Meningitis Dan Luka Bakar

download Meningitis Dan Luka Bakar

If you can't read please download the document

description

luka bakar

Transcript of Meningitis Dan Luka Bakar

BAB I

1.1 LATAR BELAKANG

Kita ketahui bersama bahwa Meningitis adalah infeksi cairan otak dan disertai proses peradangan yang mengenai piameter, araknoid dan dapat meluas ke permukaan jarinag otak dan medula spinalis yang menimbulkan eksudasi berupa pus atau serosa yang terdapat secara akut dan kronis.

Meningitis dibagi menjadi dua :

Meningitis purulenta Yaitu infeksi selaput otak yang disebabkan oleh bakteri non spesifik yang menimbulkan eksudasi berupa pus atau reaksi purulen pada cairan otak. Penyebabnya adalah pneumonia, hemofilus influensa, E. Coli.Meningitis tuberkulosa Yaitu radang selaput otak dengan eksudasi yang bersifat serosa yang disebabkan oleh kuman tuberkulosis, lues, virus, riketsia.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Apa yang di sebut dengan meningitis ?Apa peyebab terjadinya meningitis ?Apa tanda dan gejala meningitis ?Menjelaskan klasifikasi meningitis ?Menjelaskan patofisiologi meningitis ?Menjelaskan manifestasi klinis meningitis ?Menjelaskan pemeriksaan diagnostic meningitis ?Menjelaskan managemen terapi meningitis ?Menjelaskan komplikasi meningitis ?

1.3 TUJUAN

Agar mengetahui apa yang di maksud dengan meningitis.Agar mengerti apa yang menyebabkan meningitis.Mengetahui proses dari meningitis.Mengetahui pemeriksaan yang harus di lakukan pada penyakit meningitis.Mengerti tentang cara pengobatan meningitis.

BAB I

2.1 PENGERTIAN

Meningitis adalah infeksi cairan otak dan disertai proses peradangan yang mengenai piameter, araknoid dan dapat meluas ke permukaan jarinag otak dan medula spinalis yang menimbulkan eksudasi berupa pus atau serosa yang terdapat secara akut dan kronis.

Meningitis dibagi menjadi dua :

Meningitis purulenta Yaitu infeksi selaput otak yang disebabkan oleh bakteri non spesifik yang menimbulkan eksudasi berupa pus atau reaksi purulen pada cairan otak. Penyebabnya adalah pneumonia, hemofilus influensa, E. Coli.Meningitis tuberkulosa Yaitu radang selaput otak dengan eksudasi yang bersifat serosa yang disebabkan oleh kuman tuberkulosis, lues, virus, riketsia.

Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medulla spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur (Smeltzer, 2001).

Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi & Rita, 2001).

Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah satu dari mikroorganisme pneumokok, Meningokok, Stafilokok, Streptokok, Hemophilus influenza dan bahan aseptis (virus) (Long, 1996).

Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piamater,araknoid dan dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medulla spinalis yang superficial.(neorologi kapita selekta,1996).

2.2 TANDA DAN GEJALA

A. Tanda Dan Gejala Meningitis Secara Umum:Aktivitas / istirahat ;Malaise, aktivitas terbatas, ataksia, kelumpuhan, gerakan involunter, kelemahan, hipotoniaSirkulasi ;Riwayat endokarditis, abses otak, TD , nadi , tekanan nadi berat, takikardi dan disritmia pada fase akutEliminasi ; Adanya inkontinensia atau retensi urinMakanan / cairan ; Anorexia, kesulitan menelan, muntah, turgor kulit jelek, mukosa keringHigiene ; Tidak mampu merawat diriNeurosensori ; Sakit kepala, parsetesia, kehilangan sensasi, Hiperalgesiameningkatnya rasa nyeri, kejang, gangguan oenglihatan, diplopia, fotofobia, ketulian, halusinasi penciuman, kehilangan memori, sulit mengambil keputusan, afasia, pupil anisokor, , hemiparese, hemiplegia, tandaBrudzinskipositif, rigiditas nukal, refleks babinski posistif, refkleks abdominal menurun, refleks kremasterik hilang pada laki-lakiNyeri / kenyamanan ; Sakit kepala hebat, kaku kuduk, nyeri gerakan okuler, fotosensitivitas, nyeri tenggorokan, gelisah, mengaduh/mengeluhPernafasan ; Riwayat infeksi sinus atau paru, nafas , letargi dan gelisahKeamanan ; Riwayat mastoiditis, otitis media, sinusitis, infeksi pelvis, abdomen atau kulit, pungsi lumbal, pembedahan, fraktur cranial, anemia sel sabit, imunisasi yang baru berlangsung, campak, chiken pox, herpes simpleks. Demam, diaforesios, menggigil, rash, gangguan sensasi.Penyuluhan / pembelajaran ; Riwayat hipersensitif terhadap obat, penyakit kronis, diabetes mellitus

B. Tanda Dan Gejala Meningitis Secara Khusus:

Anak dan Remaja.

a) Demam.

b) Mengigil.

c) Sakit kepala.

d) Muntah.

e) Perubahan pada sensorium.

f) Kejang (seringkali merupakan tanda-tanda awal).

g) Peka rangsang.

h) Agitasi.

i) Dapat terjadi: Fotophobia (apabila cahaya diarahkan pada mata pasien (adanya disfungsi pada saraf III, IV, dan VI) Delirium, Halusinasi, perilaku agresi, mengantuk, stupor, koma

Bayi dan Anak Kecil.Gambaran klasik jarang terlihat pada anak-anak usia 3 bulan dan 2 tahun.

a) Demam.

b) Muntah.

c) Peka rangsang yang nyata.

d) Sering kejang (sering kali disertai denagan menangis nada tinggi).

e) Fontanel menonjol.

Neonatus:

a) Tanda-tanda spesifik: Secara khusus sulit untuk didiagnosa serta manifestasi tidak jelas dan spesifik tetapi mulai terlihat menyedihkan dan berperilaku buruk dalam beberapa hari,

b) Menolak untuk makan.

c) Kemampuan menghisap menurun.

d) Muntah atau diare.

e) Tonus buruk.

f) Kurang gerakan.

g) Menangis buruk.

h) Leher biasanya lemas.

i) Tanda-tanda non-spesifik:

j) Hipothermia atau demam.

k) Peka rangsang.

l) Mengantuk.

m) Kejang.

n) Ketidakteraturan pernafasan atau apnea.

o) Sianosis.

p) Penurunan berat badan.

Pada meningitis purulenta ditemukan tanda dan gejala :

1) Gejala infeksi akut atau sub akut yang ditandai dengan keadaan lesu, mudah terkena rangsang, demam, muntah penurunan nafsu makan, nyeri kepala.

2) Gejala peningkatan tekanan intrakranial ditandai dengan muntah, nyeri kepala, penurunan kesadaran ( somnolen sampai koma ), kejang, mata juling, paresis atau paralisis.

3) Gejala rangsang meningeal yang ditandai dengan rasa nyeri pada leher dan punggung, kaku kuduk, tanda brodsinky I dan II positif dan tanda kerning positif.

a) Tanda kerning yaitu bila paha ditekuk 90ke depan, tuungkai dapat diluruskan pada sendi lutut.

b) Tanda brudzinky I positif adalah bila kepal di fleksi atau tunduk ke depan, maka tungkai akan bergerak fleksi di sudut sendi lutut.

c) Tanda brodzinky II positif adalah bila satu tungkai ditekuk dari sendi lutut ruang paha, ditekankan ke perut penderita, maka tungkai lainnya bergerak fleksi dalam sendi lutut.

Pada meningitis tuberkulosas didapatkan gejala dalam stadium-stadium yaitu :

1) Stadium prodomal ditandai dengan gejala yang tidak khas dan terjadi perlahan-lahan yaitu demam ringan atau kadang-kadang tidak demam, nafsu makan menurun, nyeri kepala, muntah, apatis, berlangsung 1-3 minggu, bila tuberkulosis pecah langsung ke ruang subaraknoid, maka stadium prodomal berlangsung cepat dan langsung masuk ke stadium terminal.

2) Stadium transisi ditandai dengan gejala kejang, rangsang meningeal yaitu kaku kuduk, tanda brudzinky I dan II positif, mata juling, kelumpuhan dan gangguan kesadaran.

3) Stadium terminal ditandai dengan keadaan yang berat yaitu kesadaran menurun sampai koma, kelumpuhan, pernapasan tidak teratur, panas tinggi dan akhirnya meninggal.

2.3 ETIOLOGI

1) Bakteri; Mycobacterium tuberculosa, Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa

2) Penyebab lainnya, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia

3) Faktor predisposisi : jenis kelamin laki-laki lebih sering dibandingkan dengan wanita

4) Faktor maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir kehamilan

5) Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin.

6) Kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injuri yang berhubungan dengan sistem persarafan.

2.4 KLASIFIKASI

Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, yaitu :

1) Meningitis serosa Adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan otak yang jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lainnya Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia.

2) Meningitis purulenta Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan medula spinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa.

2.5 PATOFISIOLOGI

Kuman atau organisme dapat mencapai meningen ( selaput otak ) dan ruangan subaraknoid melalui cara sebagai berikut :

1. Implantasi langsung setelah luka terbuka di kepala.

2. Perluasan langsung dari proses infeksi di telingga tengah sinus paranasalis, kulit.

3. Kepala, pada muka dan peradangan di selaput otak/ skitarnya seperti mastoiditis.

4. Sinusitis, otitis media.

5. Melalui aliran darah waktu terjadi septicemia.

6. Perluasan dari tromboplebitis kortek.

7. Perluasan dari abses ekstra dural, sudural atau otak.

8. Komplikasi bedah otak.

9. Penyebaran dari radang.

Pada meningitis tuberkulosa dapat terjadi akibat komplikasi penyebaran tuberkulosis paru primer, yaitu :

1) secara hematogen, melalui kumanmencapai susunan saraf kemudian pecah dan bakteri masuk ke ruang subaraknoid melalui aliran darah.

2) Cara lain yaitu dengan perluasan langsung dari mastoiditis atau spondilitis tuberculosis Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari orofaring dan diikuti dengan septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian atas.

Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis. Saluran vena yang melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan saluran mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen; semuanya ini penghubung yang menyokong perkembangan bakteri.

Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di dalam meningen dan di bawah korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah serebral. Jaringan serebral mengalami gangguan metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar sampai dasar otak dan medula spinalis. Radang juga menyebar ke dinding membran ventrikel serebral.

Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri dari peningkatan permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak (barier oak), edema serebral dan peningkatan TIK.

Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi meningitis. Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi dan dihubungkan dengan meluasnya hemoragi (pada sindromWaterhouse-Friderichssen) sebagai akibat terjadinya kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh meningokokus.

2.6 MANIFESTASI KLINIS

Gejala meningitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan TIK :

Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering). Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak responsif, dan koma.

Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sbb:

a) Rigiditas nukal ( kaku leher ). Upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher

b) Tanda kernik positip: ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadan fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.

c) Tanda brudzinki : bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan fleksi lutut dan pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi maka gerakan yang sama terlihat peda sisi ektremita yang berlawanan.

d) Mengalami foto fobia, atau sensitif yang berlebihan pada cahaya.

e) Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat eksudat purulen dan edema serebral dengan tanda-tanda perubahan karakteristik tanda-tanda vital(melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi), pernafasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan penurunan tingkat kesadaran.

f) Adanya ruam merupakan ciri menyolok pada meningitis meningokokal.

g) Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia : demam tinggi tiba-tiba muncul, lesi purpura yang menyebar, syok dan tanda koagulopati intravaskuler diseminata.

2.7 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Pemeriksaan cairan otak melalui fungsi lumbal, didapatkan :

a) Tekanan.

b) Warna cairan otak: pada keadaan normal cairan otak tidakberwarna. Pada menigitis purulenta berwarna keruh sampai kekuning-kuningangan. Sedangkan pada meningitis tuberkulosis cairan otak berwarna jernih.

c) Protein ( 0,2-0,4 Kg ) pada miningitis meninggi.

d) Glukosa dan klorida.

None pandi.Pemeriksaan darah.Uji tuberkulin positif dari kurasan lambung untuk meningitis tuberculosis.Pemeriksaan radiologi :

a) CT Scan.

b) Rotgen kepala.

c) Rotgen thorak.

Elektroensefalografi ( EEG ), akan menunjukkan perlambatan yang menyeluruh di kedua hemisfer dan derajatnya sebanding dengan radang.

Analisis CSS dari fungsi lumbal :

Meningitis bakterial : tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, jumlah sel darah putih dan protein meningkat glukosa meningkat, kultur positip terhadap beberapa jenis bakteri.Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel darah putih meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya negatif, kultur virus biasanya dengan prosedur khusus.Glukosa serum : meningkat ( meningitis ).LDH serum : meningkat ( meningitis bakteri ).Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil ( infeksi bakteri ).Elektrolit darah : abnormal.ESR/LED : meningkat pada meningitis.Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine : dapat mengindikasikan daerah pusat infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksiMRI/ skan CT : dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat ukuran/letak ventrikel; hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor.Ronsen dada/kepala/ sinus ; mungkin ada indikasi sumber infeksi intra kranial.

2.8 MANAGEMEN TERAPI

Terapi bertujuan memberantas penyebab infeksi disertai perawatan intensif suporatif untuk membantu pasien melaluimasa kritis :

Penderita dirawat di rumah sakit.

Pemberian cairan intravena.Bila gelisah berikan sedatif/penenang.Jika panas berikan kompres hangat, kolaborasi antipiretik.Sementara menunggu hasil pemeriksaan terhadap kausa diberikan :

a) Kombinasi amphisilin 12-18 gram, klorampenikol 4 gram, intravena 4x sehari.

b) Dapat dicampurkan trimetropan 80 mg, sulfa 400 mg.

c) Dapat pula ditambahkan ceftriaxon 4-6 gram intra vena.

Pada waktu kejang :

a) Melonggarkan pakaian.

b) Menghisap lender.

c) Puasa untuk menghindari aspirasi dan muntah.

d) Menghindarkan pasien jatuh.

Jika penderita tidak sadar lama :

a) Diit TKTP melalui sonde.

b) Mencegah dekubitus dan pneumonia ostostatikdengna merubah posisi setiap dua jam.

c) Mencegah kekeringan kornea dengan borwater atau salep antibiotic.

Jika terjadi inkontinensia pasang kateter.Pemantauan ketat terhadap tanda-tanda vital.Kolaborasi fisioterapi dan terapi bicara.Konsultasi THT ( jika ada kelainan telinga, seperti tuli ).Konsultasi mata ( kalau ada kelainan mata, seperti buta ).Konsultasi bedah ( jika ada hidrosefalus ).

2.9 KOMPLIKASI

Ketidaksesuaian sekresi ADH.Pengumpulan cairan subdural.Lesi lokal intrakranial dapat mengakibatkan kelumpuhan sebagian badan.Hidrocepalus yang berat dan retardasi mental, tuli, kebutaan karena atrofi nervus II ( optikus ).Pada meningitis dengan septikemia menyebabkan suam kulit atau luka di mulut, konjungtivitis.Epilepsi.Pneumonia karena aspirasi.Efusi subdural, emfisema subdural.Keterlambatan bicara.Kelumpuhan otot yang disarafi nervus III (okulomotor), nervus IV (toklearis ), nervus VI (abdusen). Ketiga saraf tersebut mengatur gerakan bola mata.Hidrosefalus obstruktif.MeningococcL Septicemia ( mengingocemia ).Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC,perdarahan adrenal bilateral).SIADH ( Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone ).Efusi subdural.Kejang.Edema dan herniasi serebral.Cerebral palsy.Gangguan mental.Gangguan belajar.Attention deficit disorder.

Diagnosa yang muncul :

Gangguan perfusi jaringan serebral.Nyeri akut.Resiko infeksi.Kurang pengetahuan.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN MENINGITIS

3.1 Pengkajian Meningitis.

a) Biodata klien.

b) Riwayat kesehatan yang lalu.

Apakah pernah menderita penyait ISPA dan TBC ?Apakah pernah jatuh atau trauma kepala ?Pernahkah operasi daerah kepala ?

a) Riwayat kesehatan sekarang.

(1) Aktivitas.

Gejala : Perasaan tidak enak (malaise). Tanda : ataksia, kelumpuhan, gerakan involunter.

(2) Sirkulasi.

Gejala : Adanya riwayat kardiopatologi : endokarditis dan PJK. Tanda : tekanan darah meningkat, nadi menurun, dan tekanan nadi berat, takikardi, disritmia.

(3) Eliminasi.

Gejala : Inkontinensi dan atau retensi.

(4) Makanan/cairan.

Gejala : Kehilangan nafsu makan, sulit menelan. Tanda : anoreksia, muntah, turgor kulit jelek dan membran mukosa kering.

(5) Higiene.

Gejala : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri.

(6) Neurosensori.

Gejala : Sakit kepala, parestesia, terasa kaku pada persarafan yang terkena, kehilangan sensasi, hiperalgesia, kejang, diplopia, fotofobia, ketulian dan halusinasi penciuman. Tanda : letargi sampai kebingungan berat hingga koma, delusi dan halusinasi, kehilangan memori, afasia,anisokor, nistagmus,ptosis, kejang umum/lokal, hemiparese, tanda brudzinki positif dan atau kernig positif, rigiditas nukal, babinski positif,reflek abdominal menurun dan reflek kremastetik hilang pada laki-laki.

(7) Nyeri/keamanan.

Gejala : sakit kepala(berdenyut hebat, frontal). Tanda : gelisah, menangis.

(8) Pernafasan.

Gejala : riwayat infeksi sinus atau paru. Tanda : peningkatan kerja pernafasan.

3.2 Diagnosa keperawatan Meningitis.

Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi sehubungan dengan diseminata hematogen dari pathogen.Risiko tinggi terhadap perubahan serebral dan perfusi jaringan sehubungan dengan edema serebral, hipovolemia.Risisko tinggi terhadap trauma sehubungan dengan kejang umum/fokal, kelemahan umum, vertigo.Nyeri (akut) sehubungan dengan proses inflamasi, toksin dalam sirkulasi.Kerusakan mobilitas fisik sehubungan dengan kerusakan neuromuskular, penurunan kekuatan.Anxietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman kematian.

3.3 Intervensi Keperawatan Meningitis.

Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi sehubungan dengan diseminata hematogen dari patogen.

Criteria Hasil :

Mandiri.Beri tindakan isolasi sebagai pencegahan.Pertahan kan teknik aseptik dan teknik cuci tangan yang tepat.Pantau suhu secara teratur.Kaji keluhan nyeri dada, nadi yang tidak teratur demam yang terus menerusAuskultasi suara nafas ubah posisi pasien secara teratur, dianjurkan nfas dalamCacat karakteristik urine (warna, kejernihan dan bau )

Kolaborasi : Berikan terapi antibiotik iv: penisilin G, ampisilin, klorampenikol, gentamisin.

Resiko tinggi terhadap perubahan cerebral dan perfusi jaringan sehubungan dengan edema serebral, hipovolemia.

Criteria Hasil :

Mandiri.Tirah baring dengan posisi kepala datar.Pantau status neurologis.Kaji regiditas nukal, peka rangsang dan kejangPantau tanda vital dan frekuensi jantung, penafasan, suhu, masukan dan haluaran.Bantu berkemih, membatasi batuk, muntah mengejan.

Kolaborasi :

Tinggikan kepala tempat tidur 15-45 derajat.Berikan cairan iv (larutan hipertonik, elektrolit ).Pantau BGA.Berikan obat : steoid, clorpomasin, asetaminofen.Resiko tinggi terhadap trauma sehubungan dengan kejang umum/vokal, kelemahan umum vertigo.

Criteria Hasil :

Mandiri.Pantau adanya kejang.Pertahankan penghalang tempat tidur tetap terpasang dan pasang jalan nafas buatan.Tirah baring selama fase akut kolaborasi berikan obat : venitoin, diaepam, venobarbital.Nyeri (akut ) sehubungan dengan proses infeksi, toksin dalam sirkulasi.

Criteria Hasil :

Mandiri.Letakkan kantung es pada kepala, pakaian dingin di atas mata, berikan posisi yang nyaman kepala agak tinggi sedikit, latihan rentang gerak aktif atau pasif dan masage otot leher.Dukung untuk menemukan posisi yang nyaman(kepala agak tingi).Berikan latihan rentang gerak aktif/pasif.Gunakan pelembab hangat pada nyeri leher atau pinggul.

Kolaborasi :

Berikan anal getik, asetaminofen, codein.Kerusakan mobilitas fisik sehubungan dengan kerusakan neuromuskuler.

Criteria Hasil :

Kaji derajat imobilisasi pasien.Bantu latihan rentang gerak.Berikan perawatan kulit, masase dengan pelembab.Periksa daerah yang mengalami nyeri tekan, berikan matras udara atau air perhatikan kesejajaran tubuh secara fungsional.Berikan program latihan dan penggunaan alat mobilisasi.Perubahan persepsi sensori sehubungan dengan defisit neurologis.

Criteria Hasil :

Pantau perubahan orientasi, kemamapuan berbicara,alam perasaaan, sensorik dan proses pikir.Kaji kesadara sensorik : sentuhan, panas, dingin.Observasi respons perilaku.Hilangkan suara bising yang berlebihan.Validasi persepsi pasien dan berikan umpan balik.Beri kessempatan untuk berkomunikasi dan beraktivitas.

Kolaborasi :

Ahli fisioterapi, terapi okupasi,wicara dan kognitif.Ansietas sehubungan dengan krisis situasi, ancaman kematian.

Criteria Hasil :

Kaji status mental dan tingkat ansietasnya.Berikan penjelasan tentang penyakitnya dan sebelum tindakan prosedur.Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaan.Libatkan keluarga/pasien dalam perawatan dan beri dukungan serta petunjuk sumber penyokong.

3.4 EVALUASI/HASIL YANG DIHARAPKAN.

Mencapai masa penyembuhan tepat waktu, tanpa bukti penyebaran infeksi endogen atau keterlibatan orang lain.Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik dan fungsi motorik/sensorik, mendemonstrasikan tanda-tanda vital stabil.Tidak mengalami kejang/penyerta atau cedera lain.Melaporkan nyeri hilang/terkontrol dan menunjukkan postur rileks dan mampu tidur/istirahat dengan tepat.Mencapai kembali atau mempertahankan posisi fungsional optimal dan kekuatan.Meningkatkan tingkat kesadaran biasanya dan fungsi persepsi.Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang dan mengungkapkan keakuratan pengetahuan tentang situasi.

BAB IV

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN.

Meningitis adalah infeksi cairan otak dan disertai proses peradangan yang mengenai piameter, araknoid dan dapat meluas ke permukaan jarinag otak dan medula spinalis yang menimbulkan eksudasi berupa pus atau serosa yang terdapat secara akut dan kronis.

Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, yaitu :

1) Meningitis serosa Adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan otak yang jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lainnya Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia.

2) Meningitis purulenta Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan medula spinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa.

3.2 SARAN.

Dengan adanya makalah ini penulis dapat lebih memahami tentang bagaimana penyakit meningitis dan dapat melakukan perawatan yang baik serta menegakkan asuhan keperawatan yang baik dengan adanya hasil makalah ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bacaan untuk menambah wawasan dari ilmu yang telah di dapatkan dan lebih baik lagi dari sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn E, dkk.(1999).Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih Bahasa, I Made Kariasa, N Made Sumarwati. Editor edisi bahasa Indonesia, Monica Ester, Yasmin asih. Ed.3. Jakarta : EGC.Harsono.(1996).Buku Ajar Neurologi Klinis.Ed.I.Yogyakarta : Gajah Mada University Press.Smeltzer, Suzanne C & Bare,Brenda G.(2001).Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.Alih bahasa, Agung Waluyo,dkk.Editor edisi bahasa Indonesia, Monica Ester.Ed.8.Jakarta : EGC.Tucker, Susan Martin et al. Patient care Standards : Nursing Process, diagnosis, And Outcome. Alih bahasa Yasmin asih. Ed. 5. Jakarta : EGC; 1998.Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC; 1994.Long, Barbara C. perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Bandung : yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan; 1996.

PENDAHULUAN

Insiden Mengenitis makin meningkat karena salah satu penyebabnya adalah ketidak tahuan masyarakat akan gejala dan tanda dari penyakit tersebut. Bentuk yang berat dapat menyebabkan kematian, tetapi dengan terapi yang tepat dan cepat nyawa penderita dapat diselamatkan.

II. DEFINISI

Meningitis seposa adalah suatu radang selaput otak akibat komplikasi tuborkilosis primer.

III.ETIOLOGI

Mycobacterium tuberculosis yang dapat ditemukan pada cairan otak.

IV. PATOGENESIS.

Meningitis tuberkulosa terjadi sebagai akibat komplikasi penyembuhan tuberkulosis primer, biasanya dari baru terjadinya meningitis bukanlah KRN terifeksinya selaput otak langsung oleh penyebaran hematogen melainkan biasanya skunder melalui pembentukan tuberkel pada permukan otak, sum-sum tulang belakang atau vertebra yang kemudian pecah kedalam ronga araknoit (RICH dan maccordeck) kadang-kadang dapat juga terjadi perkontinultatum dari mastoiditis atau spondilitis. Pada pemeriksaan histologis, meningitis tuberkulosa ternyata merupakan meningoencefalitis. Peradangan ditemukan sebagian besar pada dasar otak terutama pada batang otak ( brain stem ) tempat terdapat eksudat dan tuberkel. Eksudat yang serofibrinosa dan gelatinosa dapat menimbulkan obstruktif pada sternabasalis dan mengakibatkan hidrosepalus serta kelainan saraf otak. Tampak juga kelainan pada pembuluh darah seperti arteritis dan fleblitis yang menimbulkan penyumbatan. Akibat penyumbatan ini dapat terjadi infark otak yang kemudian akan mengakibatkan pelunakan otak.

V. GEJALA KLINIS.

Keadaan umumnya bervariasi dari ringan sampai berat, pada yang berat kesadaran dapat menurun, penderita dapat sanor sampai koma, secara klinis kadang-kadang dalam terdapat gejala meingitis nyata walaupun selaput otak sudah terkena. Hal demikian terdapat pada tuberkulosis meliaris. Sehingga pada penyebaran miliar sebaiknya dilakukan funsi lumbai walaupun gejala klinis belum nampak. Gejala biasanya didahului oleh stadium prodormal berupa iritasi selaput otak. Meningitis biasanya mulai perlahan-lahan tanpa panas atau hanya terdapat kenaikan suhu yang ringan, jarang terjadi akut dengan panas yang tinggi, sering dijumpai anak mudah terangsang atau anak menjadi apatis. Anak besar dapat mengeluh nyeri kepala anoreksia, obstipasi dan muntah juga sering ditemukan. Stadium ini kemudian disusul dengan stadium transisi dengan kejang, gejala diatas menjadi lebih berat dan rangsangan meningeal mulai nyata, kuduk kaku, seluruh tubuh menjadi kaku dan timbul opistotonus, refleks tendon menjadi lebih tinggi, ubun-ubun menonjol dan pada umumnya juga terdapat kelumpuhan urat saraf mata sehingga timbul gejala strabismus dan nistagmus. Sering turberkel terdapat di koroid. Suhu tubuh menjadi lebih tinggi dan kesadaran lebih menurun.

Stadium terminal berupa kelumpuhan-kelumpuhan, menjadi lebih dalam, pupil melebar dan tidak bereaksi sema sekali, nadi dan pernapsaan menjadi tidak teratur, kadang-kadang terjadi pernapasan cheyne-stokes hiperpiraksia timbul dan anak meninggal tanpa kesadaran pulih kembali.

Tiga stadium ini biasanya tidak mempunyai batas yang jelas antara satu dengan yang lainnya.

Pada meningitis ini adanya gangguan kesadaran dan perangsangan meningeal.

1. Gangguan Kesadaran.

Pada hakekatnya gangguan derajat kesadaran merupakan soal input sensorik bagi kedua helmis ferium, yang terutama ditemukan oleh keutuhan susunan asendens difus. Kerusakan struktural dan gangguan metabolisme yang menyeluruh pada kedua belah hemisferium akan menimbulkan kwalitas kesadaran. Gangguan tersebut tampak pada aktivitas eksternal seseorang ia akan memperlihatkan gejala-gejala pokok organik brainsindrome yaitu :

Gangguan daya berorientasi

Gangguan daya mengingat

Gangguan daya intelek. seperti pengertian.

organik brain sindrome beraneka warna dan bisa tersusun oleh beberapa segi dari gangguan pokok

2. Gangguan Rangsangan Meningeal

Pada umumnya rangsangan meningeal terjadi karena, kuman berhasil menerobos permukaan tubuh dalam dan luar, ia dapat tiba disusunan saraf pusat melalui lintasan-lintasan berikut kuman yang berserang di mastoid dapat menjalar ke otak perkontinuatum, sutura memberikan kesempatan untuk invasi semacam itu. Hematogenik melalui arteri intraserebal merupakan penyebaran ke otak secara langsung. Penyebaran hematogen tak langsung dapat juga dijumpai, misalnya arteri meningeal yang terkena radang dahulu. Dari arteritis ini kuman dapat tiba di likuor dan invasi kedalam otak dapat terjadi melalui penerobosan dari piameter. Akhirnya saraf-saraf tepi juga dapat digunakan juga sebagai jembatan bagi kuman untuk tiba disusunan saraf pusat. Ada penjagaan otak khusus terhadap bahaya yang datang melalui lintasan hematogen yang dikenal sebagai sadar bawah otak atau blood brain barrier.

Pada toksenia dan septikemia blood brain barrier rusak dan tidak lagi bertindak sebagai sawar khusus.

VI. KOMPLIKASI

Dapat terjadi karena akibat pengobatan yang tidak sempurna atau pengobatan yang terhambat, dapat terjadi cacat neurologis berupa paresi, parentis sampai deserebrasi. Hidrosefalus akibat sumbatan, reroesi berkurang atau produksi berlebihan dari likoor serebrospinalis.

Anak juga dapat menjadi buta atau tuli dan kadang-kadang timbul retervasi mental.

VII. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Fungsi lumbal penting sekali untuk pemeriksaan bakterilogik dan laboratorium lainnya. Likoor serebrospinanis berwarna jernih, opalesen atau kekuning-kuningan (xantokrom). Tekanan dan jumlah sel meninggi namun pada umumnya jarang melebihi 1500/3 mm3 dan terdiri teruitama dari limposit, kadar protein meninggi sedangkan kadar divkosa akan florida total menurun, bila cairan otak didiamkan maka akan timbul fibrinous web (poviken). Tempat sering ditemukannya basil tuberkulosis.

VIII.DIAGNOSIS BANDING

Sebagai diagnosis bandingnya adalah meningitis puralenta pada umumnya diakibatkan komplikasi penyakit fokongotonsintis, pneumonia, bronkopnomonia dapat juga sebagai perluasan perkantinuatum dari peradangan organ/jaringan didekat selaput otak.

IX. PENGOBATAN

Dasar pengobatan meningitis tuberkulosa ialah pemberian kombinasi obat anti tuberkulosis dan ditambah dengan kortikosteron, pengobatan simptomatik bila terdapat kejang. Koreksi dehidrasi akibat masukan makanan yang kurang atau muntah-muntah demi fisioterapi.

Bila ada resistensi terhadap salah satu obat tersebut maka dapat diganti dengan reserve drugs streptomisin di berikan dengan dosis 30 40 mg/kgBB/hari selama 3 bulan atau jika perlu diteruskan 2 kali seminggu selama 2-3 bulan lagi, sampai likour serebrospinasis menjadi normal. PAS dan IVH diteruskan paling sedikit sampai 2 tahun kortikosteroid biasanya diberikan berupa prednison dengan dosis 2-3 mg/kg/bb/hari (dosis minimum 20 mg/hari) dibagi 3 dosis selama 2-4 minggu kemudian diturunkan 1 mg/kg/bb/hari setiap 1-2 mingg

Pemberian kortikosteroid seluruhnya 3 bulan dan dihentikan bertahap untuk menghindarkan terjadinya reboud phenomenon.

X. PROGNOSIS

Sebelum ditemukan obat obatan anti anti tuberkulosis mortanitas meningitis tuberkulosis hampir 100 % dengan obat-obatan, hartanitas dapat diturnkan walaupun masih tinggi tentu berkisar antara 10 50 %. Pertumbuhan sempurna dapat juga terlihat. Gejala sisa masih tinggi pada anak yang dapat mengatasi penyakit ini. Terutama bila datang berobat dalam stadium yang lanjut saat permulaan pengobatan pada umumnya menentukan hasil pengobatan

KEPUSTAKAAN

1. Neurologi Klinik ; Pemeriksaan Fisik dan Mental, Prof. Dr. S.M. Lumbantobing.

2. Ilmu Kesehatan Anak.2. oleh : Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

3. Ilmu Kesehatan Anak (Nelson Textbook Of Pedicritiks) Edisi 15 Vol. 1

4. Neurologi Klinis Dasar. Edisi 6

Prof.Dr. Mahar Marjono

Prof. Dr. Priguna Sidarta

PENDAHULUAN

Penyakit infeksi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Infeksi adalah invasi dan multiplikasi kuman (mikro-organisme) di dalam jaringan tubuh. Invasi atau penetrasi berarti penembusan. Halangan besar bagi kuman untuk menembus tubuh dibentuk oleh epithelium permukaan tubuh luar dan dalam, yang kita kenal sebagai kulit, konjungtiva, dan mukosa.

Penyakit-penyakit inflamasi pada sistem saraf pusat terutama adalah meningitis dan ensefalitis, dapat bersifat primer atau hanya merupakan bagian dari penyakit sistemik. Berbagai jenis mikroorganisme dapat menginvasi selaput otak dengan pola yang bervariasi banyak atau sedikit dalam hal keakutan, intensitas, durasi, dan kekhususan. Gambaran klinis utama yang timbul pada seorang pasien bergantung pada jenis mikroorganisme, jumlah, keadaan umum dan daya tahan tubuh pasien, adanya infeksi ikutan, dan penatalaksaan klinis.

Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piameter, arakhnoid dan dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medula spinalis yang superfisial.

Meningitis dibagi berdasarkan lapisan selaput otak yang mengalami radang : Pakimeningitis : yang mengalami radang adalah durameter Leptomeningitis : yang mengalami radang adalah arakhnoid dan piameter Sedangkan berdasarkan penyebabnya : Meningitis karena bakteri Meningitis karena virus Meningitis karena riketsia Meningitis karena jamur Meningitis karena cacing Meningitis karena protozoa

Meningitis serosa disebut juga meningitis aseptik adalah sebuah penyakit yang ditandai oleh sakit kepala, demam dan inflamasi pada selaput otak. Istilah meningitis aseptik mengacu pada kasus dimana pasien dengan gejala meningitis tapi pertumbuhan bakteri pada kultur tidak ditemukan. Banyak faktor yang berbeda yang dapat menyebabkan penyakit ini, seperti virus atau mikobakterium.

ETIOLOGI

Bervariasi, Mikroorganisme yang bertanggung jawab adalah bakteri, protozoa, jamur, ritketsia atau yang paling sering virus. Kelompok virus yang paling sering adalah enterovirus (echo, coxsackie, polio), diikuti oleh parotitis, herpes II, koriomeningitis limfositik dan adeno virus. Yang termasuk arbovirus adalah virus yang ditransmisikan oleh kutu, meningoensefalitis musim semi.

PATOFISIOLOGI

Kuman dapat tumbuh dan berbiak tergantung pada kondisi ruang lingkupnya, kuman yang sudah masuk dalam tubuh dapat berbiak subur atau tidak, proses multiplikasi ini tidak berlalu tanpa pergulatan antara kuman dan unsur-unsur sel dan zat biokimiawi tubuh yang dikerahkan untuk mempertahankan keutuhan tubuh. Aksi kuman dan reaksi tubuh setempat menghasilkan runtuhan kuman dan unsur-unsur tubuh yang merupakan racun bagi tubuh.

Setelah kuman berhasil menerobos permukaan tubuh dalam dan luar, ia dapat tiba disusunan saraf pusat melalui lintasan-lintasan berikut. Pada kuman yang bersarang di mastoid dapat menjalar ke otak perkontinuitatum. Sutura memberikan kesempatan untuk invasi semacam itu. Invasi hematogenik melalui arteria intraserebral merupakan penyebaran ke otak secara langsung.

Penyebaran hematogen tak langsung dapat juga dijumpai, misalnya arteri meningeal yang terkena radang dahulu. Dari arteri ini kuman dapat tiba di likuor dan invasi kedalam otak melalui penerobosan dari piamater. Akhirnya, saraf saraf tepi dapat digunakan juga sebagai jembatan bagi kuman untuk tiba disusunan saraf pusat.

Faktor predisposisi infeksi susunan saraf pusat. Daya pertahanan susunan saraf pusat untuk menangkis infeksi mencakup kesehatan umum yang sempurna, struktur sawar darah otak yang utuh dan efektif, aliran darah ke otak yang adekuat, sistem imunologik, hormonal dan seluler yang berfungsi sempurna.

Meningitis viral dan meningitis tuberkulosa merupakan bagian meningitis serosa. Meningitis tuberkulosa adalah komplikasi sistemik dari tuberkulosis dan merupakan hasil penyebaran secara hematogen ke piamater atau arakhnoid. Ada respon seluler dengan adanya limfosit, sel plasma, histosit, dalam waktu yang singkat terjadi perubahan giant sel dan tipe granulomatous. Tuberculoma bisanya berada pada hemisfer, serebellum atau serabut spinal.

Sarang infeksi tuberkulosis di luar susunan saraf, pada umumnya di paru-paru, melepaskan mikrobakterium tuberkulosis. Melalui lintasan hematogen ia tiba dikorteks serebri, dan akhirnya ia mati di situ atau berbiak dan membentuk eksudat kaseosa. Leptomeninges yang menutupi sarang infeksi di korteks dapat ikut terkena dan menimbulkan meningitis sirkumskripta. Tetapi eksudat kaseosa dapat meletus dan masuk serta membawa kuman tuberkulosis ke dalam ruangan subaraknoidal.

Meningitis viral yang benigne tidak melibatkan jaringan otak pada proses radangnya, gejala-gejalanya dapat sedemikian ringannya sehingga diagnosis meningitis luput dibuat. Tetapi pada pungsi lumbal ditemukan pleiositosis limfositer. Jika gejala-gejalanya agak berat, maka gejala yang paling menggangu ialah sakit kepala dan nyeri kuduk. Virus yang biasanya bertanggung jawab atas terjadinya infeksi di susunan saraf pusat tergolong pada keluarga enterovirus. Mereka melakukan invasi dan penetrasi melalui usus dan ditemukan dalam feses dan sekresi nasofaring. Selanjutnya pada mula timbulnya cairan serebrospinal sudah mengandung virus. Penularan dapat terjadi melalui lintasan oral-fekal atau melalui droplet spray.

GEJALA KLINIS

Gejala dan tanda meningitis serosa : 1. Nyeri kepala selalu ada, kadang-kadang sangat hebat dan difus. 2. Nyeri punggung seringkali ada 3. Temperatur biasanya tidak begitu meningkat seperti pada meningitis purulenta. 4. Sensitif terhadap cahaya ( fotopobia ) 5. Malaise umum, gelisah, atau tidak enak badan 6. Nausea dan vomitus 7. Mengantuk dan pusing 8. Kadang-kadang terdapat bangkitan epileptik 9. Meningismus ( laseque dan kaku kuduk hampir selalu ada ) 10. Organ-organ lain sering kena mis: paru-paru pada meningitis tuberkulosa 11. Umumnya terdapat tanda-tanda gangguan saraf kranial dan cabang-cabangnya DIAGNOSIS

Pada anamnesis yang ditanyakan adalah ada tidaknya gejala prodromal berupa nyeri kepala, anoreksia, mual/muntah, demam subfebris, disertai dengan perubahan tingkah laku dan penurunan kesadaran, onset sub akut, riwayat penderita TB atau adanya fokus infeksi sangat mendukung. ( 10 ) Pemeriksaan fisis yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis meningitis serosa adalah : 1. Pemeriksaan rangsang meningeal dengan pemeriksaan kaku kuduk. Biasanya pada pasien meningitis terdapat kaku kuduk yang positif 2. Pemeriksaan nervi craniales yaitu N III, N IV, N VI, N VII, N VIII, biasanya kelumpuhan saraf otak dapat sering dijumpai Pemeriksaan penunjang : 1. Pemeriksaan laboratorium : darah rutin, kimia dan elektrolit 2. Pemeriksaan radiologik : foto polos paru, dan Ct-Scan kepala sebelum dilakukan lumbal pungsi bila dijumpai peninggian tekanan intrakranial. Pungsi lumbal penting untuk menegakkan diagnosis dan untuk membedakannya dari meningitis purulenta. Hasilnya memperlihatkan hitung sel yang kurang dari 100-1000 sel/ml. Lebih dari 1000 sel umumnya ditemukan pada koriomeningitis limfositik, parotitis dan infeksi echo 9. Pada hari pertama sampai 50% sel PMN dapat ditemukan, setelah itu unsur mononuclear dan limfositik yang dominan. Kadar protein agak meningkat pada kebanyakan kasus, glukosa pada meningitis viral adalah normal. Jika glukosa berkurang, infeksi bakteri spesifik (tuberkulosis) atau jamur harus dicurigai. Pemeriksaan sediaan langsung pada meningitis viral tidak ditemukan mikroorganisme, sedangkan jamur dan bakteri dapat diidentifikasi dengan memakai pewarnaan khusus. Pemeriksaan berupa kultur dan tes serologis terutama penting pada kelompok penyakit ini untuk mengidentifikasi mikroorganisme penyebabnya.

Meningitis tuberkulosa

Anamnesis diarahkan pada riwayat kontak dengan pasien penderita tuberkulosa, keadaan sosio-ekonomi, imunisasi dan sebagainya. Sementara itu gejala-gejala yang khas untuk meningitis tuberkulosa ditandai dengan tekanan intrakranial meninggi, muntah yang hebat, nyeri kepala yang progresif dan pada bayi terdapat fotanela yang menonjol.

Meningitis tuberkulosa sudah jarang ditemukan dan sekarang sudah dapat diobati. Tetapi, prognosisnya buruk jika pengobatannya terlambat. Oleh karena itu, penyakit ini harus dicurigai pada pasien pasien : 1. Dengan gambaran klinis meningitis yang timbul dalam waktu beberapa minggu. 2. Dengan hitung sel limfosit kurang dari 300 sel disertai kadar glukosa yang menurun 3. Dengan kelumpuhan saraf kranialis bagian bawah. 4. Dengan riwayat sebelumnya atau bukti klinis tuberkulosis paru atau organ lainnya. 5. Dengan adanya tuberculosis dalam masyarakat pasien. Untuk menghindari kesalahan diagnosis dari meningitis tuberculosa maka harus diperhatikan cairan serebrospinal, adanya limfositosis dan hipoglicorrhachia pada susunan saraf pusat terdapat kira-kira 1 % pada diagnosis awal kasus tuberkulosa. Keadaan ini menjadi prioritas untuk dilaksanakan pencegahan dan terapi. Diagnosis defenitif meningitis tuberkulosa tergantung pada identifikasi mikobakterium tuberkulosa pada cairan serebrospinalis. Diagnosis yang cepat sangat bergantung atas tiga sumber informasi yaitu : 1. Data epidemiologi mengenai keaktifan atau ketidakaktifan tuberkulosis pada sebuah keluarga 2. Tanda/ gejala klinik atau diagnosis tuberkulosis di luar dari susunan saraf pusat. 3. Karakteristik perubahan cairan serebrospinal yang terdiri dari limfositosis sedang (

Meningitis viral

Pada pemeriksan laboratorium didapatkan jumlah sel darah putih biasanya normal atau sedikit meningkat. Cairan serebrospinal biasanya normal atau sedikit meningkat. Cairan serebrospinal biasanya berisi pleocytosis antara 20 1000 WB/ mm3, limfosit yang lebih dominan. Glukosa CSF biasanya normal tetapi kadang-kadang pasien dengan meningitis akut mumps, varicella zoster, herpes simplex tipe 2, limfosit choriomeningitis terjadi sedikit penurunan kadar glukosa CSF. Kadar protein CSF dapat normal atau sedikit meningkat. Antigen bakteri dan jamur tidak terdeteksi di CSF dan pada pewarnaan dan kultur tidak ditemukan bakteri maupun jamur. Pada EEG dan CT-Scan otak nampak normal. DIAGNOSIS BANDING

1. Meningitis purulenta 2. Meningoensefalitis PENATALAKSANAAN

Meningitis tuberkulosa

1. umum 2. Terapi kausal : kombinasi anti tuberkulosa - obat-obat lini pertama : terapi obat lini pertama untuk meningitis tuberkulosa terdiri atas dua macam obat, isoniazid (INH) dan rifampisin. Isoniazid diberikan dengan dosis 10 -20 mg/KgBB/hari dengan dosis maksimal 300 m/hari untuk anak-anak dan 600 mg/ hari untuk dewasa. - Obat-obat lini kedua : terdapat tiga obat antituberkulosa lini kedua untuk meningitis tuberkulosa yang digunakan sebagai tambahan ataupun pengganti INH dan rifampisin. Ethambutol, pyrazinamid dan ethionamid sangat efektif penetrasinya ke dalam cairan serebrospinal untuk menghilangkan inflamasi. - Obat-obat lini ketiga : lima obat yang paling sering digunakan adalah aminoglikosida pada terapi tuberkulosis adalah golongan aminoglikosida yaitu streptomisin, capreomisin, kanamisin, viomisin dan amikatin. Kesemuanya adalah antibiotik polipeptida dan kesemunya berpotensi menimbulkan nefrotoksik dan ototoksik. Kelima obat tersebut penetrasinya sangat jelek kedalam otak atau cairan serebrospinal. 3. Kortikosteroid Pada meningitis viral tidak ada pengobatan spesifik. Pada kebanyakan kasus pengobatan yang diberikan bersifat simtomatik. Analgetik dibutuhkan untuk keluhan sakit kepala dan antiemetik untuk mual dan muntah. Perawatan rumah sakit jarang dibutuhkan kecuali ketika muntahnya mengakibatkan dehidrasi. Pada pasien dengan herpes simpleks meningitis viral dilakukan terapi simptomatik, dan pada beberapa kasus pengobatannya dapat dipertimbangkan pemberian acyclovir. Acyclovir 30 mg/kg yang dibagi dalam 3 kali per hari dan harus diberikan lebih awal untuk mendapatkan hasil yang maksimal KOMPLIKASI

1. Hidrosefalus 2. Kelumpuhan saraf kranial 3. Epilepsi 4. Iskemi dan infark pada otak PROGNOSIS

Meningitis aseptik adalah penyakit yang tidak berbahaya dan pada umumya pasien sembuh sempurna setelah 4 sampai 5 hari setelah munculnya gejala. Pada meningitis tuberkulosa faktor prognosis yang paling penting adalah panjangnya waktu antara permulaan gejala dengan permulaan pengobatan anti tuberkulosa, sembuhnya lambat dan umumnya meninggalkan sekuele neurologis KESIMPULAN

Meningitis serosa disebut juga meningitis aseptik adalah sebuah penyakit yang ditandai oleh sakit kepala, demam dan inflamasi pada selaput otak. Etiologi bervariasi, mikroorganisme yang bertanggung jawab adalah bakteri, protozoa, jamur, ritketsia atau yang paling sering virus Gejala dan tanda meningitis serosa : 1. Nyeri kepala selalu ada, kadang-kadang sangat hebat dan difus. 2. Nyeri punggung seringkali ada 3. Temperatur biasanya tidak begitu meningkat seperti pada meningitis purulenta. 4. Sensitif terhadap cahaya ( fotopobia ) 5. Malaise umum, gelisah, atau tidak enak badan 6. Nausea dan vomitus 7. Mengantuk dan pusing 8. Kadang-kadang terdapat bangkitan epileptik 9. Meningismus ( laseque dan kaku kuduk hampir selalu ada ) 10. Organ-organ lain sering kena mis: paru-paru pada meningitis tuberkulosa 11. Umumnya terdapat tanda-tanda gangguan saraf kranial dan cabang-cabangnya Pada pemeriksaan lumbal pungsi hasilnya memperlihatkan hitung sel yang kurang dari 100-1000 sel/ml. Pemeriksaan sediaan langsung pada meningitis viral tidak ditemukan mikroorganisme, sedangkan jamur dan bakteri dapat diidentifikasi dengan memakai pewarnaan khusus. Pemeriksaan berupa kultur dan tes serologis terutama penting pada kelompok penyakit ini untuk mengidentifikasi mikroorganisme penyebabnya.Pengobatan disesuaikan dengan penyebab dari meningitis tersebut apakah oleh karena virus maka diberikan antivirus atau karena tuberkulosa maka diberikan antituberkulosa.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau hilangnya jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi. Luka bakar merupakan salah satu jenis trauma yang mempunyai angka morbiditas dan mortalitas tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok ) sampai fase lanjut.

Pada kasus luka bakar ini harus diperhatikan berbagai aspek, karena pada kasus luka bakar memerlukan biaya yang sangat besar, perlu perawatan yang lama, perlu operasi berulang kali, bahkan meskipun sembuh bisa menimbulkan kecacatan yang menetap, sehingga penanganan luka bakar sebaiknya dikelola oleh tim trauma yang terdiri dari tim spesialis bedah ( bedah plastik, bedah toraks, bedah anak ), intensitas, spesialis penyakit dalam (khususnya hematologi, gastroenterologi, ginjal dan hipertensi), ahli gizi, rehabilitasi medik, psikiatri, dan psikolog, namun celakanya seringkali menimpa orang-orang yang tidak mampu.

Luka bakar pada penatalaksanaan antara anak dan dewasa pada prinsipnya sama namun pada anak akibat luka bakar dapat menjadi lebih serius. Hal ini disebabkan anak memiliki lapisan kulit yang lebih tipis, lebih mudah untuk kehilangan cairan, lebih rentan untuk mengalami hipotermia (penurunan suhu tubuh akibat pendinginan).

Luka bakar pada anak 65,7% disebabkan oleh air panas atau uap panas (scald). Mayoritas dari luka bakar pada anak-anak terjadi di rumah dan sebagian besar dapat dicegah. Dapur dan ruang makan merupakan daerah yang seringkali menjadi lokasi terjadinya luka bakar. Anak yang memegang oven, menarik taplak dimana di atasnya terdapat air panas, minuman panas atau makanan panas.

Prognosis dan penangangan luka bakar terutama tergantung pada dalam dan luasnya permukaan luka bakar; dan penanganan sejak fase awal sampai penyembuhan. Selain itu faktor letak daerah yang terbakar, usia, dan keadaan kesehatan penderita juga turut menentukan kecepatan penyembuhan.

Oleh karena itu, semua orang khususnya orangtua, harus meningkatkan pengetahuan mengenai luka bakar dan penanganannya, terutama pada anak-anak.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Tujuan umum peneliti adalah memberikan asuhan keperawatan pada pasien luka bakar sesuai dengan diagnosa yang muncul.

2. Tujuan Khusus

Secara khusus peneliti bertujuan agar mahasiswa :

a. Dapat melakukan pengkajian dengan cara mencari data subyektif dan data obyektif pada pasien luka bakar.

b. Dapat menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien luka bakar berdasarkan data yang didapatkan.

c. Dapat menyusun rencana asuhan keperawatan pada pasien luka bakar.

d. Dapat melakukan tindakan keperawatan pada pasien luka bakar

e. Dapat melakukan evaluasi pada pasien luka bakar.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Luka Bakar

Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan oleh energi panas atau bahan kimia atau benda-benda fisik yang menghasilkan efek baik memanaskan atau mendinginkan.Luka bakar (combustio) adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi ( Moenajat, 2001).

Luka bakar merupakan ruda paksa yang disebakan oleh tehnis. Kerusakan yang terjadi pada penderita tidak hanya mengenai kulit saja, tetapi juga organ lain. Penyebab ruda paksa tehnis ini berupa api, air, panas, listrik, bahkan kimia radiasi, dll. Luka bakar adalah suatu keadaan dimana integritas kulit atau mukosa terputus akibat trauma api, air panas, uap metal, panas, zat kimia dan listrik atau radiasi.

Luka bakar adalah luka yang disebabkan kontak dengan suhu tinggi seperti api, air panas, bahkan kimia dan radiasi, juga sebab kontak dengan suhu rendah (frosh bite). (Mansjoer 2000 : 365).

Apabila luka bakar digolongkan berdasarkan usia pasien dan jenis cedera maka polanya adalah:

1. Toddler lebih sering menderita luka bakar akibat tersiram air panas

2. Anak-anak yang lebih besar lebih cenderung mengalami luka bakar akibat api

3. 20% dari semua kasus pediatrik dapat disebabkan oleh penganiaan anak (Herndon dkk,1996)

4. Anak-anak yang bermain korek api atau pemantik api menyebbabkan 1 dari 10 kasus kebakaran rumah.

Luasnya destruksi jarinang ditentukan dengan mempertimbangkan intensitas sumber panas, durasi kontak atau pajanan, konduktifitas jariangan yang terkena, ddan kecepatan energi panas meresap kedalam kulit. Pajanan singkat terhadap panas berintensitas tinggi akibat api dapat mengakibatkan luka bakar yang sama dengan luka bakar akibat pajanan lama terhadap panas berintensitas dalam air panas.( wong,2008)

B. Etiologi

Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ketubuh. Panas tersebut mungkin dipindankan melalui konduksi atau radiasi elektromagnetik. Berbagai faktor dapat menjadi penyebab luka bakar. Beratnya luka bakar juga dipengaruhi oleh cara dan lamanya kontak dengan sumber panas (misal suhu benda yang membakar, jenis pakaian yang terbakar, sumber panas : api, air panas dan minyak panas), listrik, zat kimia, radiasi, kondisi ruangan saat terjadi kebakaran dan ruangan yang tertutup.

Faktor yang menjadi penyebab beratnya luka bakar antara lain :

1. Keluasan luka bakar

2. Kedalaman luka bakar

3. Umur pasien

4. Agen penyebab

5. Fraktur atau luka luka lain yang menyertai

6. Penyakit yang dialami terdahulu seperti diabetes, jantung, ginjal, dll

7. Obesitas

8. Adanya trauma inhalasi

C. Patofisiologi

Cedera panas menghasilkan efek lokal dan efek sistemik yang berkaitan dengan luasnya destruksi jaringan. Pada luka bakar suferfisial, kerusakan jaringan minimal. pada luka bakar ketebalan/sebagian terjadi edema dan kerusakan kapiler yang lebih parah. Dengan luka bakar mayor lebih dari 30% TBSA, terdapat respons sistemik yang menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler, yang memungkinkan protein plasma, cairan, dan elektroloit hilang. Pembentukan edema maksimal pada luka kecil terjadi sekitas 8 sampai 12 jam setelah cedera. Setelah cedera yang lebih besar, hipovolemia, yang dikaitkan dengan fenomena tersebut, akan melambatakan laju pementukan edema, dengan efek maksimum terjadi pada 18 sampai 24 jam.

Respon sistemik lainnya adalah anemia, yang disebbakn oleh penghancuran sel darah merah secara langsung oleh panas, hemolisis sel darah merah yang cedera, dan terjebaknya sel darah merah dalam trombi mikrovaskular sel-sel yang rusak. Peneurunan jumlah sel-sel darah merah dalam jangka-panjang dapat mengakibatkan pengurangan masa hidup sel darah merah. Pada awalnya terdapat peningkatan aliran darah ke jantung, otak, dan ginjal dengan penurunan aliran darah ke saluran gastrointestinal. Terrdapat peningkatan metabolisme untuk mempertahankan panas tubuh, yang disediakan untuk memenuhi peningkatan kebutuhan energi tubuh.(wong,2008)

Fisiologi syok pada luka bakar akibat dari lolosnya cairan dalam sirkulasi kapiler secara massive dan berpengaruh pada sistem kardiovaskular karena hilangnya atau rusaknya kapiler, yang menyebabkan cairan akan lolos atau hilang dari compartment intravaskuler kedalam jaringan interstisial. Eritrosit dan leukosit tetap dalam sirkulasi dan menyebabkan peningkatan hematokrit dan leukosit. Darah dan cairan akan hilang melalui evaporasi sehingga terjadi kekurangan cairan.

Kompensasi terhadap syok dengan kehilangan cairan maka tubuh mengadakan respon dengan menurunkan sirkulasi sistem gastrointestinal yang mana dapat terjadi ilius paralitik, tachycardia dan tachypnea merupakan kompensasi untuk menurunkan volume vaskuler dengan meningkatkan kebutuhan oksigen terhadap injury jaringan dan perubahan sistem. Kemudian menurunkan perfusi pada ginjal, dan terjadi vasokontriksi yang akan berakibat pada depresi filtrasi glomerulus dan oliguri.

Repon luka bakar akan meningkatkan aliran darah ke organ vital dan menurunkan aliran darah ke perifer dan organ yang tidak vital. Respon metabolik pada luka bakar adalah hipermetabolisme yang merupakan hasil dari peningkatan sejumlah energi, peningkatan katekolamin; dimana terjadi peningkatan temperatur dan metabolisme, hiperglikemi karena meningkatnya pengeluaran glukosa untuk kebutuhan metabolik yang kemudian terjadi penipisan glukosa, ketidakseimbangan nitrogen oleh karena status hipermetabolisme dan injury jaringan. Kerusakan pada sel daerah merah dan hemolisis menimbulkan anemia, yang kemudian akan meningkatkan curah jantung untuk mempertahankan perfusi. Pertumbuhan dapat terhambat oleh depresi hormon pertumbuhan karena terfokus pada penyembuhan jaringan yang rusak.

Pembentukan edema karena adanya peningkatan permeabilitas kapiler dan pada saat yang sama terjadi vasodilatasi yang menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dalam kapiler. Terjadi pertukaran elektrolit yang abnormal antara sel dan cairan interstisial dimana secara khusus natrium masuk kedalam sel dan kalium keluar dari dalam sel. Dengan demikian mengakibatkan kekurangan sodium dalam intravaskuler.

Skema berikut menyajikan mekanisme respon luka bakar terhadap injury pada anak dan perpindahan cairan setelah injury thermal.

1. Dalam 24 jam pertama

Luka Bakar

Meningkatnya permeabilitas kapiler

Hilangnya plasma, protein, cairan dan elektrolit dari volume sirkulasi

ke dalam rongga interstisial : hypoproteinemia, hyponatremia, hyperkalemia

Hipovolemi

Syok

1. Mobilisasi kembali cairan setelah 24 jam

Edema jaringan yang terkena luka bakar

Compartment intravaskular

Hypervolemia, hypokalemia, hypernatremia

D. Jenis-jenis Luka Bakar

1. Luka bakar listrik

Cedera listrik yang disebabkan oleh aliran listrik dirumah merupakan insiden tertinggi pada anak-anak yang masih kecil, yang sering memasukkan bnda konduktif kedalam colokan listrik dang menggigit atau mengisap kabel listrik yang tersambung(herndon dkk,1996)

Disebabkan oleh kontak dengan sumber tenaga bervoltage tinggi akibat arus listrik dapat terjadi karena arus listrik mengaliri tubuh karena adanya loncatan arus listrik atau karena ledakan tegangan tinggi antara lain akibat petir. Arus listrik menimbulkan gangguan karena rangsangsan terhadap saraf dan otot. Energi panas yang timbul akibat tahanan jaringan yang dilalui arus menyebabkan luka bakar pada jaringan tersebut. Energi panas dari loncatan arus listrik tegangan tinggi yang mengenai tubuh akan menimbulkan luka bakar yang dalam, arus bolak balik menimbulkan rangsangan otot yang hebat berupa kejang kejang. Urutan tahanan jaringan dimulai dari yang paling rendah yaitu saraf, pembuluh darah, otot, kulit, tendo dan tulang. Pada jaringan yang tahanannya tinggi akan lebih banyak arus yang melewatinya, maka panas yang timbul akan lebih tinggi. Karena epidermisnya lebih tebal, telapak tangan dan kaki mempunyai tahanan listrik lebih tinggi sehingga luka bakar yang terjadi juga lebih berat bila daerah ini terkena arus listrik.

Ada dua jenis luka bakar listrik:

a. Luka bakar listrik kecil, yang biasanya ditimbulkan oleh gigitan kabel penyambung. Cedera ini menyebabkan luka bakar mulut setempat, biasanya meliputi bibir atas dan bawah, yang berhubungan langsung dengan kabel peyambung. Karena bukan merupakan cedera konduksi ( tidak meluas keluar dari tempat cedera), anak tidak perlu rawat inap dan perawatan ditujukan pada daerah cedera yang kelihatan. Pengobatan dengan krem antibiotic sudah cukup.

b. Karakteristik luka bakar listri yang lebih penting adalah luka bakar kabel tegangan tinggi. Penderuta harus dimandokkan tampa memandang luasnya daerah yang terbakar. Sering terjadi cedera otot dalam yang tidak selalu dapat dilihat pada awal terjadinya cedera luka bakar. Cedera ii biasanya barasal dari tegangan tinggi ( > 1000 volt). Misalnya pada anak kecil yang memanjat tiang listrik dank arena keingintahuannya menyentuh kotak listrik atau secara tidak segaja menyentuh kabel listrik tegangan tinggi. (Bherman,1996)

2. Luka bakar kimia

Luka bakar akibat zat kimia teramati pada populai pediatrik dan dapat menyebabkan luka bakar yang luas. Tingkat keparahna cedera dikaitkan dengan agen kimia(asam, basa, atau senyawa organik) dan durasi kontak. Mekanisme cedera berbada dengan luka bakar lainnya, perbedaannya yaitu terdapat gangguan kimia dan perubahan kandungan fisik pada area tubuh yang terkena.(wong,2008).

Luka bakar kimia dapat disebabkan oleh zat asam, zat basa dan zat produksi petroleum. Luka bakar alkali lebih berbahaya daripada oleh asam, karena penetrasinya lebih dalam sehingga kerusakan yang ditimbulkan lebih berat. Sedang asam umumnya berefek pada permukaan saja. Zat kimia dapat bersifat oksidator sepert kaporit, kalium permanganate dan asam kromat. Bahan korosif seperti fenol dan fosfor putih juga larutan basa seperti kalium hidroksida dan natrium hidroksida menyebabkan denaturasi protein. Denaturasi akibat penggaraman dapat disebabkan oleh asam formiat, asetat, tanat, flourat, dan klorida. Asam sulfat merusak sel karena bersifat cepat menarik air. Beberapa bahan dapat menyebabkan keracunan sistemik. Asam florida dan oksalat dapat menyebabkan hipokalsemia. Asam tanat, kromat, pikrat dan fosfor dapat merusak hati dan ginjal kalau diabsorpsi tubuh. Lisol dapat menyebabkan methemoglobinemia.

1. Luka bakar radiasi

Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe injuri ini seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada industri atau dari sumber radiasi untuk keperluan terapeutik pada dunia kedokteran. Terbakar oleh sinar matahari akibat terpapar yang terlalu lama juga merupakan salah satu tipe luka bakar radiasi.

E. Penilaian Derajat Luka Bakar

Kedalaman luka bakar dapat dibagi ke dalam 4 kategori (lihat tabel 3) yang didasarkan pada elemen kulit yang rusak.

1. Superficial (derajat I), dengan ciri-ciri sbb:

a. Hanya mengenai lapisan epidermis

b. Luka tampak pink cerah sampai merah (eritema ringan sampai berat)

c. Kulit memucat bila ditekan

d. Edema minimal

e. Tidak ada blister

f. Kulit hangat/kering

g. Nyeri / hyperethetic

h. Nyeri berkurang dengan pendinginan

i. Discomfort berakhir kira-kira dalam waktu 48 jam

j. Dapat sembuh spontan dalam 3-7 hari

Gambar luka bakar derajat I (superfisial)

2. Partial thickness (derajat II), dengan ciri sbb.:

a. Partial tihckness dikelompokan menjadi 2, yaitu superpicial partial thickness dan deep partial thickness

b. Mengenai epidermis dan dermis

c. Luka tampak merah sampai pink

d. Terbentuk blister

e. Edema

f. Nyeri

g. Sensitif terhadap udara dingin

h. Penyembuhan luka :

1) Superficial partial thickness : 14 21 hari

2) Deep partial thickness : 21 28 hari (Namun demikian penyembuhannya bervariasi tergantung dari kedalaman dan ada tidaknya infeksi).

Gambar luka bakar derajat II (partial-thickness)

3. Full thickness (derajat III)

a. Mengenai semua lapisan kulit, lemak subcutan dan dapat juga mengenai permukaan otot, dan persarafan dan pembuluh darah

b. Luka tampak bervariasi dari berwarna putih, merah sampai dengan coklat atau hitam

c. Tanpa ada blister

d. Permukaan luka kering dengan tektur kasar/keras

e. Edema

f. Sedikit nyeri atau bahkan tidak ada rasa nyeri

g. Tidak mungkin terjadi penyembuhan luka secara spontan

h. Memerlukan skin graft

i. Dapat terjadi scar hipertropik dan kontraktur jika tidak dilakukan tindakan preventif

Gambar luka bakar derajat III (full-thickness)

4. Fourth degree (derajat IV)

a. Mengenai semua lapisan kulit, otot dan tulang.

Gambar klasifikasi luka bakar

F. Luas Luka Bakar

Luas cedera luka bakar digambarkan dalam persentase TSBA. Luas luka bakar paling efektif ditentukan denggan menggunakan bagan yang dirancang sesuai dengan usia. Pengukuran akan lebih efisien dengan menggunakan bagan yang dirancang untuk mengukur proporsi tubuh pada anak dengan usia berbeda. Berbagai metode dalam menentukan luas luka bakar :

1. Rumus Sembilan (Rule of Nines)

Estimasi luas permukaan tubuh yang terbakar disederhanakan dengan menggunakan Rumus Sembilan. Rumus Sembilan merupakan cara yang cepat untuk menghitung luas daerah yang terbakar. Sistem tersebut menggunakan persentase dalam kelipatan sembilan terhadap permukaan tubuh yang luas.

Merupakan cara yang baik dan cepat untuk mengukur luas luka bakar pada orang dewasa. Tubuh dibagi menjadi area 9%, dan total daerah yang terkena luka bakar dapat dihitung. Tetapi cara ini tidak akurat pada anak-anak. Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil. Karena perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda, dikenal rumus 10 untuk bayi dan rumus 10-15-20 untuk anak. Untuk anak, kepala dan leher 15 %, badan depan dan belakang masing-masing 20 %, ekstremitas atas kanan dan kiri masing-masing 10 %, ekstremitas bawah kanan dan kiri masing-masing 15 %.

gambar rumus sembilan (rule of nines) pada anak-anak

2. Metode Lund and Browder

Metode yang lebih tepat untuk memperkirakan luas permukaan tubuh yang terbakar adalah metode Lund dan Browder yang mengakui bahwa persentase luas luka bakar pada berbagai bagian anatomik, khususnya kepala dan tungkai, akan berubah menurut pertumbuhan. Dengan membagi tubuh menjadi daerah-daerah yang sangat kecil dan memberikan estimasi proporsi luas permukaan tubuh untuk bagian-bagian tubuh tersebut, kita bisa memperoleh estimasi tentang luas permukaan tubuh yang terbakar. Evaluasi pendahuluan dibuat ketika pasien tiba di rumah sakit dan kemudian direvisi pada hari kedua serta ketiga paska luka bakar karena garis demarkasi biasanya baru tampak jelas sesudah periode tersebut.

Tabel ini, apabila digunakan dengan benar, merupakan cara yang paling akurat. Tabel ini mengkompensasi variasi bentuk tubuh dengan umur, sehingga dapat memberikan perhitungan luas luka bakar yang akurat pada anak-anak.

Metode Lund and Browder

3. Metode Telapak Tangan

Pada banyak pasien dengan luka bakar yang menyebar, metode yang dipakai untuk memperkirakan persentase luka bakar adalah metode telapak tangan (palm method). Lebar telapak tangan pasien kurang lebih sebesar 1% luas permukaan tubuhnya. Lebar telapak tangan dapat digunakan untuk menilai luas luka bakar.

4. Komplikasi

Anak yang mengalami cedera panas rentan mengalami komplikasii serius, baik dari luka maupun dari perubahan sistemik akibat cedera. Ancaman yang paling cepat mengancam jiawa anak berkaitan dengan gangguan jalan nafas dan syok. Selam penyembuhan, infeksi-baik lokal maupun sepsis sitemik-merupkan komplikasi utama. Angka kematian akibat trauma panas pada anak-anak meningkat seiring dengan keparahan cedera dan menurun seiring dengan pertambahan usia.pada nak-anak yang berusia lebih dari 3 tahun, angka mortalitas sama dengan dewasa. Dibawah usia ini, angka keselamtan anak yang menderita luka bkar dan komplikasi penyertaannya berkurang secara bermakna.

Cedera pennafasan yang tidak teralalu tampak adalah inhalasi karbon monoksida. Karbon monoksida memiliki kemampuan mengikat hemoglomin lebih besar daari pada oksigen. Dengan demikian menghilangkan oksigen yang diperlukan oleh jaringan feriper dan oragan-organ yang bergantung pada oksigen( seperti jantung dan otak) utnuk bertahan hidup. Terapi untuk mengatasi kedua masalah tersebut adalah oksigen 100%, yang akan membalik kondisi dengan cepat.

Masalah paru merupakan penyebab utama kematian pada anak-anak yang mengalami luka bakar panas atau komplikasi dalam saluran pernafaan. Maslah pernafasan mencakup cedera inhalasi, aspirasi pada pasien ayng tidak sadar, pneumonia bakteri, edema paru, embolus paru, insufisiensi paru pasca trauma, dan atelektasis. Penyebab gagal nafas yang paling sering pada kelompok usia pediatrik adalah pnemonia bakteri, yang memerlukan intubasi dalam waktu lama dan kadang-kadang membutuhkan trakheostomi. Trakeostomi meningkatkan insidensi keseriusan komplikasi, dan dilakukan hanya pada kasus yang ekstrim.

Komplikasi yang lebih jarang terjadi adalah dedema paru akibat kelebihan beban cairan atau sindrom gawat panas akut(ARDS, acute respiratory disters syndrome) yang menyertai sepsis gram negatif. Sindrom ini di akibatkan oleh kerusakan kapiler paru dan kebocoran cairan kedalam ruang interstisial paru. Kehilangan kemampuan mengembang dan gangguan oksigenasi merupkan akibat dari insufisiensi paru dalam hubungannya dengan siepsis sistemik (wong,2008).

5. Penatalaksanaan

a. Fase Akut atau Intermediet Perawatan Luka Bakar

Pada fase akut ini dilakukan perawatan luka umum seperti:

1) Pembersihan Luka

Hidroterapi dengan perendaman total dan bedside bath adalah terapi rendaman disamping tempat tidur. Selama berendam, pasien didorong agar sedapat mungkin bergerak aktif. Hidroterapi merupakan media yang sangat baik untuk melatih ekstremitas dan membersihkan luka seluruh tubuh.

2) Terapi Antibiotik Topikal

Ada tiga preparat topikal yang sering digunakan yaitu silver sulfadiazin, silver nitrat, dan mafenide asetat.

3) Penggantian balutan

Dalam mengganti balutan, perawat harus menggunakan APD. Balutan atau kasa yang menempel pada luka dapat dilepas tanpa menimbulkan sakit jika sebelumnya dibasahi dengan larutan salin atau bial pasien dibiarkan berandam selama beberapa saat dalam bak rendaman. Pembalut sisanya dapat dilepas dengan hati-hati memakai forseps atau tangan yang menggunakan sarung tangan steril. Kemudian luka dibersihkan dan didebridemen untuk menghilangkan debris, setiap preparat topikal yang tersisa, eksudat, dan kulit yang mati. Selama penggantian balutan ini, harus dicatat mengenai warna, bau, ukuran, dan karakteristik lain dari luka.

4) Debridemen

Tujuannya adalah untuk menghilangkan jaringan yang terkontaminasi oleh bakteri dan benda asing sehingga pasien dilindungi dari invasi bakteri dan untuk menghilangkan jaringan yang sudah mati. Debridemen ada 3 yaitu:

a) Alami : jaringan mati akan memisahkan diri secara spontan

b) Mekanis : penggunaan gunting bedah dan forsep untuk memisahkan dan mengangkat jaringan mati

c) Bedah : tindakan operasi dengan melibatkan eksisi primer seluruh tebal kulit sampai mengupas kulit yang terbakar

5) Graft Pada Luka Bakar

Adalah pencacokan kulit. Selama proses penyembuhan luka akan terbentuk jaringan granulasi. Jarinagn ini akan mengisi ruangan ditimbulkan oleh luka, membentuk barier yang merintangi bakteri dan berfungsi sebagai dasar untk pertumbuhan sel epitel.

6) Dukungan Nutrisi

Nutrisi yang diberikan adalah TKTP untuk membantu mempercepat penyembuhan luka.

Kebutuhan metabolik dan katabolisme yang tinggi pada luka bakar berat membuat kebutuhan nutria sangat penting dan sering kali sulit dipenuhi. Diet harus menyediaka kalori yang cukup untuk memenuhi peningkatan kebutuhan metabolic dan protein untuk menghindari peecahan protein.

Diet tinggi protein dan tinggi kalori di anjurkan setelah resolusi ileusparalitik. Akan tetapi, banyak anak memilki nafsu makan buruk dan tidak mampu memenuhi kebutuhan energy hanya dengan pemberian makanan secara oral. Sebagian besar anak dengan luka bakar ayng lebih dari 22% TSBA memerlukan tambahan makanan melalui selang.

7) Terapi penggantian cairan

Tujuan terapi cairan adalah mengkompensasi kehilngan air dan natrium pada area trauma dan ruang interstitial,mengganti kekurangan natrium,mengemblikan volume sirkulasi memberikankan perfusi yang adekuat dan meningkatkan fungsi ginjal.

Penggantian cairan diperlukan selama 24 jam pertama karena perpindahan cairan tengah terjadi. Banyak formul yang digunakan untuk menghitung kebutuhan ini,dan formula yang dipakai bergantung pada pilihan praktisi. Larutan kristaloid digunakan selama fase awal terapi. Keadekuatan resusitasi cairan ditentukan oleh parameter, misalnya tanda-tanda vital (terutama frekuensi nadi), volume haluaran urin, keaekuatan pengisian kapiler dan status snsorium. Setelah periode 24 jam pertama, secara teoritis terjadi sumbat kapiler dan permiabelitas kapiler membaik. Larutan koloid seperti albumin, plasmalit atau plasma segera beku bermanfaat dalam mempertahankan volume plasma. Meski demikian, anak dengan cedera luka bakar biasanya memerlukan cairan lebih dari perhitungan rumatan dan penggantian volume.

b. Fase Rehabilitasi

Meskipun aspek jangka panjang pada perawatan luka bakar berada pada tahap akhir, tetapi proses rehabilitasi harus segera dimulai segera setelah terjadinya luka bakar sama seperti periode darurat. Fase ini difokuskan pada perubahan citra diri dan gaya hidup yang dapat terjadi. Kesembuhan luka, dukungan psikososial dan pemulihan aktifitas fungsional tetap menjadi prioritas. Fokus perhatian terus berlanjut pada pemeliharaan keseimbangan cairan dan elekrolit serta perbaikan status nutrisi. Pembedahan rekonstruksi pada bagian anggota tubuh dan fungsinya yang terganggu mungkin diperlukan. Untuk perawatan lanjutan dapat bekerjasama dengan fisioterapi agar dapat melatih rentang gerak (Smeltzer, 2001, 1918).

Tindakan penyelamatan jiwa, meliputi hal berikut:

1. Pastikan dan pertahankan jalan nafas yang memadai dengan menggunakan oksigen lembab melalui sungkup atau, jika perlu, intubasi nasotrakhea ( terutama jika penderita mengalami luka bakar atau jika luka bakar bertambah di ruang tertutp). Sebelum edema muka dan laring menjadi jelas. Jika dicurigai ada hipoksia atau keracunan karbon monoksida, harus diberikan oksegen 100%.

2. Resusitasi cairan intravena : anak dengan luka bakar lebih dari 15% luas permukaan tubuh memerlukan resusitasi cairan intravena untuk mempertahankan perfusi yang memadai. Semua penderita dengan inhalsi, tanpa melihat luasnya luas permukaan tubuh yang terbakar, memerlukan jalur intravenna untuk mengendalikan masuknya cairan. Semua cedera elektrik dan tegangan tinggi memerlukan jalur intravena untuk melakukan deuresis alkali pasca jika terjadi cedera otot dan mioglobinuria. Larutan ringer laktat, 10-20 ml/kg/jam ( dapat digunakan larutan salin normal jika tidak ada ringer laktat), di infuskan sampai dapat dihitung penggantian cairan yang sesuai.

3. Evaluasi cedera yang menyertai, yang sering terjadi pada penderita dengan riwayat luka bakar elektrik tegangan tinggi, terutama jika jatuh dari ketinggian. Dapat terjadi cedera tulang belkang, tulang dan organ thorak arau intra-abdomen. Ada resiko amata tinggi kelainan jantung, seperti takikardi atau fibriasi ventrikel akibat konduktifitas voltage elektrik tinggi.

4. Penderita dengan luka bakar lebih besar dari 15% luas permukaan tubuh tidak boleh diberi cairan peroral (pada awalnya). Karena penderita ini tidak dapat mengalami ileus dan mungkin memerlukan pemasangan pipa nasogastrik diruang gawat darurat untuk mencegah erjadinya aspirasi.

5. Semua luka haruss di bungkus dengan haduk steril sampai diputuskan melakukan terapi rawat jalan atau dirujuk ke fasilitas perawatan yang lebih sesuai (Behrman,1999).

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Aktifitas/istirahat:

Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.

2. Sirkulasi:

Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok); penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik); pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).

3. Integritas ego:

Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.

Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.

4. Eliminasi:

Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.

5. Makanan/cairan:

Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.

6. Neurosensori:

Gejala: area batas; kesemutan.

Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal; kerusakan retinal; penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).

7. Nyeri/kenyamanan:

Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri; sementara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.

8. Pernafasan:

Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi).

Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi.

Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).

9. Keamanan:

Tanda:

a. Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka.

b. Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok.

c. Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada faring posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.

d. Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab.

e. Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus; lepuh; ulkus; nekrosis; atau jaringan parut tebal. Cedera secara umum lebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.

f. Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar.

g. Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok listrik).

10. Pemeriksaan diagnostik:

a. LED: mengkaji hemokonsentrasi.

b. Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia. Ini terutama penting untuk memeriksa kalium terdapat peningkatan dalam 24 jam pertama karena peningkatan kalium dapat menyebabkan henti jantung.

c. Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi pulmonal, khususnya pada cedera inhalasi asap.

d. BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.

e. Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan kerusakan otot pada luka bakar ketebalan penuh luas.

f. Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.

g. Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun pada luka bakar masif.

h. Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi asap.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera panas

2. Resiko perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan luka bakar sirkumferensial

3. Nyeri berhubungan dengan cedera jaringan dan saraf serta dampak emosional cedera

4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatic dan pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respons inflamasi

5. Resiko ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan kehilangan panas dan gangguan pada mekanisme pertahanan kulit untuk mempertahankan suhu tubuh

6. Kurang volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kehilangan akibat evaporasi dari luka

7. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan katabolisme dam metabolism, kehilangan selera makan.

C. Intervensi

Diagnosa

Rencana Keperawatan

Tujuan Dan Kriteria Hasil

Intervensi

Rasionalisasi

Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera panas

Tujuan: pasien menunjukkan tanda-tanda penyembuhan luka

Kriteria hasil: luka sembuh tanpa tanda-tanda kerusakan atau inflamasi

1. Cukur rambut sampai kira-kira 5 cm dari tepi luka dan area sekitar luka dengan segera

2. Bersihkan luka dan kulit sekiarnya dengan seksama dan angkat debris jaringan yang mengalami devitalisasi

3. Jaga pasien untuk tidak menggaruk dan mengorek luka

4. Pertahankan perawatan luka

5. Diet tinggi kalori dan protein

6. Pantau tanda dan gejala infeksi pada luka

7. Balut jari-jari tangan dan kaki secara terpisah

1. Untuk menghilangkan reservoir untuk infeksi

2. Untuk menurunkan resiko infeksi dan untuk meningkatkan proses penyembuhan luka

3. Untuk mempertahankan proses penyembuhan luka

4. Untuk menghindari kerusakan jaringan yang sedang berepitelisasi dan bergranulasi

5. Untuk memenuhi kebutuhan protein dan kalori yang meningkat dikarenakan peningkatan metabolisme dan katabolisme.

6. Untuk mematikan pengenalan dan terapi yang tepat

7. Untuk mencegah perlekatan jaringan akibat kontak yang lama

Resiko perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan luka bakar sirkumferensial

Tujuan: pasien mempertahankan sirkulasi yang optimal ke daerah distal pada ekstremitas yang terbakar

Kriteria hasil: perfusi distal yang adekuat pada ekstremitas yang terbakar dapat dipertahankan

1. Pantau dengan cermat tanda dan gejala kompresi sirkulasi yang berhubungan dengan edema

2. Kaji denyut nadi yang melemah dengan Doppler dan pengisian kapiler yang memanjang

3. Tinggikan ekstremitas lebih tinggi dari jantung

4. Hindari balutan restriksi pada ekstremitas yang cedera

1. Untuk memastikan perfusi sirkulasi yang adekuat

2. Untuk mengetahui adanya penurunan perfusi distal

3. Untuk mencegah penurunan sirkulasi ekstremitas

4. Untuk mencegah penurunan sirkulasi ke ekstremitas

Nyeri berhubungan dengan cedera jaringan dan saraf serta dampak emosional cedera

Tujuan: pasien mengalami penuurunan nyeri sampai tingkat yang dapat diterima anak

Kriteria hasil: anak menunjukkan pengurangan nyeri sampai tingkat yang dapat diterima anak

1. Beri posisi ekstensi

2. Implementasikan latihan fisik aktif dan pasif

3. Redakan iritasi

1. Untuk meminimalkan nyeri akibat latihan fisik yang dilakukan untuk mendapatkam kembali posisi ekstensi

2. Untuk meminimalkan pembentukan kontraktur

3. Untuk mencegah peningkatan nyeri

Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatic dan pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respons inflamasi

Tujuan: pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi luka

Kriteria hasil:

1. Kemugkinan sumber infeksi dihilangkan

2. Luka menunjukkan tanda-tanda infeksi minimal atau tidak ada tanda-tanda infeksi

1. Pertahankan teknik cuci tangan yang seksama oleh tim medis dan pengunjung

2. Lakukan pengangkatan krusta dan lepuhan

3. Oleskan preparat antimikroba topical dan pasang balutan pada luka sesuai indikasi

4. Kaji data dasar dan lakukan serangkaian biakan luka

5. Pantau dengan cermat apakah ada tanda-tanda sepsis dan infeksi (disorientasi, takipnea, suhu di atas 39,5C, hipotermia, distensi abdomen atau ileus intestinal, perubahan pada penampilan luka

1. Untuk meminimalkan pajanan terhadap agen infeksius

2. Untuk mengeliminasi reservoir bagi organism

3. Untuk mengendalikan proliferasi bakteri

4. Untuk memastikan adanya peningkatan atau penuruan flora luka

Resiko ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan kehilangan panas dan gangguan pada mekanisme pertahanan kulit untuk mempertahankan suhu tubuh

Tujuan: pasien mempertahankan pengaturan panas yang normal

Kriteria hasil: suhu tubuh pasien tetap dalam batas normal sesuai usianya

1. Kaji keadaan kulit untuk mendeteksi kedinginan, perubahan warna, dan pengisian kapiler (akrosianosis, warna bantalan kuku, dan bercak-bercak)

2. Pantau tanda-tanda vital, terutama suhu

3. Pantau apakah ada kedingina dan menggigil

4. Hindari pajanan terhadap prosedur yang menimbulkan stress dingin

1. Untuk mengidentifikasi penyesuaian vascular akibat kehilangan panas

2. Untuk mengidentifikasi kecenderungan yang sig ifikan

3. Untuk mengidentifikasi tanda-tanda kehilangan panas

4. Untuk mempertahankan suhu tubuh

Kurang volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kehilangan akibat evaporasi dari luka

Tujuan: pasian mempertahankan status hidrasi cairan yang adekuat selama periode akut pascaterbakar

Kriteria hasil: resusitasi cairan yang adekuat dipertahankan yang ditandai dengan perfusi jaringan yang adekuat dan mempertahankan haluaran urine

1. Berikan cairan kristaloid dan/atau cairan koloid per protocol, pantau efek dan pertahankan jalur intravena

2. Kaji status penggantian cairan

3. Pantau berat badan setiap hari

4. Pantau hasil pemeriksaan laboratorium (hemoglobin, hematokrit, glukosa, kalium serum, natrium serum, protein serum, fosfor, dan magnesium)

1. Untuk mengganti kahilangan cairan yang berhubungan dengan luka bakar

2. Untuk mengetahui keseimbangan cairan yang sesuai

3. Untuk mengevaluasi status retensi cairan atau dieresis

4. Untuk mengidentifikasi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan katabolisme dam metabolism, kehilangan selera makan

Tujuan: pasien mendapat nutrisi yang optimum

Kriteria hasil: pasien mengkonsumsi nutrisi dengan jumlah yang memadai dan mempertahankan berat badan sebelum mengalami luka bakar

1. Sediakan makanan tinggi kalori dan protein

2. Sediakan makanan yang disukai pasien

3. Berikan makanan dan lingkungan yang menarik

4. Temani anak saat makan

5. Berikan pemberian makanan enteral tambahan sesuai program

6. Timbang berat badan per minggu

7. Catat dengan akurat asupan dan haluaran

8. Pantau diare atau konstipasi dan lakukan terapi segera

1. Untuk menghindari pemecahan protein dan memenuhi kebutuhan kalori yang meningkat

2. Untuk menstimulasi selera makan

3. Untuk mendorong napsu makan

4. Untuk menciptakan suasana makan seperti di rumah

5. Untuk memenuhi kebutuhan yang telah diperhitungkan

6. Untuk memantau status nutrisi

7. Untuk mengevaluasi kecukupan asupan makanan

8. Untuk menghindari intoleransi makanan

D. Evaluasi

Keefektifan intervensi keperawatan ditentukan oleh pengkajian dan evaluasi perawatan yang kontinu berdasarkan pada pedoman pangamatan berikut:

1. Amati perilaku anak selama seluruh aspek perawatan; dengarkan isyarat verbal, gunakan catatan pengkajian nyeri untuk mengevaluasi keefektifan analgesia.

2. Amati luka bakar dan kondisi umum anak.

3. Amati perilaku makan anak dan jumlah makanan yang dikonsumsi, timbang berat badan setiap hari jika diindikasikan.

4. Inspeksi luka bakar untuk mendeteksi tanda-tanda infeksi, ukur tanda-tanda vital, amati apakaha ada komplikasi pernapasan, perdarahan lambung, perubahan kadar hemoglobin, dan tanda-tanda neorulogik.

5. Amati apakan ada tanda-tanda penyembuhan, pembentukan jaringan parut, dan kontraktur, kaji keefektifan terapi fisik dan alat bantu.

6. Amati perilaku anak dan keluarga, wawancara anak dan keluarga mengenai perasaan dan kekhawatiran mereka.

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau hilangnya jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi. Luka bakar merupakan salah satu jenis trauma yang mempunyai angka morbiditas dan mortalitas tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok ) sampai fase lanjut.

Luka bakar merupakan ruda paksa yang disebakan oleh tehnis. Kerusakan yang terjadi pada penderita tidak hanya mengenai kulit saja, tetapi juga organ lain. Penyebab ruda paksa tehnis ini berupa api, air, panas, listrik, bahkan kimia radiasi, dll. Luka bakar adalah suatu keadaan dimana integritas kulit atau mukosa terputus akibat trauma api, air panas, uap metal, panas, zat kimia dan listrik atau radiasi.

Pada kasus luka bakar ini harus diperhatikan berbagai aspek, karena pada kasus luka bakar memerlukan biaya yang sangat besar, perlu perawatan yang lama, perlu operasi berulang kali, bahkan meskipun sembuh bisa menimbulkan kecacatan yang menetap, sehingga penanganan luka bakar sebaiknya dikelola oleh tim trauma yang terdiri dari tim spesialis bedah ( bedah plastik, bedah toraks, bedah anak ), intensitas, spesialis penyakit dalam (khususnya hematologi, gastroenterologi, ginjal dan hipertensi), ahli gizi, rehabilitasi medik, psikiatri, dan psikolog, namun celakanya seringkali menimpa orang-orang yang tidak mampu.

B. Saran

Dalam penulisan makalah in