MENINGKATKAN KEMANDIRIAN DALAM MERAWAT DIRI …eprints.ums.ac.id/51976/3/NASKAH PUBLIKASI FEMUR...

20
MENINGKATKAN KEMANDIRIAN DALAM MERAWAT DIRI PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR FEMUR 1/3 PROKSIMAL DEKTRA POST ORIF HARI KE-2 DI RSOP.DR. R SOEHARSO SURAKARTA Disusun Sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Diploma III pada Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Oleh : ADE CAHYA LESMANA J200120054 PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2016

Transcript of MENINGKATKAN KEMANDIRIAN DALAM MERAWAT DIRI …eprints.ums.ac.id/51976/3/NASKAH PUBLIKASI FEMUR...

MENINGKATKAN KEMANDIRIAN DALAM MERAWAT DIRI PADA

PASIEN DENGAN FRAKTUR FEMUR 1/3 PROKSIMAL DEKTRA POST

ORIF HARI KE-2 DI RSOP.DR. R SOEHARSO SURAKARTA

Disusun Sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Diploma III

pada Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan

Oleh :

ADE CAHYA LESMANA

J200120054

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2016

i

ii

iii

1

MENINGKATKAN KEMANDIRIAN DALAM MERAWAT DIRI PADA PASIEN

DENGAN FRAKTUR FEMUR 1/3 PROKSIMAL DEKTRA POST ORIF HARI KE-2

DI RSOP.DR.R.SOEHARSO SURAKARTA

Abstrak

Pasien setelah operasi ORIF mengalami keterbatasan dalam melakukan aktifitas sehari –hari

berhubungan dengan menurunnya tonus otot. Adanya keterbatasan gerak menyebabkan

menurunnya kekuatan otot, sehingga pasien kehilangan kemandirian dalam merawat dirinya.

Perawatan diri merupakan kegiatan sehari – hari dalam mengurus dirinya, baik digunakan

tanpa alat maupun menggunakan alat bantu.Tujuan dari penulisan naskah publikasi ilmiah ini

yaitu untuk menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan keterbatasan gerak dalam

meningkatkan kemandirian dalam merawat dirinya, meliputi pengkajian, intervensi,

implementasi, evaluasi. Metode yang digunakan dalam penulisan publikasi ilmiah ini yaiu

menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan studi kasus yang menjelaskan dan

melakukan proses keperawatan. Proses keperawatan tersebut dilakukan dari pengkajian

sampai evaluasi keperawatan. Tindakan keperawatan3 x 24 jam pada pasiaen post opearasi

dalam meningkatkan kemandirian dalam merawat diri, tindakan keperawatan yang dilakukan

adalah membantu mengakses ke kamar mandi, menyediakan peralatan mandi dan memberi

penjelasan tentang cara mandi diatas tempat tidur dengan maupun tanpamenggunakan sabun,

memberi motivasi kepada pasien tentang kemampuan pasien, melatih pasien untuk mandi

sendiri dengan pantauan keluarga sebagai bekal mandiri setelah kembali ke rumah

meminimalkan ketergantungan pada orang lain, melatih berjalan menggunakan alat bantu

seperti krak, melakukan tindakan ROM (Range Of Motion). Program latihan tersebut dapat

memperkuat otot dan meningkatkan kemandirian, Pasienmampu beraktifitas dibantu dengan

alat, kepercayaan diri pasien kembali, kemandirian pasien dalam merawat dirinya meningkat.

Hasil yang di dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan intervensi keperawatan berupa

latihan aktivitas seperti,makan, perawatan diri, mandi, penggunaan toileting dengan

mengintegrasikan manajemen nyeri pada fase rehabilitasi post ORIF fraktur ekstremitas

bawah.

Kata kunci : Post ORIF, Kemandirian, Merawat diri, Asuhan Keperawatan, Fraktur.

IMPROVING THE INDEPENDENCE IN TREATING PATIENTS WITH SELF 1/3

PROXIMAL FEMUR FRACTURES EKTRA ORIF POST DAY 2 IN

RSOP.DR.R.SOEHARSO SURAKARTA

Abstracts

ORIF surgery patients after experiencing limitations in performing daily activities -day

associated with reduced muscle tone. That the lack of motion causes decreased muscle

strength, so that the patient's loss of independence in caring for him. Self-care is a daily

activity - the day in taking care of himself, either used no tools or using tools. The purpose of

this scientific publication manuscript is to describe nursing care in patients with reduced

mobility in enhancing self-reliance in caring for him, including assessment, intervention,

implementation, evaluation. The method used in the writing of this scientific publication yaiu

using descriptive method with case study approach that explain and perform the nursing

process. The nursing process of assessment to the evaluation done nursing. Nursing action 3 x

24 hours at pasiaen post opearasi in improving independence in self-care, nursing actions do

is help you access to the bathroom, with toiletries and give an explanation of how the shower

on the bed with or without the use of soap, motivate patients about the ability of the patient,

to train the patient's own bathroom with the family as a provision for independent monitoring

after returning home to minimize dependence on others, trains run using tools such as crack,

2

act ROM (Range of Motion). The exercise program can strengthen muscles and increase the

independence, Patient able to indulge aided by tools, patient confidence back, independence

in caring for her patients increased.The results can be used as a basis for nursing

interventions in the form of activities such as exercise, eating, personal care, bathing,

toileting use by integrating the management of pain in post rehabilitation phase ORIF lower

limbfractures.

Keywords: Post ORIF, self-reliance, self Caring, Nursing, Fracture.

1. PENDAHULUAN

Fraktur adalah hilangnya kontiunitas tulang rawan baik bersifat total maupun

sebagian, penyebab utama dapat disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik tulang itu

sendiri dan jaringan lunak disekitarnya. Tulang akan menentukan apakah fraktur yang

terjadi lengkap atau tidak lengkap (Helmi, 2012).

Badan kesehatan WHO tahun 2010 menyebutkan bahwa terdapat lebih dari 7

jutaorang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan, dan sekitar 2 juta orang

mengalami cacat fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang memiliki prevalensi yang

cukup tinggi adalah insiden fraktur ektermitas bawah, yaitu sebanyak 46,2 % didapat

dari kecelakaan (Lukman, 2011).

Fraktur di Indonesia menjadi penyebab kematian terbesar ketiga di bawah

penyakit jantung koroner dan tuberculosis. Menurut hasil data Riset Kesehatan Dasar

tahun 2011, di Indonesia terjadi fraktur yang disebabkan oleh cidera seperti terjatuh,

kecelakaan lalu lintas dan trauma tajam/tumpul. Riset Kesehatan Dasar 2011

menemukan ada sebanyak 45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur sebanyak

1.775 orang (3,8 %). Kasus kecelakaan lalu lintas sebanyak 20.829 kasus, dan yang

mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang (8,5 %), dari 14.127 trauma benda

tajam/tumpul, yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang (1,7 %) (Nurcahiriah,

2014).

Data dari rekam medik di bangsal Ceplok Sriwedari Rumah Sakit Ortopedi Dr.

R. Soeharso Surakarta untuk satu bulan terakhir dari tanggal 31 Maret 2016 tercatat

sebanyak 20 kasus yang mengakibatkan fraktur pada ekstermitas bawah.

Salah satu masalah yang sering berhubungan dengan pasien dalam masalah ortopedi

adalah kehilangan kemandirian, termasuk diantaranya pasien post operasi fraktur

femur.

Pasien ini mengalami keterbatasan dalam melakukan aktifitas sehari – hari,

berhubungan dengan menurunnya tonus otot. Sehingga mengalami kehilangan

kemandirian. Tujuan keperawatan utama untuk pasien dengan masalah tersebut agar

3

pasien dapat melakukan perawatan diri secara total sejauh kemampuan yang bisa

dilakukan dengan mandiri (Ropyanto, 2011).

Fungsi kemandirian akan menurun pada kegiatan yang memerlukan perubahan

posisi yang dominan, seperti berpakaian, mandi, makan, dan penggunaan urinal.

Walaupun dilakukan diatas tempat tidur, aktivitas yang menggunakan ekstermitas atas

seperti makan, perawatan diri terutama mandi, semua dilakukan diatas tempat tidur.

Sehingga kemampuan ekstermitas atas sangat berperan penting dalam aktifitas

tersebut.

Perbedaan terjadi saat melakukan aktivitas yang memerlukan perubahan posisi

diatas tempat tidur, baik bergeser maupun duduk yang mengakibatkan peningkatan

nyeri pada area fraktur. Kemampuan ekstremitas bawah berperan penting untuk

mencapai keseimbangan. Maka perlu dilatih untuk keseimbangan dengan melatih kaki

yang tidak sakit agar tidak mengalami kekakuan otot. Penurunan fungsi ekstremitas

bawah memberikan dampak terhadap stabilitas keseimbangan. Keseimbangan terdiri

dari keadaan statis, dinamis dan komponen fungsional yang berfokus pada

keseimbangan dan kesembuhannya (Ropyanto, 2011).

Proses kesembuhan ketidakadekuatan bantuan, memberikan bantuan untuk

melakukan aktivitas yang sebenarnya mampu untuk melakukannya tetapi memberikan

bantuan. Bantuan yang berlebihan tersebut dapat mengurangi perkembangan

kemampuan klien untuk mandiri. Sehingga berpengaruh terhadap fungsi kemandirian.

Bantuan diberikan berlebihan akan mengurangi kesempatan yang berulang - ulang.

Latihan terbaik untuk memperbaiki kinerja pasien atau meningkatkan kemandirian

adalah melakukan nya secara berulang ulang dengan aktivitas mandiri (Hoppenfield,

2011).

Pasien post operasi selama di bangsal sebelum mendapatkan terapi latihan dari

fisioterapi masih tergantung pada perawat dan keluarga, karena pasien takut

menggerakan ekstermitas bawahnya dan takut merasa sakit, terkadang sudah diberi

latihan, pasien masih malas untuk latihan mobilitas. Terlihat dari diri pasien untuk

merawat diri pun tampak malas malasan, sebenarnya pasien mampu untuk melakukan

aktivitas, tetapi selalu menunggu keluarga untuk membantu melakukan kebutuhan

sehari – hari. Hal ini kemungkinan karena ketidaktahuan pasien untuk melakukan

pergerakan karena kurang imformasi dan pengetahuan pasien tentang keadaannya.

Fungsi latihan tersebut untuk menguatkan otot dan memandirikan pasien agar

tidak tergantung kepada orang lain,dan untuk kesiapan pasien kembali ke rumah agar

4

tidak tergantung pada orang lain dalam perawatan dirinya. Latihan tersebut dilakukan

oleh pasien dengan bantuan dan pantauan keluargadan perawat.

Pentingnya peningkatan kemandirian adalah untuk meningkatkan kemampuan

merawat diri pasien, diharapkan mencapai ideal diri. Peningkatan kemandirian juga

berdasarkan pada perubahan sistem tubuh dan gangguan fisiknya melalui proses

pemulihan dengan program latihan, pasien dapat hidup mandiri tanpa ketergantungan

penuh keluarga, dalam tahap pemulihan maupun setelah keluar dari rumah sakit

melakukan aktifitas di rumah. Dari data diatas mendorong penulis untuk melakukan

studi kasus tentang upaya kemandirian dalam merawat diri

1. METODE PENELITIAN

Metode penyusunan karya tulis ini menggunakan metode deskriptif dengan

pendekatan studi kasus yang menjelaskan dan melakukan proses keperawatan. Proses

keperawatan tersebut dilakukan dari pengkajian sampai evaluasi keperawatan. Penulis

memberikan asuhan keperawatan dan melakukan tidakan keperawatan dari salah satu

pasien yang dirawat di RSOP. Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta dibangsal Ceplok

Sriwedari pada tanggal 29 Maret – 2 April 2016.

Cara yang digunakan dengan anamnesa, pengkajian fisik, disertai data

penunjang dan masalah keperawatan untuk menegakkan diagnosa dan intervensi

keperawatan. Melakukan tindakan keperawatan berdasarkan perencanaan yang

mengacu pada diagnosa dan intervensi keperawatan. Melakukan evaluasi sesuai

dengan rencana tindakan yang diberikan. Jika belum atau tidak teratasi maka perlu

disusun rencana atau melanjutkan rencana tindakan yang sebelumnya (Debora,

2011).

Promosi latihan fisik mempasilitasi aktivitas fisik yang rutin untuk

mempertahankan dan meningkatkan kekuatan otot dan menyeimbangkan aktivitas dan

istirahat (Wilkinson, 2015). Program latihan tersebut berguna untuk kesiapan pasien

kembali ke lingkungan rumah dengan program tersebut pasien mencapai ideal diri

dalam melakukan aktivitasnya secara mandiri.

5

2. HASIL DAN PEMBAHASAN

Komponen kunci dan pondasi proses keperawatan adalah pengkajian. Suatu

pengkajian yang mendalam memungkinkan perawat kritikan untuk mendeteksi

perubahan cepat, melakukan intervensi dini dan melakukan asuhan (Talbot, A, Laura

2007).

1.1. Pengkajian dan Pemeriksaan Penunjang.

Setelah pembedahan ortopedi, perawat tetap melanjutkan rencana perawatan

preoperatif, melakukan penyesuaian terhadap status pascaoperatif terbaru.

Perawat mengkaji ulang kebutuhan pasien berkaitan dengan nyeri, perfusi

jaringan, promosi kesehatan, mobilitas, dan konsep diri. Selain itu, perawat harus

memperhatikan mengenai pengkajian dan 6 pemantauan pasien mengenai

potensial masalah yang berkaitan dengan pembedahan. Pengkajian tanda vital,

derajat kesadaran, cairan yang keluar dari luka, suara nafas,suara usus,

keseimbangan cairan, dan yang mungkin menunjukkan akan terjadinya

kemungkinan komplikasi. Temuan abnormal harus segera dilaporkan ke dokter

(Smeltzer. C Suzanne 2013).

Hasil pengkajian pada asuhan keperawatan dengan pasien post operasi fraktur

femur di RSOP. Dr. R. Soeharso Surakarta. Pengkajian dilakukan pada tanggal 29

Maret 2016 pukul 15.00 WIB. Keluhan Utama nyeri pada paha kanan,

selanjutnya pasien menjelaskan kronologi kejadiannya. Pasien mengatakan

sedang mengepel lantai dirumah, pasien terpeleset dan jatuh dengan bagian paha

kanan yang pertama menyentuh lantai.

Keluarga membawa pasien ke klinik pengobatan, mendapatkan perawatan

selama satu minggu, selanjutnya pasien dibawa keluarga ke RSOP. Dr. R

Soeharso Surakarta.

Pengkajian fisik dilakukan setelah operasi ORIF hari ke 2, Paha kanan dibalut

dari pangkal paha sampai lutut 25 cm, dipergelangan kaki kanan kaki yang sakiit

terdapat pembengkakan. Kekuatan otot pada kaki yang satunya dengan kekuatan

otot level 3 (mampu mengangkat ditekan lemah tidak jatuh) tidak terjadi

kekaukann otot, kaki kiri dapat digerakan.

Pengkajian fisik waktu dikaji dengan data yang diperoleh dari pemeriksaan

umum dan pemeriksaan sistematis. Pemeriksaan umum terdiri dari kesadaran

pasien, tanda – tanda vital pada saat dikaji. Data yang didapat dari pengkajian

tersebut : kesadaran pasien : Composmetris E4M5V6. Pemeriksaan Tanda - Tanda

Vital :Tekanan Darah (TD) : 120/80mmHg, Nadi (N) : 88 x/menit, Suhu (S) :

36oC, Rerpiratory Rate (RR) : 22

x/menit.

Pemeriksaan selanjutnya adalah pemeriksaan dari kepala sampai kaki meliputi

: Pemeriksaan kepala, mata, telinga, leher, fisik kulit, dada dan paru, abdomen,

genital, dan kekuatan kelemahan otot.

Data yang didapat dari pemeriksaan sistematis dilakukan dari pemeriksaan

bagian Kepala : Bentuk kepala mesocepal, kepala bersih tidak ada lesi, tidak

terdapat nyeri tekan, rambut berwarna hitam, rambut bergelombang, wajah pasien

meringis karena menahan rasa nyeri. Pemeriksaan Mata : Kedua mata simetris,

pergerakan antara mata kanan dan kiri sama, tidak terdapat gangguan penglihatan,

conjungtiva tidak anemis, pupil isokor. Pemeriksaan Hidung : Lubang kanan dan

kiri simetris, tidak ada pembengkakan pada tulang hidung, tidak terdapat sekret,

terdapat bulu hidung, tidak terdapat daging tumbuh, tidak ada nyeri tekan.

Pemeriksaan Telinga : Simetris antara telinga kanan dan kiri, tidak terdapat

6

gangguan pendengaran, warna telinga sawo matang, tidak ada lesi tidak terjadi

nyeri tekan. Pemeriksaan Leher : Simetris bentuk leher, warna leher sawo

matang, dan warna merata, tidak ada peradangan di vena jugularis, tidak terdapat

jaringan parut, tidak terdapat nyeri tekan. Pemeriksaan Kulit : Warna kulit sawo

matang, warna kulit sawo matang, kulit teraa hangat, tidak terdapat jaringan

parut, turgor kulit baik. Pemeriksaan Dada dan Paru Inspeksi : Bentuk dada

simetris antara kanan dan kiri, tidak terdapat benjolan, tidak ada lesi, warna kulit

merata. Palpasi : Ekpansi paru sama traktil femitus sama, tidak ada nyeri tekan.

Perkusi : Resonan di semua lapang paru. Auskultasi : Vesikuler. Pemeriksaan

Abdomen inspeksi : Bentuk abdomen simetris, warna kulit merata. Auskultasi

terdengar bunyi peristaltik usus 10 x/menit. Perkusi : Tympani. Palpasi : Tidak

terdapat nyeri tekan. Pemeriksaan Genital : Terpasang selang genital, bersih.

Pemeriksaan Ektermitas : Kaki kanan tidak dapat digerakan terdapat balutan

dipaha 25 cm dari pangkal paha sampai atas lutut, terdapat pembengkakan di

pergelangan kaki dan untuk kaki kanan kekuatan otot level 3, mampu

mengangkat ditekan lemah tidak jatuh, tidak terdapat pembengkakan.

1.2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis yang digunakan oleh perawat

professional untuk menjelaskan masalah kesehatan, tingkat kesehatan, respons

klien terhadap penyakit atau kondisi klien (aktual atau potensial) sebagai akibat

dari penyakit yang diderita (Debora, 2011).

Setelah ditegakkan diagnosa keperawatan maka disusun suatu perencanaan

tindakan keperawatan, perencanaan tindakan keperawatan adalah tulisan yang

dibuat dan digunakan sebagai panduan saat melakukan tindakan keperawatan

untuk mengatasi masalah yang muncul (Debora, 2011).

Data Objektif : Nyeri di paha kanan, terdapat peradangan dipergelangan kaki

yang sakit, pasien terlihat gelisah. Pasienselalumeminta dimandikan keluarga, jika

tidak ada keluarga tidak mau mandi. Data Subjektif : Klien mengatakan nyeri

pada paha sebelah kanan. Provoking (P) : Luka Post Operasi Fraktur Femur,

Quality (Q) : Seperti ditarik, Regional (R) : Nyeri pada paha sebelah kanan, Time

(T) : Nyeri hilang timbul, klien mengatakan jari kaki sebelah kanan jika digerakan

terasa sakit. Keadaan Umum : Pasien tampak baju kusut kotor, pasien tidak mau

mandi, tidak mau beraktifitas, mengganti pakaian harus menunggu keluarga. Jika

tidak dibantu keluarga atau perawat, pasien tidak mau melakukan kegiatan.

Berdasarkan pengkajian yang telah dilakukan dapat ditegakkan diagnosa

keperawatan defisite perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik, nyeri

akut berhubungan dengan cidera fisik, kerusakan mobilitas fisik berhubungan

dengan kerusakan rangka neuromuskuler pembatasan gerak, resiko terjadinya

infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh (Nanda, 2015).

Diagnosa prioritas adalah defisit perawatan diri dengan masalah keperawatan

perawatan diri tidak terpenuhi, pasien tidak mau mandi, tidak mau beraktifitas,

tidak mau mengganti pakaian jika bukan keluarganya yang menggantikan pakaian

pasien tidak ganti pakaian, harus menunggu keluarga. Pasien tidak mau

melakukan kegiatan apapun, dari ketergantungan tersebut maka menegakkan

dignosa yang difokuskan dalam pembahasannya tentang meningkatkan

kemandirian dalam perawatan diri.

Penulis menegakan diagnosa ini menjadi diagnosa prioritas keperawatan

dibanding diagnosa yang lain, karena masalah keperawatan utama dikeluhkan

keluarga dalam ketergantungan pasien dan kebersihan pasien. Nyeri dirasakan

pasien tidak terlalu sering dan rasa nyeri tidak terlalu berat dengan skala 5, pada

7

saat dikaji sudah melewati tindakan pembedahan dan sudah melewati dua hari

fase penyembuhan, pasien. dengan intensitas nyeri pasien dapat terkontrol.

Diagnosa kedua adalah Nyeri berhubungan dengan cidera fisik. Adapaun

tujuan dari diagnosa tersebut menurut wilkinson (2015). adalah nyeri berkuranng

dengan kriteria hasil secara verbal, klien mengatakan nyeri berkurang, skala nyeri

menurun, klien tenang, ekpresi wajah rileks.

Diagnosa yng ketiga adalah Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan

kerusakan rangka neuromuskuler, pembatasan gerak. Adapun tujuan dari

diagnosa tersebut menurut Wilkinson (2004). Klien mampu melakukan mobilitas

fisik seoptimal mungkin, dengan kriteria hasil : Klien dapat melakukan aktivitas

secara mandiri, kekuatan otot meningkat.

Diagnosa yang ke empat adalah Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan

tidak adekuatnya pertahanan tubuh. Adapun tujuan dari diagnosa tersebut

menurut (Wilkinson, 2004). Infeksi tidak terjadi dengan kriteria hasil : tidak ada

tanda-tanda peradangan (tumor, dolor, kalor, rubor dan fungsiolesa). Tanda –

Tanda Vital dalam batas normal, dengan acuan sebagai berikut : Tekanan Darah :

110 - 120/70 - 80mmHg, Nadi : 60 - 100x/menit, RespiratoryRate : 16 -

22x/menit dan S : 36 - 37,5ºC.

1.3. Intervensi Keperawatan Tujuan tindakan keperawatan dalam 3 x 24 jam diharapkan mampu merawat

diri secara mandiri dan kriteria hasil yang didapat dari pasien. Pasien mengatakan

dapat dan mampu melakukan aktifitas, menerapkan kegiatan mandiri tersebut

pada waktu di Rumah Sakit dalam tahap pemulihan, maupun setelah dirumah.

Untuk kegiatan selanjutnya, mampu merawat diri sesuai tingkat kemampuan dan

melakukan personal hygine atau kebersihan diri secara mandiri.

Personal hygine (kebersihan diri) merupakan perawatan diri yang dilakukan

untuk memelihara kebersihan dan kesehatan diri sendiri, baik secara fisik maupun

mental. Tingkat kebersihan diri seseorang umumnya dilihat dari penampilan yang

bersih dan rapi, serta upaya yang dilakukan seseorang untuk menjaga kebersihan

dan kerapihan tubuhnya setiap hari.

Kebersihan diri merupakan langkah awal dalam mewujudkan kesehatan diri,

karena tubuh yang bersih meminimalkan risiko seseorang terjangkit suatu

penyakit. Maupun status kesehatan serta kondisi dan mental mempengaruhi

dalam proses perawatan diri. Orang yang sedang sakit atau mengalami cacat fisik

dan gangguan mental akan terhambat kemampuanya untuk merawat diri secara

mandiri (Saputra, 2013).

Rencana tindakan keperawatan yang dilakukan adalah kaji kemampuan pasien

dalam merawat dirinya, untuk mengetahui sejauh mana kemampuan dalam

merawat diri. Bantupasien memenuhi kebutuhan sehari – hari, dengan programm

latihan. Sediakan waktu untuk pasien melakukan aktivitas segenap

kemampuannya. Berikan pujian terhadap kemampuan yang dicapai oleh pasien

dalam menolong dirinya, rasionalnya untuk memotivasi agar mematuhi program

rehabilitasi (Wilkinson, 2015).

Manajemen perawatan diri terdiri dari mengkaji kemandirian ADL,

mengobservasi alat bantu ADL, melibatkan keluarga untuk memenuhi ADL, dan

mengajari klien untuk mnadiri, terutama personal hygiene agar tidak terjadi

ketergantungan pada orang lain (WHO, 2006).

8

Ketergantungan pasien pada keluarga terutama saat mandi, toileting dan

berganti pakaian, dan tindakan yang dilakukan perawat yaitu membantu

mengakses ke kamar mandi, menyediakan perlengkapan mandi, menjelaskan cara

mandi menggunakan sabun diatas tempat tidur maupun di kamar mandi

rasionalnya melatih untuk pasien mandi dengan melakukan sendiri dengan

mandiri dipantau keluarga, melakukan perawatan mulut. Walaupun dengan

keterbatasan gerak, untuk memenuhi kemampuan toileting tugas perawat hanya

menyiapkan alat untuk toiletingnya. Tindakan selanjutnya melatih pasien berjalan

menggunakan alat bantu krak.

Aktivitas yang menggunakan ekstermitas atas seperti makan, perawatan diri,

dan mandi maupun selama perawatan di rumah sakit. Aktivitas dilakukan

ditempat tidur sehingga kemampuan ektermitas atas berperan penting (Ropyanto,

2011).

Berdasarkan rencana tindakan keperawatan diatas, semua tindakan

keperawatan dilakukan oleh penulis : yaitu mengkaji kemampuan pasien dalam

merawat diri, membantu pasien memenuhi kebutuhan sehari - hari dan

memberikan pujian terhadap kemampuan yang dicapai.

Alasan penulis melakukan tindakan tersebut adalah untuk kenyamanan pasien,

difokuskandalam merawat diri terutama melatih pasien agar mandi secara

mandiri, walaupun belum bisa sepenuhnya mandiri, sebagai program latihan

untuk kesiapan pulang dan sebagai tindakan keperawatan di rumah sakit, karena

pasien tidak mau mandi, menunggu keluarga untuk dimandikan. Jika keluarga

tidak ada tidak mau mandi.

Rencana tindakan untuk diagnosa kedua adalah kaji skala nyeri pasien,

memberikan posisi semi fowler, immobilisasi pada bagian yang sakit ajarkan

teknik relaksasi, kolaboratif pemberian analgetik

Hasil penelitian tentang upaya penurunan skala nyeri terhadap pasien post

operasi open fraktur dengan teknik relaksasi nafas dalam mampu menurunkan

skala nyeri, hal ini sesuai dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh

Ayudianingsih (2009) tentang pengaruh teknik relaksasi nafas dalam terhadap

penurunan tingkat nyeri pada pasien pasca operasi fraktur femur. Hasil dari

penelitian tersebut dengan teknik relaksasi nafas dalam mampu mengurangi nyeri

minimal 50% terhadap 60% sampai 70% pasien dengan keluhan nyeri..

Rencana tindakan untuk diagnosa ketiga adalah : Kaji imobilitas klien,

Pertahankan postur tubuh dan posisi yang nyaman, Lakukan kerjasama dengan

keluarga dalam perawatan klien, Pertahankan balutan atau bidai sebagai alat

immobilisasi di bagian yang sakit, Motivasi klien untuk membatasi pergerakan

pada bagian yang fraktur.

ROM ( range of motion ) terbukti untuk menigkatkan dan menyelamatkan

klien dari kecacatan pada anggota gerak yang mengalami fraktur hal ini sesuai

dengan teori ( Lukman dan Ningsih , 2009) yang menyatakan bahwa fraktur dapat

menyebabkan kecacatan pada anggota gerak yang mengalami fraktur, untuk itu

diharuskan segera dilakukan tindakan untuk menyelamatkan klien dari kecacatan

fisik. Sedangkan kecacatan fisik dapat dipulihkan secara bertahap melalui latihan

rentang gerak yaitu dengan latihan ROM ( range of motion ).

Rencana tindakan untuk diagnosa keempat adalah : Pantau Tanda - Tanda

Vital, Kaji tanda-tanda peradangan infeksi, lakukan perawatan luka dengan teknik

aseptik, Lakukan perawatan luka terhadap prosedur invasif, Kolaborasi

pemberian antibiotik.

9

1.4. Implementasi Keperawatan Implementasi adalah tahap keempat dari proses keperawatan yang dimulai

setelah perawat menyusun rencana keperawatan. Rencana keperawatan yang

dibuat berdasarkan diagnosa yang tepat, intervensi diharapkan dapat mencapai

tujuan dan hasil yang diinginkan untuk mendukung dan meningkatkan status

kesehatan klien (potter & perry, 2009).

Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk diagnosa diatas, pada tanggal 29

Maret 2016. Pukul 14.00 WIB adalah Memantau tanda – tanda vital. Data

Subyektif (DS) : -. Data Obyektif (DO) : Tekanan Darah : 120/80mmHg, Nadi :

88x/menit, Suhu : 36ºC, RespiratoryRate : 22x/menit. Pukul 15.00 WIB adalah

Mengkaji tanda tanda peradangan infeksi. DS : Pasien mengatakan ada

pembengkakan di daerah pergelangan kaki. DO : Terdapat pembengkakan. pukul

14.00 WIB Melakukan pendekatam pada klien dan keluarga dengan memonitor

skala nyeri. Data Subyektif (DS) : Pasien mengatakan nyeri dibagian paha kanan

bekas operasi. Data Obyektif (DO) : Provoking (P) : Nyeri post operasi fraktur

femur post ORIF, Quality (Q) : Seperti tertimpa benda berat, Region (R) : Daerah

yang nyeri di paha kanan, Seversity/ Scale (S) : 5, Time (T) : Hilang timbul. Pukul

14.35 WIB adalah Memberikan posisi semi fowler. DS : Pasien mengatakan mau

diposisiskan semi fowler. DO : Terlihat pasien lebih nyaman. Pukul 15.30 WIB

adalah Memonitor kemampuan pasien dalam merawat dirinya. Data Subyektif

(DS) : Pasien mengatakan perawatan diri maupun aktivitas dibantu keluarga dan

perawat. Data Obyektif (DO) : Perawatan diri tampak dibantu dalam hal mandi

toileting dan berganti pakaian, pasien sering menunggu keluarga dalam

melakukan aktivtasnya dalam hal perawatan diri. Pukul 16.00 WIB adalah

Membantu pasien memenuhi kebutuhan sehari – hari (mandi). DS : Pasien

mengatakan lebih segar. Repon DO : Tampak dibantu keluarga dalam perawatan

diri rutin terutama mandi dan mengganti pakaian, perawat menyediakan peralatan

mandi. Pukul 16.00 WIB. Mengkaji imobilitas klien. Data Subyektif (DS) : Pasien

mengatakan hanya bisa berbaring ditempat tidur dan sering merasa sakit pada saat

bergerak terutama menggerakan kaki yang sakit. Data Obyektif (DS) : Terdapat

pembengkakan di daerah pergelangan kaki yang sakit, pembengkakan otot di

daerah pergelangan kaki. Pukul 18.00 WIB adalah Mempertahankan postur tubuh

dan posisi yang nyaman. DS : Pasien mengatakan posisinya sudah nyaman. DO :

Memberikan posisi pada klien dengan kedua kaki lurus kedepan dan posisi yang

tidak memberatkan kaki yang sakit.

Dalam dunia keperawatan personal hygine merupakan salah satu kebutuhan

dasar manusia yang harus senantiasa terpenuhi. Peran perawat dalam hal ini

sangat dibutuhkan untuk menerapkan prinsip hidup bersih dan sehat. Perawatan

diri terhadap pasien bertujuan untuk memelihara kebersihan, menciptakan

keindahaan, serta meningkatkan derajat kesehatan dapat mencegah timbulnya

penyakit (Wartonah, 2006).

Tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 30 Maret 2016 pukul

08.00 WIB adalah Memonitor tingkat kemampuan pasien dalam merawat dirinya

(Toileting). DS : Pasien mengatakan dibantu keluarga dalam perawatan diri,

belum bisa melakukan sendiri dalam perawatan diri. DO : Pasien menggunakan

alat waktu BAB, perawat menyiapkan alat waktu pasien mau BAB. Pukul 08.10

WIB adalah Melakukan perawatan luka dengan teknik aseptik. DS : Pasien

mengatakan merasa sakit pada saat luka dibersihkan. DO : Memerbersihan luka

dilakukan agar terhindar dari infeksi luka. Pukul 08.30 WIB adalah Memonitor

tanda tanda infeksi. DS :-,. DO : Tidak terjadi peradangan di daerah luka dan

10

tidak terjadi infeksi. Pukul 08.25 WIB adalah Memonitor skala nyeri pasien. DS :

Pasien mengatakan nyeri dipaha kanan hilang timbul. DO : Provoking (P) : Luka

Post operasi fraktur femur post ORIF, Quality (Q) : Seperti tertimpa beban berat,

Region (R) : paha kanan, Seversity/ Scale (S) : Skala nyeri 4, Time (T) : Hilang

timbul, pasien tampak meringis menahan sakit. Pukul 10.00 WIB adalah

Mengimmobilisasi pada bagian yang sakit mengajarkan teknik relaksasi nafas

dalam. DS : Pasien mau mendengarkan dan belajar. DO : pasien paham dan mau

mempraktekan cara mengalihkan rasa nyeri tersebut dan menganjurkan kepada

pasien, setiap rasa nyeri itu datang lakukan teknik relaksasi nafas dalam untuk

mengalihkan rasa nyeri. Pukul 11.10 WIB adalah Menyediakan waktu agar

pasien melakukan aktifitasnya dengan kemampuan sendiri (makan, berpindah

posisi, latihan berjalan). DS : Pasien mengatakan makan dapat dilakukakan

dengan mandiri dan berpindah posisi dibantu keluarga, untuk latihan berjalan

diawasi oleh keluarga. Pasien sudah mendapatkan terapi dari ahli medis lain

untuk latihan berjalan mengoptimalkan otot bahu, menguatkan otot di bagian kaki

yang tidak sakit, agar tidak terjadi kekakuan dan sebagai tumpuan saat

beraktivitas. DO : Berpindah dibantu dan latihan berjalan dibantu timbul rasa

kepercayaan diri dalam merawat dirinya. pukul 12.00 WIB adalah Melakukan

kerja sama dengan keluarga dalam perawatan klien. DS : Pasien mengatakan

keluarga sangat membantu misal pasien butuh sesuatu dalam hal perawatan diri

sangat membantu. DO : Keluarga terlihat membantu apapun, kegiatan yang

dilakukan pasien seperti latihan berjalan yang diperintahkan oleh ahli medis lain

agar tidak terjadi kekauan otot. Tampak pergelangan kaki pasien membengkak.

Pukul 15.00 WIB adalah Memotivasi klien membatasi pergerakan yang fraktur,

membatasi pergerakan pada saat di posisi di tempat tidur, diusahakan kaki selalu

lurus dan jari kaki ngehadap ke atas jangan sampai jari kaki ngehadap ke samping

akan berpengaruh pada penyembuhan nya. Berpengaruh pada bentuk kaki. DS :

Pasien paham atas yang diperintah perawat. DO : Pasien terlihat memahami

dengan penjelasan perawat. pukul 17.00 WIB adalah Mengkaji tingkat

kemampuan pasien dalam merawat dirnya (mandi, berpakaian, berpindah). DS :

Pasien mengatakan tidak terganggu dalam berpakaian maupun mandi karena

dibantu keluarga. DO : Tampak pada perawatan mandi dibantu keluarga, untuk

berjalan menggunakan walker atau tongkat.

ROM aktif, mobilitas dan ambulasi terutama latihan berjalan sangat

mendukung dalam peningkatan status fungsional dalam meningkatkan

kemandirian karena nmemberikan stessor terhadap fase penyembuhan tulang,

waktu penyembuhan tulang penting untuk melakukan banyak mobilitas dan

pengembalian kekuatan otot sangat memungkinkan, pengembalian fungsi normal

untuk beraktifitas dapat berlangsung lebih capat dari pada penyembuhan tulang

(Halstead, 2004).

Mandi merupakan praktik menjaga kebersihan dengan menggunakan

pembersih seperti sabun dan air untuk membuang keringat kotoran dan

mikroorganisme dari kulit (Timbly, 2009).aktifitas mandi dilakukan dengan

memodifikasi dimana pasien mandi diatas tempat tidur atau pun di kamar mandi

dengan tugas perawat membantu dan menyediakan perawatan mandi seperti air ,

sabun , dan wash lap ini termasuk latihan mandiri buat pasien agar bisa mandi

dengan mandiri temasuk program latihan yang diberikan.

Pasien dapat mengganti pakaian dengan mandiri teutama pada waktu

mengganti celana, perawat menyarankan pasien menggunakan celana dari

ektermitas yang sakit dahulan selanjutnya yang sehat untuk melepaskan celana

11

pasien melepaskan celana dari ekstermitas yang sehat dahulu dilanjutkan yang

ekstermitas yang sakit, ini termasuk program latihan yang diberkan pada pasien

agar pasien dapat melakukan secara mandiri.

Tindakan keperawatan pada tanggal 31 Maret 2016 pukul 08.30 WIB adalah

Menyediakan waktu untuk pasien dalam melakukan aktifitas dengan segenap

kemampuannya dan diberi penjelasan sebelum tindakan apapun (berpindah di

tempat tidur). Memberikan penjelasan tentang cara mandi menggunakan sabun

dengan mandiri dan perawat membantu menyiapkan alatnya, perawat sebagai

prasarana. DS : pasien dapat melakukan yang diperintah dan mengerti. DO :

pasien mengerti dan mempraktekan. Pukul 09.00 WIB adalah Mengkaji tingkat

kemampuan pasien dalam merawat diri keamanan mandi secara mandiri. DS :

Pasien mengatakan mandi sendiri kadang merasa sulit saat menggosok dibagian

tertentu seperti sela – sela, terkadang timbul rasa sakit di bagian kaki yang sakit.

DO : Bantuan sebagian, menyediakan peralatan mandi, pasien dapat melakukan

mandi dengan mandiri. pukul 09.00 WIB adalah Mengkaji imobilisasi pasien. DS

: Pasien mengatakan pergerakan dapat dibantu dengan alat. DO : Pembengkakan

kqki dapat diminimalkan. Pukul 10.00 WIB adalah Mempertahankan balutan atau

bidai sebagai alat immobilisasi bagian yang sakit dan melakukan tindakan

keperawatan ROM sebagian. DS : Pasien mengatakan sakit pada saat melakukan

tindakan tersebut. DO : Pasien terlihat kesakitan. pukul 09. 20 WIB adalah

Memonitor skala nyeri. DO : Pasien mengatakan nyeri berkurang. DO :

Provoking (P) : Luka Post op Fraktur femur Post ORIF, Quality (Q) : Seperti

tertimpa benda berat, Region (R) : Paha kanan, Seversity/Scale (S) : Skala 2, nyeri

berkurang pasien tampak tidak cemas dengan nyerinya, Pukul 15.00 WIB adalah

Memonitor tanda tanda vital DS :-. DO : Tekanan Darah : 120/ 80mmHg, Nadi :

80x/menit, Suhu 36 ºC, RespiratoryRate : 22 x/ menit. Tanda-tanda vital dalam

ambang normal.

1.5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan adalah suatu proses yang digunakan untukmengukur

dan memonitor kondisi klien serta mengevaluasi tindakankeperawatan yang

sudah dilakukan, evaluasi juga digunakan untukmemeriksa semua proses

keperawatan (Debora, 2011).

Evaluasi dilaksanakan pada tanggal 29 Maret 2016 pukul 21.00 WIB adalah

Mengevaluasi setelah diberi asuhan keperawatan hasil yang dapat disimpulkan.

Subyektif : pasien mengatakan perawatan diri maupun aktifitas dibantu keluarga

dan perawat. Obyektif : tampak ketergantungan kepada orang lain, pasien tidak

mau berpindah dari tempat tidur, terlihat dibantu dalam berpakaian, tidak ada

kemauan untuk berpindah dari tempat tidur, kemampuan pasien dalam merawqat

diri masih kurang, kebutuhan pasien dalam merawat diri terpenuhi . Analisis :

Masalah kemandirian dalam merawat diri belum teratasi. Planning : Intervensi

dilanjutkan. Menonitor tingkat kemampuan pasien dalam meraawst diri,

memberikan waktu agar pasien melakukan aktifitas dengan mandiri,memberikan

penjelasan tentang memakai pakaian terutama celana dengan mandiri

Evaluasi dilaksanakan pada tanggal 30 Maret 2016 pukul 17.00 WIB adalah

Mengevaluasi setelah diberi asuhan keperawatan hasil yang dapat disimpulkan.

Subyektif : pasien mengatakan dibantu dalam perawatan diri, untuk makan dapat

dilakukan mandiri, dan berpindah posisi dibantu keluarga. Obyektif : Pasien

terlihat ada kemamuan untuk merawat diri, mau beraktifitas dan latihan berjalan

menggunakan alat bantu pasien tampak memperaktekan yang diperintahkan

perawat tentang cara memakai celana., kemampuan pasien dalam merawat diri

12

seperti makan, bab, mengganti pakaian dan latihan berjalan, dapat dilakukan

dengan mandiri. Analisis : Masalah kemandirian dalam merawat diri teratasi

sebagian. Planning : Intervensi dipertahankan.

Evaluasi dilaksanakan pada tanggal 31 Maret 2016 pukul 17.00 WIB adalah

Mengevaluasi setelah diberi asuhan keperawatan hasil yang dapat disimpulkan.

Subyektif : Pasien mengatakan dapat melakukan aktifitas ringan seperti makan,

berpakaian, mandi, dan toileting dibantu keluarga atau dipantau keluarga.

Obyektif : Pasien terlihat ada kemamuan untuk merawat diri, aktifitas atau

kegiatan sehari – hari sehari hari dapat dilakukan mandiri dengan mengguanakan

alat bantu krek atau tongkat. Untuk aktivitas yang masih dibantu yaitu toileting

dibantu keluarga, latihan berjalan dapat dilakukan sendiri secara mandiri tanpa

disuruh. Analisis : Masalah kemandirian dalam merawat diri teratasi sebagian.

Planning : Intervensi dipertahankan Menonitor tingkat kemampuan pasien dalam

meraawst diri, memberikan waktu agar pasien melakukan aktifitas dengan

mandiri,memberikan penjelasan tentang memakai pakaian terutama celana

dengan mandiri

Hasil penelitian yang penulis lakukan tentang meningkatkan kemandirian

pasien post operasi fraktur femur post ORIF dengan program latihan mampu

meningkatkan kemandirian agar tidak tergantung pada orang lain ketika kembali

kerumah. Hal ini sesuai dengan tujuan pengembalian kemandirian yaitu

mempersiapkan pasien dan keluarga secara fisik dan psikologis untuk kembali

kerumah sebagai tahap pencapaian kemandirian yang tertinggi dengan program

latihan yang telah dipelajari (Adiantoro, 2010).

Berdasarkan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam bertujuan untuk

meningkatkan kemandirian dalam merawat diri, tidak hanya fokus pada

peningkatan kemandirian Merawat diri saja, penulis juga melakukan tindakan

keperawatan untuk menurunkan nyeri yang bertujuan memberikan rasa nyaman,

Resiko infeksi yang bertujuan menghambat terjadinya infeksi, Kerusakan

mobilitas fisik bertujuan membantu proses penyembuhan memperbaiki mobilitas

fisik. Diagnosa tersebut muncul dan terdapat dalam teori.

Diagnosa kedua adalah Nyeri berhubungan dengan cidera fisik. Evaluasi

dilaksanakan pada tanggal 31 Maret 2016 pukul 14.00 WIB adalah Subyektif :-

,.Obyektif : Provoking (P) : Nyeri Post Op Fraktur Femur Post ORIF, Quality (Q)

: Seperti tertimpa beban berat, Region(R) : Paha kanan, Seversity/ Scale (S) :

Skala nyeri 2, Time (T) : Hilang timbul, Pasien tampak rileks. Analisis : Masalah

teratasi. Planning : Intervensi dihentikan.

Hasil penelitian yang penulis lakukan tentang upaya penurunan skala nyeri

terhadap pasien post operasi open fraktur dengan teknik relaksasi nafas dalam

mampu menurunkan skala nyeri, hal ini sesuai dengan penelitian yang pernah

dilakukan oleh Ayudianingsih (2009) tentang pengaruh teknik relaksasi nafas

dalam terhadap penurunan tingkat nyeri pada pasien pasca operasi fraktur femur.

Hasil dari penelitian tersebut dengan teknik relaksasi nafas dalam mampu

mengurangi nyeri minimal 50% terhadap 60% sampai 70% pasien dengan

keluhan nyeri.

Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka

neuromuskuler, pembatasan gerak. Evaluasi dilaksanakan pada tanggal 31 Maret

2016 pukul 14.00 WIB adalah Subyektif : Pasien mengatakan kakinya yang

dulunya bengkak sudah membaik tidak bengkak lagi. Obyektif : Kekuatan otot

kembali membaik dan perggelangan kaki yang bengkak tidak terlihat lagi.

Analisis : Masalah teratasi sebagian. Planning : Mempertahankan intervensi.

13

ROM ( range of motion ) terbukti untuk menigkatkan dan menyelamatkan

klien dari kecacatan pada anggota gerak yang mengalami fraktur hal ini sesuai

dengan teori ( Lukman dan Ningsih , 2009) yang menyatakan bahwa fraktur dapat

menyebabkan kecacatan pada anggota gerak yang mengalami fraktur, untuk itu

diharuskan segera dilakukan tindakan untuk menyelamatkan klien dari kecacatan

fisik. Sedangkan kecacatan fisik dapat dipulihkan secara bertahap melalui latihan

rentang gerak yaitu dengan latihan ROM ( range of motion ).

Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan

tubuh. Evaluasi dilaksanakan tanggal 31 Maret 2016 Pukul 13.00 WIB adalah

dilakukan evaluasi tindakan data yang dapat disimpulkan. Subyektif : Pasien

mengatakan lukanya membaik tidak ada rasa gatal. Objektif : Tidak terjadi infeksi

di luka pasien, keadaan luka bersih dan tanda - tanda vital normal. Analisis :

Masalah teratasi sebagian. Planning : mempertahankan intervensi.

3. PENUTUP

a. Kesimpulan

Berdasarkan dari kasus yang membahas dan menjelaskantentang meningkatkan

kemandirian dalam merawat diri dapat disimpulkan

1) Meningkatkan kemandirian pasien dapat dilakukan dengan program latihan

fungsi program latihan tersebut untuk meningkatkan perawatan diri dan

meningkatkan kekuatan otot dengan meminimalkan bantuan dari keluarga

untuk memandirikan pasien dalam perawatan diri, kesiapan klien dalam

melakukan mandiri setelah dirumah nanti.

2) Kelebihan dari program latihan tersebut mempercepat proses penyembuhan

dengan meminimalkan kekakuan otot, karena pasien sering bergerak atau

beraktifitas. Program latihan ini agar pasien tidak tergantung pada orang lain

setelah kembali ke rumah.

3) Kekurangan dari intervensi tersebut adalah hanya fokus dalam perawatan diri

saja tidak menyeluruh ke aktivitas pasiennya maka penulis membuat program

latihan tersebut.

4) Implementasi yang dilaksanakan berdasarkan intervensi dari masalah

keperawatan yang diangkat dandisesuaikan dengan sumber daya yang tersedia.

Secara keseluruhan klien kooperatif dalam merespon intervensi keperawatan

yang diberikan walaupun terdapat kekurangan dan hambatan hambatan, baik

dari pihak klien dan dari pihak penulis dalam melakukan asuhan keperawatan.

5) Evaluasi dari tindakan yang dilakukan dengan masalah meningkatkan

kemandirian teratasi sebagian. Planning atau rencana tindakan yang dilakukan

adalah melakukan program latihan tersebut mandiri, dengan pantauan keluarga

seperti berjalan menggunakan alat bantu krak, menganjurkan klien

untukkontrol ke rumah sakit sesuai jadwal yang sudah diberikan.

b. Saran

Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan diatas, maka penulis

memberikan beberapa saran sebagai berikut:

1) Bagi Rumah Sakit

14

Disarankan agar karya tulis ilmiah ini dapat dipakai sebagai masukan sehingga

dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan evaluasi dalam

meningkatkan pelayanan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien

sesuai dengan masalah serta kebutuhan klien

2) Bagi Institusi Pendidikan

Disarankan bagi institusi pendidikan agar penelitian ini dapat dijadikan

imformasi dan bisa digunakan sebagai bahan masukan untuk perkembangan

ilmu pengetahuan, khusunya dibidang medikal bedah.

3) Bagi Pembaca

Diharapkan hasil Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat dalam menambah

wawasan dan dapat dijadikan referensi untuk dikembangkan dalam

memberikan asuhan keperawatan pada klien terutama tentang meningkatkan

kemandirian dalam merawat diri pasien.

4) Bagi Peneliti

Bagi peneliti lain diharapkan untuk penelitian selanjutnya dapat lebih optimal

dalam melakukan asuhan keperawatan dan pendokumentasian asuhan

keperawatan.

PERSANTUN

Penelitian ini merupakan salah satu syarat kelulusan nuntuk program Diploma III

Keperawatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Penulis sangat mengucapkan terima

kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penyusunan Karya

Tulis Ilmiah. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

a. Prof. Dr. Bambang Setiaji, selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta.

b. Dr. Suwaji, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah

Surakarta.

c. Okti Sri P., S. Kep, M.Kes., Ns.Sp.Kep.M.B, selaku Ketua Program Diploma III

Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

d. Vinami Yulian,S.Kep., Ns,. Msc, selaku Sekretaris Program Studi Diploma III

Keperawatan Fakultas ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

e. Enita Dewi, S.Kep.Ns.MN. selaku Penguji dan Pembimbing Karya Tulis Ilmiah.

f. Ibu Arina Maliya, S.Kep., Ns., MSi.Med. selaku dosen Penguji dalam pembuatan Karya

Tulis Ilmiah.

g. Ibu Yuni Astuti Tri Indiarti,S.Kep selaku pembimbing klinik RS Ortopedi Prof,Dr.R.

Soeharso Surakarta.

h. Segenap Dosen keperawatan UMS yang telah mendidik dan memberikan banyak ilmu.

i. Ayah dan Ibu yang sangat saya cintai yang telah memberikan semangat dan doa.

j. Temen – temen seperjuangan DIII Keperawatan UMS angkatan 2013 yang telah berjuang

bersama dan memberikan semangat untuk menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

k. TIM keperawatan Medikal Bedah atas kerjasama dan semangatnyaselama ini.

l. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan, semoga amal dan kebaikan yang telah

diberikanmendapat imbalan dari Allah SWT

15

DAPTAR PUSTAKA

Adianto, H. (2010). Discharge Planning dan Rehabilitas ipasien kardiovaskuler.

Dalamhttp//webcache,gooleusercontent.com. diakses tanggal 17 Oktober 2016.

Ayudianingsih, Novarizki Galuh., Maliya Arina, 2009. Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas

Dalam Terhadap Penurunan Tingkat Nyeri Pada Pasien Pasca Operasi Fraktur Femur Di

Rumah Sakit Karima Utama Surakarta.

Carpenito,Lynda J. 2014. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Edisi. 13. Jakarta : EGC.

Debora, O. 2011. Proses Keperawatan Dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta : Salemba Medika

Doenges, Marilynn E. 2015. Manual Diagnosis Keperawatan : Rencana, Intervensi, &

Dokumentasi Asuhan Keperawatan, Edisi 3 . Jakarta : EGC.

Halstead. J.A. (2004). Orthopedic Nursing : Caring for Patiens with musculoskeletal

disorders. Brocton : Western Schools.

Helmi,Zairin N. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuluskeletal. Jakarta : Salemba Medika.

Hoppenfeld, S,. & Murthy,V.L.(2011).Terapi dan rehabilitasi fraktur.Neywork : Lippinscott

Williams & Wilkins.

Lukman dan Ningsih, 2009. “Pengaruh Latihan Range Of Motion (ROM) Aktif Terhadap

Kekuatan Otot Pada Pasien Post Operasi Fraktur Humerus”. Jurnal GASTER Vol. 10 No. 2

Agustus 2013.

Muttaqin, Arif.2012.Buku Saku Gangguan MuskuluskeletalAplikasi pada Praktik Klinik

Keperawatan. Jakarta : EGC.

Nurchairiah Andi., Hasneli Yesi., Indriati Ganis. 2014.“Efektifitas Kompres Dingin Terhadap

Intensitas Nyeri Pada Pasien Fraktur Tertutup Di Ruang Dahlia Rsud Arifin

ahmad”.http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:http://jom.unri.ac.id/index.p

hp/JOMPSIK/article/download/3438/3334. Jurnal ilmiah kesehatan. Vol. 1 No. 2 diakses 06

November 2016

Potter, P. A. & Perry,A. G. 2009. Fundamental Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Ropyanto, Chandra. 2011. Analisis faktor – faktor yang berhubungan dengan status

fungsional pasien Paska Open Reduction Internal Fixation( ORIF) Fraktur Ektermitas Bawah,

Di. RS.Ortopedi PROF. Soeharso Surakarta. Jurnal Ilmiah Kesehatan. http

://www.lontar.ui.ac.id/file ?file = digital/20281386. Diakses pada tanggal 30 mei 2015.

Saputra, Lyndon, 2013.(a)Catatan Ringkas Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : Binarupa

Aksara.

Saputra, Lyndon, 2013.(b)Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : Binarupa Aksara.

16

Sigalingging, Ganda. 2013. Buku Panduan Laboratorium Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta

: EGC.

Smeltzer, Suzanne C., Bare, Brenda G. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah

Brunner and Suddart. Edisi 8. Jakarta: EGC.

Talbot, A Laura., Marquardt, Mary Meyers. 2007. Pengkajian Keperawatan Kritis. Edisi2.

Jakarta: EGC.

Timby, B.K. (2009). Fundamental nursing skill and concepts. 9th

ed.

Philapdelpia :

Lippinscott Williams & Wilkins.

Wartonah, Tarwoto. 2006.Kebutuhan dasar manusia dan proses keperawatan. Jakarta :

Salemba Medika.

WHO, (2006). Essential Surgical Care,: Injuries of the lower extremity. 25 september 2016.

www.who.int/entity/substance_abuse/wha_57_11.pdf.

Wilkinson, Juidits M, Ahem, Nancy R. 2015. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Edisi 9 (

NANDA, 2105). Jakarta : EGC.