metamfetamin

18
Sejarah Pada zaman purba, manusia berburu binatang, menangkap ikan, memetik daun, menebang pohon, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang pokok, yaitu pangan, sandang, dan papan. Berdasarkan pengalamannya, manusia kemudian mulai mengenal bagian-bagian tanaman atau hewan tertentu yang mempunyai khasiat obat, misalnya ramuan untuk menghilangkan rasa nyeri, menghilangkan demam, dan mengobati luka. Itulah bentuk penggunaan bahan atau zat yang paling primitif untuk tujuan pengobatan (medical use). Dalam ilmu kedokteran sampai sekarang masih digunakan obat- obatan yang berasal dari tanaman atau hewan walaupun jumlah dan jenisnya sudah semakin berkurang, misalnya reserpin (obat untuk menurunkan tekanan darah yang tinggi) berasal dari tanaman Rauwolfia serpentina, efedrin (obat asma bronkial) berasal dari tanaman Efedra trifurka, morfin (penghilang rasa nyeri yang kuat) berasal dari tanaman Papaver somiferum, minyak ikan dan lain-lain. Pada masa kini, sebagian besar obat dibuat secara semisintetik atau sintetik di pabrik-pabrik walaupun akhir-akhir ini ada gerakan kembali ke alam (back to nature), misalnya penggunaan ginseng, Ginkgo biloba, tribestan (Tribulus terrestris L), rheumaplant, rheumakur, cursil (curcuma). Berdasarkan pengalamannya pula, manusia mulai mengenal tanaman atau senyawa yang bila digunakan dapat menimbulkan perubahan perilaku, kesadaran, pikiran, dan perasaannya. Bahan atau zat 1

Transcript of metamfetamin

Page 1: metamfetamin

Sejarah

Pada zaman purba, manusia berburu binatang, menangkap ikan, memetik daun, menebang

pohon, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang pokok, yaitu pangan, sandang, dan papan.

Berdasarkan pengalamannya, manusia kemudian mulai mengenal bagian-bagian tanaman

atau hewan tertentu yang mempunyai khasiat obat, misalnya ramuan untuk menghilangkan

rasa nyeri, menghilangkan demam, dan mengobati luka. Itulah bentuk penggunaan bahan atau

zat yang paling primitif untuk tujuan pengobatan (medical use).

Dalam ilmu kedokteran sampai sekarang masih digunakan obat-obatan yang berasal dari

tanaman atau hewan walaupun jumlah dan jenisnya sudah semakin berkurang, misalnya

reserpin (obat untuk menurunkan tekanan darah yang tinggi) berasal dari tanaman Rauwolfia

serpentina, efedrin (obat asma bronkial) berasal dari tanaman Efedra trifurka, morfin

(penghilang rasa nyeri yang kuat) berasal dari tanaman Papaver somiferum, minyak ikan dan

lain-lain. Pada masa kini, sebagian besar obat dibuat secara semisintetik atau sintetik di

pabrik-pabrik walaupun akhir-akhir ini ada gerakan kembali ke alam (back to nature),

misalnya penggunaan ginseng, Ginkgo biloba, tribestan (Tribulus terrestris L), rheumaplant,

rheumakur, cursil (curcuma).

Berdasarkan pengalamannya pula, manusia mulai mengenal tanaman atau senyawa yang bila

digunakan dapat menimbulkan perubahan perilaku, kesadaran, pikiran, dan perasaannya.

Bahan atau zat yang mempunyai khasiat demikian pada masa kini disebut zat psikoaktif.

Sejak saat itu, manusia mulai menggunakan bahan psikoaktif tersebut untuk tujuan dinikmati

karena dapat memberikan rasa nyaman, sejahtera, euforia, dan mengakrabkan dalam

komunikasi dengan orang lain (recreational or social use). Sebagai contoh, orang menikmati

minuman kopi atau teh (yang mengandung kafein), minuman keras (yang mengandung

etanol), dan merokok tembakau (yang mengandung nikotin).

Selain untuk dinikmati, manusia juga menggunakan zat atau bahan psikoaktif (mind altering

substance) untuk berkomunikasi transendental dalam upacara sesuai dengan kepercayaan

mereka (ritual atau ceremonial use). Sebagai contoh, ololiukui (ololiuqui), suatu ramuan

tanaman yang digunakan oleh orang Aztec dalam upacara ibadah kepercayaannya untuk

berkomunikasi transendental.

1

Page 2: metamfetamin

Epidemiologi

Menjelang akhir milenium kedua, di seluruh dunia terdapat 1.100.000.000 orang yang

mengalami ketergantungan nikotin, 250.000.000 orang yang mengalami ketergantungan

alkohol, dan 15.000.000 orang yang mengalami ketergantungan zat psikoaktif lain.

Penggunaan zat psikoaktif terdapat pada semua golongan umur, pada kedua gender, pada

semua golongan etnik, dan pada semua tingkat sosial ekonomi. Namun demikian, terdapat

kecenderungan tertentu seperti angka prevalensi yang berbeda-beda pada berbagai golongan

umur, atau jenis zat psikoaktif tertentu lebih banyak penggunanya pada kelompok tertentu.

Penelitian epidemiologi telah dilakukan beberapa kali di indonesia (Setyonegoro, 1980;

Alwahdy, 1985; Hilman, 1986; Irwanto, Hilman, Prasaja, 1988; Idris, 1990) menunjukkan

hasil yang konsisten, yaitu pengguna zat psikoaktif sebagian besar berusia kurang dari 25

tahun, kebanyakan tergolong poly-drug user, masih berstatus sebagai pelajar, sedangkan usia

mulai menggunakan cenderung semakin muda. 100 pasien pertama yang dirawat di Rumah

Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) sejak tahun 1972 berusia 11-21 tahun (Setyonegoro,

1980). Survei terhadap 323 penghuni enam panti rehabilitasi di indonesia, Hilman (1986)

menemukan umur mereka sekitar 13-15 tahun, 15,49% merokok tembakau, 32% minum

alkohol, 27% mengisap ganja, 16% menggunakan obat psikotropika, dan 6% menggunakan

opioida. Idris (1990) menemukan bahwa pasien yang dirawat di RSKO menderita ansietas,

depresi, atau memperlihatkan perilaku antisosial.

Survei terhadap suasana kontak pertama dengan zat psikoaktif yang dilakukan oleh Harlina,

Joewana, Indriana (1987-1989) terhadap 2100 siswa SLTP Negeri di Jakarta, diperoleh hasil

sebagai berikut: 24,9-47,8% pernah merokok; 10,2-22,2% pernah minum alkohol; 2,7-11,7%

pernah mengisap ganja; dan 3,5-11,2% pernah makan obat psikotropika. Mereka mulai

menggunakan zat psikoaktif dalam 1-3 tahun terakhir. Penawaran pertama kali untuk

menggunakan zat psikoaktif adalah dari teman sendiri dari kelas yang lebih tinggi atau yang

usianya sedikit lebih tua, biasanya di tempat rekreasi atau di rumah teman.

Penelitian oleh Joewana, Bonang, dan Irwanto (1994) terhadap 151 pasien dengan gangguan

mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif diperoleh hasil sebagai berikut: laki-

laki 94% dan perempuan 6%; berusia 13-17 tahun (35,1%), 18-22 tahun (49,0%), lebih dari

22 tahun (15,9%); 94,7% belum menikah, 4,0% menikah, dan 1,3% cerai; 3,3%

2

Page 3: metamfetamin

berpendidikan SD, 19,9% SMP, 54,3% SMA, dan 24,5% mahasiswa. Mereka yang masih

aktif sekolah sebesar 70,9%, yang mempunyai pekerjaan tetap 4,0%, yang mempunyai

perkerjaan tidak tetap 6,0%, dan penganggur sebesar 15,2%, sisanya tidak diketahui jelas

status pekerjaannya.

Penelitian yang dilakukan oleh Harlina, Joewana, Indriana, Soebroto (1996) terhadap 2380

siswa SMP negeri di Jakarta, diperoleh hasil sebagai berikut: 32,2% pernah menggunakan zat

psikoaktif (life time prevalence); 13,7% masih menggunakan zat psikoaktif pada saat survei

dilakukan. Sebanyak 89,1% dari yang pernah menggunakan zat psikoaktif adalah laki-laki,

10% perempuan, 0,9% tidak menyebutkan jenis kelaminnya.

Adapun jenis zat psikoaktif yang digunakan antara lain tembakau, minuman beralkohol,

narkotik, dan zat lain.

Jenis zat psikoaktif yang digunakan siswa SMP negeri Jakarta, 1996

Jenis zat % dari pengguna

Tembakau

Alkohol

Narkotik

Zat lain

96,2%

18,2%

5,6%

9,8%

Pengguna mulai mengkonsumsi zat psikoaktif pada umur 9-16 tahun.

Jenis zat Umur rata-rata

Tembakau

Alkohol

Narkotik

Zat lain

12,23 tahun

12,68 tahun

12,68 tahun

12,68 tahun

3

Page 4: metamfetamin

Penelitian yang dilakukan oleh Joewana, Roan dan Salan (1996) terhadap 517 mahasiswa suatu

perguruan tinggi di Jakarta diperoleh hasil

Gender Jumlah responden % yang menggunakan zat

psikoaktif

Laki-laki

Perempuan

Jumlah

449

68

517

240 (53,45%)

13 (19,12%)

253(48,94%)

Adapun jenis zat psikoaktif yang dikonsumsi oleh mahasiswa itu adalah

Jenis zat Jumlah pengguna persentase % yang sudah

menggunakan

sebelum masuk

universitas

Tembakau

Alkohol

Hipnotik

Psikostimulan

Ganja

opioida

228

70

20

17

42

18

44,10%

13,54%

3,87%

3,29%

8,12%

3,48%

198 (86,84%)

57 (81,43%)

9 (45,00%)

7 (41,18%)

34 (80,95%)

4 (22,22%)

72 pasien di RSKO yang dikirim untuk psikoterapi terdiri atas 94,44% laki-laki dan 5,56%

perempuan; 90,28% belum menikah; 6,94% telah menikah; dan 2,78% telah bercerai.

Sebanyak 94,44% merokok tembakau; 81,84% minum alkohol; 77,78% mengisap ganja;

81,72% menggunakan obat tidur; 19,44% mengkonsumsi psikostimulan; 19,12%

mengkonsumsi opioida. Komorbiditas yang ditemukan adalah 26,39% dengan gangguan

cemas menyeluruh, 13,89% dengan gangguan suasana perasaan, 15,28% dengan gangguan

4

Page 5: metamfetamin

cemas menyeluruh dan gangguan suasana perasaan 5,55% dengan gangguan panik,

selebihnya dijumpai masing-masing satu pasien dengan insomnia, retardasi mental,

skizofrenia, dan asma bronkiale.

Sekitar tahun 1996-1997 mulai terjadi pergeseran jenis zat psikoaktif yang banyak

dikonsumsi dari jenis sedatif-hipnotik dan alkohol ke jenis opioida. Catatan medis RSKO

agustus 1999 menunjukkan bahwa 71% pasien baru dan 89% pasien lama di unit gawat

darurat menggunakan opioida, sedangkan 85% pasien baru dan 93% pasien lama di unit

rawat jalan menggunakan opioida. Jumlah pasien dengan gangguan mental dan perilaku

akibat penggunaan zat psikoaktif di RS Atma Jaya sebanyak 95% adalah karena

mengkonsumsi heroin dan sisanya karena mengkonsumsi psikostimulan.

5

Page 6: metamfetamin

Met-amfetamin

Met-amfetamin adalah bubuk kristal putih yang tidak berbau, pahit rasanya, mudah larut

dalam air dan alkohol. Disebut juga chalk, crystal, glass, ice, meth, speed, tina. Di pasar

gelap, warnanya bisa bermacam-macam bergantung pada bahan pencampurnya. Met-

amfetamin sudah dikenal sejak tahun 1929, tetapi baru dikenal di bidang terapi pada tahun

1940an. Met-amfetamin mempunyai efek stimulasi susunan saraf pusat lebih kuat

dibandingkan efeknya terhadap peredaran daraf perifer. Yang banyak disalahgunakan di

Indonesia saat ini adalah 3,4 metilen-di-oksi met amfetamin (MDMA) atau lebih dikenal

sebagai ekstasi, dan met-amfetamin (sabu-sabu). Met-amfetamin mempengaruhi otak dan

membuai rasa nikmat, meningkatkan energi dan meningkatkan mood. Kecanduannya begitu

cepat, sehingga peningkatan dosis terjadi dalam jangka pendek. Gangguan kesehatannya

meliputi irregularitas detak jantung, kenaikkan tekanan darah, dan berbagai masalah

psikososial. Penggunaan jangka panjang akan membuat seseorang terganggu berat

mentalnya, gangguan memori dan masalah kesehatan mulut yang berat.

Cara mengkonsumsi

Met-amfetamin dikonsumsi dengan cara ditelan (oral) dan akan diabsorbsi seluruhnya ke

dalam darah. Pada penggunaan secara intravena, met-amfetamin akan sampai ke otak dalam

beberapa detik. Penggunaan melalui inhalasi uap met-amfetamin, mula-mula uap met-

amfetamin akan mengendap di paru, kemudian diabsorbsi secara cepat ke dalam darah. Met-

amfetamin juga bisa diabsorbsi melalui selaput lendir hidung pada penggunaan dengan

menyedot melalui hidung. MDMA (ekstasi) pada umumnya dikemas dalam bentuk tablet atau

kapsul untuk penggunaan secara oral. Tablet atau kapsul ini mengandung 60-250 mg

MDMA. Ada juga MDMA dalam bentuk serbuk untuk disedot melalui hidung, atau

disuntikkan secara intravena atau subkutan. Ada pula dalam bentuk supositoria. Preparat

yang dijual sebagai MDMA sering tidak murni, melainkan dicampur dengan bahan-bahan

lain, seperti aspirin, kafein, amfetamin, met-amfetamin, atau MDA.

Cara kerja

Met-amfetamin mempunyai pengaruh yang kuat terhadap neuron dopaminergik, yaitu

melepaskan dopamin ke dalam synaptic cleft. Belum lama ditemukan neurotransmiter peptida

baru yang disebut cocaine and amphetamine regulated transcript (CART), yang mula-mula

6

Page 7: metamfetamin

diidentifikasi sebagai mRNA (oleh karena itu suatu transcript) yang jumlahnya meningkat

pada penggunaan kokain atau amfetamin. Kemungkinan peptida CART ini berperan dalam

penyalahgunaan zat psikoaktif, pengendalian stres, dan perilaku makan(feeding behavior).

Euforia yang disebabkan oleh amfetamin kurang intensif, tetapi lebih lama dari euforia akibat

kokain.

Penelitian yang terbaru menunjukkan bahwa met-amfetamin dapat menimbulkan kerusakan

yang ireversibel pada pembuluh darah otak. Peneliti menemukan kadar N-acethyl-aspartate

(NAA) (suatu metabolit yang dihasilkan oleh neuron) menurun pada pengguna met-

amfetamin, seperti pada penyakit lain yang diakibatkan oleh kerusakan atau kematian neuron

(penyakit alzheimer, epilepsi, stroke). Sebaliknya, para peneliti menemukan kadar choline-

containing compounds dan myoinositol (MI) meningkat di daerah substansia grisea lobus

frontalis. Kedua senyawa ini dihasilkan oleh sel glia, yang jumlahnya meningkat sebagai

reaksi terhadap kerusakan neuron akibat met-amfetamin.

Pengaruh terhadap pengguna

Efek dari met-amfetamin lebih kuat dibandingkan efek dari amfetamin. Met-amfetamin

diketahui lebih bersifat adiktif, dan cenderung mempunyai dampak yang lebih buruk.

Pengguna met-amfetamin dilaporkan lebih jelas menunjukkan gejala ansietas, agresif,

paranoia dan psikosis dibandingkan pengguna amfetamin. Efek psikologis yang ditimbulkan

mirip seperti pada pengguna kokain, tetapi berlangsung lebih lama. Met-amfetamin

mempunyai masa kerja 6-8 jam. Euforia yang begitu kuat atau rush dicapai dalam beberapa

menit pada penggunaan dengan cara dirokok atau suntikan intravena, 3-5 menit pada

penggunaan secara disedot melalui hidung, dan 15-20 menit pada penggunaan secara oral.

Penggunaan met-amfetamin dalam dosis tinggi berulang kali sering dihubungkan dengan

perilaku kekerasan dan psikosis paranoid. Dosis yang demikian tinggi dan berulang itu

menyebabkan berkurangnya dopamin dan serotonin untuk jangka waktu yang lama.

Perubahan ini tampak ireversibel karena pengaruh met-amfetamin terhadap neuron

dopaminergik dan serotonergik dapat berlangsung lebih dari satu tahun. Perubahan perilaku

yang jelas tidak terlihat, tetapi dapat menimbulkan perubahan pola tidur, fungsi seksual,

depresi, gangguan motorik dan psikosis dengan waham mirip skizofrenia paranoid, seperti

yang terjadi pada penggunaan kronis kokain. Tidak seperti pada psikosis akibat kokain,

psikosis akibat met-amfetamin dapat berlangsung beberapa minggu lamanya. Pada

7

Page 8: metamfetamin

penggunaan jangka lama met-amfetamin, terjadi pengurangan kepadatan dan jumlah neuron

di lobus frontalis dan ganglia basalis.

MDMA sebanyak 75-150 mg yang dikonsumsi secara oral akan memperlihatkan gejala

setelah 30 menit dengan puncak gejala tercapai sesudah 1-1,5 jam, dan berakhir sesudah 3-4

jam. Intoksikasi MDMA ditandai dengan euforia, meningkatnya kemampuan hubungan

interpersonal, lebih mudah menghayati perasaan orang lain, ansietas, panik, otot berkontraksi

sehingga terjadi bruksisme, gigi berkerut-kerut, gerakkan otot tidak terkendali (tripping),

emosi menjadi labil, mulut kering (haus), banyak berkeringat, tekanan darah meningkat,

denyut jantung bertambah cepat, mual, penglihatan kabur, gerakkan cepat bola mata, dan

kebingungan.

Efek psikologis dan fisik akut:

SSP, neurology,

perilaku

Dosis rendah

Peningkatan

stimulasi, insomia,

dizziness, tremor

ringan

Euforia/disforia,

bicara berlebihan

Meningkatkan rasa

percaya diri dan

kewaspadaan diri

Cemas, panik

Supresi nafsu makan

Dilatasi pupil

Peningkatan energi,

stamina, dan

penurunan rasa lelah

Dengan penambahan

Dosis tinggi

Stereotiphy atau perilaku

yang sukar ditebak

Perilaku kasar atau irasional,

mood yang berubah-ubah,

termasuk kejam dan agresif

Bicara tak jelas

Paranoid, kebingungan dan

gangguan persepsi

Sakit kepala, pandangan

kabur, dizziness

Psikosis (halusinasi, delusi,

paranoia)

Gangguan cerebrovaskular

Kejang

Koma

8

Page 9: metamfetamin

dosis, dapat

meningkatkan libido

Sakit kepala

Gemeretuk gigi

Gemeretuk gigi

Distorsi bentuk tubuh secara

keseluruhan

Kardiovaskular Takikardia,

(mungkin juga

bradikardia,

hipertensi)

Palpitasi, aritmia

Stimulasi kardiak

(takikardia, angina, MI)

Vasokonstriksi/hipertensi

Kolaps kardiovaskuler

Pernapasan Peningkatan

frekuensi nafas dan

kedalaman

pernapasan

Kesulitan bernapas/gagal

napas

Gastrointestinal Mual dan muntah

Konstipasi, diare

atau kram abdominal

Mulut kering,

Mual dan muntah

Kram abdominal

Kulit Kulit berkeringat,

pucat

Hiperpireksia

Kemerahan atau flushing

Hiperpireksia, disforesis

Otot Peningkatan refleks

tendon

Efek fisik dan psikologis jangka panjang:

Berat badan menurun, malnutrisi, penurunan kekebalan

Gangguan makan, anoreksia, atau defisiensi gizi

Kemungkinan atrofi otak dan cacat fungsi neuropsikologis

9

Page 10: metamfetamin

Daerah injeksi: bengkak, skar, abses

Kerusakan pembuluh darah dan organ akibat sumbatan partikel met-amfetamin pada

pembuluh darah yang kecil

Disfungsi seksual

Gejala kardiovaskuler

Delirium, paranoia, ansietas akut, halusinasi

Depresi, gangguan mood yang lain, atau adanya gangguan makan pada protracted

withdrawal

Penurunan fungsi kognitif, terutama daya ingat dan konsentrasi

Gejala intoksikasi:

Agitasi

Kehilangan berat badan

Takikardia

Dehidrasi

Hipertermi

Imunitas rendah

Paranoia

Delusi

Halusinasi

Kehilangan rasa lelah

Tidak dapat tidur

Kejang

Gigi gemerutuk, rahang atas dan bawah beradu

10

Page 11: metamfetamin

Stroke

Masalah kardiovaskuler

Kematian

Perilaku sehubungan dengan kondisi intoksikasi:

Agresif/perkelahian

Penggunaan alkohol

Berani mengambil resiko

Kecelakaan

Sex tidak aman

Menghindar dari hubungan sosial dengan sekitarnya

Penggunaan obat-obatan lain

Problem hubungan dengan orang lain

Gejala withdrawal:

Depresi

Tidak dapat beristirahat

Craving

Ide bunuh diri

Pengguna obat-obatan

Masalah pekerjaan

Pikiran-pikiran yang bizzare

Mood yang datar

ketergantungan

Komplikasi medis

11

Page 12: metamfetamin

Met-amfetamin dalam jumlah banyak merusak ujung sel saraf. Dalam dosis tinggi, met-

amfetamin meningkatkan suhu badan dan kejang, yang bisa berakibat kematian. Seperti

amfetamin, penggunaan jangka pendek met-amfetamin akan meningkatkan perhatian,

mengurangi rasa letih, mengurangi nafsu makan, euforia, napas cepat, dan hipertermia. Pada

penggunaan jangka panjang, met-amfetamin dapat menimbulkan waham, halusinasi,

gangguan afek, aktivitas motorik berulang, dan nafsu makan berkurang. Met-amfetamin

dapat menimbulkan gangguan kardiovaskular, seperti takikardia, aritmia jantung, tekanan

darah naik, stroke, endokarditis, abses pada kulit.

Pengguna kronis MDMA mengganggu daya ingat, konsentrasi, belajar dan tidur. Penggunaan

yang kronis MDMA dapat merusak ginjal dan sistem kardiovaskular. Penggunaan MDMA

bersamaan dengan alkohol sangat berbahaya dan dapat berakibat fatal.

Daftar pustaka

12

Page 13: metamfetamin

1. Satya Joewana, dkk. Pedoman Pelayanan Medik Gangguan Penggunaan NAPZA.

2008. Jakarta: depkes RI

2. Kaplan, Sadock. Sinopsis Psikiatri.1997. Jakarta: Binarupa aksara

3. Joewana, Satya. Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif.

2005. Jakarta: penerbit Gramedia

13