Mendaratkan Transparansi & Akuntabilitas Industri Ekstraktif Di Kaltim--Makalah Carolus Tuah

6
Mendaratkan Transparansi & Akuntabilitas Industri Ekstraktif di Kaltim: Merubah Berkah Menjadi Kutukan? Carolus Tuah 1 “Saat ini kondisi perekonomian sedang lesu. Jika KP (Kuasa Pertambangan) yang ada kami hentikan, dampak sosial dan ekonominya bakal sangat besar.” “Namun yang perlu diingat, pendapatan dari sektor ini jumlahnya cukup besar. Untuk Samarinda mencapai Rp 300 miliar, yang berasal dari pajak, pembayaran royalti, dan retribusi.” (Wakil Walikota Samarinda, Syaharie Ja’ang, Kaltimpost Edisi Senin 24 November 2008) Kutipan diatas merupakan pernyataan dari Wakil Walikota Samarinda, Syaharie Ja’ang, menanggapi desakan publik untuk menutup operasi pertambangan yang dituding menjadi penyebab banjir yang melanda Samarinda sepanjang November 2008. Sang Wawali menolak tudingan kehadiran KP menjadi penyebab banjir, kemudian menyalahkan perilaku warga yang suka membuang sampah sembarangan. Tak lupa faktor alam turut dipersalahkan. Hal yang sama juga dinyatakan oleh Kepala Kantor Pertambangan dan Energi (KPE) Samarinda Drs Rusdi AR. Menurut Rusdi, aktivitas pertambangan batu bara yang dilakukan sekarang sudah sesuai dengan mekanisme yang diminta. Bahkan, semuanya sudah mendapat izin dari Pemkot melalui KPE yang dipimpinnya. Kedua pejabat ini lupa akan fakta bahwa Pansus Banjir DPRD Samarinda yang dibentuk pada 2007 yang lalu menyatakan bahwa aktivitas tambang merupakan penyebab banjir. Pansus pun memberikan rekomendasi agar Pemerintah Kota Samarinda tidak lagi 1 Koordinator Pokja 30. Makalah singkat ini dipersiapkan sebagai pengantar diskusi buku “Berkelit dari Kutukan Sumberdaya Alam”, Surabaya 22 Desember 2008

description

“Saat ini kondisi perekonomian sedang lesu. Jika KP (Kuasa Pertambangan) yang ada kami hentikan, dampak sosial dan ekonominya bakal sangat besar.” “Namun yang perlu diingat, pendapatan dari sektor ini jumlahnya cukup besar. Untuk Samarinda mencapai Rp 300 miliar, yang berasal dari pajak, pembayaran royalti, dan retribusi.” (Wakil Walikota Samarinda, Syaharie Ja’ang, Kaltimpost Edisi Senin 24 November 2008)Kutipan diatas merupakan pernyataan dari Wakil Walikota Samarinda, Syaharie Ja’ang, menanggapi desakan publik untuk menutup operasi pertambangan yang dituding menjadi penyebab banjir yang melanda Samarinda sepanjang November 2008. Sang Wawali menolak tudingan kehadiran KP menjadi penyebab banjir, kemudian menyalahkan perilaku warga yang suka membuang sampah sembarangan. Tak lupa faktor alam turut dipersalahkan. Hal yang sama juga dinyatakan oleh Kepala Kantor Pertambangan dan Energi (KPE) Samarinda Drs Rusdi AR. Menurut Rusdi, aktivitas pertambangan batu bara yang dilakukan sekarang sudah sesuai dengan mekanisme yang diminta. Bahkan, semuanya sudah mendapat izin dari Pemkot melalui KPE yang dipimpinnya...Makalah Carolus Tuah (Pokja 30)

Transcript of Mendaratkan Transparansi & Akuntabilitas Industri Ekstraktif Di Kaltim--Makalah Carolus Tuah

Page 1: Mendaratkan Transparansi & Akuntabilitas Industri Ekstraktif Di Kaltim--Makalah Carolus Tuah

Mendaratkan Transparansi & Akuntabilitas Industri Ekstraktif di Kaltim:Merubah Berkah Menjadi Kutukan?

Carolus Tuah1

“Saat ini kondisi perekonomian sedang lesu. Jika KP (Kuasa Pertambangan) yang ada kami hentikan, dampak sosial dan ekonominya bakal sangat besar.”

“Namun yang perlu diingat, pendapatan dari sektor ini jumlahnya cukup besar. Untuk Samarinda mencapai Rp 300 miliar, yang berasal dari pajak, pembayaran royalti, dan

retribusi.” (Wakil Walikota Samarinda, Syaharie Ja’ang, Kaltimpost Edisi Senin 24 November 2008)

Kutipan diatas merupakan pernyataan dari Wakil Walikota Samarinda, Syaharie Ja’ang, menanggapi desakan publik untuk menutup operasi pertambangan yang dituding menjadi penyebab banjir yang melanda Samarinda sepanjang November 2008.

Sang Wawali menolak tudingan kehadiran KP menjadi penyebab banjir, kemudian menyalahkan perilaku warga yang suka membuang sampah sembarangan. Tak lupa faktor alam turut dipersalahkan. Hal yang sama juga dinyatakan oleh Kepala Kantor Pertambangan dan Energi (KPE) Samarinda Drs Rusdi AR. Menurut Rusdi, aktivitas pertambangan batu bara yang dilakukan sekarang sudah sesuai dengan mekanisme yang diminta. Bahkan, semuanya sudah mendapat izin dari Pemkot melalui KPE yang dipimpinnya.

Kedua pejabat ini lupa akan fakta bahwa Pansus Banjir DPRD Samarinda yang dibentuk pada 2007 yang lalu menyatakan bahwa aktivitas tambang merupakan penyebab banjir. Pansus pun memberikan rekomendasi agar Pemerintah Kota Samarinda tidak lagi menerbitkan izin KP baru yang pada 2007 berjumlah 33. Nyatanya, pada 2008 telah bertambah 11 izin menjadi 44 KP. Ditambah dengan 5 Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B), maka luas tambang mencapai 32 persen dari total luas Kota Samarinda! Coba tanya kenapa hal itu terjadi, jawabnya enteng saja: untuk mendapatkan pendapatan asli daerah (PAD). Lahan-lahan yang tadinya merupakan persawahan, tangkapan air dan pemukiman, diubah menjadi lahan tambang. Lebih dari itu, mari melihat lokasi pertambangan yang sangat dekat dengan pemukiman warga.

Kasus Samarinda ini menarik. Kehadiran industri ekstraktif di Samarinda dianggap “sah” dan “aman bagi lingkungan” karena telah melalui serangkaian mekanisme perizinan. Pertanyaannya, sejauh mana perizinan itu melibatkan publik? Apakah transparansi juga hadir dalam proses perizinannya? Bagaimana proses negoisasi antara pemerintah dengan perusahaan? Benarkah industri tambang tidak berdampak negatif bagi lingkungan di Samarinda?

1 Koordinator Pokja 30. Makalah singkat ini dipersiapkan sebagai pengantar diskusi buku “Berkelit dari Kutukan Sumberdaya Alam”, Surabaya 22 Desember 2008

Page 2: Mendaratkan Transparansi & Akuntabilitas Industri Ekstraktif Di Kaltim--Makalah Carolus Tuah

Lain di Samarinda, lain pula di Kutai Kertanegara. Kabupaten ini tersohor dengan kekayaan SDA nya berikut APBD yang fantastis. Informasi terakhir yang saya peroleh, saat ini terdapat 315 KP dan 17 PKP2B2. Menariknya, izin-izin ini diterbitkan justru ketika Kukar dipimpin oleh Plt Bupati pada 20053. Belakangan ini ketika banyak pihak mempersoalkan tingkat kerusakan lingkungan yang sangat tinggi di Kukar akibat kurangnya kontrol terhadap perusahaan tambang , Pemkab Kukar berkelit bahwa izin-izin tersebut dikeluarkan oleh plt Bupati.

Pada tanggal 20 Agustus 2008 yang lalu, di desa Kedang Murung, Kecamatan Kota Bangun (berjarak 2 jam dari Tenggarong, ibukota Kukar) terjadi penembakan yang dilakukan oleh Polisi terhadap sekelompok warga yang sedang melakukan aksi dalam rangka menuntut ganti rugi pencaplokan lahan kepada sebuah perusahaan tambang. Penembakan ini mengakibatkan 1 orang tewas, 1 orang mengalami kelumpuhan dan 1 orang mengalami gangguan pendengaran. Selain itu ada 24 orang yang sampai saat ini ditahan dengan sangkaan mengganggu operasional tambang4. Belakangan sangkaan itu bertambah dengan soal senjata tajam dan perbuatan tidak menyenangkan. Sungguh malang nasib 24 orang itu, mereka dikriminalkan, sementara tuntutan ganti rugi mereka malah diabaikan oleh kepolisian. Ditambah lagi perusahaan tambang itu tetap berproduksi sampai saat ini tanpa ada gangguan

Kedua cerita diatas seakan mempertegas bahwa industri ekstraktif lekat dengan kekerasan, pelanggaran HAM dan kerusakan lingkungan. Negara seolah-olah takluk ketika berhadapan dengan korporasi. Belum lagi jika kita melihat ternyata aparatur negara lebih berpihak kepada industri tambang. Tuntutan warga masyarakat selalu dikalahkan dengan dalih industri ekstraktif merupakan bagian aset negara yang harus dijaga kelangsungannya. Sehingga, ketika ada yang kritis terhadap industri ini akan dituduh sebagai pihak yang mengganggu stabilitas negara.

Kepemilikan sumberdaya alam kerap dikaitkan dengan kedaulatan suatu negara. Menurut teori politik modern, kedaulatan (seharusnya) berada di tangan rakyat. Namun kenyataannya tidak selalu demikian. Seperti yang telah disinggung sebelumnya, sejak pemberlakuan desentralisasi beberapa kewenangan dari pusat ke daerah, izin-izin pertambangan begitu mudah diterbitkan pemerintah daerah. Meskipun regulasi yang ada mengamanatkan dilakukannya konsultasi publik dalam proses mendapatkan izin, selalu ada siasat untuk menghindari peran-peran publik.

Sering terdengar tudingan bahwa Industri pertambangan tidak memberikan bagi hasil yang adil dan terlibat korupsi5. Belum lagi kalau kita bicara mengenai ketertutupan pemerintah pusat mengenai berapa sebenarnya pendapatan riil daerah yang diperoleh dari industri ini. Sepanjang September 2008 yang lalu, pemerintah provinsi Kaltim harus bolak-balik ke Jakarta hanya untuk menanyakan kepastian jumlah royalti yang akan diterima Kaltim dari sektor tambang. Hasilnya,

2 Dokumen Walhi Kaltim3 Kukar adalah daerah pertama yang melakukan pilkada di Indonesia. di penghujung 2004, pemprof kaltim menunjuk Awang Dharma Bakti (Kepala dinas PU Kaltim) sebagai plt Bupati , namun mendapatkan perlawanan dari birokrasi di Kukar. Akhirnya Mendagri menunjuk seorang purnawirawan TNI, Kolonel Hadi Siswanto yang sebelumnya menjabat sebagai Kesbang Linmas Depdagri. Penunjukan ini disebut-sebut sebagai “pesanan” dari Kukar4 Selengkapnya lihat laporan Forum Pelangi Kaltim, “Tragedi Kota Bangun Berdarah”5 Dalam talk show di Radio Ramako (27/4/2007) Jakarta, Alvin Lie, anggota DPR, mengatakan, adanya mafia perminyakan di Pertamina membuat negara dirugikan 10 juta dollar AS per bulan untuk keuntungan pelaku transaksi ekspor-impor minyak.

Page 3: Mendaratkan Transparansi & Akuntabilitas Industri Ekstraktif Di Kaltim--Makalah Carolus Tuah

sampai saat ini pemerintah pusat belum memiliki data yang diinginkan. Cerita lainnya yang tak kalah menjengkelkan adalah, terdapat 50 perusahaan PKP2B di Kaltim yang belum melunasi pajak kendaraan atau alat beratnya sejak 2002! Korupsi dalam industri ini dimungkinkan karena negosiasi antara pemerintah dan perusahaan dalam konsesi sering bersifat tertutup. Pada sisi lain, perusahaan sendiri juga mendorong proses hubungan dengan aparatur yang tidak terbuka guna menjamin kelangsungan usahanya.

Sebagaimana kita ketahui, Bupati Kukar akhirnya harus meringkuk di penjara dengan tuduhan Korupsi upah pungut migas. Menyusul kemudian sang wakil bupati dan beberapa anggota DPRD. Dari sekilas membaca buku “Berkelit dari Kutukan Sumberdaya Alam”, dinyatakan bahwa penemuan minyak atau sumberdaya alam lain selalu memunculkan impian tentang kekayaan dan kemakmuran di negara-negara berkembang. Dalam kasus Samarinda dan Kukar, justru kekayaan SDA ini bermuara pada konflik politik yang merusak dan kemunduran ekonomi berkepanjangan. Hal ini mengafirmasi bahwa kutukan sumberdaya alam memang hadir di Kaltim

Menjaga Lahan, Cerita Dari Kampung

Potensi cadangan batubara yang dimiliki oleh Kaltim adalah 1.983.020.000 ton, terbesar di seluruh Indonesia. Selain itu di Kaltim juga ada Minyak dan Gas. Potensi Gas yang dimiliki mencapai 47,75 TSCF sedangkan Minyak bumi mencapai 35,4 juta barel6

Dengan jumlah batubara yang sedemikian besar, Kaltim menjadi incaran para kontraktor-kontraktor tambang. Selain, perusahaan skala besar yang memegang izin PKP2B, untuk tahun 2008 terdapat 600 izin pemegang KP (200 yang sudah eksploitasi)7 Fakta lainnya, 73% luas wilayah Kaltim untuk eksploitasi sumber daya alam 44,85% wilayah Kaltim untuk sektor pertambangan 2.869.950 Ha untuk Migas.

Sekitar 8 tahun yang lalu seusai memakamkan kakek dari pihak ibu, dalam perjalanan pulang paman saya bercerita tentang beberapa hal yang tidak sempat “diselesaikan” oleh kakek. Salah satunya adalah mengenai sebuah kawasan yang pernah ditabukan oleh kakek untuk dimasuki. Larangan ini muncul pada tahun 1970-an dilatari oleh pada saat itu ada kerabat yang meninggal. Dalam tradisi masyarakat Aoheng di Kutai Barat, ketika ada anggota keluarga yang meninggal, maka semua anggota keluarga dilarang untuk beraktivitas selama beberapa hari. Hal ini dimaksudkan sebagai masa berduka. Bagi yang melanggar larangan ini, diyakini akan mengalami nasib sial. Selama beberapa hari itu kebutuhan keluarga yang berduka tersebut akan dipenuhi anggota masyarakat yang lain. Dalam penuturan paman yang pada saat itu masih berusia 20-an mengatakan “Si Almarhum ditemukan meninggal di ladangnya yang berada di hulu riam. Selain melarang keluarga untuk berladang (bekerja), kakekmu juga melarang orang untuk memasuki ladang almarhum. Rupa-rupanya kakekmu lupa mencabut larangan itu sampai dia meninggal. Makanya sampai sekarang tidak ada orang kita yang berani masuk ke ladang yang sudah menjadi hutan itu”

6 “Potret sebuah Pasar bernama Indonesia,”. Bahan presentasi yang disampaikan pada Temu Kader dan Konsolidasi PMII Poros Kalimantan Timur, 15 November 2008, di Wisma Atlit Tenggarong Seberang, Kab. Kutai Kartanegara.

7 Majalah Bongkar! Edisi 94 I 9-15 Desember 2008

Page 4: Mendaratkan Transparansi & Akuntabilitas Industri Ekstraktif Di Kaltim--Makalah Carolus Tuah

Meski beberapa tahun terakhir beredar informasi bahwa di kawasan tersebut mengandung deposit batubara yang besar, namun hingga saat ini, belum ada yang berani memasuki kawasan itu. Dalam kasus ini saya memandang penghormatan terhadap tradisi & kebajikan lokal ternyata mampu dijadikan pertimbangan untuk menahan serangan eksploitasi SDA. Kawasan ini terjaga karena keyakinan kosmologis dan spiritual masyarakat Aoheng hadir di sini.

Tantangannya, sampai kapan penghormatan ini mampu dilakukan & dipertahankan?

Transparansi Sebagai Jawaban

Secara teoritik, transparansi diyakini akan mendorong pengawasan yang efektif. Dengan hadirnya transparansi, maka setidaknya akan menghilangkan kecurigaan masyarakat terhadap pemerintah. Kaltim sebagai daerah yang kaya SDA mau tidak mau harus fokus pada persoalan-persoalan transparansi industri ekstraktif. Mengapa? Karena industri sektor ekstraktif, merupakan industri dengan tingkat resiko tinggi, modal besar dan sifat eksplorasi yang tidak pasti.  Tidak pasti dalam arti bahwa tempat yang dieksplorasi belum tentu mengandung materi seperti yang diprediksikan sebelumnya. Sifat industri yang mengambil sumber daya alam-tak terbaharukan- serta paparan dampak yang cukup besar, juga menyebabkan pengelolaan bisnis ini tidak mudah dan memerlukan penanganan yang serius. Menjadi vital bagi pemda Kaltim untuk memenuhi kebutuhan masyarakat untuk mengetahui apa yang sudah dibayarkan industri kepada negara, negara menerima berapa, dan untuk apa saja.

Saat ini, Kaltim sudah memiliki Gubernur yang baru dilantik pada tanggal 17 Desember 2008 kemarin. Dalam sebuah perbincangan yang serius pada awal Desember lalu, sang Gubernur menegaskan komitmennya kepada sekelompok aktivis di Samarinda untuk membangun citra Kaltim sebagai Island of Integrity. Eksekusi terhadap komitmen ini akan di uji coba pada Januari 2009 dalam sebuah forum yang akan memproduksi sebuah draft peraturan kepala daerah tentang transparansi industri sektor ekstraktif. Hal ini dianggap penting karena inisiatif yang ada masih dianggap terlalu lemah karena hanya bersandarkan pada semangat kerelaan (voluntary) sebagaimana yang telah didorong oleh negara-negara maju yang tergabung dalam EITI, Extractive Industries Tranparency Initiative atau Inisiatif Transparansi bagi Industri-Industri Ekstraktif.

Bagaimanapun juga, inisiatif ini memang bukan satu-satunya cara untuk meminimalisir praktek korupsi yang ada di sektor pertambangan. Namun setidaknya dapat menjadi salah satu langkah awal di Kaltim untuk membangun upaya penanggulangan korupsi di sektor pertambangan dan meningkatkan transparansi di sektor ini