METODE ABOGE DALAM PENETAPAN HARI RAYA IDUL...

117
i METODE ABOGE DALAM PENETAPAN HARI RAYA IDUL FITRI DI DUSUN LOSARI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Studi Kasus di Dusun Losari DesaGunungsari Kecamatan Wonosegoro) SKRIPSI Diajukan ununtuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam Oleh: Muntaha 21113028 JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2018

Transcript of METODE ABOGE DALAM PENETAPAN HARI RAYA IDUL...

i

METODE ABOGE DALAM PENETAPAN HARI

RAYA IDUL FITRI DI DUSUN LOSARI DALAM

PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Studi Kasus di Dusun Losari DesaGunungsari Kecamatan

Wonosegoro)

SKRIPSI Diajukan ununtuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

Oleh:

Muntaha

21113028

JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

2018

ii

iii

METODE ABOGE DALAM PENETAPAN HARI

RAYA IDUL FITRI DI DUSUN LOSARI DALAM

PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Studi Kasus di Dusun Losari Desa Gunungsari Kecamatan

Wonosegoro)

SKRIPSI

Diajukan ununtuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

Oleh:

Muntaha

21113028

JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

2018

iv

Prof. Dr. Muh. Zuhri, M.A.

Dosen IAIN Salatiga

PENGESAHAN PEMBIMBING Lamp : 4 (empat) eksemplar

Hal :Pengajuan NaskahSkripsi

Kepada Yth.

Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga

Di Salatiga

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Dengan hormat, setelah dilaksanakan bimbingan, arahan dan koreksi,

maka naskah skripsi mahasiswa:

Nama : Muntaha

NIM : 211-13-028

Judul : Metode Aboge Dalam Penetapan Hari Raya IdulFitri Di

Dusun Losari Dalam Perspektif Hukum Islam

Dapat diajukan kepada Fakultas Syariah IAIN Salatiga untuk diujikan

dalam siding munaqosyah.

Demikian nota pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian dan

digunakan sebagaimana mestinya.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Salatiga, 04 Juni 2018

Pembimbing,

Prof. Dr. Muh. Zuhri, M.A.

NIP.19530326 197803 1001

v

PENGESAHAN

Skripsi Berjudul:

METODE ABOGE DALAM PENETAPAN HARI RAYA IDUL FITRI DI

DUSUN LOSARI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

(Studi Kasus Di Dusun Losari, Desa Gunungsari, Kecamatan Wonosegoro,

Boyolali)

Oleh:

Muntaha

NIM 211-13-028

Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Hukum

Keluarga Islam, Fakultas Syariah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga,

pada tanggal 14 Agustus 2018 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna

memperoleh gelar Sarjana Hukum (SH).

Dewan Sidang Munaqosyah:

KetuaPenguji :Dr. SitiZumrotun, M.Ag.

SekretarisPenguji :Prof. Dr. Muh. Zuhri, M.A.

Penguji I : Drs. Machfudz, M.Ag.

Penguji II : M. Yusuf Khummaini, M. H.

Salatiga,31 Agustus 2018

Dekan Fakultas Syariah IAIN

Salatiga,

Dr. SitiZumrotun, M.Ag

NIP. 19670115 199803 2002

KEMENTERIAN AGAMA RI

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

FAKULTAS SYRI’AH Jl. NakulaSadewa V No. 9Telp (0298) 3419400 Fax. 323423Salatiga5022

Website:www.iainsalatiga.ac.idEmail:[email protected]

vi

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertandatangan di bawah ini :

Nama : Muntaha

NIM : 211-13-028

Jurusan : Hukum Keluarga Islam

Fakultas : Syariah

Judul : Metode Aboge Dalam Penetapan Hari Raya Idul Fitri DI

Dusun Losari Dalam Perspektif Hukum Islam

Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil

karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau

temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan

kode etik ilmiah.

Salatiga,05 Juni2018

Yang menyatakan,

Muntaha

NIM 21113028

vii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto

“Sekecil Apapun Sebuah Kebaikan Itu Dari Yang Maha

Kuasa,Sekecil Apapun Sebuah Keburukan Harus Selalu

bersyukur MawasJiwo”

Persembahan

Untuk orang tua dan keluarga tercintaku Bpk Sumyani, Ibu Rukiah Dan kedua

kakakku Anas Dan Fuad, Beliau pembimbing skripsi Prof. Dr. Muh Zuhri, M.A.

Sang guru terbaik dari kecil sampai saat ini Kh. Subhi, K Khoirul Anas, K Asrori

Idris, Seluruh Masyaih Pondok Tremas Dan juga Al-Irus. Rekan rekan pejuang

HKI 2013

viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, segala pujibagi Allah SWT, tuhan semesta

alam yang berkuasa atas segala sesuatu. Berkat tuntutan, hidayah serta karunia-

Nya lah penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada baginda nabi

Muhamad SAW. Nabi akhir zaman yang akan selalu menjadi suri tauladan bagi

umat Islam sampai yaumulqiyamah. Amin.

Manusia tidak ada yang sempurna.Begitupun dengan penulis, penulis

hanyalah makhluk yang tiadamungkin tidak adakekurangan. Penulis hanyalah

manusia biasa yang semangatnya terkadang hidup dan padam ,sehingga

merupakan anugerah yang luarbiasa dengan bekal niat dandukungan dari banyak

pihak yang padaakhirnya penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi yang

berjudul:”Metode Aboge Dalam Penetapan Hari Raya IdulFitri Di Dusun

Losari Dalam Perspektif Hukum Islam”

Atas terselesaikannya skripsi ini, penulis menghaturkan terimakaasih

kepada:

1. Bapak Dr. H. Ahmad Hariyadi,M.Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Ibu Dr. SitiZumrotunM.Ag, Selaku Dekan Fakults Syariah IAIN Salatiga.

3. Bapak Sukron Ma’mun, M.Si, selaku Kepala Jurusan Hukum Keluarga Islam.

4. Bapak Prof. Dr. Muh. Zuhri, M.A, Selaku Pembimbing Skripsi

5. Bapak Sukron Ma’mun, M. Si.selakudosenPembimbingAkademik.

6. Segenap Bapak Ibu petugas Perspustakaan IAIN Salatiga yang selalu setulus

hati memberikan pelayanan terbaiknya.

ix

7. Orang tua tercinta Bapak Sumyani Dan Ibu Rukiah, bimbingan, arahan dan

juga kesabarannya.

8. Simbah kiai H. Subhi Idris, Simbah Kiai Khoirul Anas, Simbah KiaiAsrori

Idris yang selalu memberi bimbingan ruhaniah dari kecil hingga dewasa ini.

9. Rekan Rekan Asatid Pondok Pesantren Al-Idrus Yang Saya Sangat Hormati.

10. Bapak M. Yusuf Hummaini M. H. yang member motifasi semangat untuk

segera menyelesaikan jenjang pendidikan.

11. Kaka saya mas anas yang selalu ngancani dari awal kuliah sampai sekarang.

12. Teman teman saya Nidya Nur Aufa, Ahmad Miftahuzzahid, Dewi mustika,

Aris WIoko, Novita Purnita Sari dan seluruh rekan-rekan seperjuanganku.

Penulis tidak mampu membalas dukungan, bimbingan serta motivasi yang

telah diberikan selama ini, semoga semua itu menjadi amal shalih dan semoga

Allah membalas amalshalih tersebut dengan balasan yang lebih baik. Penulis

menyadari dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelalaian,

oleh karenanya penulis berlapang dada untuk menerima kritik dan saran yang

membangun demi perbaikan.

Penulis berharap skripsi ini dapat menjadi salah satu sumber ilmu yang

bermanfaat dunia dan akhirat. Trimakasih.

Salatiga, 20 Maret 2018

Penulis

x

ABSTRAK

Muntaha. 2018. “MetodeAboge Dalam Penetapan Hari Raya Idul Fiti Di Dusun

Losari Dalam Perspektif Hukum Islam”(Studikasus Di Dusun Losari,

Desa Gunungsari, Kecamatan Wonosegoro). Skripsi, FakultasSyari’ah.

Jurusan Hukum Keluarga Islam. Institut Agama Islam Negeri (IAIN)

Salatiga. Pembimbing Prof. Dr. Muh.Zuhri, M.A.

Kata kunci:Aboge, Dusun Losari, IdulFitri, Hukum Islam

Menurut diskursus Ilmu Falak, system Aboge telah dinasakh oleh Asapon,

dan Aboge merupakan Hisab Urfi yang tidak relevan jika dijadikan pedoman

dalam penentuan awal Bulan Qomariah. Namun di Dunsun Losari, Desa

Gunungsari, Kecamatan Wonosegoro masih ada masyarakat yang menggunakan

system Aboge dalam penentuan awal bulan Qomariah dan di jadikan pedoman

dalam menetapkan Hari Raya Idul Fitri. Sehingga menarik bagi penulis untuk

melakukan penelitian terhadap fenomena ini.

Bagaimana metode penenetapan Hari Raya Idul Fitri Aboge di Dusun ini,

dan Bagaimana tanggapan Hukum Islam mengenai metode yang dilakukan di

Dusun ini. faktor-faktor apakah yang melatarbelakangi penggunaan hisab tersebut.

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (Field Research) dengan

pendekatan Ilmu Falak. Data primer berupa hasil wawancara kepada tokoh

Aboge. Data sekunder diperoleh dari dokumentasi, berupa catatan atau tulisan.

Sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Analisis dilakukan

bersamaan dengan penyajian data berdasarkan pendekatan penelitian, dengan

metode diskriptif-analitik.

Temuan penelitian adalah, Tidak ada musyawarah, pengumuman, dan

surat edaran. Tidak ada pedoman khusus dalam menentukan Hari Raya idul Fitri

yang ada yakni buku-buku Primbon. Faktor-faktor masih digunakannya Aboge,

pertama keyakinan masyarakat terhadapAboge yang merupakan warisan nenek

moyang, karena selain penentuan awal bulan juga menyangkut hari-hari baik.

Kedua kurangnya sosialisasi Kalender Jawa, mereka hanya mengenal tahun Jawa

Aboge, sedangkan Ajumgi, Amiswon, dan Asapon tidak diketahui. Ketiga

pendidikan yang relative rendah. Hukum Islam memandang bahwa metode Hisab

Aboge yang diterapkan dalam penetapan Hari Raya Idul Fitri di Dusun ini tidak

sesuai dengan ajaran Rasulullah Saw. Karena Hisab ini berpedoman pada

pembagian rata-rata bulan mengelilingi bumi dalam satu tahun, sedangkan hakikat

dari ajaran Rasulullah yang dijadikan pedoman adalah pergerakan hakiki bulan

mengelilingi bumi saat berakhirnya bulan Ramadhan.

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

LEMBAR BERLOGO .................................................................................... ii

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................ iv

PENGESAHAN ............................................................................................... v

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ..................................................... vi

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................................... vii

KATA PENGANTAR ................................................................................ viii

ABSTRAK ....................................................................................................... x

DAFTAR ISI .................................................................................................. xi

DAFTAR TABEL ........................................................................................ xiv

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah …………………………………………….……1

B. Rumusan Masalah ………………………………………………………..6

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian…………………………………………..6

D. Penegasan Istilah………………………………………………………….7

E. Kajian Pustaka……………………………………………………………8

F. Metode Penelitian………………………………………………………..10

G. Sistematika Penulisan………………………………………………...….17

xii

BAB II KAJIAN TEORI

A. DEVINISI IDUL FITRI ……………………………………………..…..19

1. PENGERTIAN IDUL FITRI …………………………………..……19

2. DASAR PENETAPAN IDULFITRI ………………………………..23

a. Ru’yah…………………………………………………………...24

b. Hisab……………………………………………………………..25

B. METODE PENETAPAN HARI RAYA IDUL FITRI …………………27

1. Ru’yah……………………………………………………………….28

2. Hisab…………………………………………………………...…….30

C. METODE ORMAS-ORMAS ISLAM ………………………………….33

1. Muhammadiyah……………………………………………………...33

2. Nahdlatul Ulama’ …………………………………………...………36

3. Komunitas Islam Kejawen………………………………………......39

BAB III KAJIAN LAPANGAN

A. Gambaran Umum Masyarakat Dusun Losari Desa Gunungsari

KecWonosegoro………………………………………………………..43

B. Penetapan Hari Raya Idul fitri Jama’ah Aboge Dusun Losari…………47

C. Dasar PerhitunganJama’ahAboge Dusun Losari…………………….....53

D. MetodePenetapan Hari Raya IdulFitriJama’ahAboge Dusun Losari.......57

E. Latar Belakang Existensi Perhitungan Aboge Dusun Losari…………...62

xiii

BAB IV KAJIAN TEORI

A. ANALISI METODE PENETAPAN HARI RAYA IDUL FITRI ……...64

1. Perhitungan Aboge Dusun Losari…………………………………....64

2. Sumber Dsar Dan Fungsi Perhitungan Aboge………………………68

3. Analisis Existensi Perhitungan Aboge……………….………………70

B. ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP METODE PENETAPAN

HARI RAYA IDUL FITRI JAMA’AH ABOGE DUSUN LOSARI …...78

1. Analisis Hukum Islam Terhadap Sumber Perhitungan Aboge Dusun

Losari………………………………………………………………...78

2. Analisis Hukum Islam Terhadap Petangan Abboge……….………...80

BAB V KESIMPULAN PENUTUP

A. KESIMPULAN ………………………………………………………….89

B. SARAN ………………………………………………………………….91

C. PENUTUP ……………………………………………………………….93

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………...94

LAMPIRAN-LAMPIRAN……………………………………………………..95

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Quran adalah kalam Allah yang diturunkan-Nya melalui

perantara malaikat jibril kedalam hati Rasulullah Muhammad bin

Abdullah dengan lafal berbahasa arab dan makna-maknanya yang benar,

sebagai hujjah atas kerasulanya, menjadi undang-undang bagi manusia

yang mengikuti petunjuknya, dan menjadi sarana pendekatan diri dan

bernilai ibadah dengan membacanya. (Khalaf, 2014:23). Al-Quran sebagai

hujjah atas kerasulan Muhammad saw, juga merupakan aturan bagi

manusia agar berjalan sesuai denggan kehendak-Nya. Maka kedudukan

Al-Quran dalam hukum menjadi sumber hukum yang pertama. Artinya

ketika terjadi suatu permasalahan maka untuk mengetahui hukum Allah

tentang suatu masalah yang pertama haruslah dilihat bagaimana komentar

Allah mengenai masalah yang terjadi, dengan merujuk pada Al-Quran.

Umat Islam telah sepakat bahwasanya apa yang berasal dari

Rasulullah saw, baik berupa perkataan, perbuatan, atau pengakuan dapat

dijadikan hukum, tuntunan(Zein, 2008:50). Dengan demikian maka segala

yang berasal dari Rasulullah selain dari pada ayat-ayat suci Al-Quran

dapat dijadikan dasar bagi para mujtahid untuk menghukumi suatu

perbuatan atau suatu permasalahan agar tidak bertentangan dengan syari’at

Allah. Tetapi keberadaannya harus disertai dengan syarat terbukti

2

keotentikannya. Dengan demikian maka kita ketahui bahwa baik Al-Quran

ataupun Hadis adalah sumber Hukum Islam yang wajib untuk ditaati.

Dalam implementasinya Hadis memiliki fungsi yang berbeda

dengan Al-Quran. Sebagai Hujjah Hukum Islam, Sunnah mempunyai

fungsi menjelaskan maksud ayat-ayat Al-Quran (Rifa’I, 2014: 24). Namun

ada kalanya Sunnah itu menetapkan dan membentuk Hukum yang tidak

terdapat pada Al-Quran. Hukum ini ditetapkan berdasarkan Sunnah

sekalipun nash Al-Quran tidak menjelaskannya(Khalaf, 2014: 56).

Al-Quran dan Hadis memuat tuntunan dalam menjalankan berbagai

Ibadah kepada-NYA. Karena ibadah tidak menjadi sah kecuali jika ia

sesuai dengan cara Rasullullah SAW (Syaibah, 2005: 235). Diantaranya

tuntunan Rasulullah SAW mengenai metode untuk menentukan hari raya

Idul Fitri dalam Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:

المسيب بن سعيد عن شهاب ابن عن سعد بن ابراىيم أخبرنا يحيى بن يحيى حدثنا

متي أر ذإ :وسلم عليو اهلل صلى اهلل رسول قال :قال ,عنو اهلل رضي ىريرة ابى عن

ثو مو صف م كي لع م غ ن اف او رت اف ف هو متي أر اذإو او مو صفلهللا مو ي ني ثلا رواه(ا

)مسلم

“jika kamu melihat hilal, maka berpuasalah, dan bila kamu

melihat hilal maka berbukalah. Bila hilal itu tertutup awan maka

takdirkanlah(kira-kirakanlah) ia”. (HR. Muslim, juz 3 hal:124)

3

Hadis diatas merupakan tuntunan Rasulullah SAW mengenai dasar

Hukum dan metode yang digunakan, untuk memulai puasa Ramadhan

serta mengakhirinya. Secara tidak langsung Hadis tersebut juga memuat

tuntunan Rasulullah SAW, terkait penentuan Hari Raya Idul Fitri dengan

menentukan akhir dari bulan suci Ramadhan.

Indonesia merupakan sebuah Negara dengan mayoritas Masyarakat

beragama Islam. Pada praktek untuk menentukan hari raya Idul Fitri

berpatokan pada Hadis “jika kamu melihat hilal, maka berpuasalah, dan

bila kamu melihat hilal maka berbukalah. Bila hilal itu tertutup awan

maka takdirkanlah(kira-kirakanlah) ia”. (HR. Muslim). Namun

demikian dalam kenyataannya, terdapat perbedaan dalam memahami

Hadis tersebut. yang memahami “Rukyah” harus benar benar

melihat(yakni aliran Rukyah) dan ada yang memahami bahwa “Rukyah”

cukup dengan memperhitungkan (aliran Hisab) (Kemenag RI, 2013: 145).

Dengan demikian maka akan terjadi perayaan hari raya yang berbeda

antara aliran Rukyah dan hisab jika tidak ada kesepakatan diantara

keduanya. Sebenarnya pemerintah telah menengahi keduanya dengan

diadakan sidang isbat awal Ramadhan dan awal Syawal pada akhir bulan

Ramadhan. Sehingga yang menentukan kapan dimulainya bulan baru

Syawwal adalah pemerintah. Dengan demikian maka dalam memulai awal

Ramadhan dan Syawal dapat berjalan bersama-sama. Karena dalam

permasalahan sosial agama seperti ini seharusnya keputusan ada ditangan

pemerintah agama dengan kaidah” Hukmul Hakim Ilzamun Wayarfaul

4

Khilaf” (Kemenag RI, 2013: 147). Namun apakah berati, semua perbedaan

yang terjadi pada pelaksanaan hari Raya Idul fiti di indonesia merupakan

buah dari pemahaman Hadis yang berbeda?. Tentunya tidak demikian.

Indonesia merupakan Negara dengan mayoritas masyarakatnya

beragama muslim namun terdiri dari berbagai macam suku dan budaya,

maka tidak menutup kemungkinan sebuah kelompok mempunyai cara

tersendiri dengan yang ditunjukkan oleh kedua aliran tersebut (aliran

Rukyah dan Rukyah). Karena adanya ketersinggungan antara Islam sebagai

great tradition dan budaya local sebagai little tradition maka melahirkan

corak prilaku keagamaan yang tersendiri semacam Islam kejawen

(Kemenag RI, 2013: 155). Sebagaimana sebagian umat muslim di Dusun

Losari, Desa Gunungsari, Kecamatan Wonosegoro Boyolali yang dalam

menentukan hari raya Idul Fitri tidak bertolak dari kedua aliran tersebut.

Dalam penentuan hariraya Idul Fitri masyarakat kejawen Dusun Losari ini

menggunakan System Aboge.

Aboge merupakan sebuah syistem penanggalan Jawa Islam yang

menyatakan bahwa Tahun Alif Bulan Suro jatuh pada Hari Rebo Wage.

Pada dasarnya system Hisab Rukyah kejawen berpijak pada prinsip

kalender Jawa, yang keberadaanya telah disenyawakan dengan kalender

Hijriah pada tahun 1555 tahun Aji Saka oleh Sultan Agung

Hanyokrokusumo(Kemenag 2013: 12). Dalam fungsinya kalender Jawa

Islam berfungsi bukan hanya sebagai petunjuk menentukan hari tanggal

keagamaan tetapi juga menjadi dasar dan ada hubungannya dengan

5

Petangan Jawi (Izuddin 2015: 126). Maka Dalam fungsinya, system ini

digunakan oleh masyarakat Jawa Islam dalam berbagai macam prilaku

baik yang bersifat ibadah ataupun muamalah. Sebagaimana untuk

menentukan musim, menentukan hari baik dan buruk, kematian, kelahiran

dan bahkan penentuan waktu beribadah sebagaimana menentukan hari

raya Idul Fitri. Dengan tujuan agar mendapatkan ketenangan hidup di

dunia dan menghindarkan diri dari marabahaya. Hal ini menjadi menarik

karena system Hisab Aboge ini dalam diskursus ilmu Falak merupakkan

system Hisap Urfi. kehadirannya tidak dapat di gunakan sebagai acuan

untuk menentukan waktu beribadah, karena jumlah hari dalam bulan

Ramadhan selalu tetap 30 hari sedangkan menurut Rukyah Bilfi‟li ataupun

Bililmi adakalanya 29 dan 30 hari (Azhari, 2005: 123). Akan tetapi pada

prakteknya masih diberlakukan dan menjadi pegangan bagi sebagian

masyarakat Islam Jawa. Sebagaimana sebagian kelompok masyarakat

Dusun Losari yang masih menggunakan system Aboge dalam

menentukan hari raya Idul Fitri. Jamaah Aboge Dusun Losari dalam

menetapkan hari raya Idul Fitri masih menggunakan metode ini untuk

menetapkan hari raya Idul Fitri. Karena dalam menentukan hari raya Idul

Fitri Jama’ah Aboge Dusun Losari masih menggunakan metode ini, tanpa

danya Musyawarah/ Rembug dengan tokoh pemerintahan ataupun tokoh

agama yang lain bahkan tanpa mempperhatikan pengumuman pemerintah

maka mengakibatkan pelaksanaan Hari Raya Idul Fitri yang tidak sesuai

6

dengan keputusan yang ditetapkan pemerintah ataupun yang menggunakan

ru‟yah bil fi‟li maupun ru‟yah bil ilmi.

Dari hal inilah penulis merasa perlu membahas mengenai cara yang

digunakan sebagian Masyarakatkatkat Dusun Losari dalam menentukan

hari raya Idul Fitri dalam pandangan Hukum Islam dengan judul

“METODE ABOGE DALAM PENETAPAN HARI RAYA IDUL FITRI

DI DUSUN LOSARI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan

diatas, maka masalah-masalah yang pokok yang ingin dibahas dalam

penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah metode yang digunakan Jama’ah Aboge Dusun Losari

dalam menentukan hari raya Idul Fitri?

2. Bagaimanakah metode yang digunakan Jama’ah Aboge Dusun Losari

dalam menentukan hari raya Idul Fitri dalam pandangan Hukum

Islam?

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

Tercapainya tujuan penelitiaan ini adalah yang ingin dicapai oleh

penulis.

1. Mengetahui metode yang digunaka Jamaah Aboge Dusun Losari

dalam menentukan hari raya Idul Fitri.

2. Mengetahui keabsahan metode Hisab yang diterapkan

7

3. mengetahui perkembangan metode Hisab yang dilakukan.

Adapun manfaat penelitian antara lain:

1. Memberikan kontribusi intelektual dalam rangka turut berpartisipasi

dalam pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu pengetahuan

seputar metode penetapan hari raya.

2. Sebagai studi komparatif (perbandingan) maupun lanjutan bagi yang

ingin mendalami penetapan hari raya

3. Sebagai referensi bagi Pihak berwenang dalam merumuskan metode

penetapan hari raya Idul Fitri.

D. Penegasan Istilah

Didalam penelitian ini maka penulis mempertegas istilah-istilah

yang mungkin akan mempermudah untuk menjelaskan kelanjutan

penelitian ini :

1. Metode :

a. merupakan cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu

pekerjaan agar tercapai suatu yang dikehendaki; cara kerja yang

sistematis untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna

mencapai tujuan yang ditentukan.

b. Ling sikap sekelompok sarjana terhadap bahasa atau linguistik,

misal metode perskriptif, dan komparatif.

c. Prinsip dan praktek pengajarran bahasa, misal metode langsung

dan metode terjemah (KBBI)

8

2. Idul Fitri adalah hari raya umat Islam yang jatuh pada tanggal 1

Syawwal pada penanggalan Hijriah. Karena penentuan 1 Syawwal

yang berdasarkan peredaran bulan tersebut, maka Idul Fitri ataupun

Puasa Ramadhan jatuh pada tanggal yang berbeda-beda pada setiap

tahunnya apabila dilihat dari penanggalan masehi(wikipedia)

3. Aboge merupakan sebuah Sistem penanggalan Jawa Islam yang

manyatakan bahwa tahun Alif bulan Suro jatuh pada hari Rebo Wage.

Pada dasarnya system Hisab Rukyah kejawen berpijak pada prinsip

kalender Jawa yang mempunyai arti dan fungsi bukan hanya sebagai

petunjuk hari dan tanggal keagamaan tetapi juga menjadi dasar dan

ada hubungannya dengan Petangan Jawi (Izuddin 2015: 126).

E. Kajian Pustaka

Penelitian yang berkaitan dengan Islam kejawen (Aboge) telah

banyak dilakukan. Diantaranya yang telah diteliti oleh Joko Sulistiyo dan

penelitiannya yang berjudul ”Analisi Hukum Islam Terhadap Prinsip

Penanggalan Aboge Di Dusun Mudal Kecamatan Mojotengah

Kabupaten Wonosobo” Dalam skripsinya tersebut, ia mendeskripsikan

prinsip penanggalan yang digunakan masyarakat Islam Aboge Di Dusun

Mudal Kecamatan Mojotengah Kabupaten Wonosobo dalam menentukan

awal bulan. Sekripsinya sampai pada kesimpulan bahwa prinsip

penanggalan masyarakat Islam Jawa Aboge di Dusun ini sama sekali tidak

ada dasar Agama yang melandasi prinsip yang mereka anut, sehingga

system Aboge yang dilakukan hanya dapat menjadi sebuah Study

9

keilmuan saja akan tetapi tidak dapat digunakan untuk menentukan waktu

beribadah.

Hal ini tentu berbeda dengan yang akan di bahas oleh penulis.

Dalam Skripsi yang akan di himpun oleh penulis akan lebih membahas

terkait cara penetapan hari raya Idul Fitri dan Hukum penggunaan metode

Aboge Dalam Penetapan hari raya Idul Fitri di Dusun Losari dalam

perspektif Hukum Islam.

Selain di atas juga merupakan studi kasus skripsi dari Saudari Nur

Laila SaFitri yang berjudul” Penetapan Awal Dan Akhir Ramadhan

Berdasarkan “ABOGE”. Dalam sekripsi ini dibahas mengenai system

penentuan awal dan akhir Ramadhan dalam kalender Jawa Islam

“ABOGE” dan cara masyarakat Dusun Rebun Kecamatan Dampit

Kabupaten Malang dalam menetapkan awal dan akahir ramadahan

berdasarkan “ABOGE”. Karena dalam sekripsi saudari Nur Laila Safitri

juga merupakan penelitian yang membahas, cara menentukan akahir

Ramadhan maka dapat di tarik garis lurus hubungan antara sekripsi nur

laili Safitri dan penulis yang juga meneliti metode penentuan hari raya Idul

Fitri yang jatuh pada tanggal 1 syawwal. Hal ini tentu berbeda dengan

yang akan dibahas oleh penulis. Dalam skripsi yang akan dihimpun oleh

penulis akan lebih membahas terkait cara penetapan hariraya Idul Fitri dan

Hukum penggunaan metode Aboge Dusun Losari dalam perspektif

Hukum Islam.

10

F. Metode Penelitian

Metode dalam menyusun Karya Ilmiah seperti Skripsi mempunyai

peranan yang sangat penting. Peranan metode terkait tata cara (prosedur)

memahami dan mengolah inti dari obyek penelitian. Pada penelitian ini,

penyusun menggunakan metode-metode sebagai berikut:

1. Jenis penelitian

Dalam suatu penelitian atau riset di perlukan metode yang sesui

dan selaras dengan inti permasalahan dan tujuan penelitian guna

memperoleh data yang relevan dengan permasalahan penelitian.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan

pendekatan kualitatif.

Menurut jenis datanya, skripsi ini menggunakan jenis penelitian

kualitatif, yakni prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif

berupa kata-kata tertulis atau lisan dan orang-orang dan perilaku yang

dapat diamati dan diarahkan pada latar alamiah dan individu tersebut

secara holistik (menyeluruh) (Moleong 1993:3).

2. Pendekatan.

Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologis. Peneliti

akan lebih mengarah pada sosial kemasyarakatkatan maupun prilaku

Masyarakat. Yang dimaksud sosiologis ini untuk mendapatkan

informasi atau penjelasan proses-proses yang terjadi baik dari keluarga

maupun lingkungan sekitar yang bersangkutan. Peneliti dapat

memahami alur peristiwa secara kronologis, menilai sebab akibat

11

dalam lingkup pikiran orang-orang setempat, dan memperoleh

penjelasan yang banyak dan bermanfaat serta dapat memperoleh

penemuan-penemuan yang tidak diduga sebelumnya untuk membentuk

kerangka teoritis baru.

3. Kehadiran Peneliti

Dalam penelitian ini kehadiran peneliti merupakan hal yang

utama dan penting karena seorang peneliti secara langsung

mengumpulkan data yang ada di lapangan. Dalam hal ini peneliti

menggunakan pendekatan psikologis untuk memperoleh data yang

relevan sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu dengan mencari

informan guna melengkapi data. Sedangkan status peneliti dalam hal

mengumpulkan data diketahui oleh informan secara jelas guna

menghindari kesalah-pahaman diantara peneliti dengan informan.

Kehadiran peneliti di sini mencoba menggali lebih jauh tentang Metode

Penetapann Hari Raya Idul Fitri dan melibatkan secara langsung

subyek peneliti, dengan kata lain penelitian ini telah diketahui oleh

subyek penelitaian.

4. Subjek dan Lokasi penelitian.

Subjek dalam penelitian ini yaitu sebuah Dusun di Kecamatan

Wonosegorao Kabupatten Boyolali di mana sebuah kelompok

keagamaan yang bercorak Islam kejawen memiliki metode tersendiri

dalam menetapkan hari raya Idul Fitri.

12

Lokasi Penelitian Dusun Losari Desa Gunungsari Kecamatan

Wonosegoro.

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan salah satu unsur yang

sangat penting guna menghimpun data yang merupakan bagian dari

penelitian. Pengumpulan data akan lebih tepat guna dan optimal

apabila dilakukan berdasarkan metode atau langkah-langkah yang

sesuai dengan jenis penelitian yang digunakan agar data-data yang di

peroleh lebih lengkap, sehingga tercapai kebenaran ilmiah yang

dikehendaki. Adapun metode pengumpulan data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah dengan cara wawancara langsung kepada

tokoh agama dari Jama’ah aboge Dusun losari, tokoh masyarakat dari

dussun ini, dan tokoh agama yang berpengaruh disekitar dusun ini.

Obserfasi langsung ke lokasi penelitian yaitu dusun losari desa

gunungsari kecamatan wonosegoro, dengan mengamati secara

llangsung kondisi baik social ekonomi, pendidikan ataupun keagamaan

di dusun losari. Dokumentasi dari jama’aah aboge di dusun ini:

a. Wawancara

Teknik wawancara adalah proses memperoleh keterangan

untuk tujuan penelitian dengan cara tanya Jawab, sambil bertatap

muka antara pewawancara dengan narasumber dengan

menggunakan alat interview guide ( Nazir,2014:170).

13

Wawancara yang digunakan adalah wawancara terstruktur,

dimana penyusun sebelumnya telah menyiapkan pedoman

wawancara yang memuat garis besar pertanyaan yang akan

diajukan kepada narasumber. Wawancara yang akan dilakukan

dengan menggunakan dua tahap, pertama peneliti melakukan

deskripsi dan orientasi awal tentang masalah dan subyek yang

dikaji. Kedua melakukan wawancara mendalam sehingga

menemukan informasi yang lebih banyak dan penting. Wawancara

yang digunakan dengan model wawancara terbuka artinya seorang

informan dapat mengungkapkan beberapa upaya, gagasan, strategi

yang akan dilaksanakan serta hambatan yang diprediksikan.

Dalam penelitian ini peneliti melakukan wawancara kepada,

pemuka agama kelompok Aboge di Dusun ini, tokoh maasyarakat

setempat dan tokoh Islam yang berada di daeraah sekitar Dusun

Losari.

b. Observasi

Teknik observasi atau pengamatan menurut Nazir adalah

merupakan teknik pengambilan data dengan menggunakan indera

mata tanpa ada pertolongan alat standar lain dalam keperluan

tersebut (Nazir,2014:154). Dari penelitian pengalaman ini

diperoleh suatu petunjuk bahwa mencatat data observasi bukanlah

sekedar mencatat, tetapi juga mengadakan pertimbangan

kemudian mengadakan penilaian ke dalam suatu perkara

14

bertingkat(Arikunto, 2006: 229). Observasi adalah sebuah

pengumpulan data dengan jalan pengamatan secara langsung

mengenai obyek penelitian.Dalam metode ini penulis gunakan

sebagai langkah awal untuk mengetahui kondisi subyek

penelitian.

Dalam melakukan pengumpulan data melalui observasi ini,

terdapat beberapa jenis observasi yang membantu peneliti untuk

memperoleh data. Menurut (Moleong, 2014:179-177). jenis atau

macam-macam observasi sebagai berikut:

1. Berperan serta secara lengkap. Dalam observasi ini, peneliti

menjadi anggota penuh dai obyek yang diteliti.

2. Pemeran serta sebagai pengamat. Jenis observasi ini

memungkinkan peneliti untuk berperan sebagai pengamat

tanpa harus menjadi anggota dari obyek yang diteliti.

3. Pengamat sebagai pemeranserta. Pada observasi ini peranan

pengamat diketahui secara terbuka oleh umum bahkan di

seponsori oleh subyek. Sehingga informasi rahasia pun dapat

dengan mudah diperoleh.

4. Pengamat penuh. Biasa terjadi dalam eksperimen di

laboratorium, peneliti dengan bebas mengamati obyek

penelitian dikarenakan obyek yang diteliti tidak mengetahui

apakah sedang diamati.

Dalam teknik pengumpulan data di lapangan, peneliti

15

menggunakan teknik pemeran serta sebagai pengamat.

c. Dokumentasi

Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau

variable yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah,

prasasti, notulen rapat, lengger, agenda dan sebagainya (Arikunto,

1998: 236).

Dalam penelitian ini dokumentasi yang dimaksud adalah

pengambilan beberapa data tentang berbagai dokumen terkait dengan

kelompok aliran dan metode yang digunakan dalam menetapkan

hariraya Idul Fitri Jama’ah Aboge yang ada di Dusun Losari.

Sebagaimana almanac, buku pedoman, kitab, serta catatan-catatn yang

mendukung terhadap perhitungannya Jama’ah Aboge di dusun ini.

6. Analisis Data

Data mentah yang telah dikumpukan oleh peneliti tidak akan

ada gunanya jika tidak dianalisa. Analisa data merupakan bagian yang

amat penting dalam metode ilmiah, karena dengan dianalisalah data

tersebut dapat diberi arti makna yang berguna dalam memecahkan

masalah penelitian (Nazir, 1988:405).

Setelah data terkumpul kemudian data tersebut dianalisis

seperlunya agar diperoleh data yang matang dan akurat, dengan

menggunakan analisa data kualitatif. Analisa data kualitatif adalah

upaya yang dilakukan dengan jalan berkerja dengan data,

mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang

16

dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola,

menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan

memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain (Moleong,

2009: 248).

7. Pengecekan Keabsahan Data

Keabsahan data merupakan hal yang sangat penting dalam

penelitian, karena dari data itulah nantinya akan muncul beberapa teori.

Untuk memperoleh keabsahan temuan, penulis akan menggunakan

teknik-teknik perpanjangan kehadiran peneliti di lapangan, observasi

yang diperdalam, triangulasi (menggunakan beberapa sumber, metode,

teori), pelacakan kesesuaian dan pengecekan anggota. Jadi temuan data

tersebut bisa diketahui keabsahanya.

8. Tahap-tahap Penelitian

Dalam penelitian ini dilakukan dengan berbagai tahap. Pertama

pra lapangan, dimana peneliti menentukan topik penelitian, mencari

informasi tentang ada tidaknya praktik hari raya yang berbeda dengan

ketetapan pemerintah. Tahap selanjutnya peneliti terjun langsung ke

lapangan atau lokasi penelitian untuk mencari data dan informasi

kelompok aliran Islam yang memiliki metode tersendiri dalam

menetapkan hari raya Idul Fitri, serta melakukan observasi,

dokumentasi dan wawancara terhadap informan yaitu sesepuh Aboge

Dusun Losari.

17

Tahap akhir yaitu penyusunan laporan atau penelitian dengan

cara menganalisis data atau temuan dari penelitian kemudian

memaparkannya dengan narasi deskriptif.

9. Analisis Data

Analisis dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif yaitu

untuk mengungkap fenomena sosial agar ditemukan solusi atas

masalah terkait. Penalaran (pola pikir) yang digunakan yaitu secara

induktif yaitu setelah data-data terkumpul dari informan, data-data

terkait masalah penetapan hari raya akan dianalisis dengan teori yang

tercantum dalam kerangka teoritik.

G. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dalam mempelajari materi skripsi ini,

sistematika penulisan memegang peranan penting. Adapun sistematika

penulisan skripsi dapat ditulis paparan sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan ini terdiri dari latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian penegasan istilah, tinjauan

pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan penelitian.

Bab II Kajian Teori. Dalam Bab ini diuraikan tentang penetapan

hari raya, Definisi Idul Fitri dalam Islam, dan konsep metode penetapan

hari raya Idul Fitri. Kajian teori diletakkan pada bab II agar dalam

pelaksanaan penelitian bisamendapatkan hasil.

Bab III Metode Penelitian ini terdiri dari paparan data dan

18

penemuan penelitian meliputi gambaran umum lokasi penelitian, profil

Kelompok Aboge, faktor penyebab pelaksanaan Idul Fitri yang

bertentangan dengan pemerintah.

Bab IV Pembahasan. Dalam bab ini diuraikan tentang profile

jemaah Aboge Dusun Losari, konsep penetapan hari raya Idul Fitri,

Analisis metode penetapan hari raya Idul Fitri menurut jemaah Aboge

Dusun Losari, metode penetapan hari raya Idul Fitri jemaah Aboge Dusun

Losari.

Bab V Penutup, yang meliputi kesimpulan dan saran. Dalam bab

ini diuraikan mengenai kesimpulan sebagai Jawaban dari permasalahan

yang dikemukakan dan diakhiri dengan saran-saran bagi pihak yang

terkait.

19

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Devinisi Idul Fitri

1. Pengertian Idul Fitri

Idul Fitri terdiri dari dua suku kata Ied yang artinya kembali dan

Fitri merupakan asal kata dari Iftar yang artinya berbuka. Artinya Idul

Fitri merupakan hari dimana umat Islam kembali berbuka(makan),

setelah selama satu bulan penuh menjalankan kewajiban untuk

melakukan puasa Ramadhan. Pengertian ini diambil dari makna dhohir

Hadis dari Aisyah yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi.

يىب نموسى -912 ث نايح يىب نال يمان,حد ث نايح مع مر,حد محم دب نال من كدر,عن ,عن

عائشة,قالت طرالن اس:قالرسولالل وصل ىالل وعلي ووسل م:عن مي ف ,ال فط ري و

م ..لن اسيضحياواألض حىي و

Telah menceritakan kepada kami yahya bin musa, telah

menceritakan kepada kami yahya bin yaman, dari umar, dari

Muhammad bin munkadir, dari aisyah beliau berkata: Rasulullah

saw bersabda “Idul Fitri adalah hari orang-orang berbuka dan

Idul adha adalah hari orang-orang berkurban” (At-Tirmidzi, 1:

279)

Sedangkan yang memberikan makna Idul Firi merupakan hari

kembalinya umat Islam pada kesucian merupakan pengertian yang

diambil dari kata فطر yang artinya suci(Munawir,1994 :1142) dan

20

makna hadis setelah menjalankan ibadah puasa Ramadhan selama satu

bulan penuh secara sempurna. Dalam salah satu Hadis yang berbunyi:

ةرط فىال لعدلو ي ودلو مل ك

Setiap bayi yang dilahirkan kedunia dalam keadaan suci.

حدثنامسلمبنابراىيمحدثناىشامحدثنايحيىعنابىسلمةعنابىىريرةرضى

ولرفاغابستح ااوانمي ارد قال ةلي لامقن صلىاهللعليووسلمقالماهللعنوعنالنبى

وبن ذن اممد قات مولرفاغابستح ااوانمي إناضمرامصن مووبن ذن اممد قات م

“Telah menceritakan kepada kami Muslim bin Ibrahim,

telah menceritakan kepada kami Hisyam, telah

menceritakan kepada kami Yahya Dari Abu Salamah dari

Abu Hurairah Radiallahu nganhu, dari Nabi Shallallahu

alaihi wasallam Bersabda: Barang Siapa Yang

Menegakkan Lailatul Qadar(mengisi dengan ibadah)

karena iman kepada Allah dan mengharapkan pahala

hanya darinya maka akan diampuni dosa-dosa yang telah

dikerjakannya, dan barang siapa yang berbuasa dibulan

Ramadhan atas dasar keimanan dan dilaksanakan dengan

benar, maka ia diampuni dosa-dosanya yang telah

lewat”.(HR. Bukhori, 3: 33)

Idul Fitri adalah hari dimana umat Islam kembali makan

dan minum(berbuka). Karena pada bulan Ramadhan umat Islam

diwajibkan untuk melakukan puasa. Diperbolehkan makan dan

minum jika telah sampai pada waktunya buka puasa pada waktu

magrib dan sahur menjelang subuh serta waktu malam diantara

keduanya(Amar, 1983: 182). Hal ini dilakukan sebagai bentuk

21

ketaatan beribadah kepada Allah SWT dalam menjalankan

perintahnya yang termuat dalam surat Al-Baqarah ayat: 183-185.

لعل كم ق ب لكم كتبعلىال ذينمن كما كتبعلي كمالصيام أي هاال ذينآمنوا يا

أخر .ت ت قون أي ام من فعد ة علىسفر مريضاأو من كم كان أي امامع دوداتفمن

يطيق ال ذين وعلى وأن لو ر خي ف هو را خي تطو ع فمن كين مس طعام ية فد ونو

ت ع لمون كن تم إن لكم ر خي ىدى .تصوموا ال قر آن فيو ال ذيأن زل رمضان ر شه

شه فمن ال هدىوال فر قان من وب ي نات كانللن اس ومن و ف ل يصم ر الش ه من كم د

ر روليريدبكمال عس أي امأخريريدالل وبكمال يس علىسفرفعد ةمن مريضاأو

ت ولعل كم ةولتكب رواالل وعلىماىداكم ملواال عد كرونولتك ش

“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian

untuk berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang

sebelum kalian agar kalian bertakwa, (yaitu) dalam

beberapa hari yang tertentu. Maka, barang siapa di antara

kalian sakit atau berada dalam perjalanan (lalu berbuka),

(dia wajib berpuasa) sebanyak hari yang ia tinggalkan itu

pada hari-hari yang lain. Wajib bagi orang-orang yang

berat menjalankannya, (jika mereka tidak berpuasa),

membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang

miskin.Barangsiapa yang mengerjakan kebajikan dengan

kerelaan hati, itulah yang lebih baik baginya.Berpuasa

lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui. (Beberapa

hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan

yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur`an

sebagai petunjuk bagi manusia, penjelasan-penjelasan

mengenai petunjuk itu, dan pembeda (antara yang hak dan

yang bathil). Oleh karena itu, barangsiapa di antara kalian

22

hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, hendaklah

ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa yang sakit

atau berada dalam perjalanan (lalu berbuka), (dia wajib

berpuasa) sebanyak hari yang ia tinggalkan itu pada hari-

hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagi kalian,

dan tidak menghendaki kesukaran bagi kalian.Hendaklah

kalian mencukupkan bilangan (bulan) itu dan hendaklah

kalian mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberi-

kan kepada kalian supaya kalian bersyukur.” (Al-Baqarah:

183-185)

Perlu diketahui bahwa hari Idul Fitri merupakan hari yang

penuh barokah,dan hari yang penuh kebahagiaan(Kemenag 2013:

105). Hal ini wajar kiranya karena pada hari ini merupakan hari

dimana insan muslimin telah berhasil dalam perjuangannya

menjalankan kewajiban puasa selama satu bulan penuh, sebagai

bentuk ketaatan kepada-NYA, Serta berhasil menahan diri untuk

tidak melakukan hal-hal yang membatalkan selama puasa

dilakukan. Pada hari ini Allah bersyukur kepada orang-orang yang

yang telah melakukan puasa Ramadhan dan bersungguh-sungguh

bersujud ketika malam. Pada kenyataannya kebahagian orang-

orang mukmin ditandai dengan mengumandangkan takbir, tahmid

dan kalimah tauhid dimulai dari malam satu Syawal, disunnahkan

makan sebelum berangkat shalat ied kemudian dilanjutkan dengan

shalat Idul Fitri. Karena hal inilah, maka Idul Fitri berdasarkan

uraian di atas adalah hari raya dimana umat Islam untuk kembali

berbuka atau makan.Karena hal inilah maka tanggal 1 Syawwal

disebut sebagai HARI RAYA IDUL FITRI.

23

2. Dasar Penetapan Idul Fitri

Perlu diketahui bahwa didalam hari raya Idul Fitri terdapat

perintah untuk meramaikanya. Dalam hari raya Idul Fitri supaya anak-

anak besar kecil, tua dan muda supaya meramaikanya. Bahkan wanita-

wanita yang sedang haidpun dianjurkan untuk keluar

kelapangan(tempat dilanksanaannya shalat Idul Fitri) (Rifa’I, 2014:

283), sekalipun mereka tidak ikut shalat. Nabi bersabda:

ث نا-271 ث نا حد ث نا:قال حف ص ب ن عمر محم د،حد حف صة عن عاصم، عن أبي حد

مر كن اقالت عطي ة أم عن رج أن ن ؤ مال عيد نخ رج حت ي و ر ىنخ رىا من ال بك حت خد

رج بيرىم ف يكب ر نالن اس خل ف ف يكن ال حي ض ىنخ عون بتك ب ركة ي ر جون بدعائهم ويد

م ذلك رتو ال ي و .وطه

“Dari ummi atiah katanya, „kami diperintahkan pergi

shalat hari raya, bahkan anak-anak gadis keluar dari

pingitannya. Juga perempuan-perempuan yang sedang

haid (datangbulan) tetapi mereka hanya berdiri saja

dibelakang orang banyak, dan turut takbir dan berdoa

sama-sama dan mereka mengharapkan beroleh keberkahan

dan kesucian hari itu.(HR.Bukhori, 2: 25)

Idul Fitri merupakan puncak dari kegiatan ibadah selama bulan

Ramadhan. Karena pentingnya Idul Fitri maka maka dalam menentukan

kapankah hari raya Idul Fitri dilakukan haruslah terdapat tuntunan baik

dari nas Al-Quran ataupun Hadis terkait dengan pelaksanaan ibadah hari

raya Idul Fitri. Hal ini merupakan sebuah keharusan karena “hukum asal

24

dari ibadah adalah dilarang, sampai adanya dalil yang

memperbolehkannya”. Dalam qowaIdul fiqhiyah telah disebutkan

bahwa:

باجووهف وبل اباجوال م تيالم

”Perkara di mana kewwajiban tidak akan sempurna

kecuali dengan perkara itu maka perkara tersebut termasuk

wajib”.(Zein 2008: 61).

Berikut adalah dasar hukum dari metode pentapan hari raya Idul

Fitri.

a. Ru’yah

Rukyah sebagai dasar Hukum dalam menentukan hari raya

Idul Fitri bersumber dari Hadis-Hadis Rukyah, antara lain:

المسيببنسعيدعنشهابابنعنسعدبنابراىيمأخبرنايحيىبنحدثنايحي

متي أرذإ :مل سووي لعاهللىل صاهللولسرالق :قال ,عنواهللرضيىريرةابىعن

)مسلمرواه(هو رداق فم كي لعم غن افاو رطاف فهو متي أراذإواو مو صفللهال

“jika kamu melihat hilal, maka berpuasalah, dan bila kamu

melihat hilal maka berbukalah. Bila hilal itu tertutup awan

maka takdirkanlah(kira-kirakanlah) ia”. (HR. Muslim, Jus

3: 122)

يقول عنو اهلل رضى ىريرةىاب سمعت قال زياد محمدبن شعبةحدثنا حدثنا ادم حدثنا

25

او لمك أف م كي لع ىبغن إف وتيؤ رل او رطاف و وتيؤ رل او مو ص: ابوالقاسم قال أوقال م ص النبى قال

ثينلثانبع الش ةد ع

“Dari Adam dari Suaibah dari Muhammad Bin Ziyad

berkata sayamendengar Abu Hurairah berkata bawasanya

Nabi SAW Bersabda: Berpuasalah karena melihat hilal dan

berbukalahkamu karena melihat hilal bila kamu tertutup

mendung, makasempurnakanlah bilangan bulan Sya‟ban

tiga puluh hari.”(HR. Bukhori, 3: 34).

b. Hisab

Hisab sebagai dasar Hukum dalam menentukan hari raya

Idul Fitri bersumber dari ayat-ayat Al-Qur’an antara lain:

ر منازللت ع لمواعددالسنينوال حسابۥهىوال ذىجعلالش م سضيآءوال قمرنوراوقد

بال حقماخلقالل و مي ع لمون﴿يونس: ذلكإل يتلقو ٥ي فصلاأل

Artinya: ”Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan

bercahayadan ditetapkan-Nya mazilah-mazilah (tempat-tempat)

bagiperjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun

danperhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian

itumelainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda

(kebesaran-Nya) kepada orang yang mengetahui.”(QS. Yunus: 5)

بان﴿الرحمن الش م سوال قمربحس

”Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan.”

(QS. Ar-Rahmaan:5)

نو حبس يكلىف فل كوارهالن قابسلي الل لورمقال كرد تن أاهىلغبن ي سم الش ل

26

“Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan, dan

malampun tidak mendahului siang dan masing-masing

beredar pada garis edarnya”.

بانا ص باحوجعلال ي لسكناوالش م سوال قمرحس ذلكت ق ديرال عزيز فالقال

تدواوىوا٦٩ال عليم﴿األنعام: ل ذىجعللكمالن جوملت ه بهافىظلمتال ب ر

ر فص ل ناال وال بح مي ع لمون﴿األنعام:تايقد ٦٩لقو

”Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk

beristirahat, dan menjadikan matahari dan bulan untuk

perhitungan. Itulah ketentuan Allah Yang Maha Perkasa

Lagi Maha Mengetahui.(96) Dan Dialah ynag menjadiakn

bintang-bintang bagimu, agar kamu menjadikanya petunjuk

dalam kegelapan di darat dan di laut. Sesungguhnya kami

telah(QS. Al-Anam:96-97)

B. Metode Penetapan Hari Raya Idul Fitri

Membahas mengenai masalah penetapan hari raya Idul Fitri, maka

tidaklah lepas dari pembahasan mengenai penetapan awal dan akhir bulan

Ramadhan. Karena berkaitan erat dengan penentuan waktu untuk

beribadah maka Allah menerangkan perhitungan waktu itu dengan bulan

Qamariah, karena lebih mudah dalam perhitungan dari pada perhitungan

menurut bulan Syamsiah dan lebih sesuai dengan tingkat pengetahuan

bangsa Arab pada zaman itu(Kemenag, 2004:262). Sebagaimana dalam

surat Al-Baqarah ayat 189:

ىل ة لونكعناأل بأنتأ تواو قل ىىموقيتللن اسوال حج يس ال ب يوتمنلي سال بر

27

منات ق ال بر أب وبهاوأ توا ىظهورىاولكن لحون: وات قوا ال ب يوتمن لعل كم ت ف ٩٨٦اهلل

“mereka bertanya kepadamu Muhammad tentang bulan sabit,

katakanlah “itu adalah (penunjuk) waktu bagi manusia dan

(ibadah) haji.” Dan bukanlah suatu kebajikan memasuki rumah

rumah dari belakangnya, tetapi kebajikan adalah orang yang

bertaqwa.masuklah rumah-rumah dari pintu-pintunya, dan

bertaqwalah kepada Allah agar kamu beruntung”.

Artinya bulan Qamariah diawali dengan munculnya Hilal, yaitu

bulan sabit yang pertamakali terlihat(the vers vicibilty cresent) selanjutnya

bulan sabit itu membesar dan menjadi bulan purnama, menipis kembali

dan akhirnya hilang dari langit(Farid ruskanda, 2001: 15). Dalam Hisab

Hakiki bahwa Wujudul Hilal dalam bulan Qamariah akan terpenuhi jika

memenuhi 3 kriteria(Rukyah Dan Rukyah Muhammadiah, 2009 :78)

1. Telah terjadi ijtima’ (konjungsi).

2. Ijtima‟(konjungsi). Dalam peredaran bulan mengelilingi bumi, ada

masa dimana bulan berada pada arah yang sama dengan matahari yang

disebut fase bulan baru(ijtima’)(Syaugi, 2014: 49). Itu terjadi sebelum

matahari terbenam,dan pada saat terbenamnya matahari piringan atas

Bulan berada.

3. Diatas ufuk(bulan baru telah wujud).

Adanya kemungkinan hilal tidak dapat terlihat karena cuaca maka

menimbulkan pilihan yang kedua yaitu menerima istikmal). Hilal yang

tidak mungkin terlihat baik karena tertutup awan atau posisinya tidak pada

imkanur ru‟yah, maka metode yang ditempuh adalah Rukyah(Syugi,

28

2013:49). Oleh karenanya, maka metode yang dapat ditempuh sebagai cara

untuk mentapkan hari raya Idul Fitri yang bertepatan dengan tanggal satu

bulan Syawaal tahun Qamariah adalah Rukyah dan Hisab.

a. Rukyah

Secara etimology Rukyah berasal dari bahasa arab رأ, يرأ ,

yang berarti melihat(Munawir, 1997:460). Arti yang paling umumورأية

dari kata Rukyah adalah melihat dengan mata telanjang, yaitu melihat

Hilal pada saat matahari terbenam dengan mata atau teleskop, dalam

astronomi dikenal sebagai obserfasi (Azhari, 2012: 183). Ru‟yatul hilal

ini adalah merupakan maksud lain dari kata Syuhudus-Syahri

(meyakinkan bulan) (Syaugi, 2008:50). Ada juga yang memaknai

dengan كادر /علم yakni memahami melihat dengan akal fikiran(dengan

menghitung/ Rukyah)(Munawwir, 1997:460). Ada pula yang

mengartikan dengan menduga melihat dengan hati. Secara terminology

, Rukyah adalah suatu kegiatan atau usaha melihat hilal atau bulan

sabit di langit ufuk sebelah barat sesaat setelah matahari terbenam

menjelang awal bulan baru, khususnya menjelang Ramadhan, Syawal

dan Dzulhijjah untuk menentukan kapan bulan baru

dimulai(Jamaludin, 2013: 9). Ru‟yatul hilal adalah metode praktis

untuk membuktikan apakah bulan sabit baru (Hilal) terlihat atau

tidak(Syaugi, 2014: 52). Adapun Rukyah sebagai dasar metode untuk

menetapkan awal bulan Qamariah berdasar pada Hadis-Hadis Rukyah

antara lain:

29

:لو قرضياهللعنوي ةري رىىبأتع محدثناادمحدثناشعبةحدثنامحمدبنزيادقالس

ةد واالعلمكفابحسم كي لعيبغالحن أفوتيأ رالو رطاف ووتيأ رالو مقالالنبىصمص

ثينلثانبع الش

“Dari Adam dari Suaibah dari Muhammad Bin Ziyad berkata

saya mendengar Abu Hurairah berkata bawasanya Nabi SAW

Bersabda: Berpuasalah karena melihat hilal dan berbukalah

kamu karena melihat hilal bila kamu tertutup mendung, maka

sempurnakanlah bilangan bulab Sya‟ban tiga puluh

hari.”(HR.Bukhari, Shahih Bukhari, Kairo, Darul Fikr, 1981).

Dengan mengacu pada Hadis ini, maka para penganut Mazhab

Rukyah ini berpandangan bahwa Rukyah hukumnya wajib,

kategorinya adalah Fardhu Kifayah, dan hasil Rukyah dapat berlaku di

seluruh wilayah Indonesia karena merupakan satu wilayah

hukum(LPKBHI Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo: 3)

b. Hisab

Secara etimologi Hisab berasal dari kata حسب, حسبانا, ومحسبة

yang berarti menduga, menyangka, mengira, memandang,

menganggap dan menghitung(Munawwir, 1997:261). Arti yang sama

Kata Hisab memiliki arti menghitung(Muhdlor, 2000: 762).

Sedangkan dalam kamus ilmu falak Hisab diartikan

Arithmatic(Khazin , 2005: 30). Dalam Al-Qur’an kata Rukyah banyak

30

disebut dan secara umum dipakai dalam arti perhitungan

sebagaimana dalam firman Allah:

كل ن ف س زى متج ال ي و كسبت م بما ٩٩إن الل وسريعال حساب﴿غافر: لظل مال ي و

“Pada hari ini, tiap-tiap jiwa diberi balasan dengan apa

yang diusahakannya. Tidak ada yang dirugikan pada hari

ini. Sesungguhnya Allah amat cepat perhitungan

(pemeriksaan) –Nya”(Gafir (40): 17).

Dalam Al-Qur‟anul Karim kata Hisab juga digunakan pada

beberapa ayat yang memilik arti perhitungan. Misalnya dalam surat

Sad ayat 26 yang yang berarti hari perhitungan.

مال حساب﴿ص: بمانسوا عنسبيلالل ولهم عذابشديدإن ال ذينيضل ون ٦٩ي و

“Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan

mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari

perhitungan”(Sad (38): 26)

Kata Hisab dalam penetapan awal bulan Qamariah dijumpai

dalam Al-Qur’an sebanyak dua kali yaitu Q.S.Yunus (10);5 dan Al-

Isra’(17);12. Sedang dalam Hadis tidak dijumpai kata Rukyah sebagai

metode untuk menetapkan awal bulan qamariah. Arti kedua ayat

tersebut adalah sebagai berikut:

“Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan

bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-

tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui

bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak

menciptakan yang demikian ilu melainkan dengan hak. Dia

menjelaskan tanda-tanda (kekuasaan-Nya) kepada orang-

orang yang mengetahui” (Yunus :5). “Dan Kami jadikan

31

malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan

tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar

kamu mencari karunia dari Tuhanmu, dan supaya kamu

mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. Dan

segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas”. (Al-

Isra’:12).

Dalam lingkup ilmu Falak, Hisab digunakan dalam arti

perhitungan waktu, arah dan tempat, guna kepentingan ibadah seperti

penentuan waktu Shalat, Puasa, Idul Fitri waktu Haji dan Gerhana

Matahari(Pedoman Rukyah Muhammadiah,2009: 8). Dalam diskursus

penentuan awal bulan Qamariah Hisab adalah memperkirakan kapan

awal bulan Qamariah terutama yang berhubungan dengan ibadah.

Hisab yang paling sederhana adalah memperkirakan panjang suatu

bulan , apakah 29 atau 30 hari, dalam rangka menentukan awal bulan

Qamariah(Farid Ruskanda, :30).

Ada dua metode Hisab yang lazim digunakan, yailu Hisab urfi

dan Hisab Hakiki(Syaugi, 2014:53). Hisab Urfi merupakan sistem

perhitungan penanggalan yang didasarkan pada peredaran rata-rata

bulan mengelilingi bumi dan ditetapkan secara konvensional. Lama

hari dalam tiap bulannya mempuyai aturan yang tetap dan beraturan,

yakni bulan yang ganjil 30 hari dan bulan yang genap 29 hari, kecuali

untuk tahun kabisat yang terjadi 11 kali dalam 30 tahun, bulan

Zulhijah dihitung 30 hari. Sistem ini tidak dapat digunakan untuk

penentuan awal bulan, khususnya menyangkut ibadah. Sedangkan

Hisab Hakiki adalah Hisab awal bulan yang perhitungannya

32

berdasarkan pada gerak Bulan dan Matahari yang sebenarnya.

Menurut sistem ini umur tiap bulan tidaklah tetap. Hisab dapat dilihat

dari pendirian yang berdasarkan pada ijtima'. Ijtima' hanya terjadi

sekali dalam sebulan dan tidak ada hubungannya dengan tempat-

tempat yang ada di muka bumi, maka ijtima' dapat terjadi berlainan

menurut perhitungan waktu setempat. Ijtima' biasa terjadi pagi hari

disuatu tempat dan siang atau sore hari di tempat lain. Sehingg dalam

penetapan menentukan bahwa bulan baru dipastikan masuk bila pada

waktu maghrib Hilal diperhitungkan berada di atas ufuk.

C. Metode Ormas-Ormas Islam

Membahas mengenai Hisab yang digunakan dalam penetapan awal

bulan Qamariah maka akan kita temukan peranan penting dari dua ormas

terbesar di Indonesia, yang keduanya mempunyai kriteria yang berbeda.

Sebagai patokan dalam penentuannya yakni Muhammadyah Dan

Nahdlatul Ulama.

1. Muhammadiyah

Hisab yang digunakan Muhammadiyah dalam penetappan

bulan qomariah adalah Hisab Hakiki dengan kriteria Wujudul Hilal

yakni ijtima’ terjadi sebelum matahari terbenam dan matahari

terbenam terlebih dahulu dari pada bulan maka hilal dinyatakan sudah

wujud(majelis tarjih dan tajdid pimpinan pusat muhammadiah,

Pedoman Rukyah Muhammadiah, Yogyakarta: Majelis Tarjih dan

Tajdid Pimpinan pusat Muhammadiyah, 2009, hlm. 78-82). Dalam

33

Hisab hakiki wujudul hilal,bulan baru Qamariah dimulai apabila telah

terpenuhi tiga kriteria berikut:

1. telah terjadi ijtima‟ (konjungsi),

2. ijtima‟ (konjungsi) itu terjadi sebelum matahari terbenam, dan

3. pada saat terbenamnya matahari piringan atas Bulan berada diatas

ufuk (bulan baru telahwujud).

Apabila salah satu dari kriteria tersebut tidak dipenuhi, maka

bulan berjalan digenapkan tiga puluh hari. Artinya dalam penetapan

awal bulan Qamariah ketiga kriteria ini haruslah ada secara bersama-

sama, jikalau salah satu syarat tidak terpenuhi maka harus Istikmal.

Pemahaman ini merupakan buah dari pemahaman ayat pada surat

Yasin ayat 39 dan 40:

“Dan telah Kami tetapkan pada Bulan manzilah-

manzilah,sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang

terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua.

Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan Bulan dan

malampun tidak dapat mendahului siang. Masing-masing

beredar pada garis edarnya (Ya Sin (36) : 39-40)

Pada ayat itu ditegaskan bahwa Allah SWT telah menetapkan

posisi-posisi tertentu bagi Bulan dalam perjalanannya. Dari astronomi

dapat dipahami bahwa posisi-posisi itu adalah posisi Bulan dalam

perjalanannya mengelilingi bumi. Pada posisi akhir saat Bulan dapat

dilihat dari bumi terakhir kali, Bulan kelihatan seperti tandan tua dan

ini menggambarkan sabit dari Bulan tua yang terlihat di pagi hari

sebelum menghilangdari penglihatan.

34

Pada bagian tengah ayat 40 itu ditegaskan bahwa malam

tidak mungkin mendahului siang, yang berarti bahwa sebaliknya

tentu siang yang mendahului malam dan malam menyusul siang. Ini

artinya terjadinya pergantian hari adalah pada saat terbenamnya

matahari (Pedoman Hisa Muhammadiah, 2009: 80). Saat pergantian

siang ke malam atau saat terbenamnya matahari itu dalam fikih,

menurut pandangan jumhur fukaha, merupakan batas hari yang satu

dengan hari berikutnya. Artinya hari menurut konsep fikih,

sebagaimana dianut oleh Jumhur Jukaha, adalah jangka waktu sejak

terbenamnya matahari hingga terbenamnya matahari berikutnya. Jadi

Gurub(terbenamnya matahari) menandai berakhirnya hari sebelumnya

dan mulainya hari berikutnya. Apabila itu adalah pada hari terakhir

dari suatu bulan, maka terbenamnya matahari sekaligus menandai

berakhirnya bulan lama dan mulainya bulan baru. Oleh karenanya

adalah logis bahwa kriteria kedua bulan baru, disamping ijtimak,

adalah bahwa ijtimak itu terjadi sebelum terbenamnya matahari, yakni

sebelum berakhirnya hari bersangkutan. Apabila bulan baru dimulai

dengan ijtimak sesudah terbenamnya matahari, itu berarti memulai

bulan baru sebelum Bulan di langit menyempurnakan perjalanan

kelilingnya, artinya sebelum bulan lama cukup usianya.

Menjadikan keberadaan Bulan diatas ufuk saat matahari

terbenam sebagai kriteria mulainya bulan kamariah baru juga

merupakan Abstraksi dari perintah-perintah rukyat dan penggenapan

35

bulan tigapuluh hari bila hilal tidak terlihat. Hilal tidak mungkin

terlihat apabila dibawah ufuk. Hilal yang dapat dilihat pasti berada di

atas ufuk. Apabila Bulan pada hari ke-29 berada di bawah ufuk

sehingga tidak terlihat, lalu bulan bersangkutan digenapkan 30 hari,

maka pada sore hari ke-30 itu saat matahari terbenam untuk kawasan

normal Bulan sudah pasti berada di atas ufuk. Jadi kadar minimal

prinsip yang dapat diabstraksikan dari perintah rukyat dan

penggenapan bulan 30 hari adalah keberadaan Bulan diatas ufuk

sebagai kriteria memulai bulan baru. Sebagai contoh tinggi Bulan pada

sore hari ijtimak Senin tanggal 29 September 2008 saat matahari

terbenam adalah– 00° 51′ 57", artinya Bulan masih dibawah ufuk dan

karena itu mustahil diRukyah, dan oleh sebab itu bulan berjalan

digenapkan 30 hari sehingga 1 Syawal jatuh hari Rabu1 Oktober

2008. Pada sore Selasa (harike-30) Bulan sudah berada diatas

ufuk(Tinggi titik pusat Bulan 09º10′ 25").

2. Nahdlatul Ulama’(NU)

Pandangan Nahdlatul Ulama (NU) tentang penentuan awal

bulan Hijriyah, khususnya terhadap awal bulan Ramadan, Syawal dan

Dzulhijjah, tercermin dalam Keputusan Muktamar NU XXVII di

Situbondo tahun 1984, Munas Alim Ulama di Cilacap tahun 1987,

Seminar Lajnah Falakiyah NU di Pelabuhan Ratu Sukabumi tahun

1992, Seminar Penyerasian Metode Rukyah dan Rukyat di Jakarta

tahun 1993, Rapat Pleno VI PBNU di Jakarta tahun 1993 yang

36

akhirnya tertuang dalam Keputusan PBNU No. 311/A.II.04.d/1994

tertanggal 1 Sya’ban 1414 H atau bertepatan dengan 13 januari 1994

M, dan Muktamar NU XXX di Lirboyo Kediri tahun

1999(Musonnif, 2012: 6-7).

Dalam penetapan awal bulan Qamariah yang dilakukan oleh

Nahdlatul Ulama berpakokan pada Rukyatul Hilal(melihat hilal).

Maksudnya Nahdlatul Ulama’ mensyaratkan hilal benar-benar dapat

terlihat mata kepala tanpa dibatasi oleh ketinggian hilal dan umur hilal

(Basith, 2015: 2). Akan tetapi dalam praktek penentuan awal bulan

hijriah yang berhubungan dengan ibadah Nahdlatul Ulama juga

melakukan Rukyah dengan tujuan untuk menghasilkan Rukyah yang

berkualitas.

Untuk mendukung proses pelaksanaan rukyat, maka NU

memilih metode yang tingkat akurasinya tinggi agar memperoleh hasil

yang berkualitas. Dalam konteks ini, NU pun menerima kriteria

imkanur rukyat. Kriteria imkanur rukyat hanyalah sebagai instrumen

untuk menolak laporan adanya rukyatul hilal, sedangkan para ahli

Rukyah telah bersepakat, bahwa hilal masih di bawah ufuq atau di atas

ufuq tapi ghairu imkanur rukyat, hal ini dikemukakan oleh Ahmad

Ghazalie Masroeri Ketua PP Lajnah Falakiyah Nahdlatul Ulama

(LFNU)(http ://falakiyah. nu. or. id/ Pedoman Rukyat NU27 mei

2018). Perlu di ketahui kembali bahwa Rukyah yang diberlakukan oleh

Nahdlatul Ulama hanya sebatas membantu ru‟yatul hilal. Artinya

37

meskipun Rukyah telah memutuskan bahwa hilal diketinggian pada

posisi imkanurru‟yah, akan tetapi keberadaannya belum dapat

disaksikan oleh mata kepala baik karna terhalang ataupun yang lainnya

maka Rukyah yang dilakukan juga tidak dapat memutuskan bahwa

hilal telah tampak.

Hisab Imkanur Rukyah. Awal bulan Qamariah, menurut sistem

Hisab Imkanurr Rukyah, dimulai pada saat terbenam Matahari setelah

terjadi ijtima‟ dan pada saat itu hilal sudah memenuhi syarat untuk

memungkinkan dapat dilihat. Dengan demikian, untuk menetapkan

masuknya awal bulan Qamariah menurut aliran ini terlebih dahulu

ditetapkan suatu kaidah mengenai posisi hilal (Bulan) di atas ufuk

yang memungkinkan untuk dapat dilihat. Awal bulan baru itu

ditetapkan berdasarkan posisi hilal dengan segala persyaratan yang

telah ditetapkan, sehingga pada saat atau beberapa saat setelah

terbenam Matahari sesudah ijtima’ orang mungkin dapat melihat hilal

tersebut.

Dalam kriteria imkanur Rukyah yaitu kondisi dimana hilal

memungkinkan untuk dapat disaksikan oleh mata kepala. Kriteria ini

mensyaratkan :

a. Ketinggian hilal pada saat ijtima‟ minimal 2 derajat;

b. Jarak antara matahari dan bulan minimum 3 derajat; dan

38

c. Umur bulan dihitung saat terjadinya ijtimak atau bulan baru atau

bulan dan mayahari segaris bujur saat matahari terbenam minimal

8 jam.

Untuk memperoleh kebenaran dan akurasi hasil melihat

hilal(Rukyah), sumpah saksi harus dilakukan dengan mengacu

ketentuan yang berlaku. Mengenai jumlah saksi untuk awal bulan

Ramadhan, Syafi’i dan Ahmad menganggap cukup meskipun dengan

seorang yang adil, laki-laki dan merdekasedangkan untuk Syawwal

disaksikan oleh dua orang saksi yang adil dan merdeka. Malik

mensyaratkan harus minimal dua orang yang adil, baik untuk

Ramadhan ataupun Syawwal. Abu Hanifah mengklasifikasikan

persyaratan jumlah saksi dengan kondisi cuaca saat Rukyah, bila

mendung atau berkabut tebal, kesaksian orang yang adil , sekalipun

hamba sahaya , laki-laki atau perempuan dapat digunakan sebagai

dasar penetapan awal bulan Ramadhan, sedangkan untuk bulan

Syawwal harus kesaksian dua orang laki-laki yang adil atau seorang

laki-laki dan dua orang perempuan yang juga adil. Bila kondisi langit/

ufuk sebelah barat cerah tanpa ada penghalang apapun, baik untuk

awal Ramadhan dan yang lainnya harus dapat disaksikan oleh

sekumpulan orang yang tidak disangsikan kejujurannya(Al-Asyqalani,

Ibanatul Ahkam Syarah Bulughul Maram,, Dar Al Fikr, Bairut 2008,

Juz II, Hal. 288)

39

3. Komunitas Islam kejawen

Pada dasarnya sisitem Hisab Rukyah Islam kejawen berasal

dari pemikiran kalender Aji Saka, yang dimulai pada tahun 14 Maret

78 masehi(kemenag, :11). Kalender Aji saka ini diperbaharui oleh

Sultan Agung Hanyokro Kusumo 5, yakni disesuaikan dengan

perhitungan lunar Qomariah tidak lagi menggunakan system solar

syamsiah. Berdasarkan perhitungan kalender Jawa Sultan Agung,

bahwa setiap setelah 120 tahun, tahun Jawa akan Lebih satu hari dari

tahun Hijriah.Itulah sebabnya setiap 120 tahun sekali diadakan

penyesuaian dengan cara meniadakan satu tahun kabisat. Sampai saat

ini telah terjadi 3 kali perubahan yakni yang pertama pemikiran

ajumgi(yakni tahun Alif Sasi Suro jatuh pada hari Jumat Legi), yang ke

dua Aboge( tahun Alip Sasi Suro jatuh pada hari Rebo Wage) yang

ketiga yakni Asapon (tahun Alif Sasi Suro jatuh pasa hari Selasa Pon).

Dalam wacana pemikiran Hisab Rukyah di Indonesia , ragam

pemikirannya lebih majemuk dibandingkan dalam wacana Hisab

Rukyah di kalangan fukaha(Ahli Fiqih) terdahulu. Hal ini dikarnakan

diantaranya karena sentuhan Islam sebagai great tradition dan budaya

local atau little tradition. Yang sering menimbulkan corak

tersendiri(Kemenag, 2013: 105).

Adapun system Hisab Rukyah yang digunakan oleh masyarakat

Islam kejawen mengacu pada buku buku-buku Primbon, terutaman

Primbon sabda guru(1972)(Ahmad Izuddin, 2015:129). Dalam system

40

Hisab dan Rukyah kejawen dikenal tahun wasthu yang artinya tahun

pendek dan tahun wuntu yang artinya tahun panjang. Dalam tahun

pendek umur bulan besar 29 hari sedangkan pada tahun panjang bulan

Besar berumur 30 hari. Satu windu 8 tahun , ada 3 tahun panjang yakni

tahun Ehe, tahun Jhe dan tahun Jimakhir, umur setiap tahunnya yakni

355 hari. Lima tahun lainnya adalah tahun pendek, yakni tahun Alip,

Jimawal, tahun Dal, tahun Be dan tahun Wawu. Masing masing

berumur 354 hari(Susiknan Azhari, 2008:141).

Dalam penentuan poso dan riyoyo terdapat beberapa prinsi

utama yaitu:

1. Prinsip penentuan tanggal selain berdasarkan kalender hindu –

muslim Jawa adalah “ dino niku tukule enjing lan ditanggal ndalu”

(hari itu lahirnya pagi dan diberi tanggal malam harinya.

2. Bahwa jumlah hari dari bulan puasa menurut system perhitungan

Aboge selalu genap 30 hari, tidak pernah 29 hari seperti

perhitungan versi ilmu falak.adapun istilah Aboge dapat dirinci

bahwa “a” berasal dari Alip, salah satu dari delapan tahun siklus

windu. “bo” yang artinya Rebo(hari rabu) dan “ge” berasal dari

Wage, dengan mengetahui ini maka akan dapat memperhitungkan

jatuhnya hari rioyo setiap tahunya.

Namu dalam tataran realita yang terjadi dimasyarakat ternya

system yang harus nya telah berganti ternya masih dipakai oleg

sebagian masyarakat muslim. Terutama Aboge yang keberadaannya

41

harusnya sudah diganti dengan asapon. Pada dasarnya system Hisab

ru’yah kejawen berpijak pada prinsip kalender Jawa, yang

keberadaaanya telah disenyawakan dengan kalender hijriah pada

tahun 1555 tahun Aji Saka oleh Sultan Agung Hanyokro

Kusumo(Kemenag 2013: 12). Dalam fungsinya kalender Jawa Islam

berfungsi bukan hanya sebagai petunjuk menentukan hari tanggal

keagamaan tetapi juga menjadi dasar dan ada hubungannya dengan

petangan jawi (Izzuddin 2015: 126). Maka Dalam fungsinya system

ini digunakan oleh masyarakat Jawa Islam dalam berbagai macam

prillaku baik yang bersifat ibadah ataupun mu’amalah. Sebagaimana

untuk menentukan musim, menentukan hari baik dan buruk, kematian,

kelahiran dan bahkan hari raya Idul Fitri. Dengan tujuan agar

mendapatkan ketenangan hidup di dunia dan menghindarkan diri dari

marabahaya. Hal ini menjadi menarik karena system kalender Aboge

ini dalam diskursus ilmu Falak merupakkan system Hisap Ur‟fi.

kehadirannya tidak dapat di gunakan sebagai acuan untuk menentukan

waktu ibadah, karena jumlah hari dalam bulan Ramadhan selalu tetap

30 hari sedangkan menurut Ru‟yah Bil Fi‟li ataupun Bil Ilmi

adakalanya 29 dan 30 hari (Izuddin 2015: 123). Akan tetapi masih

tetap exis dan menjadi pegangan bagi sebagian masyarakat Islam Jawa.

42

BAB III

KAJIAN LAPANGAN

A. Gambaran Umum Masyarakat Dusun Losari, Desa Gunungsari Kec.

Wonosegoro Kab. Boyolali

Sebelum menmbahasa lebih lanjut tentang bagaimana prinsip

dalam menentukan atau membuat penanggalan Aboge di Dusun Losari,

terlebih dahulu penulis akan membahas tentang letak geografis atau

gambaran umum masyarakat Dusun Losari. Sebagian besar tanah di

Dusun Losari adalah lahan pertanian. Melihat data monografis Desa

Gunungsari pada tahun 2017, Dusun losari merupakan lahan yang terdiri

dari persawahan, pekarangan dan perkebunan.

Dengan demikian, bisa difahami bahwa mayoritas penduduk

bermata pencaharian sebagai petani serta berpenghasilan dari hasil

panennya yang pada umumnya berupa padi jagung, sayur mayur, dan lain-

lain. Dusun Losari terletak di daerah yang cukup subur dengan panenan

jagung yang rata-rata mencapai 3 ton pertahunnya, terletak di bagian utara

Kabupaten Boyolali berbatasan langsung dengan Desa Repaking yang juga

merupakan salah satu desa di Kecamatan Wonosegoro Kabupaten

Boyolali. tepatnya ke arah utara dari Kecamatan Wonosegoro kurang lebih

jaraknya 7 km yang dapat ditempuh dengan catatan waktu 20 menit dari

arah Kecamatan Wonosegoro. Dusun Losari dikelilingi beberapa Dusun di

Kecamatan Wonoaegoro, Dusun Losari terletak di tengah-tengah, dari arah

43

utara adalah Dusun Kalikidang Desa repaking, kemudian di sebelah

selatan adalah Dusun Jlobog Desa Gunungsari. Dusun Losari terletak di

daerah perbukitan antara Dusun Kalikidang dan jlobog. Dengan tata letak

yang strategis dilewati jalan alternative penghubung antara Boyolali dan

Purwodadi desa ini terbilang kurang begitu maju. semu penduduk Dusun

Losari memeluk Agama Islam. Hal ini bisa dilihat dari data monografis

Dusun Losari. Dari jumlah penduduk sebanyak 300 orang adalah pemeluk

agama Islam. Berikut kependudukan secara keseluruhan:

Laki-laki : 120

Perempuan : 180

Jumlah keseluruhan : 300

Kemudian yang menganut faham penanggalan Aboge berjumlah

kurang lebih 60 % dari 300 orang yang bertempat di Dusun Losari.

Mengenai wilayah pendidikan, Dusun Losari terletak di lokasi yang sangat

strategis, karena Dusun ini berdekatan dengan semua lembaga pendidikan

pada jenjang pendidikan baik SD, MI, SMP/ MTS bahkan SMA dan SMK.

Dalam hal pendidikan keagamaan memang masyarakat Dusun Losari tidak

banyak yang menuntut ilmu agama, meskipun sebenarnya dusun ini

merupakan kawasan pemukiman yang mempunyai jarak tempuh relative

dekat dengan pondok pesantren Al-Idrus di Dusun Kalikidang Desa

Repaking. Dalam hal pendidikan agama pada anak-anak. Anak-anak di

dusun ini telah mulai di latih Belajar Baca Al-Qur’an yang bertempat di

salah satu rumah warga didusun Ini.

44

Masyarakat di Dusun ini sangat memperhatikan persatuan

Ukhuwah Islamiyahnya yang mereka aktualisasikan dalam situasi

keagamaan yang kondusif. Hal ini dapat dibuktikan misalnya dalam

pengajian bergilir mingguan. Lalu bisa ditemukan pula tradisi tahlilan

pada setiap malam jum’at dalam setiap minggunya dan kegiatan-kegiatan

keagamaan yang lain, dan juga kegiatan keagamaan yang diperuntukan

bagi anak-anak. Di Dusun Losari sangat kental nuansa ukhuah

Islamiahnya, yang dimunculkan oleh semua penduduk yang beragama

Islam. Apalagi hal ini didukung oleh sektor pendidikan keagamaan,

sebagaimana penjelasan yang dikemukakan oleh tokoh agama Dusun

Losari bapak Sugianto kepada penulis.

Menurut sejarah, yang dijelaskan oleh Bapak Suagianto salah satu

tokoh agama penduduk setempat, ajaran Islamlah dan Islam kejawen

secara bersama-sama selalu hidup berdampingan di masyarakat Dusun

losari, jadi tidak diketahui mana yang terlebih dahulu masuk dan

mempunyai peranan penting disisi masyarakat Dusun Losari sampai

sekarang. Tetapi menurut cerita-cerita setempat ajaran Islam kejawenlah

yang lebih dulu datang didaerah tersebut dibandingkan dengan Ajaran

Islam. Pada tahun 1997 pernah terjadi konflik antara dua kelompok

tersebut (antara kelompok agama Islam dan kelompok Aboge), tepatnya

ketika umat Islam penduduk setempat sedang menjalankan takbiran di

dalam mushola karena bulan Syawal telah tiba, kemudian kelompok

Aboge melarang mereka untuk melakukan takbiran karena menurut

45

perhitungan Aboge bulan itu masih bulan Poso (Ramadhan). Setelah

terjadi konflik tersebut, kedua kelompok bersepakat untuk menjalankan

kegiatan ibadahnya masing-masing hingga sekarang. Dalam hal ormas

Islam kebanyakan masyarakat di Dusun Losari termasuk kedalam katagori

pengikut 2 ormas Islam yaitu Nahdlatul Ulama dan Muhammadiah.

Bahkan jikalau dilihat dari segi kantitasnya perbandingannya adalah 80%

dan 20%. 80% mengikuti Nahdlatul Ulama dan 20% pengikut

Muhammadiyah. Kedua ormas inilah yang menurut penuturan ketua RT

setempat ormas yang di ikuti oleh sebagian besar masyarakat dusun losari.

Akan tetaapi meski demikian, tidak semua ajaran-ajaran baik

Muhammadiah ataupun Nahdlatul Ulama secara kaffah(totalitas) di

laksanakan oleh masyarakatnya. Sebagaimana dalam hal penentuan hari

untuk menggadakan hajatan/ acara yang dianggap perlu, sebagian besar

warga masyarakat Dusun Losari masih menggunakan petangan Jawa yang

bersumber dari buku-buku Primbon Jawa yang mereka kuasaai/ dikuasai

oleh sesepuh mereka. Padahal dalam hal ini baik Nahdlatu Ulama &

Muhammadiyah tidak memberlakukan petangan Jawa dalam ajarannya.

Sebagaimana pula dalam hal penentuan puasa dah hari raya Idul Fitri.

Dalam hal penentapan poso dan rioyo sebagian warga dari Dusun Losari

mengikuti aliran system kalender Aboge( Tahun Alip Sasi Suro jatuh pada

hari Rebo Wage). Padahal dalam hal ini kedua ormas ini menetapkan

dengan cara Rukyah dan Hisab, meski keduanya mempunyai kriteria

tersendiri dalam melakukan Rukyah dan Hisab.

46

B. Penetapan hari raya Idul fitri Aboge di Dusun Losari

Penganut Rukyah Jawa di Dusun Losari masih murni mengikuti

perhitungan kalender Jawa sistem Aboge dalam penetapan hari raya Idul

Fitri tanpa ada perubahan ke Asapon. Aboge yang memiliki arti bahwa

tanggal 1 Suro Tahun Alip jatuh pada hari Rabu Wage. Perhitungan

Aboge ini mereka dapatkan dari nenek moyang mereka yang diwariskan

secara turun-temurun. Seperti penuturan bapak Kasten bahwa perhitungan

Aboge berasal dari nenek moyang yang diwariskan kepada kakeknya

kemudian kepada kedua orang tuanya dan akhirnya kepada dirinya, karena

agama Islam yang dipegang oleh masyarakat Aboge di Losari adalah

agama keturunan, maka mereka mengikuti keyakinan nenek moyang

mereka tersebut.

Dalam penetapan awal bulan kamariah, penganut Hisab Jawa

Aboge yang ada di Dusun Losari tidak memiliki lembaga ataupun tim

khusus seperti yang ada pada ormas-ormas Islam. Hal ini karena Aboge

sendiri bukanlah organisasi masyarakat seperti NU, Muhammadiyah, dan

lainnya. Dalam menetapkan hari raya Idul Fitri Jama’ah Aboge Dusun

Losari harus dikomando oleh sesepuh yang ada, karena selain tidak banyak

yang bisa menghitung, sebagian masyarakat juga tidak memiliki pedoman

khusus. Pedoman yang dimakasud adalah berupa tabel perhitungan

ataupun almanac perhitungan Jawa untuk menetapkan hari raya Idul Fitri.

Dalam Hisab Jawa yang digunakan Jama’ah Aboge dusun losari dengan

menggunkan Hisab Jawa Aboge yang berlaku selama satu windu. Sedang

47

satu windu dalam tahun Jawa 8 tahun (daur dalam Kalender Jawa), dan

setelah delapan tahun akan kembali pada tahun pertama.

Selain itu, dalam penetapan hari raya Idul Fitri, tidak ada

musyawarah penetapan, rembuk, pengumuman, yang dilakukan baik

sesepuh Aboge dusun ini ataupun para Jama’ah Aboge yang mengikuti

petungan Aboge. pengamatan bulan baru Syawal ataupun mendengarkan

keterangan saksi yang dipercaya untuk merukyahpun juga tidak dilakukan

oleh tokoh-tokoh masyarakat yang mengikiti Aboge, walaupun demikian

tidak ada perbedaan yang terjadi pada penganut Aboge baik di Dusun

Losari maupun di Dusun yang lainnya, yang mengikuti perhitungan Aboge

sebagaimana yang dikemukakan bapak Kasten:

“hari raya Idul Fitri yang menggunakan pitung Aboge tidak

berdasarkan pengumuman, musyawarah, petungan pemerintah

ataupun penetapan. Karena jauh-jauh hari telah mengetahui kapan

jatuhnya tanggal, misalkan tanggal 1 Pasa, Syawal, dan Besar/

Suro. Dalam bulan Syawal ada istilah Waljiro (bulan Syawal siji-

loro), dihitung berdasarkan hari dan pasaran tanggal 1 pada bulan

Sura, karena tanggal 1 Sura jatuh pada hari Sabtu dan pasarannya

Manis, maka tanggal 1 Syawal jatuh pada hari Sabtu (siji) dan

pasaran Pahing (loro, dihitung dari Manis/ Legi) maka lebarannya

pada hari Sabtu Pahing. Jadi, masyarakat Aboge tidak harus

memperhitungkan hilal. inilah keyakinan masyarakat Aboge.

Sehingga jika pemeritah belum bisa menentukan, kami masyarakat

Aboge sudah tau jauh-jauh hari. Bahkah untuk 10 tahun kedepan

kami telah mengetahui jatuhnya tanggal”.

Dalam menentukan hari raya Idul Fitri yang jatuh pada awal bulan

Qomariah 1 Syawal, penganut Aboge di Dusun Losari tidak melakukan

rukyat terlebih dahulu. Mereka murni menggunakan Hisab yang

merupakan warisan dari nenek moyang tersebut. Sehingga tidak harus

48

melakukan persiapan rukyat pada tanggal 29 pada bulan-bulan Qamariah,

khususnya bulan-bulan ibadah. Jika kelompok lain, mulai ormas dan juga

pemerintah harus selalu sibuk untuk melaksanakan rukyat. Mereka tidak

perlu melakukannya, karena telah mengetahui jatuhnya tanggal 1 untuk

tiap-tiap bulan jauh hari sebelumnya.

Hisab Aboge yang mereka pegangi saat ini, adalah ilmu yang

diturunkan dari nenek moyang mereka. Seperti yang dijelaskan oleh bapak

Kasten, ketika penulis bertanya siapakah orang yang menjadi guru dalam

perhitungan Aboge di Dusun Losari, Jawaban tersebut terekam dalam

pemaparannya berikut ini:

“Saya kurang hapal ya, tapi kakek buyut saya dulunnya merupakan

seorang tokoh yang mempunyyai peranan di Dusun ini, beliaulah

yang pertama kali mengajarkan kepada saya. Dan juga Mbah Harjo

Suwito yang mengajarkan perhirungan Aboge. Untuk tokoh muda

yang mendalami Aboge waktu itu hanya saya. Namun orang

Aboge belum tentu ikut merayakan Aboge, yang yakin mutlak

pasti mengikuti Aboge. Sebenarnya, masyarakat Wonosegoro

banyak yang menganut Aboge. Namun yang hari raya mengikuti

Aboge hanya sebagian saja. Orang-orang Wonosegoro kebanyakan

mengikuti Aboge karena mereka mengikuti perhitungan-

perhitungan hari (menentukan hari baik) namun dalam penentuan

awal Ramadan penentuan Hari Raya Idul Fitri, mengikuti kalender

nasional (pemerintah). Kami tidak mengikuti NU atau

Muhammadiyah karena kami yakin dengan kepercayaan kami

sendiri”.

Hal yang sama juga dikemukakan oleh bapak Sukimin selaku ketua

Rt dan juga salah seorang sesepuh Aboge ketika ditanya:

“Aboge wonten Dusun Losari meniko sampun wiwit jaman sien

Wiwit tahun 1953 kulo pindah ten Dusun meniko sampun wonten

pitung Aboge, dadose kulo mboten mangertosi bilih pitungan

Aboge kapan tumibane wonten dusun meniko, ingkang kulo

ngertosi, Aboge meniko sampun wonten wiwit kulo mapan wonten

49

dusun losari meniko. Kulo piambak angsal pitungan Aboge meniko

ilmu saking tiang sepah kulo ugi asil kulo mployo dateng guru kulo

inggih meniko Kiai Munajib saking Kudus, terus kulo mployo

maleh dateng simbah Kiai Solikin saking Suroboyo”.

Dalam pemaparan bapak Sukimin ini diterangkan awal mula

perhitungan Aboge yang telah ia kuasai. Perhitungan Aboge yang ia kuasai

merupakan ilmu yang turun temurun dari keluarganya. diturunkan oleh

orang tuanya yang juga merupakan penganut kepercayaan pitung Jawa

Aboge. Selain itu beliau paparkan juga bahwa ia juga sempat

mengembara/ mployo dalam keilmuan pitung Aboge kepada salah seorang

kiai penganut faham Aboge yang cukup terkenal pada masa itu, yakni

simbah Kiai Munajib dari Kudus.

Sejarah awal mula Hisab Jawa Aboge sebagai metode untuk

menetapkan hari raya Idul Fitri di Dusun Losari tidak di ketahui secara

tepat permulaanya. Berdasarkan pemaparan beberapa tokoh Aboge di

Losari, Hisab Aboge Dusun Losari merupakan hasil penyebarluasan dari

keraton solo yang di bawa oleh orang-orang terdahulu. Tetapi ada juga

sesepuh lain yang mengemukakan hal yang berbeda, metode Hisab Aboge

di Dusun ini merupakan Hisab yang bersumber dari kalender Jawa yang di

bawa oleh Sunan Kalijaga dalam rangka penyebaran agama Islam di Jawa

tengah. Terlepas dari perbedaan pendapat yang muncul terkait dengan

awal mula Hisab Aboge Dusun ini, terdapat persamaan yang dapat ditarik

garis tengah sebagai penghubung perbedaan yang ada. Yaitu kesamaan

antara Almanac dan sumber perhitungan Hisab Aboge di Dusun ini yang

50

dimiliki oleh para sesepuh Dusun ini. Perhitungan tahun Jawa Aboge yang

mereka gunakan adalah sebagai

berikut :

NO TAHUN HARI DAN PASARAN

HARI PASARAN

1 ALIP REBO WAGE

2 EHE AHAD PON

3 JIMAWAL JUM’AH PON

4 JE SELOSO PAING

5 DAL SETU LEGI

6 BHE KEMIS LEGI

7 WAWU SENEN KLIWON

8 JIMAKHIR JUMAH WAGE

Nama-nama tahun di atas memiliki arti masing-masing, Alip

artinya ada-ada (mulai berniat), Ehe memiliki arti tumandang

(melakukan), Jimawal artinya gawe (pekerjaan), Je adalah lelakon

(proses, nasib), Dal artinya urip (hidup), Be memiliki arti bola-bali (selalu

kembali), Wawu artinya marang (ke arah), Jimakir artinya suwung

(kosong). Kedelapan tahun tersebut membentuk kalimat “ada-ada

tumandang gawe lelakon urip bola-bali marang suwung” (mulai

melaksanakan aktifitas untuk proses kehidupan dan selalu kembali kepada

kosong). Tahun dalam bahasa Jawa memiliki arti wiji (benih), kedelapan

tahun itu menerangkan proses dari perkembangan wiji yang selalu kembali

kepada kosong yaitu lahir-mati, lahir-mati yang selalu berputar.

Kalender ini menyatakan bahwa satu windu terbagi kedalam 8

tahun. Komunitas Masyarakat Aboge Dusun Losari merupakkan

51

masyarakat yang sangat kental akan keyakinan terhadap nenek moyang,

sangat menghargai dan menyakini terhadap segala sesuatu yang berasal

dari nenek moyang( tinggalan poro leluhur). Ibarat seseorang berjalan

menyusuri dunia haruslah tedapat petunjuk untuk sampai pada tujuan

utama, guna kesuksesan sebuah tujuan. Maka disinah peranan dari

peninggalan para leluhur bagi komunitas Aboge di Dusun ini, sebagai

petunjuk mencapai keselamatan, ketenanggan dan kesuksesan di dunia dan

di akhirat. Merupakan sebuah kenyataan bahwa Aboge merupakan system

kalender Jawa yang keberadaannya telah disenyawakan dengan kalender

Hijriiah. Maksudnya adalah bahwa Aboge bukan merupakan petangan

Jawa murni, Aboge merupakan system kalender Jawa yang telah dirubah

sesuai dengan kalender Hijriah. Namun karena petangan Jawa juga

menggunakan kalender ini dalam perhitunganya maka disebutlah bahwa

system kalender Aboge mengandung petangan Jawa. Dan orang orang

yang mengikuti dan menggunakan petangan Jawa disebut sebagai

komunitas Aboge.

Komunitas Aboge di Dusun ini merupakan komunitas mayoritas

dengan presentase 60% dari jumlah keseluruhan warganya. Tokoh sepuh

Aboge di desa ini adalah bapak Kasten yang merupakan iman masjid di

komunitas ini dan bapak Sukimin sebagai salah satu ketua Rt di Dusun ini.

52

C. Dasar perhitunggan Jama’ah Aboge Dusun Losari.

Untuk memperoleh data yang jelas dan lengkap mengenai prinsip

penanggalan Aboge yang dimilik di Dusun Losari, penulis menanyakan

langsung mengenai informasi tersebut kepada bapak Kasten (sesepuh)

Aboge di Dusun Losari. Bapak Kasten tercatat sebagai Warga Dusun

Losari yang sekaligus menjadi Sesepuh kelompok Aboge di Dusun Losari.

Dijelaskan oleh bapak Kasten, bahwa penganut faham Aboge atau yang

mengikuti faham Aboge dalam hal penetapan hari raya Idul Fitri

berjumlah kurang lebih 65 keluarga denagn total keseluruhan sekitar 180,

terdiri dari 110 merupakan orang dewasa 70 remaja dan anak anak dari

keluarga mereka, hingga sampai saat ini sebagaimana yang dikemukakan

oleh kepala Dusun. Bapak Kasten menjelaskan bahwa:

“petungan Aboge meniko kulo mboten mangertosi wonten dasari

ipun nopo mboten ten kitab suci Al-Quran nopo dene Hadis.

Ananging pitungan Aboge meniko wonten lan kacatet ing buku

Primbon. Keterangan ingkang kulo tampi mboten wonten saking

ayat-ayat suci Al-Quran Nopodene Hadis ingkang nuturke

petangan Aboge”

Maksudnya adalah tidak ada dalil yang detail dari ayat Al-Our’an.

ataupun dari Hadis Nabi yang menjelaskan adanya ajaran penanggalan

Aboge. Hal yang sama juga dikemukakan oleh bapak Sukimin yang juga

merupan tokoh dari Aboge di Dusun ini Ia menjelaskan, bahwa ajaran

tersebut memang bukanlah ajaran yang terdapat tuntunannya dalam Al-

Quran maupun Al-Hadist. ia mendapatkan ajaran metode Rukyah ini dari

nenek moyangnya atau mbah-mbahnya terdahulu yang sekarang sudah

53

meninggal dunia. Dia mendapatkan ajaran ini dari orang tua beliau yang

juga penganut faham Aboge. Lalu ia menggabungkan antara warisan

nenek moyang yang didapatkan dari buku-buku Primbon Jawa terutama

yang berjudul Primbon “Sabda Guru”. Buku ini memuat tentang catata-

catatan dalam menghadapi berbagai macam persoalan yang sedang atau

akan dihadapi. Sebagaimana ketika hendak menentukan hari dan tanggal

perkawinan yang dianggap sebagai hari baik, menentukan jatunya awal

bulan. Buku ini merupakan buku yang memuat berbagai macam petungan

Jawa. Secara lengkap metode menentukan awal bulan komunitas Aboge

dijelaskan dalam buku ini.

Dengan merujuk nama buku induk Primbon Jawa, maka tampak

bahwa pada dasarnya sistem penanggalan Aboge ini difungsikan selain

sebagai penentu waktu beribadah juga difungsikan kedalam petangan jawi

yaitu catatan-catatan dari leluhur berdasarkan pengetahuan dan

pengalaman baik dan buruk yang yang dialami kemudian dicatat dicatat

dan dihimpun dalam sebuah buku yang disebut Primbon. Primbon berasal

darikata rimbu. Yang berarti simpan atau simpanan, maka Primbon

memuatbermacam-macam catatan oleh suatu generasi diturunkan kepada

generasi penerusnya. Pada dasarnya Primbon bukan hal yang mutlak

kebenarannya, namun sedikit banyak dapat menjadi perhatian sebagai

jalan untuk mencapai keselamatan , kesejahteraan dan ketenangan lahir

dan batin.

54

Meski Primbon tidak memuat kebenaran secara mutlak namun

Primbon hendaknya tidak diremehkan. Karena dalam kenyataannya

Primbon merupakan buah karya pengalaman nenek moyang/ orang-orang

terdahulu yang belum tentu merupakan kesalahan secara total. Primbon

sebagai pedoman penghati-hati mengingat catatan ini merupakan

pengalaman para leluhur(orang-orang zaman dulu), juga jangan

menjadikan surut atau mengurangi keyakinan dan kepercayaan kepada

Allah SWT yang mengatur segala sesuatunya baik yang telah terjadi

maupun yang akan dating kemudia dengan kodrat dan iradat-Nya.

Primbon sebagai petangan jawi semacam ini lah yang menjadi

dasar penanggalan komunitas Aboge masyarakat Dusun Losari Desa

Gunungsari Kecamatan Wonosegoro Kabupaten Boyolali dalam

menentukan hari raya Idul Fitri yang jatuh pada awal bulan Syawwal

tanggal satu Syawal (bodo cilik) dalam penyebutan komunitas ini.

Perhitungan itu sekaligus menjadi sebuah dasar menentukan

tanggal untuk melakukan sesuatu yang penting seperti acara pernikahan,

tasyakuran dan hal-hal penting lainnya yang menjadi adat istiadat

masyarakat tersebut. Di Primbon tersebut terdapat pula istilah-istilah dina

ala, dino ala banget, pati uriping dina, dina anggarakasih, srikaning dina

(hari buruk, hari sangat buruk, hidup matinya hari, hari baik, hari yang

harus dihindari, dan lain sebagainya). Di dalam buku yang berjudul

“Sabda Guru” terdapat sejumlah mana-nama tahun dalam tahun Jawa,

yang diawali tahun Alip, Ehe, Djimawal, Dje,Dal, Be, Wawu, dan yang

55

terahir adalah tahun Dajimakir, serta ajaran-ajaran Jawa seperti

perhitungan hidup mati manusia, hari-hari kelahiran, hari-hari baik dan

buruk.

Selain itu, terdapat juga cendrane pawuakon yang merupakan

penjelasan tentang wuku landep, wuku sita, wuku rukil, wuku kurantil,

wukutolu, wuku gumbrek, wuku warigalit, wuku wariagung, wuku

djulungwangi, wuku sungsang, sampai wuku watugunung. Kemudian ada

penjelasan tentang pratelaning padangan, pratelaning paring kelang,

masing-masing wuku, dan masih banyak lagi yang semuanya terkait

dengan kebutuhan perhitungan bagi masyarakat itu sendiri untuk

menjalankan kehidupan sehari-hari. Sehingga dalam kalender kejawen

tidak hanya mempunyai arti dan fungsi sebagai petunjuk hari, tanggal,

hari libur dan hari keagamaan tetapi menjadi dasar dan ada hubungannya

dengan apa yang terdapat dalam petangan jawi.

Dengan adanya kebutuhan manusia yang banyak maka Primbon

menjadi alternatife bagi kebanyakan masyarakat Jawa dalam

menghadapinya. Hal ini merukan sebuah kewajaran dikarnakan

masyarakat Jawa yang kental akan budaya mitologi yang telah ditanamkan

sejak usia dini dalam mengajari anak-anaknya.

D. Metode Penetapan Hari Raya Idul Fitri Jama’ah Aboge Dusun Losari

Menurut penjelasan yang dikemukakan oleh bapak Kasten selaku

sesepuh Aboge di Dusun ini, dalam penetapan hari raya Idul Fitri Jama’ah

56

Aboge Dusun losari menggunakan metode penyesuaian. Yang dimaksud

adalah penesuaian antara tahun, hari dan pasaran dalam kalender

Syamshiyyah Masehiah, Hijriah Qamariah dan pasaran dalam kalender

Jawa dengan alamak Aboge yang dimiliki oleh para sesepuh Aboge di

Dusun ini. Maksudnya adalah dengan mencocokkan hari serta pasaran

dalam kalender, disesuaikan dengan almanac Aboge yang ada. Dalam

almanak kalender Aboge telah ditetapkan awal bulan untuk setiap tahun

untuk hari raya Idul Fitri tahun ini Aboge Dusun losari menyatakan akan

jatuh pada hari sabtu legi. Kemudian setiap tahun dan bulan berjalan

secara bergantian antara tahun satu dengan yang lainnya. Tidak

sebagaimana pemerintah yang melalui proses rukyatul hial serta

pencocokan dengan metode Hisab. Berikut adalah hari serta pasaran dalam

kalender Aboge bulan Poso dan Syawwal.

NO TAHUN POSO BODO KETERANGAN

1 ALIP 2 E 4 E 1 AHAD A LEGI

2 EHE 6 D 1 D 2 SENEN B PAING

3 JIMAWAL 4 D 6 D 3 SELOSO C PON

4 JE 1 C 3 C 4 REBO D WAGE

5 DAL 5 B 7 B 5 KEMIS E KLIWON

6 BHE 3 B 5 B 6 JUM'AT

7 WAWU 7 A 2 A 7 SETU

8 JIMAKHIR 4 E 6 E

Metode Aboge di Dusun losari ini terbilang metode yang sanggat

sederhana karena tidak perlu adanya pengetahuan akan posisi hilal ataupun

standar kenaikan hialal diatas ufuk. Berikut adalah alamanak kalender

Aboge di desa losari awal bulan setiap tahunnya:

57

No Sasi/Tahun Alip Ehe Jimawal Ze Dal Be Wawu

1 Suro Rebo

Wage

Ahad

Pon

Jum'ah

Pon

Selasa

Pahing

Sabtu

Legi

Kamis

Legi

Senin

Kliwon

2 Sapar Jum'ah

Wage

Seloso

Pon

Ahad

Pon

Kamis

Pahing

Senen

Legi

Sabtu

Legi

Rabo

Kliwon

3 Mulud Sabtu

Pon

Rabo

Pahing

Senen

Pahing

Jum'ah

Legi

Selasa

Kliwon

Ahad

Kliwon

Kemis

Wage

4 Bakdomulud Senen

Pon

Jum'ah

Paing

Rabo

Pahing

Ahad

Legi

Kamis

Kliwon

Selasa

Kliwon

Sabtu

Wage

5 Jumadilawal Selasa

Pahing

Sabtu

Legi

Kamis

Legi

Senen

Kliwon

Jum'ah

Wage

Rabo

Wage

Ahad

Pon

6 Jumadilakhir Kemis

Paing

Senen

Legi

Sabtu

Legi

Rabo

Kliwon

Ahad

Wage

Jum'ah

Wage

Selasa

Pon

7 Rejeb Jum'ah

Legi

Selasa

Kliwon

Ahad

Kliwon

Kamis

Wage

Senen

Pon

Sabtu

Pon

Rabo

Pahing

8 Ruwah Ahad

Legi

Kamis

Kliwon

Selasa

Kliwon

Sabtu

Wage

Rabo

Pon

Senen

Pon

Jum'ah

Ppahng

9 Poso Senen

Kliwon

Jum'ah

Wage

Rabo

Wage

Ahad

Pon

Kamis

Pahing

Selasa

Pahing

Sabtu

Legi

10 Sawal Rebo

Kliwon

Ahad

Wage

Jum'ah

Wage

Selasa

Pon

Sabtu

Pahing

Kamis

Pahing

Senin

Legi

11 Apid

Kemis

Wage

Senen

Pon

Sabtu

Pon

Rabo

Pahing

Ahad

Legi

Jum'ah

Legi

Selasa

Kliwon

12 Besar

Sabtu

Wage

Rabo

Pon

Senen

Pon

Jum'ah

Pahing

Selasa

Legi

Ahad

Legi

Kamis

Kliwon

Dalam tahun Jawa Aboge periodesasi berjalan selama 8 tahun

perjalanan(satu windu). Dalam satu windu terdapat 8 tahun. Kemuudian

setiap tahun dalam satu windu memiliki nama tahun dan ketentuan yang

berbeda. Diantaranya adalah tahun Alip, Ehe, Djimawal, Dje, Dal, Be,

Wawu, dan yang terahir adalah tahun Dajimakir. Akan tetapi

penggetahuan yang dikemukakan ini merupakan pengetahuan yang

bersifat paten, makasudnya adalah pengetahuan yang tidak diketahui oleh

mereka yang melaksanakannya dalam hal sebab mengapa kalender Jawa

dalam satu windu selama 8 tahun lamanya. secara umur dalam Hisab

58

Kejawen, dikenal tahun wastu yang artinya pendek dan wuntu yang

artinya panjang. Dalam tahun pendek umur bulan besar berjumlah 29 hari

dan dalam tahun panjang umurnya 30 hari. Satu windu (8) ada tiga tahun

panjang yakni tahun ehe, dal, jimakir, umurnya setiap satu tahun adalah

355 hari. Kemudian 5 tahun lainnya adalah tahun pendek yaitu tahun Alip,

tahun Jimawal, tahun Je, tahun Be, dan tahun Wawu umurnya setiap satu

tahunnya adalah 354 hari. Jadi secara umum perhitungan yang menjadi

patokan atau dasar bagi masyarakat (Dusun Losari) adalah perhitungan

tersebut yang sampai sekarang masih menjadi sebuah pedoman untuk

diteruskan dan dijaga. Perhitungan yang terdapat diataslah yang menjadi

pedoman mereka, yang menandakan bahwa umur bulan pada setiap

tahunnya adalah tetap. Jadi ketika akan menentukan bulan-bulan Poso dan

Riyaya pada tahun berikutnya tidak mengalami kesulitan karena bulan-

bulan pada tahun seterusnya akan sama dan berjalan tetap.

Untuk Mengetahui awal bulan kallender Aboge gunakanlah table

ini. Yaitu dengan manambahkan hari awal tahun dengan angka dan hari

pasaran yang ada pada masing masing bulan.

NO BULAN HARI PASARAN

1 SURO 1 1

2 SAPAR 3 1

3 MULUD 4 5

4 BA'DO MULUD 6 5

5 JUMADIL AWAL 7 4

6 JUMADIL AKHIR 2 4

7 REJEP 3 3

8 RUWAH 5 3

59

9 POSO 6 2

10 SAWAL 1 2

11 SELO 2 1

12 BESAR 4 1

CONTOH :

Bila bulan suro ditahun wawu adalah senen kliwon maka

untuk mengetahui awal bulan sawal adalah dengan

menambahkannya 1 hari dan 2 untuk pasarannya, dihitung

mulai dari hari senen pasaran kliwon= senen paing. Untuk

mengetahui awal bulan poso maka awwal bulan suro

ditambah 6 untu hari dan 2 untuk pasaran= jum’ah pasaran

paing.

Kemudian penulis menanyakan terkait denga bagaimana cara

menentukan hari raya Idul Fitri jikalau belum diketahui tahunnya.

Kemudian untuk menentukan kapan jatuhnya Idul Fitri yang belum dapat

diketahui jenis tahunnya maka bapak kastin menJawab dengan cara tahun

ini sebagai tahun patokan pada tahun yang di cari. Beliau mencontohkan

semiisal yang di cari adalah Idul Fitri 3 tahun mendatang. Beliau

menjawab tahun ini adalah tahun dal maka ditambah 3 tahun kedepan

adalahh tahun jimakhir, tahun jimakhir dalam bulan Syawal maemiliki

ketentuan bahwa tanggal 1 Syawal jatuh pada hari jum’at kliwon. Maka

Idul Fitri 3 tahun kedepan jatuh pada hari Jum’at Kliwon. Tetapi ketika

ditanyakan mengenai tanggal berapa masehinya beliau tidak menJawab

60

pertanyaan dari penulis. Dalaam wawancara yang dilakukan peneliti ,

peneliti mengali pendapat tentang penetapan hari raya Idul Fitri di tahun

ini(1439 H/ 1946 tahun Jawa) dimana Rukyah baik pemerintah, NU

ataupun Muhammadiah menetapkan bahwa hariraya Idul Fitri akan jatuh

pada hari Jum’at Legi denan perhitungan bahwa ijtima’ terjadi pada hari

kamis pukul 02:43:13 WIB kemudian tinggi hilal saat matahari terbenan

adalah 8° 08' 10.06".dengan bertanya kapan jatuhnya Idul Fitri di tahun

ini? Bapak Sokimin selaku salahsatu sesepuh aboge mengemukakan

Jawaban sebagai berikut:

“Niki tahun dal, tahun dal meniko sawal dumawah wonten dinten

Sabtu Pahing. Dados Idul Fitrinipun mangkeh dinten sabtu paing.

Posone sareng nangin badan ne benten, keranten pitung aboge

meniko sasi poso 30 dinten mboten bakal berubah saking 30

dinten. yen pemerintah netepaken bodo dinten jum’atipun geh

monggo mawon, ananging kulo tetep bodone mangkih dinten sabtu

pahing. Kulo mboten wanton ngerubah nopo ingkang dados

warisane poro leluhur kulo”

Dari penggabungan keduanya kemudian, di penanggalan atau

perhitungan secara lengkap yang berbentuk kalender Aboge (tahun alip

yang jatuh pada hari rabu wage), penanggalan atau kalender yang dibuat

diberi judul “Dino Tibaning Tanggal Siji Jawa” (Aboge).

E. Latar belakangg Existensi perhitungan Jama’ah Aboge desa Losari

Dengan hanya merujuk pada buku Primbon Jawa maka tidaklah

cukup untuk mengetahui sebab dari existensi perhitungan Aboge dalam

penetapan hari raya Idul Fitri di Dusun Losari. Menurut kepala Dusun

Losari, masih exisnya perhiitungan Aboge ditengah kemajuan ilmu dan

tehnologi dalam penentuan awal bulan Hijriah sebagai penentu daripada

61

hari raya Idul Fitri adalah karena masyarakt Aboge di Dusun ini

merupakan kelompok mayoritas, yang masih sangat kuat berpegang teguh

dengan budaya leluhur. masih kuatnya pedoman para sesepuh Aboge

didesa ini dalam hal memegangi warisan para leluhur mereka. Maka

menyebabkan jamaah Aboge masih berpegang pada cara yang para leluhur

mereka ajarkan dalam hal penetapan hari raya Idul Fitri. Sedangkan

menurut dari sesepuh Aboge sendiri mengemukakan bahwa masih

diaplikasikannya metode Aboge dalam menentukan hari raya Idul Fitri,

menurut mereka perhitungan Aboge merupakan sebuah bentuk kekayaan

intelektual keilmuan yang berkembang, artinya metode ini merupakan

metode yang meskipun berbeda dengan perkembangan keilmuan harus

dihormati tentang keberadaannya dan harus diamalkan sesuai denga

pengetahuannya. Selain dari yang dikemukakan diatas sebab lainnya

adalah keyakinan para Jama’ah Aboge terhadap metode yang telah

diajarkan para leluhur mereka dalam hal penetapan hari raya Idul Fitri. Hal

ini tidaklah lepas dari pengaruh orang tuanya yang mengajarkan anaknya

untuk mengikuti para sesepuh Aboge ini, sehingga secara tanpa disadari

telah berperan dalam existensi perhitungan Aboge di Dusun ini. Artinya

sebagaimana ketika seseorang melanggar sebuah garis yang telah

ditentukan jalan baginya maka ketika dilanggar akan mendapatkan

hukuman. Begitu paula keyakinan yang di yakini oleh Jama’ah Aboge

Losari, ketika tidak mengikuti perhitungan yang ada maka akan adanya

62

balak yang ditimpakan kepada mereka, meskipun tidak diketahui secara

pasti exsistensi balaknya seperti apa.

63

BAB IV

ANALISIS METODE

A. ANALISIS METODE PENETAPAN HARI RAYA IDUL FITRI

1. PERHITUNGAN ABOGE DESA LOSARI

Awal mula perhitungan Aboge di Dusun ini memanglah tidak

dapat diketahui secara pasti. Namun perhitungan Aboge dalam

penetapan hari raya Idul Fitri model Aboge di Dusun ini merupakan

warisan leluhur para sesepuh. Dengan mencari keterangan di sumber

lain dengan cara pendekatan penyesuaian antara tahun bulan dan hari,

dapat diketahui bahwa sisitem Hisab Aboge di Dusun losari ini

merupakan system Hisab kalender Jawa. Yang awal mulaya adalah

berpatokan pada system peredaran bumi mengelilingi matahari

(Izuddin, 20008: 3). Namun di tahun 1555 tahun Aji Saka kalender ini

di senyawakan dengan kalender Hijriah oleh sultan Agung Hanyokro

Kusumo dari kerajaan Mataram(Kemenag, 2013: 12). Kemudian

disebut kalender Jawa Islam. Yang mulanya menggunakan system

peredaran bumi mengeliling matahari/ Syamsiah(solar system) dirubah

menjadi System Qamariah (lunar system) atau berpedoman pada bulan

mengelilingi bumi. Penyesuaian ini dilakukan oleh Sultan Agung

dengan tujuan untuk menyelaraskan kegiatan ibadah-ibadah

masyarakat yang telah banyak memeluk agama Islam. Akan tetapi

tahun kalender Jawa Islam ini sendiri masih meneruskan tahun

Saka(tahun dari kalender Jawa). Kalender Jawa Islam yang di tetapkan

64

oleh sultan agung ini mempunyai perbedaan mendasar dengan

ketentuan yang ada pada kalender Hijriah.

Dalam kalender Jawa Islam mempunyai ketentuan 1 windu

adalah 8 tahun. Yang mana Delapan tahun dari satu windu dari tahun

Jawa mempunyai nama dan filosofi tersendiri serta ketentuan yang

berbeda-beda. Adapun nama-nama tahun dalam kalender Jawa Islam

adalah Alip, Ehe, Jimawal, Je, Dal, Bhe, Wawu dan Jimakhir.

Sedangkan dalam kalender Hijriah menyatakan bahwa satu windu

sama dengan 30 tahun(Materi Seminar Imsakiah PIP Tremas 2004).

Meskipun kalender Jawa Islam merupakan produk dari kalender Jawa

yang disenyawakan dengan kalender Hijriah akan tetapi mempunyai

ketentuan yang tidak sama dengan kalender Hijriah. Hal ini terjadi

karena dalam penentuan waktu selama satu tahun antara tahun Jawa

Islam dan Hijriah adalah berbeda. Dalam tahun hijriah satu tahu

selama 354 11/30 hari atau sama dengan 354 hari lebih 8 jam 48 menit.

Sedangkan dalam tahun Jawa Islam 354 3/8 hari, samadengan 354 hari

lebih 9 jam.

Siklus satu windu tahun Jawa Islam terdapat tahun panjang dan

pendek, jumlah hari dalam satu tahun yakni 354 hari yang kemudian

disebun tahun wastu(tahunn pendek) dan 355 hari yang kemudian

disebut tahun wuntu(tahun panjang).

Akan tetapi dalam kalender Jawa Islam yang disusun oleh

Sultan Agung ini memiliki ketentuan setiap 120 tahun sekali tahun alip

65

akan selalu dikurangi 1 hari Sebagai penyesuaian dengan kalender

hijriah. Karena Hisab Kalender Jawa akan terpaut 1 hari tiap 120

tahun dengan sistem Kalender Hijriah, maka dilakukan koreksi dengan

jalan pengunduran 1 hari pada setiap 120 tahun. Penyesuaian ini

disebut pergantian huruf atau khuruf. Mengapa selisih 1 hari dalam 120

tahun?, karena 1 tahun peredaran Bulan Jawa selama 354 3/8 hari atau

354 hari 9 jam, sedangkan 1 tahun peredaran Bulan Hijriah selama 354

11/30 hari atau 354 hari 8 jam 48 menit.

Tahun Jawa, 120 X 354 3/8 = 42525 hari

Tahun Hijriah, 120 X 354 11/30 = 42524 hari

Selisih -------------------------------- 1 hari ( lebih banyak tahun Jawa)

Dari hal inilah maka muncul nama-nama periodisasi dalam

120 tahun pasti berganti. Berikut periodisasai pergantian 120 tahun

tahun Jawa Islam:

No Huruf Jawa Masehi Masa

1 Ajumanis 1 Suro1555 08 Juli 1633 120 Tahun

2 Amiswon 1 Suro 1675 11 Desember 1749 72 Tahun

3 Aboge 1 Suro 1747 22 Agustus 1821 120 Tahun

4 Asapon 1 Suro 1867 24 Maret 1936 120 Tahun

5 Anenhing 1 Suro 1987 10 September 2052 120 Tahun

Melihat tabel di atas, maka semestinya tahun Aboge telah habis

masa berlakunya sekarang adalah tahun Asapon. Dimana tahun Alip

dimulai pada hari Selasa Pon. Namun tidak semua masyarakat

mengetahui perubahan tahun tersebut, sehingga sampai sekarang masih

66

ada masyarakat yang mengikuti system Aboge. Inilah yang terjadi

pada Jama’ah Aboge di Dusun Losari.

Sebagaimana Kraton Yogyakrata yang merupakan pusat

kebudayaan Jawa saat ini telah menggunakan Asapon. Selain itu,

Kalender Islam Jawa di Kraton Yogyakarta yang hanya mendasarkan

pada Hisab Urfi (paten) teryata hanya digunakan dalam hal-hal

ceremony tradisi keagamaan semacam grebeg, numplak wajik, towong,

sekatenan, malem selikuran, bra‟at (apemam), megeng dan tidak ada

kaitannya dengan masalah ibadah termasuk ibadah puasa Ramadan

maupun mengakhirinya dengan pelaksanaan Idul Fitri, dan juga pada

pelaksanaan Idul Adha. Di Kraton Yogyakarta dibedakan antara tradisi

dan ibadah. Ketika event tradisi dasarnya adalah penanggalan Jawa

Islam tersebut, sedangkan dalam pelaksanaan ibadah mengikuti

pemerintah(Hambali, 2003: 15)

2. Sumber dasar dan fungsi Perhitungan Aboge

Dari data yang diperoleh. Jama’ah Aboge di Dusun Losari

tidak memiliki kitab ataupun pedoman khusus dalam melakukan

perhitungan guna penentuan hari raya Idul Fitri. Menurut pemaparan

yang dikemukakan oleh sesepuh Aboge di Dusun ini, kitab yang di

jadikan pedoman bagi Jama’ah Aboge dalam perhitungan adalah

“Primbon jowo” yang keberadaannya terdapat berbagai macam

Primbon. Seperti BETALJEMUR ADAMMAKNA, SABDA GURU,

SABDA PANDITO RATU dan masih ada beberapa lagi. Hal ini

67

tidaklah berbeda dengan penganut Hisab Jawa Aboge yang ada di

Dusun Golak yang menggunakan buku induk Primbon Jawa Sabda

Guru Kahimpun Dining Sph Handanamangkara.

Sedangkan di Desa Kracak, Kecamatan Ajibarang, Kabupaten

Banyumas, penganut Aboge di sana Saat ini kitab yang mereka

gunakan adalah kitab “Turki” kitab ini bukanlah kitab yang berasal

dari Turki ataupun menggunakan bahasa Turki, yang dimaksud adalah

“tuture si kaki” (perkataan nenek moyang mereka). Masyarakat tidak

pernah belajar secara khusus tentang penetapan hari raya Idul Fitri

dengan pedoman kitab ataupun buku tertentu, mereka hanya belajar

secara turun-temurun dari nenek moyang mereka Saat ini kitab yang

mereka gunakan adalah kitab “Turki” kitab ini bukanlah kitab yang

berasal dari Turki ataupun menggunakan bahasa Turki, yang dimaksud

adalah “tuture si kaki” (perkataan nenek moyang mereka). Masyarakat

tidak pernah belajar secara khusus tentang penetapan hari raya Idul

Fitri dengan pedoman kitab ataupun buku tertentu, mereka hanya

belajar secara turun-temurun dari nenek moyang mereka.

Artinya dari segi dasar perhitungan yang dijadikan pedoman

Jama’ah Aboge Dusun losari dalam menetapkan hari raya Idul Fitri

bukan berdasar Nas Al-Quran ataupun Hadis Nabi Saw. Yang mana

keduanya adalah merupakan sumber Hukum Islam yang harus

dijadikan sebagai pengangan dalam melakukan segala sesuatu selain

dari pada Ijma Dan Qiyas. Mengingat pentingnya sumber hukum ini

68

karena menjadi tolak ukur dari sah dan tidaknya ibadah yang

dilakukan, sesuai dengan tuntunan yang diajarkan dalam beribadah

atau tidak maka setiap segala sesuatu yang berkaitan dengan ibadah

haruslah terdapat tuntunan yang mendasarinya baik dari Al-Quran, As-

Sunnah(Hadis), Ijma ataupun Qiyas, jikalau tidak ada yang dijadikan

dasar sebagai tuntunan maka ibadah yang dilakukan tidak sah atau

ditolak. Sebagaimana hadist nabi saw:

ث نا-9927 ث نا ي ع قوب، حد عن محم د، ب ن ال قاسم أبيو،عن عن د،سع ب ن إب راىيم حد

ها، الل و رضي عائشة، دث وسلم:من عليو اهلل صلى اهلل رسول قال قالت عن في أح

ف هورد . فيو لي س ما ىذا أم رنا

“telah menceritaakan kepada kami Ya‟kub, Telah

Menceritakan kepada kami Ibrahim bin sa‟ad, dari ayahnya

dari al-qasim bin Muhammad, dari aisyah berkata: Rasulullah

saw bersabda” Barang siapa yang mengada-ada dalam urusan

agama kami ini yang bukan berasall darinya maka amalan

tersebut tertolak” (HR. Bukhori, 3:241)

Dari sudut pandang sumber perhitungan, maka metode

perhitungan Aboge Dusun Losari dalam penentapan hari raya Idul Fitri

yang mendasarkan pada tunutunan para leluhur yang di cantumkan

dalam buku Primbon tidak tepat untuk diimplementasikan. Karena

dalam penentuan hari raya Idul Fitri, di dalamnya memuat prilaku

ibadah kepada ALLAH SWT. Jika demikian maka prilaku ini tidak ada

69

kesesuaian dengan Hukum syari’at, maka tidaklah sah untuk dilakukan

guna menentukan akhir dari puasa Ramadhan dan hari raya Idul Fitri.

3. Analisis Existensi Perhitungan Aboge

Ditengah kemajuan ilmu dan tehnologi yang perkembangannya

begitu cepat menyebar keseluruh pelosok nusantra Dusun Losari Desa

Gunungsari masih menggunakan metode petung Jawa dalam

melakukan segala sesuatunya. Dari dulu sampai sekarang perhitungan

ini masih diberlakukan di Dusun ini. Meski sebenarnya sifat sebuah

keilmuan itu berkembang dan berubah sesuai dengan waktu/

zammannya akan tetapi di Dusun ini sebuah bentuk keilmuan petangan

Jawa yang merupakan warisan dari pengetahuan dan pengalaman

orang-orang terdahulu masih diberlakukan sampai saat ini. Hal ini

merupakan sebauah kemunduran dari sebuah keyakinan terhadap

konsep kebenaran secara ilmiah. Karena ilmu yang sudah terbukti

kebenarannya tidak dapat berperan secara komprehensif dalam

kehidupan keyakinann masyarakat. Adapun yang melatar belakangi

masih tetap berlakunya petangan Jawa Aboge ini adalah:

a. Dasar dari perhitungan

Primbon Jawa dalam hal penetapan hari raya Idul Fitri

Jama’ah Aboge Dusun losari menjadi sumber dari perhitungan. Al-

Quran dan Al-Hadis bukan menjadi dasar mereka dalam

penetapannya, meskipun penetapan hari raya Idul Fitri merupakan

sebuah bentuk penetapan hari beribadah. Hal ini menjadi salah satu

70

penyebab masih diberlakukannya petangan abboge. Karena sumber

yang digunakan bukanlah Al-Quran ataupun Al-Hadis dimana

kepercayaan terhadap petuah nenek moyang masih dipegang dan

diyakini secara kuat di Dusun ini. Dari pendapat penulis,

keyakinan yang dipertahankan oleh Jama’ah Aboge Dusun losari

merupakan bentuk manifestasi dari kurang memahaminya Jama’ah

Aboge dalam hal penetapan hari raya Idul Fitri yang disyari’atkan

dalam Islam. Tidak mengetahui pentingnya metode yang

dianjurkan nabi dalam hal penentuan waktu beribadah. Hal ini

wajar kiranya karena segi keilmuan yang tidak diperbaharui dalam

diri Jama’ah dan sesepuhnya. Selain itu dari sumber yang

digunakan yakni prembon Jawa belum adanya perubahan dari

Aboge ke Asapon dari setiap petangan yang dilakukan. Artinya

petangan yang ada sesuai dengan perhitungan masa Aboge belum

direvisi dan dirubah kedalam petangan sisitem Asapon.

b. Kurangnya Sosialisasi Kalender Jawa.

Minimnya sosialisasi penanggalan Jawa sangat lah

mempengaruhi penggunaan Hisab Jawa Aboge di Dusun Losari

saat ini. Masyarakat hanya mengenal Hisab Jawa Aboge saja.

Perubahan tahun Aboge ke tahun Asapon dalam Hisab Jawa sama

sekali tidak diketahui olah mereka. Masyarakat Aboge di Losari

memang tidak mengetahui adanya perubahan tahun Jawa. Seperti

telah diuraikan dalam bab sebelumnya, penganut Aboge di Dusun

71

Losari tidak mengetahui jika ada tahun Ajumgi. Selanjutnya

berganti ke Amiswon, Aboge, dan Asapon. Tahun Jawa Aboge

yang seharusnya sudah berakhir pada tahun 1936 M namun masih

digunakan oleh masyarakat Aboge desa Losari, kurangnya

sosialisasi tersebut karena saat itu masih dijajah oleh Belanda 3,5

abad dan Jepang beberapa tahun, sehingga pihak Kraton tidak bisa

memberi informasi tentang perubahan dari Aboge ke Asapon.

Perubahan tersebut sesuai dengan pengumuman serat kekancingan

Kraton no 54 tanggal 5 Pebruari tahun 1933 M, yakni perubahan

Aboge ke Asapon. Penduduk Jawa hanya mengenal sampai periode

Aboge sekitar tahun 1800 Jawa. Pada masa itu Negara kita dalam

suasana menderita, sehingga tidak sempat memikirkan tentang

kalender Jawa apalagi yang berlaku secara umum adalah Kalender

Masehi. Sampai sekarang orang-orang Jawa yang kelahiran tahun

1930 M dan masih hidup, hanya Kitab yang digunakan sesepuh

Jama’ah Aboge dalam penetapan hari raya Idul Fitri bukan Al-

Quran, Hadis atau kitab-kitab ulama Islam. Buku/ kitab Primbon

yang menjadi pegangan bagi para sesepuh ini masih menggunakan

perhitungan system Aboge.

c. Pendidikan yang relative rendah dari kebanyakan masyarakatnya.

Penganut Aboge yang ada di Dusun Losari kebanyakan adalah

orang-orang tua yang memiliki latar belakang pendidikan SD atau

bahkan tidak sampai selesai. hampir Sebagian besar masyarakat di

72

DusunLosari mengikuti penentuan awal bulan kamariah dengan

Rukyah Jawa sistem Aboge, nilai kuantitasnya mencapai 60%

persen. Akan tetapi lambat laun pengikut Aboge berkurang seiring

banyaknya anak-anak yang masuk sekolah dan wafatnya para

sesepuh yang kuat pengaruhnya. Faktor pendidikandan

perkembangan informasi sangatlah mempengaruhi keberadaan

masyarakat Aboge di Dusun Losari. Semakin banyak masyarakat

yang mengikuti pendidikan formal, akan menjadikan semakin

berkurangnya pengikut Aboge di Desa Losari.

Pendidikan yang rendah merupakan salah satu faktor bagi

masyarakat yang saat ini masih meyakini Rukyah Jawa Aboge

dalam penentuan hari raya Idul Fitri. Potret ini terlihat dari

perkembangan penganut Rukyah Jawa Aboge. Dari tahun-ketahun

tidak mengalami perkembangan namun malah penurunan. Karena

semakin banyak anak-anak yang masuk sekolah dan banyaknya

tokoh-tokoh utama yang menganut Rukyah Jawa Aboge meninggal

dunia. Sehingga semakin lama pengaruh Rukyah Jawa Aboge

semakin redup. Aboge yang ada di Dusun Losari bukanlah sebuah

organisasi seperti Muhammadiyah ataupun NU sehingga tidak ada

regenerasi dan juga tidak menyiapkan generasi secara khusus.

d. Keyakinan masyarakatnya.

Keyakinan ataupun kepercayaan masyarakat yang

mengiktuti Hisab Jawa Aboge di Dusun Losari masih sangat

73

kental, sehingga masukan-masukan yang datangnya dari luar sering

kali sulit untuk diterima oleh masyarakat. Misalkan masukan yang

datangnya dari organisasi NU disekitar desa Losari, menurut

penuturan Kh. Subhi selama ini sudah pernah memberikan

sosialisasi terkait pemahaman persoalan penentuan awal bulan

Qomariah. Hendaknya persoalan penentuan awal bulan Qomariah

dibedakan antara tradisi dan Agama. Namun demikian, kami

sebagai warga NU mengambil sikap toleransi dalam menyikapi

perbedaan penentuan awal bulan yang ada di masyarakat. Sikap

agree indisagreement(ittifaq fi al-ikhtilaf). Masyarakat yang saat

ini masih mengikuti penanggalan Jawa dengan sistem Aboge

meyakini, bahwa Aboge merupakan peninggalan para leluhur

mereka. Peninggalan ini harus terus dilestarikan dalam rangka

memberikan penghormatan kepada leluhur. Kepercayaannya

terhadap leluhur telah mendarah daging di hati mereka, sehingga

sampai sekarang mereka tetep berusaha untuk melestarikan Hisab

system Aboge tersebut. Penggunaan Hisab Jawa Aboge sebagai

penentuan hari raya Idul Fitri merupakan salah satu dari

pemanfaatan HIsab Jawa Aboge tersebut. Hisab Jawa juga

digunakan dalam penentuan hari menyangkut adat-istiadat yang

mereka pegangi, seperti Suronan, sedekah bumi, dan juga

meyangkut petangan Jawa yang berhubungan dengan penentuan

74

hari tertentu yang dianggap hari baik bagi masyarakat yang

meyakini Hisab Jawa Aboge.

4. Analisis Metode Perhitungan Aboge

Penganut perhitungan Aboge di Dusun Losari Desa

Gunungsari murni menggunakan Hisab dalam penentuan awal bulan

Qomariah, tidak seperti aliran-aliran lokal lain, seperti Jamaah an-

Nadir yang ada di Sulawesi yang melakukan rukyat terhadap pasang-

surut air laut, penganut Aboge yang ada di Dusun Golak desa Kenteng

Ambarawa, berdasarkan penelitian Ahmad Izzuddin, Aboge di Dusun

tersebut juga berdasarkan rukyatul hilal (observasi dengan mata

telanjang saat matahari tenggelam dengan prinsip sudah mletek/

pletek). Jauh-jauh hari mereka telah mengetahui jatuhnya tanggal tanpa

harus menunggu pengumuman dari pemerintah ataupun dari pihak lain

dalam penentuan awal bulan kamariah. Karena dengan perhitungan

Hisab Jawa Aboge yang mereka gunakan, penentuan Hari raya Idul

Fitri bisa ditentukan sampai dengan delapan tahun yang akan datang,

bahkan samapai waktu yang diinginkan. Bahkan Idul fittri yang telah

lalu juga dapat diketahui dengan mudah. Karena keadaan hari yang

telah ditetapkan pada bulan Poso dan Syawal.

Selain masih menggunakan Rukyah Jawa periode Aboge,

Rukyah Jawa merupakan Hisab urfi. Dalam konteks ilmu Falak, Hisab

urfi tidak relevan jika dijadikan pedoman dalam penentuan awal bulan

Qomariah. Karena Hisab urfi dalam penentuan bulan Ramadan selalu

75

berumur 30 hari. Sedangkan dalam konteks ilmu falak bulan Ramadan

bisa saja berumur 29 ataupun 30. Sebagaimana Hadis nabi saw:

حدثناسعيدبنعمروانوسمعابنعمررضىاهللعنهماعنالنبىصلىاهللعليووسلم:

نو رش عوةعس تةر ىمنع اي ذكىاوذكىره الش بسح نلوبتك نلةي ماةم ااناالقون ا

)روهالبخارى(ني ثلثةر مو

“Dari said bin amer bawasanya dia mendengar dari ibnu

umar Nabi saw beliau bersabda: sungguh bahwasanya kamu

adalah umat yang ummi, tidak mampu menulis dan menghitung

umur bulan adalah sekian, dan sekian yaitu kadang 29 hari

dan kadang 30 hari (H.R. Bukhori, 3: 35)

Dari hadis diatas maka akan kita dapati bahwa ketentuan

bilangan hari dalam satu bulannya tidak tetap, terkadang 29 hari dan

terkadang 30 hari. Sedangkan umur bulan menurut Hisab urfi statis,

bulan yang ganjil berumur 30 hari, sedangakan bulan genap berumur

29 hari. Karena hal ini lah maka Hisab urfi tidak dapat digunakan

dalam menentukan waktu yang berkaitan dengan ibadah, sebab

rumusan yang ada pada system Hisab urfi bertenttangan denga Hadis

nabi yang dijadikan landasan dalam menentukan waktu untuk

beribadah. Bulan Ramadan merupakan bulan ganjil sehingga akan

selalu berumur 30 hari menurut Hisab urfi. Hisab yang lebih relevan

jika dijadikan pedoman dalam penentuan awal bulan Qomariah adalah

Hisab hakiki, baik hakiki takribi, hakiki tahkiki, dan hakiki

76

kontemporer. Hisab kontemprer merupakan Hisab yang paling tepat

jika dijadikan pedoman dalam penentuan awal bulan Qomariah,

khususnya bulan ibadah yakni Ramadan, Syawal, dan Zulhijah, karena

menyangkut keabsahan ibadah.

B. Analisi Hukum Islam Terhadap Metode Aboge Dalam Penetapan

Hari Raya Idul Fitri

1. Analisis Hukum Islam Terhadap Sumber Perhitungan Aboge

Sesepuh Aboge Dusun Losari yang menjadi panutan bagi

Jama’ahnya merupakan pemeluk agama Islam yang taat menjalankan

ibadah. Meski dengan tarap pendidikan yang rendah baik formal

ataupun agama, akan teapi kehadirannya menjadi panutan bagi

komunitas Aboge di Dusun ini. Para sesepuh Aboge ini selalu menjadi

rujukan bagi Jama’ahnya dalam rangka akan melakukan hajatan,

sebagaimana menentukan hari pernikahan, mencari hari baik dan lain

sebagainya. Sumber perhitungan yang digunakan oleh sesepuh Aboge

Dusun losari adalah kitab-kitab Primbon. Primbon berasal dari kata

rimbu yang artinya simpanan. Maka Primbon merupakan petangan

Jawa, catatan leluhur yang sudah ada dari dulu berdasarkan

penggalaman baik dan buruk yang dihimpun dalam Primbon.

Maka dalam hal sumber pijakan sebagai penentu hari raya Idul

Fitri, Jama’ah Aboge Dusun ini menggunakan sumber baru, yang mana

sumber baru Jama’ah aboge ini bukanlah termasuk dalam sumber

hukum yang di jadikan penentu dalam segala sesuatu dalam Islam.

77

Jumhurul ulama telah sepakat bahwa dalil-dalil syari‟yyah

yang menjadi sumber pengambilan Hukum-hukum yang berkenaan

dengan perbuatan manusia kembali pada 4 sumber pokok yaitu:

a. Al-Quran

b. As-Sunnah

c. Ijma

d. Qiyas

Dalam mempergunakan dalil tersebut jumhur ulama juga

sepakat bahwa dalil-dalil itu mempunyai urutan sebagai berikut: Al-

Quran, As-Sunnah, Ijma, dan Qiyas. Maka ketika tejadi sebuah

persoalan harus dikembalikan kepada keempat sumber tersebut di

sesuaikan dengan urutan yang pertama sampai ke empat. Meskipun

Ijma’ dan Qiyas merupakan produk ulama/ mujtahid, akan tetapi

keberradaan dari Ijma’ dan Qiyas ini merupakan hasil istimbatul

ahkam daripada Al-Quran dan As-Sunnah.

Adapun bukti penggunaan dalil tersebut diatas ialah firman Allah

dalam surat Annisa ayat 59:

م رمن كم وأوليالر سولوأطيعواالل وآمنواأطيعواياأي هاال ذين ءفيت نازع تم فإن األ ف رد وهشي

منونكن تم إن والر سولالل وإلى مبالل وت ؤ خروال ي و رذلكال سنخي لتأ ويوأح

[٥٦]النساء:

78

"Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah allah dan taatilah

rasul Muhammad, dan ulil amri(pemegang kekuasaan) diantara

kamu. Kemudian jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu

maka kembalikanlah kepada Al-Quran dan rasul sunnahnya, jika

kamu beriman kepada allah dan hari kemudian. Yang demikian itu

lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya.(Q.S. An-Nisa:59)

2. Analisis Hukum Islam Terhadap Petungan Aboge

Dalam menentukan hari raya Idul Fitri tanggal 1 Syawwal tahun

hijriah Islam berpegangan pada prinsip, yaitu Hisab dan Rukyah,

karena pada momen tersebut kedua pemikiran Hisab Rukyah yang

menjadi pegangan serta panutan umat Islam secara umum yang juga

sebagai dasar penentuan bagi pemerintah. Pada dasarnya istilah Hisab

Rukyah berpijak pada cara penentuan waktu ibadah yang digunakan

umat Islam. Secara luas dalam penentuan waktu tersebut, sebagian

umat Islam berpijak menggunakan metode Rukyah sedangkan yang

lain menggunakan metode Rukyah. Oleh karenanya eksistensi Hisab

dan Rukyah menjadi sangat urgen bagi umat Islam mengingat sangat

terkait dengan sah dan tidaknya ibadah yang bererkaitan dengan waktu

tersebut, dalam hal ini yang sangat actual diperbincangkan separti

persoalan awal Ramadhan dan awal Syawwal dan awal Dzulhijjah.

Hal ini menjadi lebih berwarna ketika adanya sentuhan

sebagian budaya lokal atau yang sering menimbulkan corak budaya

tersendiri di luar dugaan, dalam konteks ini disebut faham keIslaman

yang bersifat lokal sebagaimana di Jawa ada istilah Islam Jawa

(kejawen) dalam konteks Hisab Rukyah di Indonesia seperti

79

adanyapemikiran HisabRukyah kejawen diantaranya Ajumgi, kemudian

Akawon, prinsip Aboge dan prinsip Asapon.

Secara etimologi Hisab berasal dari kata حسب, حسبانا, ومحسبة

yang berarti menduga, menyangka, mengira, memandang,

menganggap dan menghitung(Munawwir, 1997:261). Arti yang sama

Kata Hisab memiliki arti menghitung(Muhdlor, 2000: 762). Sedangkan

dalam kamus ilmu falak, Hisab diartikan Arithmatic(Khazin , 2005:

30). Dalam ilmu falak Hisab sering digunakan dalam memperkirakan

posisi matahari dan bulan terhadap bumi untuk mengetahui masuknya

bulan baru dalam kalender hijriah. Khususnya untuk mengetahui awal

bulan baru yang berkaitan dengan waktu beribadah, sebagaimana awal

bulan Ramadhan, Idul Fitri dan Dzulhijjah.

Dalam Al-Quran kata Hisab banyak disebut dan secara umum

dipakai dalam arti perhitungan sebagaimana dalam firman Allah:

ره عددالسنينامنازللت ع لموۥىوال ذىجعلالش م سضيآءوال قمرنوراوقد

بال حق وال حساب ذلكإل مايال ي فصل ماخلقالل و تلقو

٥﴿يونس:ي ع لمون

”Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan

bercahayadan ditetapkan-Nya mazilah-mazilah (tempat-tempat)

bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan

tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang

demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-

tanda (kebesaran-Nya) kepada orang yang mengetahui.”(QS.

Yunus: 5)

80

بانا ص باحوجعلال ي لسكناوالش م سوال قمرحس ذلكت ق ديرال عزيز فالقال

تدوا٦٩ال عليم﴿األنعام: روىوال ذىجعللكمالن جوملت ه وال بح بهافىظلمتال ب ر

فص ل ناال مي ع لمون﴿األنعام:تايقد ٦٩لقو

”Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk

beristirahat, dan menjadikan matahari dan bulan untuk

perhitungan. Itulah ketentuan Allah Yang Maha Perkasa

LagiMaha Mengetahui.(96) Dan Dialah ynag menjadiakn

bintang-bintang bagimu,agar kamu menjadikanya petunjuk

dalam kegelapan di darat dan di laut. Sesungguhnya kami telah

menjelaskan tanda-tanda kebesaran (kami) kepada orang

yangmengetahui.”(QS. Al-An’aam: 96-97)

بان﴿الرحمن الش م سوال قمربحس

”Mataharidan bulan (beredar) menurut perhitungan.”(QS. Ar-

Rahmaan:5).

Tadinya penetapan permulaan puasa dan Idul Fitri dilakukan

dengan cara Hisab. Ini dapat dimengerti karena masyarakat nabi

dikenal sebagai masyarakat yang ummy. Dikalangan mereka baca, tulis

dan ilmu hitung tidak populer(loka karya fakultas syari’ah iain

salatiga, prof. Muh zuhri, 2015:2). Maka ketika illat yang mecegah

terjadinya Hisab dalam penetapan hari raya Idul Fitri telah tertiadakan,

Hisab dapat di berlakukan dalam hal penetepan awal bulan hijriah

yang berhubungan dengan ibadah dengan mendasarkan dari ayat-ayat

tersebut diatas.

81

Dalam praktek penetapan hari raya Idul Fitri Jama’ah Aboge

Dusun Losari menggunakan metode Hisab periode Aboge. Aboge

merupakan sebuah syistem penanggalan Jawa Islam yang menyatakan

bahwa tahun alif jatuh pada Hari Rebo Wage. Pada dasarnya system

Hisab Rukyah kejawen berpijak pada prinsip kalender Jawa, yang

keberadaanya telah disenyawakan dengan kalender hijriah pada tahun

1555 tahun Aji Saka oleh Sultan Agung Hanyokro Kusumo(Kemenag

2013: 12).

Berdasarkan pemaparan dari bapak kasten selaku sesepuh di

Dusun ini mengemukakan bahwa, dalam penetapan hari raya Idul Fitri

Jama’ah Aboge di Dusun ini tidak pernah melakukan musyawarah/

rembuk tentang penetapannya, musyawarah/ rembug hanya dilakukan

oleh para sesepuh tokoh Aboge, guna menyamakan persepsi tentang

pelaksanaan hari raya Idul Fitri yang akan dilakukan. Penyesuaian

persepsi ini dilakukan dengan cara saling tukar pengetahuan yang

dimiliki terkait penetapan hari raya Idul Fitri.

Jama’ah Aboge Dusun Losari tidak pernah melakukan Rukyah

terhadap hilal awal Syawwal. Rukyah tidak dilakukan karena

kepercayaan Jama’ah Aboge di Dusun ini terhadap kalender Jawa

system Aboge yang diwariskan dari para leluhur mereka. Akibat

hukumnya maka penetapan yang dilakukan oleh jamaah Aboge Dusun

losari ini tidak sesuai denga metode yang diajarkan oleh Rasulullah

dam menentukan bulan baru Syawwal. dalam metode yang diajarkan

82

oleh rasullullah terkait dengan penetapan hari raya Idul Fitri mengacu

pada pergerakan bulan baru/ hilal yang dapat diketahui baik melalui

Hisab ataupun Rukyah. Sebagaimana Hadis Nabi Saw.

عنالمسيببنسعيدعنشهابابنعنسعدبنابراىيمأخبرنايحيبنحدثنايحي

الهللرأيتماذ :وسلمعليواهللصلىاهللرسولقال :قال ,عنواهللرضيىريرةابى

)مسلمرواه(فاقدروهعليكمفافتروافانغمرأيتموهاذاوفصوموا

“jika kamu melihat hilal, maka berpuasalah, dan bila kamu

melihat hilal maka berbukalah. Bila hilal itu tertutup awan

maka takdirkanlah(kira-kirakanlah) ia”. (HR. Muslim, Jus 3:

122)

Pada Hadis ini mengemukakan اذ رأيتم الهالل فصىمىا (kamu

melihat hilal maka berpuasalah). Dari kalimat ini maka menunjukkan

bahwa hilal dijadikan patokan dalam berpuasa. Artinya puasa

Ramadhan sah dilakukan apabila telah terlihat hilal bulan Ramadhan.

Dan kalimat و اذا رأيتمىه فافتروا dan jika kamu melihatnya maka

berbukalah, hal yang sama juga dikemukakan dalam kalimat ini,

dimana hilal dijadikan pedoman dalam menentukan akhir dari puasa

pada bulan Ramadhan sekaligus dalam nenetapkan hari raya Idul Fitri.

Untuk melihat perbedaan diantara sistem yang berlaku dalam

kalender Islam dengan system Hisab Jama’ah Aboge Dusun Losari,

akan menjadi jelas jika kita memahami prinsip dasar dari penanggalan

yang berlaku dalam kalender Islam. Seperti diketahui, bahwa dalam

83

Islam ada dua metode umum yang dipakai, Hisab dan Rukyah. Berikut

ini adalah prinsip dan metode penghitungan yang dipakai oleh

pemikiran Hisab dan Rukyah yang didasarkan pada hadis Shohih

Bukhari: Dari Hadis riwayat Bukhori Dan Muslim.

حدثناادمحدثناشعبةحدثنامحمدبنزيادقالسمعتأبىىريرةرضياهللعنويقول:

كمسحابفكملواالعدةوافطروالرأيتوفأنحالغبيعليقالالنبىصمصموالرأيتو

الشعبانثلثين

“Dari Adam dari Suaibah dari Muhammad Bin Ziyad berkata

sayamendengar Abu Hurairah berkata bawasanya Nabi SAW

Bersabda: Berpuasalah karena melihat hilal dan berbukalah

kamu karena melihat hilal bila kamu tertutup mendung, maka

sempurnakanlah bilangan bulan Sya‟ban tiga puluh

hari.”(HR.Bukhari, 3: 34).

Dari Hadis di atas tentang hilal, maka diperoleh informasi

bahwa hakekat dari awal bulan baru atau awal bulan Qamariyah adalah

Wujud Al-Hilal yang dapat diketahui dengan Hisab dan Rukyah atau

keduanya sekaligus. Oleh karenanya Hisab dan atau Rukyah itulah

yang menjadi dasar untuk menetapkan awal bulan Qomariyah.

Dalam diskursus ilmu falak, Hisab sebagai metode menentukan

awal bulan qamariah terbagi menjadi dua maca yaitu Hisab hakiki dan

Hisab urfi’. Pengertian dari Hisab haqiqi adalah tehnik perhitungan

yang pada hakikatnya dan seteliti mungkin terhadap peredaran bulan

84

mengelilingi bumi, dengan menggunakan perhitungan yang pasti yang

didasarkan pada siklus bulan dalam mengelilingi bumi melalui kaidah-

kaidah ilmu eksakta yaitu dengan menggunkan segi tiga bola

(spherical trigonometri). Perhitungan hari dalam tiap bulannya tidak

tetap dan tidak beraturan, kadangkala dua bulan berturut-turut umurnya

29 hari atau 30 hari, atau sebaliknya bias terjadi pula bergantian.

Sedangkan Rukyah Hisab Urfi adalah sistem perhitungan

penanggalan yang didasarkan pada adat kebiasaan atau didasarkan

kepada peredaran rata-rata bulan mengelilingi bumi dan ditetapkan

secara konvensional. Sistem Hisab ini menggunakan teori yang cukup

simple dan kuarng detail tingkat keakurasian yang dimiliki oleh sistem

Hisab urfi ini. Pengertian dari kedua jenis Hisab ini dikemukakan oleh

jaenal arifin dalam materi fiqih Hisab Rukyah di Indonesia.

Metode Hisab Aboge dan Asapon yang keduanya mendasarkan

pada peredaran rata-rata bulan mengelilingi bumi dikatagorikan pada

Hisab urfi’. Karena mendasarkan pada peredaran rata-rata, bukan pada

hakikat kemunculan hilal pertama awal bulan. Bilangan hari untuk

setiap bulanpun tetap bulan ganjil 30 dan umur bulan genap 29 hari.

Sedangkan dari Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori diatas

menginformasikan bahwa tidak ada ketetapan umur bulan dalam setiap

tahunnya yang kadang-kadang 29 dan 30 maupun sebaliknya, yang

berkaitannya denga awal Ramadhan dan awal Syawwal yang

didasarkan pada perhitungan Hisab dan Rukyah. Intinya bahwa

85

Jama’ah Aboge Dusun Losari tidak dapat memakai penanggalan

Aboge untuk menetapkan hari raya Idul Fitri, karena prinsip yang

termuat dalam system Hisab Aboge di Dusun ini tidak sesuai dengan

tuntunan dalam menentukan hari raya Idul Fitri. Baik dari Al-Quran

maupun Al-Hadis tidak ditemukan kesesuaian prinsip untuk mendasari

system Hisab Aboge di Dusun Losari. karena disisi lain penanggalan

Aboge sudah harus berrotasi ke system Asapon guna penyesuaian

dengan system kalender Hijriah/ syar‟i. Hal ini menunjukkan bahwa

Aboge juga sudah tidak relevan lagi untuk dipakai karena Hisab urfi

tidak dapat digunakan dalam menentukan awal bulan Qamariyah yang

berkaitan dengan pelaksanaan ibadah (awal dan akhir Ramadhan).

Dalam penjelasan yang lain Hisab urfi adalah sistem perhitungan

kalender yang didasarkan pada peredaran rata-rata bulan mengelilingi

bumi yang ditetapkan secara konvensional. Sistem Hisab ini dimulai

sejak ditetapkan oleh khalifah Umar Bin Khattab ra (17 H) sebagai

acuan untuk menyusun kalender Islam abadi. Akan tetapi sistem Hisab

seperti itu tidak dapat dipergunakan untuk menentukan awal bulan

Qomariyah dan untuk pelaksanaan ibadah (awal dan akhir Ramadhan),

karena menurut system ini umur bulan Sya’ban dan Ramadhan adalah

tetap, 29 hari untuk bulan Sya’ban dan 30 hari untuk bulan Ramadhan.

Sementara secara teoritis ghalibiyah yang dapat dipergunakan untuk

menentukan masalah ibadah dalam diskursus Hisab Rukyah adalah

Hisab hakiky baik Hisab hakiky taqribi, atau tahqiqi maupun Hisab

86

haqiqi kontemporer. Sistim perhitungan Aboge yang mereka percaya

itu adalah warisan nenek moyang mereka terdahulu yang juga dasar

dari kitab yang mereka miliki yaitu kitab ”Kitab Prembon”. Dengan

mengikuti Aboge, maka Jama’ah Aboge Dusun Losari telah mengikuti

system kalender Jawa yang telah kadaluarsa. masyarakat Dusun Losari

tidak mengikuti perhitungan atau sistem Asapon, karena system itulah

yang dipakai oleh penganut Hisab Kejawen sekarang pada umumnya

dan juga tidak dapat dipergunakan untuk penentuan-penentuan hal-hal

yang berkaitan dengan ibadah. Karena permasalahan tersebut berkaitan

dengan hukum Islam sehingga ketika berpendapat dan membuat atau

menentukan sebuah penanggalan untuk menentukan bulan Ramadhan

dan Syawwal maka harus memiliki dasar yang kuat dan dapat diterima

oleh orang banyak khususnya umat Islam.

.

87

BAB V

KESIMPULAN PENUTUP

A. KESIMPULAN

Setelah dilakukan pembahasan dan analisis dalam bab-bab

sebelumnya maka berikut ini penulis berikan kesimpulan sebagai berikut:

1. Sebagian masyarakat Dusun Losari Desa Gunungsari Kecamatan

Wonosegoro menggunakan metode penanggalan Aboge dalam

menetapkan hari raya Idul Fitri. Metode penanggalan Aboge

merupakan system kalender Jawa Islam Sultan Agung

Hanyokrokusumo dari Kerajaan Mataram. System Kalender Jawa

Islam merupakan hasil Pesenyawaan kalender Jawa lama kepada

Kalender Hijriah. Jama’ah Aboge Dusun Losari memiliki prinsip

bahwa ajaran Aboge Dalam menetapkan Hari raya Idul Fitri

merupakan warisan leluhur yang tidak dapat ditinggalkan. Ketika

ditelusuri Sistem Aboge sudah dinasakh seharusnya tahun Alif dalam

penanggalan Jawa tidak didasarkan pada perhitungan Aboge (tanggal

1 Suro tahun Alip jatuh pada hari Rebo Wage) akan tetapi sudan

menjadi Asapon(tanggal 1 Suro tahun Alip jatuh pada hari Rebo Pon),

karena pada tahun Jawa sudah mengalami tiga kali perubahan tahun

Alif.

Setiap 120 tahun, tahun Jawa akan lebih banyak 1 hari

dibandingkan tahun Hijriah, karena dalam 120 tahun tahun Jawa Islam

88

mempunyai 45 tahun Kabisat (120 dibagi 8 = 15, kemudian dikalikan

3), sedangkan system tahun Hijriah urfi hanya mempunyai tahun

kabisat sebanyak 44 (120 dibagi 30 = 4, kemudian dikalikan 11).

Sehingga dalam rangka penyesuaian dengan kalender Hijriah harus

dilakukan pengurangan 1 hari setiap 120 tahun. Sebagaimana contoh

tanggal 1 Syawwal 1439 H kemarin. Dari hasil Hisab dan Rukyah

yang dilakukan baik oleh pemerintah, dan Ormas-Ormas Islam serta

ketetapan dalam kalender Hijriah menyatakan bahwa Idul Fitri jatuh

pada hari Jum‟at Legi, hal ini tidaklah berbeda dengan kalender Jawa

sistem Asapon, dimana Asapon juga menetapkan bahwa rioyo jatuh

pada Jum‟at Legi. Karena sebagian masyarakat Dusun Losari masih

menggunakan sistem Aboge yang seharusnya sudah di nasakh maka

jamahah Aboge Dusun Losari menetapkan hari raya Idul Fitri jatuh

pada hari Sabtu Pahing. Dengan ketentuan tahun ini adalah tahun Dal.

2. Menurut Hukum Islam, metode penetapan hari raya Idul Fitri Aboge

Dusun Losari tidak dapat digunakan sebagai acuan untuk menetapkan

hari raya Idul Fitri karena, inti dari metode Hisab Aboge yang

tergolong dalam Hisab Urfi tidak sesuai dengan pemahaman yang

didapatkan dari ayat-ayat ataupun hadis yang dijadikan acuan dalam

menentukan bulan Qamariah.

ره منازللت ع لمواعددالسنينۥىوال ذىجعلالش م سضيآءوال قمرنوراوقد

وال حساب

89

بال حقماخلقالل و مي ع لمون﴿يونس: ذلكإل يتلقو ٥ي فصلاأل

Artinya: ”Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan

bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya mazilah-mazilah

(tempat-tempat) bagiperjalanan bulan itu, supaya kamu

mengetahui bilangan tahun danperhitungan (waktu). Allah

tidak menciptakan yang demikian itumelainkan dengan

hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada

orang yang mengetahui.”(QS. Yunus: 5)

Karena cara yang digunakan berbeda dengan yang ditunjukkan oleh

Syari‟ maka menimbulkan konsekuensi hukum sebagaimana yang

ditunjukkan dalam hadis Nabi Muhammad Saw yang diriwayatkan

oleh Bukhori:

ث نا-9927 ث نا ي ع قوب، حد عن محم د، ب ن ال قاسم أبيو،عن عن سع د، ب ن إب راىيم حد

ها، الل و رضي عائشة، دث وسلم:من عليو اهلل صلى اهلل رسول قال قالت عن في أح

ف هورد . فيو ي سل ما ىذا أم رنا

“telah menceritaakan kepada kami Ya‟kub, Telah

Menceritakan kepada kami Ibrahim bin sa‟ad, dari ayahnya

dari al-qasim bin Muhammad, dari aisyah berkata: Rasulullah

saw bersabda” Barang siapa yang mengada-ada dalam urusan

agama kami ini yang bukan berasall darinya maka amalan

tersebut tertolak” (HR. Bukhori, 3:241)

90

B. SARAN

Atas eksplorasi yang telah penulis paparkan, tentunya banyak hal yang

belum bisa secara tuntas penulis lakukan dalam penelitian ini. Atas dasar

itu, maka beberapa hal kiranya patut dicermati untuk menambal

kekurangan yang ada pada penelitian ini. Dengan berlandaskan sepercik

harapan untuk dapat diambil manfaatnya, ada beberapa saran dari penulis

yang dapat dicantumkan disini, antara lain:

1. Seharusnya pemerintah lebih memperhatikan terkait dengan

permasalahan yang terdapat di Dusun Losari Desa Gunungsari

Kecamatan Wonosegoro, karena hal ini sudah menyangkut

permasalahan ibadah yang sampai saat ini ajaran tersebut (Aboge)

sudah membudaya di Sebagia kalangan Warga Masyarakat Dusun

Losari.

2. Jikalau merupakan kepercayaan yang sudah turun temurun adalah

merupakan sebuah kesulitan. Tapi merubah keyakinan masyarakat

dusun losari harus tetap dilakukan guna kesesuain dengan ajaran Islam

yang berdasar pada Al-Quran Dan Al-Hadis. Salah satunya adalah

dengan pendidikan anak-anak di dusun ini sebagai misi merotasi

keyakinan dari tradisional orang tuanya menuju keyakinan yang sesuai

dengan syari’at Islam.

3. Sebagaimana masyarakat kejawen yang terdapat di daerah Kraton

Yogyakarta mereka mengambil kebijakan dengan menggunakan

penaggalan Jawa dalam hal penetapan tradisi-tradisi kebudayaan yang

91

ada di daerah tersebut dan mengikuti penetapan pemerintah dalam

pelaksaan ibadah mereka seperti memulai puasa Ramadhan dan hari

raya Idul Fitri ataupun Idul Adha.

4. Harus lebih jeli dan teliti dalam dalam membedakan mana budaya adat

istiadat dan kegiatan yang berhubungan dengan ibadah karena

penanggalan Aboge ini terkait dengan permasalahan ibadah dalam

penentuanya. Kajian terhadap kearifan lokal seperti yang ada pada

masyarakat Aboge di Dusun Losari relatif masih jarang dilakukan.

Karena itu penulis menyarankan agar kajian terhadap fenomena itu

terus menerus dilakukan demi pengayaan dalam wacana Hukum Islam.

C. PENUTUP

Dengan mengucapkan syukur ke hadirat Allah SWT, Akhirnya

penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berbentuk skripsi ini,

walaupun karyatulis yang sederhana ini masih perlu banyak pembenahan

akan tetapi penulis berharap, mudah mudahan karya ini dapat membawa

manfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi semua pembaca pada

umumnya. Betapapun usaha keras yang telah penulis lakukan dengan

menghabiskan banyak waktu, moral maupun spiritual, kiranya penulis

menyadari bahwa masih banyak kekurangan atas karya ini. Untuk itu

saran dan kritik yang bersifat konstruktif tentu sangat penulis harapkan

demi perbaikan

karya tulis skripsi ini. Bagi sebagian teman, penulisan karya skripsi

seakan menjadi “penjara akademis”. Dalam beberapa sisi, penulis

92

menyadari ada benarnya apa yang disampaikan oleh beberapa teman

tersebut. Meskipun demikian, meski harus mengurung diri dalam kamar

pengap dalam rangka penyelesaian tugas akhir ini, tetapi perasaan

terkungkung tersebut hilang dan berganti menjadi “hiburan akademis”

yang cukup menantang. Akhir kata penulis selaku penyusun skripsi ini

berkeinginan dengan sepercik harapan, semoga dengan hasil yang teramat

sederhana ini mampu membawa arti serta terkandung nilai manfaat bagi

kehidupan masyarakat pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya.

Amin.

93

DAFTAR PUSTAKA

Suryabrata, Sumadi, Metodologi Penelitian, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

1998

Khalaf, Abdul wahab, ilmu ushul Fiqih, semarang: PT.Karya Toha Putra, 2014

Rifa’I, Moh, Fiqih Islam, Semarang: PT. Karya toha putra , 2014

Maktabah Syamilah, muslim.

DEPAG, Badan Hisab & Rukyah, Almanak Hisab Rukyah.2005. Proyek

Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam Departeman Pendidikan

Nasional, Kamus besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.

DEPAG, Direktoret Pembinaan syari’ah dan hisab rukyah. 2013. ilmu falak

Praktik,Jakarta.

DEPAG, Departemen Agama RI. 2013. Al-Qur’an Dan Tafsirnya, Jakarta.

Izzuddin, Ahmad, Fiqh Hisab Rukyah Kejawen, IAIN Walisongo Semarang: 2015

Moleong, Lexy J. M., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja

Rosdakarya, 1980

Poerwardarminta, W.J.S, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1976

http://id.wikipedia.org/wiki/ Idul Fitri, Tanggal 15 April 2018

94

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek, Jakarta:

Rineka Cipta, 1998.

Munawwir, Ahmad Warson, Kamus Bahasa Arab Indonesia, Jogjakarta :1994

Maktabah syamilah, attirmidzi

Amar, Imron Abu, terjemah Fathul Qarib, menara kudus, kudus: 1982

Maktabah Syamillah, Al-Bukhori,

Kemenag, ilmu Falak, Praktis, 2013

Maktabah Syamilah, Sahih Muslim

Departemen Agama RI, al-quran dan tafsirannya, 1,2,3: 2004

Ruskanda, Farid. 100 Masalah Hisab Dan Rukyah, Gema Insane Press, Jakarta:

1996

Majelis tarjih dan tajdid pimpinan muhammadiah. 2009. Pedoman Hisab

Muhammadiah, Jogjakarta, cetakan ke 2.

Seff, Syaugi Mubarok, Metode Penetapan Hari Raya Idulfitri Di Indonesia

Dalam Tinjauan Hokum Islam, Iain Antasari Press: 2014

Azhari, Susignan, Ensiclopedi Hisab Rukyah, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2012

Thomas jamaludin, Menggagas Fiqih Astronomis,media Indonesia, 9 september

2013

LPKBHI Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo:hlm 3

95

Muhdlor, Kamus Komtemporer Arab Indonesia, Yogyakarta: Multi Karya

Grafika, Tt, 2000

Khazin, Muhyidin, Kamus Ilmu Falak , Jogjakarta: Buana Pustaka, 2005, Cet I,

Musonnif, Ahmad, “Epistemologi Hisab Rukyah”, Ahkam, No. 1, Vol. 14 (Juli,

2012)

Makalah Loka Karya Iain Salatiga Fakultas Syari’ah. 2015. Abdul Basith.

LFNU)(http ://falakiyah. nu. or. id/ Pedoman Rukyat NU.aspx diakses 27 mei 2018

Al-Asyqalani, Ibanatul Ahkam Syarah Bulughul Maram, Dar Al Fikr, Bairut

2008, Juz II, Hal. 288

Nama : Muntaha Fakultas : Syariah

Nim : 21113018 Jurusan : Hukum

Keluarga Islam

Dosen PA : Prof. Dr. Muh. Zuhri, M.A

No

.

Nama Kegiatan Pelaksanaan Keterangan Point

1.

Surat Keputusan Pengangkatan Pengurus

HMPS AS Jurusan Syariah Dan Ekonomi

Islam Tahun 2014 Oleh: Ketua Program

Studi Ahwal Al-Syakhshiyyah STAIN

Salatiga

30 Januari 2014 Pengurus 4

2.

Surat Keputusan Pengangkatan Pengurus

DEMA Fakultas Syari'ah Tahun 2015

Oleh DEKAN F Syariah IAIN Salatiga

01 Juni 2015 Pengurus 4

3.

Surat Keputusan Penunjukan Panitia Opak

F Syariah 2015 “ Aktualisasi Integritas

Mahasiswa Fakultas Syari'ah Melalui

Analisa Sosial Ke-Syari'ahan"

01 Agustus 2016 Pengurus 3

4.

Surat Keputusan Penunjukan Panitia Opak

F Syariah 2016 “ membangun Integritas

Mahasiswa Fakultas Syariah sebagai

Bekal menjadi Ilmuan &Praktisi

Hukum yang Religius & Profesional

oleh: Dekan Fakultas Syariah IAIN

Salatiga

12 Agustus 2015 Pengurus 3

5.

Surat Keputusan Penunjukan Panitia

Seminar Nasional DEMA Fakultas

Syari'ah 2016 “ Analisis Metode

Imsakiah Yang Berkembang Di

Indonesia"

19 Mei 2016 Pengurus 8

6.

Surat Keputusan Penunjukan Panitia

Seminar Nasional DEMA Fakultas

Syari'ah 2015 “ Peran Mahasiswa

Syari'ah Dan Hukum Dalam

Pembangunan Bangsa"

18 Juni 2016 Pengurus 8

7.

Sertifikat Seminar Nasional Peran

Mahasiswa Syari'ah Dalam

Pembangunan Bangsa” Oleh: DEMA

FAKULTAS SYARIAH IAIN

SALATIGA “

27 Juni 2015 Panitia 8

8.

Sertifikat Seminar Nasional

Implementasi Nilai-Nilai Pancasila

Sebagai Benteng Dalam Menolak

10 Februari 2016 Panitia 6

Gerakan Radikalisme” Oleh: DEMA

IAIN Salatiga “

9.

Sertifikat Seminar Nasional Perlindungan

Hukum Terhadap Usaha Mikro

Menghadapi Pasar Bebas Asean" Oleh:

HMPS AS

15 Desember

2014

Panitia 8

10.

Seminar Syiar Ramadhan In Kampus

Menumbuhkan Semangat Berbagi Dan

Kebersamaan Sesama Muslim Dibulan

Suci Ramadhan" oleh: DEMA Fakultas

FEBI.

23 Juni 2016 Peserta 2

11. Sertifikat Seminar Nasional "Rekonstruksi

Ideal Sistem Peradilan Di Indonesia"

Oleh: HMJ AS.

22-Sep-16 Peserta 8

12. Sertifikat Dialog Nasional “Peningkatan

Konsep Hablu minannas Melalui

ramadhan" Oleh: DEMA IAIN Salatiga

19 Juni 2016 Peserta 6

13.

Nusantara Mengaji 300.000 Khataman

AL-Qur’an “Serentak seIndonesia

Untuk Keselamatan dan Kesejahteraan

Bangsa” Oleh: JQH &DEMA IAIN

Salatiga

08 Mei 2018 Peserta 2

14. PIAGAM PENGHARGAAN MAKESTA

Oleh: MWC Nahdlatul Ulama Kecamatan

Wonosegoro

19 Desember

2015

Peserta 3

15. sertifikat seminar nasional perbankan

syari'ah di Indonesia: Antara Teori Dan

Praktik" Oleh HMJ HES

4-Nov-15 Peserta 6

16.

Sertifikat Pubic dan Healing III "

Optimalisasi Kerja Lembaga Untuk

Mewujudkan Kampus Yang Amanah”

Oleh: SENAT MAHASISWA IAIN

Salatiga

20 Oktober 2013 Peserta 2

17.

Sertifikat LIBRARY USER

EDUCATION (Pendidikan Pemakai

Perpustakaan)" oleh: UPT

PERPUSTAKAAN

16-Sep-13 Peserta 2

18. Sertifikat Opak Rekonstruksi Paradigma

Mahasiswa Yang Cerdas, Peka Dan

Peduli" Oleh DEMA STAIN Salatiga

27 Agustus 2013 Peserta 3

19.

Sertifikat Opak “Revitalisasi

Intelektualitas Dan Spiritualitas

Mahasiswa Menuju Kemajuan Bangsa”

oleh: HMJ Syari'ah STAIN Salatiga

29 Agustus 2013 Peserta 3

20. Piagam penghargaan Workshop Imsakiah

Ramadhan 1436 H" Oleh: KEMENAG

13 Mei 2015 Peserta 2

IAIN Salatiga Fakultas Syari'ah

21.

Sertifikat Pelatihan TPQ Mendongeng Certa Islam dan Membuat Alat Peraga

Educative (APE)" Oleh: Youth Of

Bidikmision Limardhlotillah(Ya

bismillah) IAIN Salatiga

04 Juli 2015 Peserta 3

22.

Sertifikat workshop Legal drafting

Pembentukan Pemuda Sebagai Agen

Pengawal” Oleh: SENAT MAHASISWA

Fakultas Syariah IAIN Salatiga

17-Nov-15 Pesrta 3

23. Sertifikat Workshop Pelatihan Naib

Dalam Mengawali bahtera Mahligai

Rumah tangga" Oleh: HMJ AS

16 Mei 2015 Peserta 3

24. Sertifikat MAPABA " Rekonstruksi

mental mahasiswa Dalam Kerangka

Pergerakan" Oleh: PMII Rayon Syari'ah

17-19 Oktober

2014

Peserta 3

25. Sertifikat MAPABA " Menanamkkan

Nilai-Nilai Aswaja melalui Pergerakan

Dalam PMII" Oleh: PMII Rayon Syari'ah

08-10 Mei 2015 Panitia 3

26.

Piagam Penghargaan Sarasehan Akbar"

Komitmen politik Islam Dalam Menata

Arah Masa Depan bangsa indonesia"

Oleh: LDMI, PB HMI

15 Maret 2014 Peserta 2

Jumlah 108

Salatiga, 06 Agustus 2018

Mengetahui,

Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan

Kerjasama Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga

Dr. Ilyya Muhsin, S.H.I., M.Si

NIP. 197909302003121001

1. Almanak kalender Aboge Dusun Losari

2. Sesepuh Aboge Dusun Losari

3. Ketua Rt sekaligus Salah Satu Tokoh Aboge

4. Kegiatan Rutin Yasinan Warga Aboge dan Non Aboge

5. Kegiatan Tadarus Al-Quran Ramadhan Di Musolla Aboge

6. Kegiatan TPA Di Salah Satu Rumah Warga Dusun LOsari