MENDUNIA Harus Banyak Berdoa BERKAT BUSANA KAYU · membuat busana dari kayu tidak sesulit melempar...

1
GEMPA bumi disusul tsunami yang melanda Jepang awal Maret 2011 lalu mengundang banyak simpati. Tak terkecuali penyanyi jazz Syaharani yang mengaku sedih dengan kejadian tersebut. Apalagi, Jepang kembali diguncang gempa 7,4 SR baru-baru ini, setelah hampir sebulan gempa yang menewaskan ribuan orang itu berlalu. “Yang terjadi di seluruh dunia sudah cukup untuk mendorong kita lebih banyak berdoa. Di tempat yang biasa tidak ada es, jadi ada es. Cuaca tiba-tiba dingin, tiba-tiba panas. Terasa banget. Ini sudah cukup mendorong kita untuk berdoa lebih banyak,” celoteh Syaharani saat ditemui seusai menonton konser Kitaro di JCC, Jakarta. Alam seakan menunjukkan ke- besarannya kepada manusia. Sya- harani pun mengaku merasakan sendiri ketakutan akan alam saat gempa yang mengguncang Cila- cap beberapa waktu lalu, yang membawa korban keluarganya. “Seperti kemarin di Cilacap yang gempanya 7,8 SR dan ada war- ning tsunami. Lewat Twitter kita memantau karena ada saudara kita di sana. Lalu, kabarnya di Bandung terasa juga di sana. Dua kali terjadi gempa di barat Bandung, kita hanya bisa berdoa,” sahutnya. Berkaca dari pengala- man Jepang, Syaharani menilai ‘Negeri Ma- tahari Terbit’ punya sistem yang cepat untuk membangun kembali negeri. Ia sendiri kagum dan berharap Indonesia bisa seperti itu. (Din/M-1) kan baju. Ia pun sampai pada pe- mikiran untuk menciptakan baju yang tahan lama. “Ak- hirnya saya buat baju dan se- patu dari kayu itu,” katanya. Pembuatannya, diakui Barata, tergolong sulit. Itu membutuhkan ketelitian dan kesabaran ekstra. Kayu yang besar harus dipahat hingga ketebalannya hanya tersisa sekitar 2 milimeter. “Tetapi toh membuat busana dari kayu tidak sesulit melempar besi ratusan ton ke ruang angkasa (pesawat),” ujarnya. Kini, Barata bisa tersenyum lebar. Busana kayu buah kreasi- nya itu telah berhasil memikat banyak pembeli. Jika selama ini karya-karyanya lebih banyak diminati konsumen dalam negeri, tidak demikian halnya dengan busana kayu. Karena keindahan dan ke- unikannya, kerajinan tersebut juga memikat minat banyak pembeli asing. Antara lain dari Amerika, Jepang, Belanda, dan India. Harga jualnya pun lumayan tinggi. Rp5 juta hingga Rp20 juta untuk baju, Rp50 ribu- Rp2,5 juta untuk bra, Rp300 ribu-Rp 1 juta untuk sepatu, dan Rp1 juta-Rp5 juta untuk selendang. Barata sampai saat ini masih merasa heran, dari mana para pembeli asing itu mengetahui karyanya. Ia merasa tidak per- nah melakukan promosi secara khusus. Ia hanya pernah dua kali mengikuti pameran, itu pun dilangsungkan di Kota Solo. “Barangkali memang inilah jalan-Nya. Ibarat batu permata, sekalipun ditaruh di dasar samudra, tetap dicari orang,” katanya. Menyadarkan warga Barata memulai usaha se- bagai perajin kayu sejak 2000 silam setelah puas bekerja se- bagai arsitek di Jakarta. Dengan kata lain, kurang lebih 11 tahun lamanya dia menggantungkan hidup pada kayu. Menariknya, selama kurun waktu tersebut, Barata meng- aku belum pernah menebang pohon. Bahan baku yang di- gunakannya berasal dari lim- bah. Mulai kayu dari limbah sisa industri mebel, pohon roboh dan tidak dimanfaatkan, hingga pohon yang memang sengaja ditebang warga karena dianggap tidak berguna dan berharga. Yang terakhir itu, menurut istilah Barata, merupakan lim- bah yang dihasilkan karena paradigma yang salah. Seperti sikap berpikir masyarakat, khususnya Jawa, yang meng- anggap kayu yang paling baik adalah jati. Pohon selain jati dianggap kurang berharga sehingga terkadang ditebang dan dibi- arkan membusuk dan lapuk begitu saja. Sikap seperti itu, menurut Barata, sama saja de- ngan tidak menghargai alam. Di Indonesia ini, terdapat 40.762 jenis pohon. Kalau hanya jati yang dianggap baik, berarti 40.761 jenis yang lain dianggap tidak berharga. “Melalui karya-karya ini, saya ingin membuka mata masyarakat bahwa kayu apa pun bisa dimanfaatkan dan memiliki harga. Kalau sudah demikian, nantinya mereka akan lebih menghargai pohon sebagai salah satu penyedia kebutuhan kita di dunia ini,” jelasnya. Selain menyadarkan masyarakat untuk lebih meng- hargai kayu, Barata kini gencar mendorong gerakan penghi- jauan. Kebetulan, dia memi- liki kenalan sekitar 500 orang penebang pohon. Namun, dia mengaku tidak pernah me- manfaatkan jasa mereka untuk menyuplai bahan baku. Kepada pimpinan mereka, Barata selalu berpesan untuk ikut serta menjaga kelestari- an hutan. Setiap menebang satu pohon, mereka diminta untuk menukarnya dengan lima bibit pohon baru dan tidak menebang pohon yang berada di dekat sumber air. “Ingat, kita memiliki tang- gung jawab untuk menjaganya supaya bisa dinikmati anak cucu di masa mendatang,” tuturnya. Itu sebuah pesan yang sangat bijak, patut untuk direnungkan. Sudah saatnya bagi kita untuk menghargai pohon di sekitar kita, apa pun jenisnya. Siapa tahu lewat pohon yang selama ini dianggap tidak ber- harga, kita juga bisa melahirkan karya yang mendunia seperti Barata. (M-1) ferdinan @mediaindonesia.com SELASA, 12 APRIL 2011 5 S O SOK Paradigma yang ada di masyarakat bahwa kayu selain jati tidak memiliki nilai diubah Barata. Baginya, semua kayu punya nilai asalkan disentuh secara kreatif. BARATA SENA MENDUNIA BERKAT BUSANA KAYU FERDINAND D ULU bra dari kayu sekadar menjadi bahan canda. Na- mun, di tangan Ba- rata Sena, 42, perajin kayu asal Solo, hal itu menjelma menjadi sebuah kenyataan. Seperti biasa, suasana rumah joglo yang terletak di Gang Delima VIII, No 14, Kelurah- an Jajar, Kecamatan Laweyan, Solo, Jawa Tengah, itu tampak sibuk. Enam pemuda sedang menjalankan aktivitas rutin di sana. Mereka berkutat meng- olah kayu beragam ukuran. Empat orang sibuk mengukir menggunakan pahat. Dua lain- nya mengerjakan proses nish- ing, memoleskan politur dan pernis sebagai sentuhan akhir. Bangunan rumah khas Jawa yang hampir seluruhnya ter- buat dari kayu itu merupakan bengkel kerja Barata. Ia mewu- judkan ide-ide kreatif menjadi sebuah karya indah yang bisa dinikmati siapa pun. Di antara sekian banyak idenya, yang paling meman- cing perhatian adalah busana berbahan kayu. Betapa tidak? Kayu yang selama ini diang- gap kaku ternyata bisa menjadi begitu luwes di tangan terampil Barata. Seperti puluhan bra kayu yang terpajang rapi di salah satu ruangan lantai dua rumah tinggalnya yang berada persis di belakang bengkel kerja itu. Pakaian dalam wanita itu terlihat begitu mirip dengan aslinya. Bahkan hingga pada bagian-bagian detailnya. Kepi- awaian Barata mengolah kayu menjadi busana juga terlihat pada karyanya berupa sepatu wanita bertumit tinggi. Sepintas, orang pasti tidak akan mengira bahwa sepatu- sepatu berbagai warna dan ukuran itu terbuat dari kayu. Bentuknya betul-betul mirip dengan sepatu sungguhan. Selain bra dan sepatu, di ru- angan itu terdapat dua lembar kaus dalam wanita dan selem- bar kemeja pria berbahan kulit kayu beringin. Karena sekadar pajangan, tentu saja benda- benda itu tidak bisa dikenakan. “Kalau mau, bisa saja, tetapi pasti tidak nyaman,” kelakar Barata saat ditemui Media In- donesia, Jumat (9/4). Ide menciptakan busana berbahan kayu itu, menurut Barata, pertama kali muncul pada 2008. Karya pertamanya berupa selendang. Gagasan itu hadir ketika dia mengangkat jemuran. Barata mengaku tertarik de- ngan bentuknya yang seder- hana, gampang dijemur dan di- angkat. Hanya tinggal disampir- kan saja di tali jemuran. Ia pun menuangkan bentuk selendang itu pada media kayu. Sebagai orang yang cukup lama menekuni bidang deko- rasi ruangan, ia sangat ya- kin selendang kayu itu akan menjadi hiasan yang sangat menarik. Ternyata dugaannya tidak meleset. Selendang kayu buatannya langsung menda- patkan penggemar. Itulah yang kemudian membuatnya terdo- rong untuk bereksplorasi lebih jauh lagi terhadap kayu. Hingga lahirlah kemudian bra, baju dalam wanita, sepatu, dan kemeja pria. Menariknya, ide untuk menciptakan karya- karya itu tidak pernah dipikir- kannya secara khusus. Itu datang begitu saja dari aktivitas kesehariannya. Gagasan membuat bra, mi- salnya, hadir ketika dia tengah berbelanja di sebuah pasar dan melihat kios pedagang pakai- an dalam wanita. Kemudian baju dan sepatu lahir setelah dia merasa jengkel karena dua anaknya sering meminta dibeli- Harus Banyak Berdoa Pasangan Serasi Cuci Muka PENCIPTA lagu dan penyanyi Anang Hermansyah belakangan makin meraup banyak kocek dengan pasangan barunya, Ashanti. Akhir pekan lalu, misalnya, pasangan yang melambung lewat lagu Menentukan Hati ini menggelar sejumlah konser di Pulau Dewata. Di hadapan para pejabat Kementerian Kebudayaan dan Pari- wisata, termasuk Menbudpar Jero Wacik yang menghadiri pe- nyerahan bantuan desa wisata PNPM Mandiri Pariwisata Tahun 2011 dan Pesta Kesenian Rakyat Buleleng, di Singaraja, mereka tampak selalu mesra. Lewat lagu Jodohku yang diambil dari album duet mereka, pasangan ini mencoba untuk meyakinkan penonton bahwa mere- ka adalah pasangan serasi yang kelak akan berjodoh. “Sayangnya, Ashanti gak mau sama saya,’’ ujar Anang dalam nada canda. Yang jelas, Anang mengungkapkan senang bisa tampil dalam acara yang digelar di kawasan Singa- raja. Maklum, selama ini Bali hanya dikenal di kawasan Denpasar “Sebenarnya masih banyak ka- wasan Bali lain yang tidak kalah dengan objek wisata di Denpasar,” ujarnya. Karenanya, Anang mengimbau semua pihak tidak usah khawatir ke- tika ada media yang menulis kini kawasan itu menjadi buruk karena sampah dan kema- cetan. “Ya, makanya kalau ke Bali jangan ke Denpasar saja, tetapi juga ke daerah lain, seperti Sanur, Pantai Lovina, Buleleng, atau Singaraja ini,” tandas- nya. (Eri/M-1) SETELAH terpilih menjadi brand ambassador sebuah produk pen- cuci wajah laki-laki, grup musik Ungu punya konsekuensi. Di hadapan awak media, mereka harus rela ditonton untuk mencuci muka dengan produk yang diwakili di Jakarta, kemarin. Meski sudah tak terhitung tampil di hadap- an publik, mereka tetap saja gugup. Gitaris Ungu Onci, misalnya. Saat gilirannya tiba, ia sudah bersiap di depan wastafel yang memang sengaja disediakan panitia. Sabun yang ada di pinggiran was- tafel sudah hampir diletakkan di tangannya padahal ia belum mem- basuh tangan. Untungnya, ada perempuan yang mengarah- kannya untuk mencuci ta- ngan sebelum ia membasuh muka. Anggota Ungu termuda ini pun manut saja saat diminta membasuh tangan. “Habis airnya, ya?” sa- hutnya panik saat muka- nya masih penuh sabun. “Masih ada, kok,” sahut teman di belakangnya. Tangannya masih bergetar saat membilas sisa sabun. Wajahnya terlihat lega saat per- tunjukan cuci muka usai. “Mukanya jadi kinclong,” ujarnya sam- bil nyengir. (Din/M-1) Syaharani Anang Hermansyah Onci Melalui karya- karya ini, saya ingin membuka mata masyarakat bahwa kayu apa pun bisa dimanfaatkan dan memiliki harga.” Nama: Barata Sena Lahir: 22 Maret 1969 Alamat: Gang Delima VIII No 14 RT 7 RW 3 Kelurahan Jajar, Kecamatan Laweyan, Kota Solo Istri: Yayuk Puji Astuti Anak: Mudita dan Candani Pendidikan: Jurusan Seni Rupa Institut Seni Indonesia Solo Pekerjaan: Arsitek Perajin kayu BIODATA MI/M IRFAN ANTARA MI/M IRFAN MI/FERDINAND

Transcript of MENDUNIA Harus Banyak Berdoa BERKAT BUSANA KAYU · membuat busana dari kayu tidak sesulit melempar...

GEMPA bumi disusul tsunami yang melanda Jepang awal Maret 2011 lalu mengundang banyak simpati. Tak terkecuali penyanyi jazz Syaharani yang mengaku sedih dengan kejadian tersebut. Apalagi, Jepang kembali diguncang gempa 7,4 SR baru-baru ini, setelah hampir sebulan gempa yang menewaskan ribuan orang itu berlalu.

“Yang terjadi di seluruh dunia sudah cukup untuk mendorong kita lebih banyak berdoa. Di tempat yang biasa tidak ada es, jadi ada es. Cuaca tiba-tiba dingin, tiba-tiba panas. Terasa banget. Ini sudah cukup mendorong kita untuk berdoa lebih banyak,” celoteh Syaharani saat ditemui seusai menonton konser Kitaro

di JCC, Jakarta.Alam seakan menunjukkan ke-

besarannya kepada manusia. Sya-harani pun mengaku merasakan

sendiri ketakutan akan alam saat gempa yang mengguncang Cila-cap beberapa waktu lalu, yang

membawa korban keluarganya. “Seperti kemarin di Cilacap yang

gempanya 7,8 SR dan ada war-ning tsunami. Lewat Twitter kita memantau karena ada saudara kita di sana. Lalu, kabarnya di Bandung terasa juga di sana. Dua kali terjadi gempa di barat Bandung, kita hanya bisa berdoa,” sahutnya.

Berkaca dari pengala-man Jepang, Syaharani menilai ‘Negeri Ma-tahari Terbit’ punya

sistem yang cepat untuk membangun kembali negeri. Ia sendir i kagum

dan berharap Indonesia bisa s e p e r t i i t u . (Din/M-1)

kan baju.Ia pun sampai pada pe-

mikiran untuk menciptakan baju yang tahan lama. “Ak-hirnya saya buat baju dan se-patu dari kayu itu,” katanya.

Pembuatannya , d iakui Barata, tergolong sulit. Itu membutuhkan ketelitian dan kesabaran ekstra. Kayu yang besar harus dipahat hingga ketebalannya hanya tersisa sekitar 2 milimeter. “Tetapi toh membuat busana dari kayu tidak sesulit melempar besi ratusan ton ke ruang angkasa (pesawat),” ujarnya.

Kini, Barata bisa tersenyum lebar. Busana kayu buah kreasi-nya itu telah berhasil memikat banyak pembeli. Jika selama ini karya-karyanya lebih ba nyak diminati konsumen dalam negeri, tidak demikian halnya dengan busana kayu.

Karena keindahan dan ke-unikannya, kerajinan tersebut juga memikat minat banyak pembeli asing. Antara lain dari Amerika, Jepang, Belanda, dan India.

Harga jualnya pun lumayan tinggi. Rp5 juta hingga Rp20 juta untuk baju, Rp50 ribu-Rp2,5 juta untuk bra, Rp300

ribu-Rp 1 juta untuk sepatu, dan Rp1 juta-Rp5 juta untuk selendang.

Barata sampai saat ini masih merasa heran, dari mana para pembeli asing itu mengetahui karyanya. Ia merasa tidak per-nah melakukan promosi secara khusus. Ia hanya pernah dua kali mengikuti pameran, itu pun dilangsungkan di Kota Solo.

“Barangkali memang inilah jalan-Nya. Ibarat batu permata, sekalipun ditaruh di dasar samudra, tetap dicari orang,” katanya.

Menyadarkan wargaBarata memulai usaha se-

bagai perajin kayu sejak 2000 silam setelah puas bekerja se-bagai arsitek di Jakarta. Dengan kata lain, kurang lebih 11 tahun lamanya dia menggantungkan hidup pada kayu.

Menariknya, selama kurun waktu tersebut, Barata meng-aku belum pernah menebang pohon. Bahan baku yang di-gunakannya berasal dari lim-bah. Mulai kayu dari limbah sisa industri mebel, pohon roboh dan tidak dimanfaatkan, hingga pohon yang memang sengaja ditebang warga karena dianggap tidak berguna dan berharga.

Yang terakhir itu, menurut istilah Barata, merupakan lim-bah yang dihasilkan karena paradigma yang salah. Se perti sikap berpikir masyarakat, khususnya Jawa, yang meng-anggap kayu yang paling baik adalah jati.

Pohon selain jati dianggap kurang berharga sehingga terkadang ditebang dan dibi-arkan membusuk dan lapuk begitu saja. Sikap seperti itu, menurut Barata, sama saja de-ngan tidak menghargai alam.

Di Indonesia ini, terdapat 40.762 jenis pohon. Kalau hanya jati yang dianggap baik, berarti 40.761 jenis yang lain dianggap tidak berharga.

“Melalui karya-karya ini, saya ingin membuka mata masyarakat bahwa kayu apa pun bisa dimanfaatkan dan memiliki harga. Kalau sudah demikian, nantinya mereka akan lebih menghargai pohon sebagai salah satu penyedia kebutuhan kita di dunia ini,” jelasnya.

S e l a i n m e n y a d a r k a n masyarakat untuk lebih meng-hargai kayu, Barata kini gencar mendorong gerakan penghi-jauan. Kebetulan, dia memi-liki kenalan sekitar 500 orang penebang pohon. Namun, dia mengaku tidak pernah me-manfaatkan jasa mereka untuk menyuplai bahan baku.

Kepada pimpinan mereka, Barata selalu berpesan untuk ikut serta menjaga kelestari-an hutan. Setiap menebang satu pohon, mereka diminta untuk menukarnya dengan lima bibit pohon baru dan tidak me nebang pohon yang berada di dekat sumber air.

“Ingat, kita memiliki tang-gung jawab untuk menjaganya supaya bisa dinikmati anak cucu di masa mendatang,” tuturnya. Itu sebuah pesan yang sangat bijak, patut untuk direnungkan. Sudah saatnya bagi kita untuk menghargai pohon di sekitar kita, apa pun jenisnya.

Siapa tahu lewat pohon yang selama ini dianggap tidak ber-harga, kita juga bisa melahirkan karya yang mendunia seperti Barata. (M-1)

[email protected]

SELASA, 12 APRIL 2011 5SOSOK

Paradigma yang ada di masyarakat bahwa kayu selain jati tidak memiliki nilai diubah Barata. Baginya, semua kayu punya nilai asalkan disentuh secara kreatif.

B A R ATA S E N A

MENDUNIA BERKAT BUSANA KAYU

FERDINAND

DULU bra dari kayu sekadar menjadi bahan canda. Na-mun, di tangan Ba-

rata Sena, 42, perajin kayu asal Solo, hal itu menjelma menjadi sebuah kenyataan.

Seperti biasa, suasana rumah joglo yang terletak di Gang Delima VIII, No 14, Kelurah-an Jajar, Kecamatan Laweyan, Solo, Jawa Tengah, itu tampak sibuk. Enam pemuda sedang menjalankan aktivitas rutin di sana. Mereka berkutat meng-olah kayu beragam ukuran.

Empat orang sibuk mengukir menggunakan pahat. Dua lain-nya mengerjakan proses fi nish-ing, memoleskan politur dan pernis sebagai sentuhan akhir.

Bangunan rumah khas Jawa yang hampir seluruhnya ter-buat dari kayu itu merupakan bengkel kerja Barata. Ia mewu-judkan ide-ide kreatif menjadi sebuah karya indah yang bisa dinikmati siapa pun.

Di antara sekian banyak idenya, yang paling meman-cing perhatian adalah busana berbahan kayu. Betapa tidak? Kayu yang selama ini diang-gap kaku ternyata bisa menjadi begitu luwes di tangan terampil Barata.

Seperti puluhan bra kayu yang terpajang rapi di salah satu ruangan lantai dua rumah tinggalnya yang berada persis di belakang bengkel kerja itu.

Pakaian dalam wanita itu terlihat begitu mirip dengan aslinya. Bahkan hingga pada bagian-bagian detailnya. Kepi-awaian Barata mengolah kayu menjadi busana juga terlihat pada karyanya berupa sepatu wanita bertumit tinggi.

Sepintas, orang pasti tidak akan mengira bahwa sepatu-sepatu berbagai warna dan ukuran itu terbuat dari kayu. Bentuknya betul-betul mirip dengan sepatu sungguhan.

Selain bra dan sepatu, di ru-angan itu terdapat dua lembar kaus dalam wanita dan selem-bar kemeja pria berbahan kulit kayu beringin. Karena sekadar

pajangan, tentu saja benda-benda itu tidak bisa dikenakan. “Kalau mau, bisa saja, tetapi pasti tidak nyaman,” kelakar Barata saat ditemui Media In-donesia, Jumat (9/4).

Ide menciptakan busana berbahan kayu itu, menurut Barata, pertama kali muncul pada 2008. Karya pertamanya berupa selendang. Gagasan itu hadir ketika dia mengangkat jemuran.

Barata mengaku tertarik de-ngan bentuknya yang seder-hana, gampang dijemur dan di-angkat. Hanya tinggal disampir-kan saja di tali jemuran. Ia pun menuangkan bentuk selendang itu pada media kayu.

Sebagai orang yang cukup lama menekuni bidang deko-rasi ruangan, ia sangat ya-kin selendang kayu itu akan

menjadi hiasan yang sangat menarik. Ternyata dugaannya tidak meleset. Selendang kayu buatannya langsung menda-patkan penggemar. Itulah yang kemudian membuatnya terdo-rong untuk bereksplorasi lebih jauh lagi terhadap kayu.

Hingga lahirlah kemudian bra, baju dalam wanita, sepatu, dan kemeja pria. Menariknya, ide untuk menciptakan karya-karya itu tidak pernah dipikir-kannya secara khusus. Itu datang begitu saja dari aktivitas kesehariannya.

Gagasan membuat bra, mi-salnya, hadir ketika dia tengah berbelanja di sebuah pasar dan melihat kios pedagang pakai-an dalam wanita. Kemudian baju dan sepatu lahir setelah dia merasa jengkel karena dua anaknya sering meminta dibeli-

Harus Banyak Berdoa

Pasangan Serasi

Cuci Muka

PENCIPTA lagu dan penyanyi Anang Hermansyah belakangan makin meraup banyak kocek dengan pasangan barunya, Ashanti. Akhir pekan lalu, misalnya, pasangan yang melambung lewat lagu Menentukan Hati ini menggelar sejumlah konser di Pulau Dewata.

Di hadapan para pejabat Kementerian Kebudayaan dan Pari-wisata, termasuk Menbudpar Jero Wacik yang menghadiri pe-nyerahan bantuan desa wisata PNPM Mandiri Pariwisata Tahun 2011 dan Pesta Kesenian Rakyat Buleleng, di Singaraja, mereka tampak selalu mesra.

Lewat lagu Jodohku yang diambil dari album duet mereka, pasangan ini mencoba untuk meyakinkan penonton bahwa mere-ka adalah pasangan serasi yang kelak akan berjodoh. “Sayangnya, Ashanti gak mau sama saya,’’ ujar Anang dalam nada canda.

Yang jelas, Anang mengungkapkan senang bisa tampil dalam acara yang digelar di kawasan Singa-

raja. Maklum, selama ini Bali hanya dikenal di kawasan Denpasar “Sebenarnya masih banyak ka-wasan Bali lain yang tidak kalah dengan objek wisata di Denpasar,”

ujarnya.Karenanya, Anang mengimbau

semua pihak tidak usah khawatir ke-tika ada media yang menulis kini

kawasan itu menjadi buruk karena sampah dan kema-

cetan. “Ya, makanya kalau ke Bali jangan ke Denpasar saja, tetapi juga ke daerah lain, seperti Sanur, Pantai Lovina, Buleleng, atau Singaraja ini,” tandas-nya. (Eri/M-1)

SETELAH terpilih menjadi brand ambassador sebuah produk pen-cuci wajah laki-laki, grup musik Ungu punya konsekuensi. Di hadapan awak media, mereka harus rela ditonton untuk mencuci muka dengan produk yang diwakili di Jakarta, kemarin.

Meski sudah tak terhitung tampil di hadap-an publik, mereka tetap saja gugup. Gitaris Ungu Onci, misalnya. Saat gilirannya tiba, ia sudah bersiap di depan wastafel yang memang sengaja disediakan panitia.

Sabun yang ada di pinggiran was-tafel sudah hampir diletakkan di tangannya padahal ia belum mem-basuh tangan. Untungnya, ada perempuan yang mengarah-kannya untuk mencuci ta-ngan sebelum ia membasuh muka.

Anggota Ungu termuda ini pun manut saja saat diminta membasuh tangan. “Habis airnya, ya?” sa-hutnya panik saat muka-nya masih penuh sabun. “Masih ada, kok,” sahut teman di belakangnya.

Tangannya masih bergetar saat membilas sisa sabun. Wajahnya terlihat lega saat per-tunjukan cuci muka usai. “Mukanya jadi kinclong,” ujarnya sam-bil nyengir. (Din/M-1)

Syaharani

Anang Hermansyah

Onci

Melalui karya-karya ini, saya

ingin membuka mata masyarakat bahwa kayu apa pun bisa dimanfaatkan dan memiliki harga.”

Nama:Barata Sena

Lahir: 22 Maret 1969

Alamat:Gang Delima VIII No 14 RT 7 RW 3 Kelurahan Jajar, Kecamatan Laweyan, Kota Solo

Istri: Yayuk Puji Astuti

Anak: Mudita dan Candani

Pendidikan:Jurusan Seni Rupa Institut Seni Indonesia Solo

Pekerjaan:ArsitekPerajin kayu

BIODATA

MI/M IRFAN

ANTARA

MI/M IRFAN

MI/FERDINAND