MENGENAL PENDIDIKAN SEJARAH
-
Upload
syaifudinarif -
Category
Documents
-
view
17 -
download
0
description
Transcript of MENGENAL PENDIDIKAN SEJARAH
1
MENGENAL PENDIDIKAN SEJARAH
Oleh: Arif Saifudin & Wahyu Afrizal
Abstraksi:
Dalam esai sederhana ini, kami ingin mencoba untuk menuangkan
gagasan secara murni tentang hakikat Pendidikan Sejarah.
Pendidikan Sejarah yang notabene berada di bawah naungan
Fakultas Pendidikan, tentu sedikit banyak memiliki karakteristik yang
berbeda dengan Ilmu Sejarah yang di banyak tempat selalu ada
dalam milieu Fakultas Budaya ataupun Fakultas Ilmu Sosial. Secara
epistemologis, Pendidikan Sejarah mengarah pada penanaman
kesadaran sejarah bagi manusia, sementara Ilmu Sejarah berupaya
untuk mengeksplanasi peristiwa-peristiwa masa lampau dengan
kaidah-kaidah keilmuan. Itu artinya, Pendidikan Sejarah memiliki
perbedaan dengan Ilmu Sejarah dalam beberapa hal.
A. Latar Belakang
Pertengahan tahun 2014, merupakan masa dimana kami mendaftarkan diri sebagai
mahasiswa di Unindra, tanpa proses yang berbelit-belit, kami pun diterima menjadi
mahasiswa di Perguruan Tinggi Swasta tersebut. Entah itu dalam keadaan sadar ataupun
tidak, kami memilih program studi Pendidikan Sejarah, dimana bidang tersebut
merupakan sesuatu yang asing, bahkan tak pernah melintas dalam benak kami bahwa
bidang tersebut akan mewarnai agenda kami dalam memasuki pergulatan di kancah
keilmuan.
Akibatnya, segudang pertanyaan pun menghampiri dan selalu membuntuti pikiran
manakala hendak berangkat kuliah. Urgensi mengetahui dan memahami tujuan ketika
hendak melakukan sesuatu merupakan hal yang tak bisa dihindari. Oleh karena itu,
mencari dan menggali jawaban tentang apa, mengapa, dan bagaimana itu Pendidikan
Sejarah adalah sebuah misteri yang harus dipecahkan. Ibarat seorang nahkoda yang tak
sadar sudah memegang kendali kapal dan telah meninggalkan garis pantai, tempat
dimana ia sedang berlayar bukanlah perkara penting, tetapi untuk apa dan kemana harus
bermuara lah yang seyogianya ia perhatikan dan tekankan.
Bagaimanapun juga, memikirkan dengan sungguh-sungguh eksistensi Pendidikan
Sejarah dan Ilmu Sejarah adalah sebuah urgensi bilamana tak ingin memiliki nasib yang
sama dengan kelopak bunga yang berguguran di bawa oleh angin kemanapun angin
ingin bertiup.
2
Bila di lihat secara sepintas, keduanya memang berbeda. Apabila memang
berbeda, maka sudah layak dan sepantasnya masing-masing berjalan sendiri-sendiri.
Akan tetapi, apabila antar keduanya memiliki banyak persamaan, maka perlu untuk
menyatukannya. Meskipun demikian, keputusan penyatuan atau pemisahan tersebut
perlu pengkajian secara mendalam, terutama tentang persamaan yang terdapat dalam
tataran praksis pada Pendidikan Sejarah dan Ilmu Sejarah. Paling tidak, ada dua
kemungkinan terjadinya berbagai persamaan antara prodi Pendidikan Sejarah dengan
Ilmu Sejarah. Pertama adalah bahwa keduanya sebenarnya memiliki kodrat yang
sungguh berbeda. Persamaan yang ada diantara keduanya lebih merupakan akibat
terjadinya salah jalan pada salah satu prodi. Bila itu terjadi, maka prodi Pendidikan
Sejarah lah yang berpeluang besar menelusuri jalan yang salah tersebut. Kedua, pada
hakekatnya prodi Pendidikan Sejarah dan Ilmu Sejarah memang dikodratkan memiliki
banyak persamaan dari sejak awalnya.
Apabila mampu dibuktikan akan adanya perbedaan yang signifikan antara mata
kuliah yang ada pada bidang studi di Pendidikan Sejarah dengan yang diajarkan di Ilmu
Sejarah, maka pembelajaran dalam pendidikan keguruan seharusnya diberlakukan
secara integratif dengan semua perkuliahan, atau yang dikenal sebagai model bersamaan
(concurrent) dan bukan berurutan (consecutive).
Diperlukan bukti yang kuat untuk mendukung pendapat bahwa pendidikan
keguruan di Indonesia dewasa ini menggunakan model concurrent. Dari sudut pandang
ini, pertanyaannya adalah, adakah perbedaan esensial yang terkait pada isi antara mata
kuliah Metodologi Sejarah, Sejarah Asia Selatan, Sejarah Eropa dan sebagainya antara
yang diajarkan di Pendidikan Sejarah dengan yang terdapat di Ilmu Sejarah?
Dilihat dari silabus antara mata kuliah yang sama atau sejenis, sulit untuk
mengatakan bahwa antara Pendidikan Sejarah dan Ilmu Sejarah terdapat perbedaan
esensial yang signifikan. Sebagai gambarannya adalah mata kuliah Sejarah Indonesia I
(Klasik) dalam program studi Ilmu Sejarah dibawah ini.
Tujuan: Mahasiswa mampu memahami tahap-tahap perkembangan kebudayaan
masyarakat Indonesia periode klasik, karakteristik setiap tahap, kontiunitas,
perubahan antar tahap, dan kebudayaan yang dihasilkannya dalam setiap tahap,
serta implikasinya pada konteks kekinian.
Cakupan:
1. Sumber-sumber Sejarah Indonesia
2. Periodisasi dan Kronologi Sejarah Indonesia Klasik
3. Zaman Praaksara Indonesia
4. Masa Akhir Zaman Praaksara dan Awal Zaman Hindu-Buddha
5. Zaman Hindu-Buddha
3
Adapun mata kuliah Sejarah Indonesia I (Klasik) dalam program studi Pendidikan
Sejarah, silabusnya adalah sebagai berikut,
Dari kedua silabus tersebut, nampak bahwa format yang digunakan oleh
Pendidikan Sejarah jauh lebih baik, karena sesuai dengan tingkat satuan dan disusun
dengan berlandaskan pada kompetensi. Akan tetapi, apabila dicermati lebih mendalam,
secara esensial kedua silabus tersebut sama, yaitu mengembangkan kemampuan peserta
didik dalam menyusun eksplanasi (menjelaskan) sejarah Indonesia I (Klasik).
Permasalahannya adalah, apakah berbagai kesamaan tersebut merupakan
kehendak dari Pendidikan Sejarah sebagai cabang ilmu pengetahuan atau sekadar salah
diagnosis yang terjadi pada prodi Pendidikan Sejarah? Apabila mata kuliah yang
disusun dalam kurikulum sungguh-sungguh telah sesuai dengan tanggungjawab
keilmuan Pendidikan Sejarah, berarti hubungan antara Ilmu Sejarah dengan Pendidikan
Sejarah adalah dikodratkan bagaikan ibu dan anak.
Posisi sebagai adaptasi Ilmu Sejarah untuk tujuan pendidikan, secara implisit
mengharuskan pendidikan keguruan menggunakan model concurrent. Realitas yang
berlangsung dalam tataran praksis selama ini lebih mencerminkan bahwa proses
pendidikan keguruan menggunakan model consecutive, yaitu dimulai dengan
penguasaan disiplin ilmu tertentu sesuai dengan disiplin ilmu yang dikehendaki, lalu
ditambah (plug-in) penguasaan kemampuan ilmu kependidikan.
MATERI PEMBELAJARAN KOMPETENSI
Sumber-sumber Sejarah Indonesia Mendeskripsikan, menganalisis, dan menyimpulkan
berbagai sumber sejarah Indonesia.
Periodisasi dan Kronologi Sejarah
Indonesia Klasik
Mendeskripsikan, menganalisis, dan menyimpulkan
konsep periodisasi dan kronologi sejarah Indonesia
Klasik.
Zaman Praaksara Indonesia Menganalisis, menjelaskan, dan menyimpulkan
kebudayaan bangsa Indonesia zaman praaksara.
Masa Akhir Zaman Praaksara dan
Awal Zaman Hindu Buddha
Menganalisis dan menjelaskan akhir zaman praaksara
dan latar belakang kedatangan Hindu-Buddha di
Indonesia.
Zaman Hindu Buddha
Menganalisis, menjelaskan, dan menyimpulkan
kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Budha
(tumbuh-kembang-runtuh) dan pengaruhnya dalam
berbagai aspek.
4
Dalam kondisi semacam itu, Pendidikan Sejarah akan selalu berada dalam posisi
tergantung atau bahkan terhanyut dalam dinamika perkembangan Ilmu Sejarah. Contoh
yang paling mudah adalah terdapatnya mata kuliah Pengantar Ilmu Sejarah. Mata kuliah
itu sangat penting bagi mahasiswa Ilmu Sejarah, karena di dalamnya dikaji tentang
hakekat dan kedudukan ilmu sejarah diantara ilmu-ilmu sosial dan humaniora lainnya.
Akan tetapi, akan menyedihkan apabila mata kuliah tersebut menjadi kurikulum inti
Pendidikan Sejarah. Peserta didik pada Pendidikan Sejarah akan memahami dengan
sangat baik hakikat dan kedudukan Ilmu Sejarah, sebaliknya sama sekali buta tentang
hakekat dan kedudukan Pendidikan Sejarah.
Ketergantungan dan keterhanyutan akan menjadikan Pendidikan Sejarah selalu
berada dalam krisis, terutama adalah krisis identitas keilmuan. Dia tidak tahu siapa
dirinya dan apa tanggungjawab atau tugasnya. Kondisi semacam ini cukup
memprihatinkan, tidak hanya bagi keberlangsungan Pendidikan Sejarah itu sendiri,
tetapi juga bagi generasi muda Indonesia pada umumnya.
Mungkinkah krisis yang menimpa Pendidikan Sejarah dapat diatasi? Untuk tetap
eksis, tentu jawabnya harus mungkin. Permasalahan berikutnya adalah bagaimana cara
atau jalan yang harus ditempuh untuk mengatasi krisis dengan cepat dan tepat. Salah
satu langkah yang akan menjadi fokus tulisan ini adalah kembali ke titik nol, yaitu
dengan melakukan refleksi tentang pengertian Pendidikan Sejarah. Refleksi dan
redefinisi itu sangat penting bagi keberlanjutan Pendidikan Sejarah, karena dari sanalah
sumber eksistensi dirinya dalam dinamika ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini.
Hanya melalui langkah positioning dan pengambilan peran secara bertanggungjawablah
identitas dari Pendidikan Sejarah tidak akan kabur.
B. Redefinisi Pendidikan Sejarah
Setiap ilmu memiliki karakteristik yang unik. Berdasarkan karakteristiknya
tersebut, ilmu pengetahuan dapat dibagi ke dalam tiga kelompok besar, yaitu ilmu-ilmu
alam, ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Ilmu-ilmu alam menempatkan benda-benda dan
fenomena alam sebagai kajian dengan tujuan untuk menemukan hukum-hukumnya,
sehingga manusia bisa menembus wilayah-wilayah gelap pada fenomena alam serta
dapat memanipulasinya demi peningkatan kenyamanan hidup. Ilmu-ilmu sosial dan
humaniora memiliki subyek kajian yang sama, yaitu manusia. Perbedaannya, ilmu-ilmu
sosial lebih fokus pada perilaku manusia, baik sebagai individu maupun sosial. Secara
epistemologis, ilmu-ilmu sosial berusaha untuk menemukan pola dan hukum perilaku
manusia. Berbeda dengan itu, humaniora berusaha memahami aspek kemanusiaan dari
manusia dan mengembangkannya agar menjadi pribadi yang utuh.
Pendidikan sebagai salah satu bagian dari Humaniora merupakan ilmu yang
berusaha mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik,
5
potensi cipta, rasa, maupun karsanya. Potensi manusia merupakan benih kemungkinan
untuk menjadi manusia. Ibarat biji mangga, bagaimanapun wujudnya, bila ditanam
dengan baik, melewati proses perawatan yang baik pula, serta penempatan pada
lingkungan alam yang mendukung, maka pastilah akan tumbuh menjadi pohon mangga
yang utuh, dan sangat tidak mungkin tumbuh menjadi pohon pisang.
Manusia yang utuh ialah manusia yang mampu mengoptimalkan segala
potensinya. Pola pikir, pola sikap, dan pola tindak harus selaras serta musti ditempatkan
secara proporsional. Maka dari itu, pendidikan merupakan sebuah upaya untuk
memanusiakan manusia. Melalui paradigma tersebut, sejarah dituntut untuk mampu
berperan dalam usaha memanusiakan manusia.
Sejarah, sebagai sebuah disiplin ilmu yang otonom mengandung banyak sekali
nilai-nilai edukatif. Sejalan dengan manfaatnya yang begitu signifikan dalam dunia
pendidikan, maka internalisasi dari nilai-nilai kesejarahan (historical value) tersebut
tidak akan dapat berjalan dengan apik bila tidak dijadikan sebagai sarana pendidikan.
Sebuah pepatah mengatakan, bahwa hidup bagaikan roda yang berputar, kadang di
atas dan kadang di bawah. Ketika menuju ke atas disebut berkembang atau maju,
sedang ketika menuju ke bawah disebut merosot atau terpuruk. Kemerosotan yang
terjadi secara tiba-tiba dan menyentak dapat membuat keberadaan manusia mengalami
keterlarutan dalam kehidupan yang demikian itu. Dalam situasi seperti itulah
keberadaan mulai mengakrabi suara hati nurani terutama yang berkaitan dengan
perasaan yang paling mendasar; terasing, cemas dan rasa takut. Pendidikan Sejarah,
dalam konteks ini, merupakan proses pengembangan kesadaran diri peserta didik, tanpa
harus mengalami sendiri pahitnya penderitaan, ketersingkiran, keterbuangan dan
ketertekanan. Dengan kata lain, Pendidikan Sejarah sebagai bagian dari ilmu
pendidikan, secara formal memiliki subyek kajian manusia, yaitu manusia utuh yang
berkesadaran akan eksistensinya.
Mempelajari sejarah merupakan perwujudan dari tanggung jawab manusia akan
hal-hal yang telah dilakukannya serta keinginan untuk dapat hidup lebih mulia di masa
selanjutnya. Rasa tanggung jawab ini antara lain terhadap dirinya sendiri, masyarakat
serta bangsanya dan juga yang lebih intim, yaitu kepada Sang Maha Pencipta selaku
pihak yang mengadakan keberadaannya. Pengabaian akan sejarah akan mengakibatkan
amnesia kelampauan yang diikuti kehilangan identitas diri. Tidaklah mampu seseorang
yang mengalami krisis identitas dapat membangun dan mengupayakan kehidupannya
menjadi lebih baik kedepannya. Ia tidak akan pernah menjadi pelopor, melainkan hanya
menjadi pengekor, latah, dan ikut-ikutan tanpa memahami apa yang sedang
dilakukannya.
Alangkah meruginya jika manusia tak mampu mengambil hikmah dari peristiwa
sejarah. Padahal, sifat sejarah itu unik dan hanya terjadi sekali. Kegagalan manusia
6
memetik hikmah dari setiap peristiwa masa lampau akan berujung pada penyesalan.
Ada perumpamaan yang menyebutkan bahwa seekor keledai tak akan mau terperosok
pada lubang yang sama dua kali. Sebagaimana kita maklumi, keledai sering
diasosiasikan sebagai simbol dari kebodohan, oleh karena hidupnya selalu memikul
beban. Manusia yang mengulang-ulang kesalahan yang sama karena gagal mengambil
pelajaran dari sejarah tentu lebih bodoh daripada keledai. Tragis.
Masa kini merupakan konsekuensi dari masa lalu. Manusia tidak akan mungkin
mengerti masa kini tanpa mengetahui masa lalu. Karena tidak ada peristiwa yang berdiri
sendiri terlepas dari masa lalunya. Keberadaan dari Universitas Indraprasta misalnya,
diselenggarakannya institusi pendidikan tersebut memiliki tujuan tertentu. Kapan,
mengapa, dan bagaimana Unindra itu ada dan tetap bertahan sampai sekarang, tentu
memiliki sebuah jawaban yang cukup berarti dan relevan dalam memberikan stimulus
akan proses internalisasi oleh setiap anggotanya guna bekerja sama dan bahu-membahu
untuk meraih tujuannya.
Historisitas manusia merupakan suatu kekhasan sekaligus sebagai pembeda dari
makhluk lainnya. Tak ada manusia yang mempu melepaskan diri dari sejarah dirinya
dan masyarakatnya, kecuali orang yang lupa ingatan. Sejarah dapat mengajar man of
action (manusia pelaku) tentang bagaimana orang lain bertindak dalam keadaan-
keadaan khusus, pilihan-pilihan yang dibuatnya, dan tentang keberhasilan dan
kegagalan mereka. Tanpa mengenal sejarah, seseorang akan kehilangan arah dan acuan
dalam melaksanakan kebijaksanaannya. Karena sejarah adalah jembatan penghubung
masa silam dan masa kini, dan sebagai petunjuk arah ke masa depan.
Berangkat dari betapa urgennya sejarah bagi kehidupan manusia, perlu kiranya
dan bahkan harus menjadikan sejarah sebagai salah satu dari materi dalam proses
pendidikan. Lantas, apa istilah yang tepat untuk digunakan dalam memahami hakikat
dari Pendidikan Sejarah?
Secara sederhana, Pendidikan Sejarah merupakan hasil pengembangan,
penyederhanaan, dan adaptasi Ilmu Sejarah untuk tujuan pendidikan. Hubungan
semacam itu mengingatkan pada definisi Ilmu Pengetahuan Sosial yang dipakai di
Indonesia, yaitu sebagai penyederhanaan atau adaptasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan
humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara
ilmiah dan pedagogis atau psikologis untuk tujuan pendidikan. Dengan kata lain,
Pendidikan Sejarah adalah Disiplin ilmu yang berusaha untuk mengembangkan
dan menempatkan potensi kemanusiaan secara proporsional melalui
internalisasi nilai-nilai kesajarahan.
7
C. Tanggung Jawab Pendidikan Sejarah
Aspek kesadaran manusia yang menjadi tanggungjawab Pendidikan Sejarah
dirumuskan sebagai penanaman dan pengembangan kesadaran sejarah dalam diri
peserta didik. Kesadaran sejarah dapat diartikan sebagai kemampuan mental dalam
menginternalisasi dan memanfaatkan secara reflektif pengalaman historis untuk
memahami dan menyikapi secara kritis berbagai fenomena yang dihadapi pada masa
kini. Dengan demikian, pengalaman historis yang terjadi pada masa lampau diposisikan
sebagai referensi penting untuk menyikapi kehidupan masa kini guna menatap dan
merencanakan masa depan.
Sebagai mahluk yang hidup dan dibentuk dalam sejarah, pemahaman manusia
tidak bisa lepas dari sejarah. Untuk memahami teks, peristiwa, situasi dan keadaan yang
ada pada masa kininya, manusia tidak berangkat dari ruang yang hampa. Dalam dirinya
telah ada pengetahuan dan kesadaran sejarah yang mempengaruhi, bahkan menentukan
manusia dalam memaknai sesuatu. Pengaruh tersebut dapat bersifat positif maupun
negatif.
Secara positif, kesadaran sejarah akan membantu dan mempertajam manusia
dalam menjalani kehidupannya di masa kini, baik dalam pengertian kepekaan nurani
maupun kemanusiaannya. Sementara secara negatif, kesadaran sejarah akan
menghambat dan menghalangi berbagai inovasi kreatif, terutama inovasi yang tidak
sesuai dengan alur pengalaman historisnya, akan tetapi, dampak negatif tersebut sangat
mudah untuk diminimalisir. Apabila ditempatkan secara proporsional, maka dampak
negatif tersebut tentu lambat laun akan memudar.
Mata pelajaran Sejarah memiliki arti strategis dalam pembentukan watak dan
peradaban bangsa yang bermartabat serta dalam pembentukan manusia Indonesia yang
memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Dengan karakter materi yang dinyatakan
dalam Peraturan Mendiknas, pendidikan sejarah, baik sebagai bagian IPS mau pun
sebagai mata pelajaran merupakan salah satu mata pelajaran yang memiliki potensi
besar dalam mengembangkan pendidikan karakter. Meski pun program sejarah
merupakan salah satu bagian dari orkestra pendidikan karakter, materi pendidikan
sejarah yang khas dan penuh dengan nilai memiliki potensi kuat untuk memperkenalkan
kepada peserta didik tentang bangsa dan aspirasinya di masa lampau. Melalui pelajaran
sejarah peserta didik dapat melakukan kajian mengenai apa dan bila, mengapa,
bagaimana, serta akibat apa yang timbul dari jawaban masyarakat bangsa di masa
lampau tersebut terhadap tantangan yang mereka hadapi serta dampaknya bagi
kehidupan pada masa sesudah peristiwa itu dan masa kini. Materi pendidikan sejarah
dituntut untuk mampu mengembangkan potensi peserta didik untuk mengenal nilai-nilai
bangsa yang diperjuangkan pada masa lalu, dipertahankan dan disesuaikan untuk
kehidupan masa kini, dan dikembangkan lebih lanjut untuk kehidupan masa depan.
Bangsa Indonesia masa kini beserta seluruh nilai dan kehidupan yang terjadi adalah
8
hasil perjuangan bangsa pada masa lalu dan akan menjadi modal untuk perjuangan
kehidupan di masa mendatang.
D. Membandingkan Pendidikan Sejarah dan Ilmu Sejarah
Komponen Pendidikan Sejarah Ilmu Sejarah
Subjek kajian Kemanusiaan manusia Peristiwa di masa lampau
Tujuan Menanamkan dan mengembangkan
kesadaran sejarah
Menjelaskan (eksplanasi) peristiwa
yang terjadi di masa lampau
Cara mencapai
tujuan Pembelajaran Penelitian
Hasil Generasi muda yang berkesadaran
sejarah Historiografi yang ilmiah
Dari tabel di atas tampak bahwa pada hakekatnya Pendidikan Sejarah berbeda
dengan Ilmu Sejarah. Pendidikan Sejarah memiliki subjek kajian kemanusiaan manusia.
Sedangkan Ilmu Sejarah menempatkan peristiwa yang pernah terjadi di masa lampau
sebagai subjek kajian. Perbedaan juga dapat dilihat dari aspek epistemologi masing-
masing disiplin ilmu ini. Pendidikan Sejarah bertujuan untuk menanamkan dan
mengembangkan kesadaran sejarah dalam diri generasi muda, sedang Ilmu Sejarah
bertujuan untuk menyusun eksplanasi (penjelasan) tentang peristiwa sejarah yang terjadi
di masa lampau. Oleh karena secara epistemologis berbeda, maka fokus aktivitasnya
pun akan berbeda pula. Pendidikan Sejarah menekankan aktivitasnya pada
pembelajaran, sedang Ilmu Sejarah berfokus pada penelitian. Akhirnya hasil dari semua
proses yang dilakukan oleh Pendidikan Sejarah adalah terbentuknya generasi muda
yang berkesadaran sejarah, yaitu menjadikan pengalaman historis sebagai referensi
dalam menyikapi kehidupan masa kini. Di sisi lain, pergumulan yang dilakukan oleh
Ilmu Sejarah bermuara pada lahirnya historiografi yang memiliki kebenaran ilmiah,
yaitu didukung oleh sumber yang memadai (korespondensi) dan selaras dengan
kebenaran umum (koherensi).
Meskipun berbeda secara hakiki, Pendidikan Sejarah memiliki hubungan yang erat
dengan Ilmu Sejarah. Keeratan hubungan itu terutama pada tahap persiapan
pembelajaran, yaitu di dalam penyusunan bahan ajar. Untuk menanamkan kesadaran
sejarah, Pendidikan Sejarah membutuhkan hasil kajian Ilmu Sejarah yang berupa
historiografi. Apabila dianalogikan dengan sebuah industri, historigrafi merupakan
9
bahan baku. Untuk menjadi barang siap konsumsi, yang dalam Pendidikan Sejarah
dikenal sebagai bahan ajar, bahan baku tersebut harus melalui berbagai tahap
pengolahan. Dengan kata lain, historiografi yang dihasilkan oleh Ilmu Sejarah tidak
layak dan pantas untuk secara langsung dijadikan bahan ajar dalam pembelajaran pada
Pendidikan Sejarah. Dari sudut pandang ini, pengolahan historiografi sebagai bahan
baku untuk menjadi bahan ajar menjadi salah satu kompetensi terhadap metodologi
yang khas dalam Pendidikan Sejarah.
E. Penutup
Esai singkat ini berusaha membuktikan bahwa hakekat Pendidikan Sejarah adalah
jauh berbeda dengan hakekat Ilmu Sejarah, baik itu secara ontologis maupun
epistemologis. Apabila dalam praksis terdapat berbagai kesamaan antar keduanya, lebih
merupakan salah jalan, terutama dari pihak Pendidikan Sejarah.
Berbagai dampak negatif dari krisis identitas keilmuan Pendidikan Sejarah perlu
disikapi dengan rasional dan dewasa. Akan lebih baik apabila hal tersebut dijadikan
momentum untuk melakukan refleksi kritis terhadap berbagai keputusan akademis yang
pernah dilakukan. Kembali ke titik nol, yaitu pada landasan filosofis Pendidikan
Sejarah, yang menjadi fokus esai ini, diharapkan mampu melatuk semua pihak,
terkhususnya teman-teman seperjuangan di Pendidikan Sejarah di Unindra untuk
berefleksi, melakukan diskursus dan pembenahan bagi masa depan bersama yang lebih
baik. Mengingat seiring perkembangan zaman yang cenderung kompetitif, maka
Pendidikan Sejarah perlu mencari rumusan kompetensi dasar dan indikator yang secara
tepat menggambarkan ketercapaian penanaman dan pengembangan kesadaran sejarah.
Istilah-istilah seperti “mendeskripsikan”, “menjelaskan”, “menganalisis”, dan
sebagainya yang selama ini umum digunakan rasanya kurang applicable untuk
mengukur penggunaan pengalaman historis sebagai referensi peserta didik dalam
menghadapi permasalahan hidup mereka saat ini. Istilah-istilah itu lebih cocok untuk
dijadikan kompetensi dalam eksplanasi peristiwa sejarah yang menjadi subyek kajian
Ilmu Sejarah.
Semoga dengan pemahaman yang mendalam tentang Pendidikan Sejarah ini akan
membantu kami khususnya dan teman-teman seperjuangan pada umumnya dalam
membina diri dan menimba ilmu Pendidikan Sejarah dengan benar dan tepat serta
memiliki rasa kebanggaan akan bidang studi yang ditempuh. Mengingat Sejarah juga
memiliki peran yang cukup besar dalam memanusiakan manusia disamping disiplin
ilmu lainnya. Sehingga jargon “apa yang kita pelajari dari sejarah adalah kita benar-
benar tidak belajar darinya” dapat kita hilangkan sedikit demi sedikit dengan
kemampuan kita dalam menjadikan sejarah sebagai materi Pendidikan dengan baik dan
benar. Wallahu ‘alam bish-shawab.
10
DAFTAR RUJUKAN
Hasan, S. Hamid. 2014. Pendidikan Sejarah Untuk Memperkuat Pendidikan Karakter.
Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
______________. 2013. Problmatika Pendidikan Sejarah. Bandung: FPIPS Universitas
Pendidikan Indonesia.
Hasbullah. 2012. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Madjied, M. Dien & Johan Wahyudi. 2014. Ilmu Sejarah; sebuah Pengantar. Jakarta:
Kencana.
Magdalia Alfian, dalam Jurnal Ilmiah Kependidikan, Vol. III, No. 2. (Maret 2011).
Pendidikan Sejarah dan Permasalahan yang Dihadapi.
Purwanta. Hakikat Pendidikan Sejarah.
Suswandari, dalam Jurnal Cakrawala Pendidikan, Februari 2010, Th. XXIX, No. 1.
Paradigma Pendidikan Sejarah dalam Menghadapi Tantangan Masa Depan. Jakarta:
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Jakarta.
Tirtarahardja, Umar & S. L. La Sulo. 2010. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Jakarta, 7 Desember 2015
Arif Saifudin & Wahyu Afrizal