkungan luar untuk mencegah terkena hujan,
angin atau benda asing lainnya yang dapat mengkontaminasi produk. Ruangpenerimaan pada negara tropis sebaiknya disesuaikan suhunya dengan
spesifikasi produk karena pertumbuhan mikroba sangat cepat (ICMSF, 1998).
Selain itu menurut Kim et al. (2002) bahwa suhu 20 30 0C merupakan suhu
optimum pembentukan histamin dari bakteri pembentuk histaminMorganella
morganii.
2. Bahan bakuBahan baku ikan tuna yang digunakan PT Z adalah berupa ikan tuna
beku yang dibeli dari transit atau dari perusahaan lain. Perusahaan tidak
mengetahui apakah ikan tuna yang dibeli di perusahaan lain tersebut dalam
kondisi masih baik atau sudah mengalami perlakuan lain, misalnya seperti
deforst/thawing yangdilakukanberulang kali saat ketika ikan tersebut dibeli.
Jika hal ini terjadi maka akan dapat mempengaruhi kadar histamin ikan tuna
yang telah dibeli. Menurut Kim et al. (2002), ikan tuna beku yang mengalami
thawingpada suhu 250C dan dibekukan kembali akan menyebabkan histamin
terakumulasi, karena jika enzim sudah terbentuk pada suhu optimumnya
maka enzim tersebut akan terus memproduksi histamin walaupun sudah
dibekukan. Lakmisha et al. (2008) melaporkan bahwa aktivitas pencairan
kembali atau proses pen-thawing-an ikan yang telah dilakukan pembekuan
akan menyebabkan rapid multiplication dari mikroorganisme yang ada,
-
7/22/2019 Pengendalian Resiko Bahaya Histamin
82/158
67
sehingga dapat dimungkinkan berujung pada peningkatan kadar histamin
produk ikan tersebut.
3. ManusiaHal lain yang dapat menyebabkan variasi kadar histamin dalam bahan
baku tuna adalah pekerja. Saat penerimaan bahan baku, pekerja menangani
ikan dengan kasar dan tidak mencuci tangannya terlebih dahulu sebelum
bekerja. Menurut Yamanaka et al. (1982) penanganan yang salah pada ikan
tuna sebelum dibekukan dapat menimbulkan keracunan histamin, walaupun
ikan dibekukan sampai suhu -500C. Kemudian Tao et al. (2009) menyatakan
bahwa kadar histamin pada ikan juga dipengaruhi oleh waktu dan teknik
penanganan. Dalam penelitiannya melaporkan bahwa kandungan histamin
tidak dapat terdeteksi pada ikan yang berada dalam kondisi steril. Oleh karenaitu disarankan bahwa berlangsung kontak fisik pekerja atau permukaaan yang
tidak higienis dengan ikan agar lebih banyak dihindari. Berdasarkan
informasi tersebut maka dibutuhkan perbaikan metode kerja dalam proses
agar kerusakan pada ikan tidak terjadi. Ketelitian QC dalam membeli bahan
baku juga mempengaruhi variasi kadar histamin pada tahap penerimaan
bahan baku.
Gambar 31. Diagram sebab akibat pada tahap penerimaan bahan baku (receiving)
4.3.3.2 Tahap penyimpanan beku bahan baku (raw material storaging)
Faktor penyebab dekomposisi pada bahan baku tuna tahap penyimpanan
beku (cold storage) bahan baku digolongkan ke dalam tiga faktor utama, yaitu
kondisi cold storage bahan baku, mesin cold storage dan manusia. Diagram
Variasi kadar
histamin pada
bahan baku tuna
Bahan baku
Kondisi Ruan enerimaan Manusia
Penanganan
Keterampilan
Ketelitian
Mutu bahan baku
Defrost berkali-kali
Kebersihan
Suhu tinggi
-
7/22/2019 Pengendalian Resiko Bahaya Histamin
83/158
68
sebab akibat pada tahap penyimpanan beku (cold storage) bahan baku dapat
dilihat pada Gambar 32.
1. Kondisi Cold storage bahan bakuTempat penyimpanan beku (cold storage) bahan baku dapat
mempengaruhi kualitas ikan tuna, karena pada tahap ini bahan baku
disimpan dalam waktu tertentu sampai diolah menjadi produk loin. Kondisi
tempat penyimpanan beku (cold storage) bahan baku di PT Z memiliki
banyak kekurangan, diantaranya suhu cold storage yang selalu berfluktuasi,
salah satunya adalah karena evaporator di dalam tertutup oleh es dan pintu
cold storage tidak dilengkapi oleh sealer. Selain itu di dalam cold storage
sering ditemukan adanya binatang pengerat, serta tata penyimpanan tidak
menggunakan sistem FIFO. Menurut Undeland (2001), suhu cold storageyang sering berfluktuasi dapat menjadi salah satu faktor utama mutu turunnya
mutu dari ikan. Jika fluktuasi suhu terjadi dibawah -200C maka kecepatan
pembusukkan ikan sangat kecil, namun jika melihat gambaran peta kendali
(control chart) pada Gambar 28, fluktuasi suhu pada tempat penyimpanan
beku (cold storage) sudah berada diatas -200C.
2. Mesin cold storageMesin cold storage yang ada sudah cukup tua dan petunjuk digital di
ruang mesin rusak sehingga tidak dapat diketahui dengan pasti kondisi suhu
yang ada. Selama penelitian dari bulan Februari sampai Maret 2009, sering
terjadi pemadaman listrik dan mesin pernah terbakar, sehingga suhu dalam
cold storage menjadi lebih tinggi dalam waktu yang cukup lama. Penyebab
mesin terbakar adalah karena tekanan yang besar pada bagian pipa (valve) di
kondensor.
3. Manusia
Pemahaman karyawan untuk menjaga fluktuasi suhu serendah mungkin
dinilai sangat kurang. Pintu cold storage sering dibiarkan terbuka untuk
waktu yang cukup lama pada saat pekerja sedang memasukkan atau
mengeluarkan bahan baku. Penanganan ikan yang kasar dan bahan baku
yang diinjak-injak oleh pekerja dapat menyebabkan dekomposisi dan
kerusakan pada bahan baku. Dibutuhkan juga kedisiplinan QC dalam
-
7/22/2019 Pengendalian Resiko Bahaya Histamin
84/158
69
pencatatan suhu cold storage sehingga jika terjadi fluktuasi suhu dapat
terdeteksi.
Gambar 32. Diagram sebab akibat tahap penyimpanan beku bahan baku
4.3.3.3 Tahap pengecekan akhir (grading)
Faktor penyebab variasi kadar histamin tuna loin beku tahap pengecekan
akhir (grading) digolongkan ke dalam lima faktor utama, yaitu bahan baku, cold
storage bahan baku, ruang anteroom, manusia dan manajemen. Diagram sebab
akibat pada tahap pengecekan akhir dapat dilihat pada Gambar 33.
1. Bahan bakuPada saat penerimaan dilakukan pengecekan organoleptik oleh QC, ikan
tuna yang mutunya kurang baik seperti bau dan teksturnya lembek akan diuji
kandungan histaminnya. Tetapi uji histamin kadangkala tidak dilakukan saat
bahan baku datang. Hal ini disebabkan diantaranya habisnya test kituntuk uji
histamin di perusahaan. Tidak dilakukannya uji histamin mempengaruhi
efisiensi penerapan program HACCP di perusahaan. Hal ini akan
berpengaruh pada produk akhir tuna loin dalam hal keamanan pangan dan
keuntungan perusahaan karena pada saat pengecekan akhir sering ditemukan
produk reject sehingga tuna loin tersebut tidak dapat diekspor dan harga
jualnya turun.
Evaporator tertutup es
Dekomposisi
bahan baku
Mesin
Kondisi Cold storage Manusia
Kedisiplinan
Keterampilan
Motivasi
Pembersihan
Perawatan
Kondisi mesin tua
Pembersihan
Kondensor sering rusak
Sealer pintu
Petunjuk digital rusak
-
7/22/2019 Pengendalian Resiko Bahaya Histamin
85/158
70
Bahan baku yang diproses juga tidak mengikuti sistem FIFO, sehingga
bahan baku yang sudah disimpan lama (sekitar 7 12 bulan) digunakan untuk
proses pengolahan. Ben-Gigirey et al. (1999) menyatakan bahwa bakteri
jenis S.maltophilia yang diisolasi dari tuna albacore selama penyimpanan
pada suhu -25`0C dalam waktu 6 bulan, kadar histaminnya meningkat dengan
pesat sebesar 5 ppm. Bakteri jenis ini merupakan produsen kadaverin yang
kuat, sehingga pada saat produk mengalami thawing efek sinergis kadaverin
dan histamin dapat menimbulkan keracunan histamin. Sedangkan menurut
Lakmisha et al. (2008) ikan yang disimpan selama 2 bulan pada suhu -180C
kandungan histaminnya dapat mencapai 20,8 ppm. Maka sebaiknya
perusahaan menggunakan sistem FIFO agar risiko peningkatan kadar
histamin pada produk akhir dapat dihindari.2. Cold storagebahan baku
Fluktuasi cold storage bahan baku dapat menyebabkan dekomposisi
produk dan mutu produk yang dihasilkan akan turun. Beberapa data cold
storage bahan baku sampai melewati -150C. Kim et al. (2002) menyatakan,
TMAO dapat di pecah menjadi DMA dan FA pada saat penyimpanan beku
oleh enzim dalam daging ikan, tetapi enzim tersebut dapat dihambat pada
suhu kurang dari -290C. Sedangkan menurut Taylor dan Speckhard (1983),
bakteri pembentuk histamin masih ditemukan pada 3 dari 10 ikan tuna yang
disimpan pada suhu -150C. Maka sebaiknya suhu cold storage bahan baku
dijaga -20 0C agar bakteri pembentuk histamin tidak dapat tumbuh dengan
pesat. Kebersihan cold storage sebaiknya juga diperhatikan agar tidak terjadi
kontaminasi mikroba terhadap bahan baku.
3. ManusiaPada pengecekan akhir, QC juga berfungsi untuk memisahkan tuna loin
yang bau dan penampakannya jelek. Ketelitian QC dalam penerimaan bahan
baku sampai pengecekan akhir juga dapat mempengaruhi kadar histamin tuna
loin yang dihasilkan. Jika ada tuna loin yang nilai sensorinya kurang dapat
lolos dari pengecekan akhir maka kemungkinan terdapat produk tuna loin
yang histaminnya tinggi (Ben-Gigirey et al., 1999).
-
7/22/2019 Pengendalian Resiko Bahaya Histamin
86/158
71
4. ManajemenKomitmen manajemen PT Z untuk memotivasi pekerja dinilai sangat
kurang. Pemberian pelatihan secara berkala tentang HACCP misalnya sangat
diperlukan agar HACCP diterapkan di semua lini produksi. Menurut
Panisello dan Quantick (2000), komitmen manajemen sangat penting dalam
penerapan kelayakan dasar yang baik serta keberhasilan program HACCP di
perusahaan. Komitmen pihak manajemen dalam penerapan program HACCP
di PT Z dapat dikatakan tidak konsisten. Hal ini dapat dilihat dari masalah
tidak diujinya histamin pada bahan baku tuna yang diterima dan kondisi cold
storage yang tidak beraturan serta fluktuasi suhu cold storage yang besar.
Menurut Taylor (2004) seharusnya manajer produksi memberikan contoh dan
membimbing karyawan dalam menerapkan HACCP. Manajer produksi jugasebaiknya mengecek apakah CCP selalu dimonitor dan pelaksanaan HACCP
sudah sesuai yang direncanakan. Manajemen puncak harusnya memotivasi
kesadaran pekerja tentang pentingnya HACCP dan mengulang pelatihan jika
diperlukan pada karyawan terutama pada QC. Tanpa kepemimpinan yang
baik maka program HACCP tidak akan berjalan sesuai harapan.
Gambar 33. Diagram sebab akibat tahap pengecekan akhir (grading)
Manajemen
Variasi kadar
histamin pada
tuna loin beku
Cold storage
Bahan baku
Manusia
Kedisiplinan
Ketelitian
Motivasi
Tidak FIFO
Tidak uji histamin
pada penerimaan
Kebersihan
Fluktuasi suhu
Komitmen
-
7/22/2019 Pengendalian Resiko Bahaya Histamin
87/158
72
4.3.4 Perbaikan (improvement)
Pada tahap improvement dilakukan perbaikan pada faktor-faktor yang
menjadi penyebab masalah kurangnya efektifitas pengendalian CCP di PT Z
menggunakan prinsip 6S (Gaspesrz, 2006).
4.3.4.1Tahap penerimaan bahan bakuBerdasarkan pengamatan yang dilakukan pada tahap penerimaan bahan
baku yang bertempat di ruang penerimaan (receiving), maka prinsip 6Syang dapat
diimplementasikan pada ruang tersebut adalah :
1. SortPrinsip sort dapat diimplementasikan dengan pengaturan tata letak benda
pada tahap penerimaan yaitu dalam area ruang penerimaan. Ruang
penerimaan diubah menjadi ruangan yang tertutup dari lingkungan luarsehingga suhu ruang penerimaan diharapkan tidak menjadi salah satu faktor
peningkatan histamin pada bahan baku tuna.
2. StabilizePrinsip stabilize dapat diimplementasikan dengan pemberian label pada
semua bahan baku yang baru diterima perusahaan. Label dapat diletakkan di
pallet yang berisikan tulisan jenis ikan, tanggal masuk dan pemasok.
Penempatan ikan juga seharusnya dikelompokkan sesuai jenis ikan dan waktu
ikan diterima perusahaan.
3. ShinePrinsip shine diimplementasikan dengan melakukan pembersihan secara
menyeluruh pada ruang penerimaan seperti pembersihan dinding dan lantai
secara teratur. Penambalan lubang pada lantai ruang penerimaan juga perlu
dilakukan agar lantai tidak berlumut dan mudah dibersihkan secara
menyeluruh.
4. StandardizePrinsip Standardize dapat diterapkan dengan pembuatan petunjuk kerja secara
visual yang tepat sehingga memudahkan untuk diingat atau dipahami
mengenai prinsip sort, stabilize dan shine yang telah diterapkan. Petunjuk
seperti gambar akan lebih mudah dimengerti dibandingkan dengan petunjuk
berupa tulisan, selain itu pekerja juga akan lebih tertarik untuk melihatnya
-
7/22/2019 Pengendalian Resiko Bahaya Histamin
88/158
73
daripada hanya membaca suatu tulisan (Gaspersz, 2006). Petunjuk yang dapat
diterapkan dapat berupa gambar contoh penerimaan ikan yang baik, serta
gambar mengenai berbagai mutu bahan baku tuna yaitu gambar ikan tuna
yang mutunya dapat diterima maupun gambar ikan tuna yang mutunya tidak
dapat diterima agar QC dan semua pekerja dapat memahami.
5. SafetyPrinsip safety yang dapat diterapkan di ruang penerimaan adalah pemberian
petunjuk agar karyawan bekerja secara hati-hati dalam melakukan
penerimaan bahan baku.
6. SustainAgar 6S tetap berlangsung maka sebaiknya ditempelkan mengenai prinsip 6S
secara keseluruhan di suatu papan pengumuman beserta petunjuk visuallainnya pada ruang penerimaan bahan baku.
4.3.4.2Tahap penyimpanan beku bahan bakuBerdasarkan pengamatan yang dilakukan pada tahap penyimpanan beku
bahan baku yang bertempat di cold storage maka prinsip 6S yang dapat
diimplementasikan pada ruang tersebut adalah :
1. SortPrinsip sort dapat diimplementasikan dengan pengaturan tata letak benda
pada tahap penyimpanan beku bahan baku yaitu dalam area cold storage.
Ikan yang diletakkan di lantai, disusun dalam pallet sesuai dengan tanggal
masuk ataupun dikelompokkan sesuai jenisnya. Ikan yang sudah lama atau
ikan reject dipisahkan di tempat tersendiri. Mesin cold storage yang sudah
tua juga sebaiknya diganti agar pendinginan lebih efektif.
2. StabilizePrinsip stabilize dapat diimplementasikan dengan penggunaan sistem First In
First Out (FIFO) di tahap ini serta pencatatan suhu yang konsisten juga
segera dilakukan tindakan koreksi jika suhu naik. Fluktuasi suhu yang
diakibatkan seringnya karyawan membuka pintu cold storage juga dapat
dihindari dengan menempatkan salah satu karyawan untuk membuka dan
menutup pintu cold storage saat tertentu. Manajer produksi harus tegas
-
7/22/2019 Pengendalian Resiko Bahaya Histamin
89/158
74
dalam mengawasi proses, dengan cara menegur karyawan apabila melakukan
penanganan ikan dengan kasar dan tidak higienis.
3. ShinePrinsip shine diimplementasikan dengan melakukan pembersihan secara
menyeluruh pada cold storage seperti pembersihan dinding dan lantai secara
teratur. Penambalan lubang pada dinding cold storage juga perlu dilakukan
agar tidak ada lagi binatang yang masuk. Evaporator yang tertutup es juga
selalu dibersihkan.
4. StandardizePrinsip Standardize dapat diterapkan dengan pembuatan petunjuk berupa
gambar contoh penyusunan ikan yang baik, serta gambar peta lokasi
penempatan ikan agar waktu pencarian ikan dipersingkat.5. Safety
Prinsip safety yang dapat diterapkan di cold storage adalah penyusunan ikan
dan pallet yang teratur agar tidak ada karyawan yang tertimpa seperti yang
cukup sering terjadi di cold storage.
6. SustainAgar 6S tetap berlangsung maka sebaiknya ditempelkan mengenai prinsip 6S
secara keseluruhan di suatu papan pengumuman beserta petunjuk visual
lainnya pada cold storage.
4.3.4.3Tahap pengecekan akhirBerdasarkan pengamatan yang dilakukan pada tahap pengecekan akhir
(grading) yang bertempat di anteroom, maka prinsip 6S yang dapat
diimplementasikan pada ruang tersebut adalah :
1. SortPrinsip sort dapat diimplementasikan dengan pengaturan tata letak benda
dalam anteroom. Terdapat banyak pallet yang tidak dipakai berjejer dianteroom. Penempatan pallet tersebut dalam area anteroom hanya akan
mempersempit area kerja pada saat pengecekan akhir maupun saat proses
lainnya. Pallet-pallet tersebut juga menyulitkan saat proses pembersihan area
dan dikhawatirkan menjadi tempat hidup serangga, maka pallet-pallet tersebut
harus dipindahkan ke tempat penyimpanan.
-
7/22/2019 Pengendalian Resiko Bahaya Histamin
90/158
75
2. StabilizePrinsip stabilize dapat diimplementasikan dengan pemberian label pada tuna
loin beku yang reject sehingga dapat dipisahkan. Pengujian histamin pada
tuna loin beku juga harus dilakukan.
3. ShinePrinsip shine diimplementasikan dengan melakukan pembersihan secara
menyeluruh pada anteroom dan pembersihan blower secara teratur.
4. StandardizePrinsip Standardize dapat diterapkan dengan pembuatan petunjuk berupa
gambar contoh penanganan ikan yang baik, serta gambar mengenai berbagai
mutu tuna loin beku baik gambar tuna loin beku yang mutunya dapat
diterima maupun gambar tuna loin beku yang mutunya tidak dapat diterimaagar QC dan semua pekerja dapat memahami.
5. SafetyPrinsip safety yang dapat diterapkan di anteroom adalah penggunaan forklift
dengan hati-hati dan selalu menyediakan kotak P3K di perusahaan.
6. SustainAgar 6S tetap berlangsung maka sebaiknya ditempelkan mengenai prinsip 6S
secara keseluruhan, beserta petunjuk visual lainnya dan suatu reward atau
penghargaan bagi karyawan yang selalu mematuhi prinsip 6S, di suatu papan
pengumuman pada anteroom.
4.3.5 Control
Prinsip kontrol dapat diterapkan setelah perusahaan sudah menerapkan
define, measure, analyze dan improvement. Program HACCP yang diintegrasikan
dengan sistem manajemen Lean Six Sigma dapat membantu meningkatkan
efektivitas dan efisiensi dari sistem maupun proses, sehingga PT Z dapat
memperoleh profit dan pertumbuhan perusahaan tanpa mengabaikan prinsip food
safety. Rencana penerapan Kaizen Blitz sebagai upaya peningkatan kinerja dan
kualitas secara terus menerus, perusahaan dapat dilakukan dengan mengikuti
tahap-tahap berikut:
-
7/22/2019 Pengendalian Resiko Bahaya Histamin
91/158
76
Persiapan:
Ketua tim HACCP, kepala produksi serta wakil manajemen
mendefinisikan proyek yang akan dilakukan untuk Kaizen Blitz pada tahap
penerimaan bahan baku, penyimpanan beku bahan baku dan pengecekan
akhir. Sebaiknya ketua tim HACCP menjadi ketua tim Kaizen. Anggota tim
Kaizen dipilih oleh ketua tim Kaizen. Disarankan ada satu orang yang telah
mengikuti pelatihan Lean Six Sigma dan bergelarBlack Belt. Tim Kaizen
menyiapkan bahan-bahan untuk pelatihan singkat, logistik atau sumber daya
yang diperlukan selama melaksanakan Kaizen Blitz.
Hari Senin:
Black Belt dan ketua tim Kaizen memberikan penjelasan singkat kepada
tim tentang proyekKaizen Blitz dan memberikan pelatihan singkat mengenaiintegrasiLean Six Sigma dengan sistem HACCP yang sudah ada. Setelah itu,
dilakukan pengumpulan data yang diperlukan.
Hari Selasa:
Analisis data-data yang sudah terkumpul baik data hasil pengamatan (data
verifikasi) maupun data record keepingbeberapa bulan terakhir (data evaluasi)
dengan SPC. Kemudian langsung mengidentifikasi dan memverifikasi akar-
akar penyebab masalah menggunakan diagram sebab akibat.
Hari Rabu:
Dilakukan perbaikan-perbaikan dengan implementasi prinsip 6S dan
meningkatkan proses yang sudah ada dengan menentukan target yang akan