MENGANALISA PANDANGAN MURID KRISTEN DI SMA NEGERI 5 …
Transcript of MENGANALISA PANDANGAN MURID KRISTEN DI SMA NEGERI 5 …
i
MENGANALISA PANDANGAN MURID KRISTEN
DI SMA NEGERI 5 KUPANG TERHADAP PERBEDAAN AGAMA
MENURUT EMMANUEL LEVINAS
Oleh,
Agriyan Reksy Manafe
712015035
TUGAS AKHIR
Diajukan kepada Program Studi: Ilmu Teologi, Fakultas: Teologi
guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk gelar Sarjana Sains Teologi
(S.Si-Teol)
Program Studi Ilmu Teologi
FAKULTAS TEOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2020
ii
iii
iv
v
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
atas kasih karunia dan anugerah-Nya yang tak-terhingga sehingga penulis dapat
menyelesaikan keseluruhan Tugas Akhir dengan judul “Menganalisa Pandangan
Murid Kristen di SMA Negeri 5 Kupang Terhadap Perbedaan Agama Menurut
Emmanuel Levinas”, sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sains
Teologi (S.Si-Teol) di Fakultas Teologi, Universitas Kristen Satya Wacana.
Penulis berharap bahwa Tugas Akhir ini dapat memberikan sumbangsih
dalam menentukan sikap dan perilaku masyarakat dalam menghargai dan
menghormati orang lain yang berbeda agama. Teori filsafat Emmanuel Levinas
yang dipakai oleh Penulis, kiranya menjadi suatu cara baru dalam memahami dan
bersikap toleransi terhadap Sang Liyan.
Penulis juga menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam
penulisan Tugas Akhir ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan dukungan dan
sumbangsih pemikiran berupa saran dan kritik yang membangun dari semua
pihak. Terimakasih. Tuhan Yesus Kristus senantiasa memberkati.
Penulis,
Agriyan Reksy Manafe
vii
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis menyadari bahwa ada begitu banyak orang-orang yang selalu
mendukung penuh kasih sehingga penulis bisa menyelesaikan Tugas Akhir ini
dengan baik. “Aku mengucap syukur kepada Allahku setiap kali aku mengingat
kamu. Dan setiap kali aku berdoa untuk kamu semua, aku selalu berdoa dengan
sukacita (Filipi 1:3-4).” Oleh karena itu, dengan doa dan ucapan syukur, penulis
menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. Tuhan Yesus Kristus yang adalah Sahabat dan Guru Agung dengan
rencana-Nya telah menempatkan penulis di Salatiga dan mengikuti segala
kegiatan perkuliahan di Fakultas Teologi, Universitas Kristen Satya
Wacana sampai selesai. Penulis yakin bahwa jika Tuhan sudah
berkehendak, siapa pun tidak bisa melawannya.
2. Yang terkasih, Pdt. Dr. Rama Tulus Pilakoannu dan Pdt. Handri Yonathan,
M.Phil selaku dosen pembimbing yang telah mendidik, mengarahkan, dan
memotivasi dengan penuh sabar dan tulus, sehingga penulis dapat
menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik.
3. Seluruh mahasiswa, dosen, pegawai dan staff tata usaha serta cleanning
service di Fakultas Teologi, yang telah memberikan doa, ilmu, dan
pelayanannya kepada penulis selama berkuliah.
4. Jemaat di GKJ Salatiga Selatan dan BKGS, trimakasih atas doa dan
dukungan serta pengalaman pelayanan kepada penulis ketika menjalani
masa PPL yang sangat berguna bagi pelayanan sebagai seorang Pendeta.
5. Yang Tak-Terhingga, Papa Defris Manafe, Mama Horiana Manafe-Ndoen,
dan Opa Jacob Manafe, yang selalu membisikkan nama penulis setiap hari
dalam doa dan selalu memberikan dukungan dan motivasi dalam
perkuliahan dan kehidupan di perantauan. Kak Morens, Kak Fenty, Adik
Lenda, Kak Leni, Kak Marlon, Kak Deris, Kak Lin dan seluruh keluarga
yang tidak bisa penulis sebut satu per satu, terimakasih yang tak-terhingga
atas doa dan dukungan yang diberikan kepada penulis.
6. Pak Philip, Mama Fice, Kak Putry dan Dessy, atas doa dan dukungan serta
telah menjadi keluarga selama penulis berada di Salatiga.
viii
7. Kedua sahabat sekaligus sodara kontrakan Cemara, Krisharyanto Umbu
Deta dan Roki Ade Boby Panduwal serta tuan kontrakan Ynry Becitha
Timo yang telah mendukung dan memotivasi penulis selama perkuliahan
dan sampai akhir penulisan Tugas Akhir. Sampai jumpa dalam pelayanan
di gereja.
8. Pdt. Emma Margaritha Fay selaku supervisor lapangan PPL X yang sudah
menjadi orang tua bagi penulis selama masa PPL X dan seluruh jemaat di
GMIT Haumenibaki, terimakasih yang tak-terhingga atas doa dan
dukungan yang telah diberikan kepada penulis. Semoga kita bisa bertemu
lagi dan berpelayanan bersama-sama.
9. Seluruh guru dan pegawai serta murid-murid di SMA Negeri 5 Kupang
yang telah bersedia menerima penulis untuk dapat mengumpulkan data
guna penulisan Tugas Akhir. Terkhususnya Pak Eman, Pak Charles dan 15
murid Kristen yang telah menyediakan waktu untuk melakukan
wawancara dengan penulis.
10. Teologi angkatan 2015 yang sudah seperti keluarga di kampus. Trimakasih
atas doa dan dukungan yang diberikan kepada penulis. Kapan kita jalan-
jalan angkatan dan bermain permainan tradisional lagi?
11. Sahabat dan basodara dekat di Salatiga yang selalu kumpul bareng, jalan-
jalan, nonton, makan, terlebih lagi yang main UNO sampai coret-coret
muka lalu selfie dan posting di media sosial. Akhirnya, drama ini telah
selesai gaess!!!!
12. Sahabat tergokil “Salah Fakultas”, grup “Kaki”, “Friendzone”, “Jogja rasa
Kefa”, dan Persekutuan Permata GMIT Salatiga, terimakasih atas
dukungan dan doa yang telah diberikan sampai saat ini. Penulis berdoa
yang terbaik untuk kalian.
13. Kedua sahabat dan sudah menjadi saudari di Kupang, Ega dan Epi.
Trimakasih yang tak-terhingga karena telah mendukung dan memotivasi
penulis sampai detik ini.
14. Seluruh keluarga, saudara, sahabat yang tidak bisa penulis sebutkan satu
per satu, terimakasih atas doa dan dukungan kepada penulis sampai saat
ini. Tuhan Yesus senantiasa memberkati.
ix
MOTTO
“Sesungguhnya Aku menyertai engkau dan Aku akan melindungi engkau, ke
mana pun engkau pergi, dan Aku akan membawa engkau kembali ke negeri
ini, sebab Aku tidak akan meninggalkan engkau, melainkan tetap
melakukan apa yang Kujanjikan kepadamu.”
Kejadian 28:15
“Wajah Tuhan tak dapat ku lukiskan.
Namun, dapat ku gambarkan dengan melihat wajah sesama ku.
Trimakasih karena telah menempa aku menjadi emas.
Eben Haezer: Sampai disini Tuhan menolong.”
Agriyan Reksy Manafe
x
DAFTAR ISI
Halaman Judul …………………………………………………………... i
Lembar Pengesahan ……………………………………………………... ii
Pernyataan Tidak Plagiat ………………………………………………... iii
Pernyataan Persetujuan Akses …………………………………………... iv
Pernyataan Persetujuan Publikasi ……………………………………….. v
Kata Pengantar ………………………………………………………….. vi
Ucapan Terimakasih …………………………………………………….. vii
Motto ……………………………………………………………………. ix
Daftar Isi ………………………………………………………………… x
Abstrak ………………………………………………………………….. xi
1. Pendahuluan …………………………………………………………. 1
2. Sang Liyan Dalam Filsafat Emmanuel Levinas ……………………... 6
3. Hasil Penelitian ………………………………………………………. 10
3.1.Kondisi SMA Negeri 5 Kupang ………………………………… 10
3.2.Arti Kehadiran Orang Lain ……………………………………... 11
3.3.Faktor-Faktor yang Mendasari Murid Kristen dalam Menjalin
Relasi dengan Orang Lain ………………………………………. 12
3.4.Respon Murid Kristen Ketika Berjumpa Dengan Orang Lain
Yang Berbeda Agama …………………………………………... 13
3.5.Pendapat Murid Kristen Mengenai Orang Lain yang Berbeda
Agama yang Bersekolah di SMA Negeri 5 Kupang ……………. 13
3.6.Refleksi Kehadiran Tuhan dalam Perjumpaan dengan Orang
Lain yang Berbeda Agama ……………………………………… 14
4. Analisa ……………………………………………………………….. 15
5. Penutup ………………………………………………………………. 19
Daftar Pustaka …………………………………………………………... 21
1
1. PENDAHULUAN
SMA Negeri 5 Kupang merupakan salah satu sekolah negeri di Kota
Kupang yang memiliki tingkat toleransi keagamaan sangat baik. Peserta didik
yang ada di sekolah ini sangat beragam terkhususnya agama yang dianut. Melalui
data yang didapatkan pada bulan Oktober 2019/2020, jumlah peserta didik
sebanyak 1324 dengan rincian: Kristen 707 orang, Katholik 516 orang, Islam 99
orang, dan Hindu 2 orang.1
Sekolah ini memiliki kegiatan keagamaan yang mewajibkan seluruh
peserta didik untuk beribadah sesuai dengan agamanya setiap hari Jumat setelah
proses belajar-mengajar berakhir. Suasana di SMA Negeri 5 Kupang, dalam
menjalin relasi umatberagama antar peserta didik maupun guru sangat baik.
Dengan kata lain, tidak adanya kasus intoleransi dalam relasi kehidupan antar
murid maupun guru. Hal tersebut didasarkan pada visi dan misi dari sekolah yakni
terwujudnya tamatan yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkarakter,
cerdas dan terampil.2
Kebebasan beragama seperti ini seharusnya menjadi cerminan bagi
masyarakat Indonesia untuk saling menghargai antar sesama yang berbeda agama.
Akan tetapi, di era globalisasi saat ini, agama justru menjadi sebuah propaganda
yang dipakai oleh suatu kalangan tertentu kepada kelompok lain. Beberapa kasus
yang pernah terjadi di Indonesia – seperti yang dilansir oleh CNN Indonesia –
kerusuhan di Tanjungbalai - Sumatera Utara yang berujung dengan dibakarnya
sembilan rumah ibadah (tiga Vihara dan enam Klenteng) pada 30 Juni 2016 dan
konflik yang terjadi di Papua mengenai pembangunan masjid Al-Aqsa yang
dikabarkan mendapatkan penolakan pada bulan Maret 2018. Selain itu, ada juga
beberapa kasus intoleran yang terjadi di sekolah-sekolah. Salah satunya adalah
adanya paham radikal oleh beberapa guru di SMAN 13 Jakarta. Menurut Retno
Lisyarti mengakui adanya guru-guru yang bersikap intoleran bahkan menolak
1 Arsip jumlah siswa SMA Negeri 5 Kupang. Kelas X, XI, XII. Tahun Ajaran
2019/2020. 2 http://sman5kupang.sch.id/tentang-kami/visi-dan-misi.html, Diakses pada 14
November 2019, Pukul 22.04 WIB.
2
menyanyikan lagu Indonesia Raya dalam sebuah acara.3 Kasus-kasus ini
merupakan beberapa contoh dari sekian banyak kasus yang terjadi di Indonesia.
Penyebab dari kasus-kasus seperti itu salah satunya adalah pengakuan dari
suatu agama yang paling benar sementara agama lain sudah pasti salah (egoisme).
Akibatnya adalah eksistensi dari agama lain dianggap sebagai musuh4 serta
dengan mudahnya seseorang dapat menyebut orang lain sebagai kafir. Maka tidak
mengherankan toleransi antar sesama yang berbeda agama mulai luntur.
Diskriminasi dan penindasan pun terjadi serta meniadakan subjektifitas orang lain.
Dampak yang lainnya adalah sikap individualisme menjadi sebuah
kebiasaan masyarakat di masa kini karena manusia sering meniadakan
keberagaman individu yang lain. Hal inilah yang akan menimbulkan konflik antar
sesama dalam suku, agama, dan lain-lain. Konflik-konflik yang sudah terjadi di
dalam kehidupan manusia seharusnya mau menyadarkan setiap individu untuk
merefleksikan dirinya di hadapan Tuhan dan sesama.
Manusia harus bisa memahami dirinya sebagai makhluk sosial yang saling
membutuhkan. Peran sesama sangat penting bagi kehidupan manusia agar bisa
memenuhi kebutuhan hidupnya. Bukanlah sebagai musuh atau neraka seperti yang
digambarkan seorang filsuf Jean Paul-Sartre. Sebagai contoh, seorang tukang
bangunan tidak dapat membangun sebuah rumah. Pastinya dia membutuhkan
orang lain untuk bersama membangun rumah.
Oleh karena itu, dibutuhkan suatu cara baru dalam menghargai dan
memandang kehadiran orang lain dengan berbagai latar belakang terkhususnya
agama. Hal tersebut dikarenakan sudah banyak pembahasan mengenai perbedaan
agama dengan menggunakan perspektif sosial. Oleh karenaa itu, penulis merujuk
pada salah seorang filsuf yang membahas mengenai makna kehadiran orang lain
(l’autrui atau the other).
3https://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/05/160524_indonesia_su
rvei__toleran, Diakses pada 13 September 2019, Pukul 23:21 WIB. 4 Machasin, Pluralisme, Konflik dan Pendidikan Agama di Indonesia,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), 8.
3
Emmanuel Levinas (1906-1995) adalah salah satu tokoh terbesar dalam
filsafat yang muncul pada abad ke-20. Ia adalah salah satu dari sekian banyak
filsuf yang menyuarakan nilai-nilai kemanusiaan dan mengartikan makna
kehadiran Sang Liyan (the other) dalam kehidupan sehari-hari. Pemikirannya
sangat filosofis-religius karena ia lahir dari keluarga Yahudi, membaca Kitab Suci
Hibrani dan menyukai sastra Pushkin dan Tolstoi.5
Menurut Levinas, orang lain adalah sebuah kenyataan paling mendasar
yang tidak bisa diabaikan atau ditutupi.6Konsep mengenai orang lain menurut
Levinas, tampaknya sangat sulit untuk dilakukan dalam kehidupan bermasyarakat.
Terlebih lagi pada etika tanggung jawab sebagai etika yang paling dasar
cenderung sebagai sebuah makna teoritis dan bukanlah praksis. Hal tersebut
dikarenakan adanya sebuah tekanan mengenaiperbedaan dianggap sebagai sebuah
masalah dalam konflik-konflik yang sering terjadi. Selain itu, makna kehadiran
orang lain dalam konteks keberagaman agama juga dianggap sebagai musuh
sehingga perlu dilawan. Dengan demikian, penulis berusaha untuk meneliti di
SMA Negeri 5 Kupang terkhususnya kepada murid Kristen sebagai generasi
bangsa dalam memandang orang lain yang berbeda agama.
Berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan, penulis merumuskan
satu pokok permasalahan, yaitu bagaimana pandangan murid Kristen di SMA
Negeri 5 Kupang terhadap orang lain yang berbeda agama dalam pandangan
Emmanuel Levinas?
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengenali secara lebih mendalam
bagaimana pemahaman Murid Kristen di SMA Negeri 5 Kupang mengenai orang
lain yang berbeda agama dan relevansinya dalam kehidupan bermasyarakat saat
ini.
5 Frans Magnis-Suseno, 12 Tokoh Etika Abad ke-20, (Yogyakarta: PT Kanisius,
2000), 88.
6 Emmanuel Levinas, Totality and Infinity, trans. Alphonso Lingis, (Pittsburgh:
Duquesne University Press, 1969), 212.
4
Manfaat dari penelitian ini, penulis merumuskan menjadi dua, pertama
manfaat teoritik diharapkan dapat memberi sumbangan gagasan tentang makna
kehadiran orang lain sebagai suatu cara baru dalam konteks keberagaman agama
di Indonesia terkhususnya di sekolah SMA Negeri 5 Kupang. Sedangkan manfaat
praktik dapat digunakan untuk seluruh peserta didik di SMA Negeri 5 Kupang,
dalam menentukan sikap dengan orang lain yang berbeda agama yang bisa
diterapkan di dalam kehidupan sosial bermasyarakat.
Di dalam penulisan ini, metode penelitian yang akan digunakan adalah
pendekatan kualitatif-deskriptif. Menurut Bogdan dan Taylor (1975:5)
mendefinisikan pendekatan kualitatif sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan perilaku yang dapat diamati.7 Pendekatan ini tidak mengisolasikan individu
ke dalam suatu variabel atau hipotesis, melainkan diarahkan pada latar belakang
subjek penelitian untuk memahami suatu fenomena yang dialami oleh individu
secara holistik (menyeluruh). Sedangkan pendekatan deskriptif yaitu pendekatan
yang menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, gejala, ataupun
kelompok tertentu untuk menentukan penyebab suatu frekuensi adanya hubungan
tertentu antara suatu gejala dengan gejala lainnya dalam masyarakat.8
Teknik pengambilan data menggunakan wawancara terbuka. Menurut
Denzin dan Lincoln (1987) mengatakan bahwa pengambilan data dalam
wawancara terbuka dimaksud untuk menelaah dan memahami sikap, pandangan,
perasaan dan perilaku individu atau sekelompok orang.9 Panduan wawancara
(guideline interview) dibuat semi-terstruktur yang berfungsi sebagai parameter,
pedoman, patokan dalam membuat pertanyaan wawancara.10
Dengan demikian
penulis bebas dalam mengajukan pertanyaan berdasarkan tema atau topik yang
dibahas. Wawancara semi-terstruktur juga tidak membatasi jawaban yang
7 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja
Rosadakarya, 2007), 4. 8 D. Engel, Metodologi Penelitian Sosial dan Teologi Kristen, (Salatiga: Widya
Sari, 2005), 21. 9 Moleong, Metodologi, 5.
10 Haris Herdansyah, Wawancara, Observasi dan Focus Groups sebagai
Instrumen Penggalian Data Kualitatif, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2015), 68.
5
diberikan oleh subjek penelitian – yang dalam hal ini murid Kristen di SMA
Negeri 5 Kupang –selama jawaban yang diberikan tidak melebar kearah yang
tidak diperlukan.11
Dengan kata lain, penulis harus dengan teliti mengontrol arah
pembicaraan dengan subjek penelitian sehingga mendapatkan hasil yang
diinginkan untuk dianalisa. Oleh karena itu, penulisan ini akan memberikan hasil
wawancara terhadap murid Kristen secara lebih mendalam dan lengkap yang
dibutuhkan dalam penulisan ini mengenai pemahaman orang lain yang berbeda
agama.
Lokasi penelitian dalam penulisan ini berlokasi di SMA Negeri 5 Kota
Kupang, yang berada di jalan Thamrin No. 7, Oebobo, Kota Kupang. Teknik
pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakanteknik accidental
sampling yaitu teknik yang dalam pengambilan sampelnya tidak ditetapkan
terlebih dahulu namun langsung mengumpulkan data dari unit sampling yang
ditemuinya, setelah jumlahnya mencukupi pengumpulan datanya dihentikan.12
Penulis mengambil lokasi ini karena SMA Negeri 5 Kupang merupakan salah satu
sekolah yang memiliki keberagaman agama dan kegiatan keagamaan yang bersifat
wajib dilakukan oleh seluruh peserta didik. Oleh sebab itu, penulis mau meneliti
lebih dalam pemahaman daripeserta didik terkhususnya murid Kristen terhadap
orang lain yang berbeda agama yang mendapatkan pendidikan yang sama.
Adapun sistematika penulisan adalah sebagai berikut: bagian pertama
berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat teoritik dan
praktik dalam penelitianserta metode penelitian yang menggambarkan secara
umum mengenai penelitian yang akan dilakukan berdasarkan teknik pengambilan
sampel yang sudah ditentukan. Bagian kedua membahas mengenai pemikiran
filsafat Emmanuel Levinas mengenai Sang Liyan. Bagian ketiga membahas
tentang hasil penelitian yang sudah dilakukan di SMA Negeri 5 Kupang terhadap
orang lain yang berbeda agama. Bagian keempat penulis akan melakukan analisa
berdasarkan hasil wawancara dengan menggunakan teori filsafat Emmanuel
Levinas mengenai Sang Liyan. Bagian kelima, berisi kesimpulan.
11
Herdansyah, Wawancara, 66. 12
Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 2015), 166-167.
6
2. SANG LIYAN DALAM FILSAFAT EMMANUEL LEVINAS
Emmanuel Levinas lahir pada tanggal 12 Januari 1906 di Kaunas,
Lithuania yang merupakan sebuah negara yang terletak di benua Eropa bagian
utara di tepian laut Baltik berseberangan dengan Denmark dan Swedia. Ia
merupakan seorang keturunan Yahudi. Dalam kehidupannya, orang tuanya
mendidiknya dengan menggunakan bahasa Rusia dan Ibrani serta belajar tentang
teologi Yahudi. Ia menetap di Lithuania sampai pada tahun 1923 sebelum
berkuliah di Prancis.
Tahun 1923, ia mendaftar di University of Strasbourg di Prancis. Ia mulai
belajar Filsafat di bawah bimbingan Blondel dan Maurice Pradines. Tahun 1928-
1929 ia mengikuti kuliah Husserl di Freiburg dan membaca buku Heidegger
tentang “Being and Time” yang sangat mempengaruhinya dalam memulai filsafat.
Selain Husserl dan Heidegger, pandangan Levinas mengenai etika juga
dipengaruhi oleh seorang pengarang Rusia bernama Dostoyveski. Sementara itu,
filsafat Levinas juga dipengaruhi oleh Immanuel Kant dan Bergson yang
merupakan filsuf terkenal pada saat itu. Tahun 1930, ia pindah dan memperoleh
kewarganegaraan Prancis.
Tahun 1939, Levinas masuk ke dinas militer Prancis untuk menghadapi
Perang Dunia II. Namun, ia menjadi tawanan perang NAZI Jerman pada tahun
1940 yang dipimpin oleh Adolf Hitler sampai akhir perang tahun 1945. Selama ia
menjadi tawanan perang, Levinas melihat seluruh kaum Yahudi – termasuk
keluarganya – dibantai dan dibunuh oleh tentara-tentara Jerman yang pada saat itu
tengah menduduki negara Lithuania. Pengalaman traumatik inilah yang akan
mempengaruhi filsafat Levinas dikemudian hari. Walaupun Levinas merupakan
keturunan Yahudi, ia tidak dapat dibunuh sebab keyahudiannya tidak dapat
diketahui oleh tentara NAZI Jerman.
Setelah melalui masa tahanan pada Perang Dunia II, pada tahun 1947 ia
memulai pengajarannya pada beberapa universitas di Prancis sebagai dosen
filsafat serta menulis berbagai macam buku. Salah satu bukunya yang membuat
dia terkenal adalah Totality and Infinity. Sampai pada tahun 1974, ia masih
7
menerbitkan sebuah buku yang berjudul Autretment qu’etre ou au-dela de
l’essence (Lain Daripada Ada Atau Di Seberang Esensi). Namun, dua tahun
kemudian, ia pensiun dan masih menulis berbagai buku. Ia meninggal dunia pada
tanggal 25 Desember 1995.
Sebelum sampai pada pembahasan paling penting mengenai Sang Liyan
sebagai alat untuk menganalisa pandangan murid Kristen di SMA Negeri 5
Kupang, perlu dipahami beberapa gagasan pokok dalam filsafat Levinas: pertama,
mengenai totalitas. Pada buku Totality and Infinity, Levinas mengarahkan
pandangannya terhadap tradisi filsafat barat yang cenderung menyamaratakan
segala bentuk realitas dalam sebuah kesamaan. Salah satu tokoh filsafat barat
yakni Sokrates berpendapat bahwa orang lain sebagai Alter Ego (Aku Lain).13
Pemahaman seperti itulah membuat Levinas menentang tradisi filsafat barat yang
dianggap sebagai pemikiran totaliter yang menghilangkan keberlainan orang lain.
Menurutnya, jika keberlainan Sang Liyan dihilangkan, maka kehadiran Sang
Liyan akan terancam. Levinas bertolak pada pengalaman traumatik ketika ia
menjadi tawanan perang oleh tentara NAZI di Jerman. Saat itu, ia melihat seluruh
ras Yahudi dibunuh termasuk keluarganya di Lithuania. Kekejaman yang
dilakukan oleh tentara NAZI di Jerman menjadi salah satu contoh bahwa esensi
dan martabat manusia telah dihancurkan.
Berdasarkan pengalaman keji dan pemikiran totaliter filsafat barat,
Levinas berpendapat bahwa Totalitas itu harus didobrak dengan infinity (Yang
Tak Terhingga). Pandangan terhadap Sang Liyan harus dilihat sebagai subjek
yang berbeda dengan aku. Inilah yang menjadi ciri khas dalam pandangan Levinas
yang sangat filosofis-religius. Memandang setiap manusia bukanlah objek karena
tidak dapat ditangkap dalam suatu totalitas. Alam dan keseluruhan realitas lainnya
– kecuali manusia – dapat ditangkap sebagai suatu totalitas. Namun, subjektifitas
Sang Liyan membuatnya menjadi infinity.
13
Emmanuel Levinas, Totality and Infinity – An Essay on Exteriority, trans.
Alphonso Lingis (Pittsburgh: Duquesne University Press, 1969), 44.
8
Kedua, Sang Liyan (the other). Istilah yang biasanya digunakan oleh
Levinas dalam karangan-karangan aslinya menggunakan kata Autre/ui dalam
bahasa Prancis mengandung beberapa makna. Arti dari Autre/ui adalah sesuatu
yang lain dalam cakupan arti yang luas. Berarti Autre/ui bisa menunjuk pada
barang atau orang lain. Namun dalam setiap bukunya, seringkali dia
menggunakan istilah “Exteriority/etranger” (yang asing) bersifat absolut dan
mutlak. Artinya bahwa sesuatu yang lain haruslah berasal dari luar dan tidak
pernah menjadi bagian dari aku sekaligus bahwa keberlainan dari Sang Liyan
harus dipertahankan secara mutlak. Tampaknya, Levinas sangat konsisten
terhadap pemaknaan Sang Liyan sebagai subjek yang berbeda dari aku dan yang
bereksistensi. Sehingga istilah autre/ui yang dipakai Levinas menunjuk pada
manusia yang merupakan subyek yang dapat bereksistensi.
Berdasarkan pemahaman seperti itulah, Levinas memberikan suatu
gambaran yang sangat khas untuk menunjuk pada Sang Liyan, yaitu “wajah”
(face). Wajah yang dimaksudkan adalah bukan sesuatu yang dilihat secara fisik
seperti warna mata, hidung, bibir, dan lain-lain.14
Jika hal tersebut yang
dimaksudkan Levinas, berarti gambaran wajah Sang Liyan tentunya akan sama
seperti wajah yang terdapat pada patung atau mumi. Wajah yang dimaksudkan
adalah situasi ketika aku berhadapan wajah dengan Sang Liyan, maka ia hadir
melalui keberlainannya yang tak bisa aku hindari.15
Dalam wajah itu ia hadir sebagai “telanjang” dan “luhur.” Telanjang,
karena tidak ada sesuatu yang menutupnya.16
Ia tampil apa adanya, tidak ada
sesuatu yang menutupi atau topeng, sehingga menjadi suatu subjek yang sama
sekali berbeda dengan aku. Luhur, karena ia tidak dapat diabaikan atau
dikesampingkan maupun diobjekkan. Pada saat itu ia adalah yang mutlak, yang
tak terhingga (infinity).
14 Emmanuel Levinas, Ethics and Infinity – Conversations with Philippe Nemo,
trans. Richard A. Cohen, (Pittsburgh: Duquesne University Press, 1985), 85-86. 15
Emmanuel Levinas, Time and the Other – and Additional Essay, trans. Richard
A. Cohen, (Pittsburgh: Duquesne University Press, 1987), 78-79. 16
Levinas, Ethics, 86.
9
Ketiga, eksterioritas. Sang Liyan haruslah berada di luar aku, maka untuk
menjumpainya, aku harus keluar dari diriku. Dengan begitu, Sang Liyan akan
membuka suatu transendensi kepada aku. Jadi, Sang Liyan bukanlah sebagai alter
ego yang dikatakan sama seperti tradisi filsafat barat dalam pemahaman Sokrates.
Sang Liyan adalah orang asing (exteriority) yang tak bisa direduksikan atau
menjadi bagian dari aku.
Melalui kehadiran Sang Liyan sebagai orang asing, ia adalah mutlak.
Kemutlakannya membuat aku sama sekali pasif dan tak berdaya terhadapnya.
Artinya, ia tidak dapat dikesampingkan atau dihindari dan tidak ada batasnya.
Karena itu, ketika menghadap Sang Liyan, aku berhadapan dengan Yang Tak
Terhingga (infinity). Dimensi Ilahi muncul ketika aku berhadapan wajah dengan
Sang Liyan. Dengan kata lain bahwa pertemuan wajah mengisyaratkan
keberadaan Tuhan dalam diri Sang Liyan.17
Dengan demikian, dalam kemutlakan
Sang Liyan muncul sesuatu yang melampauinya karena ia adalah makna absolut.
Berdasarkan gagasan pokok filsafat Levinas yang telah dijelaskan,
bahwakehadiran Sang Liyan merupakan subjek yang bereksistensi dalam
keberlainannya. Keberlainannya tidak membuat aku mempermasalahkan
keberagamannya, melainkan membuat aku menghargai dan menghormati
keberlainannya. Disinilah aku diperhadapkan dengan suatu tindakan etis.
Tindakan etis yang dimaksudkan oleh Levinas sangat menekankan pada etika
tanggungjawab terhadap Sang Liyan. Etika tanggungjawab adalah dasar dari
setiap etika yang ada dalam perjumpaan dengan Sang Liyan. Tanggungjawab
yang dimaksud adalah suatu kesadaran yang penuh dan sudah ada sebelum atau
mendahului tindakan. Dengan kata lain, perjumpaan dengan Sang Liyan membuat
aku tidak bisa menguasai, mempengaruhinya dengan caraku ataupun
mengabaikannya sebagai subjek yang bereksistensi.Inilah dasar pemikiran
Levinas mengenai etika tanggungjawab adalah munculnya Sang Liyan melalui
wajahnya. Disinilah aku terikat dengan tanggungjawab untuk melakukan kebaikan
17
Emmanuel Levinas, Of God Who Comes To Mind, trans. Bettina Bergo
(California: Stanford University Press, 1998), 56.
10
dan keadilan (munculnya pihak ketiga dalam sebuah perjumpaan) tanpa ada suatu
alasan.18
Dengan demikian, penulis menyimpulkan bahwa Sang Liyan menurut
Emmanuel Levinas, yaitu: pertama, Levinas ingin mendobrak pemahaman filsafat
barat mengenai alter ego (aku yang lain) dalam pemahaman Sokrates. Kedua,
Sang Liyan hadir melalui wajahnya menurut keberlainannya. Kehadirannya yang
polos tanpa ada sesuatu yang menutupi (telanjang) sehingga membuat dia tidak
dapatdiabaikan maupun dikesampingkan (luhur). Ketiga, Sang Liyan hadir
sebagai orang asing (exteriority/etranger) yang tidak bisa direduksikan atau
menjadi bagian dari aku. Keempat,karena kehadirannya sebagai yang asing maka
dalam kemutlakan Sang Liyan muncullah dimensi ilahi Yang-Tak-Terhingga
(infinity) yang melampaui subjektivitasnya. Inilah yang akan menjadi suatu
refleksi atas kehadiran Tuhan dalam perjumpaan dengan orang lain yang berbeda
agama.
3. HASIL PENELITIAN
3.1.Kondisi SMA Negeri 5 Kupang
SMA Negeri 5 Kupang berdiri pada 10 Juni 1991 dan menjadi salah satu
sekolah negeri yang berada di Kota Kupang dengan tidak memiliki
masalah mengenai keberagaman. Suasana di sekolah ini berlangsung
dengan baik. Relasi antara guru dan murid atau sesama guru maupun
sesama murid juga sangat baik. Hal tersebut tidak terlepas dari budaya
yang diterapkan di SMA Negeri 5 Kupang yaitu senyum, salam, sapa,
sopan, dan santun.19
Budaya senyum, salam, sapa, sopan, dan santun dilakukan agar lulusan
dari SMA Negeri 5 Kupang memiliki rasa toleransi dan menghargai siapa
saja yang ditemui dan diharapkan tidak acuh terhadap sesama manusia.
Budaya ini juga mendorong agar murid SMA Negeri 5 Kupang dapat
menghargai perbedaan atau keberagaman yang ada.
18
Suseno, 12 Tokoh, 103. 19
Hasil wawancara dengan Yeheskiel Riwu. Wakil Ketua OSIS SMA Negeri 5
Kupang, Kupang, 22 November 2019. Pukul 09:27 WITA.
11
Selain itu, SMA Negeri 5 Kupang juga membuat program kegiatan
pembinaan kerohanian bagi seluruh peserta didik di sekolah. Program
tersebut wajib diikuti oleh seluruh peserta didik pada hari Jumat (setelah
jam KBM berakhir) sesuai agama, kepercayaan dan keyakinan masing-
masing peserta didik.20
Hal ini dilakukan agar setiap peserta didik dapat
dengan bebas menjalankan ibadah sesuai ajaran agamanya masing-masing
sesuai dengan visi sekolah yakni terwujudnya tamatan yang bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkarakter, cerdas dan terampil.21
Berdasarkan temuan awal yang seperti itu, maka penulis akan mendalami
bagaimana pandangan mereka terhadap orang lain – terkhususnya yang
berbeda agama – sehingga rasa toleransi itu tercipta di lingkungan sekolah.
Penelitian pun dilakukan dengan mewawancarai 15 orang yang dipilih
secara acak dengan fokus kepada murid Kristen yang mayoritas bersekolah
di SMA Negeri 5 Kupang. Wawancara yang dilakukan terdapat beberapa
temuan menarik mengenai pandangan murid Kristen terhadap orang lain
yang berbeda agama.
3.2.Arti Kehadiran Orang Lain
Manusia seharusnya bisa memaknai dirinya sebagai makhluk sosial yang
tidak bisa hidup seorang diri dan saling membantu. Kehadiran mereka bisa
saling membantu, melengkapi, dan membimbing.22
Pemahaman tentang orang lain atau sesama sangat beragam. Ada yang
mengatakan bahwa orang lain adalah semua kita tanpa terkecuali. Baik
orang yang dikenal maupun orang yang tidak dikenal, sekalipun ia adalah
musuh.23
Sedangkan bagi sebagian orang, pemahaman mengenai orang
lain hanyalah orang yang dikenal baik. Arti kehadiran mereka juga
20
Berdasarkan Peraturan Akademik dan Tata Tertib SMA Negeri 5 Kupang
tentang Kegiatan Keagamaan (Kerohanian/Keimanan) 21
Berdasarkan Visi dan Misi SMA Negeri 5 Kupang. 22
Hasil wawancara dengan Juan Baun (Kelas XI IPA 1), Kupang, 22 November
2019, Pukul, 09:45 WITA dan Stenly Landena (Kelas X IPA 4), Kupang, 22 November
2019, Pukul, 10:53 WITA. 23
Hasil wawancara dengan Demiati Plaituka (Kelas XI IPA 1), Kupang, 22
November 2019, Pukul, 09:22 WITA dan Paula Higa Huki (Kelas XII IPA 7), Kupang,
22 November 2019, Pukul, 10:04 WITA.
12
dipahami sebagai pengawas sehingga membuat aku tidak bebas dan selalu
diawasi (terkecuali teman/kawan).24
Musuh dan orang yang tidak dikenal
tidak dianggap sebagai orang lain atau sesama manusia.25
Kehadiran
mereka diartikan sebagai orang yang bisa saling menjatuhkan.26
3.3.Faktor-Faktor yang Mendasari Murid Kristen dalam Menjalin Relasi
denganOrang Lain
Wawancara yang dilakukan terhadap murid Kristen mengenai faktor-
faktor dalam menjalin relasi dengan orang lain tampaknya tidak adanya
kriteria-kriteria yang mendasari mereka untuk berelasi. Murid Kristen
menerima orang lain apa adanya. Tanpa membeda-bedakan suku, ras,
agama, dan sebagainya.27
Perbedaan bukanlah menjadi sebuah alasan
utama dalam pergaulan, tetapi perbedaan menjadi sebuah tempat untuk
berbagi hal-hal yang positif agar bisa saling mengenal keberagaman yang
ada.28
Namun, ada salah satu dasar yang sangat memengaruhi mereka
dalam menjalin relasi dengan orang lain yaitu, perilaku atau sikap yang
dimiliki oleh seseorang/individu. Jika ia memiliki sikap yang baik, tentu
orang lain bisa menjalin relasi dengan baik. Seperti menjadikannya seperti
saudara.
Sedangkan jika ia memiliki sikap yang buruk, mereka tetap
menjadikannya sebagai seorang teman tetapi tidak terlalu akrab. Ada juga
yang menjadikannya sebagai seorang teman dan berusaha untuk
24
Hasil wawancara dengan Stenly Landena (Kelas X IPA 4), Kupang, 22
November 2019, Pukul 10:53 WITA. 25
Hasil wawancara dengan Christiani Mamo (Kelas XII IPA 1), Kupang, 22
November 2019, Pukul, 10:15 WITA, Bunhart Killa (Kelas X IPA 4), Kupang, 22
November 2019, Pukul, 10:45 WITA, dan Stenly Landena (Kelas X IPA 4), Kupang, 22
November 2019, Pukul, 10:53 WITA. 26
Hasil wawancara dengan Juan Baun (Kelas XI IPA 1), Kupang, 22 November
2019, Pukul 09:45 WITA. 27
Hasil wawancara dengan Papy Imanuel (Kelas XII IPA 7), Kupang, 22
November 2019, Pukul, 09:58 WITA dan Aldi Keza (Kelas X IPA 4), Kupang, 22
November 2019, Pukul, 10:27 WITA. 28
Hasil wawancara dengan Roland Rohi Lado (Kelas X IPA 4), Kupang, 22
November 2019, Pukul 10:35 WITA dan Demiati Plaituka (Kelas XI IPA 1), Kupang, 22
November 2019, Pukul 09:22 WITA.
13
mengajarkan dan membimbing agar mereka dapat menjauhi sifat-sifat
buruk yang dimiliki.29
3.4.Respon Murid Kristen Ketika Berjumpa dengan Orang Lain yang
Berbeda Agama
Ada beberapa sikap yang ditujukan ketika berjumpa dengan orang lain
yang berbeda agama, baik yang dikenal dan yang tidak dikenal. Pertama,
Cara merespon orang lain yang berbeda agama yang dikenal adalah
dengan tegur sapa dan saling berbicara satu sama lain. Ada juga yang
saling berbagi pengalaman hidup. Hal tersebut dilakukan agar mereka bisa
dekat satu sama lain dan saling memahami ajaran dari masing-masing
agama.30
Sedangkan cara merespon orang lain yang berbeda agama yang
tidak dikenal hanya sebatas senyum, salam dan terkadang diajak berbicara
supaya bisa saling mengenal dan lebih akrab satu sama lain.31
3.5.Pendapat Murid Kristen mengenai Orang Lain yang Berbeda Agama
yang Bersekolah di SMA Negeri 5 Kupang
SMA Negeri 5 Kupang merupakan salah satu sekolah negeri yang
menerima semua perbedaan untuk bersekolah. Setiap orang harus
mendapatkan pendidikan yang sama walaupun agamanya berbeda.32
Beranekaragam itu baik jika rasa toleransi dan menghargai satu sama lain
29
Hasil wawancara dengan Yeheskiel Riwu (Kelas XI IPA 1), Kupang, 22
November 2019, Pukul, 09:27 WITA, Elsa (Kelas XI IPA 1), Kupang, 22 November
2019, Pukul, 09:40 WITA dan Margareta Kebo (Kelas XII IPA 7), Kupang, 22 November
2019, Pukul, 10:10 WITA. 30
Hasil wawancara dengan Delila Teuf (Kelas XI IPA 1), Kupang, 22 November
2019, Pukul, 09:34 WITA, Roberto Natun (Kelas X IPA 4), Kupang, 22 November 2019,
Pukul, 10:21 WITA, dan Stenly Landena (Kelas X IPA 4), Kupang, 22 November 2019,
Pukul, 10:53 WITA. 31
Hasil wawancara dengan Roland Lodo (Kelas X IPA 4), Kupang, 22 November
2019, Pukul, 10:35 WITA, Febi Manao (Kelas XII IPA 7), Kupang, 22 November 2019,
Pukul, 09:52 WITA dan Stenly Landena (Kelas X IPA 4), Kupang, 22 November 2019,
Pukul, 10:53 WITA. 32
Hasil wawancara dengan Yeheskiel Riwu (Kelas XI IPA 1), Kupang, 22
November 2019, Pukul, 09:27 WITA dan Aldi Keza (Kelas X IPA 4), Kupang, 22
November 2019, Pukul, 10:27 WITA.
14
tercipta dalam lingkungan sekolah.33
SMA Negeri 5 Kupang mengajarkan
kepada seluruh murid untuk mudah beradaptasi, bersikap toleransi
terhadap sesama dan tidak saling mengejek satu sama lain. Semua agama
haruslah mendapatkan pendidikan agama masing-masing dan menjalankan
ibadah sesuai ajaran agamanya setiap hari Jumat setelah proses belajar-
mengajar.34
3.6.Refleksi Kehadiran Tuhan dalam Perjumpaan dengan Orang Lain
yang Berbeda Agama
Kehadiran Tuhan dalam perjumpaan dengan orang lain yang berbeda
agama memiliki beragam pendapat. Ada yang merasakan kehadiran Tuhan
ketika berbagi pengalaman lintas iman kepada orang yang berbeda agama.
Ada yang melalui perbuatan baik. Percaya bahwa Tuhan hadir di setiap
manusia tanpa memandang latar belakang suku, ras maupun agama serta
menuntut untuk saling mengasihi sesama.35
Dan ada juga yang merasakan
kehadiran Tuhan dalam diri orang lain yang berbeda agama karena
membantunya untuk saling mengasihi dan menahan untuk melakukan
perbuatan yang tidak baik.36
Sedangkan disisi lain, ada juga yang tidak merasakan kehadiran Tuhan
karena dogma atau ajaran dan cara penyembahan mereka yang berbeda.
Bahkan mereka tidak mengakui kehadiran Tuhan dalam diri orang lain
yang berbeda agama.37
33
Hasil wawancara dengan Juan Baun (Kelas XI IPA 1), Kupang, 22 November
2019, Pukul, 09:45 WITA dan Papy Imanuel (Kelas XII IPA 7), Kupang, 22 November
2019, Pukul, 09:58 WITA. 34
Hasil wawancara dengan Delila Teuf (Kelas XI IPA 1), Kupang, 22 November
2019, Pukul, 09:34 WITA dan Demiati Plaituka (Kelas XI IPA 1), Kupang, 22 November
2019, Pukul, 09:22 WITA. 35
Hasil wawancara dengan Bunhart Killa (Kelas X IPA 4), Kupang, 22
November 2019, Pukul, 10:45 WITA, Papy Imanuel (Kelas XII IPA 7), Kupang, 22
November 2019, Pukul, 09:58 WITA dan Elsa (Kelas XI IPA 1), Kupang, 22 November
2019, Pukul, 09.40 WITA. 36
Hasil wawancara dengan Roland Rohi Lado (Kelas X IPA 4), Kupang, 22
November 2019, Pukul, 10:35 WITA dan Paula Higa Huki (Kelas XII IPA 7), Kupang,
22 November 2019, Pukul 10:04 WITA. 37
Hasil wawancara dengan Stenly Landena (Kelas X IPA 4), Kupang, 22
November 2019, Pukul, 10:53 WITA, Juan Baun (Kelas XI IPA 1), Kupang, 22
15
4. ANALISIS
Perbedaan agama dalam konteks keberagaman seharusnya setiap individu
harus memiliki rasa toleransi terhadap sesama. Toleransi terhadap sesama
bukanlah dipahami sebagai sebuah tuntutan yang harus dilakukan, melainkan
dijadikan sebagai sebuah kebiasaan dalam kehidupan sehari-haridengan tujuan
memanusiakan manusia. Sehingga tercipta suatu kehidupan yang harmonis antara
satu dengan yang lain.
Secara sederhana, manusia selalu berelasi dengan orang lain. Setiap
manusia selalu membutuhkan orang lain dalam setiap kehidupan. Namun,
keberlainan dari orang lain tidak bisa dihilangkan karena mereka adalah yang
berbeda dari setiap pribadi. Bukanlah sebagai alter ego – seperti dikatakan dalam
filsafat barat sebagai aku yang lain – yang menyamakan semua realitas, melainkan
Sang Liyan dalam segala “keberlainannya” pada dirinya. Meskipun filsafat
Levinas sangat rumit untuk dilakukan, namunpandangan Levinas tentang Sang
Liyan akan sangat cocok untuk diterapkan dalam kehidupan sekarang yang sudah
individualisme. Sikap ini tentu sangat merugikan dalam menjalin relasi dengan
orang lain karena setiap individu atau kelompok – dengan egonya – akan
meniadakan keberagaman individu lain. Misalnya saja seperti kasus-kasus teror
yang sudah dijelaskan pada bagian satu. Oleh karena itu, diharapkan pemikiran
Levinas tidak saja berhenti pada sebuah teori, melainkan menjadi sebuah
kesadaran penuh dalam hal praktis pada kehidupan saat ini.
Sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan di SMA Negeri 5
Kupang terhadap murid Kristen sebagai subjek penelitian, mendapati bahwa
pemahaman mengenai Sang Liyan adalah seluruh manusia yang bereksistensi,
baik yang dikenal maupun tidak bahkan musuh. Namun, ada beberapa dari antara
mereka juga yang mengatakan bahwa orang yang tidak dikenal dan musuh
bukanlah Sang Liyan. Mereka tidak mengakui keberlainan dari orang yang tidak
dikenal dan musuh. Dari pemahaman seperti inilah yang memengaruhi arti dari
kehadiran Sang Liyan dalam kehidupan.
November 2019, Pukul, 09:45 WITA dan Febi Manao (Kelas XII IPA 7), Kupang, 22
November 2019, Pukul, 09:52 WITA.
16
Arti kehadiran Sang Liyan dipahami oleh murid Kristen sebagai makhluk
sosial yang tidak bisa hidup seorang diri dan saling membantu, melengkapi serta
membimbing. Hal yang paling menarik dalam wawancara adalah ketika kehadiran
orang lain bisa juga saling menjatuhkan dan selalu diawasi (tidak bebas).
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, pemahaman mengenai
Sang Liyan menurut sebagian murid Kristen sudah sangat paham, yaknisebagai
subjek yang bereksistensi tanpa memandang latar belakang suku, budaya, ras,
agama, dan lain-lain. Kesadaran mereka bahwa manusia adalah makhluk sosial
tergambar dengan sangat jelas ketika mereka menceritakan pengalaman dalam
perjumpaan dengan orang lain dan saling berbagi pengalaman antara satu dengan
yang lain.
Namun, masih ada juga sebagian orang yang memahami Sang Liyan
hanyalah kepada orang yang dikenal. Orang yang dikenal pun dipahami sebagai
subjek yang selalu mengawasi dan membuat diri mereka tidak bebas. Musuh dan
orang yang tidak dikenal dianggap sebagai orang yang akan menjatuhkan. Hal
inilah yang membuat kehadiran Sang Liyan sebagai musuh dan orang yang tidak
dikenal terancam. Akan tetapi, hal seperti itu tidak membuat mereka menjauhi
atau mengabaikan keberlainan itu. Mereka menganggap musuh dan orang yang
tidak dikenal sebagai perkumpulan yang memberikan warna dalam kehidupan.
Ketika menjalin relasi dengan Sang Liyan, murid Kristen di SMA Negeri 5
Kupang menerima mereka tanpa memandang latar belakang suku, ras, budaya,
agama dan sebagainya. Mereka menerima Sang Liyan apa adanya tanpa
membeda-bedakan antara satu dengan yang lain. Sikap/perilaku yang ditunjukkan
oleh Sang Liyan, baik ataupun buruk, mereka tetap menerimanya sebagai teman
ataupun saudara. Perbedaan menurut murid Kristen bukanlah sesuatu yang
mengancam atau menganggap mereka sebagai musuh. Melainkan perbedaan itu
membuat mereka dapat belajar dan berbagi pengalaman tentang agama antara satu
dengan yang lain.
17
Hal tersebut memengaruhi juga pada respon mereka ketika berjumpa
dengan orang lain yang berbeda agama di sekolah. Baik yang dikenal maupun
tidak dikenal, memiliki respon yang hampir sama. Tegur sapa, senyum, salam,
bahkan ada yang diajak bicara supaya lebih akrab satu sama lain.Tidak adanya
rasa ego yang berlebihan ketika berjumpa dengan mereka yang berbeda agama.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, tampaknya budaya SMA Negeri 5
Kupang tentang senyum, salam, sapa, sopan, dan santun memiliki dampak besar
terhadap kehidupan bersekolah. Hal ini juga bersamaan dengan penggambaran
khas Levinas mengenai kehadiran Sang Liyan melalui enigma wajah.
Kehadirannya yang polos tanpa ada sesuatu yang menutupi (telanjang) sehingga
membuatnya tidak dapat diabaikan maupun dikesampingkan (luhur). Artinya,
relasi yang terjadi antar peserta didik di lingkungan sekolah sudah sangat baik.
Keberlainan dari Sang Liyan tidak membuat murid Kristen mempermasalahkan
keberagamannya, melainkan membuat mereka untuk saling menghargai dan
menghormati keberlainannya. Budaya tentang senyum, salam, sapa, sopan, dan
santun sudah menjadi sebuah kebiasaan yang telah dilakukan dalam lingkungan
sekolah.
Perbedaan agama yang dimiliki oleh Sang Liyan membuat murid Kristen
sebagai kaum mayoritas di SMA Negeri 5 Kupang menerima mereka yang
berbeda agama karena murid Kristen menyadari semua orang harus mendapatkan
pendidikan yang sama tanpa terkecuali. Mereka sangat menghargai dan mencintai
keberagaman yang ada. Keberagaman mengajarkan mereka untuk memiliki rasa
toleransi dan menghargai dengan tidak ada yang saling mengejek satu sama lain.
Keberagaman itu juga tercipta ketika sekolah memberikan ruang kepada seluruh
murid untuk menjalankan ibadah sesuai ajaran agama masing-masing setiap hari
Jumat setelah proses belajar-mengajar. Artinya, sekolah ingin mewujudkan
tamatan yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkarakter, cerdas dan
terampil sesuai visi dan misi yang dimiliki.
18
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, kesadaran akan rasa toleransi
dan menghargai setiap perbedaan yang ada, sudah dimiliki dan diterapkan kepada
seluruh peserta didik yang ada di SMA Negeri 5 Kupang. Kehadiran Sang Liyan
sebagai orang asing (exteriority/etranger) tidak bisa direduksikan atau menjadi
bagian dari aku.Artinya, sekolah tidak membatasi kebebasan untuk menjalankan
ibadah sesuai ajaran yang dianut. Melainkan sekolah memberikan ruang kepada
seluruh murid untuk melaksanakan ibadah di tempat yang sudah ditentukan.
Ada dua jenis refleksi atas kehadiran Tuhan dalam perjumpaan dengan
orang lain yang berbeda agama. Pertama, mereka menyadari kehadiran Tuhan
dalam diri orang lain yang berbeda agama ketika mereka sedang berbagi
pengalaman, melalui perbuatan baik yang dilakukan, dan mereka percaya bahwa
Tuhan hadir di setiap manusia tanpa terkecuali sehingga membuat mereka untuk
saling mengasihi dan menghormati satu sama lain. Refleksi kedua yakni, mereka
tidak menyadari kehadiran Tuhan karena dogma atau ajaran dan cara
penyembahan mereka yang berbeda. Perbedaan seakan seperti tembok besar yang
menghalangi mereka untuk merefleksikan kehadiran Tuhan dalam diri orang lain
yang berbeda agama.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, perjumpaan dan relasi
dengan Sang Liyan telah melampaui subjektivitasnya dengan munculnya dimensi
Ilahi Yang-Tak-Terhingga (infinity).Dalam hal ini murid Kristen telah berhasil
merefleksikan kehidupan bersama dengan orang lain yang berbeda agama sebagai
karya anugerah dari Tuhan. Sehingga membuat mereka menyadari kehadiran
Tuhan dan menyadarkan mereka untuk saling mengasihi dan menghormati satu
sama lain. Kesadaran inilah yang seharusnya menjadi contoh bagi kehidupan
berbangsa dan bernegara terkhususnya dalam konteks keberagaman agama di
Indonesia.
Sedangkan bagi sebagian orang yang belum menyadari kehadiran Tuhan
hanyalah sebatas dogma dan cara penyembahan agama lain yang tidak sesuai
dengan agamanya. Hal inilah yang harus dipahami lebih dalam lagi oleh murid
Kristen mengenai Sang Liyan dalam relasi dengan orang lain yang berbeda agama
sebagai infinity(Yang-Tak-Terhingga) yang melampaui subjektivitasnya. Murid
19
Kristen haruslah memahami bahwa dalam diri orang lain (enigma wajah) adanya
dimensi Ilahi yaitu Tuhan. Tidak peduli apa latar belakang suku, ras, budaya,
agama, dan sebagainya dari Sang Liyan. Dengan begitu, perjumpaan dengan
orang lain yang berbeda agama bukanlah sebagai perjumpaan antar individu atau
kelompok. Melainkan sebagai perjumpaan dengan Tuhan yang membuat murid
Kristen menyadari untuk dapat saling menghargai dan menghormati serta
bertanggungjawab sebagai suatu tindakan etis. Etika tanggungjawab menurut
Levinas sebagai etika yang paling dasar dalam perjumpaan wajah dengan orang
lain.
Etika tanggungjawab bukanlah dipahami sebagai sesuatu hal yang wajib
dikerjakan atau diselesaikan dengan baik. Namun, dalam konteks keberagaman
agama saat ini dan perjumpaan dengan Sang Liyan, etika
tanggungjawabseharusnya dapat dipahami dan direfleksikan sebagai melayani
Tuhan yang hadir dalam diri orang lain. Oleh karena itu, setiap individu haruslah
melihat Sang Liyan sebagai sebuah momen etis yang tidak menimbulkan konsep
mayoritas dan minoritas. Pemahaman Levinas tentunya sejalan dengan apa yang
terjadi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
5. PENUTUP
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, dapat disimpulkan bahwa dalam
menjalin relasi atau perjumpaan dengan Sang Liyan merupakan hal yang tidak
bisa ditolak atau dikesampingkan maupun dihindari dengan cara apapun. Manusia
pada hakikatnya adalah makhluk sosial yang tentunya saling membutuhkan satu
sama lain dalam kehidupannya. Eksistensi dan refleksi kehadiran Sang Liyan
sudah bisa diterima dengan baik dalam kehidupan di sekolah SMA Negeri 5
Kupang. Pemahaman mengenai Sang Liyan dalam kehidupan sekolah diharapkan
bisa diterapkan juga dalam kehidupan sehari-hari pada masyarakat luas. Sehingga
toleransi dan rasa saling menghargai antar sesama yang berbeda agama tidak saja
menjadi sebuah retorika belaka, melainkan dapat digunakan dalam kehidupan
sosial bermasyarakat terkhususnya dalam keberagaman di Indonesia.
20
Sang Liyan tidak bisa direduksikan atau menjadi bagian dari aku. Ia adalah
Sang Liyan dalam keberlainannya. Arti kehadirannya dalam konteks keberagaman
agama janganlah dipahami sebagai musuh atau sebuah ancaman. Melainkan
sebagai subjek yang berbeda yang menuntun kita untuk saling menghargai dan
menghormati mereka. Hal inilah yang harus diajarkan terlebih dahulu dari dalam
keluarga, sekolah, maupun di masyarakat supaya rasa toleransi antar umat
beragama dapat berlangsung dengan harmonis. Dengan kata lain, keberagaman
bukanlah sebagai suatu hal yang wajib dan sampai menuntut kita harus memiliki
rasa toleransi. Melainkan sebuah keberagaman harusnya direfleksikan sebagai
suatu anugerah dari Tuhan, yang menyadarkan kita untuk saling menghargai dan
menghormati sesama sebagai bagian dari karya ciptaan Tuhan.Dengan demikian,
pemahaman mengenai Sang Liyan sebagai suatu cara baru dalam menghargai dan
memandang kehadiran orang lain menurut Emmanuel Levinas dapat memperkaya
wawasan dalam menentukan sikap dengan orang lain yang berbeda agama serta
dapat dilakukan dalam kehidupan sosial bermasyarakat.
21
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Gallagher, Shaun and Dan Zahavi. The Phenomenological Mind: An Introduction
To Philosophy of Mind and Cognitive Science. London and New York:
Routledge, 2007.
Herdansyah, Haris. Wawancara, Observasi dan Focus Groups sebagai Instrumen
Penggalian Data Kualitatif. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2015.
Lechte, John. 50 Filsuf Kontemporer: Dari Strukturalisme Sampai
Postmodernitas.Yogyakarta: Kanisius, 2001.
Levinas, Emmanuel. Critical Assessments of Leading PhilosophersVolume I
Levinas, Phenomenology and His Critics. Edited by Claire Katz and Lara
Trout. London and New York: Routledge Taylor and Francis Group, 2005.
__________. Ethics and Infinity – Conversations with Philippe Nemo. Translated
by Richard A. Cohen. Pittsburgh: Duquesne University Press, 1985.
__________. Of God Who Comes To Mind. Translated by Bettina Bergo.
California: Stanford University Press, 1998.
__________. On Thinking of The Other – Entre Nous. Translated by Michael B.
Smith and Barbara Harshav. New York: Columbia University Press, 1991.
__________. Time and The Other – and Additional Essays. Translated by Richard
A Cohen. Pittsburgh: Duquesne University Press, 1987.
__________. Totality and Infinity. Translated by Alphonso Lingis. Pittsburgh:
Duquesne University Press, 1969.
Machasin. Pluralisme, Konflik dan Pendidikan Agama di Indonesia. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2015.
22
Masyhuri dan Zainuddin. Metodologi Penelitian – Pendekatan Praktis dan
Aplikatif (Edisi Revisi). Bandung: PT Refika Aditama, 2011.
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2007.
Moran, Dermot. Introduction To Phenomenology. London and New York:
Routledge, 2002.
Nawawi, Hadari. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 2015
Purcell, Michael. Levinas and Theology. Amerika: Cambridge University Press,
2006.
Saracino, Michele. On Being Human: A Conversation with Lonergen and Levinas.
Editor by Andrew Tallon. American: Marquette University Press, 2003.
Sihotang, Kasdin. Filsafat Manusia Upaya Membangkitkan Humanisme.
Yogyakarta: PT Kanisius, 2009.
Snijders, Adelbert. Antropologi Filsafat Manusia Paradoks dan Seruan.
Yogyakarta: PT Kanisius, 2014.
Suseno, Frans Magnis. 12 Tokoh Etika Abad ke-20. Daerah Istimewa Yogyakarta:
PT Kanisius, 2000.
Thomas, Elisabeth Louise. Emmanuel Levinas: Ethics, Justice, and The Human
Beyond Being. New York and London: Routledge, 2004.
Titaley, John A. Religiositas di Alinea Tiga: Pluralisme, Nasionalisme dan
Transformasi Agama-Agama di Indonesia. Salatiga: Satya Wacana
University Press, 2013.
23
Tjaya, Thomas Hidya. Enigma Wajah Orang Lain: Menggali Pemikiran
Emmanuel Levinas. Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), 2012.
Turner, Bryan S. Teori Sosial – Dari Klasik sampai Postmodern. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2012.
Wawancara
Hasil wawancara dengan Aldi Keza. Murid kelas X IPA 4 SMA Negeri 5 Kupang.
Kupang, 22 November 2019. Pukul 10:27 WITA.
Hasil wawancara dengan Bunhart Killa. Murid kelas X IPA 4 SMA Negeri 5
Kupang. Kupang, 22 November 2019. Pukul 10:45 WITA.
Hasil wawancara dengan Christiani Mamo. Murid kelas XII IPA 1 SMA Negeri 5
Kupang. Kupang, 22 November 2019. Pukul 10:15 WITA.
Hasil wawancara dengan Delila Teuf. Murid kelas XI IPA 1 SMA Negeri 5
Kupang. Kupang, 22 November 2019. Pukul 09:34 WITA.
Hasil wawancara dengan Demiati Plaituka. Murid kelas XI IPA 1 SMA Negeri 5
Kupang. Kupang, 22 November 2019. Pukul 09:22 WITA.
Hasil wawancara dengan Elsa. Murid kelas XI IPA 1 SMA Negeri 5 Kupang.
Kupang, 22 November 2019. Pukul 09:40 WITA.
Hasil wawancara dengan Febi Manao. Murid kelas XII IPA 7 SMA Negeri 5
Kupang. Kupang, 22 November 2019. Pukul 09:52 WITA.
Hasil wawancara dengan Juan Baun. Murid kelas XI IPA 1 SMA Negeri 5
Kupang. Kupang, 22 November 2019. Pukul 09:45 WITA.
Hasil wawancara dengan Margareta Kebo. Murid kelas XII IPA 7 SMA Negeri 5
Kupang. Kupang, 22 November 2019. Pukul 10:10 WITA.
24
Hasil wawancara dengan Papy Imanuel. Murid kelas XII IPA 7 SMA Negeri 5
Kupang. Kupang, 22 November 2019. Pukul 09:58 WITA.
Hasil wawancara dengan Paula Higa Huki. Murid kelas XII IPA 7 SMA Negeri 5
Kupang. Kupang, 22 November 2019. Pukul 10:04 WITA.
Hasil wawancara dengan Roberto Natun. Murid kelas X IPA 4 SMA Negeri 5
Kupang. Kupang, 22 November 2019. Pukul 10:21 WITA.
Hasil wawancara dengan Roland Rohi Lodo. Murid kelas X IPA 4 SMA Negeri 5
Kupang. Kupang, 22 November 2019. Pukul 10:35 WITA.
Hasil wawancara dengan Stenly Landena. Murid kelas X IPA 4 SMA Negeri 5
Kupang. Kupang, 22 November 2019. Pukul 10:53 WITA.
Hasil wawancara dengan Yeheskiel Riwu. Murid kelas XI IPA 1 SMA Negeri 5
Kupang. Kupang, 22 November 2019. Pukul 09:27 WITA.