Menjadi Seperti Shahabat Bukan Mimpi

3
Menjadi Seperti Shahabat Bukan Mimpi Oleh : Mush’ab Abdurrahman Dalam mengarungi samudera perjuangan, Rasulullah Muhammad saw selalu diiringi para kesatria yang siap mengorbankan harta dan jiwanya. Merekalah para shahabat Rasulullah saw. Shahabatlah yang secara langsung pernah bertemu dengan beliau, berjihad bersamanya, mendengarkan ayat-ayat Al-Qur’an yang turun, menyaksikan keindahan akhlaqnya serta berusaha sekuat tenaga mencontoh setiap perilaku Rasulullah saw. Merekalah benteng perdana kekuasaan islam. Ditangan-tangan merekalah sayap-sayap kekuasaan islam terbentang luas mengisi setiap jengkal tanah yang kosong dengan seruan Ilahi. Jangan ditanya kualitas ibadah mereka. Siangnya bagaikan serigala yang buas, gagah berani berjihad dan mendakwahkan islam. Malamnya bagaikan anak kecil, yang menangis-nangis bercucuran air mata taubat dalam pelukan malam tahajud syahdu. Begitulah luar biasanya kualitas Taqarrub Shahabat. Wajar jika Allah swt senantiasa meridali mereka. Hingga menjadi bukti masa generasi terbaik yang pernah lahir dimuka bumi. Rasa-rasanya kayak mimpi berharap seperti shahabat, dijaman sekarang ini. Jaman yang jauh dari cahaya islam. Ingin rasa hati ini hidup sebagaimana mereka para shahabat Rasulullah saw. Namun setelah membuka lembaran demi lembaran hadist Rasulullah saw secercah harapan itu ada. Dimasa yang sangat jauh dari kehidupan masa shahabat, ternyata Rasulullah masih menyimpan sebuah rahasia besar bagi umatnya yang merindukan predikat laksana shahabat. Menjadi Orang asing (al-Ghuraba) Rasulullah saw menghimbau agar kita umatnya hidup sebagai orang asing (al-ghuraba). Orang asing disini maksudnya bukan orang yang mengasingkan diri dari hiruk pikuk kehidupan masyarakat (uzlah)

description

ok

Transcript of Menjadi Seperti Shahabat Bukan Mimpi

Menjadi Seperti Shahabat Bukan Mimpi

Oleh : Mushab Abdurrahman

Dalam mengarungi samudera perjuangan, Rasulullah Muhammad saw selalu diiringi para kesatria yang siap mengorbankan harta dan jiwanya. Merekalah para shahabat Rasulullah saw. Shahabatlah yang secara langsung pernah bertemu dengan beliau, berjihad bersamanya, mendengarkan ayat-ayat Al-Quran yang turun, menyaksikan keindahan akhlaqnya serta berusaha sekuat tenaga mencontoh setiap perilaku Rasulullah saw. Merekalah benteng perdana kekuasaan islam. Ditangan-tangan merekalah sayap-sayap kekuasaan islam terbentang luas mengisi setiap jengkal tanah yang kosong dengan seruan Ilahi. Jangan ditanya kualitas ibadah mereka. Siangnya bagaikan serigala yang buas, gagah berani berjihad dan mendakwahkan islam. Malamnya bagaikan anak kecil, yang menangis-nangis bercucuran air mata taubat dalam pelukan malam tahajud syahdu. Begitulah luar biasanya kualitas Taqarrub Shahabat. Wajar jika Allah swt senantiasa meridali mereka. Hingga menjadi bukti masa generasi terbaik yang pernah lahir dimuka bumi.

Rasa-rasanya kayak mimpi berharap seperti shahabat, dijaman sekarang ini. Jaman yang jauh dari cahaya islam. Ingin rasa hati ini hidup sebagaimana mereka para shahabat Rasulullah saw. Namun setelah membuka lembaran demi lembaran hadist Rasulullah saw secercah harapan itu ada. Dimasa yang sangat jauh dari kehidupan masa shahabat, ternyata Rasulullah masih menyimpan sebuah rahasia besar bagi umatnya yang merindukan predikat laksana shahabat.

Menjadi Orang asing (al-Ghuraba)

Rasulullah saw menghimbau agar kita umatnya hidup sebagai orang asing (al-ghuraba). Orang asing disini maksudnya bukan orang yang mengasingkan diri dari hiruk pikuk kehidupan masyarakat (uzlah) demi membersihkan diri, sebagaimana orang-orang yang terpengaruh oleh filsafat Hindu. Akan tetapi pengertian orang asing ini adalah orang-orang dari kalangan umatnya Rasulullah saw yang senantiasa melakukan perbaikan (dakwah) ditengah-tengah kerusakan yang melanda masyarakat. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Umar bin Auf bin Zaid bin Milhah al-Mazani ra., bahwa Rasulullah saw. bersabda:

Sesungguhnya agama (ini) akan terhimpun dan berkumpul menuju Hijaz layaknya terhimpun dan terkumpulnya ular menuju liangnya, dan sungguh (demi Allah) agama (ini) akan ditahan (untuk pergi) dari Hijaz sebagaimana (ditahannya) panji (yang merupakan tempat kembali di mana kaum Muslim kembali padanya ) dari puncak gunung. Sesungguhnya agama ini muncul pertama kali dalam keadaan asing dan akan kembali menjadi asing. Maka berbahagialah orang-orang yang terasing. Yaitu orang-orang yang memperbaiki sunahku yang telah dirusak oleh manusia setelahku. (Ab Issa berkata, Hadits ini hasan)

Al-Ghuraba dalam hadits di atas bukanlah para shahabat, karena mereka datang setelah ada manusia yang merusak metode kehidupan yang dibawa Rasulullah saw. Sedangkan para shahabat ra. tidak merusak metode kehidupan Rasul, dan metode tersebut belum rusak di jaman para shahabat.

Begitu pula hadits yang diriwayatkan dari Sahal bin Saad as-Saidi ra., Rasulullah saw. bersabda:

Islam muncul pertama kali dalam keadaan terasing dan akan kembali terasing sebagaimana mulainya, maka berbahagialah orang-orang yang terasing tersebut. Para sahabat berkata, Wahai Rasulullah, siapa al-ghuraba ini? Rasulullah saw. bersabda, Mereka adalah orang-orang yang melakukan perbaikan ketika manusia sudah rusak. (Hadits ini diriwayatkan oleh ath- Thabrni dalam al-Kabir).

Dalam al-Ausat dan ash-Shagir diriwayatkan dengan lafadz:

Mereka malakukan perbaikan ketika manusia telah rusak.

Kata idza (ketika) digunakan untuk menunjukkan masa yang akan datang. Di dalam hadits ini terdapat petunjuk bahwa kerusakan tersebut terjadi setelah masa shahabat.

Sekarang adalah momentum yang tepat untuk menjadikan setiap diri kita sebagai orang asing tersebut. Ketika kehidupan sekarang menelentarkan hukum Allah swt, yang mengakibatkan umat dilanda kerusakan (fasad) diberbagai sektor kehidupan. Upaya yang harus dilakukan agar memenuhi kriteria kemuliaan sebagai orang asing adalah dengan melakukan perubahan sistem sekuler menjadi sistem syariah, inilah makna orang asing sebagaimana hadist diatas. Bukannya malah meninggalkan masyarakat yang rusak dengan dalih agar selamat dari kerusakan tersebut. Orang demikian adalah pengecut yang tidak akan mendapat kemuliaan. Rasulullah saw menyindirnya dalam sebuah hadistnya;

Nabi saw bersabda: Sungguh jika seorang muslim berinteraksi dengan masyarakat dan sabar atas hal-hal yang menyakitkan dari mereka (akibat interaksi), lebih baik daripada seorang muslim yang tidak berinteraksi dengan masyarakat dan tidak sabar atas hal-hal yang menyakitkan dari mereka (HR. at-Tirmidzi, 9/416).