MEMILIH PEMIMPIN NON-MUSLIM PERSPEKTIF IBN KATSIR ...
Transcript of MEMILIH PEMIMPIN NON-MUSLIM PERSPEKTIF IBN KATSIR ...
MEMILIH PEMIMPIN NON-MUSLIM PERSPEKTIF
IBN KATSIR (ANALISIS QS. ALI IMRAN [3]: 28 DAN
QS. AL-MAIDAH [5]: 51)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ushuluddin
Oleh
Putri Zulfa Dayana
12210494
JURUSAN TAFSIR HADIS
FAKULTAS USHULUDDIN
INSTITUT ILMU AL-QUR`AN (IIQ) JAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2016 M/ 1437 H
MEMILIH PEMIMPIN NON-MUSLIM PERSPEKTIF
IBN KATSIR (ANALISIS QS. ALI IMRAN [3]: 28 DAN
QS. AL-MAIDAH [5]: 51)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ushuluddin (S. Ud)
Oleh
Dayana Zulfa Putri
12210494
Pembimbing
Ali Mursyid, MA
JURUSAN TAFSIR HADIS
FAKULTAS USHULUDDIN
INSTITUT ILMU AL-QUR`AN (IIQ) JAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2016 M/ 1437 H
PENGESAHAN PEMBIMBING
Skripsi dengan judul “Memilih Pemimpin Non-
Muslim Perspektif Ibn Katsir (Analisis QS. Ali Imran [3]: 28
dan QS. Al-Maidah [5]: 51)” yang disusun oleh Putri Zulfa
Dayana dengan nomor induk mahasiswa: 12210494 telah
melalui proses bimbingan dengan baik dan dinilai oleh
pembimbing telah memenuhi syarat ilmiah untuk diujikan pada
sidang munaqasah.
Jakarta, 22 Agustus 2016
Pembimbing,
Ali Mursyid, MA
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi dengan judul “Memilih Pemimpin Non-Muslim
Perspektif Ibn Katsir (Analisis QS. Ali Imran [3]: 28 dan QS. Al-Maidah [5]: 51)” yang disusun oleh Putri Zulfa
Dayana dengan Nomor Induk Mahasiswa: 12210494 telah
diujikan pada sidang Munaqasyah Fakultas Ushuluddin Institut
Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta pada tanggal 23 Agustus 2016.
Skripsi ini telah diterima sebagai syarat memperoleh gelar
Sarjana Agama (S. Ag).
Ciputat, 23 Agustus 2016
Dekan Fakultas Ushuluddin
Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta
Dra. Hj. Maria Ulfa, MA.
Ketua Sidang Sekretaris Sidang
Dra. Hj. Maria Ulfa, MA. Dra. Suci Rahayuningsih
Penguji I Penguji II
Dr. Ahmad Fudhaili, M. Ag Drs. Arison Sani, MA
Pembimbing,
Ali Mursyid, MA
iii
PERNYATAAN PENULIS
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Putri Zulfa Dayana
NIM : 12210494
Tempat/tanggal Lahir : Bangkalan, 5 Juni 1993
Alamat : Jl. PP. Darussalam No. 88-89
Langkap Burneh Bangkalan Madura
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan karya asli penulis yang diajukan
untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh Gelar
Strata 1 di Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta
2. Semua sumber yang digunakan dalam penulisan ini telah
penulis cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku
di Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil
karya asli penulis atau merupakan hasil jiplakan dari karya
orang lain, maka penulis bersedia menerima sanksi yang
berlaku di Institut Ilmu AL-Qur`an (IIQ) Jakarta
Jakarta, 21 Desember 2016
Putri Zulfa Dayana
iii
MOTTO
"عش كريما أو مت شهيدا"
PERSEMBAHAN
Karya sederhana ini penulis persembahkan untuk dua
orang yang sangat istimewa bagiku, yang bersama kasih
sayang kalian Allah menghadirkan banyak rahmat dan nikmat
kepadaku. Teruntuk Ayahanda dan Ibundaku tersayang….
Semoga Allah akan selalu menjaga kalian dalam damai rahmat-
Nya, semoga Allah akan membalas tiap tetes peluh dan air
mata kalian dengan balasan surga-Nya. Amin.
xii
PEDOMAN TRANSLITERASI
Transliterasi adalah penyalinan dengan penggantian
huruf dari abjad yang satu ke abjad yang lain. Dalam penulisan
skripsi ini, transliterasi Arab-Latin mengacu pada buku
“Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi Institut Ilmu
Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta” cetakan ke-II, tahun 2011, yang
secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Konsonan
A Th
B Zh
T ‘
Ts Gh
J F
H Q
Kh K
D L
Dz M
R N
Z W
S H
Sy ’
Sh Y
Dh
xiii
2.Vokal
a. Vokal atau bunyi (a), (i), (u) ditulis dengan ketentuan
sebagai berikut:
Vokal Pendek Panjang
Fathah A Â
Kasrah I Î
Dhammah U Û
b. Vokal Rangkap
fathah + ya'
mati Ditulis Ai
Bainakum
fathah + ya'
mati Ditulis Au
Qaulun
c. Vokal Pendek
Ditulis a'antum
Ditulis U„iddat
Ditulis la'insyakartum
xiv
2. Kata sandang
a. Bila diikuti Huruf Qamariyyah
Ditulis Al-Qur`ân
Ditulis al-Qiyâs
b. Bila diikuti Huruf Syamsiyyah
Ditulis as-Samâ'
Ditulis asy-Syams
3. Penulisan kata-kata dalam rangkaian kalimat
Ditulis zawî al-Furûdh
Ditulis ahl as-Sunnah
a. Syaddah
Syaddah (Tasydîd) untuk alih aksara
dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan cara
menggandakan huruf yang bertanda Tasydîd. Aturan
ini berlaku secara umum, baik Tasydîd yang berada
ditengah kata, diakhir kata ataupun yang terletak
setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf –huruf
syamsiyah.
xv
Contoh:
: Āmannâbillâhi : Inna al-ladzîna : wa
arr-rukka‟i
b. Ta Marbûthah
Bila dimatikan ditulis h.
Ditulis Hibbah
Ditulis Jizyah
(Ketentuan ini tidak diperlukan terhadap kata-kata Arab
yang sudah terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti shalat,
zakat, dan sebagainya, kecuali jika dikehendaki lafal aslinya).
Bila diikuti dengan kata sandang al serta bacaan kedua itu
terpisah, maka ditulis dengan h.
Ditulis karâmah al-auliyâ„
Bila ta marbuthah hidup atau dengan harkat fathah, kasrah,
dan dhammah, ditulis t.
Ditulis Zakâtul fithri
xvi
c. Huruf Kapital
Sistem penulisan huruf arab tidak mengenal huruf
kapital, akan tetapi apabila telah di alih aksarakan, maka
berlaku ketentuan ejaan yang telah disempurnakan (EYD)
bahasa Indonesia, seperti penulisan awal kalimat, huruf awal
nama tempat, nama bulan, nama diri dan lain-lain. Ketentuan
yang berlaku pada (EYD) berlaku pula dalam alih aksara ini,
seperti cetak miring (italik) dan cetak tebal (bold) dan
ketentuan lainnya. Adapun untuk nama diri yang diawali
dengan kata sandang, maka huruf yang ditulis kapital adalah
awal nama diri, bukan kata sandangnya. Khusus untuk
penulisan kata Al-Qur’an dan nama-nama surahnya
menggunakan huruf kapital.
xvii
ABSTRAKSI
Putri Zulfa Dayana (NIM: 12210494). Skripsi dengan
judul ”Memilih Pemimpin Non Muslim Perspektif Ibnu Katsir
(Analisis QS. Ali Imran (3): 28 dan QS. Al-Maidah (5): 51
dalam Tafsir Al-Qur’an Al-Karim Karya Ibnu Katsir)”.
Ditujukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana (Strata-1), Fakultas Ushuluddin, Institut Ilmu
Al-Qur`an (IIQ) Jakarta.
Latar belakang penulisan skripsi ini adalah melihat
maraknya perbincangan terkait menjelang pilkada yang mana
calon dari salah satunya adalah dari kalangan non-muslim,
sedangkan keberadaannya dalam masyarakat yang mayoritas
muslim. Terdapat banyak perbedaan pendapat yang telah
terucap dari tiap kalangan/kelompok , baik yang pro maupun
kontra. Kembali kepada Al-Qur’an yang telah mengatur
kehidupan di dunia sampai di akhirat. Sebut saja mufassir dari
kalangan sunni yang menjadi rujukan dalam penelitian ini,
yakni Ibnu Katsir. Dengan kepopulerannya di berbagai
kalangan/golongan pastinya banyak pendapat (penafsiran)
yang diterima.
Adapun masalah yang diangkat dalam penelitian ini
adalah bagaimana penafsiran ayat-ayat terkait memilih
pemimpin non-muslim dalam tafsirAl-Qur’an al-Karim karya
ibnu katsir.
Kajian skripsi ini merupakan kajian pustaka dengan
teknik pengumpulan studi dokumenter (documentary study),
yaitu suatu metode pengumpulan data dengan menghimpun
dan menganalisa dokumen-dokumen, baik tertulis, maupun
elektronik. Metode analisi yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah analisa isi.
xviii
Penelitian ini menghasilkan kesimpulan yang
menyatakan bahwa Bahwa penafsirannya tidak semata-mata
melarang muslim untuk memilih non-muslim untuk dijadikan
pemimpin, tetapi juga bahkan melarang untuk dijadikan teman
akrab, sahabat dan juga diangkat sebagai pengurus yang
mengurus persoalan muslim. Larangan itu disebabkan oleh
dikhawatirkannya mempengaruhi kaum muslimin sebab
kenasraniannya. Seperti yang dijelaskan pada QS. An-Nisa (4):
144,
Begitu pula dengan penafsiran Ibnu Katsir dalam Tafsir
Ibnu Katsir, sama-sama melarang kaum Muslim untuk
mengambil orang kafir sebagai wali, mempunyai hubungan
baik (bersahabat) dengan mereka. Walau ia juga
memperbolehkan taqiyyah,
x
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................... i
LEMBAR PENGESAHAN .............................................. ii
PERNYATAAN PENULIS .............................................. iii
MOTTO ............................................................................. iv
KATA PENGANTAR ....................................................... vi
DAFTAR ISI ...................................................................... x
PEDOMAN TRANSLITERASI ...................................... xii
ABSTRAK ......................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................... 1
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan
Masalah .......................................................... 16
C. Tujuan dan Manfaat ....................................... 18
D. Tinjauan Pustaka ............................................ 19
E. Metodologi Penelitian .................................... 24
BAB II KEPEMIMPINAN NON-MUSLIM
A. Kepemimpinan, Khalifah, Ulul Amr, dan
Imamah (Imam) ............................................. 29
B. Kepemimpinan Non-Muslim ......................... 48
C. Pandangan Ulama Tentang Memilih
Kepemimpinan Non-Muslim ......................... 53
xi
BAB III BIOGRAFI IBN KATSIR
A. Riwayat Hidup Ibn Katsir .............................. 59
B. Pendapapat Ulama atas Ibn Katsir ................. 64
C. Karya-Karya Ibn Katsir ................................. 66
D. Kitab Tafsir Al-Qur’ân Al-Karîm .................. 68
BAB VI ANALISIS PENAFSIRAN AYAT-AYAT
AL-QUR’AN TERKAIT MEMILIH
PEMIMPIN NON-MUSLIM MENURUT
TAFSIR IBNU KATSIR
A. Firman Allah dalam Al-Qur’an Surah Ali
Imran Ayat 28 ................................................ 73
B. Firman Allah dalam Al-Quran Sura
Al-Maidah Ayat 51 ........................................ 83
C. Implikasi Penafsiran Ibn Katsir Terhadap
QS. Al-Mâidah (5) Ayat 51 dan QS. Âli
‘Imrân (3) Ayat 28 Mengenai Memilih
Pemimpin Non-Muslim ................................. 94
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................
B. Saran-Saran ....................................................
DAFTAR PUSTAKA ........................................................
iv
KATA PENGANTAR
بسم الله الرحمن الرحيم
Segala puji bagi Allah swt. yang telah memberikan
nikmat iman, islam, dan ihsan yang tiada henti-hentinya pada
kita semua, khususnya pada penulis saat ini, sebab tanpa
nikmat dan kuasa-Nya penulis tidak akan bisa menyelesaikan
skripsi ini sebagai syarat akhir guna memperoleh gelar Sarjana
(Strata-1) sebagai Sarjana Ushuluddin (S.Ud) di Institut Ilmu
Al-Qur`an (IIQ) Jakarta, dan atas izin-Nya akhirnya saat ini
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Shalawat serta salam tak lupa pula penulis panjatkan
kepada kekasih-Nya Nabi besar kita Muhammad saw yang
mana syafa’at serta pengakuan dari beliau sangat kita harapkan
dan nantikan di kehidupan berikutnya sebagai ummatnya.
Selesainya penulisan skripsi ini bukanlah sesuatu yang
mutlak dan berdiri sendiri, akan tetapi karena bimbingan dan
kepedulian dari perbagai pihak yang turut memberikan
pengarahan maupun motivasi, karena dalam kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Rektor Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta yaitu Ibu Prof. Dr.
Hj. Huzaemah T. Yanggo, MA selaku Rektor Institut Ilmu
Al-Qur’an Jakarta
iv
2. Drs. Hj. Maria Ulfah, MA. selaku Dekan Fakultas
Ushuluddin Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta
3. Ali Mursyid, M. Ag. selaku Dosen Pembimbing Skripsi
yang di dalam berbagai kesibukan dapat menyempatkan
diri membimbing dan mengarahkan serta memberi
petunjuk dan saran yang sangat berharga bagi penulis
skripsi ini.
4. Seluruh Dosen Institut Ilmu Jakarta yang telah
memberikan bekal ilmu pengetahuan yang bermanfaan
bagi penulis
5. Dra. Rukoyah Tamimi dan Dra. Suci Rahayuningsih
selaku Staf Fakultas Ushuluddin,yang telah banyak
memotivasi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini
6. Staf perpustakaan IIQ dan Perpusakaan Utama UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, yang telah menyediakan informasi
dan buku-buku sebagai sumber data bagi penulis,
sehingga penulisan skripsi ini dapat berjalan dengan baik.
7. Bapak (Abah) tercinta dan penulis banggakan, yang selalu
penulis rindukan dan selalu mengharap Allah SWT.
Menjawab apa yang Abah panjatkan selama ini kepada-
Nya atas penulis. Walaupun tiada kebersamaan sejak enam
tahun lalu. Namun, penulis tidak akan pernah lupa semua
petuah, nasihat, dan semangat dari Abah walau memang
iv
terasa sulit dan berat. Allahummaghfirlahu warhamhu
wa’afihi wa’fu ‘anhu
8. Ibu yang penulis cintai dan penulis banggakan, yang tak
lelah berjuang jiwa dan raga demi mendoakan kesuksesan
dan kelancaran setiap aktivitas yang penulis lakukan
khususnya dalam penyusunan skripsi ini.
9. Seluruh dewan guru sejak penulis lahir ke dunia ini, dari
TK, MI, SD, SMP, SMA dan tutor (ustadz/ustadzah) yang
telah rela membimbing dan berbagi pengetahuan hingga
penulis dapat melanjutkan pendidikan serta atas doa
hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
10. Kakak dan adik yang telah mendoakan dan menyemangati
penulis.
11. Seluruh keluarga besar Bani Huda Robbuddin yang telah
memberikan dukungan do`a demi terselesaikannya
penulisan skripsi ini
12. Bapak Rachmat Saleh yang sejak satu tahun lalu ikut serta
membantu dan mendoakan penulis dalam menyelesaikan
perkuliahan hingga terselesaikannya skripsi ini
13. Seluruh teman-teman Fakultas Ushuluddin 2012 dan
seluruh teman-teman angkatan 2012 yang telah senantiasa
dan tak pernah lelah mendampingi dan menyemangati
penulis selama penulisan ini berlangsung
iv
14. Serta semua pihak yang telah mendoakan dan membantu
dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak mungkin
penulis sebutkan satu persatu.
Atas segala kebaikan yang telah mereka berikan kepada
penulis, semoga menjadi catatan amal baik di hari akhirat nanti
dan diberikan balasan dari Allah dengan balasan yang lebih
baik. Amin
Kepada para mufassirin yang menjadi objek penelitian
penulis, yang telah wafat semoga Allah swt. mengampuni
dosanya, melapangkan kuburnya, dan ilmu yang telah mereka
berikan menjadi ladang amal mereka di akhirat kelak. Amin.
Akhirnya, atas segala kekurangan dalam penulisan
skripsi ini penulis mohon kritik dan saran dari pembaca
maupun pemerhati demi perbaikan.
أنيب وإليه توكلت عليه بالله إلا توفيقى وما
Ciputat, 22 Agusuts 2016
Penulis
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di antara persoalan dalam perbincangan masyarakat
Islam (muslim) yang selalu hangat untuk diperbincangkan
adalah persoalan kepemimpinan. Ini dipengaruhi oleh
banyak sebab. Di antaranya sebagaimana yang sedang
diperbincangkan terkait kepemimpinan, yakni memilih
pemimpin yang dilandasan pada Al-Qur‟an dan As-Sunnah.
Sementara itu, kedua sumber hukum Islam tersebut
dimungkinkan untuk terjadinya keragaman pemahaman dan
tafsir.1
Di Indonesia yang beragam agama, dan muslim yang
menjadi kelompok mayoritas dalam menjelang pemilihan
pemimpin daerah atau wilayah sangat mempertimbangkan
hal keimanan dalam memilih calon pemimpin.
Hampir setiap kali menjelang pemilihan, kerap
beredar isu-isu miring yang melekat pada para calon
pemimpin terutama isu-isu sensitif seperti liberal dari segi
ekonomi, antek partai terlarang, rasial, atau keyakinan
1Team Penyusun Maarif Institute, Fikih Kebinekaan, (Jakarta:
Mizan, 2009), h. 317
2
agama. Sedangkan sementara ini ada benar-benar orang non
muslim yang menjadi pemimpin.2
Kontroversi seputar kepemimpinan non-muslim
dalam masyarakat muslim kembali menjadi perbincangan
publik. Intrik politik di balik wacana ini jelas terlihat. Setiap
kali ada non-muslim maju sebagai calon dalam pemilihan
kepala daerah (Pilkada), Isu ini selalu dimunculkan sebagai
instrumen politik untuk memobilisasi pemilih muslim
dengan mengobarkan sentimen fanatik terhadap calon non-
muslim.
“Perang wacana” ini seolah tak pernah berakhir.
Masing-masing pihak mengutip ayat-ayat tertentu dari kitab
suci. Ayat yang paling sering dikutip ialah surat al-Ma‟idah
ayat 51, yang melarang Muslim memilih Yahudi dan
Kristen sebagai awliya. Kata “awliya” sengaja tidak
diterjemahkan karena bisa dimaknai sebagai pemimpin,
teman, atau sekutu.3
Dalam bingkai kekhalifahan, pemimpin memang
harus seiman. Jadi ayat tersebut berlaku mutlak jika bentuk
negaranya adalah khilafah. Karena dalam kekhalifahan,
2http://www.nu.or.id/post/read/63567/memilih-pemimpin-non-
muslim-bolehkah diakses pada tanggal 2/8/2016 pukul 12.11 WIB 3http://geotimes.co.id/ahok-dan-kepemimpinan-non-muslim
diakses pada tanggal 2/8/2016 pukul 12.11 WIB
3
pemimpin pemerintahan sekaligus pemimpin agama dan
hukum yang digunakan adalah hukum agama. Bahkan
khalifah sekaligus hakim tertinggi dan pelaksana hukum
agama. (Jadi memang harus wajib dan harus "seiman")
Sistem kekhalifahan mirip sistem turunan dari "patesi" sejak
zaman Mesopotamia dimana pemimpin negara sekaligus
pemimpin religiusnya. Masalahnya, Indonesia bukan negara
khilafah/patesi. Pemimpin pemerintahan (eksekutif) ada
sendiri, pemimpin agama ada sendiri, pemegang kekuasaan
kehakiman juga ada sendiri.4
Persoalan kepemimpinan yang sedang hangat
diperbincangkan saat ini adalah terkait kepemimpinan non-
muslim di kalangan multi Agama dan muslim mendominasi.
Seperti yang sedang diperbincangkan saat ini:
Belakangan ini Ketua Umum Nahdhatul Ulama
(NU) KH. Said Aqil Siroj (Kang Said) disorot sejumlah
pihak soal pernyataannya yang membolehkan umat Islam
memilih pemimpin non-muslim. Pernyataan Kang Said oleh
sebagian masyarakat dinilai menyalahi pandangan politik
sekelompok masyarakat yang melarang umat Islam
mengangkat pemimpin non-muslim. Kang Said lebih
4http://www.kompasiana.com/mascoy/qs-ali-imran-28-dan-al-ma-
idah-51-tentang-pemimpin-non-muslim_571e9205bb9373710baa9cbd pada
tanggal 2/8/2016 pukul 12.11 WIB
4
menekankan aspek kejujuran dan keadilan dalam memilih
pemimpin.
Karenanya pemimpin non-muslim yang adil dan
jujur dalam konteks khususnya Indonesia masih lebih baik
daripada pemimpin muslim yang berbuat aniaya. Pasalnya
unsur primer yang dibutuhkan dalam kepemimpinan baik
pusat maupun daerah di Indonesia saat ini adalah kejujuran
dan keadilan. Mengutip potongan dari Ibn Taimiyah,
“Pemimpin kafir lebih baik dari pada pemimpin muslim
namun dzalim”. 5
Dalam syari‟at, non-muslim yang hidup di negara
Muslim disebut sebagai dzimmi (yang dilindungi), jika
memenuhi dua persyaraan: 1) mau memenuhi hukum Islam
secara keseluruhan, dan 2) mau menyerahkan jizyah
(semacam pajak kepala) sesuai bunyi literal QS. at-Taubah
(9):29. Namun, berkaitan dengan syarat pertama itu, bukan
berarti mereka tidak diberi hak-hak kebebasan menjalankan
agamanya sama sekali. Mereka dalam syari‟at diberi
kebebasan meyakini kepercayaannya, menjalankan ibadah
yang diharuskan agamanya, dan menjalankan hukum
5Nadirsyah Hosen Rais Syuriah PCI Nahdlatul Ulama Australia –
New Zealand
http://www.fiqhmenjawab.net/2016/03/2868 pada tanggal 2/8/2016
pukul 12.11 WIB
5
keluargaa seperti pernikahan dan talak.Selain tiga hal ini,
yaitu dalam persoalan meyangkut ekonomi, pidana, dan
politik, mereka dikenakan hukum Islam, sebagaimana kaum
muslimin.Problem hak-hak non-muslim di negara Muslim
lebih sebagaiproblem lingkungan Islam, bukan sebagai
problem Islam sebagai sebuah keyakinan.6
Ulama berbeda pendapat perihal memilih pemimpin
dari kalangan non muslim. Misalnya Badruddin Al-Hamawi
As-Syafi‟i yang wafat di abad 8 H. Ia menyatakan dengan
jelas keharaman memilih pemimpin dan juga aparat dari
kalangan kafir dzimmi.
“Tidak boleh mengangkat dzimmi untuk jabatan
apapun yang mengatur umat Islam kecuali untuk memungut
upeti penduduk kalangan dzimmi atau untuk memungut
pajak transaksi jual-beli penduduk dari kalangan musyrikin.
6 Sukron kamil, Pemikiran Politik Islam Tematik, (Jakarta:
kencana, 2013), h. 224
6
Sedangkan untuk memungut upeti, pajak seper sepuluh, atau
retribusi lainnya dari penduduk muslim, tidak boleh
mengangkat kalangan dzimmi sebagai aparat pemungut
retribusi ini. Dan juga tidak boleh mengangkat mereka
untuk jabatan apapun yang menangani kepentingan umum
umat Islam.”
Allah berfirman, “Allah takkan pernah menjadikan
jalan bagi orang kafir untuk mengatasi orang-orang
beriman.” Siapa yang mengangkat dzimmi sebagai pejabat
yang menangani hajat muslim, maka sungguh ia telah
memberikan jalan bagi dzimmi untuk menguasai muslim.7
Sementara ulama lain yang membolehkan
pengangkatan non-muslim untuk jabatan publik tertentu
antara lain Al-Mawardi yang juga bermadzhab Syafi‟i.
Ulama yang wafat pada pertengahan abad 5 H ini
memberikan tafshil, rincian terhadap jabatan.
Posisi pejabat ini (tanfidz/eksekutif) boleh diisi
oleh dzimmi (non muslim yang siap hidup bersama muslim).
Namun untuk posisi pejabat tafwidh (pejabat dengan
7Badruddin Al-Hamawi As-Syafi‟i, Tahrirul Ahkam fi Tadbiri
Ahlil Islam, (Qatar: Daruts Tsaqafah, 1988), h. 97
7
otoritas regulasi, legislasi, yudikasi, dan otoritas lainnya),
tidak boleh diisi oleh kalangan mereka.8
Ibn Taimiyah mengatakan:
“Sesungguhnya Allah menyokong negara yang adil
meskipun kafir (pemimpinnya) dan tidak mendukung negara
yang despotic meskipun Muslim (pemimpinnya). Dunia itu
dapat tegak dengan memadukan antara kekufuran dan
keadilan dan dunia tidak dapat tegak dengan modal
kezhaliman dan keislaman.”9
“Kalimat Ibn Taimiyah di atas kiranya
mengisyaratkan bahwa kepala negara yang mampu
mengejawantahkan keadilan meskipun non-muslim lebih
baik daripada kepala negara yang beragama Islam tetapi
tidak mampu mengejawantahkan keadilan.” Bahkan
Memilih pemimpin non-muslim di tengah masyarakat
muslim hukumnya diperbolehkan. Itu dirujuk pada dua
hal.Pertama, masalah kepemimpinan dalam hukum Islam
merupakan persoalan yang bukan absolute (al-
mutaghayyirat).Kedua, larangan memilih pemimpin non-
8Al-Mawardi, Al-Ahkamus Sulthoniyah wal Wilayatud Diniyah,
(Beirut: Darul Fikr, 1960), Cet. 1, h. 27 9Ibnu Taimiyah, Majmu’ al Fatawa, (Pustaka Azzam,), bab
XXVIII h. 146
8
muslim dikaitkan dengan sebab yang menyertainya. Yaitu
manakala mereka (non muslim) melakukan penistaan
kepada umat Islam.10
Dalam sejarah kekhalifahan Islam, seorang non-
muslim pernah diangkat menjadi pemimpin (jika melihat
konteks sekarang menjadi perdana menteri) untuk
mengadakan delegasi kekaisaran yang ada pada waktu itu.
Dia bernama Hasdai bin Saphrut dilantik oleh Abdurrahman
III. Pada 949 M, dia ditugaskan memimpin delegasi
mewakili kekhalifahan Cordoba untuk melakukan perbagai
negosiasi yang tidak mudah dengan pihak asing. Khalifah
Umayyah, yang saat itu telah 20 tahun memisahkan diri dari
Baghdad, tertarik mengadakan kerja sama strategis dengan
kaisar Byzantium di Konstantinopel.Kerajaan Kristen Timur
yang berbahasa Arab memiliki musuh bersama, yakni
kerajaan Abbasiyah di Baghdad yang dianggap menjadi
ancaman kedua bagi kekhalifahan Umayyah. Pertemuan
antara dua Negara berlangsung di tempat yang paling
mewah di Andalusia yang bernama "Madinah al-Zahra."
Dalam perundingan itu, Hasdai sukses untuk bekerjasama
dengan Byzantium, dari situlah Hasdai menjadi duta bani
10
Team Penyusun Maarif Institute “Fikih Kepemimpinan Non
Muslim”, dalam Fikih Kebhinekaan, 2015, h. 321
9
Umayah disetiap perundingan dengan negara-negara lain.
Selain Hasdai, kekhalifahan Umayah juga menjadikan orang
Kristen yang bernama Rabi bin Ziyad menjadi duta
mewakili Khalifah Umayah ke Istana Otto I. Hasil
delegasinya, Istana Otto memberikan hadiah berupa air
mancur untuk diletakkan di istana "Madinah al-Zahra."
Selain menjadi duta khalifah Umayah, Hasdai juga ditugasi
membuat ensklopedia medis untuk diserahkan ke
perpustakaan di Cordoba. Terkadang Hasdai meminta
bantuan kepada seorang Uskup dari Konstantinopel untuk
menerjemahkan bahasa Yunani ke dalam bahasa Arab.
Dalam hal ini meskipun Hasdai seorang Yahudi dan dibantu
oleh seorang Kristen, apakah dia membuat maker sehingga
kekhalifahan Umayyah hancur? tidak, justru dia
mengharumkan nama Khalifah Umayah kepada negara yang
dikunjunginya. Adapun ayat-ayat Al-Quran yang
mengatakan haram memilih pemimpin non Islam, itu dilihat
dari konteksnya, konteks dimana dalam keadaan
perang. Bahkan di dalam hadis, yang harus menjadi
pemimpin itu harus seorang yang ahli, karena jika tidak ahli
maka suatu urusan bias hancur, "Apabila perkara
diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya maka
tunggulah kiamat."(HR Al-Bukhari dari Abi Hurairah).
10
“Telah menceritakan kepada kami Muhammad
bin Sinan telah menceritakan kepada kami Fulaih bin
Sulaiman telah menceritakan kepada kami Hilal bin Ali
dari 'Atho' bin yasar dari Abu Hurairah
radhilayyahu'anhu mengatakan; Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda,"Jika amanat telah disia-
siakan, tunggu saja kehancuran terjadi."Ada seorang
sahabat bertanya; 'bagaimana maksud amanat disia-
siakan?' Nabi menjawab; "Jika urusan diserahkan bukan
kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu."11
Nabi sendiri pernah menjalin aliansi dan meminta
perlindungan dari kalangan non-muslim.Mengingat cerita
hijrah para Sahabat ke Abessina (Habasyah) yang saat itu
diperintah oleh seorang raja Kristen. Kisah ini menunjukkan
bahwa Nabi pernah meminta perlindungan kepada non-
muslim. Ketika di Madinah, Rasulullah mempelopori pakta
11
Al-Bukhari, Muhammad Ibnu Isma‟il, Shahih al-Bukhari “Kitab
ar-Riqq, Bab raf’i al-Amanat, hadis no. 6496”, (Bairut: Dar al-Kutub al-
Ilmiyah, 2013), h. 1184
11
aliansi dengan komunitas Yahudi kota itu dalam bentuk
Piagam Madinah.12
Al-Quran adalah sebuah dokumen untuk umat
manusia, bahkan kitab ini sendiri yang menamakan dirinya
“petunjuk bagi manusia” (hudan lin-nas) (QS. Al-Baqarah
(2):185) dan berbagai julukan lain yang senada di dalam
ayat-ayat lain.13
Salah satu diantaranya adalah, dalam
menyikapi persoalan yang telah dijelaskan di atas.
Bagaimana aturan yang telah dijelaskan dalam Al-Qur‟an
terkait muslim memilih pemimpin non-muslim.
Di dalam Al-Quran, Allah berfirman, “Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil
orang-orang kafir menjadi walî dengan meninggalkan
orang-orang mukmin.Inginkah kamu mengadakan alasan
yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)?” (Al-Nisa‟
(4): 114).
Benarkah memilih pemimpin non muslim haram?
Setidaknya begitulah pendapat sebagian kalangan Islam
seperti yang mengemuka dalam kisruh isu SARA di
Pemilukada DKI akhir-akhir ini. Dalil Al-Qur‟an yang
mereka pakai di antaranya adalah surah Ali Imran (3): 28
dan Al Ma‟idah (5):51 . Dalam terjemahan Indonesia, ayat
terakhir berbunyi :
12Majalah TEMPO, Edisi 16 Agustus 2012
13 Fazlur Rahman, Tema Pokok Al-Qur’an, (bandung: pustaka,
1996 m), h. 1
12
“Hai Orang-orang yang beriman, janganlah
kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani
menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka
adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barang
siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi
pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk
golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang yang zhalim.”
Kata “pemimpin-pemimpin” pada ayat di atas adalah
terjemahan dari kata auliya’.Pertanyaannya, tepatkah
terjemahan tersebut?Mari telusuri terjemahan ayat ini dalam
bahasa Inggris.Yusuf Ali dalam The Meaning of the Holy
Qur’an menerjemahkan auliya’ dengan friends and
protectors (teman dan pelindung). Muhammad Asad dalam
The Message of the Qur’an dan M.A.S Abdel Haleem dalam
The Qur’an sama-sama menerjemahkannya dengan allies
(sekutu). Bagaimana dengan penerjemah Inggris yang lain?
Muhammad Marmaduke Pickthal dalam The Glorious
Qur’an mengalihbahaskan kata auliya’ menjadi
friends.Begitu juga N.J. Dawood dalam The Koran dan
MH.Shakir dalam The Qur’an. Sedangkan berdasar The
Qur’an terjemahan T.B. Irving, auliya’ diartikan sebagai
sponsors.
13
Walhasil, tidak satupun terjemahan Inggris yang
disebutkan tadi mengartikan auliya’ sebagai
“pemimpin.”Dan secara bahasa Arab, versi terjemahan
Inggris ini agaknya lebih akurat. Perlu diingat, kata auliya’,
bentuk plural dari waliy, bertaut erat dengan konsep wala’
atau muwalah yang mengandung dua arti: satu, pertemanan
dan aliansi; kedua proteksi atau patronase (dalam kerangka
relasi patron-klien).
Lantas bagaimana memahami ayat wala’ seperti
QS.al-Maidah(5):51 dan QS. Ali „Imran(3):28 yang secara
harfiah melarang kaum mu‟min untuk menjalin pertemanan
dan aliansi dengan kaum non-muslim, apalagi minta
perlindungan dari mereka? Apakah ini larangan yang
berlaku mutlak atau situasional?
Karena itulah ayat tersebut mesti ditafsirkan secara
kontekstual. Penerapannya pun tidak bisa sembarangan.
Di masa kontemporer sekarang ini, kontroversi
mengenai kemungkinan non-muslim menjadi presiden di
negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, baik
dalam konsep maupun penerapannya di negara-negara
berpenduduk mayoritas Muslim bahan masih terus
berlangsung hingga detik ini. Karena itu, tidak
mengherankan bila dalam hal ini, negara mayoritas muslim
14
yang satu menerapkan aturan yang berbeda dari yang lain.
Sebagian besar negara-negara mayoritas muslim yang ada di
dunia saat ini, semisal Tunisia, al-Jaza‟ir, Mesir, Suriah,
Pakistan, Bangladesh, Iran, Yordania, dan Malaysia,
misalnya, sama-sama menetapkan presiden atau kepala
negaranya mestilah seorang yang beragama Islam.Karena
itu, di negara-negara tersebut, non-muslim tidak dapat
menjadi presiden. Hanya sebagian kecil saja di antara
negara-negara mayoritas muslim yang ada di dunia saat ini,
yang di samping membolehkan, juga pernah dipimpin
seorang presiden non-muslim. Hingga detik ini, baru ada
tiga negara yang dapat ditunjuk sebagai contohnya, yaitu:
Nigeria, Senegal, dan Libanon.Nigeria yang 76 persen
penduduknya beragama Islam, pernah dipimpin seorang
presiden yang beragama Kristen, yakni Olusegun Obasanjo.
Satu hal yang sangat menaraik dari Olusegun adalah,
sekalipun beragama Kristen, ternyata ia berhasil menjadi
presiden Nigeria yang mayoritas muslim itu selama tiga
periode, yakni periode 1976-1979, periode 1999-2004, dan
periode 2004-2007. Pada periode ketiga, Olusegun Obasanjo
terpilih kembalisebagai presiden Nigeria dengan
mengalahkan rival terdekatnya, Muhammad Buhari. Ia
unggul dalam pemilu presiden Nigeria tahun 2004 dengan
15
memenangkan 62 % suara. Dari sekian banyak Negara
Muslim, negara yang dianggap demokratis pun tidak
banyak. Mayoritas negara muslim adalah negara-neraga
tidak demokratis, yang karenanya civil society sebagai
rumah dari demokrasi pun, problematik. Di antara negara
muslimyang dinilai demokratis adalah Turki, dalam batas-
batas mesir, dan Indonesia pasca reformasi.14
Kepopuleran seorang mufassir Ibnu Katsir dari
kalangan sunni, yang juga klasik namun juga diterima di
kalangan modern. Dimana pendapat-pendapatnya digunakan
diberbagai kalangan. Imam Ibnu Katsir yang juga memiliki
berbagai disiplin ilmu, dalam tafsirnya menjelaskan terkait
ayat-ayat yang saat ini sering digunakan oleh sebagian
ulama untuk memperkuat pendapatnya bahwa memilih
pemimpin non-muslim itu dilarang.
Dengan penjelasan di atas, bagaimana seorang
muslim dalam memilih pemimpin yang tidak seiman
menurut Ibn Katsir dari kalangan Sunni ini, yang dilatar
belakangi oleh pendapat Syaikh al-Islam Ibn Taimiyah
dalam Kitab Tafsir Ibn Katsir?
14
Sukron kamil, pemikiran politik islam tematik, (Jakarta: kencana,
2013), h. 127
16
Oleh karena itu, penulis merasa tertarik untuk
menyusun sebuah skripsi dengan mengangkat judul
”Memilih Pemimpin Non MuslimPerspektif Ibnu
Katsir(Analisis QS. Ali Imran (3): 28 dan QS. Al-
Maidah (5): 51 dalam Tafsir Al-Qur’an Al-Karim Karya
Ibnu Katsir)?
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas,
maka penulis merasa perlu memberikan batasan dan
rumusan masalah yang menjadi pokok permasalahan dalam
penelitian ini.
1. Identifikasi Masalah
Dari judul yang akan dipaparkan oleh penulis
dapat ditemukan beberapa masalah yang patut dibahas,
yaitu:
a. Memilih calon kepemimpinan non-muslim di daerah
mayoritas muslim.
b. Banyaknya pandangan perihal memilih pemimpin
non-muslim
c. Bagaimana Al-Qur‟an menjelaskan perihal memilih
pemimpin non-muslim menurut kitab Tafsir Ibnu
Katsir
17
2. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan alasan
penulis diatas, maka penulis akan membatasi skripsi ini
pada penafsiran ayat-ayat yang berkaitan dengan memilih
pemimpin non-muslim dalam kitab Tafsir al-Qur’an Ibn
Katsir karya Ibn Katsir.
Selain alasan-alasan di atas, alasan penulis
mengambil beberapa permasalahan tersebut di atas
karena dewasa ini banyak terjadi perbincangan mengenai
hukum memilih pemimpin yang tidak seiman dikalangan
masyarakat. Untuk itu penulis akan membahas lebih
dalam mengenenai penafsiran ayat-ayat Al-Qur‟an
terhadap permasalahan tersebut dalam kitab Tafsir Al-
Qur‟an al-Karim karya Ibn Kastir.
3. Perumusan Masalah
Untuk membuat permasalahan menjadi lebih
spesifik dan sesuai dengan titik tekan kajian, maka harus
ada rumusan masalah yang benar-benar fokus. Ini
dimaksudkan agar pembahasan dalam karya tulis ini
tidak melebar dari apa yang dikehendaki. Dari latar
belakang yang telah disampaikan diatas, maka rumusan
masalah yang dapat dikemukakan adalah:
18
a. Bagaimana penafsiran Ibn Kastir terhadap QS.
Al-Maidah (5): 51
b. Bagaimana penafsiran Ibn Kastir terhadap QS. Ali
„Imran (3): 28
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
D. Untuk mengetahui bagaimana penafsiran Ibn Kastir
terhadap ayat-ayat tersebut. Adapun manfaat dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Akademik, menambah wawasan keilmuan serta
mengetahui isi penafsiran ayat-ayat yang berkaitan
dengan memilih pemimpin non-Muslim menurut Ibnu
Katsir.
2. Praktik, menambah motivasi diri dan pembaca untuk
lebih berhati-hati dalam menanggapi setiap persoalan
yang muncul di dalam masyarakat khususnya terkait
dengan pemilihan pemimpin di kalangan mayoritas
Muslim.
3. Menambah keimanan serta memperkuat akidah dengan
selalu menjalankan apa yang telah Allah perintahkan dan
larangan dalam Al-Qur‟an.
19
E. Tinjauan Pustaka
Dari hasil penelusuran penulis mengenai ”memilih
pemimpin non-muslim menurut tafsir al-Mizan dan tafir Ibn
Katsir”, penulis menemukan beberapa karya tulis yang
berkaitan, diantaranya yaitu:
1. Skripsi dengan judul “Penafsiran Terhadap Ayat-Ayat
Larangan Memilih Pemimpin Non-Muslim dalam Al-
Qur‟an (Studi Komparasi antara M. Quraish Shihab dan
Sayyid Quth) Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta,
yang disusun oleh Wahyu Naldi (11530124). Yang mana
skripsi ini menjelaskan bagaimana perbandingan yang
ditemukan oleh penulis dalam QS. Ali Imran (3): 28 dan
QS. Al-Maidah (5): 51 terkait kata kafir ) yang
miliki perbedaan yang mengatakan bahwa Quraish
Shihab dalam Tafsirnya, menjelaskan QS. Al-Maidah
(5): 51 jelas melarang orang mukmin memilih orang
Yahudi dan Nasrani yang lebih suka mengikuti hukum
jahiliah (hukum yang didasarkan hawa nafsu,
kepentingan sementara, serta kepicikan pandangan yang
mereka kehendaki) dan mengabaikan hukum Allah Swt.
Berbeda dengan Quraish, Sayyid mengatakan larangan
20
ini mutlak adanya dan berlaku dari pertama ayat ini
diturunkan samapai hari kiamat kelak. Karena menurut
Sayyid orang Nasrani, Yahudi dan kafir zaman dahulu
hingga zaman sekarang sama saja. Sedangkan yang akan
penulis tulis saat ini adalah memilih pemimin non-
muslim menurut tafsir Ibn Katsir.
2. “Pemimpin Non-Muslim Perspektif Ibnu Timiyah” oleh
Abu Tholib KhalikFakultas Ushuluddin Institut Agama
Islam Negeri Raden Intan Lampung. Skripsi ini
menjelaskan bagaimana tanggapan Ibnu Taimiyah
terhadap pemimpin non-muslim di kalangan mayoritas
muslim. Sedangkan yang akan penulis tulis saat ini
adalah memilih pemimin non-muslim menurut tafsir Ibn
Katsir.
3. Respon kelompok muslim terhadap kepemimpinan non-
muslim, yang disusun oleh Ilham, NIM:
1110032100033), jurusan Perbandingan Agama Fakultas
Ushuluddin Universitas Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta 1436 H/ 2015 M. Skripsi ini menjelaskan
bagaimana respon kelompok muslim terhadap
kepemimpinan non-muslim di Kelurahan Lenteng Agung
dengan melakukan penelitian langsung ke daerah
tersebut. Sedangkan yang akan penulis tulis saat ini
21
adalah memilih pemimin non-muslim menurut tafsir Ibn
Katsir.
4. Konsep Kepemimpinan menurut Sa‟id Hawwa dalam
Tafsir al-Asas al-Tafsir dan al-Islam, yang disusu oleh
Ryan Alfian, NIM: 1110034000080 program studi Tafsir
Hadis fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta 1436 H/ 2014 M. Skripsi ini
membahas tentang kepemimpinan menurut Sa‟id Hawwa
yang menjelaskan bahwa seorang pemmpin haruslah
seorang yang beragama Islam, yang harus
bermusyawarah di setiap mengambil keputuan, serta
berlaku adil di dalam menerapkan hukum dengan
menggunakan hukum Allah. Sebab pemimpin memiliki
dua tugas, yaitu menegakkan ajaran agama Islam dan
melaksanakan tugas-tugas kenegaraan dengan tetap
berpedoman pada aturan-aturan yang telah ditetapkan
oleh agama Islam. Sedangkan yang akan penulis tulis
saat ini adalah memilih pemimin non-muslim menurut
tafsir Ibn Katsir.
5. Skripsi dengan judul ”Kerjasama Politik Muslim dan
Non-Muslim dalam Al-Qur’an (Studi Komparatif antara
Tafsir al-Manar karya Rasyid Ridha dan Tafsir al-
Mishbah karya M. Quraish Shihab), yang disusun oleh
22
Sya‟roji SY, NIM. 1220511063 (2015). Skripsi ini
membahas tentang bagaimana kerjasama politik muslim
dan non-muslim, partisipasi masyarakat, tegaknya
supremasi hukum, transparansi, peduli pada stakeholder,
berorientasi pada konsensus, kesetaraan, efektifitas dan
efisiensi, akuntabilitas, visi strategis menurut penafsiran
Tafsir al-Manar dan Tafsir al-Mishbah. Sedangkan yang
akan penulis tulis saat ini adalah memilih pemimin non-
muslim menurut tafsir Ibn Katsir.
6. Skripsi yang ditulis oleh Nur Yadi, NIM. 114211065
mahasiswa UIN Walisongo dengan judul ”Hubungan
muslim non-muslim dalam interaksi sosial (studi analisis
penafsiran Thabathabai dalam kitab Tafsir al-Mizan)”
yang mana menjelaskan bahwa , hubungan Muslim non-
Muslim dalam interaksi sosial menurut Thabatahabai
adalah suatu interaksi sosial dalam kehidupan sehari,
berkomunikasi, bersama-sama dalam masyarakat secara
individu, kelompok, maupun masyarakat umum. Menurut
beliau boleh berhubungan dengan non-Muslim dalam hal
sosial selama mereka itu tidak memerangi, tidak
mengusir, tidak memaksa untuk ikut agama mereka dan
sebaliknya muslim dilarang memaksa mereka untuk
memeluk agama Islam. Sedangkan yang akan penulis
23
tulis saat ini adalah memilih pemimin non-muslim
menurut tafsir Ibn Katsir.
7. Skripsi dengan judul ”Hak dan Kewajiban Politik Non
Muslim Dalam Konsep Khilafah menurut Taqiyyuddin
an-Nabhani” yang disusun oleh Abd. Rokhim - NIM.
03370345, (2011) Fakultas Syariah danHukum Jinayah
Siyasah mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Yang membahas tentang bagaimana konsepsi pemikiran
politik Taqiyyuddin an-Nabhani Institusi Khilafah
merupakan kepemimpinan umum untuk seluruh umat
Islam di dunia, dalam rangka menegakkan hukum-hukum
syariat Islam, dan mengemban dakwah keseluruh penjuru
dunia. Sedangkan yang akan penulis tulis saat ini adalah
memilih pemimin non-muslim menurut tafsir Ibn Katsir.
8. ”Memilih Pemimpin Non-Muslim Perspektif Ibnu
Taimiyah”
Adapun skripsi yang akan disusun oleh penulis ini
lebih menitikberatkan kepadaMemilih pemimpin non-
muslim, tetapi lebih khusus pada kajian penafsiran dalam
kitab Tafsir Ibn Katsir.
Dari hasil penelusuran yang dilakukan penulis,
penulis tidak menemukan kajian yang serupa dengan
judul penelitian ini. Maka menurut penulis, penelitian ini
24
patut untuk dilakukan guna menambah wawasan dan
khazanah keilmuan, khususnya dalam memahami
penafsiran terkait tentang hukum memilih pemimpin
non-Muslim menurut tafsir Al-Qur‟an Ibn Katsir karya
Ibn Karsir.
F. Metodologi Penelitian
Dalam melakukan penelitian terhadap permasalahan
di atas, penulis menggunakan metodologi penelitian sebagai
berikut:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian
kepustakaan (library research), yaitu suatu rangkaian
kegiatan yang berkenaan dengan pengumpulan data
pustaka, membaca dan mencatat serta mengkaji bahan
penelitian.15
Penelitian telaah pustaka ini merupakan
penelitian kualitatif, yaitu metode penelitian yang
digunakan untuk meneliti subjek yang bersifat alamiah,
deskriptif, dinamis dan berkembang.16
15
Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia, 2008), cet.I, h. 3 16
Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial, (Yogyakarta:
Erlangga, 2009), h. 24
25
2. Sumber Data
Untuk menghasilkan suatu karya ilmiah yang bisa
dipertanggungjawabkan, penulis menggunakan sumber-
sumber yang relevan terkait penelitian ini.Sumber data
tersebut terbagi dua, yaitu sumber data primer dan
sumber data sekunder. Yang merupakan sumber data
primer yaitu kitab-kitab tafsir sebagai referensi terutama
kitab tafsr al-Qur’an Ibn Kastir. Sedangkan yang
merupakan sumber data sekunder yaitu buku-buku,
jurnal, dan artikel-artikel yang terkait dengan penelitian
ini.
3. Metode Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data, penulis mengumpulkan
dengan penelusuran kepustakaan dari berbagai sumber
perpustakaan serta mencari informasi terkait di artikel-
artikel dan jurnal-jurnal sebagai bahan yang selanjutnya
ditelaah agar dapat mendukung penjelasan dan
pembuktian suatu masalah.
Selain metode kepustakaan, penulisan skripsi ini
juga menggunakan metode yang disebut dengan metode
dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal atau
variabel yang berupa tulisan atau karya monumental dari
sesorang, transkip, jurnal, buku, surat kabar, dan lain
26
sebagainya.17
Teknik ini merupakan penelaahan dari
referensi-referensi yang berhubungan dengan
permasalahan penelitian.
4. Metode Analisis Data
Dalam penulisan skripsi ini, penulis
menggunakan metodologi penelitian karya ilmiah
berdasarkan penelusuran kepustakaan atau metode
analisise, yaitu mempelajari, meneliti, dan menjelaskan
buku-bukuilmiah yang berhubungan dengan masalah
memilih pemimpin non-muslim.Dalam penelitian ini
penulis menggunakan buku Pesoman Menulis skripsi,
Tesis, dan Disertasi berlaku untuk Institut Ilmu Al-
QAur‟an Jakarta, tahun 2011.
F. Teknik dan Sistematika Penulisan
Mengenai teknik penulisan skripsi ini, penulis
mengacu pada buku Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan
Disertasi terbitan IIQ Jakarta Press tahun 2011 yang
dikeluarkan oleh Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta.
Secara keseluruhan, skripsi ini memuat lima bab yang
saling berkaitan dengan perincian dan sistematika sebagai
berikut:Pada bab pertama penulis memuat pendahuluan.
17
Sugiyono, Metodologi Penelitian Pendidikan (Pendekatan
Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D), (Bandung: Alfabeta, 2014) h.329
27
Pendahuluan tersebut berisi latar belakang yang membahas
sejarah berkembangnya kronologi hubungan muslim non-
muslim serta alasan penulis meengangkat pembahasan
hukum memilih pemimpin non-muslim sebagai pokok
bahasan penulis. Setelah latar belakang diuraikan, penulis
menjelaskan identifikasi masalah, pembatasan masalah, dan
perumusan masalah agar penelitian tidak melebar kemana-
mana. Kemudian dipaparkan juga tujuan dan manfaat
penelitian, tinjauan pustaka, dan metodologi penelitian yang
mencakup jenis penelitian, sumber penelitian, metode
pengumpulan data, dan metode analisis data. Dan poin
terakhir bab ini dipaparkan teknik penulisan dan
sistematikanya.
Bab kedua dikemukakan beberapa poin penting yang
akan menunjang penulis dalam menyelesaikan bab
selanjutnya yaitu tinjauan tentang pengertian kepemimpinan
non-Muslim, serta sejarah dari zaman Nabi Muhammad
saw., kepemimpinan kontemporer, dan pandanngan ulama
terkait kepemimpinan non-Muslim.
Pembahasan di bab ketiga menjelaskan mengenai
gambaran umum tantang biografi Ibn Katsir, kitab Tafsir Al-
Qur’an karya Ibn Katsir, dan sistematika penafsiran, metode
dan corak penafsiran kedua kitab tafsir tersebut. Tujuan dari
28
penulisan beberapa bahasan tersebut adalah untuk
membatasi agar kitab tafsir yang dibahas lebih spesifik dan
untuk memudahkan penulis dalam menyelesaikan bab
keempat.
Pembahasan di bab keempat menjelaskan penafsiran
ayat-ayat terkait dengan hukum memilih pemimpin non-
Muslim dalam kitabTafsir Al-Qur’an Al-Karim karya Ibn
Katsir. Pada bab ini juga penulis menganalisa penafsiran
ayat-ayat terkait yang dibahas dalam kedua kitab tafsir Ibnu
Katsir.
Bab kelima merupakan bab penutup yang berisi
kesimpulan. Kesimpulan tersebut merupakan hasil akhir dari
penelitian yang dilakukan terhadap masalah-masalah yang
telah diuraikan di bab sebelumnya. Selain itu, ditulis juga
saran-saran sebagai pijakan sementara untuk melakukan
penelitian lebih lanjut dan mendalam terkait objek masalah
yang dikaji.Di akhir penulisan, dicantumkan pula daftar
pustaka yang memuat referensi-referensi yang penulis
gunakan dalam melakukan penelitian sebagai bukti
kevalidan pembahasan yang dikaji.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Persoalan kepemimpinan non-muslim juga ikut serta
di dalamnya berkomentar, yaitu Ibnu Taimiyah yang
memperbolehkan kepeimpinan non-muslim. Sayid Quthb
yang jelas-jelas melarang kepemimpinan non-muslim, sebab
ketidak mungkinan non-muslim mengurus urusan kaum
muslim yang dikhawatikan terpengaruhnya kenasraniannya
juga niat buruk yang mana non-muslim menginginkan
kemenangan atas muslim (Islam).
Sementara Ibnu katsir dalam Tafsir Al-Qur’an Al-
Karimnya menafsirkan terkait kaum mukmin tidak
mengambil orang-orang kafir, bukannya orang-orang
mukmin juga, untuk sahabat: “al-auliya’” (الاولياء = teman-
teman atau sahabat-sahabat) bentuk jamak dari al-waliy
Kata yang .(الولاية) berasal dari al-wilayah (الولي)
menunjukkan otoritas mengurus, mengelola, mengendalikan
sesuatu,yaitu perwalian. Kata ini diambil dari akar kata
yang terdiri dari huruf waw, lam dan ya‟ yang makna
dasarnya adalah “dekat”. Dari sini kemudian berkembang
arti-arti baru, seperti pendukung, pembela, pelindung,
yang mencintai, lebih utama, dan lain-lain.
Bahwa penafsirannya tidak semata-mata melarang
muslim untuk memilih non-muslim untuk dijadikan
pemimpin, tetapi juga bahkan melarang untuk dijadikan
teman akrab, sahabat dan juga diangkat sebagai pengurus
yang mengurus persoalan muslim. Larangan itu disebabkan
oleh dikhawatirkannya mempengaruhi kaum muslimin
sebab kenasraniannya. Seperti yang dijelaskan pada QS.
An-Nisa (4): 144
Penafsiran Ibnu Katsir dalam Tafsir Ibnu Katsir,
melarang kaum Muslim untuk mengambil orang kafir
sebagai wali, mempunyai hubungan baik (bersahabat)
dengan mereka. Walau ia juga memperbolehkan taqiyyah,
ia lebih memilih untuk merujuk pada kisah dari Ibnu Abu
Hatim di masa Khalifah sahabat Umar Ibn Khatthab.1
1 mengatakan, telah menceritakan kepada kami Kasiir Ibnu Syihab,
telah menceritakan kepada kami Muhammad (yakni Ibnu Sa’id Ibnu Sabiq),
telah menceritakan kepada kami Amr Ibnu abu Qais, dari Sammak Ibnu
Harb, dari Iyad, bahwa Umar pernah menceritakan Abu Musa al-Asy’ari
untuk melaporkan kepadanya tentang semua yang diambil dan dan yang
diberikannya (yakni pemasukan dan pengeluarannya dalam suatu catatan
lengkap). Dan tersebutlah bahwa yang menjadi sekretaris Abu Musa saat itu
adalah seorang Nasrani.
Kemudian hal tersebut dilaporkan kepada khalifah Umar r.a. maka
khalifah Umar merasa heran akan hal tersebut, lalu ia berkata,
“Sesungguhnya orang ini benar-benar pandai, Apakah kamu dapat
Namun pendapat Ibn Katsir tentang bolehnya
mendukung kepemimpinan non-Muslim di saat darurat,
antara lain seperti al-Jasshash. Sama dengan Ibn Katsir, al-
Jasshsdh mengajukan ayat QS. An-Nahl : 106 sebagai
dalilnya. Yakni dikaarenakan darurat.
B. Saran
1. Kepada seluruh komponen masyarakat, diharapkan
mampu memiliki perhatian dan kepedulian terhadap
berbagai macam kondisi yang ada di kalangan sekitar,
termasuk dalam hal politik. Kita terlibat di dalamnya,
yakni seperti memilih pemimpin yang harus sesuai
dengan harapan dan mewujudkan tujuan agama.
Bagaimana menyikapi persoalan yang muncul di tengah-
membacakan untuk kami sebuah surat di dalam masjid yang datang dari
negeri Syam?”
Abu Musa al-Asy’ari menjawab, “Dia tidak dapat melakukannya.”
Khalifah Umar bertanya, “Apakah dia sedang mempunyai jinabah?” Abu
Musa al-Asy’ari berkata, “Tidak, tetapi dia adalah seorang Nasrani.”
Maka khalifah Umar membentakku dan memukul pahaku, lalu
berkata, “Pecatlah dia.” Selanjutnya khalifah Umar membacakan firman
Allah SWT. QS. Al-Maidah: 51.
Yakni mereka melakukan demikian dengan alasan bahwa takut
akan menjadi suatu perubahan, yaitu orang-orang kafir beroleh kemenangan
atas kaum muslim. Jika hal itu terjadi, berarti mereka akan memperoleh
perlindungan dari orang-orang Yahudi dan Nasrani, mengingat orang-orang
Yahudi dan Nasrani mempunyai pengaruh tersendiri di kalangan orang
kafir, sehingga sikap berteman akrab dengan mereka dapat memberikan
manfaat ini.
tengah masyarakat yang beragam agama, dan mayoritas
beragama Islam.
2. Kepada pemerintah dan instansi yang bergelut dalam
politik, agar untuk lebih memperhatikan kemaslahatan
masyarakat banyak. Bertindak adil, tidak mementingkan
agama ataupun kelompok masyarakat dengan
menjalankan apa yang telah disepakati dan taat dalam
menjalankan aturan Allah SWT.
3. Setiap individu hendaknya menyadari akan perannya
dalam memabngun masyarakat, sebab dimulai dari
pribadi-pribadi yang bailah akan tercipta komponen
masyarakat yang baik pula.
Aktivitas penellitian yang menggali pandangan
Al-Qur’an terkait permasalahan yang muncul di
kalangan umat sangatlah diperlukan, hal tersebut guna
menjadi pedoman bagi umat dalam menyikapi berbagai
persoalan sesuai dengan tuntunan Agama. Adakalanya
persoalan baru muncul di kalangan umat, maka
diperlukan sebuah penelitian untuk mengkajinya secara
mendalam.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin ishaq alu
syaikh, Lubaatut tasfir Min Ibni Katsiir, Kairo: Mu-
assasah daar al-hilaal, 1994
Abu Bakar Muhammad Ibn Abdillah, Ibn Arabi, Ahkâm Al-
Qur’ân, Bairut-Lubnan: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1988,
jilid 2
Abu Ja’far Muhammad Ibn Jarir, Tafsir at-Thabari, terjemahan
Akhmad Affandi dkk, Jakarta: Pustaka Azzam, 2008,
jilid 9
Ahmad Veizi, Agama Politik: Nalar Politik Syi’ah, terjemahan
Ali Syahab dkk, (Jakarta: Citra, 2006
Al-Bukhari, Muhammad Ibnu Isma’il, Shahih al-Bukhari
“Kitab ar-Riqq, Bab raf’i al-Amanat, hadis no. 6496”,
Bairut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2013.
Al-Gharib al-Ashfahany, Mu’jam Mufradat alfadz al-Qur’an,
Bairut: Dar al-Fikr,
Al-Maududi, Abul A’la. Al-Khalifah wa al-Mulk [Kuwait: Dar
al-Qalam, 1978 M/ 1398 H], terjemahan Muhammad al-
Bakir, Bandung : Mizan, 1996
Al-Mawardi, Al-Ahkamus Sulthoniyah wal Wilayatud
Diniyah, Beirut: Darul Fikr, 1960.
As-suyuthi, al-imam jalaluddin, Lubaa an-Nuquul fii asbaab
an-Nuzul, terjemahan Abdul Mujieb As, Surabaya:
Mutiara Ilmu, 1986
Badruddin Al-Hamawi As-Syafi’i, Tahrirul Ahkam fi Tadbiri
Ahlil Islam, Qatar: Daruts Tsaqafah, 1988.
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka, 1994
Fazlur Rahman, TemaPokokAl-Qur’an, Bandung: Pustaka,
1996.
Ghafur, Saiful Amin, Profil Para Mufassir Al-Qur’an,
Jogjakarta: Insan Madani, 2008
Ghali Indonesia, Pemimpin dan Kepemimpinan, Jakarta: Ghali
Indonesia, 1984
Ibnu Katsir, Tafsir Qur’an al-Adzim, (Beirut: Daruthaibah,
1999Ibn Syarif, Mujar, Presiden Non-Muslim di Negara
Islam, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2006
Ibnu Taimiyah, Majmu’ al Fatawa, Pustaka Azzam, bab
XXVIII.
Ibrahim Amini, Para Pemimpin Teladan, terjemahan Faruk
Diya, Jakarta: al-Huda, 2005
Joesoef sou’yb, Sejarah Daulat Umayyah di Damaskus,
(Jakarta: Bulan-Bintang, 1977
Katsir, al-Hafizh ‘Imaduddin Abu al-Fida Isma’il Ibn, Tasfsir
Juz ‘Amma Min Tafsir al-Qur’an al-‘Azdim,
terjemahan Faizal Tirmidzi Jakarta: Pustaka Azzam,
2007
Majalah TEMPO, Edisi 16 Agustus 2012
Maududi, Sayyid Abul A’la, Hukum dan Konstitusi Sistem
Politik Islam, Bandung: Mizan, 1998, terjemahan Asep
Hikmat
Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, 2008
Muhammad Husain adz-, Ensiklopedia Tafsir, terjemahan
Habbani Idris, Jakarta: Kalam Mulia, 2009
Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial, Yogyakarta:
Erlangga, 2009
Mujar Ibn Syarif, Presiden Non-Muslim di Negara Islam,
Jakarta: Putaka Sinar Harapan, 2006
Musthafa al-Bugha, Musthafa al-Khin, Konsep Kepemimpinan
dan Jihad dalam Islam, Jakarta: Darul Haq, 2014
Nadirsyah Hosen Rais Syuriah PCI Nahdlatul Ulama Australia
– New Zealand
Sugiyono, Metodologi Penelitian Pendidikan (Pendekatan
Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D), Bandung: Alfabeta,
2014
Sukron kamil, Pemikiran Politik Islam Tematik, Jakarta:
kencana, 2013
Syarah Ibn Abil Hadid jilid 6
Team Penyusun Maarif Institute, Fikih Kebinekaan, Jakarta:
Mizan, 2009
Team Penyusun Maarif Institute “Fikih Kepemimpinan Non
Muslim”, dalam Fikih Kebhinekaan, 2015
Tim editor Salahuddin dkk, Ensiklopedi Al-Qur’an: Kajian
Kosa Kata, Jakarta: Lentera Hati, 2007
Tim Penyusun Lembaga Percetakan al-Qur’an Departemen
Agama, Al-Qur’an dan Tafsirnya , Jakarta: Departemen
Agama, 2009
Tim penyusun, pimpinan Quraish Shihab, Ensiklopedi Al-
Qur’an: Kajian Kosa Kata dan Tafsirnya, Jakarta:
Bimantara, 2002, jilid 2
Wahbah Zuhaili, al-Tafsîr al-Munîr fî al-‘Aqidah wa al-
Syarî’ah wa al-Manhaj, (Baitur: Dar al-Fikr al-
Mu’ashir, t.t), jilid 3
http://www.nu.or.id/post/read/63567/memilih-pemimpin-non-
muslim-bolehkah diakses pada tanggal 2/8/2016 pukul
12.11 WIB
http://geotimes.co.id/ahok-dan-kepemimpinan-non-muslim
diakses pada tanggal 2/8/2016 pukul 12.11 WIB
http://www.kompasiana.com/mascoy/qs-ali-imran-28-dan-al-
ma-idah-51-tentang-pemimpin-non-
muslim_571e9205bb9373710baa9cbd pada tanggal
2/8/2016 pukul 12.11 WIB
http://www.fiqhmenjawab.net/2016/03/2868 pada tanggal
2/8/2016 pukul 12.11 WIB