Merasa Jagoan Prediksi Pasar Forex? Hati-Hati!
-
Upload
bartolomeus-romana -
Category
Business
-
view
27 -
download
9
Transcript of Merasa Jagoan Prediksi Pasar Forex? Hati-Hati!
Merasa Jagoan Prediksi Pasar Forex? Hati-Hati!
Ketika seorang trader merasa telah cukup berpengalaman di dunia trading forex, ia akan rentan
terserang “penyakit sombong”. Ia mulai percaya bahwa ia memang benar-benar bisa memprediksi
dengan tepat ke mana harga akan bergerak. Ia merasa jumawa, merasa berada di puncak dunia.
“Penyakit” ini sungguh sangat rentan menyerang siapa pun yang telah berkecimpung di
dunia trading forex selama bertahun-tahun. Apalagi ternyata mayoritas analisa yang ia buat
ternyata valid, sehingga ada beberapa institusi seperti broker forex dan/atau penyedia layanan
analisa trading tertarik untuk memanfaatkan jasa analisa darinya. Jangankan yang “veteran forex”
dan sukses, yang pemula dan remuk redam pun sering terserang “penyakit” ini; bahkan lebih parah.
Ironis memang.
Penyakit “merasa hebat” seperti ini kerap menggiring seorang trader untuk berpikir bahwa ia telah
benar-benar mengetahui setiap inci dari pergerakan pasar. Asumsi seperti ini – celakanya – justru
berbahaya karena bisa membuat seorang trader forex merasa seperti “Dewa Trading”. Pengidap
“Sindrom Dewa Trading” memiliki semacam keyakinan bahwa ia bisa benar-benar memprediksi ke
mana harga bergerak tanpa pernah meleset. Dalam pikirannya ia PASTI AKAN UNTUNG. Dalam
keadaan seperti ini, ia telah benar-benar merasa bisa menihilkan kemungkinan bahwa ia bisa saja
melakukan kesalahan.
Tetapi sayangnya pada kenyataannya tidak seorang trader pun bisa menghilangkan unsur
ketidakpastian di pasar forex. Ketidakpastian telah menjadi karakter setiap bentuk bisnis; itulah yang
disebut dengan resiko. Tidak ada seorang pun yang bisa memberikan prediksi yang 100% akurat
mengenai apa yang akan terjadi di pasar selanjutnya. Sekali lagi: TIDAK ADA.
Prediksi 100% Akurat? Ah, Jangan Mimpi!
Berupaya memprediksi pergerakan pasar ibarat berusaha memprediksi masa depan. Saya yakin Anda
akan sepakat dengan saya: tidak ada seorang pun yang bisa TAHU PERSIS apa yang akan terjadi di
masa yang akan datang, even in the next five minutes.
Masih segar dalam ingatan saya, ketika saya berbicara di sebuah forum tentang ketidakmampuan
manusia memprediksi dengan tepat apa yang akan terjadi selanjutnya. Beberapa menit kemudian
“kecelakaan kecil” terjadi: segelas air menumpahi laptop saya. Jelas, saya sebelumnya tidak tahu hal
itu akan terjadi. Seperti itulah resiko.
Sebagai trader, jika Anda bersikeras memiliki “bakat supranatural” yang bisa memprediksi arah pasar
selanjutnya dan dengan keras kepala mengesampingkan setiap kemungkinan yang ada, maka
bersiaplah untuk menghadapi keterpurukan.
Tentu saja kita tidak sedang membicarakan mengenai kemampuan seorang trader berpengalaman
dalam mengenali tingkah laku pasar. Dalam analisa teknikal kita mempercayai bahwa “history repeats
itself”. Sejarah selalu berulang, dalam arti perilaku pasar telah terbukti secara historis selalu berulang.
Itulah sebabnya kita bisa mempelajari dan memanfaatkan – misalnya – pola-pola candlestick, price
action dan perilaku indikator teknikal. Dari studi dan pengamatan seperti itu kita kemudian bisa
memperkirakan ke mana kemungkinan harga akan bergerak.
Kemungkinan Bukan Kepastian
Nah, ini kata kuncinya: “kemungkinan”. Memperkirakan potensi pergerakan harga
BERBEDA dengan merasa jumawa bisa meramal ke mana harga akan bergerak. Pendekatan
model “kemungkinan” ini kemudian yang membuat seorang trader forex mengambil langkah hati-
hati dan antisipasi dengan memasang stop loss. Ia juga akan mengatur modalnya dengan position
sizing. Kalaupun ia mengalami loss, ia akan menerimanya dengan lapang dada dan kemudian akan
mengevaluasi strategi trading yang dipergunakannya. Ini yang tidak pernah akan dilakukan oleh
seorang trader yang mengidap “Sindrom Dewa Trading”.
Pengidap “Sindrom Dewa Trading” sangat mungkin tidak akan melakukan tindakan antisipasi resiko.
Untuk apa, jika ia merasa akan selalu benar? Kalaupun ternyata ia mengalami kerugian, ia akan
dengan keras kepala menyalahkan pasar (bagian ini yang selalu paling menggelikan) dan tidak mau
melakukan evaluasi pada strategi trading yang ia miliki.
Fokus Pada Proses
Sebagai trader, sebaiknya Anda tidak berupaya untuk meramal, melainkan “membaca”. Apa yang
dibaca? Tentu adalah perilaku dan situasi pasar terkini, untuk kemudian mengambil langkah strategis
dan antisipasi yang perlu.
Ibarat menyetir mobil, ketika Anda ingin menyalip mobil di depan, sebaiknya Anda tidak berasumsi
“pasti tidak ada kendaraan dari arah berlawanan”. Sebaliknya, yang harusnya Anda lakukan adalah
mengamati apakah dari arah berlawanan ada kendaraan yang sedang berjalan? Jika tidak, silakan
pacu mobil Anda untuk mendahului. Jika ternyata ada, amati lagi: apakah kendaraan itu melaju
kencang? Jika ya, sebaiknya tunda dulu niat untuk menyalip. Konyol dan pandir jika Anda bersikeras
“tidak akan terjadi apa-apa” lalu nekat menyalip, sementara banyak faktor yang sangat
memungkinkan untuk “terjadi apa-apa”.
Dalam trading, pola berpikir seperti di atas merupakan proses meminimalisir resiko. Apakah sudah
ada sinyal trading yang valid? Apakah posisi yang akan diambil sudah sesuai dengan trend? Apakah
lot yang akan ditransaksikan sesuai dengan kekuatan modal? Apakah batasan stop loss tidak terlalu
besar? Apakah target profit sudah realistis? Dan sebagainya.
Proses seperti ini, kemungkinan besar diabaikan oleh pengidap Sindrom Dewa Trading. “Ah, tak
perlu, nanti juga pasti akan untung,” begitu mungkin yang ada dalam pikirannya. Jika Anda sudah
berpikir seperti itu – sorry to say – karir trading forex Anda sepertinya tak akan lama.
Mungkin saat ini di luar sana ada seorang pengidap “Sindrom Dewa Trading” sedang menertawakan
tulisan ini dan melontarkan segala macam apologi dan justifikasi. Tidak apa-apa. Tugas saya hanya
mengingatkan. Mudah-mudahan diterima.