Meningits Dan Hidrosephalus

download Meningits Dan Hidrosephalus

of 31

description

n

Transcript of Meningits Dan Hidrosephalus

MENINGITIS

I. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi MeningitisMeningitis adalah inflamasi pada meninges yang melapisi otak dan medula spinalis. Hal ini paling sering disebabkan oleh infeksi (bakteri, virus, atau jamur) tetapi dapat juga terjadi karena iritasi kimia, perdarahan subarachnoid, kanker atau kondisi lainnya.3Definisi lain menyebutkan meningitis adalah sindrom klinis yang ditandai dengan peradangan pada meninges, yaitu lapisan membran yang melapisi otak dan sumsum tulang belakang. Membran yang melapisi otak dan sumsum belakang ini terdiri dari tiga lapisan yaitu:21. Dura mater, merupakan lapisan terluar dan keras.

2. Arachnoid, merupakan lapisan tengah membentuk trabekula yang mirip sarang laba-laba.3. Pia mater, merupakan lapisan meninges yang melekat erat pada otak yang mengikuti alur otak membentuk gyrus & sulcus.Gabungan antara lapisan arachnoid dan pia mater disebut leptomeninges. Ruang-ruang potensial pada meninges dilewati oleh banyak pembuluh darah yang berperan penting dalam penyebaran infeksi pada meninges.B. Faktor Resiko

Faktor resiko terjadinya meningitis :21. Usia, biasanya pada usia < 5 tahun dan > 60 tahun

2. Imunosupresi atau penurunan kekebalan tubuh

3. Diabetes melitus, insufisiensi renal atau kelenjar adrenal4. Infeksi HIV

5. Anemia sel sabit dan splenektomi

6. Alkoholisme, sirosis hepatis

7. Talasemia mayor

8. Riwayat kontak yang baru terjadi dengan pasien meningitis9. Defek dural baik karena trauma, kongenital maupun operasi

10. Ventriculoperitoneal shuntC. Etiologi dan Klasifikasi MeningitisMeningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta. Meningitis serosa ditandai dengan jumlah sel dan protein yang meninggi disertai cairan serebrospinal yang jernih. Penyebab yang paling sering dijumpai adalah kuman Tuberculosis dan virus. Meningitis purulenta atau meningitis bakteri adalah meningitis yang bersifat akut dan menghasilkan eksudat berupa pus serta bukan disebabkan oleh bakteri spesifik maupun virus. Meningitis Meningococcus merupakan meningitis purulenta yang paling sering terjadi.4Klasifikasi meningitis berdasarkan etiologi menurut jenis kuman mencakup sekaligus kausa meningitis, yaitu :11. Meningtis virus

2. Meningitis bakteri

3. Meningitis spiroketa

4. Meningitis fungus

5. Meningitis protozoa dan

6. Meningitis metazoa

Meningitis yang disebabkan oleh bakteri berakibat lebih fatal dibandingkan meningitis penyebab lain karena mekanisme kerusakan dan gangguan otak yang disebabkan oleh bakteri maupun produk bakteri lebih berat.7 Agen infeksi meningitis purulenta mempunyai kecenderungan pada golongan umur tertentu, yaitu golongan neonatus paling banyak disebabkan oleh Escherichia Coli, Streptococcus beta haemolyticus dan Listeria monocytogenes. Golongan umur dibawah 5 tahun (balita) disebabkan oleh H.influenzae, Meningococcus dan Pneumococcus. Golongan umur 5-20 tahun disebabkan oleh Haemophilus influenzae, Neisseria meningitidis dan Streptococcus Pneumococcus, dan pada usia dewasa (>20 tahun) disebabkan oleh Meningococcus, Pneumococcus, Staphylocccus, Streptococcus dan Listeria.5 Penyebab meningitis serosa yang paling banyak ditemukan adalah kuman Tuberculosis dan virus.7 Meningitis yang disebabkan oleh virus mempunyai prognosis yang lebih baik, cenderung jinak dan bisa sembuh sendiri. Penyebab meningitis virus yang paling sering ditemukan yaitu Mumpsvirus, Echovirus, dan Coxsackie virus, sedangkan Herpes simplex, Herpes zoster, dan enterovirus jarang menjadi penyebab meningitis aseptik (viral).7Agen Infeksi

Penyebab meningitis secara umum adalah bakteri dan virus. Meningitis purulenta paling sering disebabkan oleh Meningococcus, Pneumococcus dan Haemophilus influenzae sedangkan meningitis serosa disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa dan virus.9Meningitis Meningococcus yang sering mewabah di kalangan jemaah haji dan dapat menyebabkan karier disebabkan oleh Neisseria meningitidis serogrup A, B, C, X, Y, Z dan W 135. Grup A,B dan C sebagai penyebab 90% dari penderita. Di Eropa dan Amerika Latin, grup B dan C sebagai penyebab utama sedangkan di Afrika dan Asia penyebabnya adalah grup A.10 Wabah meningitis Meningococcus yang terjadi di Arab Saudi selama ibadah haji tahun 2000 menunjukkan bahwa 64% merupakan serogroup W135 dan 36% serogroup A. Hal ini merupakan wabah meningitis Meningococcus terbesar pertama di dunia yang disebabkan oleh serogroup W135. Secara epidemiologi serogrup A, B, dan C paling banyak menimbulkan penyakit.5Meningitis karena virus termasuk penyakit yang ringan. Gejalanya mirip sakit flu biasa dan umumnya penderita dapat sembuh sendiri. Pada waktu terjadi KLB Mumps, virus ini diketahui sebagai penyebab dari 25 % kasus meningitis aseptik pada orang yang tidak diimunisasi. Virus Coxsackie grup B merupakan penyebab dari 33% kasus meningitis aseptik, Echovirus dan Enterovirus merupakan penyebab dari 50% kasus.8D. Patofisiologi1. Meningeal Invasion

Mekanime masuknya kuman ke dalam lapisan meninges masih belum diketahui sepenuhnya. Hal ini dipengaruhi oleh keadaan pejamu, agen infeksi dan faktor lingkungan. Pada bayi yang belum menghasilkan antibody spesifik dapat mudah terkena meningitis oleh bakteri gram negatif, sedangkan pada bayi yang agak besar telah kehilangan IgG yang diperolehnya melalui plasenta dan mudah terkena infeksi meningokokus dan H. Influenzae.1,5 Pada orang dewasa dengan gangguan sistem imun seperti pada keganasan sistem retikuloendotelial dapat mempermudah infeksi susunan syaraf pusat.1 Konsentrasi kuman yang tinggi didalam darah akibat suatu infeksi dibagian lain tubuh atau karena proses transmisi kuman karena kontak antar individu dapat menyebabkan invasi kuman pada meninges.1 Virus setelah melakukan perlekatan dan invasi terhadap sel pejamu dapat bereplikasi dan menyebar yang kemudian menyebabkan destruksi sel pejamu.12Meningitis pada umumnya terjadi sebagai akibat dari penyebaran penyakit di organ atau jaringan tubuh yang lain. Virus / bakteri menyebar secara hematogen sampai ke selaput otak, misalnya pada penyakit Faringitis, Tonsilitis, Pneumonia, Bronchopneumonia dan Endokarditis. Penyebaran bakteri/virus dapat pula secara perkontinuitatum dari peradangan organ atau jaringan yang ada di dekat selaput otak, misalnya Abses otak, Otitis Media, Mastoiditis, Trombosis sinus kavernosus dan Sinusitis. Penyebaran kuman bisa juga terjadi akibat trauma kepala dengan fraktur terbuka atau komplikasi bedah otak.24 Invasi kuman-kuman ke dalam ruang subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan araknoid, CSS (Cairan Serebrospinal) dan sistem ventrikulus.132. Induksi Inflamasi

Antigen kuman penyebab infeksi meninges dapat menginduksi proses inflamasi melalui mediator yang berperan seperti interleukin, tumor necrosis factor- (TNF-), interferon, prostaglandin, nitrit oksida, platelet activation factor (PAF) dan mediator lainnya. Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami hiperemi; dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear ke dalam ruang subarakhnoid, kemudian terbentuk eksudat. Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam minggu kedua sel- sel plasma. Eksudat yang terbentuk terdiri dari dua lapisan, bagian luar mengandung leukosit polimorfonuklear dan fibrin sedangkan di lapisan dalam terdapat makrofag.2,133. Perubahan Sawar Darah Otak

Sawar darah otak, menjaga susunan syaraf pusat terhadap bahaya yang datang dari lintasan hematogen. Proses radang juga menyebabkan terjadinya perubahan permeabilitas dari kapiler otak yang sebelumnya kedap dan selektif terhadap berbagai macam zat, menjadi permeabel sehingga terjadi kebocoran plasma dan dapat menyebabkan kuman masuk kedalam cairan serebrospinal dan ruang subarachnoid. Dengan demikian peradangan akan terus terjadi tidak hanya pada pembuluh darah. Selain itu Proses radang yang mengenai vena-vena di korteks dapat menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi neuron- neuron. Trombosis serta organisasi eksudat perineural yang fibrino-purulen menyebabkan kelainan kranialis. Pada meningitis yang disebabkan oleh virus, cairan serebrospinal tampak jernih dibandingkan Meningitis yang disebabkan oleh bakteri.5,254. Perubahan Aliran Serebrospinal dan Tekanan IntrakranialAliran cairan serebrospinal dapat terhambat oleh karena terjadi trombosis atau perlekatan vili vena pada sinus akibat peradangan yang berperan dalam absorbsi cairan serebrospinal sehingga menimbulkan hidrosefalus. Selain itu, plexus koroideus yang berfungsi untuk memproduksi cairan serebrospinal jika terkena radang akan meningkatkan produksinya sehingga timbul hidrosefalus komunikans. Jika terus berlanjut akan menyebabkan edema otak dan peningkatan tekanan intrakranial sehingga terjadi kompresi pada otak dan pembuluh darah, menurunkan aliran suplai nutrisi dan oksigen. Jika proses ini tidak dicegah dapat menimbulkan atrofi jaringan otak, defisit neurologis, berupa parese nervus kranialis dan hemiparese, penurunan kesadaran dan bahkan kematian.1,5,11E. Manifestasi KlinisGejala klasik berupa trias meningitis mengenai kurang lebih 44% penderita meningitis bakteri dewasa. Trias meningitis tersebut sebagai berikut :2

1. Demam

2. Nyeri kepala

3. Kaku kuduk.

Selain itu meningitis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti panas mendadak, letargi, mual muntah, penurunan nafsu makan, nyeri otot, fotofobia, mudah mengantuk, bingung, gelisah, parese nervus kranialis dan kejang. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) melalui pungsi lumbal.2,5,14Meningitis karena virus ditandai dengan cairan serebrospinal yang jernih serta rasa sakit penderita tidak terlalu berat. Pada umumnya, meningitis yang disebabkan oleh Mumpsvirus ditandai dengan gejala anoreksia dan malaise, kemudian diikuti oleh pembesaran kelenjer parotid sebelum invasi kuman ke susunan saraf pusat. Pada meningitis yang disebabkan oleh Echovirus ditandai dengan keluhan sakit kepala, muntah, sakit tenggorok, nyeri otot, demam, dan disertai dengan timbulnya ruam makopapular yang tidak gatal di daerah wajah, leher, dada, badan, dan ekstremitas. Gejala yang tampak pada meningitis Coxsackie virus yaitu tampak lesi vaskuler pada palatum, uvula, tonsil, dan lidah dan pada tahap lanjut timbul keluhan berupa sakit kepala, muntah, demam, kaku kuduk, dan nyeri punggung.6Meningitis bakteri biasanya didahului oleh gejala gangguan alat pernafasan dan gastrointestinal. Meningitis bakteri pada neonatus terjadi secara akut dengan gejala panas tinggi, mual, muntah, gangguan pernafasan, kejang, nafsu makan berkurang, dehidrasi dan konstipasi, biasanya selalu ditandai dengan fontanella yang mencembung. Kejang dialami lebih kurang 44 % anak dengan penyebab Haemophilus influenzae, 25 % oleh Streptococcus pneumoniae, 21 % oleh Streptococcus, dan 10 % oleh infeksi Meningococcus. Pada anak-anak dan dewasa biasanya dimulai dengan gangguan saluran pernafasan bagian atas, penyakit juga bersifat akut dengan gejala panas tinggi, nyeri kepala hebat, malaise, nyeri otot dan nyeri punggung. Cairan serebrospinal tampak kabur, keruh atau purulen.13Meningitis Tuberkulosa terdiri dari tiga stadium, yaitu stadium I atau stadium prodormal selama 2-3 minggu dengan gejala ringan dan nampak seperti gejala infeksi biasa. Pada anak-anak, permulaan penyakit bersifat subakut, sering tanpa demam, muntah-muntah, nafsu makan berkurang, murung, berat badan turun, mudah tersinggung, cengeng, opstipasi, pola tidur terganggu dan gangguan kesadaran berupa apatis. Pada orang dewasa terdapat panas yang hilang timbul, nyeri kepala, konstipasi, kurang nafsu makan, fotofobia, nyeri punggung, halusinasi, dan sangat gelisah.25Stadium II atau stadium transisi berlangsung selama 1 3 minggu dengan gejala penyakit lebih berat dimana penderita mengalami nyeri kepala yang hebat, gangguan kesadaran dan kadang disertai kejang terutama pada bayi dan anak-anak. Tanda-tanda rangsangan meningeal mulai nyata, terjadi parese nervus kranialis, hemiparese atau quadripare, seluruh tubuh dapat menjadi kaku, terdapat tanda-tanda peningkatan intrakranial, ubun-ubun menonjol dan muntah lebih hebat.Stadium III atau stadium terminal ditandai dengan kelumpuhan semakin parah dan gangguan kesadaran lebih berat sampai koma. Pada stadium ini penderita dapat meninggal dunia dalam waktu tiga minggu bila tidak mendapat pengobatan sebagaimana mestinya.13F. Penegakan Diagnosis

Penegakan diagnosis dapat diketahui dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.1. Anamnesa

Pada anamnesa dapat diketahui adanya trias meningitis seperti demam, nyeri kepala dan kaku kuduk. Gejala lain seperti mual muntah, penurunan nafsu makan, mudah mengantuk, fotofobia, gelisah, kejang dan penurunan kesadaran.2,27 Anamnesa dapat dilakukan pada keluarga pasien yang dapat dipercaya jika tidak memungkinkan untuk autoanamnesa.2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang dapat mendukung diagnosis meningitis biasanya dilakukan pemeriksaan rangsang meningeal. Yaitu sebagai berikut :15a. Pemeriksaan Kaku Kuduk

Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan tahanan pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot.

b. Pemeriksaan Kernig

Pasien berbaring terlentang, dilakukan fleksi pada sendi panggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mengkin tanpa rasa nyeri. Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135 (kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha biasanya diikuti rasa nyeri.

c. Pemeriksaan Brudzinski I (Brudzinski leher)

Pasien berbaring dalam sikap terlentang, tangan kanan ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring , tangan pemeriksa yang satu lagi ditempatkan didada pasien untuk mencegah diangkatnya badan kemudian kepala pasien difleksikan sehingga dagu menyentuh dada. Brudzinski I positif (+) bila gerakan fleksi kepala disusul dengan gerakan fleksi di sendi lutut dan panggul kedua tungkai secara reflektorik.

d. Pemeriksaan Brudzinski II (Brudzinski Kontralateral tungkai)Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi panggul (seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut kontralateral.

e. Pemeriksaan Brudzinski III (Brudzinski Pipi)

Pasien tidur terlentang tekan pipi kiri kanan dengan kedua ibu jari pemeriksa tepat di bawah os ozygomaticum.Tanda Brudzinski III positif (+) jika terdapat flexi involunter extremitas superior.f. Pemeriksaan Brudzinski IV (Brudzinski Simfisis)

Pasien tidur terlentang tekan simpisis pubis dengan kedua ibu jari tangan pemeriksaan. Pemeriksaan Budzinski IV positif (+) bila terjadi flexi involunter extremitas inferior.g. Pemeriksaan Lasegue

Pasien tidur terlentang, kemudian diextensikan kedua tungkainya. Salah satu tungkai diangkat lurus. Tungkai satunya lagi dalam keadaan lurus. Tanda lasegue positif (+) jika terdapat tahanan sebelum mencapai sudut 70 pada dewasa dan kurang dari 60 pada lansia.

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Pungsi Lumbal15Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan protein cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan tekanan intrakranial.

1) Pada Meningitis Serosa terdapat tekanan yang bervariasi, cairan jernih, sel darah putih meningkat, glukosa dan protein normal, kultur negatif.

2) Pada Meningitis Purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan keruh, jumlah sel darah putih meningkat (pleositosis lebih dari 1000 mm3), protein meningkat, glukosa menurun, kultur (+) beberapa jenis bakteri.Dibawah ini tabel yang menampilkan berbagai kemungkinan agen infeksi pada cairan serebrospinal, yaitu :

AgentOpening Pressure (mm H2 O)WBC count (cells/L)Glucose (mg/dL)Protein (mg/dL)Microbiology

Bacterial meningitis200-300100-5000; >80% PMNs< 40>100Specific pathogen demonstrated in 60% of Gram stains and 80% of cultures

Viral meningitis90-20010-300; lymphocytesNormal, reduced in LCM and mumpsNormal but may be slightly elevatedViral isolation, PCR assays

Tuberculous meningitis180-300100-500; lymphocytesReduced, < 40Elevated, >100Acid-fast bacillus stain, culture, PCR

Cryptococcal meningitis180-30010-200; lymphocytesReduced50-200India ink, cryptococcal antigen, culture

Aseptic meningitis90-20010-300; lymphocytesNormalNormal but may be slightly elevatedNegative findings on workup

Normal values80-2000-5; lymphocytes50-7515-40Negative findings on workup

LCM = lymphocytic choriomeningitis; PCR = polymerase chain reaction; PMN = polymorphonuclear leukocyte; WBC = white blood cell.

Tabel 1. Penilaian Cairan Serebrospinal Berdasarkan Agen Infeksi (diambil dari kepustakaan 2)b. Pemeriksaan Darah2Dilakukan pemeriksaan darah rutin, Laju Endap Darah (LED), kadar glukosa, kadar ureum dan kreatinin, fungsi hati, elektrolit.

1) Pemeriksaan LED meningkat pada meningitis TB

2) Pada meningitis bakteri didapatkan peningkatan leukosit polimorfonuklear dengan shift ke kiri.

3) Elektrolit diperiksa untuk menilai dehidrasi.4) Glukosa serum digunakan sebagai perbandingan terhadap glukosa pada cairan serebrospinal.

5) Ureum, kreatinin dan fungsi hati penting untuk menilai fungsi organ dan penyesuaian dosis terapi.

6) Tes serum untuk sipilis jika diduga akibat neurosipilis.

c. Kultur 2Kultur bakteri dapat membantu diagnosis sebelum dilakukan lumbal pungsi atau jika tidak dapat dilakukan oleh karena suatu sebab seperti adanya hernia otak. Sampel kultur dapat diambil dari :

1) Darah, 50% sensitif jika disebabkan oleh bakteri H. Influenzae, S. Pneumoniae, N. Meningitidis.

2) Nasofaring

3) Sputum

4) Urin

5) Lesi kulit

d. Pemeriksaan Radiologis2Pemeriksaan radiologis meliputi pemeriksaan foto thorax, foto kepala, CT-Scan dan MRI. Foto thorax untuk melihat adanya infeksi sebelumnya pada paru-paru misalnya pada pneumonia dan tuberkulosis, foto kepala kemungkinan adanya penyakit pada mastoid dan sinus paranasal.

Pemeriksaan CT-Scan dan MRI tidak dapat dijadikan pemeriksaan diagnosis pasti meningitis. Beberapa pasien dapat ditemukan adanya enhancemen meningeal, namun jika tidak ditemukan bukan berarti meningitis dapat disingkirkan.Berdasarkan pedoman pada Infectious Diseases Sosiety of America (IDSA), berikut ini adalah indikasi CT-Scan kepala sebelum dilakukan lumbal pungsi yaitu :

1) Dalam keadaan Immunocompromised

2) Riwayat penyakit pada sistem syaraf pusat (tumor, stroke, infeksi fokal)

3) Terdapat kejang dalam satu minggu sebelumnya

4) Papiledema

5) Gangguan kesadaran

6) Defisit neurologis fokal

Temuan pada CT-Scan dan MRI dapat normal, penipisan sulcus, enhancement kontras yang lebih konveks. Pada fase lanjut dapat pula ditemukan infark vena dan hidrosefalus komunikans.

Gambar 7. CT-Scan pada Meningitis Bakteri. Didapatkan ependimal enhancement dan ventrikulitis (diambil dari kepustakaan 16)

Gambar 8. MRI pada meningitis bakterial akut. Contrast-enhanced, didapatkan leptomeningeal enhancement (diambil dari kepustakaan 2)G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan meningitis mencakup penatalaksanaan kausatif, komplikatif dan suportif.21. Meningitis Virus

Sebagian besar kasus meningitis dapat sembuh sendiri. Penatalaksanaan umum meningitis virus adalah terapi suportif seperti pemberian analgesik, antpiretik, nutrisi yang adekuat dan hidrasi. Meningitis enteroviral dapat sembuh sendiri dan tidak ada obat yang spesifik, kecuali jika terdapat hipogamaglobulinemia dapat diberikan imunoglonbulin. Pemberian asiklovir masih kontroversial, namun dapat diberikan sesegera mungkin jika kemungkinan besar meningitis disebabkan oleh virus herpes. Beberapa ahli tidak menganjurkan pemberian asiklovir untuk herpes kecuali jika terdapat ensefalitis. Dosis asiklovir intravena adalah (10mg/kgBB/8jam).2Gansiklovir efektif untuk infeksi Cytomegalovirus (CMV), namun karena toksisitasnya hanya diberikan pada kasus berat dengan kultur CMV positif atau pada pasien dengan imunokompromise. Dosis induksi selama 3 minggu 5 mg/kgBB IV/ 12 jam, dilanjutkan dosis maintenans 5 mg/kgBB IV/24 jam.2

2. Meningitis Bakteri

Meningitis bakterial adalah suatu kegawatan dibidang neurologi karena dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Oleh karena itu pemberian antibiotik empirik yang segera dapat memberikan hasil yang baik.Age or Predisposing FeatureAntibiotics

Age 0-4 wkAmoxicillin or ampicillin plus either cefotaxime or an aminoglycoside

Age 1 mo-50 yVancomycin plus cefotaxime or ceftriaxone*

Age >50 yVancomycin plus ampicillin plus ceftriaxone or cefotaxime plus vancomycin*

Impaired cellular immunityVancomycin plus ampicillin plus either cefepime or meropenem

Recurrent meningitisVancomycin plus cefotaxime or ceftriaxone

Basilar skull fractureVancomycin plus cefotaxime or ceftriaxone

Head trauma, neurosurgery, or CSF shuntVancomycin plus ceftazidime, cefepime, or meropenem

CSF = cerebrospinal fluid.*Add amoxicillin or ampicillin if Listeria monocytogenes is a suspected pathogen.

Tabel 2. Rekomendasi Terapi Empirik dengan Meningitis Suspek Bateri (diambil dari kepustakaan 2)

a. Neonatus-1 bulan

1) Usia 0-7 hari, Ampicillin 50 mg/kgBB IV/ 8 jam atau dengan tambahan gentamicin 2.5 mg/kgBB IV/ 12 jam.

2) Usia 8-30 hari, 50-100 mg/kgBB IV/ 6 jam atau dengan tambahan gentamicin 2.5 mg/kgBB IV/ 12 jam.

b. Bayi usia 1-3 bulan

1) Cefotaxim (50 mg/kgBB IV/ 6 jam)2) Ceftriaxone (induksi 75 mg/kg, lalu 50 mg/kgBB/ 12 jam)Ditambah ampicillin (50-100 mg/kgBB IV/ 6 jam)

Alternatif lain diberikan Kloramfenikol (25 mg/kgBB oral atau IV/ 12 jam) ditambah gentamicin (2.5 mg/kgBB IV or IM / 8 hours).c. Bayi usia 3 bulan sampai anak usia 7 tahun1) Cefotaxime (50 mg/kgBB IV/ 6 jam, maksimal 12 g/hari)2) Ceftriaxone (induksi 75 mg/kg, lalu 50 mg/kgBB IV/ 12 jam, maksimal 4 g/hari)d. Anak usia 7 tahun sampai dewassa usia 50 tahun

1) Dosis anakCefotaxime (50 mg/kgBB IV/ 6 jam, maksimal 12 g/hari)Ceftriaxone (induksi 75 mg/kg, lalu 50 mg/kgBB IV/ 12 jam, maksimal 4 g/hari)

Vancomycin 15 mg/kgBB IV/ 8 jam2) Dosis dewasa

Cefotaxime 2 g IV/ 4 jam

Ceftriaxone 2 g IV/ 12 jam

Vancomycin 750-1000 mg IV/ 12 jam atau 10-15 mg/kgBB IV/ 12 jam

Beberapa pengalaman juga diberikan rifampisin (dosis anak-anak, 20 mg/kgBB/hari IV; dosis dewasa, 600 mg/hari oral). Jika dicurigai infeksi listeria ditambahkan ampicillin (50 mg/kgBB IV/ 6 jam).e. Usia lebih dari atau sama dengan 50 tahun

1) Cefotaxime 2 g IV/ 4 jam

2) Ceftriaxone 2 g IV/ 12 jam

Dapat ditambahkan dengan Vancomycin 750-1000 mg IV/ 12 jam atau 10-15 mg/kgBB IV/ 12 jam atau ampicillin (50 mg/kgBB IV/ 6 jam). Jika dicurigai basil gram negatif diberikan ceftazidime (2 g IV/ 8 jam).

Selain antibiotik, pada infeksi bakteri dapat pula diberikan kortikosteroid (biasanya digunakan dexamethason 0,25 mg/kgBB/ 6 jam selama 2-4 hari). meskipun pemberian kortikosteroid masih kontroversial, namun telah terbukti dapat meningkatkan hasil keseluruhan pengobatan pada meningitis akibat H. Influenzae, tuberkulosis, dan meningitis pneumokokus. Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Brouwer dkk., pemberian kortikosteroid dapat mengurangi gejala gangguan pendengaran dan gejala neurologis sisa tetapi secara umum tidak dapat mengurangi mortalitas. Bagan 2. Algoritma Tatalaksana Meningitis Suspek Bakteri pada Orang Dewasa (diambil dari kepustakaan 17)

3. Meningitis SifilitikaTerapi pilihan pada meningitis sifilitika adalah penisilin G kristal aqua dengan dosis 2-4 juta unit/hari setiap 4 jam selama 10-14 hari, sering pula diikuti pemberian penisilin G benzatin IM dengan dosis 2.4 juta unit. Pilihan alternatif adalah penisilin G prokain dosis 2.4 juta unit/hari IM dan probenesid dosis 500 mg oral setiap 6 jam selama 14 hari, diikuti pemberian penisilin G benzatin IM dengan dosis 2.4 juta unit. Pasien dengan meningitis sifilitika disertai HIV dapat diberikan yang serupa. Oleh karena penisilin G merupakan obat pilihan, pasien dengan alergi penisilin harus menjalani penisilin desensitisasi. Setelah dilakukan pengobatan, pemeriksaan cairan serebrospinal harus dilakukan secara teratur setiap 6 bulan sekali, hal ini penting dilakukan untuk melihat keberhasilan terapi.4. Meningitis Fungal

Pada meningitis akibat kandida dapat diberikan terapi inisial amphotericin B (0.7 mg/kgBB/hari), biasanya ditambahkan Flucytosine (25 mg/kgBB/ 6 jam) untuk mempertahankan kadar dalam serum (40-60 g/ml) selama 4 minggu. Setelah terjadi resolusi, sebaiknya terapi dilanjutkan selama minimal 4 minggu. Dapat pula diberikan sebagai follow-up golongan azol seperti flukonazol dan itrakonazol.2

5. Meningitis Tuberkulosa

Pengobatan meningitis tuberkulosa dengan obat anti tuberkulosis sama dengan tuberkulosis paru-paru. Dosis pemberian adalah sebagai berikut :

a. Isoniazid 300 mg/harib. Rifampin 600 mg/haric. Pyrazinamide 15-30 mg/kgBB/harid. Ethambutol 15-25 mg/kgBB/harie. Streptomycin 7.5 mg/kgBB/ 12 jamAtau dapat menggunakan acuan dosis sebagai berikut :

Tabel 3. Dosis Obat Antituberkulosis (diambil dari kepustakaan 18)

Pengobatan dilakukan selama 9-12 bulan. Jika sebelumnya telah mendapat obat antituberkulosis, pengobatan tetap dilanjutkan tergantung kategori. Pemberian kortikosteroid diindikasikan pada meningitis stadium 2 atau 3. Hal ini dapat mengurangi inflamasi pada proses lisis bakteri karena obat anti tuberkulosis. Biasanya dipilih dexamethason dengan dosis 60-80 mg/hari yang diturunkan secara bertahap selama 6 minggu.26. Meningitis ParasitikMeningitis karena cacing ditatalaksana dengan terapi suportif seperti analgesia yang adekuat, terapi aspirasi cairan serebrospinal dan antiinflamasi seperti kortikosteroid. Pemberian obat antihelmintic dapat menjadi kontraindikasi karena dapat memperparah gejala klinis dan bahkan menyebabkan kematian sebagai akibat dari peradangan hebat yang merupakan respon terhadap proses penghancuran cacing.Meningitis amuba yang diakibatkan oleh Naegleria fowleri adalah fatal. Diagnosis dini dan pemberian dosis tinggi IV amfoterisin B atau mikonazol dan rifampisin dapat memberikan manfaat terapi.2H. Diagnosis Banding

Meningitis dapat didiagnosis banding dengann penyakit dibawah ini :21. Abses serebral2. Ensefalitis

3. Neoplasma serebral4. Perdarahan Subarachnoid

I. Komplikasi Meningitis

Komplikasi meningitis pada onset akut dapat berupa perubahan status mental, edema serebri dan peningkatan tekanan intrakranial, kejang, empiema atau efusi subdural, parese nervus kranialis, hidrosefalus, defisit sensorineural, hemiparesis atau quadriparesis, kebutaan. Pada onset lanjut dapat terjadi epilepsi, ataxia, abnormalitas serebrovaskular, intelektual yang menurun dan lain sebagainya. Komplikasi sistemik dari meningitis adalah syok septik, disseminated intravascular coagulaton (DIC), gangguan fungsi hipotalamus atau disfungsi endokrin, kolaps vasomotor dan bahkan dapat menyebabkan kematian.19J. PrognosisPrognosis meningitis tergantung kepada umur, mikroorganisme spesifik yang menimbulkan penyakit, banyaknya organisme dalam selaput otak, jenis meningitis dan lama penyakit sebelum diberikan antibiotik. Penderita usia neonatus, anak-anak dan dewasa tua mempunyai prognosis yang semakin jelek, yaitu dapat menimbulkan cacat berat dan kematian.20Pengobatan antibiotika yang adekuat dapat menurunkan mortalitas meningitis purulenta, tetapi 50% dari penderita yang selamat akan mengalami sequelle (akibat sisa). Lima puluh persen meningitis purulenta mengakibatkan kecacatan seperti ketulian, keterlambatan berbicara dan gangguan perkembangan mental, dan 5 10% penderita mengalami kematian.Pada meningitis Tuberkulosa, angka kecacatan dan kematian pada umumnya tinggi. Prognosa jelek pada bayi dan orang tua. Angka kematian meningitis TBC dipengaruhi oleh umur dan pada stadium berapa penderita mencari pengobatan. Penderita dapat meninggal dalam waktu 6-8 minggu.9Penderita meningitis karena virus biasanya menunjukkan gejala klinis yang lebih ringan,penurunan kesadaran jarang ditemukan. Meningitis viral memiliki prognosis yang jauh lebih baik. Sebagian penderita sembuh dalam 1 2 minggu dan dengan pengobatan yang tepat penyembuhan total bisa terjadi.HidrocephalusI. Definisi

Hidrocephalus adalah suatu keadaan dimana terjadi penambahan volume dari cairan serebrospinal (CSS) di dalam ruangan ventrikel dan ruangan sub arakhnoid. Keadaan ini disebabkan oleh karena terdapat produksi cairan serebrospinal yang berlebihan, obstruksi jalur cairan cerebrospinal maupun gangguan absorpsi cairan serebrospinal.21Ada dua jenis hidrocephalus yaitu hidrocephalus nonkomunikans dan hidrocephalus komunikans. 21Hidrocephalus nonkomunikans/hidrocephalus obstruktif merupakan masalah bedah saraf pediatrik yang paling sering ditemukan dan biasanya mulai timbul segera setelah lahir, hidrocephalus obstruktif biasanya disebabkan oleh kelainan kongenital. 21Hidrocephalus komunikans dimana aliran cairan dari sistem ventrikel ke ruang sub arakhnoid tidak mengalami sumbatan, biasanya terjadi karena lebih banyak produksi CSS dibanding direabsorpsi. 21II. FrekuensiInsidens hidrocephalus pada anak-anak belum dapat ditentukan secara pasti Secara umum dilaporkan sebesar 3 kasus/1000 kelahiran hidup, sedangkan insidens hidrocephalus kongenital bervariasi untuk tiap-tiap populasi yang berbeda. 22

Berikut ini pembagian hidrocephalus menurut jenis kelamin dan umur: 231. Jenis kelamin

Insiden hidrocephalus pada laki-laki dan perempuan adalah sama.

2. Umur

Banyak hidrocephalus terjadi pada masa balita sebanyak 60%, sedangkan pada dewasa insiden hidrocephalus hanya 40%.

III. Patofisiologi

Pada prinsipnya hidrocephalusterjadi sebagai akibat dari ketidak seimbangan antara produksi, obstruksi dan absorpsi dari CSS. Adapun keadaan-keadaan yang dapat mengakibatkan terjadinya ketidak seimbangan tersebut adalah:211. Disgenesiscerebri46% hidrocephaluspada anak akibat malformasi otak dan yang terbanyak adalah malformasi Arnold-Chiary. Berbagai malformasi serebral akibat kegagalan dalam proses pembentukan otak dapat menyebabkan penimbunan CSS sebagai kompensasi dari tidak terdapatnya jaringan otak. Salah satu contoh jelas adalah hidroanensefali yang terjadi akibat kegagalan pertumbuhan hemisferium serebri.

2. Produksi Cairan Cerebrospinal yang berlebihan Ini merupakan penyebab hidrocephalusyang jarang terjadi. Penyebab tersering adalah papiloma pleksus khoroideus, hidrocephalusjenis ini dapat disembuhkan.

3. Obstruksi aliran CSS

Sebagian besar kasus hidrocephalustermasuk dalam kategori ini. Obstruksi dapat terjadi di dalam atau di luar sistem ventrikel. Obstruksi dapat disebabkan beberapa kelainan seperti: perdarahan subarakhnoid post trauma atau meningitis, di mana pada kedua proses tersebut terjadi inflamasi dan eksudasi yang mengakibatkan sumbatan pada akuaduktus Sylvius atau foramina pada ventrikel IV. Sisterna basalis juga dapat tersumbat oleh proses arakhnoiditis yang mengakibatkan hambatan dari aliran CSS. Tumor fossa posterior juga dapat menekan dari arah belakang yang mengakibatkan arteri basiliaris dapat menimbulkan obstruksi secara intermiten, di mana obstruksi tersebut berhubungan dengan pulsasi arteri yang bersangkutan.

4. Absorbsi CSS berkurang

Kerusakan vili arakhnoidalis dapat mengakibatkan gangguan absorpsi -CSS, selanjutnya terjadi penimbunan CSS. Keadaan-keadaan yang dapat menimbulkan kejadian tersebut adalah post meningitis, post perdarahan subaraknoid, kadar protein CSS yang tinggi.

5. Akibat atrofi cerebri

Bila karena sesuatu sebab terjadinya atrofi serebri, maka akan timbul penimbunan CSS yang merupakan kompensasi ruang terhadap proses atrofi tersebut.IV. Macam-macam Hidrocephalus Hidrocephalusdapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal, yaitu:40

1. Anatomis

a. Hidrocephalustipe obstruksi/non komunikans

b. Hidrocephalustipe komunikans

2. Etiologi

a. Tipe obstruktif

i. Kongenital

Stenosis akuaduktus serebri

Sindroma Dandy-Walker (atresia foramen Megendie dan Luschka)

Malformasi Arnold-Chiari

Aneurisma vena Galeni

ii. Didapat

Stenois akuaduktus serebri (setelah infeksi atau perdarahan)

Herniasi tentorial akibat tumor supratentorial

Hematoma intraventrikular

Tumor

b. Tipe komunikans

Penebalan leptomeningens dan/atau granulasi arakhnoid akibat:

Infeksi

Perdarahan subarachnoid

Meningitis karsinomatosa

V. Gejala Klinik 231. Anamnesis

a. Gejala klinik hidrocephalus meliputi:

Umur pasien

Sebab

Lokasi obstruksi

Durasi

Kecepatan onset

b. Symptoms pada balita

Susah makan

Irritability

Aktivitas berkurang

Muntah

c. Symptoms pada anak-anak

Mental bertumbuh dengan lambat

Sakit kepala (biasanya di pagi hari) yang disebabkan oleh kekakuan tengkorak

Sakit di leher karena herniasi tonsil

Muntah, biasanya di pagi hari

Penglihatan kabur: karena papilledema dan atrofi N. Opticus

Diplopia: karena parese N. VI bilateral atau unilateral

Pertumbuhan dan perkembangan sexual yang terganggu karena ventrikel III dilatasi: dapat mengarah ke obesitas, pubertas precox, dan pubertas yang terhambat.

Susah berjalan sampai kekakuan berjalan: karena gangguan ke traktus piramidalis periventikular yang meregang akibat hidrocephalus.

Mengantuk

d. Symptoms pada dewasa

Kemunduran kognitif

Sakit kepala

Kekakuan pada leher

Nausea

Muntah

Penglihatan yang kabur

Penglihatan ganda

Mengantuk

Inkontinensia uri dan inkontinensia alvi

2. Pemeriksaan fisik

a. Balita

Kepala yang membesar

Sutura yang melebar : dapat melalui inspeksi atau palpasi

Dilatasi vena kepala

Fontanel tegang

Setting sun-sign: ditandai dengan adanya peningkatan tekanan intracranial. Oculi berdeviasi ke bawah, kelopak mata retraksi, sclera dapat terlihat diatas iris.

Meningkatnya tonus ektremitas

b. Anak-anak

Papilledema: jika tidak ditangani dapat mengakibatkan atrofi N. Opticus dan penglihatan yang berkurang.

Macewen sign: suara seperti pecahan pot pada perkusi kepala

Kapala yang membesar: sutura biasanya menutup tapi tekanan intra cranial dapat mengarah ke makrocephali

Kelumpuhan N. VI unilateral atau bilateral

c. Dewasa

Papilledema: bila tidak ditangani dapat mengarah ke atrofi N.Opticus

Ataxia ekstremitas. Kekakuan pada tungkai danpat menyebabkan susah berjalan

Kepala yang membesar

Kelumpuhan N. VI unilateral atau bilateral VI. Diagnosis

Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil pemeriksaan fisik, untuk keperluan diagnostik hidrocephalusdilakukan pemeriksaan-pemeriksaan penunjang, yaitu :211. Rontgen foto kepala

Dengan prosedur ini dapat diketahui:a. Hidrocephalustipe kongenital/infantile, yaitu: ukuran kepala, adanya pelebaran sutura, tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial kronik berupa imopressio digitate dan erosi prosessus klionidalis posterior.b. Hidrocephalustipe juvenile/adult oleh karena sutura telah menutup maka dari foto rontgen kepala diharapkan adanya gambaran kenaikan tekanan intrakranial.

2. Transiluminasi

Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan ini dilakukan dalam ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama 3 menit. Alat yang dipakai lampu senter yang dilengkapi dengan rubber adaptor. Pada hidrosefalus, lebar halo dari tepi sinar akan terlihat lebih lebar 1-2 cm.3. Ventrikulografi

Yaitu dengan memasukkan konras berupa O2 murni atau kontras lainnya dengan alat tertentu menembus melalui fontanela anterior langsung masuk ke dalam ventrikel. Setelah kontras masuk langsung difoto, maka akan terlihat kontras mengisi ruang ventrikel yang melebar. Pada anak yang besar karena fontanela telah menutup untuk memasukkan kontras dibuatkan lubang dengan bor pada kranium bagian frontal atau oksipitalis. Ventrikulografi ini sangat sulit, dan mempunyai risiko yang tinggi. Di rumah sakit yang telah memiliki fasilitas CT Scan, prosedur ini telah ditinggalkan.

4. Ultrasonografi

Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan USG diharapkan dapat menunjukkan system ventrikel yang melebar. Pendapat lain mengatakan pemeriksaan USG pada penderita hidrocephalusternyata tidak mempunyai nilai di dalam menentukan keadaan sistem ventrikel hal ini disebabkan oleh karena USG tidak dapat menggambarkan anatomi sistem ventrikel secara jelas, seperti halnya pada pemeriksaan CT Scan.

5. CT Scan kepala

Pada hidrocephalusobstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya pelebaran dari ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas ventrikel lebih besar dari occipital horns pada anak yang besar. Ventrikel IV sering ukurannya normal dan adanya penurunan densitas oleh karena terjadi reabsorpsi transependimal dari CSS.Pada hidrocephaluskomunikans gambaran CT Scan menunjukkan dilatasi ringan dari semua sistem ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di proksimal dari daerah sumbatan.VII. Diagnosis banding

1. Megalencephaly: mirip seperti hidrocephalustetapi pada megalencephaly tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial dan terdapat kelainan mental yang berat.212. Efusi subdural khronis: pada kelainan ini terjadi pembesaran kepala, tetapi pada hidrocephalusperluasan skull lebih sering terjadi pada daerah parietal dari pada frontal. Pada efusi subdural khronis transiluminasi positif di daerah frontoparietal tetapi negatif pada hidrosefalus. 213. Pelebaran ventrikel sebagai akibat atrofi serebral: kelainan sering pada penyakit degenerasi dan metabolik. 21VIII. Penatalaksanaan

1. Medikamentosa

Obat-obatan yang sering dipakai untuk terapi ini adalah:Asetasolamid Cara pemberian dan dosis: Per oral, 2-3 x 125 mg/hari. Dosis ini dapat ditingkatkan maksimal 1.200 mg/hari. Furosemid Cara pemberian dan dosis: Per oral 1,2 mg/kg BB 1x/hari atau injeksi Intravena sebanyak 0,6 mg/KgBB/hari.Bila tidak ada perubahan setelah satu minggu pasien diprogramkan untuk operasi. 212. Operasi

Ventriculo Peritoneal Shunt (VP-Shunt)

Prosedur ini harus di ruang operasi dalam keadaan general anestesi. Biasanya membutuhkan waktu 1,5 jam. Sebelumnya rambut harus dicukur. Dilakukan insisi dengan bentuk tapal kuda dibelakang telinga dan insisi kecil di rongga perut. Lubang kecil dibuat di tengkorak, dan tabung kecil yang disebut kateter dimasukkan ke dalam ventrikel otak. Kateter lain dibuat menjadi terowongan dibawah kulit dari belakang telinga, turun ke leher dan dada, kemudian keluar lewat rongga abdomen. Bila kateter pergi ke jantung, maka dokter melakukan pemotongan kecil di leher untuk mengalihkan kateter. 24Katub (pompa cairan) ditempatkan dibawah kulit dibelakang telinga. Katub ditempelkan pada kedua kateter. Ketika tekanan ekstra di kepala bertambah, cairan diarahkan di katub dan kemudian dihisap sampai ke perut. Katub dapat diprogram untuk menghisap lebih banyak atau sedikit. Berikut ini adalah gambar PV-Shunt: 25

IX. Prognosis

Keberhasilan tindakan operatif serta prognosis hidrocephalusditentukan ada atau tidaknya anomali yang menyertai, mempunyai prognosis lebih baik dari hydrocephalus yang bersama dengan malformasi lain (hidrocephaluskomplikata). 21DAFTAR PUSTAKA1. Mahar M & Priguna S, 2008. Neurologi Klinis Dasar. Cetakan ke-12. PT. Dian Rakyat, Jakarta.

2. Hasbu, Rodrigo, May 7, 2013. Meningitis. Article. Available at http://emedicine.medscape.com/article/232915-overview#showall3. WHO, 2013. Meningitis. Article. Available at http://www.who.int/topics/meningitis/en/4. Markam, S., 1992. Penuntun Neurologi, Cetakan Pertama. Binarupa Aksara, Jakarta.5. Japardi, I. 2002. Meningitis Meningococcus. Journal. FK USU Digital Library. Available at http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi23.pdf6. Soedarto, 2004. Sinopsis Virologi Kedokteran. Airlangga University Press, Surabaya.7. Nelson, 1996. Ilmu Kesehatan Anak, Bagian 2. EGC, Jakarta.8. Kandun, I., 2006. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Infomedika, Jakarta.9. Harsono, 2003. Kapita Selekta Neurologi, Edisi Kedua. GadjahMada University Press, Yogyakarta.10. Handayani, S., 2006. Karier Meningitis Meningokok Pada Jemaah Haji Indonesia. Buletin Penelitian Kesehatan, Vol.34, No.1, Hal 30-36, Jakarta.11. Guyton & Hall, 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. EGC, Jakarta.12. Jawetz, dkk., 2008. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 23. EGC, Jakarta.13. Harsono, 1996. Buku Ajar Neurologi Klinis, Edisi Pertama. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.14. Juwono, T., 1993. Penatalaksanaan Kasus-kasus Darurat Neurologi. Widya Medika, Jakarta.15. Fatimah, 2012. Pemeriksaan Klinis Neurologi 1. Article. Available at http://publichealthnote.blogspot.com/2012/04/pemeriksaan-klinis-neurologi.html16. Lutfi, et all., 2013. Imaging in Bacterial Meningitis. Article. Available at http://emedicine.medscape.com/article/341971-overview#showall17. Allan, dkk., 2004. Practice Guidelines for the Management of Bacterial Meningitis. Journal. Infectious Diseases of America (IDSA).

18. Pedoman Nasional, 2006. Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.19. Emad, 2012. Neurologic Complications of Bacterial Meningitis. Journal. In tech. Available at http://cdn.intechopen.com/pdfs/34319/InTech-Neurologic_complications_of_bacterial_meningitis.pdf20. Nelson, 1995. Ilmu Kesehatan Anak. Kedokteran EGC, Jakarta..21. Mubarak, Husnul. Hydrocephalus Congenital. [online]. Available at: http://cetrione.blogspot.com/2009/03/hidrocephalus.html. Last update: Kamis, 19 Maret 2009. diakses pada tanggal: minggu, 13 September 2009.

22. Saanin, S, Hydrosefalus, Available at: http://Hidrosefalus, html accessed in February 2006. diakses pada tanggal : minggu, 13 september 2009.23. J Espay, Alberto. Hydrocephalus . [online]. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/1135286-overview. last update: 20 Agustus 2009. diakses pada tanggal: minggu, 13 September 2009.

24. Medline Plus. Ventriculoperitoneal Shunt. [online]. Available at: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003019.htm. last update: 27 Agustus 2009. diakses pada tanggal: minggu, 13 September 2009.

25. Seattle Children Hospital. Hydrocephalus. [online]. Available at: http://neurosurgery.seattlechildrens.org/assets/images/vp_shunt_belly_large.jpg&imgrefurl=. Last update: Agustus 2009. diakses pada tanggal: minggu, 13 September 2009.

32