Mengukur Produksi ASI
-
Upload
yani-nyiik -
Category
Documents
-
view
454 -
download
104
description
Transcript of Mengukur Produksi ASI
-
PERBEDAAN PRODUKSI ASI SEBELUM DAN SESUDAH DILAKUKAN KOMBINASI
METODE MASSASE DEPAN (BREAST CARE) DAN MASSASE BELAKANG (PIJAT
OKSITOSIN) PADA IBU MENYUSUI 0-3 BULAN DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS KESAMIRAN KABUPATEN TEGAL
Resty Himma Muliani
ABTRAK
Latar Belakang : Pemberian ASI Eksklusif adalah salah satu upaya untuk menurunkan
Angka Kematian Bayi di Indonesia. Produksi ASI yang kurang akan mengakibatkan proses
menyusui terganggu sehingga menjadi salah satu faktor ibu tidak memberikan ASI secara
Eksklusif. Upaya yang dapat dilakukan untuk menaikkan Angka Cakupan ASI yang rendah
yaitu 30% di Wilayah Kerja Puskesmas Kesamiran Kabupaten Tegal adalah dengan
pemberian kombinasi metode massase depan (breast care) dan massase belakang (pijat
oksitosin).
Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan produksi ASI sebelum da
sesudah dilakukan kombinasi breast care dan pijat oksitosin.
Metode : Penelitian ini menggunakan menggunakan pre experiment one-group pre-post test
design. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu menyusui usia 0-3 bulan berjumlah 29
ibu di Wilayah Kerja Puskesmas Kesamiran Kabupaten Tegal. Pengambilan sampel
menggunakan teknik purposive sampling sebanyak 18 ibu menyusui. Analisis data dilakukan
dengan program Statistical Program for Social Science (SPSS) dengan menggunakan uji t test
dependen.
Hasil : Hasil penelitian menunjukan produksi ASI sebelum diberikan metode kombinasi
metode massase depan (breast care) dan massase belakang (pijat oksitosin) rata-rata adalah
32,61 ml. Sedangkan produksi ASI sesudah perlakuan rata-rata adalah 40,83 ml dan hasil dari
p value = 0,000 0,05. Simpulan : Ada perbedaan yang signifikan antara produksi ASI ibu menyusui 0-3 bulan
sebelum dan sesudah diberikan kombinasi metode massase depan (breast care) dan massase
belakang (pijat oksitosin).
Kata Kunci : Kombinasi breast care dan pijat oksitosin, Produksi ASI, Menyusui.
PENDAHULUAN Angka kematian bayi di Indonesia
berdasarkan hasil survei demografi dan
kesehatan Indonesia (SDKI) SDKI 2012
memperlihatkan bahwa AKB sebesar 32
kematian per 1.000 kelahiran hidup, angka
ini lebih rendah dibanding AKB yang
direncanakan pada target MDGs yaitu 23 per 1.000 kelahiran hidup (Depkes RI,
2013).
Siaran pers dari UNICEF
menjelaskan bahwa kematian sekitar 30
ribu bayi Indonesia setiap tahunnya dapat
dicegah melalui pemberian ASI secara
eksklusif selama enam bulan sejak
kelahiran bayi. Pengetahuan para ibu di
Indonesia terkait ASI diduga masih minim,
akibatnya berdasarkan Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) 2013, angka cakupan
ASI di Indonesia hanya 42 persen. Angka
ini jelas di bawah target WHO yang
mengharuskan cakupan ASI minimal 50
persen (Unicef Indonesia, 2013).
Penelitian yang dilakukan oleh
Siregar (2004) menunjukkan bahwa
pemberian ASI eksklusif dipengaruhi oleh
berbagai faktor antara lain ASI tidak
segera keluar setelah melahirkan/produksi
ASI kurang, kesulitan bayi dalam
menghisap, keadaan puting susu ibu yang
-
tidak menunjang, ibu bekerja, dan
pengaruh/promosi pengganti ASI.
Beberapa ibu postpartum tidak
langsung mengeluarkan ASI setelah
melahirkan karena pengeluaran ASI
merupakan suatu interaksi yang sangat
komplek antara rangsangan mekanik, saraf
dan bermacam macam hormon yang
berpengaruh terhadap pengeluaran
oksitosin. Pengeluaran hormon oksitosin
selain dipengaruh oleh isapan bayi juga
dipengaruhi oleh reseptor yang terletak
pada sistem duktus, bila duktus melebar
atau menjadi lunak maka secara reflektoris
dikeluarkan oksitosin oleh hipofise yang
berperan untuk memeras air susu dari
alveoli (Soetjiningsih, 2007). Masalah
menyusui pada masa pasca persalinan
lanjut salah satunya adalah sindrom ASI
kurang, sehingga bayi merasa tidak puas
setiap setelah menyusui, bayi sering
menangis atau bayi menolak menyusu,
tinja bayi keras, payudara tidak membesar
mengakibatkan gagalnya pemberian ASI
pada bayi (Perinasia, 2011). Beberapa
faktor-faktor yang mempengaruhi produksi
ASI kurang adalah tidak dilakukannya
persiapan puting terlebih dahulu dan
kurangnya reflek oksitosin (Maryunani,
2012).
Produksi ASI yang kurang dapat
ditanggulangi dengan beberapa upaya
diantaranya dengan memperhatikan gizi
ibu menyusui yaitu perlu makanan 1
kali lebih banyak dari biasa dan minum
minimal 8 gelas sehari, ibu menyusui
harus cukup istirahat dan menjaga
ketenangan pikiran serta hindari pekerjaan
terlalu lelah (Anik, 2009). Sesudah
melahirkan ibu dapat langsung menyusui
banyinya 1jam pertama segera setelah
melahirkan. Menyusui bayi setiap 2 jam
siang dan malam hari dengan lama
menyusui 10- 15 menit di setiap payudara
(Sulistyawati, 2009). Melakukan
perawatan payudara semasa menyusui
dengan menjaga kebersihan dan
memassage (memijiti) payudara dapat
melancarkan produksi ASI (Istiany, 2013).
Pijat oksitosin dengan merangsang reflek
let down dapat membantu merangsang
pelepasan hormon oksitosin,
mempertahankan produksi ASI ketika ibu
dan bayi sakit (Depkes RI, 2007).
Berdasarkan hasil penelitin yang
dilakukan oleh Futuchiyah (2013) tentang
hubungan perawatan payudara (breast
care) terhadap produksi ASI di
Kalinyamatan Kabupaten Jepara yang
didapatkan hasil yaitu dari 20 ibu nifas
yang dilakukan perawatan payudara
mengalami kelancaran produksi pada
ASInya sebanyak 13 ibu nifas (65%). Ibu
nifas 7 (35%) yang tidak mengalami
perubahan atau ASI nya tidak keluar.
Breast care adalah pemeliharaan
payudara yang dilakukan untuk
memperlancar ASI dan menghindari
kesulitan pada saat menyusui dengan
melakukan pemijatan (Welford, 2009).
Perawatan payudara sangat penting
dilakukan selama hamil sampai menyusui.
Hal ini karena payudara merupakan satu-
satu penghasil ASI yang merupakan
makanan pokok bayi baru lahir sehingga
harus dilakukan sedini mungkin (Azwar,
2008).
Dari hasil penelitian yang
dilakukan oleh Risani (2013) presentase
responden yang pengeluaran ASI-nya
lancar lebih tinggi pada responden yang
diberi perlakuan pijat oksitosin 80%
dibanding responden yang tidak diberi
perlakuan pijat oksitosin 10%, Pada
responden yang pengeluaran ASI-nya tidak
lancar masih ditemukan pada responden
yang diberi pijat oksitosin sebesar 20%,
Namun presentase tersebut lebih rendah
dibandingkan yang tidak dilakukan pijat
oksitosin sebesar 90%.
Pijat oksitosin merupakan salah
satu solusi untuk mengatasi
ketidaklancaran produksi ASI. Pijat
oksitosin adalah pemijatan pada sepanjang
tulang belakang (vertebrae) sampai tulang
costae kelima- keenam dan merupakan
usaha untuk merangsang hormon prolaktin
dan oksitosin setelah melahirkan (Indiyani,
2006; Yohmi & Roesli, 2009). Pijatan ini
berfungsi untuk meningkatkan hormon
-
oksitosin yang dapat menenangkan ibu,
sehingga ASI pun otomatis keluar.
Penelitian yang dilakukan oleh Eko (2011)
menunjukkan bahwa kombinasi teknik
marmet dan pijat oksitosin dapat
meningkatkan produksi ASI.
Cakupan pemberian ASI di
Kabupaten Tegal sendiri masih cukup
rendah yaitu mencapai angka 32 persen
dibanding cakupan ASI di indonesia yaitu
42 persen, Pemerintah Kabupaten sendiri
telah merencanakan Gerakan Nasional
Sadar Gizi di wilayah Kota dan Kabupaten
Tegal sehingga ditargetkan cakupan ASI
meningkat menjadi 65 persen.
Dibandingkan dengan target cakupan ASI
yang diberikan oleh pemerintah maka
angka cakupan ASI saat ini masih
tergolong rendah (Dinkes Kabupaten
Tegal, 2012). Ditengah gencarnya program
pemerintah untuk meningkatkan cakupan
pemberian ASI, maka perlu dilakukannya
penekanan faktor-faktor yang dapat
menghambat dalam pemberian ASI pada
bayi yaitu salah satunya melancarkan
produksi ASI pada ibu menyusui.
Berdasarkan hasil studi
pendahuluan yang dilakukan di wilayah
kerja puskesmas Kesamiran didapatkan
data jumlah ibu bersalin tahun 2013
sebanyak 561 ibu, jumlah ibu menyusui
sebanyak 533 ibu dan jumlah bayi
sebanyak 501. Kesakitan bayi pada tahun
2013 akibat diare yaitu 172 bayi, infeksi
58 bayi, dan konstipasi 44 bayi. Angka
cakupan ASI di wilayah kerja puskesmas
Kesamiran sendiri adalah 30 persen yang
memberikan ASI secara eksklusif. Hasil
wawancara yang dilakukan kepada ibu
yang tidak memberikan ASI secara
eksklusif, 5 dari 8 ibu mengaku
memberikan tambahan makanan selain
ASI disebabkan produksi ASI nya yang
sedikit. Tiga ibu yang mengalami produksi
ASI sedikit mengatakan memperbanyak
konsumsi sayur dan buah untuk
meningkatkan produksi ASI-nya, satu ibu
mengatakan meminum jamu-jamuan dan
satu ibu yang lain mengatakan tidak
menggunakan treatment apapun untuk
membantu memperlancar ASI-nya. Ibu-ibu
tersebut mengatakan upaya yang mereka
lakukan untuk memperbanyak ASI belum
optimal dan ASI belum banyak meningkat.
Berdasarkan uraian di atas
peneliti tertarik melakukan penelitian
dengan judul Perbedaan Produksi Asi Sebelum dan Sesudah Dilakukan
Kombinasi Metode Massase Depan (Breast
Care) dan Massase Belakang (Pijat
Oksitosin) pada Ibu Menyusui 0-3 Bulan
di Wilayah Kerja Puskesmas Kesamiran
Kabupaten Tegal
METODE PENELITIAN
Desain penelitian memuat dua aspek
penting yaitu rancangan penelitian yang
digunakan dan pendekatannya. Penelitian
eksperimen merupakan kegiatan penelitian
yang bertujuan untuk menilai adanya
pengaruh suatu perlakuan atau treatment
atau menguji hipotesis tentang ada tidak
pengaruh suatu tindakan bila dibandingkan
dengan tindakan lain (Setiawan, 2011).
Jenis penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah penelitian eksperimen
semu atau pre experiment dengan
rancangan one group pretest-posttest
design. Penelitian eksperimen ini
digunakan untuk mengukur pengaruh
kombinasi breast care dan pijat oksitosin
terhadap produksi ASI. Penelitian pre
experiment ini bertujuan mengungkap
kemungkinan adanya hubungan sebab
akibat antara variabel tanpa adanya
manipulasi suatu variabel, artinya variabel-
variabel yang akan diuji hubungan
kausalnya telah terjadi dalam kondisi yang
wajar (Saryono 2011).
Populasi dalam penelitian ini adalah semua
ibu menyusui 0-3 bulan di wilayah kerja
Puskesmas Kesamiran Kabupaten Tegal
pada bulan Mei-Juni sebanyak 29 ibu.
Teknik pengambilan Sampel dalam
penelitian ini adalah menggunakan
purposive sampling yaitu dimana teknik
pengambilan sampel ini berdasarkan pada
kriteria tertentu dari suatu tujuan yang
spesifik yang sebelumnya ditetapkan oleh
peneliti, subyek yang memenuhi kriteria
-
tersebut menjadi anggota sampel
(Arikunto, 2010).
Kriteria Inklusi adalah:
a. Ibu menyusui yang mensekresi ASI matur (menyusui pada hari ke 10 sampai 3 bulan)
b. Ibu menyusui yang bersedia menjadi responden
c. Ibu menyusui yang tidak mengonsumsi obat yang
memperlancar produksi ASI.
d. Bayi tidak diberikan susu formula ketika penelitian.
e. Bayi lahir dengan tidak ada cacat fisik dan refleks hisap bayi baik.
f. Ibu menyusui yang belum mendapatkan breast care maupun
pijat oksitosin.
Kriteria Eksklusi adalah:
a. Bentuk puting dan payudara yang tidak normal ( tidak ada puting
susu, ca mamae, mastitis, abses,
dll)
b. Ibu yang menderita kelainan psikologis (post partum blues,
depresi post partum, baby blues,
dll)
c. Ibu yang memakai alat kontrasepsi hormonal berisi hormon estrogen.
Berdasarkan teknik pengambilan sampel
dengan menggunkan teknik purposive
sampel didapatkan jumlah responden
sebanyak 18 responden. 7 ibu dinyatakan
tidak memenuhi kriteria inklusi karena
menggunakan alat kontrasepsi berupa
implan, 2 ibu dikarenakan sudah tidak
menyusui lagi sehingga ASI sudah tidak
terproduksi dan 1 ibu tidak dapat dijadikan
responden karena masuk pada kriteria
eksklusi yaitu ditemukannya abses pada
saat penelitian.
HASIL PENELITIAN
Analisis Univariat
1. Jumlah Produksi ASI Sebelum Diberikan Breast Care dan Pijat
Oksitosin
Tabel 4.4 Analisis Deskripsi
Berdasarkan Jumlah Produksi ASI
Sebelum Diberikan Breast Care
dan Pijat Oksitosin pada Ibu
Menyusui 0-3 Bulan di Wilayah
Kerja Puskesmas Kesamiran Kab.
Tegal, 2014
Berdasarkan Tabel 4.4
dapat diketahui bahwa dari 18
responden ibu menyusui 0-3 bulan
di wilayah kerja Puskesmas
Kesamiran Kab. Tegal, rata-rata
memiliki jumlah produksi ASI
sebelum diberikan breast care dan
Pijat Oksitosin sebesar 32,61 ml
dengan standar deviasi 12,73 ml,
produksi ASI paling sedikit
sejumlah 15 ml dan paling banyak
sejumlah 54 ml
2. Jumlah Produksi ASI Sesudah Diberikan Breast Care dan Pijat
Oksitosin
Tabel 4.5 Analisis Deskripsi
Berdasarkan Jumlah Produksi ASI
Sesudah Diberikan Breast Care dan
Pijat Oksitosin pada Ibu Menyusui
0-3 Bulan di Wilayah Kerja
Puskesmas Kesamiran Kab. Tegal,
2014
Berdasarkan Tabel 4.5
dapat diketahui bahwa dari 18
responden ibu menyusui 0-3 bulan
di wilayah kerja Puskesmas
Kesamiran Kab. Tegal, sesudah
diberikan breast care dan Pijat
Oksitosin memiliki rata-rata jumlah
produksi ASI sebesar 40,83 ml
Variabel N Mean
(ml)
SD
(ml)
Min
(ml)
Max
(ml)
Jumlah
Produksi
ASI
18 32.61 12.73 15 54
Variabel N Mean
(ml)
SD
(ml)
Min
(ml)
Max
(ml)
Jumlah
Produksi
ASI
18 40.83 13.82 18 65
-
dengan standar deviasi 13,72 ml,
produksi ASI paling sedikit
sejumlah 18 ml dan paling banyak
sejumlah 65 ml.
Analisis Bivariat
1. Perbedaan Produksi ASI Sebelum dan Sesudah Dilakukan Kombinasi
Metode Massase depan (breast
care) dan masase belakang (pijat
oksitosin)
Tabel 4.6 Perbedaan Produksi
ASI Sebelum dan Sesudah
Dilakukan Kombinasi Metode
Massase depan (breast care) dan
masase belakang (pijat oksitosin)
pada ibu menyusui 0-3 bulan di
wilayah kerja Puskesmas
Kesamiran Kab. Tegal, 2014
Variabel Perlakuan n Mean SD T p-
value
Produksi
ASI
Sebelum
Sesudah
18
18
32,61
40,83
12,729
13,823
9,187 0,000
Berdasarkan Tabel 4.6,
dapat diketahui bahwa sebelum
diberikan breast care dan pijat
oksitosin rata-rata produksi ASI
responden sebesar 32,61 ml,
kemudian meningkat menjadi
40,83 ml sesudah diberikan breast
care dan masase dengan rata-rata
peningkatan 8,22 ml.
Berdasarkan uji t
dependen, didapatkan nilai t hitung
sebesar 9,187 dengan p-value
sebesar 0,000. Terlihat bahwa p-
menunjukkan bahwa ada perbedaan
yang signifikan produksi ASI
sebelum dan sesudah dilakukan
kombinasi metode massase depan
(breast care) dan masase belakang
(pijat oksitosin) pada ibu menyusui
0-3 bulan di wilayah kerja
Puskesmas Kesamiran Kabupaten
Tegal.
PEMBAHASAN
1. Jumlah Produksi ASI Sebelum Diberikan Breast Care dan Pijat
Oksitosin.
Berdasarkan Tabel 4.4 dapat
diketahui bahwa dari 18 responden ibu
menyusui 0-3 bulan di wilayah kerja
Puskesmas Kesamiran Kab. Tegal, rata-
rata memiliki jumlah produksi ASI
sebelum diberikan breast care dan Pijat
oksitosin sebesar 32,61 ml dengan standar
deviasi 12,73 ml, produksi ASI paling
sedikit sejumlah 15 ml dan paling banyak
sejumlah 54 ml.
Air Susu Ibu (ASI) adalah suatu
emulsi lemak dalam larutan protein,
laktosa dan garam-garam anorganik yang
disekresikan oleh kelenjar mamae ibu, dan
berguna sebagai makanan bayi. ASI
dibedakan menjadi tiga stadium yaitu :
kolostrum, asi susu transisi dan air susu
matur. Kolostrum adalah air susu yang
pertama kali keluar berwarna kekuningan
mengandung banyak protein, antibodi, dan
immunoglobulin. ASI transisi atau
peralihan adalah ASI yang keluar setelah
kolostrum sampai sebelum ASI matang,
yaitu sejak hari ke-4 sampai hari ke-10
yang mengandung protein semakin rendah
sedangkan kadar lemak dan karbohidrat
semakin tinggi. ASI matur disekresikan
pada hari ke sepuluh dan seterusnya
berwarna putih kekuningan. (Maryunani,
2012)
Volume ASI yang diproduksi dan
dikeluarkan oleh kelenjar payudara dapat
berbeda berdasarkan faktor-faktor yang
mempengaruhinya (Astutik, 2014).
Produksi ASI yang akan dihasilkan ibu
pada kelenjar payudaranya tidaklah sama
setiap wakunya. Dikatakan bahwa volume
ASI akan menurun sesuai dengan waktu.
(Wiji, 2013)
Pada hari-hari pertama kelahiran
bayi, apabila penghisapan putting susu
cukup adekuat, maka akan dihasilkan
secara bertahap 10-100 ml ASI. Produksi
ASI akan optimal setelah hari 10-14 usia
bayi. Bayi sehat akan mengkonsumsi 700-
800 ml/hari. Produksi ASI mulai menurun
-
500-700 ml setelah 6 bulan pertama, 400-
600 pada 6 bulan kedua usia bayi, dan
akan menjadi 300-500 ml pada tahun
kedua usia anak. (Wiji, 2013)
Pada penelitian ini sampel ibu
yang diambil adalah ibu yang telah
mensekresi ASI matur yaitu ASI dalam
jumlah konstan yang diproduksi setelah
hari ke 10 pasca ibu bersalin. Jumlah
produksi ASI sebelum dilakukan
kombinasi breast care dan pijat oksitosin
dihitung dengan cara memerah ASI
dengan menggunkan pompa payudara
yang kemudian diukur dengan
menggunakan gelas ukur dalam satuan ml.
Didapatkan hasil yaitu rata-rata volume
ASI sebelum dilakukan breast care dan
pijat oksitosin adalah 32,61 ml. Dilihat
dari volume tersebut, rata-rata masih
terbilang sedikit hal ini bisa terjadi
dikarenakan upaya-upaya ibu menyusui
dalam mengatasi masalah dalam ASI nya
belum optimal dan ibu menyusui yang
dijadikan responden mengaku belum
pernah melakukan breast care maupun
pijat oksitosin.
Pemerahan ASI dilakukan
sebelum ibu menyusui bayinya atau
minimal 2-3 jam setelah penyusuan
sebelumnya guna mengembalikan
produksi ASI ibu pada volume sebelum
disusukan ke bayinya. Pretest tersebut
dilakukan pada pagi hari setelah
sebelumnya dilakukan kontrak waktu dan
meminta ibu untuk mengkonsumsi menu
makanan yang ditentukan oleh peneliti
guna mengendalikan variabel pengganggu
berupa makanan.
2. Jumlah Produksi ASI Sesudah Diberikan Breast Care dan Pijat
Oksitosin
Berdasarkan Tabel 4.5 dapat
diketahui bahwa dari 18 responden ibu
menyusui 0-3 bulan di wilayah kerja
Puskesmas Kesamiran Kab. Tegal, sesudah
diberikan breast care dan Pijat Oksitosin
memiliki rata-rata jumlah produksi ASI
sebesar 40,83 ml dengan standar deviasi
13,72 ml, produksi ASI paling sedikit
sejumlah 18 ml dan paling banyak
sejumlah 65 ml.
Produksi ASI merujuk pada
volume ASI yang dikeluarkan oleh
payudara dan banyaknya ASI tersebut
diasumsikan sama dengan produksi ASI.
Meningkat dan menurunnya produksi ASI
dapat dipengaruhi beberapa faktor seperti
makanan yang dikonsumsi ibu, ketenangan
jiwa dan fikiran, penggunaan alat
kontrasepsi, perawatan payudara, anatomis
payudara, faktor fisiologis, pola istirahat,
faktor isapan anak atau frekuensi
penyusuan, berat lahir bayi, umur
kehamilan saat melahirkan, dan konsumsi
rokok serta alkohol. (Wiji, 2013)
Salah satu cara meningkatkan
produksi ASI melalui salah satu faktor
yang mempengaruhinya yaitu perawatan
payudara dan faktor fisiologis dapat
dilakukan intervensi berupa breast care
dan pijat oksitosin. Breast care disebut
juga dengan perawatan payudara adalah
upaya dengan perawatan khusus lewat
pemberian rangsang terhadap otot-otot
buah dada ibu, dengan cara pengurutan
atau massase diharapkan dapat memberi
rangsangan kepada kelenjar air susu ibu
agar dapat memproduksi susu tersebut
(Wulandari, 2011). Pengertian pijat
oksitosin sendiri adalah pemijatan tulang
belakang pada costa ke 5-6 sampai ke
scapula yang akan mempercepat kerja
saraf parasimpatis merangsang hipofise
posterior untuk mengeluarkan oksitosin
(Marmi, 2010).
Kombinasi breast care dan pijat
oksitosin merupakan penggabungan dua
metode yaitu pemijatan pada payudara
lewat pemberian rangsang terhadap otot-
otot buah dada dan punggung ibu dengan
tujuan untuk memberi rangsangan kepada
kelenjar air susu ibu agar dapat
memproduksi susu dan memicu hormon
oksitosin atau refleks let down serta
memberikan kenyamanan dan
menciptakan rasa rileks pada ibu melalui
hormon endorphin yang disekresi karena
rasa nyaman dan rileks tersebut yang
dialami ibu selama pemijatan dan support
-
yang diberikan. Kombinasi dari dua
metode ini mengakibatkan produksi ASI
meningkat melalui rangsangan sentuhan
pada payudara dan punggung ibu akan
merangsang produksi oksitosin yang
menyebabkan kontraksi sel-sel myophitel
(Sulistyawati, 2009).
Hormon oksitosin berfungsi
memacu kontraksi otot polos yang ada di
dinding alveolus dan dinding saluran
sehingga ASI dipompa keluar (Wiji,
2013). Refleks oksitosin lebih rumit
dibanding refleks prolaktin. Pikiran,
perasaan dan sensasi seorang ibu akan
sangat mempengaruhi refleks ini. Perasaan
ibu dapat meningkatkan dan juga
menghambat pengeluaran oksitosin.
Hormon ini akan menyebabkan sel-sel otot
yang mengelilingi saluran pembuat susu
mengerut atau berkontraksi sehingga ASI
terdorong keluar dari saluran produksi ASI
dan mengalir siap untuk dihisap oleh bayi.
(Perinasia, 2011)
Dari pemaparan diatas dapat
disimpulkan melalui kombinasi breast care
dan pijat oksitosin kontraksi otot-otot
polos, sensasi, pikiran dan perasaan ibu
akan meningkat diakibatkan oleh
terproduksinya hormon endorphin yang
menyebabkan oksitosin terbentuk sehingga
dapat memicu produksi ASI.
Analisa Bivariat
1. Perbedaan Produksi ASI Sebelum dan Sesudah Dilakukan
Kombinasi Metode Massase depan
(breast care) dan masase belakang (pijat
oksitosin)
Untuk membandingkan perbedaan
peningkatan produksi ASI sebelum dan
sesudah dilakukan kombinasi Massase
depan (breast care) dan massasse belakang
(pijat oksitosin) Sebelum dilakukan t-test
dependent data terlebih dahulu dilakukan
uji normalitasnya. Uji normalitas
menggunakan uji shapiro-wilk karena
termasuk penelitian uji parametrik yang
memiliki sampel kecil.
Berdasarkan uji t dependen,
didapatkan nilai t hitung sebesar 9,187
dengan p-value sebesar 0,000. Terlihat
bahwa p-
menunjukkan bahwa ada perbedaan yang
signifikan produksi ASI sebelum dan
sesudah dilakukan kombinasi metode
massase depan (breast care) dan masase
belakang (pijat oksitosin) pada ibu
menyusui 0-3 bulan di wilayah kerja
Puskesmas Kesamiran Kabupaten Tegal.
Berdasarkan hasil penelitian sebelum
dan sesudah dilakukan metode massase
depan (breast care) dan masase belakang
(pijat oksitosin), produksi ASI 88,9 %
responden mengalami peningkatan volume
ASI dan 11,1 % responden volume ASI
nya tetap. Peningkatan volume ASI
tersebut dapat dilihat dari rata-rata volume
ASI sebelum dilakukan kombinasi metode
massase depan (breast care) dan masase
belakang (pijat oksitosin) 32,61 ml
menjadi 40,83 ml setelah dilakukan
kombinasi dua pemijatan.
Laktasi atau menyusui merupakan
proses yang cukup kompleks. Laktasi atau
menyusui mempunyai dua pengertian yaitu
produksi (pembuatan) dan pengeluaran
ASI (Perinasia, 2011)
Kombinasi dari kedua metode
massase depan (breast care) dan masssase
belakang (pijat oksitosin) pada prinsipnya
bertujuan membuat otot-otot myopithel
berkontraksi, merelaksasikan pikiran dan
memperlancar pengeluaran ASI.
Pengeluaran ASI ini terjadi karena sel otot
halus di sekitar kelenjar payudara
mengerut sehingga memeras ASI untuk
keluar. ASI dapat keluar dari payudara
akibat adanya otot-otot yang mengerut
yang dapat distimulasi oleh suatu hormon
yang dinamakan oksitoksin. Refleks
oksitosin lebih rumit dibanding refleks
prolaktin.
Pikiran, perasaan dan sensasi
seorang ibu akan sangat mempengaruhi
refleks ini terutama pada pengeluaran
hormon endorphin. Perasaan ibu dapat
meningkatkan dan juga menghambat
pengeluaran endorphin yang menghasilkan
hormon oksitosin. Oksitosin memacu sel-
sel myoepithel yang mengelilingi alveoli
dan duktuli untuk berkontraksi, sehingga
-
mengalirkan ASI dari alveoli ke duktuli
menuju sinus dan puting untuk dihisap
oleh bayi.
Seringkali saat sudah terproduksi
ASI tetap tidak dapat dikeluarkan akibat
adanya sumbatan maupun kurangnya
rangsangan pada otot polos untuk
berkontraksi, dengan adanya pemijatan
langsung pada payudara maka aliran ASI
dalam payudara akan lancar dan
menyebabkan rangsangan pada otot halus
di kelenjar payudara dapat mengeluarkan
dan memproduksi ASI dalam jumlah yang
banyak untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
bayi baru lahir.
Berdasarkan hasil penelitian diatas
bahwa adanya intervensi yang berupa
pemberian kombinasi massase depan
(breast care) dan masssase belakang (pijat
oksitosin) dapat mempengaruhi
peningkatan produksi ASI pada ibu
menyusui 0-3 bulan. Produksi ASI 88,9 %
atau 16 responden mengalami peningkatan
volume ASI setelah dilakukan kombinasi
breast care dan pijat oksitosin dengan
peningkatan rata-rata 8,22 ml sedangkan
11,1 % atau 2 dari 18 responden volume
ASI nya tetap.
Hal ini sejalan dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Futuchiyah
(2013) tentang hubungan perawatan
payudara (breast care) terhadap produksi
ASI didapatkan hasil bahwa perawatan
payudara dengan metode (breast care)
dapat meningkatkan produksi ASI yang
signifikan melalui rangsangan pemijatan
dan massase pada otot-otot payudara
secara langsung sehingga menyebabkan
kontraksi sel-sel myophitel dan
menyebabkan ASI keluar dengan lancar
pada saat bayi menyusu pada ibunya.
Penelitian lain yang dilakukan oleh
Mardyaningsih (2010), tentang efektifitas
kombinasi teknik marmet dan pijat
oksitosin terhadap produksi air susu ibu
pada ibu post secsio saesarea dan
didapatkan hasil kombinasi teknik marmet
dan pijat oksitosin berpengaruh pada
peningkatan produksi ASI, dari
Mardyaningsih (2010) tersebut dapat
disimpulkan bahwa produksi ASI sangat
dipengaruhi oleh hormon prolaktin yang
akan menproduksi ASI, dan hormon
oksitosin yang berpengaruh pada
kelancaran pengeluaran ASI, karena
semakin ASI keluar produksi ASI akan
semakin meningkat, jadi pada penelitian
diatas dapat disimpulkan kombinasi
tekhnik marmet dan pijat oksitosin dapat
menstimulasi hormon prolaktin dan
oksitosin.
Setelah dilakukan wawancara
mendalam pada 2 ibu yang ASI nya tetap
atau tidak mengalami peningkatan,
didapatkan informasi bahwa kedua
responden mengatakan pikiran dan
perasaannya tidak tenang diakibatkan tidak
adanya asisten rumah tangga dirumah dan
cuti yang akan segera berakhir sehingga
menimbulkan beban fikiran untuk
responden yang berakibat pada tidak
meningkatnya volume produksi ASI
setelah dilakukan metode kombinasi breast
care dan pijat oksitosin.
Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Novianti (2009), ibu
yang berada dalam keadaan stress, kacau,
marah dan sedih, kurang percaya diri,
terlalu lelah, ibu tidak suka menyusui,
serta kurangnya dukungan dan perhatian
keluarga dan pasangan kepada ibu
merupakan faktor psikologis yang dapat
mengganggu produksi ASI pada ibu.
Penelitian lain yang dilakukan oleh
Derek (2005), produksi ASI ibu sangat
dipengaruhi oleh faktor kejiwaan. Ibu yang
selalu dalam keadaan gelisah, kurang
percaya diri, rasa tertekan, ketakutan,
pengunjung yang tidak simpatik dan
berbagai bentuk ketegangan emosional,
mungkin akan mengakibatkan ibu gagal
dalam menyusui bayinya karena kondisi
ini dapat menghambat pengeluaran
hormon oksitosin sehingga mencegah
masuknya air susu ke dalam pembuluh
payudara. Ketentraman jiwa dan pikiran
ibu juga dipengaruhi oleh dukungan dari
keluarga, suami dan petugas kesehatan.
-
PENUTUP
Kesimpulan
1. Produksi ASI sebelum diberikan kombinasi massase depan (breast care)
dan massase belakang (pijat oksitosin)
pada ibu menyusui 0-3 bulan di
Wilayah Kerja Puskesmas Kesamiran
Kabupaten Tegal yaitu rata-rata 32,61.
2. Produksi ASI sesudah diberikan kombinasi massase depan (breast care)
dan massase belakang (pijat oksitosin)
pada ibu menyusui 0-3 bulan di
Wilayah Kerja Puskesmas Kesamiran
Kabupaten Tegal yaitu rata-rata 40,83.
3. Ada perbedaan yang signifikan antara produksi ASI sebelum dan sesudah
diberikan kombinasi massase depan
(breast care) dan massase belakang
(pijat oksitosin) pada ibu menyusui 0-
3 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas
Kesamiran Kabupaten Tegal
didapatkan (p = 0,000 = 0,05).
Saran
1. Bagi Masyarakat Diharapkan masyarakat khususnya
ibu menyusui dapat mengatasi dan
mencegah masalah menyusui
kaitannya dengan produksi ASI yang
sedikit atau menurun dengan
dilakukan kombinasi massase depan
(breast care) dan massase belakang
(pijat oksitosin) dengan dibantu oleh
keluarga maupun tenaga kesehatan
terdekat.
2. Bagi Bidan Bagi bidan diharapkan dapat
melakukan treatment kombinasi
massase depan (breast care) dan
massase belakang (pijat oksitosin)
pada ibu-ibu menyusui untuk
mengatasi dan mencegah masalah
menyusui kaitannya dengan masalah
dalam produksi ASI nya.
3. Bagi peneliti selanjutnya Perlu diadakan penelitian lebih lanjut
dengan mengkondisikan dan
mengendalikan variabel pengganggu
seperti stress dan pola istirahat pada
ibu
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta
Astutik, Reni Yuli. 2014. Payudara dan Laktasi. Jakarta
Bobak dkk. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta
Dahlan, Sopiyudin. 2013. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta
Eko Mardiyaningsih. 2011. Efektifitas Kombinasi Teknik Marmet Dan Pijat Oksitosin
Terhadap Produksi Asi Ibu Post Seksio Di Rumah Sakit Wilayah Jawa Tengah.
Hidayat. 2009. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data. Surabaya
Hubertin, Sri Purwanti. 2004. Konsep Penerapan ASI Eksklusif. Jakarta
Marmi. 2010. Asuhan Kebidanan pada Masa Antenatal. Yogyakarta
Maryunani. 2012. Inisiasi Menyusui Dini, ASI Eksklusif dan Manajemen Laktasi. Jakarta
Mulyani, 2013. Buku Ajar Neonatus, Bayi dan Balita. Yogyakarta
-
Notoatmodjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta
Perinasia, 2011. Bahan Bacaan Manajemen Laktasi. Jakarta
Prasetyono, Dwi Sinar. 2012. Buku Pintar ASI Eksklusif. Jakarta
Risani Siska Edy Perdana. 2013. Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap Kelancaran Air Susu
Ibu Pada Ibu Nifas Primipara Di Wilayah Kerja Puskesmas Leyangan
Kabupaten Semarang.
Roito, Juraida; Nurmailis Noor dan Mardiah. 2013. Asuhan Kebidanan Ibu Nifas dan Deteksi
Dini Komplikasi. Jakarta
Sugiyono. 2010. Statistik untuk Penelitian. Bandung
Suherni; Hesty Widyasih dan Anita Rahmawati. 2008. Perawatan Masa Nifas. Yogykarta
Sulistyawati, Ari. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Ibu Nifas. Yogyakarta
Wiji, Rizki Ntia. 2013. ASI dan Panduan Ibu Menyusui. Yogyakarta
Wulandari, Setyo Retsno dan Sri Handayani. 2011. Asuhan Kebidanan Ibu Masa Nifas.
Yogyakarta