memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

49
GAMBARAN AKTIVITAS ENZIM LAKTAT DEHIDROGENASE (LDH) PADA JARINGAN KELOID Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN OLEH : Raeiza Olyvia Rachman NIM :1111103000057 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H/2014

Transcript of memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

Page 1: memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

GAMBARAN AKTIVITAS ENZIM LAKTAT

DEHIDROGENASE (LDH) PADA JARINGAN KELOID

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

OLEH :

Raeiza Olyvia Rachman

NIM :1111103000057

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1435 H/2014

Page 2: memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

ii

Page 3: memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

iii

LEMBAR PENGESAHAN

Page 4: memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

iv

Page 5: memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT, atas berkah dan

rahmat-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan laporan penelitian ini. Peneliti

menyadari, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, maka penelitian ini

tidak akan terselesaikan. Oleh karena itu, ucapan terima kasih peneliti haturkan

kepada:

1. Prof. Dr (hc). dr. M.K Tadjudin, SpAnd, dr. M. Djauhari Widjajakusumah,

DR. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes, Dra. Farida Hamid, MA selaku Dekan dan

Wakil Dekan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. dr. Witri Ardini, M.Gizi, SpGK selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Endah Wulandari, M.Biomed selaku pembimbing 1 yang telah

memberikan masukan dan nasihat serta meluangkan waktu, pikiran, dan

tenaga dalam membimbing peneliti.

4. dr. Ahmad Azwar Habibi, M.Biomed selaku pembimbing 2 yang telah

memberikan motivasi serta mencurahkan waktu, pikiran, dan tenaga untuk

membimbing peneliti dalam melakukan penelitian dan menyusun laporan

penelitian ini.

5. dr. Flori Ratna Sari, Ph.D selaku penanggung jawab modul Riset yang selalu

mengarahkan dan mengingatkan peneliti untuk segera menyelesaikan

penelitian.

6. Kedua orang tua peneliti, Arief Rachman dan Azizah, terima kasih untuk kasih

sayang dan doa yang terus menerus dipanjatkan, serta pengorbanan yang

penuh keikhlasan dan keridhoan yang menjadikan kelancaran dalam setiap

langkah hidup peneliti.

7. Adik tersayang, Shelly Monica Rachman, terima kasih untuk doa dan

dukungan yang selalu diberikan.

8. Ibu Ayi selaku laboran di Laboratorium Biokimia FKIK UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah membantu dan mendampingi peneliti selama

melakukan penelitian dan pengambilan data.

Page 6: memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

vi

9. Mbak Suryani, selaku laboran di Laboratorium Biologi FKIK UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah membantu peneliti selama pengambilan data

penelitian.

10. Teman kelompok riset, Zulfahmi Siregar, dan teman-teman PSPD angkatan

2011. Terima kasih atas kerja sama, dukungan, dan semangat yang diberikan.

11. Hafizh Nizham, terima kasih atas motivasi dan keceriaan yang selalu

diberikan.

12. Muflikha Mayazi, Afiati, Helvia, Silmi, teman-teman kost VLDL, Yofara,

Tiara, Madina, Cut Neubi Getha, Nadisha, Herlina, Hania, dan Leily . Terima

kasih atas doa, dukungan, semangat dan canda tawa yang diberikan. Semoga

kekompakan kita menjadi awal untuk kesuksesan kita selanjutnya.

Peneliti menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari kata

sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat peneliti

harapkan. Demikian laporan penelitian ini peneliti susun, semoga dapat

memberikan sumbangsih bagi kemajuan ilmu pengetahuan.

Ciputat, September 2014

Peneliti

Page 7: memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

vii

ABSTRAK

Raeiza Olyvia Rachman. Program Studi Pendidikan Dokter. Gambaran Aktivitas

Enzim Laktat Dehidrogenase (LDH) pada Jaringan Keloid. 2014.

Keloid terjadi akibat ketidakseimbangan antara sintesis dan degradasi kolagen

pada penyembuhan luka. Sebagai jaringan yang mengalami proliferasi berlebih,

maka keloid menempuh jalur glikolisis dan fosforilasi oksidatif sebagai jalur

alternatif tambahan untuk memenuhi kebutuhan energinya. Tujuan dari penelitian

ini adalah untuk mengetahui peran laktat dehidrogenase (LDH) dalam mekanisme

peralihan metabolisme glikolisis ke fosforilasi oksidatif dalam upaya memenuhi

pasokan energi pada pembentukan jaringan keloid. Penelitian ini bersifat

deskriptif dengan desain cross sectional. Sampel jaringan keloid diperoleh dari

biopsi sepuluh jaringan keloid pasien dari beberapa rumah sakit dan sebagai

kontrol adalah sampel kulit normal yang berasal dari preputium sepuluh pasien

sirkumsisi massal di FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Aktivitas laktat

dehidrogenase (LDH) tiap sampel diuji dan dianalisa dengan uji t independen,

kemudian dibandingkan. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan

bermakna antara aktivitas LDH jaringan keloid dengan kontrol. (p = 0.023)

Kata kunci : keloid, aktivitas laktat dehidrogenase

ABSTRACT

Raeiza Olyvia Rachman. Medical Education Study Programme. The Desription of

Lactate Dehydrogenase Enzyme Activity (LDH) in Keloids Tissue. 2014.

Keloids are formed as a result of the imbalancy between the synthesis and

degradation of collagen at the wound healing process. As an over-proliferated

tissue, keloids will pass through the glycolysis and oxidative phosphorylation as

an alternative pathways in order to full fill the energy. Aim of this study was to

determine the role of lactate dehydrogenase (LDH) in the transition mechanism of

glycolytic metabolism to oxidative phosphorylation in an effort to full fill energy

supply in the formation of keloids tissue. This is descriptive study using cross-

sectional design. Keloids tissue samples were taken from the biopsies of ten

patients from several hospitals and a control samples is a normal skin that were

derived from prepuce of ten patients who were circumcised at mass circumcision

in FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. The activity of lactate dehydrogenase

(LDH) of each sample were tested and analyzed by independent t test, and then

compared. The results showed there were significant differences between keloids

tissue LDH activity with controls. (p = 0.023)

Keywords: keloids, the activity of lactate dehydrogenase

Page 8: memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ............................................................................................. i

LEMBAR PERNYATAAN .............................................................................. ii

LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................. iii

LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. iv

KATA PENGANTAR ....................................................................................... v

ABSTRAK ......................................................................................................... vii

DAFTAR ISI ...................................................................................................... viii

DAFTAR TABEL.............................................................................................. x

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xi

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang .............................................................................................. 1

1.2.Rumusan Masalah ......................................................................................... 3

1.3.Hipotesis ........................................................................................................ 3

1.4.Tujuan Penelitian .......................................................................................... 3

1.4.1. Tujuan Umum ..................................................................................... 3

1.4.2. Tujuan Khusus .................................................................................... 3

1.5.Manfaat Penelitian ........................................................................................ 4

1.5.1. Bagi Peneliti ....................................................................................... 4

1.5.2. Bagi Institusi ....................................................................................... 4

1.5.3. Bagi Masyarakat ................................................................................. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Penyembuhan Luka ....................................................................................... 5

2.2.Keloid ............................................................................................................ 7

2.2.1. Epidemiologi ...................................................................................... 9

2.2.2. Etiologi ............................................................................................... 10

2.2.3. Patogenesis dan Patofisiologi Keloid ................................................. 10

2.2.4. Sifat dan Karakteristik Keloid ............................................................ 11

2.3.Aktivitas Metabolisme Sel ............................................................................ 12

2.3.1. Glikolisis ............................................................................................. 12

2.3.2. Fosforilasi Oksidatif ........................................................................... 13

2.4.Aktivitas Metabolisme Keloid ...................................................................... 13

2.4.1. Laktat Dehidrogenase (LDH) ............................................................. 15

2.4.2. Peningkatan Aktivitas Laktat Dehidrogenase Pada Keloid ................ 16

2.5.Perkembangan Terapi Untuk Keloid Saat Ini ............................................... 17

2.6.Kerangka Teori.............................................................................................. 18

2.7.Kerangka Konsep .......................................................................................... 19

2.8.Definisi Operasional...................................................................................... 19

Page 9: memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

ix

BAB III METODE PENELITIAN

1.1.Jenis dan Desain Penelitian ........................................................................... 20

1.2.Waktu dan Tempat Penelitian ....................................................................... 20

1.3.Sampel ........................................................................................................... 20

1.4.Alat dan Bahan Penelitian ............................................................................. 21

1.4.1. Alat Penelitian .................................................................................. 21

1.4.2. Bahan Penelitian ............................................................................... 21

1.5.Cara Kerja Penelitian .................................................................................... 22

1.5.1. Pengambilan Sampel ........................................................................ 22

1.5.2. Pembuatan Homogenat..................................................................... 22

1.5.3. Pengukuran Aktivitas Laktat Dehidrogenase ................................... 22

1.6.Alur Penelitian .............................................................................................. 23

1.7.Pengolahan dan Analisis Data ....................................................................... 23

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.Karakteristik Sampel ..................................................................................... 24

4.2.Pengukuran Aktivitas Laktat Dehidrogenase ................................................ 25

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1.Simpulan ....................................................................................................... 29

5.2.Saran .............................................................................................................. 29

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 30

LAMPIRAN ....................................................................................................... 32

Page 10: memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

x

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Perbedaan Epidemiologi, Klinis dan Histologis antara Keloid dan

Hypertrophic Scars ............................................................................ 7

Tabel 2.2. Keadaan yang Memengaruhi Aktivitas LDH Total ........................... 15

Tabel 4.1. Perbedaan Rerata Aktivitas Laktat Dehidrogenase antara Jaringan

Keloid dan Kontrol ............................................................................ 26

Tabel 4.2. Hasil Uji Normalitas Distribusi.......................................................... 26

Tabel 4.3. Deskripsi Hasil Uji T Independen Perbedaan Aktivitas LDH antara

Jaringan Keloid dengan Kontrol ........................................................ 27

Page 11: memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Proses Penyembuhan Luka ............................................................. 6

Gambar 2.2. Gambaran Klinis Keloid dan Hypertrophic Scar ........................... 9

Gambar 2.3. Perbedaan Proses Metabolisme Glukosa antara Jaringan Normal

dengan Jaringan Proliferatif dan Sel Tumor .................................. 14

Gambar 4.1. Gambaran Aktivitas Laktat Dehidrogenase Jaringan Keloid ......... 25

Page 12: memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Persetujuan Etik ............................................................................... 32

Lampiran 2 Alat dan Bahan Penelitian ............................................................... 33

Lampiran 3 Dokumentasi Penelitian ................................................................... 35

Lampiran 4 Daftar Riwayat Hidup ...................................................................... 37

Page 13: memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Keloid merupakan manifestasi dari sintesis dan deposit kolagen yang tidak

terkontrol pada lokasi utama luka yang terjadi selama fase penyembuhan luka.

Keloid timbul melebihi batas asli luka.1,2

Dilaporkan bahwa sekitar 5-15%

terjadinya luka, pada akhir proses pemulihan akan terbentuk suatu jaringan parut

yang nantinya akan berkembang menjadi keloid. Insidensi timbulnya keloid

terbanyak terjadi pada usia 10-30 tahun. Setiap tahunnya di negara berkembang,

terdapat 100 juta pasien dengan keluhan timbul jaringan parut di mana 55 juta

diantaranya merupakan dampak dari pembedahan elektif dan 25 juta kasus lainnya

merupakan hasil pembedahan dari kasus trauma.2,3,4

Nemeth (1993), menyebutkan

angka kejadian keloid antara 4,5-16% telah dilaporkan terjadi pada populasi yang

didominasi ras kulit hitam dan Hispanik, dan 16% diantaranya terjadi pada ras

kulit hitam Afrika. Angka kejadian keloid di Hawai, ditemukan lima kali lebih

banyak pada orang-orang keturunan Jepang dan tiga kali lebih banyak pada orang

keturunan Cina dari orang kulit putih (Polinesia). Pada penduduk Cina kejadian

keloid lebih sering dari pada penduduk India dan Malaysia.5 Di Indonesia sendiri,

berdasarkan hasil penelitian observasional yang dilakukan di RSU dr. Soetomo

Surabaya, pada 30 kasus keloid, diperoleh data bahwa 76.67% penderita keloid

berusia 10-30 tahun dan terbanyak pada wanita.6

Hingga saat ini etiologi keloid

belum diketahui. Keloid akan muncul setelah terjadi cedera pada kulit, misalnya

bila terjadi luka pada pasca operasi, laserasi, abrasi pada kulit, vaksinasi, jerawat

dan lain-lain.2,3,4

Keloid secara estetika, merupakan permasalahan yang serius dimana

keberadaannya dinilai sangat mengganggu, terutama bila ukurannya besar dan

lokasinya terdapat di daerah telinga atau wajah. Hal ini cenderung menimbulkan

penurunan kepercayaan diri pada penderita di lingkungan sosialnya. Keloid

diduga memiliki keterkaitan erat dengan faktor genetik.3 Oleh sebab itu, individu

yang memiliki riwayat keluarga dengan bakat keloid memiliki peluang timbul

Page 14: memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

2

keloid lebih besar dibanding yang tidak memiliki riwayat keluarga dengan keloid.

Dalam hal ini, individu yang memiliki riwayat keluarga dengan keloid tentunya

akan memiliki kekhawatiran bila suatu saat terjadi luka pada dirinya akan timbul

jaringan keloid pada akhir proses penyembuhan lukanya.2

Pada pembentukan keloid terjadi peningkatan produksi jaringan ikat

terutama kolagen yang tidak terkontrol. Jaringan ikat kolagen tersebut dihasilkan

oleh sel fibroblas. Peningkatan produksi jaringan ikat yang ditimbulkan pada saat

pembentukan keloid tersebut, diikuti pula dengan peningkatan kebutuhan energi

(ATP). Pada sel kulit yang normal, ATP disintesis di mitokondria melalui

fosforilasi oksidatif. Namun, pada tumor dan jaringan proliferatif seperti keloid,

memiliki kecenderungan untuk melakukan glikolisis daripada fosforilasi oksidatif

dalam menghasilkan ATP, fenomena ini dikenal dengan Warburg effect. Sebagian

besar glukosa dikonversi menjadi piruvat, 85% piruvat diantaranya diubah

menjadi laktat. Glikolisis yang terjadi kurang efisien daripada fosforilasi oksidatif

dalam menghasilkan ATP. Oleh karena itu, keloid juga melakukan fosforilasi

oksidatif dengan menambah substrat respirasi untuk menghasilkan ATP.7

Laktat dehidrogenase (LDH) merupakan enzim intraseluler yang terdapat

pada hampir semua sel yang bermetabolisme. Aktivitas LDH total dalam serum

dapat meningkat pada hampir semua keadaan kerusakan organ atau jaringan atau

bila terjadi destruksi sel. Pada glikolisis, LDH berperan dalam mengkatalisis

konversi piruvat menjadi laktat. Oleh karena 85% piruvat pada keloid di konversi

menjadi laktat, maka aktivitas LDH pada keloid meningkat. Dengan demikian,

LDH diduga memiliki peran dalam mendukung pembentukan keloid.7,8,9

Kemble dan Brown (1976) telah melakukan penelitian mengenai aktivitas

enzim pada jaringan parut, hypertrophic scar dan keloid kulit manusia.

Pengamatan dilakukan secara histokimia untuk melihat aktivitas nicotinamide

adenine dinucleotide diaphorase, lactate dehydrogenase, acid phosphatase, β-D

glucoronidase dan alkaline phosphatase. Hasilnya didapatkan peningkatan semua

aktivitas enzim kecuali alkaline phosphatase pada hypertrophic scar. Pada

penelitian tersebut disebutkan terdapatnya peningkatan aktivitas laktat

dehidrogenase pada hypertrophic scar bila dibandingkan dengan non-

Page 15: memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

3

hypertrophic scar dan kulit normal.10

Tetapi pada penelitian tersebut tidak

menjelaskan peningkatan laktat dehidrogenase pada jaringan keloid.

Dari hasil latar belakang di atas, pada penelitian ini diharapkan

mengetahui aktivitas LDH dalam mekanisme pembentukan keloid dengan

membandingkan aktivitas LDH jaringan keloid dan jaringan kontrol. Jaringan

kontrol yang digunakan dalam penelitian adalah sampel kulit normal yang berasal

dari preputium.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana gambaran aktivitas laktat dehidrogenase (LDH) pada jaringan

keloid ?

1.3. Hipotesis

Aktivitas laktat dehidrogenase (LDH) pada jaringan keloid lebih tinggi

bila dibandingkan dengan kontrol (preputium).

1.4. Tujuan

1.4.1. Tujuan Umum

Mengetahui aktivitas laktat dehidrogenase (LDH) dalam mekanisme

peralihan metabolisme glikolisis ke fosforilasi oksidatif dalam upaya memenuhi

pasokan energi pada pembentukan jaringan keloid.

1.4.2. Tujuan Khusus

Mengukur aktivitas laktat dehidrogenase (LDH) pada jaringan keloid dan

kontrol (preputium).

Page 16: memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

4

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Bagi Peneliti

1. Mendapatkan pengalaman dalam melakukan penelitian di bidang

kesehatan.

2. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

1.5.2. Bagi Institusi

1. Penelitian ini dapat menambah referensi penelitian di Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Penelitian ini dapat menjadi dasar bagi penelitian selanjutnya dalam upaya

mencari mekanisme pencegahan dengan target terapi yang lebih tepat

untuk keloid di masa yang akan datang

3. Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk melakukan

penelitian lebih dalam bagi peneliti lain.

1.5.3. Bagi Masyarakat

1. Sebagai pengetahuan mengenai tanda dan gejala yang timbul pada keloid.

Page 17: memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penyembuhan Luka

Luka adalah suatu keadaan dimana terjadi kerusakan kontinuitas jaringan,

baik disebabkan oleh trauma, zat kimia, listrik, maupun radiasi. Proses alami yang

terjadi selama terjadinya luka dibagi menjadi 3 fase:11,12

- Fase inflamasi atau lag phase

Berlangsung hingga hari kelima. Akibat luka, terjadi perdarahan, trombosit

dan sel-sel radang ikut keluar. Trombosit mengeluarkan mediator inflamasi sepeti

prostaglandin, tromboksan, substansi kimia dan asam amino tertentu yang

berpengaruh terhadap proses pembekuan darah dan kemotaksis terhadap leukosit.

Terjadi vasokonstriksi dan proses penghentian perdarahan. Mediator inflamasi

keluar dari pembuluh darah secara diapedesis dan menuju daerah luka secara

kemotaksis. Sel mast mengeluarkan serotonin dan histamin yang meningkatkan

permeabilitas kapiler, terjadi eksudasi cairan. Dengan demikian, timbul tanda-

tanda inflamasi seperti kalor, dolor, dan rubor. Leukosit, limfosit, dan monosit

mendestruksi dan memfagositosis debris dan mikroorganisme. Pertautan luka

pada fase ini hanya dilakukan oleh fibrin, belum ada kekuatan pertautan luka

sehingga disebut fase lag (tertinggal).

- Fase proliferasi atau fase fibroplasia

Berlangsung dari hari keenam. Terjadi proses proliferasi dan pembentukan

fibroblas yang berasal dari sel-sel mesenkim. Fibroblas menghasilkan

mukopolisakarida dan serat kolagen yang terdiri dari asam-asam amino glisin,

prolin, dan hidroksiprolin. Mukopolisakarida mengatur deposisi serat-serat

kolagen yang akan mempertautkan tepi luka. Serat-serat baru, dibentuk dan sel

yang tidak diperlukan dihancurkan sehingga luka dapat mengerut dan mengecil.

Pada fase ini, luka diisi oleh sel-sel radang, fibroblas, serat-serat kolagen, dan

kapiler-kapiler baru, sehingga terbentuk suatu jaringan yang tampak kemerahan,

dengan permukaan tidak rata, yang disebut jaringan granulasi. Epitel sel basal

Page 18: memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

6

pada tepi luka terlepas dari dasarnya dan pindah menutupi dasar luka, tempatnya

diisi oleh hasil mitosis sel lain. Proses migrasi epitel hanya berjalan ke permukaan

yang rata atau lebih rendah, tidak dapat naik. Pembentukan jaringan granulasi

berhenti setelah seluruh permukaan luka tertutup oleh epitel dan mulailah proses

maturasi dari penyembuhan luka.

- Fase maturasi / remodeling

Dapat berlangsung berbulan-bulan. Dikatakan berakhir bila tanda-tanda

inflamasi sudah tidak nampak. Parut disekitarnya berwarna pucat, tipis tidak ada

rasa sakit maupun gatal. Disini proses kontraksi parut kelihatan dominan.

Gambar 2.1. Proses Penyembuhan Luka12

Sumber : Kumar, 2007 dan http://commons.wikimedia.org

Luka pulih Keloid

Eosinophilic collagen bundles

Page 19: memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

7

2.2. Keloid

Keloid merupakan manifestasi dari sintesis dan deposit kolagen yang tidak

terkontrol pada lokasi utama luka yang terjadi selama fase penyembuhan luka.

Keloid timbul melebihi batas asli luka.1,2

Keloid dapat dikatakan pula sebagai

tumor jinak jaringan ikat kulit yang umumnya timbul akibat trauma. Keloid terjadi

akibat mekanisme proliferasi berlebihan dari jaringan ikat dalam merespon luka

atau trauma pada kulit. Berdasarkan luasnya jaringan, terdapat perbedaan antara

keloid dengan hypertrophic scar, yaitu pada hypertrophic scar, peningkatan

jaringan hanya terbatas pada lokasi asal cedera. Sedangkan pada keloid, luasnya

peningkatan jaringan dapat melebihi lokasi asal cedera atau melebihi garis batas

luka awal, menginvasi kulit normal disekitarnya dan sering terjadi perpanjangan

seperti cakar (clawlike extensions).3,13,14,15

Tabel 2.1. Perbedaan Epidemiologi, Klinis dan Histologis antara Keloid dan

Hypertrophic Scars, 16,17

Keloid Hypertrophic scar

Insidensi 6-16% pada populasi

Afrika

40-70% terjadi setelah

pembedahan, 91% terjadi

setelah luka bakar.

Insidensinya sama baik

pada laki-laki maupun

perempuan. Insidensi

tertinggi terjadi pada usia

20-30 tahun.

Predileksi Dada bagian anterior,

telinga, pipi, lengan atas,

bahu.

Bahu, leher, presternum,

tungkai bawah.

Waktu terjadi Keloid membutuhkan

waktu dalam hitungan

bulan sampai tahun untuk

tumbuh dan berkembang.

Hypertrophic scar dapat

tumbuh dalam waktu 4

hingga 6 minggu pasca

trauma. Regresi spontan

Page 20: memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

8

Tidak mengalami regresi

spontan.

Dapat kambuh/ tumbuh

kembali setelah dilakukan

eksisi

dalam beberapa tahun.

Memungkinkan untuk

dilakukan eksisi tanpa

menimbulkan kekambuhan.

Karakteristik Secara

Makroskopik

Luka minor dapat

menghasilkan

pertumbuhan keloid yang

luas. Keloid dapat tumbuh

membesar dan melebar

melampaui tepi luka,

bentuknya irregular.

Ukuran sama dengan luka

asli. Bekas luka hipertrofik

tetap dalam batas luka asli,

cenderung linier sepanjang

bekas luka.

Karakteristik Secara

Mikroskopik

Berkas kolagen umumnya

lebih besar dan irregular.

Jaringan ikat kolagen

tersusun tidak teratur dan

longgar.

Terjadi peningkatan

kolagen tipe I dan kolagen

tipe III.

Pembuluh darah pada area

keloid mengalami

penyempitan atau bahkan

oklusi total.

Terjadi peningkatan

kepadatan fibroblast.

Ukuran pembuluh darah

kecil.

Sumber : (Gauglitz G, et al., 2011) dan (Dan Vincent, Annette S, 2009), tabel telah diolah kembali

Page 21: memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

9

Gambar 2.2. Gambaran Klinis Keloid dan Hypertrophic Scar.

(A) Keloid pada bagian dada seorang laki-laki, yang tumbuh perlahan dalam

waktu 15 tahun pasca trauma; (B) Hypertrophic scar pada tungkai bawah.16

Sumber : (Kelly A Paul, 2009) dan (Gauglitz et al, 2011)

2.2.1. Epidemiologi Keloid

Dilaporkan sekitar 5-15% dari bekas luka, pada akhir proses pemulihan

akan terbentuk suatu jaringan parut yang nantinya akan berkembang menjadi

keloid. Keloid secara estetika, merupakan permasalahan yang serius dimana

keberadaannya dinilai sangat mengganggu, terutama bila ukurannya besar dan

lokasinya terdapat di daerah telinga atau wajah. Insidensi timbulnya keloid

terutama terjadi pada anak-anak dan dewasa muda, puncaknya antara usia 10-30

tahun. Namun dapat juga terjadi pada semua usia dengan insidensi yang sama

pada laki-laki dan perempuan. Umumnya terjadi pada ras kulit hitam dengan

insidensi 15 kali lebih sering daripada ras kulit putih dan terjadi pada orang

dengan golongan darah A. Orang Afro-Karibia merupakan golongan yang sangat

rentan mengalami keloid, meskipun setiap kelompok etnis dapat terkena.2,3,4

Angka kejadian keloid antara 4,5 hingga 16 persen telah dilaporkan pada

populasi yang didominasi ras kulit hitam dan Hispanik, dan sampai 16% pada

random sampling ras kulit hitam Afrika. Di Hawaii, keloid yang ditemukan lima

kali lebih sering pada orang-orang keturunan Jepang dan tiga kali lebih sering

pada orang keturunan Cina dari orang kulit putih. Pada penduduk Cina kejadian

keloid lebih sering daripada penduduk India dan Malaysia.5

B A

Page 22: memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

10

Indonesia, berdasarkan hasil laporan dari penelitian observasional yang

dilakukan di RSU dr. Soetomo Surabaya, pada 30 kasus keloid, diperoleh data

bahwa 76.67% penderita keloid berusia 10-30 tahun dan terbanyak pada wanita.

Dari hasil tersebut diperkirakan bahwa pada rentang usia 10-30 tahun, kasus

trauma lebih sering dialami dan laju sintesis kolagen lebih besar pada rentang usia

tersebut. Angka kejadian keloid lebih besar terjadi pada wanita daripada pria, hal

tersebut kemungkinan berhubungan dengan tradisi menindik telinga pada wanita

dan mayoritas pasien yang datang berobat adalah wanita untuk kepentingan

estetika.6

2.2.2. Etiologi Keloid

Etiologi pasti keloid belum diketahui, keloid umumnya muncul mengikuti

cedera pada kulit, misalnya bekas luka operasi, laserasi, abrasi pada kulit,

cryosurgery, dan elektrokoagulasi serta vaksinasi, jerawat dan lain lain. Keloid

juga diduga memiliki disposisi familial yang erat dimana telah dilaporkan genetik

keloid dapat terjadi baik secara autosomal dominan maupun resesif dan berkaitan

dengan Human Leukocyte Antigen (HLA) faktor B14, B21, BW16, BW35, DR5,

DQW3, dan golongan darah A.2,3,4

2.2.3. Patogenesis dan Patofisiologi Keloid

Pembentukan keloid melibatkan ekspresi transforming growth factor-β

(TGF-β) oleh sel-sel endotel neovaskular dengan berikutnya produksi autokrin

TGF-β oleh fibroblas yang berdekatan. Ekspresi gen kolagen tipe I dan VI juga

ditingkatkan dalam jaringan keloid. Meskipun aktivitas kolagenase juga

meningkat pada keloid, peningkatan sintesis kolagen melampaui jumlah destruksi,

menghasilkan kelebihan bersih deposisi jaringan ikat. Jaringan ikat kolagen

tersebut dihasilkan oleh sel fibroblas. Pada mikroskop cahaya, keloid menyerupai

jaringan parut hipertrofik, tetapi perbedaan morfologi dapat dilihat pada level

ultrastruktural.5

Page 23: memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

11

Kegiatan sintesis yang terganggu ini dimediasi oleh perubahan ekspresi

growth factor. Ekspresi TGF-β lebih tinggi pada hypertrophic scar. Baik

hypertrophic scar maupun keloid berasal dari kemampuan fibroblast dalam

merespon tingginya konsentrasi TGF-β daripada growthfactor-1 normal yang

dapat mengurangi aktivitas kolagenase mRNA dan meningkatkan mRNA

prokolagen tipe I dan II. Banyak yang menyimpulkan terdapat keterlibatan sel

imun pada hypertrophic scar dan keloid. Contohnya baik pada hypertrophic scar

maupunkeloid, sel keratinosit mengekspresikan HLA-2 dan reseptor ICAM-1,

dimana keduanya tidak terdapat dalam keratinosit jaringan parut normal. Keloid

juga memiliki peningkatan deposisi immunoglobulin, diantaranya IgG, IgA, dan

IgM, dimana formasinya berhubungan dengan level serum IgE. Antibodi

antinuklear melawan fibroblast, sel epitelial, dan sel endotelial dapat ditemukan

pada keloid, tetapi tidak pada hypertrophic scar. Terdapat pula peningkatan

jumlah sel mast.5

2.2.4. Sifat dan Karakteristik Keloid

Keloid dapat juga muncul secara spontan, tanpa riwayat cedera, biasanya

pada daerah presternal. Gejala umumnya asimptomatik, namun dapat juga terasa

gatal dan nyeri jika di sentuh.3

Lesi yang masih awal biasanya kenyal,

permukaannya licin, seperti karet dan sering disertai rasa gatal. Sedangkan pada

lesi yang lanjut biasanya sudah mengeras, hiperpigmentasi, dan asimptomatik.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan lesi dengan karakteristik mulai dari

papul, nodul sampai lesi tuberous besar. Umumnya dapat tampak seperti warna

kulit normal, dapat juga merah muda, merah terang bahkan ada juga yang

kebiruan. Dapat terjadi linear setelah cedera traumatik atau bedah. Keloid dapat

tumbuh menjalar memanjang melebihi garis batas asal luka dan dapat pula

membentuk nodular (tumor-like). Pada palpasi dapat teraba jaringan keloid lunak

hingga keras, mungkin juga lembut dengan permukaan yang tampak halus.14

Secara histopatologi tampak susunan jaringan fibrosa yang masih muda dan

fibroblas yang tersusun tidak beraturan, eosinofilik dan terdapat pita-pita jaringan

Page 24: memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

12

kolagen. Gambaran lainnya menunjukkan adanya hialinisasi serabut kolagen yang

tersusun melingkar.14

2.3. Aktivitas Metabolisme Sel

2.3.1. Glikolisis

Setiap sel dalam tubuh manusia dapat menghasilkan ATP dari glikolisis.

Glikolisis merupakan suatu jalur dimana glukosa mengalami oksidasi dan

pemecahan menjadi piruvat. Glikolisis yang berlangsung di sitosol, secara

langsung menghasilkan ATP melalui pemindahan fosfat berenergi tinggi dari zat

antara pada jalur tersebut ke ADP (fosforilasi tingkat substrat). Dalam proses ini,

NAD+

tereduksi menjadi NADH. Bila sel memiliki kapasitas oksidatif yang cukup

tinggi (jumlah mitokondria, enzim mitokondria, dan oksigen yang adekuat),

ekuivalen reduksi pada NADH dapat dipindahkan ke rantai transport elektron

mitokondria, dan piruvat dapat dioksidasi secara sempurna menjadi CO2 dalam

siklus asam trikarboksilat. Oksidasi aerob glukosa menjadi piruvat dan oksidasi

piruvat menjadi CO2 menghasilkan 36-38 mol ATP per mol glukosa.8

Pada kondisi di mana kapasitas oksidatif sel terbatas oleh kapasitas

mitokondria atau ketersediaan oksigen, NADH yang dihasilkan dari glikolisis

mengalami reoksidasi melalui perubahan piruvat menjadi laktat yang dikatalisis

oleh laktat dehidrogenase. Perubahan glukosa menjadi laktat disebut glikolisis

anaerob, yang artinya dalam proses ini tidak memerlukan molekul oksigen. Energi

yang dihasilkan dari glikolisis anaerob adalah 2 mol ATP per mol glukosa atau

jauh lebih kecil daripada hasil glikolisis aerob. Dengan demikian, glikolisis

anaerob harus berlangsung sekitar 19 kali lebih cepat daripada oksidasi glukosa

aerob untuk menghasilkan ATP dalam jumlah yang sama per satuan waktu.

Fungsi utama jalur glikolitik adalah pembentukan ATP yang diatur secara umpan-

balik oleh ATP dan metabolit terkaitnya yaitu AMP.8

Dalam jalur glikolitik, satu mol glukosa dipecah menjadi 2 mol senyawa

3-karbon piruvat. Pada fase persiapan awal glikolisis, glukosa mengalami

fosforilasi oleh ATP dan diuraikan menjadi 2 triosa fosfat. Dalam fase kedua atau

fase pembentukan ATP, satu buah triosa fosfat (gliseraldehida 3-fosfat) dioksidasi

Page 25: memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

13

oleh NAD+ dan mengalami fosforilasi dalam suatu reaksi yang menggunakan

fosfat inorganik. Reaksi ini dan reaksi selanjutnya akan menyusun ulang fosfat

tersebut dapat dipindahkan ke ADP untuk membentuk ATP. Hasil bersihnya

adalah 2 mol ATP, 2 mol NADH, dan 2 mol piruvat per mol glukosa.8

2.3.2. Fosforilasi Oksidatif

Respirasi berawal dari oksidasi bahan bakar dalam jalur metabolik dengan

memindahkan elektron ke NAD+ dan FAD. Pada fase kedua respirasi, energi yang

tersedia dari reoksidasi NADH dan FAD(2H) oleh O2 diubah menjadi ikatan fosfat

berenergi tinggi pada ATP melalui proses fosforilasi oksidatif. Fosforilasi

oksidatif terjadi di mitokondria. ATP yang disintesis dilepaskan ke dalam matriks

mitokondria. ATP dipindahkan secara aktif ke sitosol oleh protein transport yaitu

ATP/ADP translokase. Hasil akhir dari fosforilasi oksidatif adalah 3 mol ATP per

mol NADH yang dioksidasi, atau 2 mol ATP per mol FAD(2H) yang dioksidasi.

Penyakit genetik dan masalah lain pada transport elektron menyebabkan

peningkatan kadar NADH. Peningkatan konsentrasi NADH dapat menghambat

siklus asam trikarboksilat dan menyebabkan masuknya piruvat serta asam lemak

ke dalam siklus tersebut. Akibatnya, piruvat diubah menjadi laktat yang muncul

dalam darah, dan asam lemak akan tertimbun dalam jaringan sebagai trigliserida.8

2.4. Aktivitas Metabolisme Keloid

Keloid merupakan suatu bentuk tumor jinak, dimana seperti kebanyakan

sel tumor, diduga memiliki aktivitas metabolisme yang meningkat dibanding

jaringan kulit yang normal pada umumnya. Pada keloid, terjadi peningkatan

produksi kolagen oleh sel fibroblas. Dalam memenuhi kebutuhan energi pada

produksi kolagen tersebut, ATP dihasilkan sebagian besar melalui glikolisis.

Proses metabolisme glukosa yang terjadi pada keloid dan kebanyakan sel dengan

aktivitas proliferasi yang tinggi, berlangsung tanpa dipengaruhi oleh

ketersediaannya oksigen. Fenomena ini dikenal sebagai Warburg effect.7,9

Selain

melakukan glikolisis, keloid juga dapat melakukan fosforilasi oksidatif sebagai

upaya menghasilkan ATP tambahan, dengan menambahkan substrat respirasi.

Page 26: memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

14

Kemampuan ganda yang dimiliki keloid dengan lebih mengutamakan glikolisis,

memungkinkan keloid dapat berkembang biak dan bertahan hidup meskipun

dalam lingkungan yang hipoksik.7

Gambar 2.3. Perbedaan proses metabolisme glukosa antara jaringan normal

dengan jaringan proliferatif dan sel tumor.9

Sumber : Heiden W, 2009

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Ozawa di Jepang pada tahun

2006 didapatkan adanya peningkatan kecepatan metabolisme glukosa yang

diamati melalui Positron Emission Tomography (PET) dengan fluorine-18-

fluorodeoxyglucose (FDG) yang disuntikkan secara intravena pada 5 pasien

dengan keloid, hasilnya dikalkulasi dengan Standardized Uptake Value (SUV=

konsentrasi jaringan/ aktivitas injeksi per KgBB), maka didapatkan jaringan

keloid memiliki serapan yang lebih besar terhadap FDG bila dibandingkan

jaringan sehat disekitarnya dengan SUV jaringan keloid berkisar antara 1.0 hingga

2.74, dengan rata-rata 1.79. Hal tersebut mengindikasikan adanya peningkatan

kecepatan metabolisme glukosa.18

Konsumsi glukosa yang lebih tinggi dari

normal pada keloid juga terlihat dengan adanya peningkatan aktivitas dari enzim

glikolitik seperti heksokinase, gliseraldehid-3-fosfat, dan laktat dehidrogenase

(LDH).7

Page 27: memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

15

2.4.1. Laktat Dehidrogenase (LDH)

Laktat dehidrogenase (LDH) adalah enzim intraseluler yang terdapat pada

hampir semua sel yang bermetabolisme, dengan konsentrasi tertinggi yang

ditemukan di jantung, otot rangka, hati, ginjal, otak dan sel darah merah.

Peningkatan kadar LDH ditemukan pada infark miokard akut, CVA, kanker (paru,

tulang, hati, usus, payudara, serviks, testis, ginjal, lambung, melanoma kulit),

leukimia akut, infark pulmonal akut, anemia, defisiensi asam folat, dan hepatitis

akut serta akibat pemakaian obat jenis narkotik (kodein, morfin, meperidin). Laktat

dehidrogenase mengkatalisis proses reduksi piruvat menjadi laktat dan

menghasilkan NADH. Reaksi ini berlangsung di sitosol.7

Aktivitas LDH dapat

diperiksa dengan menggunakan metode flourometer dan kolorimeter dengan

menggunakan spektrofotometer. Pada metode kolorimeter yang diukur adalah

jumlah perubahan konsentrasi NADH. Hasil pengukuran dinyatakan dengan U/L

yang setara dengan (mol/menit dari reaksi NADH per liter sampel yang diukur).19

Tabel 2.2. Keadaan yang Mempengaruhi Aktivitas LDH Total20

Sumber : Sacher, 2004

KEADAAN YANG MEMENGARUHI AKTIVITAS LAKTAT DEHIDROGENASE

(LDH) TOTAL

Peningkatan mencolok ( 5 kali normal)

Anemia megaloblastik

Karsinomatosis luas, terutama metastasis hati

Syok septik dan hipoksia

Hepatitis

Infark ginjal

Purpura trombositopenik trombotik

Peningkatan sedang (3-5 kali normal)

Infark miokardium

Infark paru

Keadaan hemolitik

Leukemia

Mononukleosis infeksiosa

Delirium tremens

Distrofi otot

Peningkatan ringan (sampai 3 kali normal)

Sebagian besar penyakit hati

Sindrom nefrotik

Hipotiroidisme

Kolangitis

Page 28: memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

16

2.4.2. Peningkatan Aktivitas Laktat Dehidrogenase pada Keloid

Enzim laktat dehidrogenase (LDH) memainkan peran sebagai katalisator

konversi piruvat menjadi laktat pada proses metabolisme glukosa. Keloid sebagai

jaringan dengan aktivitas proliferasi sel fibroblas yang tinggi dalam memproduksi

kolagen, didapatkan aktivitas enzim laktat dehidrogenase (LDH) yang meningkat,

hal ini disebabkan pada proses metabolismenya sebagian besar glukosa (85%)

melalui glikolisis diubah menjadi piruvat, kemudian dikonversi menjadi laktat

dengan bantuan LDH. Sehingga pada keloid juga akan terjadi akumulasi laktat.

Kemble dan Brown (1976) telah melakukan penelitian mengenai

peningkatan kadar beberapa enzim pada hypertrophic scar. Pengamatan dilakukan

secara histokimia untuk melihat aktivitas nicotinamide adenine dinucleotide

diaphorase, lactate dehydrogenase, acid phosphatase, β-D glucoronidase dan

alkaline phosphatase. Sampel diperoleh dari 55 biopsi jaringan pasien dengan

hypertrophic scar, 24 sampel non-hypertrophic scar, dan sampel kulit normal

didapatkan dari 20 pasien yang menjalani reduksi abdomen, payudara, dan telinga

yang prominen. Hasilnya didapatkan peningkatan semua kadar enzim kecuali

alkaline phosphatase pada hypertrophic scar. Pada penelitian tersebut didapatkan

hasil dimana pada non-hypertrophic scar terjadi peningkatan aktivitas laktat

dehidrogenase (LDH) dalam ukuran sedang (N+1) bila dibandingkan dengan kulit

normal. Sedangkan aktivitas laktat dehidrogenase (LDH) pada hypertrophic scar

didapatkan sangat meningkat baik pada dermis (N+3) dan epidermis (N+2).10

Namun, pada penelitian ini tidak menjelaskan adanya peningkatan aktivitas LDH

pada keloid.

Pada studi yang dilakukan oleh Ueda dkk. tahun 2004, didapatkan adanya

akumulasi laktat pada jaringan keloid. Ueda membandingkan antara jaringan

keloid, hypertrophic dan atrophic scars dengan cara mengeksisi jaringan untuk

kepentingan kosmetik, jaringan yang diambil tersebut diamati jumlah pembuluh

darah darahdan lumennya secara immunohistopatologi serta konsentrasi laktat,

dan didapatkan bahwa pada jaringan keloid terdapat pembuluh darah yang lebih

sedikit dan pada internal area keloid tampak pembuluh darah dengan ukuran yang

lebih kecil dan menyempit serta tekanan oksigen jaringan yang rendah yang

Page 29: memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

17

diduga karena mengalami blokade oleh serat kolagen yang tebal dan

ditemukanjuga adanya akumulasi laktat. Pada penelitian tersebut didapatkan kadar

laktat pada keloid 39 (13.5) mmol/g dari protein, red scars 23.8 (7.5); pink scars

23.8 (7.6), dan white scars 13.3 (7.3). Hasil tersebut mengindikasikan bahwa

penurunan serta penyempitan lumen pembuluh darah pada keloid dapat

mengurangi perfusi oksigen. Akumulasi laktat menggambarkan bahwa terjadi

peningkatan aktivitas LDH serta ATP diproduksi melalui glikolisis.21

2.5. Perkembangan Terapi untuk Keloid Saat ini

Selama ini terapi yang diberikan untuk keloid adalah preparat

kortikosteroid, yaitu dengan menginjeksikan triamsinolone secara intralesi dengan

dosis 10-40 mg/mL setiap bulan. Terapi ini berguna untuk mengurangi gejala

pruritus atau sensitivitas dari lesi serta mengurangi volumenya. Terapi ini dinilai

cukup efektif untuk hypertrophic scar, tetapi kurang efektif untuk keloid. Oleh

karena itu, terapinya dapat dikombinasikan dengan krioterapi dimana lesi aslinya

dibekukan dengan nitrogen cair, setelah membeku, lesi menjadi edematous dan

lebih mudah untuk diinjeksi.3

Terapi keloid lainnya adalah dengan dieksisi. Namun, lesi yang dieksisi

dengan pembedahan lebih sering terjadi kekambuhan bahkan dapat timbul lesi

yang lebih besar dari lesi semula. Eksisi yang dilakukan sesegera mungkin setelah

radioterapi pascabedah, mungkin lebih menguntungkan. Terapi lainnya adalah

dengan menggunakan krim silikon dan gel silikon secara topikal, dimana

keduanya tidak nyeri saat digunakan dan tidak bersifat invasif. 3

Page 30: memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

18

2.6. Kerangka Teori

Luka pada kulit

Faktor Penyembuhan

luka

Tahap

penyembuhan

luka

Internal Eksternal

Fase inflamasi

Fase proliferasi Usia, genetik,

ras, personal

hygiene, status

gizi

Penanganan

luka, sosial

ekonomi,

lingkungan

Fase maturasi

Neovaskular

endothelial

hasilkanTGF-β

Penyimpangan proses

penyembuhan luka

Terjadi

keseimbangan

antara sintesis

dan degradasi

kolagen Ekspresi gen

kolagen tipe I,

III, dan VI dan

mRNA masing-

masing kolagen

Kekuatan luka

mencapai 80%

kulit normal kolagen yang di sintesis

> degradasi

luka sembuh

keloid

Kulit kembali

normal

Gejala :

pruritik, nyeri

tekan

Proliferasi sel

fibroblastberlebih

kortikosteroid

intralesi LDH

Glikolisis ⬆

Hypertrofic

scar

Kebutuhan

pasokan energi ⬆⬆ Eksisi

simptomatik rekurensi

Kurang efektif

Fosforilasi

oksidatif

piruvat laktat glukosa

siklus asam

trikarboksilat

Transport

elektron

ATP

Fibroblast

Page 31: memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

19

2.7. Kerangka Konsep

2.8. Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Alat ukur Cara Ukur Skala

1. Aktivitas

LDH

Aktivitas enzim

laktat dehidrogenase

mengkatalisis

konversi piruvat

menjadi laktat.

Spektrofotometer

Absorban di ukur

pada panjang

gelombang 400 nm

sesuai prosedur kit

LDH FS DGKC dan

di baca pada menit

ke 1, 2, dan 3

Numerik

Keloid

Glikolisis

Aktivitas

LDH ⬆

Penyembuhan

luka abnormal >>Kolagen

Fosforilasi

oksidatif ATP ⬆

Fibroblas

Page 32: memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

20

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif menggunakan desain

potong lintang (cross sectional) dengan kadar aktivitas LDH sampel kulit normal

berupa jaringan preputium sebagai kontrol. Sampel diambil dari hasil biopsi

sampel jaringan keloid pasien. Sampel kemudian dilakukan uji aktivitas enzim

LDH untuk mengetahui aktivitas LDH dalam mekanisme peralihan metabolisme

glikolisis ke fosforilasi oksidatif guna memenuhi pasokan energi pada

pembentukan jaringan keloid.

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2014 – September 2014 di

Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, Jalan Kertamukti No.05 Kelurahan Pisangan Barat, Ciputat,

Tangerang Selatan.

3.3. Sampel

Dalam penelitian ini, sampel yang digunakan oleh peneliti berupa sampel

jaringan yang telah diolah menjadi bentuk supernatan. Pengambilan sampel telah

disetujui melalui izin komisi etik FK UI dalam lingkup penelitian pembimbing.

Sampel penelitian ini merujuk kepada Kashiyama et.al (2012). Kashiyama

menggunakan sembilan sampel jaringan keloid yang didapatkan dari delapan

pasien berkewarganegaraan Jepang yang berbeda, yang diambil saat pasien

melakukan operasi (pembedahan). Sedangkan sampel jaringan kulit normal

diperoleh dari sembilan sukarelawan berkewarganegaraan Jepang. Pada penelitian

ini, sampel jaringan keloid diperoleh dari biopsi jaringan keloid pada sepuluh

pasien dari beberapa rumah sakit berbeda, antara lain RS Cipto Mangunkusumo

Page 33: memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

21

Salemba, RS Jakarta Islamic Hospital Pasar Rebo, RS Sari Asih Pamulang, RS

Mitra Keluarga Kelapa Gading, RS Prima Medika Bintaro, dan RS Hermina

Ciputat. Jaringan kulit preputium sebagai kontrol normal diperoleh dari sepuluh

pasien sirkumsisi massal yang diadakan di FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

pada bulan Juni 2013.

3.4. Alat dan Bahan Penelitian

3.4.1. Alat Penelitian

Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain, Spektrofotometer UV-

Visible Hitachi U2910, seperangkat komputer (Hp, Windows Xp), vortex,

timbangan analitik, sentrifuge, tabung mikro, mikropipet (2-20 µl, 20-200 µl, dan

100-1000 µl), kuvet, tip (putih, kuning, dan biru), tabung reaksi, rak tabung

reaksi, gelas ukur, bekker glass, sarung tangan, dan masker.

3.4.2. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, sampel jaringan

keloid dan preputium, pelumat jaringan Potter-Elvehjehm, NaCl 9 g/L, akuades,

dan Kit LDH FS DGKC yang terdiri dari :

- Reagen 1 : Phosphate buffer pH 7.5 64 mmol/L

Pyruvate 0.08 mmol/L

- Reagen 2 : Good’s buffer pH 9.6

NADH 1.0 mmol/L

Page 34: memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

22

3.5. Cara Kerja Penelitian

3.5.1. Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan tanpa acak dengan consecutive sampling.

Pada penelitian ini, banyaknya jumlah sampel jaringan kulit preputium adalah

sepuluh jaringan yang diperoleh dari pasien sirkumsisi massal dan banyaknya

jumlah jaringan keloid adalah sepuluh jaringan yang diperoleh melalui biopsi

jaringan keloid. Pada pengujian ini dilakukan secara duplo dan antar jaringan

keloid saling dibandingkan.

3.5.2. Pembuatan Homogenat

Jaringan keloid dan kontrol yang diperoleh segera disimpan dalam suhu

21oC, pada saat akan dibuat homognenat langsung ditimbang dalam kondisi segar

atau beku sebanyak 50 mg dalam tabung mikro (berukuran 1,5 mL). Kemudian

ditambahkan akuades ke dalam tabung pada suhu 15-25oC (menggunakan es)

sebanyak 1 mL. Selanjutnya dilakukan homogenisasi dengan menggunakan

pelumat jaringan Potter-Elvehjehm menggunakan microspestle. Hasil dari

homogenat tersebut disentrifugasi, kemudian supernatan kedua jaringan tersebut

diukur aktivitas laktat dehidrogenasenya.

3.5.3. Pengukuran Aktivitas Laktat Dehidrogenase

Sampel dalam bentuk supernatan diambil sebanyak 20 µL lalu

ditambahkan dengan reagen 1, kemudian diinkubasi selama 5 menit dengan

temperatur 25°C. Setelah itu, ditambahkan dengan reagen 2, setelah 1 menit,

absorban dibaca dengan spektrofotometer (λ= 400 nm) dan dilakukan pembacaan

kembali pada menit ke 2 menit, dan menit ke 3, kemudian hasil pengukuran

absorban dibandingkan dengan kontrol dan antar sesamanya.

Page 35: memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

23

3.6. Alur Penelitian

3.7. Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan program SPSS versi

16.0. Adapun rancangan analisis statistik yang digunakan adalah analisis bivariat.

Data yang diperoleh terdistribusi normal, maka dilakukan pengujian dengan uji t

independent. Penyajian data dilakukan dalam bentuk teks, grafik, dan tabel.

Jaringan

Keloid Preputium

Aktitivitas LDH U/L

Analisis Statistik

Page 36: memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

24

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Karakteristik Sampel

Penelitian ini menggunakan dua kelompok uji, yaitu kelompok uji jaringan

keloid dan kontrol untuk mengetahui gambaran aktivitas laktat dehidrogenase

pada kedua jaringan tersebut pada subyek yang berbeda. Dalam proses

pengambilan sampel, digunakan metode non-random, karena jarang sekali pasien

dengan keloid bersedia untuk diambil jaringan keloidnya sebagai bahan

penelitian. Sampel keloid pasien yang diambil bukan berasal dari pasien dengan

diagnosis utama keloid. Namun, berasal dari pasien yang sedang menjalani

operasi yang secara kebetulan memiliki keloid dan bersedia untuk dilakukan

pengangkatan jaringan keloid. Pada penelitian ini tidak dilakukan pengambilan

data sekunder mengenai lokasi keloid dan usia keloid. Preputium digunakan

sebagai kontrol jaringan normal karena relatif mudah diperoleh dan tidak

bertentangan dengan etik di Indonesia. Preputium lebih mudah didapatkan karena

di Indonesia mayoritas penduduknya beragama Islam, dimana terdapat sekitar 8.7

juta anak laki-laki dengan rentang usia 5-12 tahun melakukan sirkumsisi setiap

tahunnya.21,22

Sirkumsisi juga merupakan tindakan bedah minor yang paling

banyak dikerjakan di seluruh dunia, baik oleh dokter, paramedis ataupun oleh

dukun sunat. Spesimen jaringan keloid maupun kontrol yang digunakan peneliti

sudah diolah dalam bentuk supernatan. Supenatan yang telah jadi disimpan di

dalam freezer (dibekukan) agar kualitas sampel terjaga.

Page 37: memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

25

4.2. Pengukuran Aktivitas Laktat Dehidrogenase (LDH)

Gambar 4.1. Gambaran Aktivitas Laktat Dehidrogenase (LDH) Jaringan Keloid

Pada penelitian ini aktivitas laktat dehidrogenase (LDH) diukur

menggunakan metode kolorimetri dengan spektrofotometer UV-Vis. Berdasarkan

hasil pengukuran, pada gambar 4.1., didapatkan peningkatan aktivitas laktat

dehidrogenase pada semua sampel keloid dibandingkan dengan aktivitas rerata

kontrol (preputium). Hasil penelitian ini sesuai dengan Hoopes (1971) dalam studi

yang dilakukan Ueda tahun 2004, yang melaporkan adanya aktivitas LDH yang

tinggi pada keloid dibandingkan dengan hypertrophic scar dan kulit normal

dengan teknik flourometrik. LDH yang tinggi ini berkaitan dengan sintesis piruvat

menjadi laktat.19

Peningkatan aktivitas LDH tertinggi didapatkan pada U8 (sampel

jaringan keloid ke 8) yaitu 0.051 U/L atau 2.1 % lebih tinggi dari kontrol.

Tingginya aktivitas LDH pada keloid diantaranya berkaitan dengan lama waktu

timbulnya keloid. Pada keloid yang baru timbul, akan didapatkan aktivitas LDH

yang lebih tinggi dibandingkan dengan keloid yang sudah lebih dahulu tumbuh,

2,380

2,390

2,400

2,410

2,420

2,430

2,440

2,450

2,460

2,470

2,480

K U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9 U10

Kontrol Keloid

U/L 2,419 2,429 2,421 2,439 2,428 2,442 2,431 2,417 2,470 2,426 2,436

Ak

tivit

tas

LD

H

Gambaran Aktivitas LDH Jaringan Keloid

Page 38: memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

26

karena pada jaringan keloid yang masih baru, laju metabolisme sel relatif masih

tinggi. Namun, pada penelitian ini tidak menggunakan data sekunder pasien

sehingga tidak diketahui usia keloid pasien.

Tabel 4.1. Perbedaan Rerata Aktivitas Laktat Dehidrogenase antara Jaringan

Keloid dan Kontrol

Nama Variabel N Kadar LDH (U/L)

Rerata ±SB

Jaringan keloid 10 2.433 ±0.014

Kontrol 10 2.418 ±0.013

Dari Tabel 4.1. didapatkan perbedaan aktivitas laktat dehidrogenase

(LDH) antara jaringan keloid dengan rerata 2.433 U/L dan kontrol dengan rerata

2.418 U/L. Rerata aktivitas LDH jaringan keloid 0.015 U/L lebih tinggi daripada

rerata aktivitas LDH kontrol.

Peneliti ingin mengetahui seberapa besar perbedaan aktivitas laktat

dehidrogenase (LDH) antara jaringan keloid dan kontrol, maka dari itu dilakukan

analisis bivariat dengan menggunakan uji komparatif dua kelompok tidak

berpasangan (uji t independen). Jika p > 0.05, maka Ho diterima, dan jika p <

0.05, maka Ho ditolak. Uji ini memiliki ketentuan yaitu data harus terdistribusi

normal, oleh karena itu perlu dilakukan uji normalitas terlebih dahulu (Saphiro-

Wilk).

Tabel 4.2. Hasil Uji Normalitas Distribusi

Nama Variabel Nilai p Normalitas distribusi

Kadar Aktivitas LDH 0.35 Terdistribusi Normal

Page 39: memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

27

Berdasarkan hasil uji statistik, diketahui p value aktivitas LDH sebesar

0.35 pada taraf signifikansi 0.05, maka p value > α, dengan kata lain sebaran data

dalam penelitian ini telah teruji kenormalannya.

Tabel 4.3. Deskripsi Hasil Uji T Independen Perbedaan Aktivitas LDH antara

Jaringan Keloid dengan Kontrol

Pengukuran (U/L) n Rerata ±SB Perbedaan

Rerata

IK 95% p value*

Jaringan keloid 10 2.433 ±0.014 0.015 0.002 - 0.028 0.023

Kontrol 10 2.418 ±0.013

*Uji T Independen

Berdasarkan analisis statistik untuk uji hipotesis dengan menggunakan uji

t independen (Tabel 4.3.) pada taraf signifikansi 0.05, didapatkan p value sebesar

0.023, yang berarti p value < 0.05. Hasil analisis statistik tersebut menunjukkan

bahwa terdapat perbedaan bermakna antara rerata aktivitas LDH jaringan keloid

dengan kontrol. Dengan kata lain, hipotesis nol ditolak.

Tujuan dari identifikasi data ini sebenarnya adalah untuk membandingkan

adanya perbedaan antara aktivitas LDH antara jaringan keloid dengan kontrol.

Hasilnya membuktikan bahwa pada jaringan keloid terjadi peningkatan aktivitas

LDH daripada kontrol.

Pada studi yang dilakukan Vincent tahun 2008 dikemukakan gagasan

bahwa fibroblas keloid manusia menunjukkan karakteristik biologis sama dengan

sel tumor. Dibandingkan dengan sel-sel fibroblas normal, ATP dari fibroblas

keloid utamanya berasal dari glikolisis, serta aktivitas heksokinase, dehidrogenase

3-fosfat, dan laktat dehidrogenase (LDH) secara signifikan lebih tinggi dari sel

fibroblast yang normal. Aktivitas heksokinase, gliseraldehida 3-p dehidrogenase,

dan LDH diukur dalam ekstrak dari fibroblas normal dan fibroblas keloid yang

mengandung 0.03 mg protein. Fluoresensi NADH dan NADPH diamati pada

panjang gelombang 464 nm dalam spektrofotometer luminescence (Perkin Elmer-

Page 40: memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

28

LS55) dan aktivitas enzim dinyatakan sebagai peningkatan fluoresensi NADH

atau NADPH per menit per mg protein. Aktivitas heksokinase, gliseraldehida-3-

fosfat dehidrogenase, dan LDH, dinyatakan sebagai nmol NAD atau NADPH per

menit per mg protein diantaranya 1.8.±0.51, 343.1±28.3, dan 554.3±12.1, masing-

masing, pada lima sampel normal. Keloid secara signifikan berbeda (p<0.05)

dengan sampel normal, antaralain didapatkan aktivitas masing-masing 130, 63,

dan 35% lebih tinggi.7

Page 41: memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

29

BAB V

PENUTUP

5.1. Simpulan

Pada penelitian didapatkan peningkatan kadar laktat dehidrogenase (LDH)

pada jaringan keloid secara bermakna dibandingkan kadar LDH pada jaringan

preputium. Hal ini menunjukkan peningkatan aktivitas LDH dalam mekanisme

peralihan metabolisme glikolisis ke fosforilasi oksidatif dalam upaya memenuhi

pasokan energi pada pembentukan jaringan keloid.

5.2. Saran

Diperlukan penelitian lanjutan mengenai asam laktat pada jaringan keloid

dan penelitian lanjutan melalui intervensi terhadap aktivitas LDH pada jaringan

keloid sehingga memungkinkan dapat menekan terjadinya timbulnya keloid.

Page 42: memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

30

DAFTAR PUSTAKA

1. Kempf W, et.al. Dermatopathology. Springer. Jerman. 2008. p238.

2. Wolff, Klaus., Richard Allen Johnson, and Dick Surmond. Fitzpatrick’s:

Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology 5th

Edition.

Massachusetts: The McGraw-Hill Companies. 2007.

3. Van De Water, Thomas R and Hinrich S. Otolaryngology: Basic Science

and Clinical Review. New York: Thieme Medical Publisher’s Inc. 2006.

p20.

4. Jansen, David A., et.al. Keloids. Medscape. 2012. Diakses dari :

http://emedicine.medscape.com/article/1298013-overview#aw2aab6b3

5. Nemeth, Albert J. Keloids and Hypertrophic Scars. Journal of

Dermatology Surgery and Oncology. 1993; 19: 738-746.

6. Pratiwi KD, Perdanakusuma D. Hubungan antara Golongan Darah dengan

Timbulnya Keloid Pasca Luka. Airlangga University Press. Surabaya.

2009: 1-8.

7. Vincent A, Muhopadhyay A, et.al. Human Skin Keloid Fibroblasts

Display Bioenergetics of Cancer Cells. J Invest Dermatol. 2008; 128: 702-

709.

8. Murray RK, Granner DK, Rodwell VW. Biokimia Harper, edisi 27. EGC.

Jakarta. 2009.

9. Heiden M, Cantley L, Thompson C. Understanding the Warburg Effect:

The Metabolic Requirements of Cell Proliferation. Science Journals. 2009;

324:1029-1033

10. Kemble, J.V Harvey dan R.V. R Brown. Enzyme Activity in Human Scars,

Hyperthrophic Scars, and Keloids. British Journal of Dermatology. 1976;

94: 301-305.

11. Sukasah, Chaula. Penggunaan Silicone Gel Sheet pada Keloid dan Jaringan

Parut Hipertrofik. Maj Kedokt Indon. 2007; 57: 60-62.

12. Kumar, Cotran, Robbins. Buku Ajar Patologi Robbins. EGC. Jakarta.

2007.

13. Siregar, RS. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. EGC. Jakarta. 2004.

Page 43: memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

31

14. Gawkrodger, David J dan Michael R. Ardern-Jones. Dermatology: An

Illustrated Color Text 5th

Edition. Philadelphia: Elsevier. 2012. p95.

15. Harahap, Marwali. Ilmu Penyakit Kulit. Hipokrates. Jakarta. 2000.

16. Gauglitz G, Korting H, Pavicic T, et al. Hypertrophic scarring and

keloids: pathomechanisms and current and emerging treatment strategies.

Mol Med. 2011;17:113-125.

17. Dan Vincent, Annette S. Metabolic Parameters Involved In Keloid

Formation. Departement of Boichemistry. National University of

Singapore, 2009; 14.

18. Ozawa, Toshiyusi. Accumulation of glucose in keloids with FDG-PET.

Annals of Nuclear Medicine. 2006; 1: 41-44

19. Rahaju, Minto. Uji Diagnostik Pemeriksaan LDH dalam Cairan Tubuh

Untuk Penetuan Klasifikasi Transudat dan Eksudat Dibandingkan dengan

Klasifikasi Konvensional. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Semarang. 2003: 20.

20. Sacher, Ronald dan Richard. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan

Laboratorium. EGC. Jakarta. 2004. p345-355.

21. Koichi U, Yoshiko Y, Eisuke F, Sosuke O. Inadequate Blood Suply

Persists in Keloids. Scand J Plast Reconstr Surg Hand Surg. 2004; 38:

267–271.

22. Kashiyama K, et.al. miR-196a Downregulation Increases the Expression

of Type I and III Collagens in Keloid Fibroblasts. J Invest Dermatol.

2012; 132: 1597–1604.

23. Benson dan Martin. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi Ed. 9. EGC.

Jakarta. 2009. p256.

24. Syamsuhidajat, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta. 2004.

Page 44: memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

32

LAMPIRAN

LAMPIRAN 1

(Persetujuan Etik)

Page 45: memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

33

LAMPIRAN 2

(Alat dan Bahan Penelitian)

Spektrofotometer UV Hitachi U-2910 Mikropipet

Tabung reaksi dan rak tabung Tip

Vortex Kuvet

Page 46: memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

34

Rak tube sample Sampel jaringan berupa supernatan

Reagen LDH FS DGKC

Page 47: memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

35

LAMPIRAN 3

(Dokumentasi Penelitian)

Contoh tube sampel jaringan kontrol (P) Tahap persiapan: Labeling tabung

reaksi untuk kelompok keloid (U)

dan kelompok kontrol (P)

R1 dimasukkan ke dalam tabung reaksi Proses mengambil sampel uji

Page 48: memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

36

Proses homogenisasi dengan vortex Kuvet berisi absorban dimasukkan ke

dalam spektrofotometer untuk dibaca

Gambaran hasil pembacaan absorbansi oleh

spektrofotometer yang tertera pada layar komputer

Page 49: memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

37

LAMPIRAN 4

(Daftar Riwayat Hidup)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Raeiza Olyvia Rachman

Tempat, tanggal lahir : Bogor, 13 Februari 1993

Alamat : Lebak wangi RT 03/02 No. 61 Desa Parung,

Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor

Telepon/Hp : 0251-8618921 / 085718175891

Email : [email protected]

Riwayat pendidikan

1. Tahun 1998 - 2004 : SD Negeri Durenseribu 04 Sawangan, Depok

2. Tahun 2004 - 2007 : SMP Negeri 2 Depok

3. Tahun 2007 - 2010 : SMA Negeri 5 Depok

4. Tahun 2011 - sekarang : Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta