Menjadi Sosok Guru Sekolah Menengah Kejuruan Yang Ideal

4
Menjadi Sosok Guru Sekolah Menengah Kejuruan yang Mampu Mempersiapkan Lulusan Siswa Siap Kerja Pendahuluan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan jenis pendidikan menengah yang mengarahkan siswa-siswanya untuk langsung berkiprah di dunia kerja. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990, pendidikan menengah kejuruan adalah pendidikan pada jenjang pendidikan menengah yang mengutamakan pengembangan kemampuan siswa untuk melaksanakan jenis pekerjaan tertentu. Pendidikan menengah kejuruan mengutamakan penyiapan siswa untuk memasuki lapangan kerja serta mengembangkan sikap profesional. Tujuan utama SMK adalah untuk menyiapkan siswa-siswanya untuk memasuki lapangan pekerjaan secara profesional serta menyiapkan siswa agar mampu memilih karir, mampu berkompetisi, dan mampu mengembangkan diri. Lulusan SMK diharapkan mempunyai bekal pengetahuan dan keterampilan agar mampu dan layak terjun ke dunia pekerjaan. Namun, dengan melihat kenyataan yang ada, belum bisa dikatakan bahwa tujuan SMK benar-benar berhasil. Pasalnya, belum semua siswa SMK langsung bisa mendapatkan pekerjaan setelah mereka lulus sekolah. Fakta menunjukkan bahwa lulusan SMK belum siap untuk bekerja, terbukti dengan jumlah penyumbang pengangguran terbesar berasal dari lulusan SMK. Menurut Kasi Pembinaan Kelembagaan Penempatan dan Pasar Kerja Disnakertrans DIY, Dwi Santosa dalam Harian Jogja Senin (8/10/2012) melansir, jumlah

description

Menjadi Sosok Guru Sekolah Menengah Kejuruan Yang Ideal

Transcript of Menjadi Sosok Guru Sekolah Menengah Kejuruan Yang Ideal

Page 1: Menjadi Sosok Guru Sekolah Menengah Kejuruan Yang Ideal

Menjadi Sosok Guru Sekolah Menengah Kejuruan yang Mampu Mempersiapkan Lulusan

Siswa Siap Kerja

Pendahuluan

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan jenis pendidikan menengah yang

mengarahkan siswa-siswanya untuk langsung berkiprah di dunia kerja. Sesuai dengan

Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990, pendidikan menengah kejuruan adalah

pendidikan pada jenjang pendidikan menengah yang mengutamakan pengembangan

kemampuan siswa untuk melaksanakan jenis pekerjaan tertentu. Pendidikan menengah

kejuruan mengutamakan penyiapan siswa untuk memasuki lapangan kerja serta

mengembangkan sikap profesional.

Tujuan utama SMK adalah untuk menyiapkan siswa-siswanya untuk memasuki lapangan

pekerjaan secara profesional serta menyiapkan siswa agar mampu memilih karir, mampu

berkompetisi, dan mampu mengembangkan diri. Lulusan SMK diharapkan mempunyai bekal

pengetahuan dan keterampilan agar mampu dan layak terjun ke dunia pekerjaan. Namun,

dengan melihat kenyataan yang ada, belum bisa dikatakan bahwa tujuan SMK benar-benar

berhasil. Pasalnya, belum semua siswa SMK langsung bisa mendapatkan pekerjaan setelah

mereka lulus sekolah.

Fakta menunjukkan bahwa lulusan SMK belum siap untuk bekerja, terbukti dengan jumlah

penyumbang pengangguran terbesar berasal dari lulusan SMK. Menurut Kasi Pembinaan

Kelembagaan Penempatan dan Pasar Kerja Disnakertrans DIY, Dwi Santosa dalam Harian

Jogja Senin (8/10/2012) melansir, jumlah pengangguran di DIY saat ini berdasar data terakhir

Desember 2011 mencapai hingga 127.000 orang. Pengangguran paling banyak ternyata

adalah lulusan SMK sebanyak 22.547 orang, disusul lulusan SMA sebanyak 19.491 orang

serta tamatan perguruan tinggi sebanyak 11.338 penganggur.

Dari data tersebut, diketahui bahwa siswa lulusan SMK masih banyak yang menganggur dan

belum dapat langsung terjun ke dunia kerja seperti yang sudah menjadi euforia masyarakat

mengenai masa depan setelah lulus SMK.

Diperlukan pengelolaan mutu pendidikan dan sumber daya manusia yang terlibat dalam

kegiatan belajar mengajar di SMK agar benar-benar mampu menciptakan siswa SMK yang

berkompeten agar siap dan matang dalam berkiprah dalam dunia pekerjaan. Siswa SMK

Page 2: Menjadi Sosok Guru Sekolah Menengah Kejuruan Yang Ideal

memerlukan banyak bimbingan, pelatihan dan mobilisasi yang dapat menunjang siswa untuk

siap kerja. Salah satu faktor yang berengaruh dalam menciptakan siswa-siswi yang

berkompeten adalah guru.

Guru merupakan salah satu ujung tombak dalam proses belajar mengajar di sekolah. Peran

guru sangat penting dalam menciptakan siswa yang berkompeten terlebih lagi menciptakan

lulusan siswa siap kerja. Seorang guru dalam hal ini guru SMK harus mampu menciptakan

siswa-siswa lulusan yang siap untuk terjuan ke dunia pekerjaan. Oleh karena itu, artikel ini

membahas masalah figure seorang guru SMK yang mampu mempersiapkan lulusan siswa

siap kerja.

Pembahasan

Lulusan SMK yang ingin terjuan dan ikut serta dalam persaingan di dunia kerja diharapkan

memiliki keterampilan sesuai dengan bidang yang digelutinya. Mereka harus memiliki

pengetahuan, ketrampilan, dan mampu mengaplikasikannya. Kemampuan yang harus mereka

miliki diantaranya adalah menguasai keterampilan dasar, memiliki kemampuan komunikasi,

kemampuan trouble shooting serta kemampuan personal.

Untuk menjadikan pendidikan vokasi memberi hasil yang berkualitas maka guru harus memiliki kompetensi yang tinggi dan profesional dalam bekerja. Smith (2009) menyatakan guru pendidikan vokasi harus memiliki kemandirian, memiliki dorongan motivasi yang kuat dalam bekerja, termasuk penguasaan terhadap kaidah-kaidah profesionalisme pendidikan vokasi dalam memperbaiki kompetensi pengajarannya. Guru pendidikan vokasi menurut Beven (2009) harus kompeten dalam merancang pembelajaran yang sarat dengan pemberian pengalaman kepada anak didik melalui penguasaan kaidah-kaidah pedagogik dan kurikulum pendidikan kejuruan. Agar sukses dalam menjalankan profesi guru pendidikan vokasi diperlukan pemahaman karakteristik pendidikan kejuruan yaitu: (1) Mempersiapkan peserta didik memasuki lapangan kerja; (2) Didasarkan kebutuhan dunia kerja “Demand-Market-Driven” ; (3) Penguasaan kompetensi yang dibutuhkan oleh dunia kerja; (4) Kesuksesan siswa pada “Hands-On” atau performa dunia kerja; (4) Hubungan erat dengan dunia kerja merupakan kunci sukses Pendidikan vokasi; (5) Responsif dan antisipatif terhadap kemajuan teknologi; (6) learning by doing dan hands on experience; (7) membutuhkan pasilitas mutakhir untuk praktek; (8) Memerlukan biaya investasi dan operasional yang lebih besar dari pendidikan umum. Ada beberapa kesalahan yang sering dianggap biasa dipraktekkan di dalam pendidikan vokasi

yaitu: (1) Diklat dasar kompetensi kejuruan tidak diajarkan secara mendasar; (2) Kesalahan

diterima dan dimaafkan sebagai suatu kewajaran; (3) Mutu hasil kerja dibiarkan apa adanya

tanpa standar mutu; (4) Guru yang lemah mutunya ditugaskan mengajar di tingkat awal; (5) Alat

yang sudah tua, tidak standar dipakai oleh siswa tingkat awal; (6) Kebiasaan salah tingkat awal

Page 3: Menjadi Sosok Guru Sekolah Menengah Kejuruan Yang Ideal

mutu tidak penting. Padahal untuk mendapat hasil pendidikan yang bermutu harus diawali

dengan dasar yang kuat dan benar; (7) Dalam praktek siswa dibiarkan bekerja dengan cara yang

salah; (8) Tidak mengikuti langkah, posisi tubuh dan gerak yang benar. Padahal kualitas teknis

dan produktivitas kerja sangat ditentukan oleh cara kerja yang benar; (9) Membiarkan siswa

bekerja di lantai bukan di tempat kerja; (10) Membiarkan siswa menggunakan peralatan tidak

sesuai dengan fungsi dan tempatnya; (11) Membiarkan siswa dengan mutu hasil kerja asal jadi.

Hanya formalitas telah mengerjakan tanpa standar mutu. Guru memberi angka :”Angka Guru”

tidak ada hubungannya dengan standar mutu dunia kerja; (12) Siswa tidak peduli dengan “Sense

of Quality” dan “Sense of added Value”; (13) Kegiatan praktek tidak mengikuti prinsip belajar

tuntas “Mastery Learning” ; (14) Siswa bekerja tanpa bimbingan dan pengawasan guru; (15)

Siswa bekerja tanpa persyaratan keselamatan kerja, tidak bertanggung jawab; (16) Siswa

bekerja tanpa lembar kerja; (17) Guru berada di sekolah hanya pada jam-jam mengajar saja; (18)

Menjadi Guru Provinsi atau Kabupaten karena mengajar di berbagai sekolah lintas kabupaten;

(19) Menggunakan waktu belajar hanya untuk catat mencatat; (20) Sekolah Vokasi kurang

memiliki wawasan ekonomi. Mesin rendah waktu pemakaiannya; (21) Kurang etos kerja.