Mendalami Model Bacaan al-Qur’an Tujuh Imammempelajari qira’ah sab’ah. Ta-pi syarat seketat...

2
27 MPA 299 / Agustus 2011 Banyak pesantren al-Qur- ’an yang mewajibkan hafal al- Qur’an terlebih dahulu sebelum mempelajari qira’ah sab’ah. Ta- pi syarat seketat itu tak berlaku di Pesantren Tamhidy Ilmil Qira’ah (PTIQ) al-Furqan, Bu- ring, Kota Malang. Sebab hanya dengan bekal mengerti ilmu taj- wid saja, sesorang sudah ber- hak mendalami model bacaan tujuh imam tersebut. Karena keberaniannya itulah, sehingga pesantren ini lebih dikenal se- bagai pesantren qira’ah sab’ah. Pada masa awal berdiri- nya, pesantren ini sempat ditu- duh mengajarkan aliran sesat. Bahkan sempat dicap pula seba- gai pesantren Wahabi. Padahal, pesantren ini hanya mengajar- kan masalah qira’ah dan penu- lisan rasm saja. “Itu karena me- reka belum tahu,” tutur KH. Shilahul Hawa Am singkat. “Bahkan saya pernah menawarkan untuk mengajarkannya pada pesantren, tapi ditolak mentah-mentah,” kilahnya. Memang selama ini yang diketahui oleh khalayak umum, adalah qira’ah atau model bacaan Imam ‘Ashim yang diriwayatkan oleh Imam Hafsh. Jadi ketika mende- ngar model bacaan lain, dianggapnya menyimpang. Fatal- nya mereka kadang tak mau tabayyun terlebih dahulu, dan terburu-buru menyematkan cap sesat. Namun seiring waktu, pemahaman masyarakat terha- dap qira’ah sab’ah mulai membaik. Apalagi semakin ba- nyak santri yang nyatri di pesantrennya. Ini menjadi ajang promosi dakwah gratis kepada masyarakat, bahwa tidak ada ajaran sesat maupun wahabi di pesantren yang berdiri di atas lahan 6000 m2 ini. Mempelajari qira’ah sab’ah bukan sesuatu yang rumit. Hanya saja orang sering tidak telaten mempelajari- nya. Bayangkan, dari imam tujuh memiliki dua periwayat. Seperti misalnya Qalun dan Warsy yang meriwayatkan Imam Nafi’. Lalu Qambul dan al-Bazzi meriwayatkan qiraat Ibnu Kasir. Sedangkan ad-Duri dan Susi, meriwayatkan qiraat dari Imam Abu Amr. Adapun Syukbah dan Hafas, meriwayatkan qiraat Imam Asim. Kholafi dan Khollad, meriwayatkan qiraat dari Imam Hamzah. Dan Hisyam dan Dzakwan, meriwayatkan qiraat dari Imam Ibnu Amir. Dan Abdul Haris dan Duri meriwayatkan qiraat dari Imam Ali Kisa’i. Bisa dibayang- kan, berapa jumlah model bacaan yang ada. “Ada sekitar 14 model bacaan,” tukas pengasuh (PTIQ) al-Furqan ini penuh semangat. Banyaknya model bacaan tersebut, semuanya diajar- kan di pesantren yang berada di Kecamatan Kedungkan- dang Kota Malang ini. Sejak dini mereka dikenalkan secara bersamaan saat mereka menghafalkan al-Qur’an. Biasanya Pesantren Tamhidy Ilmil Qira’ah Al-Furqan Malang Mendalami Model Bacaan al-Qur’an Tujuh Imam KH. Shilahul Hawa Am Asri. Suasana pesantren cocok untuk mengaji Istiqamah. Para santri asah kemampuan mengaji

Transcript of Mendalami Model Bacaan al-Qur’an Tujuh Imammempelajari qira’ah sab’ah. Ta-pi syarat seketat...

Page 1: Mendalami Model Bacaan al-Qur’an Tujuh Imammempelajari qira’ah sab’ah. Ta-pi syarat seketat itu tak berlaku di Pesantren Tamhidy Ilmil Qira’ah (PTIQ) al-Furqan, Bu-ring, Kota

27MPA 299 / Agustus 2011

Banyak pesantren al-Qur-’an yang mewajibkan hafal al-Qur’an terlebih dahulu sebelummempelajari qira’ah sab’ah. Ta-pi syarat seketat itu tak berlakudi Pesantren Tamhidy IlmilQira’ah (PTIQ) al-Furqan, Bu-ring, Kota Malang. Sebab hanyadengan bekal mengerti ilmu taj-wid saja, sesorang sudah ber-hak mendalami model bacaantujuh imam tersebut. Karenakeberaniannya itulah, sehinggapesantren ini lebih dikenal se-bagai pesantren qira’ah sab’ah.

Pada masa awal berdiri-nya, pesantren ini sempat ditu-duh mengajarkan aliran sesat.Bahkan sempat dicap pula seba-gai pesantren Wahabi. Padahal,pesantren ini hanya mengajar-kan masalah qira’ah dan penu-lisan rasm saja. “Itu karena me-reka belum tahu,” tutur KH. Shilahul Hawa Am singkat.“Bahkan saya pernah menawarkan untuk mengajarkannyapada pesantren, tapi ditolak mentah-mentah,” kilahnya.

Memang selama ini yang diketahui oleh khalayakumum, adalah qira’ah atau model bacaan Imam ‘Ashimyang diriwayatkan oleh Imam Hafsh. Jadi ketika mende-ngar model bacaan lain, dianggapnya menyimpang. Fatal-nya mereka kadang tak mau tabayyun terlebih dahulu,dan terburu-buru menyematkan cap sesat.

Namun seiring waktu, pemahaman masyarakat terha-dap qira’ah sab’ah mulai membaik. Apalagi semakin ba-nyak santri yang nyatri di pesantrennya. Ini menjadi ajangpromosi dakwah gratis kepada masyarakat, bahwa tidakada ajaran sesat maupun wahabi di pesantren yang berdiridi atas lahan 6000 m2 ini.

Mempelajari qira’ah sab’ah bukan sesuatu yangrumit. Hanya saja orang sering tidak telaten mempelajari-

nya. Bayangkan, dari imam tujuh memiliki dua periwayat.Seperti misalnya Qalun dan Warsy yang meriwayatkanImam Nafi’. Lalu Qambul dan al-Bazzi meriwayatkan qiraatIbnu Kasir. Sedangkan ad-Duri dan Susi, meriwayatkanqiraat dari Imam Abu Amr.

Adapun Syukbah dan Hafas, meriwayatkan qiraatImam Asim. Kholafi dan Khollad, meriwayatkan qiraat dariImam Hamzah. Dan Hisyam dan Dzakwan, meriwayatkanqiraat dari Imam Ibnu Amir. Dan Abdul Haris dan Durimeriwayatkan qiraat dari Imam Ali Kisa’i. Bisa dibayang-kan, berapa jumlah model bacaan yang ada. “Ada sekitar14 model bacaan,” tukas pengasuh (PTIQ) al-Furqan inipenuh semangat.

Banyaknya model bacaan tersebut, semuanya diajar-kan di pesantren yang berada di Kecamatan Kedungkan-dang Kota Malang ini. Sejak dini mereka dikenalkan secarabersamaan saat mereka menghafalkan al-Qur’an. Biasanya

Pesantren Tamhidy Ilmil Qira’ah Al-Furqan Malang

Mendalami Model Bacaan al-Qur’an Tujuh Imam

KH. Shilahul Hawa Am

Asri. Suasana pesantren cocok untuk mengaji Istiqamah. Para santri asah kemampuan mengaji

Page 2: Mendalami Model Bacaan al-Qur’an Tujuh Imammempelajari qira’ah sab’ah. Ta-pi syarat seketat itu tak berlaku di Pesantren Tamhidy Ilmil Qira’ah (PTIQ) al-Furqan, Bu-ring, Kota

28 MPA 299 / Agustus 2011

dilakukan setiap usai su-buh ketika membaca al-Qur’an binnadhar atau de-ngan menyimak. “Saya be-rikan sebelum mereka setorhafalan,” beber putra pasa-ngan KH. Amir Abdul Ka-rim dan Hj. Ruhanah ini.

Dalam pengajaran qi-ra’ah sab’ah pada santri-nya ini, pria yang pernahnyantri di Pesantren Ilmual-Qur’an Singosari ini me-nerapkan sistem peng-ulangan ayat per-ayat. Satuayat, pertama kali dibacadenga qira’ah satu imam,kemudian diulangi denganbacaan qiraah imam lain-nya. “Begitu terus-menerussaya lakukan sampai mere-ka bisa,” tukas suami AnitaFauriyah ini.

Meski demikian, taklantas di pesantren tahfidz ini hanya memfokuskan diripada bidang qira’ah saja. Sebab dalam keseharian santrijuga diajarkan Ulumul Qur’an dan bahasa Arab besertagramatikalnya. “Target pesantren, ketika lulus disampinghafal al-Qur’an juga bisa menerjemahkan kitab kuning,”tandas ayah tiga putri ini.

Bahkan disela-sela kegiatan mengaji, Gus Hawa –panggilan karib KH. Shilahul Hawa Am – mewajibkan parasantri bekerja minimal satu hingga dua jam sehari. Kadangmereka membuat cetakan batako atau ikut menjadi kulitukang bangunan. Selain itu juga ada yang membantu disawah dan membersihkan kolam milik pesantren. “Ituuntuk masa depan mereka sendiri,” ujar pria yang pernahberprofesi sebagai penjual jagung bakar ini. “Sebab sayamengharamkan mereka makan dari hasil mengajar atau

mengaji al-Qur’an sepulang nyantri nanti,” tandasnya.Selain itu, ada keinginan dari pesantren ini untuk

mencetak mushaf al-Qur’an sesuai dengan imamnyamasing-masing. Artinya jika disesuaikan dengan jumlahimam dan periwayatnya akan ada minimal 14 macammushaf. Tapi karena mahalnya biaya dan jumlah SDM,sehingga sementara hanya memodifikasi mushaf yangada dengan cara memberi tanda sesuai dengan qira’ahmasing-masing imam. “Saat ini saya berhasil memodifi-kasinya menjadi 8 macam mushaf ,” tandas pria kelahiranMalang 44 tahun lalu itu.

Di antaranya adalah satu mushaf qira’ah Ashim, duamushaf qira’ah Imam Nafi, dua mushaf qira’ah Abu Amr,dua mushaf qiraah Hamzah dan satu mushaf qiraah Kisai.Tapi upaya ini masih belum terperinci. Sebab riwayat Qalun

jika dimushafkan bisa menjadiminimal enam mushaf. Sedang-kan riwayat Warsh bisa menjadi8 mushaf. “Nah saya masihmembuat satu saja,” ucap priamurah senyum ini. “Tapi yangterpenting sekarang orang bi-sa mempelajari qira’ah tujuhsudah cukup,” imbuhnya

Meskipun jauh dari sem-purna, dia berharap ada yangmeneruskan usahanya terse-but. Karena dirinya merasa takmungkin menyelesaikannyasendirian. Apalagi masalah pe-nandaan ayat saja, hingga kinibelum sempat dirampungkan-nya. “Saya tumpukan harapankepada para santri untuk me-lanjutkan,” katanya penuhharap. pri

Papan. Tak sekedar nama tanpa makna

Seorang santri sedang memeriksa hasil cetakan batako milik pesantren