Metode Modern

33
INOVASI MODEL DAN EVALUASI PEMBELAJARAN Oleh : Lussy Dwiutami Wahyuni Pengajar, desain pembelajaran, dan peserta didik adalah 3 (tiga) hal yang selalu disebut saat kita ingin berbicara tentang proses pembelajaran. Mengapa demikian ? karena sesungguhnya 3 (tiga) hal tersebutlah yang menjadi motor dalam pergerakan sebuah roda pembelajaran. Pengajar disini dapat diartikan secara luas, apalagi dalam era internetisasi saat ini. Salah satu dampak yang ditimbulkannya pada dunia pendidikan adalah munculnya metode-metode pembelajaran secara elektronik (elearning atau online learning). Hal tersebut akhirnya berimbas pada cara guru dalam menyampaikan atau membahasakan materi di kelas, dari yang sebelumnya bertutur atau lisan menjadi tulisan. Namun demikian, peran guru atau pengajar di kelas tidak dapat tergantikan karena tidak semua peserta didik mampu belajar dan memahami materi secara mandiri. Untuk mengatasinya adalah dengan cara memblend antara metode klasikal dan elektronik (adanya hybrid instruction). Menurut Gagne, Briggs, & Wager (dalam Prawiradilaga, 2007) desain pembelajaran membantu proses belajar seseorang, dimana proses belajar itu sendiri memiliki tahapan segera dan jangka panjang. Mereka percaya proses

Transcript of Metode Modern

Page 1: Metode Modern

INOVASI MODEL DAN EVALUASI PEMBELAJARAN

Oleh : Lussy Dwiutami Wahyuni

Pengajar, desain pembelajaran, dan peserta didik adalah 3 (tiga) hal yang

selalu disebut saat kita ingin berbicara tentang proses pembelajaran. Mengapa

demikian ? karena sesungguhnya 3 (tiga) hal tersebutlah yang menjadi motor dalam

pergerakan sebuah roda pembelajaran.

Pengajar disini dapat diartikan secara luas, apalagi dalam era internetisasi

saat ini. Salah satu dampak yang ditimbulkannya pada dunia pendidikan adalah

munculnya metode-metode pembelajaran secara elektronik (elearning atau online

learning). Hal tersebut akhirnya berimbas pada cara guru dalam menyampaikan atau

membahasakan materi di kelas, dari yang sebelumnya bertutur atau lisan menjadi

tulisan. Namun demikian, peran guru atau pengajar di kelas tidak dapat tergantikan

karena tidak semua peserta didik mampu belajar dan memahami materi secara

mandiri. Untuk mengatasinya adalah dengan cara memblend antara metode klasikal

dan elektronik (adanya hybrid instruction).

Menurut Gagne, Briggs, & Wager (dalam Prawiradilaga, 2007) desain

pembelajaran membantu proses belajar seseorang, dimana proses belajar itu sendiri

memiliki tahapan segera dan jangka panjang. Mereka percaya proses belajar terjadi

karena adanya kondisi-kondisi belajar, internal maupun eksternal. Tapi menurut

Kemp, Morrison, & Ross (dalam Prawiradilaga, 2007) esensi disain pembelajaran

mengacu pada keempat komponen inti, yaitu siswa, tujuan pembelajaran, metode,

dan penilaian.

Peserta didik adalah semua individu yang menjadi audiens dalam suatu

lingkup pembelajaran. Biasanya penyebutan peserta didik ini mengikuti skup/ruang

lingkup dimana pembelajaran dilaksanakan, diantaranya : siswa untuk jenjang

Page 2: Metode Modern

pendidikan dasar dan menengah, mahasiswa untuk jenjang pendidikan tinggi, dan

peserta pelatihan untuk diklat.

Peserta didik adalah masukan mentah (raw input) dalam sebuah proses

pembelajaran yang harus dithreat agar output dan outcomesnya sesuai dengan yang

dicanangkan institusi (khususnya) dan dunia pendidikan Indonesia pada umumnya.

Agar keluarannya dapat beradaptasi dengan kemajuan zaman, maka sudah

sepatutnya materi dan cara pembelajarannyapun disesuaikan dengan dunia nyata

juga. Hal tersebut biasa dikenal dengan model pembelajaran inovatif.

Penilaianpun juga sudah melakukan terobosan atau inovasi. Terbukti, saat ini

paper and pen bukanlah satu-satunya cara untuk menilai keberhasilan belajar

peserta didik. Asesmen portofolio, autentik, dan lain-lain adalah sedikit dari banyak

inovasi cara menilai keberhasilan peserta didik yang lebih menitikberatkan pada

proses.

A. Model Pembelajaran Inovatif

Model pembelajaran inovatif lahir dari adanya keresahan terhadap cara

belajar klasikal. Dimana peserta didik tidak dapat terlibat aktif dalam hal intelektual

maupun fisik. Karena itu, dirancanglah sebuah model pembelajaran yang bisa

mengaktifkan seluruh indera dan intelektualitas peserta didiknya.

Yang termasuk ke dalam model pembelajaran inovatif adalah pembelajaran

berbasis quantum teaching, pembelajaran berbasis multiple intelegencies, elearning,

active learning, integrated learning, cooperative learning, pembelajaran berbasis

sumber, konteksual learning, dan masih banyak lagi yang lainnya.

Selanjutnya yang akan dibahas disini adalah hanya model pembelajaran

inovatif berbasis elektronik (elearning) dan contextual learning.

Page 3: Metode Modern

1. Model Pembelajaran Berbasis Elektronik (Elearning)

a. Pengertian E-Learning

E-learning tersusun dari dua bagian, yaitu ‘e’ yang merupakan singkatan dari

‘electronica’ dan ‘learning’ yang berarti ‘pembelajaran’. Jadi e-learning berarti

pembelajaran dengan menggunakan jasa bantuan perangkat elektronika. Jadi dalam

pelaksanaannya, e-learning menggunakan jasa audio, video atau perangkat

komputer atau kombinasi dari ketiganya. Dengan kata lain e-learning adalah

pembelajaran yang dalam pelaksanaannya didukung oleh jasa teknologi seperti

telepon, audio, videotape, transmisi satelite atau komputer.(Tafiardi, 2005). Sejalan

dengan itu, Onno W. Purbo (dalam Amin, 2004) menjelaskan bahwa istilah “e”

dalam e-learning adalah segala teknologi yang digunakan untuk mendukung usaha-

usaha pengajaran lewat teknologi elektronik internet. Internet, satelit, tape

audio/video, tv interaktif, dan CD-ROM adalah sebagian dari media elektronik yang

digunakan. Pengajaran boleh disampaikan pada waktu yang sama (synchronously)

ataupun pada waktu yang berbeda (asynchronously).

Secara lebih singkat William Horton mengemukakan bahwa (dalam Sembel,

2004) e-learning merupakan kegiatan pembelajaran berbasis web (yang bisa diakses

dari internet). Tidak jauh berbeda dengan itu Brown, 2000 dan Feasey, 2001 (dalam

Siahaan, 2002) secara sederhana mengatakan bahwa e-learning merupakan kegiatan

pembelajaran yang memanfaatkan jaringan (internet, LAN, WAN) sebagai metode

penyampaian, interaksi, dan fasilitas yang didukung oleh berbagai bentuk layanan

belajar lainnya.

Selain itu, ada yang menjabarkan pengertian e-learning lebih luas lagi.

Sebenarnya materi e-learning tidak harus didistribusikan secara on-line baik melalui

jaringan lokal maupun internet. Interaksi dengan menggunakan internetpun bisa

dijalankan secara on-line dan real-time ataupun secara off-line atau archieved.

Page 4: Metode Modern

Distribusi secara off-line menggunakan media CD/DVD pun termasuk pola e-

learning. Dalam hal ini aplikasi dan materi belajar dikembangkan sesuai kebutuhan

dan didistribusikan melalui media CD/DVD, selanjutnya pembelajar dapat

memanfatkan CD/DVD tersebut dan belajar di tempat dimana dia berada (Lukmana,

2006).

b. Karakteristik E-Learning

Karakteristik e-learning ini antara lain adalah:

1) Memanfaatkan jasa teknologi elektronik. Guru dan siswa, siswa dan sesama

siswa atau guru dan sesama guru dapat berkomunikasi dengan relatif mudah

tanpa dibatasi oleh hal-hal yang bersifat protokoler.

2) Memanfaatkan keunggulan komputer (digital media dan computer networks)

3) Menggunakan bahan ajar bersifat mandiri (self learning materials) disimpan di

komputer sehingga dapat diakses oleh guru dan siswa kapan saja dan di mana

saja bila yang bersangkutan memerlukannya

4) Memanfaatkan jadwal pembelajaran, kurikulum, hasil kemajuan belajar dan hal-

hal yang berkaitan dengan administrasi pendidikan dapat dilihat setiap saat di

komputer.

c. Syarat-Syarat Penggunaan E-Learning

Menurut Newsletter of ODLQC, 2001 (dalam Siahaan) syarat-syarat kegiatan

pembelajaran elektronik (e-learning) adalah :

1) kegiatan pembelajaran dilakukan melalui pemanfaatan jaringan dalam hal ini

internet.

Page 5: Metode Modern

2) tersedianya dukungan layanan belajar yang dapat dimanfaatkan oleh peserta

belajar, misalnya CD-ROM atau bahan cetak

3) tersedianya dukungan layanan tutor yang dapat membantu peserta belajar

apabila mengalami kesulitan

4) adanya lembaga yang menyelenggarakan/mengelola kegiatan e-learning

5) adanya sikap positif pendidik dan tenaga kependidikan terhadap teknologi

komputer dan internet

6) adanya rancangan sistem pembelajaran yang dapat dipelajari/diketahui oleh

setiap peserta belajar

7) adanya sistem evaluasi terhadap kemajuan atau perkembangan belajar peserta

belajar

8) adanya mekanisme umpan balik yang dikembangkan oleh lembaga

penyelenggara

Berbeda dengan yang telah diungkapkan di atas, dalam Sembel, 2004, lebih

menyoroti dari tenaga-tenaga ahli yang perlu ada untuk “menghidupkan” sebuah e-

learning adalah :

1) Subject Matter Expert (SME), merupakan nara sumber dari pembelajaran yang

disampaikan.

2) Instructional Designer (ID), bertugas untuk secara sistematis mendesain materi

dari SME menjadi materi e-learning dengan memasukkan metode pengajaran

agar materi menjadi lebih interaktif, lebih mudah, dan lebih menarik untuk

dipelajari.

3) Graphic Designer (GD), bertugas untuk mengubah materi teks menjadi bentuk

grafis dengan gambar, warna, dan layout yang enak dipandang, efektif, dan

menarik untuk dipelajari.

Page 6: Metode Modern

4) Learning Management System (LMS), bertugas mengelola sistem di website yang

mengatur lalu lintas interaksi antara instruktur dengan siswa, antarsiswa dengan

siswa lainnya, serta hal lain yang berhubungan dengan pembelajaran, seperti

tugas, nilai, dan peringkat ketercapaian belajar siswa.

Ahli-ahli pendidikan dan ahli internet menyarankan beberapa hal yang perlu

diperhatikan sebelum seseorang memilih internet untuk kegiatan pembelajaran

(Hartanto dan Purbo dalam Tafiardi, 2002) antara lain:

1) Analisis Kebutuhan (Need Analysis). Dalam tahapan awal, satu hal yang perlu

dipertimbangkan adalah apakah memang memerlukan e-learning. Pertanyaan ini

tidak dapat dijawab dengan perkiraan atau dijawab berdasarkan atas saran

orang lain. Setiap lembaga menentukan teknologi pembelajaran sendiri yang

berbeda satu sama lain. Untuk itu perlu diadakan analisis kebutuhan atau need

analysis yang mencakup studi kelayakan baik secara teknis, ekonomis, maupun

sosial.

2) Rancangan Instruksional yang berisi tentang isi pelajaran, topik, satuan kredit,

bahan ajar/kurikulum.

3) Evaluasi yaitu sebelum program dimulai, ada baiknya dicobakan dengan

mengambil beberapa sampel orang yang dimintai tolong untuk ikut

mengevaluasi.

d. Fungsi E-Learning

Setidaknya ada 3 (tiga) fungsi pembelajaran elektronik terhadap kegiatan

pembelajaran di dalam kelas (classroom instruction), yaitu (dalam Siahaan, 2002) :

1) suplemen (tambahan)

Dikatakan berfungsi sebagai suplemen, apabila peserta didik mempunyai

kebebasan memilih, apakah akan memanfaatkan materi pembelajaran elektronik

Page 7: Metode Modern

atau tidak. Dalam hal ini, tidak ada kewajiban/keharusan bagi peserta didik untuk

mengakses materi pembelajaran elektronik. Sekalipun sifatnya opsional, peserta

didik yang memanfaatkannya tentu akan memiliki tambahan pengetahuan atau

wawasan.

2) komplemen (pelengkap)

Dikatakan berfungsi sebagai komplemen, apabila materi e-learning

diprogramkan untuk melengkapi materi pembelajaran yang diterima siswa di dalam

kelas (Lewis, 2002). Sebagai komplemen berarti materi e-learning diprogramkan

untuk menjadi materi enrichment (pengayaan) atau remedial bagi peserta didik di

dalam mengikuti kegiatan pembelajaran konvensional.

Sebagai enrichment, apabila peserta didik dapat dengan cepat

menguasai/memahami materi pelajaran yang disampaikan guru secara tatap muka

diberikan kesempatan untuk mengakses materi e-learning yang memang secara

khusus dikembangkan untuk mereka. Tujuannya agar semakin memantapkan tingkat

penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran yang disajikan guru di kelas.

Sebagai remedial, apabila peserta didik mengalami kesulitan dalam

memahami materi pelajaran yang disampaikan guru secara tatap muka di kelas.

Tujuannya agar peserta didik semakin lebih mudah memahami materi pelajaran

yang disajikan guru di kelas.

3) substitusi (pengganti)

Tujuan dari e-learning sebagai pengganti kelas konvensional adalah agar

peserta didik dapat secara fleksibel mengelola kegiatan perkuliahan sesuai dengan

waktu dan aktivitas lain sehari-hari. Ada 3 (tiga) alternatif model kegiatan

pembelajaran yang dapat diikuti peserta didik : (1) sepenuhnya secara tatap muka

Page 8: Metode Modern

(konvensional), (2) sebagian secara tatap muka dan sebagian lagi melalui internet,

atau bahkan (3) sepenuhnya melalui internet.

e. Manfaat E-Learning

E-learning mempermudah interaksi antara peserta didik dengan

bahan/materi pelajaran. Peserta didik dapat saling berbagi informasi atau pendapat

mengenai berbagai hal yang menyangkut pelajaran atau kebutuhan pengembangan

diri peserta didik. Selain itu, guru dapat menempatkan bahan-bahan belajar dan

tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik di tempat tertentu di dalam

web untuk di akses oleh peserta didik. Sesuai dengan kebutuhan, guru dapat pula

memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengakses bahan belajar

tertentu maupun soal-soal ujian yang hanya dapat diakses oleh peserta didik sekali

saja dan dalam rentangan waktu tertentu pula (Website Kudos, 2002, dalam

Siahaan).

Secara lebih rinci, manfaat e-learning dapat dilihat dari 2 (dua) sudut, yaitu

dari sudut peserta didik dan guru :

1) sudut peserta didik

Dengan kegiatan e-learning dimungkinkan berkembangnya fleksibilitas

belajar yang tinggi. Menurut Brown, 2000 (dalam Siahaan) ini dapat mengatasi siswa

yang (1) belajar di sekolah-sekolah kecil di daerah-daerah miskin untuk mengikuti

mata pelajaran tertentu yang tidak dapat diberikan oleh sekolahnya, (2) mengikuti

program pendidikan keluarga di rumah (home schoolers) untuk mempelajari materi

yang tidak dapat diajarkan oleh orang tuanya, seperti bahasa asing dan ketrampilan

di bidang komputer, (3) merasa phobia dengan sekolah atau peserta didik yang di

rawat di rumah sakit maupun di rumah, yang putus sekolah tapi berminat

melanjutkan pendidikannya, maupun peserta didik yang berada di berbagai daerah

Page 9: Metode Modern

atau bahkan yang berada di luar negeri, dan (4) tidak tertampung di sekolah

konvensional untuk mendapatkan pendidikan.

2) guru

Menurut Soekartawi (dalam Siahaan) beberapa manfaat yang diperoleh guru

adalah bahwa guru dapat : (1) lebih mudah melakukan pemutakhiran bahan-bahan

yang menjadi tanggung jawabnya sesuai dengan tuntutan perkembangan keilmuan

yang terjadi, (2) mengembangkan diri atau melakukan penelitian guna peningkatan

wawasannya karena waktu luang yang dimiliki realtif lebih banyak, (3) mengontrol

kegiatan belajar peserta didik. Bahkan guru juga dapat mengetahui kapan peserta

didiknya belajar, topik apa yang dipelajari, berapa lama sesuatu topik dipelajari,

serta berapa kali topik tertentu dipelajari ulang, (4) mengecek apakah peserta didik

telah mengerjakan soal-soal latihan setelah mempelajari topik tertentu, dan

(5) memeriksa jawaban peserta didik dan memberitahukan hasilnya kepada peserta

didik.

Dari berbagai pengalaman dan juga dari berbagai informasi yang tersedia di

literatur, memberikan penjelasan tentang manfaat penggunaan internet, khususnya

dalam pendidikan terbuka dan jarak jauh (Soekartawi dalam Tafiardi, 2002 : 94-95),

antara lain dapat disebutkan sbb:

a) Tersedianya fasilitas e-moderating. Guru dan siswa dapat berkomunikasi secara

mudah melalui fasilitas internet secara regular atau kapan saja kegiatan

berkomunikasi itu dilakukan tanpa dibatasi oleh jarak, tempat dan waktu.

b) Guru dan siswa dapat menggunakan bahan ajar atau petunjuk belajar yang

terstruktur dan terjadwal melalui internet, sehingga keduanya bisa saling menilai

sampai berapa jauh bahan ajar dipelajari.

Page 10: Metode Modern

c) Siswa dapat belajar atau me-review bahan ajar setiap saat dan di mana saja

kalau diperlukan mengingat bahan ajar tersimpan di komputer.

d) Bila siswamemerlukan tambahan informasi berkaitan dengan bahan yang

dipelajarinya, ia dapat melakukan akses di internet secara lebih mudah.

e) Baik guru maupun siswa dapat melakukan diskusi melalui internet yang dapat

diikuti dengan jumlah peserta yang banyak, sehingga menambah ilmu

pengetahuan dan wawasan yang lebih luas.

f) Berubahnya peran siswa dari yang biasanya pasif menjadi aktif

g) Relatif lebih efisien. Misalnya bagi mereka yang tinggal jauh dari perguruan

tinggi atau sekolah konvensional, bagi mereka yang sibuk bekerja, bagi mereka

yang bertugas di kapal, di luar negeri, dsb-nya.

f. Kelebihan E-Learning

E-learning dapat dengan cepat diterima dan kemudian diadopsi adalah

karena memiliki kelebihan/keunggulan sebagai berikut (Effendi, 2005)

1) Pengurangan biaya

2) Fleksibilitas. Dapat belajar kapan dan dimana saja, selama terhubung dengan

internet.

3) Personalisasi. Siswa dapat belajar sesuai dengan kemampuan belajar mereka.

4) Standarisasi. Dengan e-learning mengatasi adanya perbedaan yang berasal dari

guru, seperti : cara mengajarnya, materi dan penguasaan materi yang berbeda,

sehingga memberikan standar kualitas yang lebih konsisten.

5) Efektivitas. Suatu studi oleh J.D Fletcher menunjukkan bahwa tingkat retensi dan

aplikasi dari pelajaran melalui metode e-learning meningkat sebanyak 25 %

dibandingkan pelatihan yang menggunakan cara tradisional

6) Kecepatan. Kecepatan distribusi materi pelajaran akan meningkat, karena

pelajaran tersebut dapat dengan cepat disampaikan melalui internet.

Page 11: Metode Modern

g. Keterbatasan E-Learning

Terakhir yang harus diperhatikan masalah yang sering dihadapi yaitu:

1) Masalah akses untuk bisa melaksanakan e-learning seperti ketersediaan jaringan

internet, listrik, telepon dan infrastruktur yang lain.

2) Masalah ketersediaan software (piranti lunak). Bagaimana mengusahakan piranti

lunak yang tidak mahal.

3) Masalah dampaknya terhadap kurikulum yang ada.

4) Masalah skill and knowledge

Walaupun demikian pemanfaatan internet untuk pembelajaran atau e-

learning juga tidak terlepas dari berbagai kekurangan antara lain:

1) Kurangnya interaksi antara guru dan siswa atau bahkan antar siswa itu sendiri.

Kurangnya interaksi ini bisa memperlambat terbentuknya values dalam proses

belajar dan mengajar.

2) Kecenderungan mengabaikan aspek akademik atau aspek sosial dan sebaliknya

mendorong tumbuhnya aspek bisnis

3) Proses belajar dan mengajarnya cenderung ke arah pelatihan bukan pendidikan.

4) Berubahnya peran guru dari yang semula menguasai teknik pembelajaran

konvensional, kini juga dituntut menguasai teknik pembelajaran yang

menggunakan internet.

5) Siswa yang tidak mempunyai motivasi belajar tinggi cenderung gagal

6) Tidak semua tempat tersedia fasilitas internet (mungkin hal ini berkaitan dengan

masalah tersedianya listrik, telepon ataupun komputer).

Page 12: Metode Modern

7) Kurangnya tenaga yang mengetahui dan memiliki keterampilan bidang internet

dan kurangnya penguasaan bahasa komputer.

h. Kendala-Kendala

Kendala atau hambatan dalam penyelenggaraan e-learning, yaitu (Effendi,

2005) :

1) Investasi. Walaupun e-learning pada akhirnya dapat menghemat biaya

pendidikan, akan tetapi memerlukan investasi yang sangat besar pada

permulaannya.

2) Budaya. Pemanfaatan e-learning membutuhkan budaya belajar mandiri dan

kebiasaan untuk belajar atau mengikuti pembelajaran melalui komputer.

3) Teknologi dan infrastruktur. E-learning membutuhkan perangkat komputer,

jaringan handal, dan teknologi yang tepat.

4) Desain materi. Penyampaian materi melalui e-learning perlu dikemas dalam

bentuk yang learner-centric. Saat ini masih sangat sedikit instructional designer

yang berpengalaman dalam membuat suatu paket pelajaran e-learning yang

memadai.

2. Model Pembelajaran Berbasis Konteks (Contextual and Teaching Learning

(CTL))

Fenomena pembelajaran yang berkembang di lapangan adalah masih banyak

pengajar yang mengajar hanya sekedar menyelesaikan materi tanpa memikirkan

apakah yang diberikannya itu bermakna ataupun ada keterkaitan dengan dunia

nyata. Yang mengakibatkan fenomena ini terjadi, salah satunya adalah karena

banyaknya materi yang harus diselesaikan tetapi waktu yang tersedia kurang.

Page 13: Metode Modern

Akibatnya, materi yang tersampaikan tidak ada yang terinternalisasi dalam diri

peserta didik, kalau boleh dikatakan secara ekstrim adalah lewat begitu saja tanpa

meninggalkan bekas apapun di kepala.

Beranjak dari fenomena itulah pembelajaran berbasis konteks atau CTL

muncul. Intinya CTL adalah pembelajaran yang menggabungkan isi/materi dengan

pengalaman harian individu, kehidupan di dalam masyarakat dan alam pekerjaan.

Diharapkan dengan pembelajaran secara konteks, peserta didik dapat memahami

materi secara konkrit. Dikatakan konkrit karena tangan dan “kepala” mereka ikut

terlibat secara aktif dalam mempelajari dan memahami materi yang disampaikan.

Hal ini biasa disebut dengan hands on and minds on activity.

Dalam kelas kontektual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai

tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada

memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja

bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu

yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru. Begitulah peran

guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual. Suatu pembelajaran

dikatakan CTL, jika didalamnya terdapat komponen-komponen sebagai berikut

(dikdasmen) :

a. Konstruktivisme, dalam hal ini peserta didik dikondisikan agar mampu

membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar pada

pengetahuan awal yang telah mereka miliki. Jadi pembelajaran harus dikemas

menjadi proses “mengkonstruksi” bukan menerima pengetahuan.

b. Inquiry, disini peserta didik belajar mencari (melalui pengamatan) dan

menemukan sendiri hal-hal yang harus diketahui dari sebuah topik yang

disodorkan kehadapan mereka. Disini peserta didik belajar menggunakan

keterampilan berpikir kritis

Page 14: Metode Modern

c. Questioning (Bertanya), dengan bertanya pengajar mendorong, membimbing

dan menilai kemampuan berpikir siswa terhadap topik/materi. Bagi siswa,

kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang berbasis

inquiry.

d. Learning community (masyarakat belajar), disini peserta didik berkumpul dengan

peergroupnya untuk saling berbagi ide, curah pendapat, dan tukar pengalaman.

Masyarakat belajar sangat membantu sekali untuk mengokohkan pemahaman

mereka terhadap pengamatan yang telah dilakukan sebelumnya.

e. Modeling (pemodelan), tujuan adanya pemodelan adalah agar peserta didik

mempunyai gambaran nyata tentang apa yang akan mereka lakukan selanjutnya.

Yang memberikan pemodelan ini biasanya adalah pengajarnya.

f. Reflection (refleksi), pada tahap ini peserta didik diminta untuk mencatat setiap

kejadian yang telah mereka lalui, memikirkannya, dan merefleksikannya. Semua

hal itu digunakan peserta didik untuk mengevaluasi pembelajaran yang telah

mereka laksanakan.

g. Authentic assessment (penilaian yang sebenarnya), yaitu penilaian yang

dilakukan tidak terbatas secara kognitif (melalui paper and pen test) saja, tapi

lebih holistic, yaitu penilaian proses dan produknya. Apakah sudah relevan dan

kontekstual ?

Segala hal yang telah dijabarkan di atas bila disintesiskan akan menghasilkan

karakteristik CTL, sebagai berikut :

a. kerjasama

b. saling menunjang

c. menyenangkan, tidak membosankan

d. belajar dengan bergairah

e. pembelajaran terintegrasi

f. menggunakan berbagai sumber

Page 15: Metode Modern

g. siswa aktif

h. sharing dengan teman

i. siswa kritis guru kreatif

j. dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar,

artikel, humor dan lain-lain

k. laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa, laporan

hasil praktikum, karangan siswa dan lain-lain

Dari 2 (dua) model pembelajaran yang telah dijabarkan di atas dapat ditarik

sebuah kesimpulan bahwa untuk membelajarkan peserta didik dengan

sesungguhnya belajar sangatlah sulit. Dibutuhkan pemikiran kritis, kreatif, dan

mendalam untuk mewujudkannya.

B. Evaluasi Pembelajaran

Tidak lazim dan sayang rasanya bila model pembelajaran yang diberikan

sangat inovatif, tapi cara penilaiannya masih biasa-biasa saja. Karena tes tradisional

cenderung hanya mengukur kemampuan kogitif peserta didik saja dan terkadang

hasil tes tersebut tidak murni (bila peserta didik menyontek). Padahal, dalam

pembelajaran inovatif peserta didik dituntut untuk lebih berproses secara aktif

dalam pembelajaran.

Evaluasi pembelajaran merupakan usaha-usaha terarah, terencana, dan

sistematis untuk meneliti proses pembelajaran. Objek evaluasinya antara lain tujuan

pembelajaran, perencanaan dan pengelolaan pembelajaran, serta penyelenggaraan

evaluasi hasil belajar.

Evaluasi dikatakan penting karena mempunyai tujuan utama sebagai berikut

(Gronlund, 2003) :

Page 16: Metode Modern

1. Feedback untuk peserta didik, dengan adanya evaluasi yang dilakukan secara

berkala peserta didik menjadi tahu kelebihan dan keterbatasannya dalam

memahami materi. Sebisa mungkin, feedback yang diberikan kepada peserta

didik harus serinci mungkin, agar mereka dapat menilai apakah hasil yang

mereka dapat memang karena kemampuan/pemahamannya atau hanya sekedar

suatu kebetulan.

2. Feedback untuk guru, fungsi evaluasi terpenting bagi pengajar adalah untuk

menilai seberapa efektifkah pembelajaran yang telah ia laksanakan ? Apakah

peserta didik mampu menyerapnya ?

3. Informasi untuk orang tua, hasil dari tes yang telah dilaksanakan peserta didik

menghasilkan skor yang dapat menggambarkan kemampuan mereka terhadap

materi. Kumpulan-kumpulan angka tersebut dapat menginformasikan orang tua

bagaimanakah kemampuan anaknya di sekolah.

4. Informasi untuk seleksi, biasanya skor yang didapat dari setiap evaluasi adalah

untuk membuat keputusan/seleksi apakah peserta didik tersebut perlu remedial

materi sampai dengan keputusan apakah peserta didik perlu tinggal kelas atau

tidak ?

5. Informasi untuk akuntabilitas. Biasanya nilai/skor yang didapat siswa dapat

digunakan pula untuk mengevaluasi guru, performansi sekolah oleh pihak-pihak

terkait.

6. Evaluasi sebagai insentif, maksudnya evaluasi dapat berfungsi sebagai hadiah

atas segala usaha yang telah dilakukan oleh peserta didik.

Telah disampaikan sebelumnya bahwa model pembelajaran yang inovatif

harus dinilai secara inovatif pula. Penilaian tersebut biasa dikenal dengan asesmen.

Alasan mengapa pengajar menggunakan asesmen, karena asesmen dapat :

1. Mendiagnosis kelebihan dan kelemahan peserta didik

2. Memonitor kemajuan belajar peserta didik

Page 17: Metode Modern

3. Memberikan grade pada peserta didik

4. Memberikan batasan bagi efektivitas pengajaran

5. Mengevaluasi guru

6. Meningkatkan kualitas pengajaran

Berhubung penilaian/asesmen banyak ragamnya, maka penjabarannya

dibatasi hanya pada asesmen autentik dan asesmen portofolio.

1. Asesmen Autentik

Adalah asesmen hasil belajar yang menuntut peserta didiknya dapat

menunjukkan hasil belajar berupa kemampuan dalam kehidupan nyata, bukan

sesuatu yang dibuat-buat atau yang hanya diperoleh di kelas, tetapi tidak dikenal

dalam kehidupan sehari-hari. Jadi, dalam hal ini peserta didik bukan memilih atau

menjawab jawaban dari sederet kemungkinan jawaban yang sudah tersedia.

Asesmen autentik sering disamakan dengan asesmen kinerja dan sebaliknya.

Asesmen kinerja setidak-tidaknya harus memiliki 3 (tiga) cirri utama, yaitu

(Zainul, 2005) :

a. Multi kriteria, kinerja peserta didik harus dinilai dengan penilaian lebih dari satu

kriteria. Misalkan kemampuan peserta didik dalam berbahasa Inggris harus

memiliki dasar penilaian dari aspek aksen, sintaksis, dan kosa kata.

b. Standar kualitas yang spesifik (dalam artian tidak ambigu dan jelas), masing-

masing kriteria kinerja peserta didik dapat dinilai secara jelas dan eksplisit dalam

memajukan evaluasi kualitas kinerja peserta didik.

c. Adanya judgement penilaian, asesmen kinerja membutuhkan penilaian yang

bersifat manusiawi untuk menilai bagaimana kinerja siswa dapat diterima secara

nyata (real).

Page 18: Metode Modern

Berikut contoh-contoh tugas yang termasuk dalam asesmen autentik :

a. Computer adaptive testing (sepanjang tidak berbentuk objektif), yang menuntut

peserta didik untuk mengekspresikan diri sehingga dapat menunjukkan tingkat

kemampuan yang nyata

b. Tes pilihan ganda yang diperluas

c. Extended response atau open ended question (asal tidak hanya menuntut adanya

satu jawaban “benar” yang terpola.

d. Group performance assessment, yaitu tugas yang harus dikerjakan oleh peserta

didik secara berkelompok

e. Individual performance assessment, yaitu tugas yang harus diselesaikan secara

mandiri

f. Interview, yaitu siswa harus merespon pertanyaan lisan dari pengajar

g. Nontraditional test items, yaitu butir soal yang tidak bersifat objektif tetapi

merupakan suatu perangkat respon yang mengharuskan peserta didik memilih

berdasarkan kriteria yang ditetapkan

h. Observasi, meminta peserta didik melakukan suatu tugas. Selama melaksanakan

peserta didik tersebut peserta didik diobservasi baik secara terbuka maupun

tertutup.

i. Portofolio, suatu kumpulan hasil karya peserta didik yang disusun berdasarkan

urutan waktu maupun urutan kategori kegiatan.

j. Project, exhibition, or demonstration, yaitu penyelesaian tugas-tugas yang

kompleks dalam suatu jangka waktu tertentu yang dapat memperlihatkan

penguasaan kemampuan sampai pada tingkatan tertentu pula

k. Short answer, open ended menuntut jawaban singkat dari siswa, tetapi bukan

memilih jawaban dari sederet kemungkinan jawaban yang disediakan.

Asesmen autentik/kinerja memiliki dua bentuk utama yaitu tugas (task) dan

skala penilaian (rubric). Tugas-tugas kinerja harus memperlihatkan kemampuan

Page 19: Metode Modern

siswa menangani hal-hal yang kompleks melalui penerapan pengetahuan dan

keterampilan tentang sesuatu dalam bentuk yang paling nyata. Sedangkan, rubric

merupakan panduan untuk member skor yang jelas dan disepakati oleh peserta

didik dan pengajar. Dengan bentuk asesmen autentik/kinerja ini diharapkan peserta

didik dan pengajar ada upaya memperbaiki proses pembelajaran.

2. Asesmen Portofolio

Asesmen portofolio adalah asesmen yang terdiri dari kumpulan hasil karya

peserta didik (bisa berasal dari asesmen autentik) yang disusun secara sistematik,

sehingga menunjukkan dan membuktikan upaya, hasil, proses, dan kemajuan

(progress) belajar yang dilakukan peserta didik dalam jangka waktu tertentu.

Portofolio bisa bertindak hanya sebagai koleksi/kumpulan hasil karya peserta

didik, tetapi bisa juga bertindak sebagai asesmen. Hal yang harus diperhatikan, jika

kita ingin menggunakan portofolio sebagai instrument asesmen adalah :

a. Hendaknya memiliki kriteria penilaian yang jelas

b. Informasi atau hasil karya yang didokumentasikan dapat berasal dari semua

orang yang mengetahui peserta didik secara baik, seperti : guru, rekan sesama

siswa, guru mata pelajaran lain, dan sebagainya

c. Dapat terdiri dari berbagai bentuk informasi, seperti : karangan, hasil lukisan,

skor tes, foto hasil karya, dll

d. Kualitas portofolio harus senantiasa ditingkatkan dari waktu ke waktu

berdasarkan hasil karya yang memenuhi kriteria

e. Setiap mata pelajaran mungkin mempunyai bentuk portofolio yang sangat

berbeda dengan mata pelajaran lainnya

f. Harus terbuka bagi orang-orang yang secar langsung berkepentingan dengan

hasil karya, seperti : guru, sekolah, orang tua siswa, dan siswa itu sendiri.

Page 20: Metode Modern

Setiap portofolio yang digunakan sebagai instrumen asesmen hasil belajar,

secara langsung dapat dijadikan landasan pengembangan kegiatan pembelajaran

berikutnya. Dengan demikian, portofolio dapat dijadikan sebagai dasar perencanaan

bagi pengajar maupun peserta didik.

Pada dasarnya asesmen portofolio memiliki 3 (tiga) prinsip, yaitu koleksi,

seleksi, dan refleksi. Dalam implementasinya ketiga prinsip tersebut memiliki

keterkaitan yang tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya.

Langkah-langkah yang harus dilalui dalam mengimplementasikan asesmen

portofolio, yaitu :

a. Tahap persiapan

1) Mengidentifikasi atau menetapkan tujuan pembelajaran yang akan diases

dengan asesmen portofolio

2) Menjelaskan kepada peserta didik bahwa akan dilaksanakan asesmen

portofolio untuk mengases tujuan tertentu atau keseluruhan tujuan

pembelajaran

3) Menjelaskan bagian mana dan seberapa banyak kinerja dan hasil karya yang

secara minimal harus tercantum atau disertakan dalam portofolio, dalam

bentuk apa, dan bagaimana kinerja atau hasil kerja itu akan diases

4) Menjelaskan bagaimana hasil karya tersebut harus disajikan

b. Tahap pelaksanaan

1) Guru mendorong dan memotivasi peserta didik

2) Guru melakukan pertemuan secara rutin dengan peserta didik guna

mendiskusikan proses pembelajaran yang akan menghasilkan karya peserta

didik, sehingga setiap langkah peserta didik dapat memperbaiki kelemahan

yang mungkin terjadi

3) Memberikan umpan balik secara berkesinambungan kepada peserta didik

Page 21: Metode Modern

4) Memamerkan keseluruhan hasil karya yang disimpan dalam portofolio

bersama-sama dengan karya keseluruhan peserta didik yang menjadi peserta

mata pelajaran tersebut

c. Tahap penilaian

1) Menegakkan kriteria penilaian yang akan dilakukan bersama-sama atau

partisipasi peserta didik

2) Kriteria yang disepakati diterapkan secara konsisten, baik oleh pengajar atau

peserta didik

3) Arti terpenting dari tahap penilaian ini adalah self-assessment yang

dilakukan oleh peserta didik, sehingga peserta didik menghayati dengan baik

kekuatan dan kelemahannya

4) Hasil penilaian dijadikan tujuan baru bagi proses pembelajaran berikutnya.

C. Kesimpulan

Model pembelajaran dan evaluasi saling terkait satu sama lain. Model

pembelajaran yang dilaksanakan akan semakin baik, bila dalam

pengimplementasiannya selalu memperhatikan hasil evaluasi yang telah dilakukan.

Jadi bisa dikatakan, evaluasi hadir salah satunya untuk menilai keberhasilan model

pembelajaran yang telah dilaksanakan.

Model pembelajaran yang baik adalah yang dapat mengakomodir dan

mengaktifkan peserta didik (yang heterogen), baik dari segi fisik maupun

intelektualitasnya. Begitu juga dengan cara penilaiannya, diharapkan menggunakan

instrumen yang tidak hanya mengukur potensi kognitifnya saja.

Page 22: Metode Modern

D. Daftar Pustaka

Anonymous. Pengenalan pembelajaran secara kontekstual. http://myschoolnet.ppk.kpm.my/bhn_pnp/modul_psv/09kontekstual.pdf. Diakses pada 23 Februari 2008 pada 12.57.

__________. Pembelajaran secara kontekstual. http://219.94.96.174/sainsmath2002/pedagogi%20ubahsuai/Kontekstual.pdf . Diakses 23 Februari 2008 pada 1.18 pm.

__________. Kaidah pembelajaran kontekstual. http://www.tutor.com.my/lada/tourism/edu-kontekstual.htm. Diakses 23 Februari 2008 pada 1.03 pm.

Dikdasmen. Pengembangan model pembelajaran yang efektif. http:// www.dikdasmen.org/files/KTSP/SMP/PENGEMMODEL%20PEMBEL%20YG%20EFEKTIF-SMP.doc. Diakses 23 Februari 2008 pada 1.00 pm.

Effendi, Empy, “E-Learning : Pelatihan di era informasi”, http://www.freshmindsgroup.com/resources/index.php?option=com_content&task=view/&i

Lukmana, Lukas, ”Dukungan industri software dalam implementasi e-Learning di dunia pendidikan”,

http://www.wahanakom.com/infotek/elearning.htm, dikunjungi 10 Juli 2006.

Prawiradilaga, Dewi Salma. Prinsip Disain Pembelajaran : Instructional Design Principles. Jakarta : Kencana, 2007.

Siahaan, Sudirman, “E-Learning (pembelajaran elektronik) sebagai salah Satu Alternatif Kegiatan Pembelajaran”, http://www.depdiknas.go.id/Jurnal/42/sudirman.htm, dikunjungi 16 Februari 2006.

______, “Penelitian penjajagan tentang kemungkinan pemanfaatan internet untuk pembelajaran di SLTA di wilayah jakarta dan sekitarnya”, http://www.depdiknas.go.id/Jurnal/39/Penelitian%20Penjajagan%20tentang.htm, dikunjungi 16 Februari 2006.

Tafiardi, “Meningkatkan mutu pendidikan melalui e-learning”, Jurnal Pendidikan Penabur - No.04/ Th.IV/ Juli 2005,

http://www1.bpkpenabur.or.id/jurnal/04/085-097.pdf, dikunjungi 10 Juli 2006

Page 23: Metode Modern

Zainul, Asmawi & Agus Mulyana. Tes dan Asesmen di SD. Jakarta : Universitas Terbuka, 2005.