Menjadi Sosok Guru Sekolah Menengah Kejuruan Yang Ideal
-
Upload
warin-ahmad -
Category
Documents
-
view
49 -
download
0
description
Transcript of Menjadi Sosok Guru Sekolah Menengah Kejuruan Yang Ideal
![Page 1: Menjadi Sosok Guru Sekolah Menengah Kejuruan Yang Ideal](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022081802/55cf96bb550346d0338d67f5/html5/thumbnails/1.jpg)
Menjadi Sosok Guru Sekolah Menengah Kejuruan yang Mampu Mempersiapkan Lulusan
Siswa Siap Kerja
Pendahuluan
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan jenis pendidikan menengah yang
mengarahkan siswa-siswanya untuk langsung berkiprah di dunia kerja. Sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990, pendidikan menengah kejuruan adalah
pendidikan pada jenjang pendidikan menengah yang mengutamakan pengembangan
kemampuan siswa untuk melaksanakan jenis pekerjaan tertentu. Pendidikan menengah
kejuruan mengutamakan penyiapan siswa untuk memasuki lapangan kerja serta
mengembangkan sikap profesional.
Tujuan utama SMK adalah untuk menyiapkan siswa-siswanya untuk memasuki lapangan
pekerjaan secara profesional serta menyiapkan siswa agar mampu memilih karir, mampu
berkompetisi, dan mampu mengembangkan diri. Lulusan SMK diharapkan mempunyai bekal
pengetahuan dan keterampilan agar mampu dan layak terjun ke dunia pekerjaan. Namun,
dengan melihat kenyataan yang ada, belum bisa dikatakan bahwa tujuan SMK benar-benar
berhasil. Pasalnya, belum semua siswa SMK langsung bisa mendapatkan pekerjaan setelah
mereka lulus sekolah.
Fakta menunjukkan bahwa lulusan SMK belum siap untuk bekerja, terbukti dengan jumlah
penyumbang pengangguran terbesar berasal dari lulusan SMK. Menurut Kasi Pembinaan
Kelembagaan Penempatan dan Pasar Kerja Disnakertrans DIY, Dwi Santosa dalam Harian
Jogja Senin (8/10/2012) melansir, jumlah pengangguran di DIY saat ini berdasar data terakhir
Desember 2011 mencapai hingga 127.000 orang. Pengangguran paling banyak ternyata
adalah lulusan SMK sebanyak 22.547 orang, disusul lulusan SMA sebanyak 19.491 orang
serta tamatan perguruan tinggi sebanyak 11.338 penganggur.
Dari data tersebut, diketahui bahwa siswa lulusan SMK masih banyak yang menganggur dan
belum dapat langsung terjun ke dunia kerja seperti yang sudah menjadi euforia masyarakat
mengenai masa depan setelah lulus SMK.
Diperlukan pengelolaan mutu pendidikan dan sumber daya manusia yang terlibat dalam
kegiatan belajar mengajar di SMK agar benar-benar mampu menciptakan siswa SMK yang
berkompeten agar siap dan matang dalam berkiprah dalam dunia pekerjaan. Siswa SMK
![Page 2: Menjadi Sosok Guru Sekolah Menengah Kejuruan Yang Ideal](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022081802/55cf96bb550346d0338d67f5/html5/thumbnails/2.jpg)
memerlukan banyak bimbingan, pelatihan dan mobilisasi yang dapat menunjang siswa untuk
siap kerja. Salah satu faktor yang berengaruh dalam menciptakan siswa-siswi yang
berkompeten adalah guru.
Guru merupakan salah satu ujung tombak dalam proses belajar mengajar di sekolah. Peran
guru sangat penting dalam menciptakan siswa yang berkompeten terlebih lagi menciptakan
lulusan siswa siap kerja. Seorang guru dalam hal ini guru SMK harus mampu menciptakan
siswa-siswa lulusan yang siap untuk terjuan ke dunia pekerjaan. Oleh karena itu, artikel ini
membahas masalah figure seorang guru SMK yang mampu mempersiapkan lulusan siswa
siap kerja.
Pembahasan
Lulusan SMK yang ingin terjuan dan ikut serta dalam persaingan di dunia kerja diharapkan
memiliki keterampilan sesuai dengan bidang yang digelutinya. Mereka harus memiliki
pengetahuan, ketrampilan, dan mampu mengaplikasikannya. Kemampuan yang harus mereka
miliki diantaranya adalah menguasai keterampilan dasar, memiliki kemampuan komunikasi,
kemampuan trouble shooting serta kemampuan personal.
Untuk menjadikan pendidikan vokasi memberi hasil yang berkualitas maka guru harus memiliki kompetensi yang tinggi dan profesional dalam bekerja. Smith (2009) menyatakan guru pendidikan vokasi harus memiliki kemandirian, memiliki dorongan motivasi yang kuat dalam bekerja, termasuk penguasaan terhadap kaidah-kaidah profesionalisme pendidikan vokasi dalam memperbaiki kompetensi pengajarannya. Guru pendidikan vokasi menurut Beven (2009) harus kompeten dalam merancang pembelajaran yang sarat dengan pemberian pengalaman kepada anak didik melalui penguasaan kaidah-kaidah pedagogik dan kurikulum pendidikan kejuruan. Agar sukses dalam menjalankan profesi guru pendidikan vokasi diperlukan pemahaman karakteristik pendidikan kejuruan yaitu: (1) Mempersiapkan peserta didik memasuki lapangan kerja; (2) Didasarkan kebutuhan dunia kerja “Demand-Market-Driven” ; (3) Penguasaan kompetensi yang dibutuhkan oleh dunia kerja; (4) Kesuksesan siswa pada “Hands-On” atau performa dunia kerja; (4) Hubungan erat dengan dunia kerja merupakan kunci sukses Pendidikan vokasi; (5) Responsif dan antisipatif terhadap kemajuan teknologi; (6) learning by doing dan hands on experience; (7) membutuhkan pasilitas mutakhir untuk praktek; (8) Memerlukan biaya investasi dan operasional yang lebih besar dari pendidikan umum. Ada beberapa kesalahan yang sering dianggap biasa dipraktekkan di dalam pendidikan vokasi
yaitu: (1) Diklat dasar kompetensi kejuruan tidak diajarkan secara mendasar; (2) Kesalahan
diterima dan dimaafkan sebagai suatu kewajaran; (3) Mutu hasil kerja dibiarkan apa adanya
tanpa standar mutu; (4) Guru yang lemah mutunya ditugaskan mengajar di tingkat awal; (5) Alat
yang sudah tua, tidak standar dipakai oleh siswa tingkat awal; (6) Kebiasaan salah tingkat awal
![Page 3: Menjadi Sosok Guru Sekolah Menengah Kejuruan Yang Ideal](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022081802/55cf96bb550346d0338d67f5/html5/thumbnails/3.jpg)
mutu tidak penting. Padahal untuk mendapat hasil pendidikan yang bermutu harus diawali
dengan dasar yang kuat dan benar; (7) Dalam praktek siswa dibiarkan bekerja dengan cara yang
salah; (8) Tidak mengikuti langkah, posisi tubuh dan gerak yang benar. Padahal kualitas teknis
dan produktivitas kerja sangat ditentukan oleh cara kerja yang benar; (9) Membiarkan siswa
bekerja di lantai bukan di tempat kerja; (10) Membiarkan siswa menggunakan peralatan tidak
sesuai dengan fungsi dan tempatnya; (11) Membiarkan siswa dengan mutu hasil kerja asal jadi.
Hanya formalitas telah mengerjakan tanpa standar mutu. Guru memberi angka :”Angka Guru”
tidak ada hubungannya dengan standar mutu dunia kerja; (12) Siswa tidak peduli dengan “Sense
of Quality” dan “Sense of added Value”; (13) Kegiatan praktek tidak mengikuti prinsip belajar
tuntas “Mastery Learning” ; (14) Siswa bekerja tanpa bimbingan dan pengawasan guru; (15)
Siswa bekerja tanpa persyaratan keselamatan kerja, tidak bertanggung jawab; (16) Siswa
bekerja tanpa lembar kerja; (17) Guru berada di sekolah hanya pada jam-jam mengajar saja; (18)
Menjadi Guru Provinsi atau Kabupaten karena mengajar di berbagai sekolah lintas kabupaten;
(19) Menggunakan waktu belajar hanya untuk catat mencatat; (20) Sekolah Vokasi kurang
memiliki wawasan ekonomi. Mesin rendah waktu pemakaiannya; (21) Kurang etos kerja.