MENGENAL PENDIDIKAN SEJARAH

10
1 MENGENAL PENDIDIKAN SEJARAH Oleh: Arif Saifudin & Wahyu Afrizal Abstraksi: Dalam esai sederhana ini, kami ingin mencoba untuk menuangkan gagasan secara murni tentang hakikat Pendidikan Sejarah. Pendidikan Sejarah yang notabene berada di bawah naungan Fakultas Pendidikan, tentu sedikit banyak memiliki karakteristik yang berbeda dengan Ilmu Sejarah yang di banyak tempat selalu ada dalam milieu Fakultas Budaya ataupun Fakultas Ilmu Sosial. Secara epistemologis, Pendidikan Sejarah mengarah pada penanaman kesadaran sejarah bagi manusia, sementara Ilmu Sejarah berupaya untuk mengeksplanasi peristiwa-peristiwa masa lampau dengan kaidah-kaidah keilmuan. Itu artinya, Pendidikan Sejarah memiliki perbedaan dengan Ilmu Sejarah dalam beberapa hal. A. Latar Belakang Pertengahan tahun 2014, merupakan masa dimana kami mendaftarkan diri sebagai mahasiswa di Unindra, tanpa proses yang berbelit-belit, kami pun diterima menjadi mahasiswa di Perguruan Tinggi Swasta tersebut. Entah itu dalam keadaan sadar ataupun tidak, kami memilih program studi Pendidikan Sejarah, dimana bidang tersebut merupakan sesuatu yang asing, bahkan tak pernah melintas dalam benak kami bahwa bidang tersebut akan mewarnai agenda kami dalam memasuki pergulatan di kancah keilmuan. Akibatnya, segudang pertanyaan pun menghampiri dan selalu membuntuti pikiran manakala hendak berangkat kuliah. Urgensi mengetahui dan memahami tujuan ketika hendak melakukan sesuatu merupakan hal yang tak bisa dihindari. Oleh karena itu, mencari dan menggali jawaban tentang apa, mengapa, dan bagaimana itu Pendidikan Sejarah adalah sebuah misteri yang harus dipecahkan. Ibarat seorang nahkoda yang tak sadar sudah memegang kendali kapal dan telah meninggalkan garis pantai, tempat dimana ia sedang berlayar bukanlah perkara penting, tetapi untuk apa dan kemana harus bermuara lah yang seyogianya ia perhatikan dan tekankan. Bagaimanapun juga, memikirkan dengan sungguh-sungguh eksistensi Pendidikan Sejarah dan Ilmu Sejarah adalah sebuah urgensi bilamana tak ingin memiliki nasib yang sama dengan kelopak bunga yang berguguran di bawa oleh angin kemanapun angin ingin bertiup.

description

Mengenal Pendidikan Sejarah

Transcript of MENGENAL PENDIDIKAN SEJARAH

Page 1: MENGENAL PENDIDIKAN SEJARAH

1

MENGENAL PENDIDIKAN SEJARAH

Oleh: Arif Saifudin & Wahyu Afrizal

Abstraksi:

Dalam esai sederhana ini, kami ingin mencoba untuk menuangkan

gagasan secara murni tentang hakikat Pendidikan Sejarah.

Pendidikan Sejarah yang notabene berada di bawah naungan

Fakultas Pendidikan, tentu sedikit banyak memiliki karakteristik yang

berbeda dengan Ilmu Sejarah yang di banyak tempat selalu ada

dalam milieu Fakultas Budaya ataupun Fakultas Ilmu Sosial. Secara

epistemologis, Pendidikan Sejarah mengarah pada penanaman

kesadaran sejarah bagi manusia, sementara Ilmu Sejarah berupaya

untuk mengeksplanasi peristiwa-peristiwa masa lampau dengan

kaidah-kaidah keilmuan. Itu artinya, Pendidikan Sejarah memiliki

perbedaan dengan Ilmu Sejarah dalam beberapa hal.

A. Latar Belakang

Pertengahan tahun 2014, merupakan masa dimana kami mendaftarkan diri sebagai

mahasiswa di Unindra, tanpa proses yang berbelit-belit, kami pun diterima menjadi

mahasiswa di Perguruan Tinggi Swasta tersebut. Entah itu dalam keadaan sadar ataupun

tidak, kami memilih program studi Pendidikan Sejarah, dimana bidang tersebut

merupakan sesuatu yang asing, bahkan tak pernah melintas dalam benak kami bahwa

bidang tersebut akan mewarnai agenda kami dalam memasuki pergulatan di kancah

keilmuan.

Akibatnya, segudang pertanyaan pun menghampiri dan selalu membuntuti pikiran

manakala hendak berangkat kuliah. Urgensi mengetahui dan memahami tujuan ketika

hendak melakukan sesuatu merupakan hal yang tak bisa dihindari. Oleh karena itu,

mencari dan menggali jawaban tentang apa, mengapa, dan bagaimana itu Pendidikan

Sejarah adalah sebuah misteri yang harus dipecahkan. Ibarat seorang nahkoda yang tak

sadar sudah memegang kendali kapal dan telah meninggalkan garis pantai, tempat

dimana ia sedang berlayar bukanlah perkara penting, tetapi untuk apa dan kemana harus

bermuara lah yang seyogianya ia perhatikan dan tekankan.

Bagaimanapun juga, memikirkan dengan sungguh-sungguh eksistensi Pendidikan

Sejarah dan Ilmu Sejarah adalah sebuah urgensi bilamana tak ingin memiliki nasib yang

sama dengan kelopak bunga yang berguguran di bawa oleh angin kemanapun angin

ingin bertiup.

Page 2: MENGENAL PENDIDIKAN SEJARAH

2

Bila di lihat secara sepintas, keduanya memang berbeda. Apabila memang

berbeda, maka sudah layak dan sepantasnya masing-masing berjalan sendiri-sendiri.

Akan tetapi, apabila antar keduanya memiliki banyak persamaan, maka perlu untuk

menyatukannya. Meskipun demikian, keputusan penyatuan atau pemisahan tersebut

perlu pengkajian secara mendalam, terutama tentang persamaan yang terdapat dalam

tataran praksis pada Pendidikan Sejarah dan Ilmu Sejarah. Paling tidak, ada dua

kemungkinan terjadinya berbagai persamaan antara prodi Pendidikan Sejarah dengan

Ilmu Sejarah. Pertama adalah bahwa keduanya sebenarnya memiliki kodrat yang

sungguh berbeda. Persamaan yang ada diantara keduanya lebih merupakan akibat

terjadinya salah jalan pada salah satu prodi. Bila itu terjadi, maka prodi Pendidikan

Sejarah lah yang berpeluang besar menelusuri jalan yang salah tersebut. Kedua, pada

hakekatnya prodi Pendidikan Sejarah dan Ilmu Sejarah memang dikodratkan memiliki

banyak persamaan dari sejak awalnya.

Apabila mampu dibuktikan akan adanya perbedaan yang signifikan antara mata

kuliah yang ada pada bidang studi di Pendidikan Sejarah dengan yang diajarkan di Ilmu

Sejarah, maka pembelajaran dalam pendidikan keguruan seharusnya diberlakukan

secara integratif dengan semua perkuliahan, atau yang dikenal sebagai model bersamaan

(concurrent) dan bukan berurutan (consecutive).

Diperlukan bukti yang kuat untuk mendukung pendapat bahwa pendidikan

keguruan di Indonesia dewasa ini menggunakan model concurrent. Dari sudut pandang

ini, pertanyaannya adalah, adakah perbedaan esensial yang terkait pada isi antara mata

kuliah Metodologi Sejarah, Sejarah Asia Selatan, Sejarah Eropa dan sebagainya antara

yang diajarkan di Pendidikan Sejarah dengan yang terdapat di Ilmu Sejarah?

Dilihat dari silabus antara mata kuliah yang sama atau sejenis, sulit untuk

mengatakan bahwa antara Pendidikan Sejarah dan Ilmu Sejarah terdapat perbedaan

esensial yang signifikan. Sebagai gambarannya adalah mata kuliah Sejarah Indonesia I

(Klasik) dalam program studi Ilmu Sejarah dibawah ini.

Tujuan: Mahasiswa mampu memahami tahap-tahap perkembangan kebudayaan

masyarakat Indonesia periode klasik, karakteristik setiap tahap, kontiunitas,

perubahan antar tahap, dan kebudayaan yang dihasilkannya dalam setiap tahap,

serta implikasinya pada konteks kekinian.

Cakupan:

1. Sumber-sumber Sejarah Indonesia

2. Periodisasi dan Kronologi Sejarah Indonesia Klasik

3. Zaman Praaksara Indonesia

4. Masa Akhir Zaman Praaksara dan Awal Zaman Hindu-Buddha

5. Zaman Hindu-Buddha

Page 3: MENGENAL PENDIDIKAN SEJARAH

3

Adapun mata kuliah Sejarah Indonesia I (Klasik) dalam program studi Pendidikan

Sejarah, silabusnya adalah sebagai berikut,

Dari kedua silabus tersebut, nampak bahwa format yang digunakan oleh

Pendidikan Sejarah jauh lebih baik, karena sesuai dengan tingkat satuan dan disusun

dengan berlandaskan pada kompetensi. Akan tetapi, apabila dicermati lebih mendalam,

secara esensial kedua silabus tersebut sama, yaitu mengembangkan kemampuan peserta

didik dalam menyusun eksplanasi (menjelaskan) sejarah Indonesia I (Klasik).

Permasalahannya adalah, apakah berbagai kesamaan tersebut merupakan

kehendak dari Pendidikan Sejarah sebagai cabang ilmu pengetahuan atau sekadar salah

diagnosis yang terjadi pada prodi Pendidikan Sejarah? Apabila mata kuliah yang

disusun dalam kurikulum sungguh-sungguh telah sesuai dengan tanggungjawab

keilmuan Pendidikan Sejarah, berarti hubungan antara Ilmu Sejarah dengan Pendidikan

Sejarah adalah dikodratkan bagaikan ibu dan anak.

Posisi sebagai adaptasi Ilmu Sejarah untuk tujuan pendidikan, secara implisit

mengharuskan pendidikan keguruan menggunakan model concurrent. Realitas yang

berlangsung dalam tataran praksis selama ini lebih mencerminkan bahwa proses

pendidikan keguruan menggunakan model consecutive, yaitu dimulai dengan

penguasaan disiplin ilmu tertentu sesuai dengan disiplin ilmu yang dikehendaki, lalu

ditambah (plug-in) penguasaan kemampuan ilmu kependidikan.

MATERI PEMBELAJARAN KOMPETENSI

Sumber-sumber Sejarah Indonesia Mendeskripsikan, menganalisis, dan menyimpulkan

berbagai sumber sejarah Indonesia.

Periodisasi dan Kronologi Sejarah

Indonesia Klasik

Mendeskripsikan, menganalisis, dan menyimpulkan

konsep periodisasi dan kronologi sejarah Indonesia

Klasik.

Zaman Praaksara Indonesia Menganalisis, menjelaskan, dan menyimpulkan

kebudayaan bangsa Indonesia zaman praaksara.

Masa Akhir Zaman Praaksara dan

Awal Zaman Hindu Buddha

Menganalisis dan menjelaskan akhir zaman praaksara

dan latar belakang kedatangan Hindu-Buddha di

Indonesia.

Zaman Hindu Buddha

Menganalisis, menjelaskan, dan menyimpulkan

kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Budha

(tumbuh-kembang-runtuh) dan pengaruhnya dalam

berbagai aspek.

Page 4: MENGENAL PENDIDIKAN SEJARAH

4

Dalam kondisi semacam itu, Pendidikan Sejarah akan selalu berada dalam posisi

tergantung atau bahkan terhanyut dalam dinamika perkembangan Ilmu Sejarah. Contoh

yang paling mudah adalah terdapatnya mata kuliah Pengantar Ilmu Sejarah. Mata kuliah

itu sangat penting bagi mahasiswa Ilmu Sejarah, karena di dalamnya dikaji tentang

hakekat dan kedudukan ilmu sejarah diantara ilmu-ilmu sosial dan humaniora lainnya.

Akan tetapi, akan menyedihkan apabila mata kuliah tersebut menjadi kurikulum inti

Pendidikan Sejarah. Peserta didik pada Pendidikan Sejarah akan memahami dengan

sangat baik hakikat dan kedudukan Ilmu Sejarah, sebaliknya sama sekali buta tentang

hakekat dan kedudukan Pendidikan Sejarah.

Ketergantungan dan keterhanyutan akan menjadikan Pendidikan Sejarah selalu

berada dalam krisis, terutama adalah krisis identitas keilmuan. Dia tidak tahu siapa

dirinya dan apa tanggungjawab atau tugasnya. Kondisi semacam ini cukup

memprihatinkan, tidak hanya bagi keberlangsungan Pendidikan Sejarah itu sendiri,

tetapi juga bagi generasi muda Indonesia pada umumnya.

Mungkinkah krisis yang menimpa Pendidikan Sejarah dapat diatasi? Untuk tetap

eksis, tentu jawabnya harus mungkin. Permasalahan berikutnya adalah bagaimana cara

atau jalan yang harus ditempuh untuk mengatasi krisis dengan cepat dan tepat. Salah

satu langkah yang akan menjadi fokus tulisan ini adalah kembali ke titik nol, yaitu

dengan melakukan refleksi tentang pengertian Pendidikan Sejarah. Refleksi dan

redefinisi itu sangat penting bagi keberlanjutan Pendidikan Sejarah, karena dari sanalah

sumber eksistensi dirinya dalam dinamika ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini.

Hanya melalui langkah positioning dan pengambilan peran secara bertanggungjawablah

identitas dari Pendidikan Sejarah tidak akan kabur.

B. Redefinisi Pendidikan Sejarah

Setiap ilmu memiliki karakteristik yang unik. Berdasarkan karakteristiknya

tersebut, ilmu pengetahuan dapat dibagi ke dalam tiga kelompok besar, yaitu ilmu-ilmu

alam, ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Ilmu-ilmu alam menempatkan benda-benda dan

fenomena alam sebagai kajian dengan tujuan untuk menemukan hukum-hukumnya,

sehingga manusia bisa menembus wilayah-wilayah gelap pada fenomena alam serta

dapat memanipulasinya demi peningkatan kenyamanan hidup. Ilmu-ilmu sosial dan

humaniora memiliki subyek kajian yang sama, yaitu manusia. Perbedaannya, ilmu-ilmu

sosial lebih fokus pada perilaku manusia, baik sebagai individu maupun sosial. Secara

epistemologis, ilmu-ilmu sosial berusaha untuk menemukan pola dan hukum perilaku

manusia. Berbeda dengan itu, humaniora berusaha memahami aspek kemanusiaan dari

manusia dan mengembangkannya agar menjadi pribadi yang utuh.

Pendidikan sebagai salah satu bagian dari Humaniora merupakan ilmu yang

berusaha mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik,

Page 5: MENGENAL PENDIDIKAN SEJARAH

5

potensi cipta, rasa, maupun karsanya. Potensi manusia merupakan benih kemungkinan

untuk menjadi manusia. Ibarat biji mangga, bagaimanapun wujudnya, bila ditanam

dengan baik, melewati proses perawatan yang baik pula, serta penempatan pada

lingkungan alam yang mendukung, maka pastilah akan tumbuh menjadi pohon mangga

yang utuh, dan sangat tidak mungkin tumbuh menjadi pohon pisang.

Manusia yang utuh ialah manusia yang mampu mengoptimalkan segala

potensinya. Pola pikir, pola sikap, dan pola tindak harus selaras serta musti ditempatkan

secara proporsional. Maka dari itu, pendidikan merupakan sebuah upaya untuk

memanusiakan manusia. Melalui paradigma tersebut, sejarah dituntut untuk mampu

berperan dalam usaha memanusiakan manusia.

Sejarah, sebagai sebuah disiplin ilmu yang otonom mengandung banyak sekali

nilai-nilai edukatif. Sejalan dengan manfaatnya yang begitu signifikan dalam dunia

pendidikan, maka internalisasi dari nilai-nilai kesejarahan (historical value) tersebut

tidak akan dapat berjalan dengan apik bila tidak dijadikan sebagai sarana pendidikan.

Sebuah pepatah mengatakan, bahwa hidup bagaikan roda yang berputar, kadang di

atas dan kadang di bawah. Ketika menuju ke atas disebut berkembang atau maju,

sedang ketika menuju ke bawah disebut merosot atau terpuruk. Kemerosotan yang

terjadi secara tiba-tiba dan menyentak dapat membuat keberadaan manusia mengalami

keterlarutan dalam kehidupan yang demikian itu. Dalam situasi seperti itulah

keberadaan mulai mengakrabi suara hati nurani terutama yang berkaitan dengan

perasaan yang paling mendasar; terasing, cemas dan rasa takut. Pendidikan Sejarah,

dalam konteks ini, merupakan proses pengembangan kesadaran diri peserta didik, tanpa

harus mengalami sendiri pahitnya penderitaan, ketersingkiran, keterbuangan dan

ketertekanan. Dengan kata lain, Pendidikan Sejarah sebagai bagian dari ilmu

pendidikan, secara formal memiliki subyek kajian manusia, yaitu manusia utuh yang

berkesadaran akan eksistensinya.

Mempelajari sejarah merupakan perwujudan dari tanggung jawab manusia akan

hal-hal yang telah dilakukannya serta keinginan untuk dapat hidup lebih mulia di masa

selanjutnya. Rasa tanggung jawab ini antara lain terhadap dirinya sendiri, masyarakat

serta bangsanya dan juga yang lebih intim, yaitu kepada Sang Maha Pencipta selaku

pihak yang mengadakan keberadaannya. Pengabaian akan sejarah akan mengakibatkan

amnesia kelampauan yang diikuti kehilangan identitas diri. Tidaklah mampu seseorang

yang mengalami krisis identitas dapat membangun dan mengupayakan kehidupannya

menjadi lebih baik kedepannya. Ia tidak akan pernah menjadi pelopor, melainkan hanya

menjadi pengekor, latah, dan ikut-ikutan tanpa memahami apa yang sedang

dilakukannya.

Alangkah meruginya jika manusia tak mampu mengambil hikmah dari peristiwa

sejarah. Padahal, sifat sejarah itu unik dan hanya terjadi sekali. Kegagalan manusia

Page 6: MENGENAL PENDIDIKAN SEJARAH

6

memetik hikmah dari setiap peristiwa masa lampau akan berujung pada penyesalan.

Ada perumpamaan yang menyebutkan bahwa seekor keledai tak akan mau terperosok

pada lubang yang sama dua kali. Sebagaimana kita maklumi, keledai sering

diasosiasikan sebagai simbol dari kebodohan, oleh karena hidupnya selalu memikul

beban. Manusia yang mengulang-ulang kesalahan yang sama karena gagal mengambil

pelajaran dari sejarah tentu lebih bodoh daripada keledai. Tragis.

Masa kini merupakan konsekuensi dari masa lalu. Manusia tidak akan mungkin

mengerti masa kini tanpa mengetahui masa lalu. Karena tidak ada peristiwa yang berdiri

sendiri terlepas dari masa lalunya. Keberadaan dari Universitas Indraprasta misalnya,

diselenggarakannya institusi pendidikan tersebut memiliki tujuan tertentu. Kapan,

mengapa, dan bagaimana Unindra itu ada dan tetap bertahan sampai sekarang, tentu

memiliki sebuah jawaban yang cukup berarti dan relevan dalam memberikan stimulus

akan proses internalisasi oleh setiap anggotanya guna bekerja sama dan bahu-membahu

untuk meraih tujuannya.

Historisitas manusia merupakan suatu kekhasan sekaligus sebagai pembeda dari

makhluk lainnya. Tak ada manusia yang mempu melepaskan diri dari sejarah dirinya

dan masyarakatnya, kecuali orang yang lupa ingatan. Sejarah dapat mengajar man of

action (manusia pelaku) tentang bagaimana orang lain bertindak dalam keadaan-

keadaan khusus, pilihan-pilihan yang dibuatnya, dan tentang keberhasilan dan

kegagalan mereka. Tanpa mengenal sejarah, seseorang akan kehilangan arah dan acuan

dalam melaksanakan kebijaksanaannya. Karena sejarah adalah jembatan penghubung

masa silam dan masa kini, dan sebagai petunjuk arah ke masa depan.

Berangkat dari betapa urgennya sejarah bagi kehidupan manusia, perlu kiranya

dan bahkan harus menjadikan sejarah sebagai salah satu dari materi dalam proses

pendidikan. Lantas, apa istilah yang tepat untuk digunakan dalam memahami hakikat

dari Pendidikan Sejarah?

Secara sederhana, Pendidikan Sejarah merupakan hasil pengembangan,

penyederhanaan, dan adaptasi Ilmu Sejarah untuk tujuan pendidikan. Hubungan

semacam itu mengingatkan pada definisi Ilmu Pengetahuan Sosial yang dipakai di

Indonesia, yaitu sebagai penyederhanaan atau adaptasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan

humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara

ilmiah dan pedagogis atau psikologis untuk tujuan pendidikan. Dengan kata lain,

Pendidikan Sejarah adalah Disiplin ilmu yang berusaha untuk mengembangkan

dan menempatkan potensi kemanusiaan secara proporsional melalui

internalisasi nilai-nilai kesajarahan.

Page 7: MENGENAL PENDIDIKAN SEJARAH

7

C. Tanggung Jawab Pendidikan Sejarah

Aspek kesadaran manusia yang menjadi tanggungjawab Pendidikan Sejarah

dirumuskan sebagai penanaman dan pengembangan kesadaran sejarah dalam diri

peserta didik. Kesadaran sejarah dapat diartikan sebagai kemampuan mental dalam

menginternalisasi dan memanfaatkan secara reflektif pengalaman historis untuk

memahami dan menyikapi secara kritis berbagai fenomena yang dihadapi pada masa

kini. Dengan demikian, pengalaman historis yang terjadi pada masa lampau diposisikan

sebagai referensi penting untuk menyikapi kehidupan masa kini guna menatap dan

merencanakan masa depan.

Sebagai mahluk yang hidup dan dibentuk dalam sejarah, pemahaman manusia

tidak bisa lepas dari sejarah. Untuk memahami teks, peristiwa, situasi dan keadaan yang

ada pada masa kininya, manusia tidak berangkat dari ruang yang hampa. Dalam dirinya

telah ada pengetahuan dan kesadaran sejarah yang mempengaruhi, bahkan menentukan

manusia dalam memaknai sesuatu. Pengaruh tersebut dapat bersifat positif maupun

negatif.

Secara positif, kesadaran sejarah akan membantu dan mempertajam manusia

dalam menjalani kehidupannya di masa kini, baik dalam pengertian kepekaan nurani

maupun kemanusiaannya. Sementara secara negatif, kesadaran sejarah akan

menghambat dan menghalangi berbagai inovasi kreatif, terutama inovasi yang tidak

sesuai dengan alur pengalaman historisnya, akan tetapi, dampak negatif tersebut sangat

mudah untuk diminimalisir. Apabila ditempatkan secara proporsional, maka dampak

negatif tersebut tentu lambat laun akan memudar.

Mata pelajaran Sejarah memiliki arti strategis dalam pembentukan watak dan

peradaban bangsa yang bermartabat serta dalam pembentukan manusia Indonesia yang

memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Dengan karakter materi yang dinyatakan

dalam Peraturan Mendiknas, pendidikan sejarah, baik sebagai bagian IPS mau pun

sebagai mata pelajaran merupakan salah satu mata pelajaran yang memiliki potensi

besar dalam mengembangkan pendidikan karakter. Meski pun program sejarah

merupakan salah satu bagian dari orkestra pendidikan karakter, materi pendidikan

sejarah yang khas dan penuh dengan nilai memiliki potensi kuat untuk memperkenalkan

kepada peserta didik tentang bangsa dan aspirasinya di masa lampau. Melalui pelajaran

sejarah peserta didik dapat melakukan kajian mengenai apa dan bila, mengapa,

bagaimana, serta akibat apa yang timbul dari jawaban masyarakat bangsa di masa

lampau tersebut terhadap tantangan yang mereka hadapi serta dampaknya bagi

kehidupan pada masa sesudah peristiwa itu dan masa kini. Materi pendidikan sejarah

dituntut untuk mampu mengembangkan potensi peserta didik untuk mengenal nilai-nilai

bangsa yang diperjuangkan pada masa lalu, dipertahankan dan disesuaikan untuk

kehidupan masa kini, dan dikembangkan lebih lanjut untuk kehidupan masa depan.

Bangsa Indonesia masa kini beserta seluruh nilai dan kehidupan yang terjadi adalah

Page 8: MENGENAL PENDIDIKAN SEJARAH

8

hasil perjuangan bangsa pada masa lalu dan akan menjadi modal untuk perjuangan

kehidupan di masa mendatang.

D. Membandingkan Pendidikan Sejarah dan Ilmu Sejarah

Komponen Pendidikan Sejarah Ilmu Sejarah

Subjek kajian Kemanusiaan manusia Peristiwa di masa lampau

Tujuan Menanamkan dan mengembangkan

kesadaran sejarah

Menjelaskan (eksplanasi) peristiwa

yang terjadi di masa lampau

Cara mencapai

tujuan Pembelajaran Penelitian

Hasil Generasi muda yang berkesadaran

sejarah Historiografi yang ilmiah

Dari tabel di atas tampak bahwa pada hakekatnya Pendidikan Sejarah berbeda

dengan Ilmu Sejarah. Pendidikan Sejarah memiliki subjek kajian kemanusiaan manusia.

Sedangkan Ilmu Sejarah menempatkan peristiwa yang pernah terjadi di masa lampau

sebagai subjek kajian. Perbedaan juga dapat dilihat dari aspek epistemologi masing-

masing disiplin ilmu ini. Pendidikan Sejarah bertujuan untuk menanamkan dan

mengembangkan kesadaran sejarah dalam diri generasi muda, sedang Ilmu Sejarah

bertujuan untuk menyusun eksplanasi (penjelasan) tentang peristiwa sejarah yang terjadi

di masa lampau. Oleh karena secara epistemologis berbeda, maka fokus aktivitasnya

pun akan berbeda pula. Pendidikan Sejarah menekankan aktivitasnya pada

pembelajaran, sedang Ilmu Sejarah berfokus pada penelitian. Akhirnya hasil dari semua

proses yang dilakukan oleh Pendidikan Sejarah adalah terbentuknya generasi muda

yang berkesadaran sejarah, yaitu menjadikan pengalaman historis sebagai referensi

dalam menyikapi kehidupan masa kini. Di sisi lain, pergumulan yang dilakukan oleh

Ilmu Sejarah bermuara pada lahirnya historiografi yang memiliki kebenaran ilmiah,

yaitu didukung oleh sumber yang memadai (korespondensi) dan selaras dengan

kebenaran umum (koherensi).

Meskipun berbeda secara hakiki, Pendidikan Sejarah memiliki hubungan yang erat

dengan Ilmu Sejarah. Keeratan hubungan itu terutama pada tahap persiapan

pembelajaran, yaitu di dalam penyusunan bahan ajar. Untuk menanamkan kesadaran

sejarah, Pendidikan Sejarah membutuhkan hasil kajian Ilmu Sejarah yang berupa

historiografi. Apabila dianalogikan dengan sebuah industri, historigrafi merupakan

Page 9: MENGENAL PENDIDIKAN SEJARAH

9

bahan baku. Untuk menjadi barang siap konsumsi, yang dalam Pendidikan Sejarah

dikenal sebagai bahan ajar, bahan baku tersebut harus melalui berbagai tahap

pengolahan. Dengan kata lain, historiografi yang dihasilkan oleh Ilmu Sejarah tidak

layak dan pantas untuk secara langsung dijadikan bahan ajar dalam pembelajaran pada

Pendidikan Sejarah. Dari sudut pandang ini, pengolahan historiografi sebagai bahan

baku untuk menjadi bahan ajar menjadi salah satu kompetensi terhadap metodologi

yang khas dalam Pendidikan Sejarah.

E. Penutup

Esai singkat ini berusaha membuktikan bahwa hakekat Pendidikan Sejarah adalah

jauh berbeda dengan hakekat Ilmu Sejarah, baik itu secara ontologis maupun

epistemologis. Apabila dalam praksis terdapat berbagai kesamaan antar keduanya, lebih

merupakan salah jalan, terutama dari pihak Pendidikan Sejarah.

Berbagai dampak negatif dari krisis identitas keilmuan Pendidikan Sejarah perlu

disikapi dengan rasional dan dewasa. Akan lebih baik apabila hal tersebut dijadikan

momentum untuk melakukan refleksi kritis terhadap berbagai keputusan akademis yang

pernah dilakukan. Kembali ke titik nol, yaitu pada landasan filosofis Pendidikan

Sejarah, yang menjadi fokus esai ini, diharapkan mampu melatuk semua pihak,

terkhususnya teman-teman seperjuangan di Pendidikan Sejarah di Unindra untuk

berefleksi, melakukan diskursus dan pembenahan bagi masa depan bersama yang lebih

baik. Mengingat seiring perkembangan zaman yang cenderung kompetitif, maka

Pendidikan Sejarah perlu mencari rumusan kompetensi dasar dan indikator yang secara

tepat menggambarkan ketercapaian penanaman dan pengembangan kesadaran sejarah.

Istilah-istilah seperti “mendeskripsikan”, “menjelaskan”, “menganalisis”, dan

sebagainya yang selama ini umum digunakan rasanya kurang applicable untuk

mengukur penggunaan pengalaman historis sebagai referensi peserta didik dalam

menghadapi permasalahan hidup mereka saat ini. Istilah-istilah itu lebih cocok untuk

dijadikan kompetensi dalam eksplanasi peristiwa sejarah yang menjadi subyek kajian

Ilmu Sejarah.

Semoga dengan pemahaman yang mendalam tentang Pendidikan Sejarah ini akan

membantu kami khususnya dan teman-teman seperjuangan pada umumnya dalam

membina diri dan menimba ilmu Pendidikan Sejarah dengan benar dan tepat serta

memiliki rasa kebanggaan akan bidang studi yang ditempuh. Mengingat Sejarah juga

memiliki peran yang cukup besar dalam memanusiakan manusia disamping disiplin

ilmu lainnya. Sehingga jargon “apa yang kita pelajari dari sejarah adalah kita benar-

benar tidak belajar darinya” dapat kita hilangkan sedikit demi sedikit dengan

kemampuan kita dalam menjadikan sejarah sebagai materi Pendidikan dengan baik dan

benar. Wallahu ‘alam bish-shawab.

Page 10: MENGENAL PENDIDIKAN SEJARAH

10

DAFTAR RUJUKAN

Hasan, S. Hamid. 2014. Pendidikan Sejarah Untuk Memperkuat Pendidikan Karakter.

Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

______________. 2013. Problmatika Pendidikan Sejarah. Bandung: FPIPS Universitas

Pendidikan Indonesia.

Hasbullah. 2012. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Madjied, M. Dien & Johan Wahyudi. 2014. Ilmu Sejarah; sebuah Pengantar. Jakarta:

Kencana.

Magdalia Alfian, dalam Jurnal Ilmiah Kependidikan, Vol. III, No. 2. (Maret 2011).

Pendidikan Sejarah dan Permasalahan yang Dihadapi.

Purwanta. Hakikat Pendidikan Sejarah.

Suswandari, dalam Jurnal Cakrawala Pendidikan, Februari 2010, Th. XXIX, No. 1.

Paradigma Pendidikan Sejarah dalam Menghadapi Tantangan Masa Depan. Jakarta:

Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Jakarta.

Tirtarahardja, Umar & S. L. La Sulo. 2010. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka

Cipta.

Jakarta, 7 Desember 2015

Arif Saifudin & Wahyu Afrizal