Metode Ilmiah (Filsafat Ilmu)

10
METODE ILMIAH Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut dengan ilmu. Jadi, ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan dapat disebut ilmu sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu pengetahuan dapat disebut ilmu tercantum dalam apa yang diamakan metode ilmiah. Seperti diketahui berpikir adalah kegiatan mental yang menghasilkan pengetahuan. Metode ilmiah merupakan ekspresi mengenai cara bekerja pikiran. Dengan cara bekerja ini maka pengetahuan yang dihasilkan diharapkan mempunyai karakteristik-karakteristik tertentu yang diminta oleh pengetahuan ilmiah, yaitu sifat rasional dan teruji yang memungkinkan tubuh pengetahuan yang disusunnya merupakan pengetahuan yang dapat diandalkan. Dalam hal ini maka metode ilmiah mencoba menggabungkan cara berpikir deduktif dan cara berfikir induktif dalam mengembangkan tubuh pengetahuannya. Berpikir deduktif memberikan sifat yang rasional kepada pengetahuan ilmiah dan bersifat konsisten dengan pengetahuan yang telah dikumpulkan sebelumnya. Secara sistematik dan kumulatif pengetahuan ilmiah disusun setahap demi setahap dengan menyusun argumentasi mengenai sesuatu yang baru berdasarkan dari pengetahuan yang telah ada. Penjelasan yang bersifat rasional ini dengan kriteria kebenaran koherensi tidak memberikan kesimpulan yang bersifat final, sebab sesuai dengan hakikat rasionalisme yang bersifat pluralistik, maka dimungkinkan disusunnya berbagai penjelasan terhadap suatu objek pemikiran tertentu. Meskipun argumentasi secara rasional didasarkan kepada premis-premis ilmiah yang telah teruji kebenarannya namun dimungkinkan pula pilihan yang berbeda dari sejumlah premis ilmiah yang tersedia yang dipergunakan dalam penyusunan 1

Transcript of Metode Ilmiah (Filsafat Ilmu)

Page 1: Metode Ilmiah (Filsafat Ilmu)

METODE ILMIAH

Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut dengan ilmu. Jadi, ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan dapat disebut ilmu sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu pengetahuan dapat disebut ilmu tercantum dalam apa yang diamakan metode ilmiah.

Seperti diketahui berpikir adalah kegiatan mental yang menghasilkan pengetahuan. Metode ilmiah merupakan ekspresi mengenai cara bekerja pikiran. Dengan cara bekerja ini maka pengetahuan yang dihasilkan diharapkan mempunyai karakteristik-karakteristik tertentu yang diminta oleh pengetahuan ilmiah, yaitu sifat rasional dan teruji yang memungkinkan tubuh pengetahuan yang disusunnya merupakan pengetahuan yang dapat diandalkan. Dalam hal ini maka metode ilmiah mencoba menggabungkan cara berpikir deduktif dan cara berfikir induktif dalam mengembangkan tubuh pengetahuannya.

Berpikir deduktif memberikan sifat yang rasional kepada pengetahuan ilmiah dan bersifat konsisten dengan pengetahuan yang telah dikumpulkan sebelumnya. Secara sistematik dan kumulatif pengetahuan ilmiah disusun setahap demi setahap dengan menyusun argumentasi mengenai sesuatu yang baru berdasarkan dari pengetahuan yang telah ada.

Penjelasan yang bersifat rasional ini dengan kriteria kebenaran koherensi tidak memberikan kesimpulan yang bersifat final, sebab sesuai dengan hakikat rasionalisme yang bersifat pluralistik, maka dimungkinkan disusunnya berbagai penjelasan terhadap suatu objek pemikiran tertentu. Meskipun argumentasi secara rasional didasarkan kepada premis-premis ilmiah yang telah teruji kebenarannya namun dimungkinkan pula pilihan yang berbeda dari sejumlah premis ilmiah yang tersedia yang dipergunakan dalam penyusunan argumentasi. Oleh sebab itu maka diperlukan cara berpikir indiktif yang berdasarkan kriteria kebenaran korespondensi.

Teori korespondensi menyebutkan bahwa suatu pernyataandapat dianggap benar sekiranya materi yang terkandung di dalam pernyataan itu bersesuaian (berkorespondensi) dengan objek faktual yang dituju oleh pernyataan tersebut. Atau dengan kata lain, suatu pertanyaan adalah benar apabila terdapat fakta-fakta empiris yang mendukung pernyataan itu.

Proses kegiatan ilmiah, menurut Richie Calder, dimulai ketika manusia mengamati sesuatu. Kalau kita telaah lebih lanjut ternyata bahwa kita mulai mengamati objek tertentu kalau kita mempunyai perhatian tertentu terhadap objek tersebut. Perhatian tersebut menurut John Dewey sebagai suatu masalah atau kesukaran yang dirasakan bila kita menemukan sesuatu dalam pengalaman kita yang menimbulkan pertanyaaan. Dan pertanyaan ini timbul disebabkan oleh adanya kontak manusia dengan dunia empiris yang menimbulkan bebagai macam permasalahan. Dapat disimpulkan bahwa karena ada masalahlah maka proses kegiatan berpikir dimulai, dan karena masalah ini berasal dari dunia empiris, maka proses berfikir tersebut diarahkan pada pengamatan objek yang bersangkutan, yang berseksitensi dalam dunia empiris juga.

1

Page 2: Metode Ilmiah (Filsafat Ilmu)

Ilmu mencoba mencari penjelasan mengenai permasalahan yang dihadapinya agar dia mengerti mengenai hakikat permasalahan itu dan dengan demikian maka ia dapat memecahkannya. Dalam hal ini maka pertama-tama ilmu menyadari bahwa masalah yang dihadapinya adalah masalah yang bersifat konkret yang terdapat dalam dunia fisik yang nyata. Secara ontologis maka ilmu membatasi masalah yang dikajinya hanya pada masalah yang terdapat dalam ruang lingkup jangkauan pengalaman manusia. Jadi ilmu tidak mempermasalahkan tentang hari kemudian atau surga dan neraka yang jelas berada di luar pengalaman manusia. Hal itu harus kita sadari, karena hal inilah yang memisahkan antara ilmu dan agama.

Karena masalah yang dihadapinya adalah nyata maka ilmu mencari jawabannya pada dunia yang nyata pula. Ilmu diawali dengan fakta dan diakahiri dengan fakta. Einstein berkata, apa pun juga teori yang menjembatani antara keduanya. Teori merupakan suatu abstraksi intelektual di mana pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris.

Secara sederhana maka, hal ini berarti bahwa semua teori ilmiah harus memenuhi 2 syarat utama yaitu :

1) Harus konsisten dengan teori-teori sebelumnya yang memungkinkan tidak terjadinya kontradiksi dalam teori keilmuan secara keseluruhan.

2) Harus cocok dengan fakta-fakta empiris, sebab teori yang bagaimana pun konsistennya sekiranya tidak didukung oleh pengujian empiris tidak dapat diterima kebenarannya secara ilmiah.Oleh sebab itu maka sebelum teruji kebenarannya secara empiris semua

penjelasan rasional yang diajukan statusnya hanya bersifat sementara. Penjelasan sementara ini biasanya disebut hipotesis. Sekiranya kita menghadapi suatu masalah tertentu, dalam rangka memecahkan masalah tersebut, kita dapat mengajukan hipotesis yang menrupakan jawaban sementara bagi permasalahan yang dihadapi. Secara teoritis maka sebenarnya kita dapat mengajukan hipotesis sebanyak-banyaknya sesuai dengan hakikat rasionalisme yang bersifat pluralistik. Hanya disini dari sekian banyak hipotesis yang diajukan itu hanya satu yang diterima berdasarkan kriteria kebenaran korespondensi yakni hipotesis yang didukung oleh fakta-fakta empiris.

Dengan adanya jembatan berupa penyusunan hipotesis ini maka metode ilmiah sering dikenal dengan sebagai proses logico – hypothetico – verifikasi, atau menurut Tyndall sebagai “Perkawinan yang berkesinambungan antara deduksi dan induksi”.

Langkah selanjutnya sesudah penyusunan hipotesis adalah menguji hipotesis tersebut dengan mengkonfrontasikannya dengan dunia fisik yang nyata. Sering sekali dalam hal ini kita harus melakukan langkah perantara yakni menentukan faktor-faktor apa yang dapat kita uji dalam rangka melakukan verifikasi terhadap keseluruhan hipotesis tersebut.

Maka, alur berpikir yang tercakup dalam metode ilmiah dapat dijabarkan dalam beberapa langkah yang mencerminkan tahap-tahap dalam kegiatan ilmiah. Kerangka berpikir ilmiah yang berintikan proses logico – hypothetico – verifikasi ini pada dasarnya terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut :

2

Page 3: Metode Ilmiah (Filsafat Ilmu)

PERUMUSAN MASALAH

PERUMUSAN HIPOTESIS

PENYUSUNANKERANGKA

BERPIKIR

KHASANAHPENGETAHUAN

ILMIAH

PENGUJIAN HIPOTESIS

DITOLAKDITERIMA

(1) Perumusan Masalah yang merupakan pertanyaan mengenai objek empiris yang jelas batas-batasnya serta dapat diidentifikasikan faktor-faktor yang terkait di dalamnya;

(2) Penyusunan kerangka berfikir dalam pengajuan hipotesis yang merupakan argumentasi yang menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara berbagai faktor saling mengkait dan membentuk konstelasi masalah. Kerangka berpikir ini disusun secara rasional berdasarkan premis-premis ilmiah yang telah teruji kebenarannya dengan memperhatikan faktor-faktor empiris yang relevan dengan permasalahan;

(3) Perumusan Hipotesis yang merupakan jawaban sementara atau dugaan terhadap pertanyaan yang diajukan yang materinya merupakan kesimpulan dari kerangka berfikir yang dikembangakan;

(4) Pengujian hipotesis yang merupakan pengumpulan fakta-fakta yang relevan dengan hipotesis yang diajukan untuk memperlihatkan apakah terdapat fakta-fakta yang mendukung hipotesis tersebut atau tidak;

(5) Penarikan kesimpulan yang merupakan penilaian apakah sebuah hipotesis yang diajukan itu ditolak atau diterima. Sekiranya dalam proses pengujian terdapat fakta yang cukup mendukung hipotesis maka hipotesis itu diterima. Sebaliknya sekiranya dalam proses pengujian tidak terdapat fakta yang cukup mendukung hipotesis maka hipotesis itu ditolak. Hipotesis yang diterima kemudian dianggap menjadi bagian dari pengetahuan ilmiah sebab telah memenuhi persyaratan keilmuan yakni mempunyai kerangka penjelasan yang

3

Page 4: Metode Ilmiah (Filsafat Ilmu)

konsisten dengan pengetahuan ilmiah sebelumnya serta telah teruji kebenarannya. Pengertian kebenaran disini harus ditafsirkan pragmatis artinya bahwa sampai saat ini belum terdapat fakta yang menyatakan sebaliknya.

Hipotesis yang telah teruji kebenarannyasegera menjadi teori ilmiah yang kemudian digunakan sebagai premis dalam pengembangan hipotesis-hipotesis selanjutnya. Secara kumulatif maka teori ilmiah yang kemudian berkembang seperti piramida terbalik yang makin lama-semakin tinggi.

STRUKTUR PENGETAHUAN ILMIAH

Seperti yang telah dijelaskan dalam pembahasan terdahulu, pengetahuan ilmiah diproses lewat serangkaian langkah-langkah tertentu yang dilakukan dengan penuh kedisiplinan, dan dari karakteristik inilah maka ilmu sering dikonotasikan sebagai disiplin. Disiplin inilah yang yang memungkinkan ilmu berkembang relatif lebih cepat bila dibandingkan dengan pengetahuan-pengetahuan lainnya. Ilmu dapat diibaratkan sebagai piramida terbalik dengan perkembangan pengetahuan yang bersifat kumulatif di mana penemuan pengetahuan ilmiah yang satu memungkinkan penemuan pengetahuan-pengetahuan ilmiah yang lainnya.

Sebuah hipotesis yang telah teruji secara formal diakui sebagai pernyataan pengetahuan ilmuah yang baru yang memperkaya khazanah ilmu yang telah ada. Sekiranya pengetahuan ilmiah yang baru ini kemudian ternyata salah, disebabkan kelengahan dalam salah satu langkah dari proses penemuannya, maka cepat atau lambat kesalahan ini akan diketahui dan pengetahuan ini akan dibuang dari khazanah keilmuan.

Ilmu pada dasarnya merupakan kumpulan pengetahuan yang bersifat menjelaskan berbagai gejala alam yang memungkinkan manusia melakukan serangkaian tindakan untuk menguasai gejala tersebut beerdasarkan gejala yang ada. Teori merupakan pengetahuan ilmiah yang mencakup penjelasan mengenai suatu faktor tertentu dari sebuah disiplin keilmuan. Umpamanya dalam ilmu ekonomi dikenal teori ekonomi makro dan mikro sedangkan dalam fisika dikenal teori mekanika Newton dan teori relativitas Einstein. Sebenarnya tujuan akhir dari tiap disiplin keilmuan adalah mengembangkan sebuah teori keilmuan yang bersifat utuh dan konsisten, namun hal ini baru dicapai oleh beberapa disiplin keilmuan saja umpamanya fisika.

Sebuah teori biasanya terdiri dari hukum-hukum. Dalam teori ilmu ekonomi mikro umpamanya kita mengenal hukum permintaan dan penawaran : Bila permintaan naik sedangkan penawaran tetap maka harga akan naik, bila penawaran naik sedangkan permintaan tetap maka harga akan turun. Hukum pada hakikatnya merupakan pernyataan yang menyatakan hubungan antara dua variabel atau lebih dalam suatu kaitan sebab akibat. Seperti dalam hukum ekonomi tersebut di atas maka dapat dilihat hubungan sebab akibat antara permintaan, penawaran dan pembentukan harga. Pernyataan yang mencakup hubungan sebab akibat ini, atau dengan perkataan lain hubungan kausalita, memungkinkan kita untuk meramalkan apa yang akan terjadi sebagai akibat dari sebuah sebab.

4

Page 5: Metode Ilmiah (Filsafat Ilmu)

Secara mudah kita dapat mengatakan bahwa teori adalah pengetahuan ilmiah yang memberikan penjelasan tentang “mengapa” suatu gejala terjadi sedangkan hukum memberikan kemampuan pada kita untuk meramalkan tentang “apa” yang mungkin terjadi. Pengetahuan ilmiah dalam bentuk teori dan hukum ini merupakan alat yang dapat kita pergunakan untuk mengontrol gejala alam.

Pengetahuan ilmiah dalam bentuk teori dan hukum ini harus mempunyai tingkat keumuman yang tinggi, atau secara idealnya, harus bersifat universal. Sekiranya hukum permintaan dan penawaran hanya berlaku buat padi dan terbatas di daerah karawang saja, umpamanya, pengetahuan semacam ini kuranng fungsional sebagai teori ilmiah. Pertama, hal ini disebabkan cuma berlaku untuk padi namun tidak berlaku untk hamburger atau televisi yang kesemuanya merupakan benda ekonomi. Kedua, pernyataan itu hanya berlaku untuk daerah karawang saja dan tidak berlaku untuk daerah lain.

Dalam usaha mengembangkan tingkat keumumanyang lebih tinggi ini maka dalam sejarah perkembangan ilmu kita melihat berbagai contoh dimana teori-teori yang mempunyai tingkat keumuman yang lebih rendah disatukan dalam satu teori umum yang mampu mengikat keseluruhan teori-teori tersebut. Sejarah perkembangan fisika umpamanya, mengenal teori “tentang jatuh bebas” yang didemonstrasikan oleh Galileo dengan menjatuhkan dua benda yang berbeda beratnya dari menara Pisa. Sampai waktu itu orang masih percaya kepada teori Aristoteles yang menyatakan bahwa benda yang lebih berat akan jatuh ke tanah dengan lebih cepat. Galileo (1564-1642) dengan demonstrasinya yang bersifat teatrik sekali pukul menjatuhkan teori Aristoteles yang tidak benar itu. Benda-benda tanpa melihat beratnya, akan jatuh ke tanah dengan waktu yang sama.

Makin tinggi tingkat keumuman sebuah konsep maka makin “teoritis” konsep tersebut. Pengertian teoritis di sini dikaitkan dengan gejala fisik yang dijelaskan oleh konsep yang dimaksud; artinya makin teoritis sebuah konsep maka makin jauh pernyataan yang dikandungnya bila dikaitkan dengan gejala fisik yang tampak nyata.

Disamping hukum maka teori keilmuan juga mengenal kategori pernyataan yang disebut prinsip. Prinsip dapat diartikan sebagai pernyataan yang berlaku secara umum bagi sekelompok gejala-gejala tertentu yang mampu menjelaskan kejadian yang terjadi, umpamanya saja hukum sebab akibat sebuah gejala. Dalam ilmu ekonomi kita mengenal prinsip ekonomi dan dalam fisika kita mengenal prinsip kekekalan energy. Dengan prinsip-prinsip ini maka kita mampu menjelaskan kejadian-kejadian yang terjadi dalam ilmu ekonomi dan fisika. Berbagai kejadian ekonomi, yang dapat dirumuskan dalam berbagai hukum atau ernyataan, pada dasarnya dilandasi oleh kegiatan ekonomis yang menerapkan prinsip ekonomi, yakni mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dan pengorbanan sekecil-kecilnya. Dengan prinsip inilah maka kita menjelaskan pengertian efisiensi dan mengambangkan berbagai teknik seperti analisis system dan riset operasional (operations research) untuk meningkatkan efisiensi.

Beberapa disiplin keilmuan sering mengembangkan apa yang disebut postilat dalam menyusun teorinya. Postulat merupakan asumsi dasar yang kebenarannya kita terima tanpa dituntut pembuktiannya. Kebenaran ilmiah pada hakekatnya harus disahkan lewat sebuah proses yang disebut metode keilmuan.

5

Page 6: Metode Ilmiah (Filsafat Ilmu)

Postulat ilmiah ditetapkan tanpa melalui prosedur ini melainkan ditetapkan secara begitu saja. Secara filsafati sebenarnya eksistensi postulat ini tidak sukar untuk dimengerti, mengapa kehadirannya menyimpang dari prosedur yang ada, sebab bukankah sebuah argumentasi harus didasarkan pada sesuatu? Seperti kita ingin mengelilingi sebuah lingkaran maka kita harus memulai dari sebuah titik; dan postulat adalah ibarat titik dalam lingkaran yang eksistensinya kita tetapkan secara sembarangan.

Walaupun demikian mesti terdapat alasan yang kuat dalam menetapkan sebuah postulat. Seperti kita memilih dari titik mana kita akan memulai mengelilingi sebuah lingkaran tentu saja kita mempunyai alasan mengapa kita memulai dari titik B bukan dari titik A. Namun sebagai postulat maka kita tidak harus membuktikan bahwa titik B adalah benar dan titik A adalah salah. Namun, sebuah postulat dapat diterima sekiranya ramalan yang bertumpu kepada postulat kebenarannya dapat dibuktikan.

Bila postulat dalam pengajuannya tidak memerlukan bukti tentang kebenarannya maka hal ini berbeda dengan asumsi yang harus ditetapkan dalam sebuah argumentasi ilmiah. Asumsi harus merupakan pernyataan yang kebenarannya secara empiris dapat diuji. Sebagai contoh umpamanya kita dapat mengambil cara orang mengemudikan mobil di jalan raya. Sekiranya orang itu beranggapan bahwa keadaan jalan raya pada waktu pagi buta adalah aman disebabkan jarangnya kendaraan yang lalu lalang, maka kemungkinan besar orang itu akan mengendarai mobilnya secara kurang berhati-hati toh asumsinya bahwa jalanan adalah aman. Sebaliknya mungkin juga terdapat orang lain yang mempunyai pendapat yang berbeda. Menurut penilaian dia justru pada pagi buta inilah keadaan jalan adalah tidak aman disebabkan banyaknya orang yang mengendarai kendaraan secara sembrono. Oleh sebab itu maka dia memilih asumsinya bahwa keadaan jalan adalah tidak aman. Itulah sebabnya maka asumsi ini harus dibuktikan kebenarannya sebab dengan asumsi yang tidak benar kita akan memilih cara yang tidak benar pula.

6