Menelaah Peran Perawat sebagai Edukator Demi Terciptanya Keefektifan Edukasi Keperawatan pada Pasien...

download Menelaah Peran Perawat sebagai Edukator Demi Terciptanya Keefektifan Edukasi Keperawatan pada Pasien Gagal Ginjal Kronis

of 11

description

peran perawat sebagai edukator pada pasien gagal ginjal kronik

Transcript of Menelaah Peran Perawat sebagai Edukator Demi Terciptanya Keefektifan Edukasi Keperawatan pada Pasien...

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangGagal Ginjal Kronis (GGK) atau penyakit ginjal tahap akhir merupakan gangguan pada fungsi ginjal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh ginjal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimabangancairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Smeltzer & Bare, 2002).

Angka kejadian GGK meningkat dari tahun ke tahun. Indonesia termasuk Negara dengan tingkat penderita gagal ginjal yang cukup tinggi. Menurut data dari Persatuan Nefrologi Indonesia (Pernefri) 2004, diperkirakan ada 70 ribu pasien gagal ginjal di Indonesia. Namun yang terdeteksi menderita gagal ginjal kronis tahap terminal dari mereka yang menjalani cuci darah (Hemodialisis) hanya sekitar empat ribu atau lima ribu saja.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Sistem Pelaporan dan Pencatatan Rumah Sakit (SP2RS), diperoleh gambaran bahwa penyakit gagal ginjal menduduki peringkat ke empat dari sepuluh penyakit tidak menular yang menjadi penyebab kematian terbanyak di Rumah Sakit di Indonesia sebesar 3,16 % (3047 angka kematian), sedangkan menurut data Profil Kesehatan Indonesia (2006), gagal ginjal menempati urutan ke enam sebagaipenyebab kematian pasien yang dirawat di Rumah Sakit di seluruh Indonesia sebesar 2,99 % (Depkes, 2008).Seperti kita ketahui bersama, salah satu solusi untuk mengatasi penyakit ini adalah dengan rutin melakukan cuci darah atau Hemodialisis. Beberapa penulis (Denhaerynck, Manhaeve, Dobbels, Garzoni, Nolte, & degeest, 2007) menunjukkan dalam risetnya bahwa keberhasilan dalam menjalankan hemodialisis di dasarkan pada unsur-unsur yang beragam, antara lain kepatuhan pasien dalam pembatasan cairan, rutin dalam menjalani hemodialisis, pengelolaan diri pasien, dan pemberdayaan pasien.

Oleh karena itulah, para penderita gagal ginjal memerlukan perawat untuk mengedukasi mereka tentang apa yang harus mereka jaga agar penyakit yang mereka derita tidak semakin parah. Seorang penderita gagal ginjal kronis, pembatasan asupan cairan sangat diperlukan. Karena asupan cairan yang besar dapat mengakibatkan kenaikan berat badan yang cepat, edema, ronkhi basah pada paru-paru, kelopak mata yang bengkak dan sesak napas yang diakibatkan oleh volume cairan yang berlebihan dan gejala uremik (Smeltzer & Bare, 2002). Saat di rumah sakit, hal-hal tersebut akan dilakukan oleh perawat. Namun, pasien tidak selamanya berada di rumah sakit, apabila perawat tidak mengedukasi pasien untuk merawat dirinya sendiri maka itu juga akan mempengaruhi kesembuhan pasien. Edukasi yang diberikan perawat harusnya juga dilakukan secara efektif agar pasien mengerti dan mau melaksanakannya dengan baik. Oleh karena itu, pada makalah ini saya akan membahas lebih dalam mengenai peran perawat sebagai edukator dan menelaah beberapa halangan beserta solusi hambatan dalam proses mengedukasi pasien dengan penyakit gagal ginjal kronis.1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana peran perawat sebagai Edukator?

2. Bagaimana kendala perawat dalam pemberian edukasi?

3. Bagaimana cara efektif mengedukasi pasien dengan penyakit gagal ginjal kronis?1.3 Tujuan1.Mengetahui peran perawat sebagai Edukator.

2.Mengetahui kendala perawat dalam memberikan edukasi.

3.Mengetahui cara efektif mengedukasi pasien dengan penyakit gagal ginjal kronis.BAB IIPEMBAHASAN2.1 Peran Perawat sebagai EdukatorMenurut konsorsium ilmu kesehatan tahun 1989, salah satu peran seorang perawat adalah sebagai Edukator. Peran ini dilakukan dengan membantu pasien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari pasien setelah dilakukan pendidikan kesehatan. Selama bertahun-tahun, organisasi-organisasi yang mengatur dan mempengaruhiperawat telah mendorong dan mendukung pendapat bahwa perawat harus memainkan peran utama dalam pendidikan kesehatan. Perawat pada dasarnya merupakan seorang guru dan agen informasi kesehatan yang bekerja tanpa memandang lingkungan tempat ia berada. Pengajaranpun dianggap sebagai suatu komponen pokokpraktik keperawatan pada perawatan klien yang sehat atau yang sakit, selain itu juga dapat dilakukan pada keluarga dalam hal yang mendampingi pasien selama menjalani perawatan di rumah sakit.Agar perawat dapatbertindak sesuai dengan perannya sebagai pendidik,siapapun khalayak mereka, pasien, anggota keluarga, siswa keperawatan atau staf keperawatan dan lembaga lainnya, mereka harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang prinsip-prinsip pengajaran danpembelajaran. Selain itu tingkat pengetahuan didalam domain kognitif seorang perawat sangatlah penting. Domain kognitif adalah hasil tahu dan ini terjadi seorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera seseorang. Kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Tingkat pengetahuan mempunyai enam tingkatan antara lain: tahu (know), memahami (comprehension), aplikasi (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), evaluasi (evaluation) (Bastable, 2002). Biasanya pengajaran dan pembelajaran dalam lingkungan rumah sakit diberikansewaktu pasien akanpulang sehingga diharapkan pasien dapat menjalankan pola hidup sehat dan juga menjaga kesehatannya. Dan bagi keluarga pasien juga berguna untuk memampukan mereka dalam menangani sendiri intervensi yang diharuskan jika memungkinkan pada pasien.A. Pentingnya Peran Perawat sebagai Edukator

Pentingnya peran perawat sebagai edukator menurut Bastable (2002) adalah sebagai berikut:a)Pengembangan program-program pendidikan kesehatan yang efektif untuk membantu individu mengenali dan mengubah perilaku yang beresiko; untuk menggunakan dan mempertahankan praktik-praktik kesehatan yang protektif, dan untuk memanfaatkan sistem pemberian perawatan kesehatan yang tepat. Hal tersebut membawa dampak positif bagi pencegahan berjangkitnya penyakit pada penyakit menular dan kecacatan dini yang dapat dicegah, dan semua masyarakat akan dibantu menjalani kehidupan yang lebih sehat dan produktif.

b)Minat yang terus diperlihatkan oleh perawat dalam mendefinisikan peran, kerangka pengetahuan, dan keahlian mereka sendiri difokuskan pada pendidikan pasien sebagai pusat dari praktik keperawatan.

c)Dalam layanan kesehatan, pasien sebagai konsumen menuntut peningkatan pengetahuan dan keterampilan mengenai cara merawat diri mereka sendiri dan cara mencegah penyakit. Dengan makin tingginya kesadaran dan pengetahuan manusia tentang masalah-masalah perawatan kesehatan, maka mereka (pasien dan keluarga) perlu mendapatkan informasi yang tepat dari seorang perawat.

d)Pemulangan dari rumah sakit lebih dini memaksa pasien dan keluarga untuk lebih bertanggungjawab dalam mengatasi penyakit mereka sendiri. Pengajaran pada pasien dan keluarga dari perawat dapat memfasilitasi respons adaptif terhadap penyakit. Perawat berada pada posisi kunci untuk melaksanakan pendidikan kesehatan, karena perawat merupakan pemberi perawatan kesehatan yang mengadakan kontak secara berkesinambungan dengan pasien dan keluarga dan biasanya menjadi sumber informasi yang paling dapat diakses oleh pasien dan keluarga tersebut. Oleh karena itu pengajaran pada pasien dan keluarga menjadi fungsi yang lebih penting lagi dalam lingkup praktik keperawatan.Perawat dianggap sebagai perantara informasi/pendidik yang dapat membuat perbedaan penting pada cara pasien dan keluarga mengatasi penyakitnya, cara pasien dan keluarga mendapat manfaat dari pendidikan yang ditujukan untuk pencegahan penyakit dan promosi kesehatan. Tanggung jawab perawat untuk memberikan perawatan kepada konsumen dapat dipenuhi sebagian melalui pendidikan yang didasarkan pada prinsip-prinsip pengajaran dan pembelajaran yang kuat. Kunci untuk memberikan pendidikan yang efektif pada pasien dan keluarga adalah perhatian dan komitmen perawat yang konsisten dengan perannya sebagai edukator/pendidik.B.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perawat dalam Menjalankan Peran Edukator (Lasmito: 2009).

Menurut Lasmito, ada beberapa faktor yang mempengaruhi perawat dalam menjalankan perannya sebagai edukator, yaitu antara lain :

1.Pemahaman atau persepsi perawat mengenai pendidikan kesehatan itu sendiri pada pasien dan keluarga.

2.Pemahaman perawat mengenai manfaat pendidikan kesehatan pada pasien dan keluarga.

3.Pemahaman perawat mengenai pelaksanaan pendidikan kesehatan (persiapan memberikan pendidikan kesehatan bagi pasien dan keluarga).

4.Pandangan perawat tentang hambatan dari pasien dan keluarga yang mengganggu perawat dalam menjalankan perannya sebagai edukator.5.Pandangan dari perawat mengenai hambatan dari perawat sendiri yang mengganggu perawat dalam menjalankan perannya sebagai edukator.2.2 Kendala Perawat dalam Pemberian EdukasiDalam menjalankan perannya sebagai seorang edukator, seorang perawat pasti menemui banyak kendala ataupun halangan dalam proses mengedukasi pasien. Baik itu kendala yang berasal dari diri perawat sendiri maupun yang berasal dari lingkungan dan juga pasien. Beberapa halangan utama yang mengganggu kemampuan perawat untuk menjalankan perannya sebagai edukator, yaitu :

1. Banyak perawat juga tenaga perawatan kesehatan lain yang pada dasarnya tidak siap untuk mengajar. Penelitian menunjukkan bahwa prinsip-prinsip pengajaran dan konsep pembelajaran dirasa tidak jelas bagi sebagian besar perawat dalam berpraktik. Banyak perawat yang mengaku bahwa mereka merasa tidak kompeten dan tidak yakin dengan keterampilan mengedukasinya. Pendidikan keperawatan telah dianggap gagal untuk mempersiapkan perawat dalam menjalankan perannya sebagai edukator, baik saat pelatihan dasar maupun sesudahnya. Banyak peneliti menemukan bahwa aktivitas pendidikan pasien yang dilakukan perawat secar keseluruhan hasilnya tidaklah memuaskan. Hal ini menunjukkan bahwa peran perawat sebagai pendidik perawat baru perlu diperkuat.2.Kurangnya waktu untuk mengajar merupakan halangan utama yang selalu ada. Pasien yang sangat parah hanya dirawat dalam waktu yang sangat singkat sedangkan jadwal dan tanggung jawab perawat sangat menuntut dan peralihan pada perawatan komunitas seringkali mengakibatkan pertemuan yang singkat antara perawat dan pasien di lingkungan gawat darurat, saat rawat jalan, atau dilingkungan rawat jalan lain. Perawat harus tahu cara menggunakan pendekatan yang singkat, efisien, dan tepat guna untuk mengedukasi pasien dan staf dengan memakai metode dan peralatan yang instruksional saat pemulangan pasien.3.Stres akibat penyakit akut dan kronis, ansietas (kecemasan), menurunnya pancaindra, dan tingkat pendidikan yang rendah pada pasien merupakan beberapa alasan yang menurunkan motivasi pasien dan menghambat proses edukasi.4.Dampak negatif dari lingkungan rumah sakit itu sendiri, yang mengakibatkan hilangnya kendali, kurangnya privasi, dan pengucilan sosial, dapat mengganggu peran aktif pasien di dalam pembuatan keputusan dan keterlibatan dalam proses edukasi.

5.Kurangnya waktu untuk belajar akibat dipulangkannya pasien dengan cepat dari perawatannya akan menurunkan semangat dan memfrustasikan pasien, menghalangi kemampuan dan keinginannya untuk belajar.

6.Karakter pribadi pasien berdampak besar pada tingkat pencapaian hasil perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya. Kesiapan untuk belajar, motivasi dan kepatuhan, serta gaya belajar merupakan beberapa factor pokok yang mempengaruhi keberhasilan upaya edukasi.7.Seberapa jauh perubahan perilaku yang dibutuhkan, baik jumlah maupun kompleksitasnya, dapat memusingkan pasien dan memaksa mereka untuk tidak mendapatkan atau memenuhi objektif dan sasaran edukasi.

8.Kurangnya dukungan dan dorongan positif yang terus-menerus dari perawat dan pihak berkepentingan lainnya akan menghalangi potensi pembelajaran pasien.

9.Penyangkalan terhadap kebutuhan edukasi, kebencian terhadap pihak berwenang, dan kurangnya keinginan untuk memegang tanggung jawab (untuk mengendalikan) merupakan beberapa rintangan psikologis untuk mencapai perubahan perilaku.

10.Ketidaknyamanan, kompleksitas, fragmentasi dan kettidakmanusiawian sistem perawatan kesehatan seringkali mengakibatkan frustasi dan pengabaian terhadap upaya yang dilakukan pasien untuk ikut serta dalam pembelajaran dan memnuhi sasaran serta objektif edukasi. 2.3 Cara Mengedukasi Pasien Gagal Ginjal KronisLuke dan Caress (1989) dengan jelas membedakan antara pengajaran pasien dan pendidikan pasien. Mereka mengatakan pengajaran pasien memperlihatkan pendekatan pemberian informasi didaktik. Sementara pendidikan pasien memperlihatkan sesuatu yang lebih menyeluruh sehingga diperlukan keterampilan spesialis. Dapat dipastikan bahwa peranperawat sebagai pengajar bagi para pasien dan keluarga, juga sebagai staf dan siswa keperawatan, harus kembali pada filosofi kemitraan. Penyampaian informasi pada peserta didik, siapaun dia, harus menekankan fakta bahwa pengajaran dan pembelajaran merupakanproses yang partisipatif. Seorang peserta didik tidak dapat dipaksa untuk belajar. Walaupun demikian, pendekatan yang efektif untuk mendidik orang lain adalah dengan melibatkanpeserta didik secara aktif pada proses pendidikan. Makin banyak bukti yang menunjukkanbahwa pendidikan yangefektif dan partisipasi peserta didik memang seiring sejalan. Perawat harus bertindak sebagai fasilitator, membentuk lingkungan yang kondusif untukpembelajaran-lingkungan yang memotivasi individu agar mau belajar dan memungkinkanbagi mereka untuk belajar. Dalam kasus pendidikan pasien, pendekatan yang digunakan harus dapat lebih mempertahankan gagasan yang ideal bahwa perawatan diriditujukan untukmengalihkan tanggung jawab pembelajaran dari perawat kepada pasien. Penekanannya haruspada fasilitasi pembelajaran dengan pendekatan pengajaran yang bersifat non direktif bukanpengajaran yang didaktik (Luker &Caress, 1989). Pada kasus penderita gagal ginjal kronis yang menjalani Hemodialisis, peran perawat sebagai edukator sangatlah diperlukan. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kesehatan dan kesembuhan pasien. Perawat mempunyai tugas untuk mengedukasi pasien dan kelurga pasien tentang apa-apa saja yang harus dilakukan demi mencapai kesembuhan pasien. Hal ini dilakukan agar pasien dan keluarga tidak hanya bergantung pada perawat saja, karena pasien tidak selamanya berada di rumah sakit, apabila perawat tidak mengedukasi pasien untuk merawat dirinya sendiri maka itu juga akan mempengaruhi kesembuhan pasien. Seorang pasien gagal ginjal kronis memerlukan edukasi seperti dalam hal pembatasan konsumsi cairan, rutin dalam menjalani hemodialisis, dan bagaimana pengelolaan diri pasien. Oleh karena itu, dibutuhkanlah edukasi yang efektif bagi pasien gagal ginjal kronis agar mereka mau mengikuti dan melaksanakan edukasi yang telah diberikan perawat.

Beberapa cara efektif yang dapat dilakukan perawat dalam proses edukasi pasien gagal ginjal antara lain, adalah :1.Menilai Pemahaman Pasien dengan BaikPasien yang didiagnosis mengalami penyakit kronis sering mencoba untuk memahami secara konkret antara gejala yang muncul dan penegakan diagnosa. Keadaan tersebut menjelaskan bahwa dalam tahap awal penegakan diagnosa penyakit ginjal kronis, pasien cenderung tidak percaya, membutuhkan waktu untuk menerima diagnosa tersebut, dan membutuhkan waktu pula untuk mengubah perilaku. Sebuah penelitian juga menunjukkan bahwa pasien yang didiagnosis dengan penyakit kronis bersikap meremehkan tingkat keparahan kondisi dan menolak terapi karena menganggap tidak ada kelainan atau gejala yang tampak. Oleh karena itu, perawat harus bisa memahami pasien dengan baik. Jika pasien telah mengerti dengan pasti akan penyakit yang diderita dan apa yang harus dilakukan untuk mencapai kesembuhan, maka edukasi yang diberikan perawat tentunya akan lebih dipahami dan dilakukan oleh pasien.

2.Membangun Kepercayaan Diri PasienKepercayaan diri yang kuat adalah kemampuan pasien untuk melakukan suatu tindakan. Meningkatkan perasaan percaya diri pasien merupakan komponen penting untuk mendukung proses edukasi. Menilai kepercayaan diri pasien dapat dilakukan dengan cara pengukuran. Pengukuran dilakukan dengan cara meminta pasien menilai keyakinan untuk melakukan perubahan perilaku. Rentang nilai keyakinan adalah skala 0 (tidak sama sekali percaya diri) sampai 10 (sangat yakin). Hasil penilaian sebesar tujuh poin atau lebih tinggi, mengindikasikan bahwa pasien merasa cukup percaya diri dan proses perubahan perilaku kemungkinan akan berhasil. Skor kurang dari tujuh menunjukkan kebutuhan untuk mengubah rencana sehingga tujuan dapat dicapai. Empat komponen penting untuk membangun percaya diri pasien adalah penguasaan kinerja, pemodelan, interpretasi gejala, dan persuasi verbal.3.Menggunakan Metode Edukasi yang SesuaiMetode yang digunakan perawat dalam proses edukasi haruslah disesuaikan dengan subyeknya, seperti kelompok usia, etnis, dan jenis kelamin. Penggunaan metode yang sesuai sasaran ini memungkinkan perawat lebih mudah mengidentifikasi informasi yang diperoleh.

4.Mengkaji Pasien tentang Pemeriksaan dan Pelaporan Gejala Gagal Ginjal KronisMeskipun tidak tampak gejala pada tahap awal, pada tahap kerusakan ginjal lebih lanjut akan timbul gejala seperti kelelahan dan malaise, gangguan tidur, mual dan muntah, anoreksia, perubahan rasa, penurunan berat badan, pruritus dan ruam kulit, otot kram di malam hari, edema pada tangan dan kaki dan sekitar mata, konsentrasi yang buruk, neuropati dan kaki gelisah, dan peningkatan dalam berkemih (terutama pada malam hari). Maka, edukasi mengenai tanda dan gejala kelainan ginjal yang timbul pada pasien merupakan aspek yang penting untuk dilakukan. Perawat harus secara rutin mengkaji pasien tentang penyebab gejala, durasi, konsekuensi, dan pengendalian terhadap gejala tersebut. Langkah selanjutnya, perawat dapat membantu pasien untuk mengubah persepsi yang salah sehingga strategi yang tepat untuk pengelolaan gejala dapat dilaksanakan.5.Membantu Pasien Menangani Gangguan Psikologis

Kecemasan, ketidakpastian, ketakutan, dan depresi merupakan kondisi yang umum ditemukan pada pasien dengan penyakit kronis. Kondisi tersebut diakibatkan oleh ketidaksiapan pasien menerima diagnosa mengenai penyakitnya. Salah satu upaya untuk meminimalisir gangguan psikologis pasien adalah mengajak pasien berbicara mengenai emosinya. Komunikasi tersebut merupakan media perawat untuk mendengarkan kekhawatiran, mengakui keyakinan, dan membantu menjelaskan emosi pasien.Dengan cara di atas diharapkan proses edukasi perawat pada pasien gagal ginjal kronis dapat diterima dan dilaksanakan dengan baik oleh pasien dan keluarganya. Karena hal tersebut juga mempengaruhi kesembuhan pasien dan juga untuk mengurangi ketergantungan pasien dan keluarga pada peran perawat sebagai care giver.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pasien dengan penyakit gagal ginjal kronis dan dalam proses perawatan hemodialisis memerlukan edukasi mengenai perawatan dirinya baik saat di rumah sakit maupun saat telah keluar dari rumah sakit agar tidak selalu bergantung pada perawat. Proses edukasi pasien dilakukan oleh perawat sebagai seorang edukator. Peran ini dilakukan dengan membantu pasien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari pasien setelah dilakukan pendidikan kesehatan. Dalam menjalankan perannya sebagai edukator perawat sering mengalami kendala dan halangan baik yang berasal dari diri perawat sendiri maupun yang berasal dari lingkungan dan pasien sendiri. Proses edukasi yang efektif harus bisa diciptakan oleh perawat demi tercapainya tujuan kemandirian pasien dan keluarga terhadap proses keperawat dirinya demi mencapai kesembuhan.

DAFTAR PUSTAKABastable, S. B. (2002). Perawat sebagai Pendidik : Prinsip-prinsip Pengajaran dan Pembelajaran (G. W. Gerda Wulandari, Trans.). Jakarta: EGC.Hidayati, S. (2012). Efektifitas Konseling Analisis Transaksional tentang Diet Cairan Terhadap Penurunan Interdialytic Weight Gain (IDWG) Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisa di Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Tegal. Universitas Indonesia, Depok.Wirawan, d. A. (2011). Persepsi Perawat Mengenai Perannya sebagai Educator bagi Pasien dan Keluarga di Rumah Sakit Paru. Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.Anis Fitri. Self Management Education pada Gagal Ginjal Kronis dalam Advance Nursing Practice.Online.Available from: http://anisfitri-fkp08.web.unair.ac.id/artikel_detail-38519-kuliah-Self%20Management%20Education%20pada%20Gagal%20Ginjal%20Kronis%20dalam%20Advance%20Nursing%20Practice.html. [Diakses pada 7 Januari 2014]4