Menurut Direktorat Bina Kesehatan Ibu

9
Menurut Direktorat Bina Kesehatan Ibu (2009; h.9-10), faktor resiko pada ibu hamil adalah: 1. Primigravida kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun. 2. Anak lebih dari 4. 3. Jarak persalinan terakhir dan kehamilan sekarang < 2 tahun. 4. Kurang Energi Kronis (KEK) dengan lingkar lengan atas kurang dari 23,5 cm, atau penambahan berat badan < 9 kg selama masa kehamilan. 5. Anemia dengan haemoglobin <11 g/dl. 6. Tinggi badan <145 cm atau dengan kelainan bentuk panggul dan tulang belakang. 7. Riwayat hipertensi pada kehamilan sebelumnya atau sebelum kehamilan ini. 8. Sedang/pernah menderita penyakit kronis, antara lain: TB, kelainan jantung-ginjal-hati, psikosis, kelainan endokrin (DM, SLE, dll), tumor dan keganasan. 9. Riwayat kehamilan buruk: keguguran berulang, KET, mola hidatidosa, KPD, bayi cacat kongenital. 10. Riwayat persalinan dengan komplikasi: persalinan dengan SC, ekstraksi vacum/forcep. 11. Riwayat nifas dengan komplikasi: perdarahan post partum, infeksi masa nifas, post partum blues. 12. Riwayat keluarga menderita penyakit DM, hipertensi, dan riwayat cacat kongenital. 13. Kelainan jumlah janin: kehamilan ganda, janin dampit, monster. 14. Kelainan besar janin: pertumbuhan janin terhambat, janin besar. 15. Kelainan letak dan posisi janin: lintang/oblique, sungsang pada UK >32 minggu.

Transcript of Menurut Direktorat Bina Kesehatan Ibu

Page 1: Menurut Direktorat Bina Kesehatan Ibu

Menurut Direktorat Bina Kesehatan Ibu (2009; h.9-10), faktor resiko pada ibu hamil adalah:

1. Primigravida kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.2. Anak lebih dari 4.3. Jarak persalinan terakhir dan kehamilan sekarang  < 2 tahun.4. Kurang Energi Kronis (KEK) dengan lingkar lengan atas kurang dari 23,5 cm, atau

penambahan berat badan < 9 kg selama masa kehamilan.5. Anemia dengan haemoglobin <11 g/dl.6. Tinggi badan <145 cm atau dengan kelainan bentuk panggul dan tulang belakang.7. Riwayat hipertensi pada kehamilan sebelumnya atau sebelum kehamilan ini.8. Sedang/pernah menderita penyakit kronis, antara lain: TB, kelainan jantung-ginjal-hati,

psikosis, kelainan endokrin (DM, SLE, dll), tumor dan keganasan.9. Riwayat kehamilan buruk: keguguran berulang, KET, mola hidatidosa, KPD, bayi cacat

kongenital.10. Riwayat persalinan dengan komplikasi: persalinan dengan SC, ekstraksi vacum/forcep.11. Riwayat nifas dengan komplikasi: perdarahan post partum, infeksi masa nifas, post

partum blues.12. Riwayat keluarga menderita penyakit DM, hipertensi, dan riwayat cacat kongenital.13. Kelainan jumlah janin: kehamilan ganda, janin dampit, monster.14. Kelainan besar janin: pertumbuhan janin terhambat, janin besar.15. Kelainan letak dan posisi janin: lintang/oblique, sungsang pada UK >32 minggu.

Page 2: Menurut Direktorat Bina Kesehatan Ibu

 PENGERTIAN GRANDEMULTIPARA

Grandemultipara adalah kehamilan lebih dari 5 kali melahirkan bayi baik yang hidup maupun mati

 PRINSIP DASAR GRANDE MULTIPARA  

1. Grande multipara termasuk dalam kehamilan dengan resiko tinggi2. Ibu hamil dengan resiko tinggi memiliki bahaya yang lebih besar pada waktu kehamilan

maupun persalinan bila di bandingkan dengan ibu hamil normal.3. Kehamilan resiko tinggi dapat dicegah bila gejalanya ditemukan sedini mungkin sehingga

dapat dilakukan tindakan perbaikan.4. Grande multipara memiliki komplikasi dalam kehamilan (prematur) dan persalinan

(atonia uteri ).

 KOMPLIKASI YANG TERJADI PADA KEHAMILAN

 ANEMIA

A.    Pengertian Anemia  Dalam Kehamilan

Anemia dalam kehamilan ialah kondisi ibu dengan kadar Hb < 11,00 gr% Pada trimester I dan III atau kadar Hb < 10,50 gr% pada trimester II. Karena ada perbedaan dengan kondisi wanita tidak hamil karena hemodilusi terutama terjadi pada trimester II(Sarwono P, 2002).

Anemia pada wanita hamil jika kadar hemoglobin atau darah merahnya kurang dari 10,00 gr%. Penyakit ini disebut anemia berat. Jika hemoglobin < 6,00 gr% disebut anemia gravis. Jumlah hemoglobin wanita hamil adalah 12,00-15,00 gr% dan hematokrit adalah 35,00-45,00% (Mellyna, 2005).

Anemia hamil disebut ” potential danger to matter and child (potensial membahayangkan ibu dan anak) ”, karena itulah anemia memerlukan perhatian khusus dari semua pihak yang terkait dalam pelayanan kesehatan pada lini terdepan.

Baik di negara maju maupun di negara berkembang, seseorang disebut menderita anemia bila kadar Hemoglobin (Hb) kurang dari 10 gr %, disebut anemia berat atau bila kurang dari 6 gr %, disebut anemia gravis.

Wanita tidak hamil mempunyai nilai normal hemoglobin 12 – 15 gr % dan hematokrit 35-54 %, angka – angka tersebut juga berlaku untuk wanita hamil, terutama wanita yang mendapat pengawasan selama hamil. Oleh karena itu, pemeriksaan hematokrit dan hemogloblin harus menjadi pemeriksaan darah rutin selama pengawasan antenatal. Sebaiknya pemerintahan dilakukan setiap 3 bulan atau paling sedikit 1 kali pada pemeriksaan pertama atau pada triwulan pertama dan sekali lagi pada triwulan akhir.

Page 3: Menurut Direktorat Bina Kesehatan Ibu

B.  Epidemiologi Anemia

Berdasarkan data SKRT tahun 1995 dan 2001, anemia pada ibu hamil sempat mengalami penurunan dari 50,9% menjadi 40,1% (Amiruddin, 2007). Angka kejadian anemia di Indonesia semakin tinggi dikarenakan penanganan anemia dilakukan ketika ibu hamil bukan dimulai sebelum kehamilan. Berdasarkan profil kesehatan tahun 2010 didapatkan data bahwa cakupan pelayanan K4 meningkat dari 80,26% (tahun 2007) menjadi 86,04% (tahun 2008), namun cakupan pemberian tablet Fe kepada ibu hamil menurun dari 66,03% (tahun 2007) menjadi 48,14% (Depkes, 2008).

Frekuensi timbulnya anemia dalam  kehamilan tergantung pada suplementasi besi. Taylor dkk melaporkanrata-rata kadar hemoglobin sebesar 12,7 g/dl pada wanita yang mengkonsumsi suplemen besi sementara rata-rata hemoglobin sebesar 11,2 g/dl pada wanita yang tidak mengkonsumsi suplemen.

Karakter Trias Epidemiologi

1) Host

Faktor host (pejamu) dalam kasus anemia pada ibu hamil adalah ibu hamil yang terdiri dari:

1.Umur

Semakin muda umur ibu hamil, semakin berisiko untuk terjadinya anemia. Hal ini didukung oleh penelitian Adebisi dan Strayhorn (2005) di USA bahwa ibu remaja memiliki prevalensi anemia kehamilan lebih tinggi dibanding ibu berusia 20 sampai 35 tahun. Hal ini dapat dikarenakan pada remaja, Fe dibutuhkan lebih banyak karena pada masa tersebut remaja membutuhkannya untuk pertumbuhan, ditambah lagi jika hamil maka kebutuhan akan Fe lebih besar seperti yang sudah dijelaskan pada riwayat alamiah. Selain itu, faktor usia yang lebih muda dihubungkan dengan pekerjaan, status sosial ekonomi dan pendidikan yang kurang.

2. Kelompok etnik

Berdasarkan penelitian Adebisi dan Strayhorn (2005) di USA bahwa ras kulit hitam memiliki risiko anemia pada kehamilan 2 kali lipat dibanding dengan kulit putih. Hal ini juga dihubungkan dengan status sosial ekonomi

3. Keadaan Fisiologis

Keadaan fisiologis ibu hamil, peningkatan Hb tidak sebanding dengan penambahan volume plasma yang lebih besar, selain itu didukung dengan kebutuhan intake Fe yang lebih banyak untuk eritropoesis.

4. Keadaan imunologis

Page 4: Menurut Direktorat Bina Kesehatan Ibu

Keadaan imunologis dari ibu hamil yang dapat menyebabkan anemia dihubungkan dengan proses hemolitik sel darah merah yang nantinya disebut anemia hemolitik. Hal ini juga berhubungan dengan ada maupun tidak adanya penyakit yang mendasari seperti SLE(Systemic Lupus Erythematosus) yang dapat menyebabkan hancurnya sel darah merah.

5. Kebiasaan

Kebiasaan ini meliputi kebiasaan makan pada ibu hamil, apakah intake nutrisinya adekuat atau tidak atau mengandung Fe, asam folat, vitamin B12 ataukah tidak. Selain itu, kebiasaan ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya di tempat pelayanan kesehatan juga mempengaruhi besar kecilnya kejadian anemia pada ibu hamil. Menurut penelitian Adebisi dan Strayhorn (2005) di USA, bahwa ibu hamil yang merokok dan minum alkohol juga mempengaruhi terjadinya anemia.

6. Sosial ekonomis

Faktor sosial ekonomi diantaranya adalah kondisi ekonomi, pekerjaan dan pendidikan. Ibu hamil dengan keluarga yang memiliki pendapatan yang rendah akan mempengaruhi kemampuan untuk menyediakan makanan yang adekuat dan pelayanan kesehatan untuk mencegah dan mengatasi kejadian anemia. Ibu hamil yang memiliki pendidikan yang kurang juga akan mempengaruhi kemampuan ibu dalam mendapatkan informasi mengenai anemia pada kehamilan.

7. Faktor kandungan dan kondisi/ riwayat kesehatan

Faktor kandungan diantaranya paritas, riwayat prematur sebelumnya, dan usia kandungan. Ibu dengan riwayat prematur sebelumnya lebih berisiko dibanding dengan ibu yang tidak memiliki riwayat tersebut. Ibu dengan primipara berisiko lebih rendah untuk terjadi anemia daripada ibu dengan multipara (Omoniyi, Stayhorn, 2005). Kondisi atau riwayat kesehatan diantaranya adalah apakah ibu hamil menderita penyakit diabetes, ginjal, hipertensi, dan penyakit kronis lainnya. Ibu hamil mempunyai riwayat penyakit kronis tersebut, semakin berisiko terjadinya anemia pada ibu hamil (Omoniyi, Stayhorn, 2005).

2) AgenAgens atau sumber penyakit pada anemia ibu hamil diantaranya yaitu:

1.Unsur gizi

Terjadinya anemia pada ibu hamil juga dapat disebabkan karena defisiensi Fe, asam folat dan vitamin B dalam makanan. Defisiensi ini dapat terjadi karena kebutuhan Fe yang meningkat, kurangnya cadangan dan berkurangnya Fe dalam tubuh ibu hamil.

2. Kimia dari dalam dan luar

Anemia pada ibu hamil juga dapat terjadi karena berhubungan dengan kimia dan obat. Anemia tersebut dinamakan anemia aplastik. Kehamilan mengakibatkan peningkatan sintesa laktogen plasenta, eritropoetin dan estrogen. Laktogen plasenta dan eritropoetin menstimulasi

Page 5: Menurut Direktorat Bina Kesehatan Ibu

hematopoesis dimana estrogen menekan sumsum tulang. Ketidakseimbangan tersebut menyebabkan hipoplasia (Choudry et al, 2002 dalam Yilmaz et al, 2007).

3. Faktor faali/ fisiologis

Faktor fisiologis ini meliputi peningkatan eritrosit dan Hb tidak sebanyak dengan peningkatan volume plasma pada kehamilan sehingga terjadi hipervolemi. Hal tersebut berisiko terjadinya anemia pada kehamilan.

3) Lingkungan

Dari ketiga faktor lingkungan (fisik, biologis dan sosial ekonomi) yang dapat mempengaruhi kejadian anemia pada ibu hamil yaitu faktor sosial ekonomi. Kondisi sosial berupa dukungan dari keluarga dan komunitas akan mempengaruhi kejadian anemia pada ibu hamil. Jika keluarga mendukung terhadap intake nutrisi yang adekuat pada ibu hamil dan memotivasi dalam memeriksakan kehamilannya secara rutin, maka kemungkinan kecil terjadi anemia.

Jika lingkungan komunitas menyediakan sarana pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan dan kader maka pelayanan kesehatan akan meningkat sehingga kejadian anemia kemungkinan kecil terjadi. Selain itu, pendidikan ibu hamil yang semakin tinggi akan mempengaruhi kemampuan dalam mendapatkan informasi. Kondisi ekonomi akan mempengaruhi kemampuan ibu hamil dan keluarga dalam menyediakan nutrisi yang adekuat dan memberikan pelayanan kesehatan yang sesuai.

C.      Patogenesa Anemia Pada Kehamilan

Riwayat alamiah penyakit merupakan gambaran tentang perjalanan perkembangan penyakit pada individu dimulai sejak terjadinya paparan dengan agen penyebab sampai terjadinya kesembuhan atau kematian tanpa terinterupsi oleh suatu intervensi preventif maupun terapeutik (CDC, 2010 dikutip Murti, 2010). Hal ini diawali dengan terjadinya interaksi antara host, agent, dan lingkungan. Perjalanan penyakit dimulai dengan terpaparnya host yang rentan (fase suseptibel) oleh agen penyebab. Sumber penyakit (agens) pada anemia ibu hamil diantaranya dapat berupa unsur gizi dan faktor fisiologis. Pada saat hamil, ibu sebagai penjamu (host).

Dari faktor faal atau fisiologis, kehamilan menyebabkan terjadinya peningkatan volume plasma sekitar 30%, eritrosit meningkat sebesar 18% dan hemoglobin bertambah 19%. Peningkatan tersebut terjadi mulai minggu ke-10 kehamilan. Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa bertambahnya volume plasma lebih besar daripada sel darah (hipervolemia) sehingga terjadi pengenceran darah. Hemoglobin menurun pada pertengahan kehamilan dan meningkat kembali pada akhir kehamilan.

Namun, pada trimester 3 zat besi dibutuhkan janin untuk pertumbuhan dan perkembangan janin serta persediaan setelah lahir. Hal inilah yang menyebabkan ibu hamil lebih mudah terpapar oleh agen sehingga berisiko terjadinya anemia. Sedangkan, dari unsur gizi ibu hamil dihubungkan dengan kebutuhan akan zat besi (Fe), asam folat, dan vitamin B12. Keluhan mual muntah pada ibu hamil trimester 1 dapat mengurangi ketersediaan zat besi pada tubuh ibu hamil. Dan

Page 6: Menurut Direktorat Bina Kesehatan Ibu

kebutuhan zat besi pada ibu hamil trimester 3 untuk pertumbuhan dan perkembangan janin juga membuat kebutuhan zat besi pada ibu hamil semakin besar. Padahal, zat besi dibutuhkan untuk meningkatkan sintesis hemoglobin.

Jika fase suseptibel di atas tidak tertangani, maka akan terjadi proses induksi menuju fase subklinis (masa laten) dan kemudian fase klinis dimana mulai muncul tanda dan gejala anemia seperti cepat lelah, sering pusing, malaise, anoreksia, nausea dan vomiting yang lebih hebat, kelemahan, palpitasi, pucat pada kulit dan mukosa, takikardi dan bahkan hipotensi. Selama tahap klinis, manifestasi klinis akan menjadi hasil akhir apakah mengalami kesembuhan, kecacatan, atau kematian (Rohtman, 2002 dalam Murti,2010). Misalnya jika terjadi pada trimester I akan mengakibatkan abortus dan kelainan kongenital, pada trimester II dapat mengakibatkan persalinan prematur, perdarahan antepartum, gangguan pertumbuhan janin, asfiksia, BBLR, mudah terkena infeksi dan bahkan kematian. Sedangkan pada trimester III akan menimbulkan gangguan his, janin lahir dengan anemia, persalinan tidak spontan .

Periode Prepathogenesis dan Pathogenesis

Tahap prepathogenesis adalah tahap sebelum terjadinya penyakit. Sehingga, tahap ini terdiri dari fase suseptibel dan subklinis (asimtomatis). Pada tahap ini, secara patofisiologis anemia terjadi pada kehamilan karena terjadi perubahan hematologi atau sirkulasi yang meningkat terhadap plasenta. Hal ini berhubungan dengan meningkatnya volume plasma tetapi tidak sebanding dengan penambahan sel darah dan hemoglobin. Selain itu, dapat disebabkan kebutuhan zat besi yang meningkat serta kurangnya cadangan zat besi dan intake zat besi dalam makanan. Zat besi diperlukan untuk eritropoesis (Atmarita, 2004 dalam Amiruddin et al, 2007).

Jika total zat besi dalam tubuh menurun akibat cadangan dan intake zat besi yang menurun, maka akan terjadi penurunan zat besi pada hepatosit dan makrofag hati, limpa dan sumsum tulang belakang. Setelah cadangan habis, akan terjadi penurunan kadar Fe dalam plasma padahal suplai Fe pada sumsum tulang untuk pembentukan hemoglobin menurun. Hal ini mengakibatkan terjadinya peningkatan eritrosit tetapi mikrositik sehingga terjadi penurunan kadar hemoglobin (Choudry et al, 2002 dalam Yilmaz et al, 2007). Anemia pada kehamilan tersebut dinamakan anemia defisiensi besi. Klasifikasi anemia dalam kehamilan lainnya diantaranya adalah anemia megaloblastik, anemia hipoplastik dan anemia hemolitik.

Anemia megaloblastik termasuk dalam anemia makrositik dimana anemia terjadi karena kekurangan asam folat dan atau vitamin B12. Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan karena penghancuran eritrosit yang lebih cepat dari pembuatannya akibat kehilangan darah akut/ kronis (Basu, 2010).

Jika sebab-sebab di atas terjadi pada ibu hamil secara beriringan maka akan menimbulkan manifestasi klinis anemia. Pada saat tanda dan gejala tersebut muncul, tahap inilah yang disebut dengan tahap awal pathogenesis. Tahap ini berakhir sampai fase kesembuhan, kecacatan atau kematian.

Page 7: Menurut Direktorat Bina Kesehatan Ibu

Kemudian tahap patogenesis berakhir pada kesembuhan, kecacatan dan bahkan kematian. Jika timbul kesakitan atau kecacatan dapat berdampak pada kehamilannya, janinnya, persalinannya dan bayi nantinya.

Perubahan hematologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh karena perubahan sirkulasi yang makin meningkat terhadap plasenta dari pertumbuhan payudara. Volume plasma meningkat 45-65% dimulai pada trimester ke II kehamilan,dan maksimum terjadi pada bulan ke 9 dan meningkatnya sekitar 1000 ml, menurunsedikit menjelang aterem serta kembali normal 3 bulan setelah partus. Stimulasi yang meningkatkan volume plasma seperti laktogen plasenta, yang menyebabkan peningkatan sekresi aldesteron