Membuat Jajak Pendapat Sendiri.pdf

4
Yogyakarta, 13 September 2007 - 1 - Membuat Jajak Pendapat Sendiri di Organisasi Kita: Yes, kita bisa! Oleh: Yudi Fajar Mahasiswa Pasca Sarjana UGM Yogyakarta Korespondensi bisa dilakukan melalui pengiriman email ke alamat: [email protected] Dunia penelitian bukan hanya milik para akademisi Apabila setiap orang sudah mulai mempertanyakan realitas yang ada di sekitarnya dan berusaha menjawab dengan serangkaian metode maka ia sudah berperan sebagai peneliti. Tinggal selanjutnya kita periksa lagi apakah metode yang dipakai untuk menjawab permasalahan tersebut adalah ilmiah atau bukan. Namun, janganlah kita terlanjut takut mendengar kata ilmiah itu. Keilmiahan bukan merupakan batu sandungan, karena ilmu pengetahuan yang menjadi dasar di dalamnya dimiliki setiap umat manusia. Jajak Pendapat Masih teringat oleh kita dalam Pemilu 2004 khususnya Pemilihan Presiden, ada berbagai lembaga yang melakukan jajak pendapat, dan hasilnya dipublikasikan bahwa calon tertentu banyak didukung oleh masyarakat. Perlu disadari, bahwa publikasi penelitian yang menggunakan jajak pendapat ini ternyata sudah beralih fungsi menjadi semacam “teknik kampanye” guna memenangkan sang calon. Publikasi dari hasil penelitian ini pada tahap tertentu akhirnya bisa dipakai untuk menggiring opini calon pemilih. Metode jajak pendapat pada dasarnya merupakan salah satu alat untuk menjawab persoalan. Tergantung dari kita, bagaimana alat tersebut bisa dimanfaatkan. Sebagai contoh, organisasi buruh di Tangerang sebetulnya bisa mencoba membuat jajak pendapat untuk menjawab pertanyaan sederhana: apakah upah (Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK)) yang diterima dirasakan cukup untuk hidup 1 bulan? Atau, apakah masyarakat di Kabupaten Tangerang menginginkan calon independen yang berasal dari kaum buruh untuk calon Bupati mendatang? Bila memang penelitian tersebut jadi dilakukan, maka hasilnya bisa menjadi salah satu pijakan argumentasi untuk menentukan langkah politik selanjutnya. Melalui tulisan ini penulis ingin mengajak pembaca untuk belajar membuat Jajak Pendapat secara mandiri agar dapat digunakan untuk membangun argumentasi ketika berhadapan dengan persoalan politik yang menyangkut masalah keseharian, apalagi ketika harus berhadapan dengan negara. Masalah politik tidak lagi cukup dipahami hanya terbatas pada level negara atau institusi formal saja, namun juga mencakup kehidupan sehari-hari. Metode Jajak Pendapat ini sebenarnya cukup mudah diterapkan dan keilmiahannya dapat dipertanggungjawabkan karena mengikuti aturan-aturan tertentu (yang nanti dijelaskan dalam tulisan ini). Penulis membayangkan, ketika masyarakat sendiri yang mengeluarkan hasil penelitiannya, maka ia akan ikut terlibat dalam kontes argumentasi dengan pihak lain; sehingga dengan kata lain mendidik para aktivis untuk tidak hanya mampu “jual kcap atau jago omong” tapi juga punya “data” yang dijadikan dasar pijakan. Dari mana kita mulai? Kita selalu berangkat dari pertanyaan atau masalah yang ingin dijawab. Misalnya: sebagai pengurus serikat pekerja, kita ingin mengetahui pendapat para anggota terhadap calon Bupati Tangerang, apakah para anggota menginginkan/mendukung calon dari buruh sendiri? Atau, apakah para anggota mendukung calon yang berasal dari suatu latar belakang tertentu (sesuai dengan calon yang diusung oleh partai-partai politik)?

description

Penjelasan singkat tentang pembuatan jajak pendapat dengan menggunakan buku David de Vaus (2002).

Transcript of Membuat Jajak Pendapat Sendiri.pdf

Page 1: Membuat Jajak Pendapat Sendiri.pdf

Yogyakarta, 13 September 2007

- 1 -

Membuat Jajak Pendapat Sendiri di Organisasi Kita: Yes, kita bisa!

Oleh: Yudi Fajar Mahasiswa Pasca Sarjana UGM Yogyakarta

Korespondensi bisa dilakukan melalui pengiriman email ke alamat: [email protected]

Dunia penelitian bukan hanya milik para akademisi Apabila setiap orang sudah mulai mempertanyakan realitas yang ada di sekitarnya dan berusaha menjawab dengan serangkaian metode maka ia sudah berperan sebagai peneliti. Tinggal selanjutnya kita periksa lagi apakah metode yang dipakai untuk menjawab permasalahan tersebut adalah ilmiah atau bukan. Namun, janganlah kita terlanjut takut mendengar kata ilmiah itu. Keilmiahan bukan merupakan batu sandungan, karena ilmu pengetahuan yang menjadi dasar di dalamnya dimiliki setiap umat manusia. Jajak Pendapat Masih teringat oleh kita dalam Pemilu 2004 khususnya Pemilihan Presiden, ada berbagai lembaga yang melakukan jajak pendapat, dan hasilnya dipublikasikan bahwa calon tertentu banyak didukung oleh masyarakat. Perlu disadari, bahwa publikasi penelitian yang menggunakan jajak pendapat ini ternyata sudah beralih fungsi menjadi semacam “teknik kampanye” guna memenangkan sang calon. Publikasi dari hasil penelitian ini pada tahap tertentu akhirnya bisa dipakai untuk menggiring opini calon pemilih. Metode jajak pendapat pada dasarnya merupakan salah satu alat untuk menjawab persoalan. Tergantung dari kita, bagaimana alat tersebut bisa dimanfaatkan. Sebagai contoh, organisasi buruh di Tangerang sebetulnya bisa mencoba membuat jajak pendapat untuk menjawab pertanyaan sederhana: apakah upah (Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK)) yang diterima dirasakan cukup untuk hidup 1 bulan? Atau, apakah masyarakat di Kabupaten Tangerang menginginkan calon independen yang berasal dari kaum buruh untuk calon Bupati mendatang? Bila memang penelitian tersebut jadi dilakukan, maka hasilnya bisa menjadi salah satu pijakan argumentasi untuk menentukan langkah politik selanjutnya. Melalui tulisan ini penulis ingin mengajak pembaca untuk belajar membuat Jajak Pendapat secara mandiri agar dapat digunakan untuk membangun argumentasi ketika berhadapan dengan persoalan politik yang menyangkut masalah keseharian, apalagi ketika harus berhadapan dengan negara. Masalah politik tidak lagi cukup dipahami hanya terbatas pada level negara atau institusi formal saja, namun juga mencakup kehidupan sehari-hari. Metode Jajak Pendapat ini sebenarnya cukup mudah diterapkan dan keilmiahannya dapat dipertanggungjawabkan karena mengikuti aturan-aturan tertentu (yang nanti dijelaskan dalam tulisan ini). Penulis membayangkan, ketika masyarakat sendiri yang mengeluarkan hasil penelitiannya, maka ia akan ikut terlibat dalam kontes argumentasi dengan pihak lain; sehingga dengan kata lain mendidik para aktivis untuk tidak hanya mampu “jual kẻcap atau jago omong” tapi juga punya “data” yang dijadikan dasar pijakan. Dari mana kita mulai? Kita selalu berangkat dari pertanyaan atau masalah yang ingin dijawab. Misalnya: sebagai pengurus serikat pekerja, kita ingin mengetahui pendapat para anggota terhadap calon Bupati Tangerang, apakah para anggota menginginkan/mendukung calon dari buruh sendiri? Atau, apakah para anggota mendukung calon yang berasal dari suatu latar belakang tertentu (sesuai dengan calon yang diusung oleh partai-partai politik)?

Page 2: Membuat Jajak Pendapat Sendiri.pdf

Yogyakarta, 13 September 2007

- 2 -

Jumlah total anggota dari sebuah serikat buruh, disebut sebagai populasi. Serikat buruh yang rapi manajemennya akan mempunyai seluruh data para anggotanya. Perlu disadari, data yang rapi ini merupakan modal utama. Selanjutnya, kita perlu memutuskan jumlah sampel yang akan diambil dalam penelitian ini. Sampel merupakan perwakilan dari populasi. Bagaimana cara kita menentukan jumlah sampel? Menurut David de Vaus dalam bukunya “Surveys in Social Research” (2002, hal.80-82), penentuan jumlah sampel dimulai dari keputusan kita untuk menerima seberapa besar kesalahan dalam melakukan pemilihan sampel (sampling error) yang akan kita toleransi, dan seberapa besar keyakinan kita untuk melakukan generalisasi bahwa pendapat dari sampel merupakan pendapat dari populasi (disebut confidence interval atau tingkat kepercayaan). Melalui seperangkat perhitungan oleh ilmu statistik, maka memungkinkan kita untuk “langsung” menggunakan tabel yang berisi sampling error dan tingkat kepercayaan tersebut. Secara umum, kita menggunakan proposisi nilai yang diamati (atau peluang terjadinya sesuatu) dengan pembagian 50/50. Pembagian tersebut berlaku untuk komunitas yang heterogen atau peluang munculnya hasil jawabannya “A” dan “B” sama besar. Jika peneliti berkeyakinan bahwa munculnya jawaban “A” lebih besar dari yang lain (misalnya: 15/85, 10/90, dll), maka itu akan mampu memperkecil jumlah sampel yang diambil. Penulis tidak akan menjelaskan hal ini lebih detail, dan menyarankan untuk masuk dalam ‘level aman’ yaitu dengan pembagian 50/50. ‘Level aman’ yang lain, adalah menyangkut pilihan sampling error yaitu tidak perlu lebih dari 5%. Semakin kecil sampling error semakin bagus, namun kita juga harus berkompromi dengan sumber daya yang kita miliki (biaya penelitian dan jumlah peneliti yang dilibatkan). Sedangkan tingkat kepercayaan yang dipakai biasanya 95%. Disebut sebagai level aman karena pilihan terhadap besarnya sampling error, tingkat kepercayaan, dan pembagian 50/50 tersebut, saat ini menjadi semacam konsensus diantara kalangan peneliti. Jadi pada kesempatan ini, kita cukup mengikuti konsensus tersebut. Kita bisa saja memakai tingkat kepercayaan 99%, namun lagi-lagi harus berkompromi dengan besarnya biaya penelitian, mengingat jumlah sampelnya akan semakin besar. Dari penjelasan mengenai ‘level aman’ tersebut, maka dengan tingkat kepercayaan 95% dan sampling error 5%, pembagian proposisi nilai yang diamati 50/50, kita memperoleh jumlah sampel 400 (lihat tabel).

Tabel. Jumlah Sampel yang diperlukan untuk

Tingkat Kepercayaan 95% dengan Proposisi Nilai yang Diamati 50/50 Sampling

Error Besar

Sampel Sampling

Error Besar

Sampel 1,0 10.000 5,5 330 1,5 4.500 6,0 277 2,0 2.500 6,5 237 2,5 1.600 7,0 204 3,0 1.100 7,5 178 3,5 816 8,0 156 4,0 625 8,5 138 4,5 494 9,0 123 5,0 400 9,5 110

10 100 Sumber: David de Vaus (2002, hal.81)

Teknik Penarikan Sampel Probabilita Teknik penarikan sampel probabilita artinya suatu teknik penarikan sampel dimana semua orang mempunyai kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai sampel. Terdapat 4 cara umum untuk memilih sampel probabilita ini yaitu acak sederhana, acak sistematis, stratifikasi dan beberapa tahapan pemilihan sampel melalui area (multistage cluster sampling). Pemilihan terhadap

Page 3: Membuat Jajak Pendapat Sendiri.pdf

Yogyakarta, 13 September 2007

- 3 -

penggunaan salah satu dari teknik penarikan sampel probabilita ini tergantung dengan masalah penelitian yang ingin dijawab dan ketersediaan data sampel yang akan diteliti. Mengacu pada contoh pertanyaan penelitian yang ingin dijawab yaitu “apakah anggota mendukung calon Bupati Tangerang yang berasal dari kaum buruh?”, maka menurut penulis, kita cukup dengan menggunakan acak sistematis, dengan cara sebagai berikut: (1) dapatkan data seluruh anggota (kerangka sampel) yang pembagiannya adalah secara acak (tidak

boleh berdasarkan kategorisasi tertentu seperti nama pabrik, urutan nama berdasar abjad, tahun kelahiran, dll), lalu diberikan nomor urut.

(2) dapatkan interval sampel dengan cara: jumlah populasi dibagi jumlah sampel (misalnya: jumlah anggota 2000 orang, jumlah sampel 400 orang, maka interval sampel 2000/400= 5).

(3) Selanjutnya, kita pilih sampel pertama dengan menentukan secara bebas, tanpa intensi tertentu. Sampel berikutnya yang terpilih adalah dengan interval 5 hingga terpilih sesuai dengan jumlah sampel yang diinginkan (misalnya: sampel pertama adalah nomor 6, maka sampel berikutnya adalah kelipatan 5 yaitu nomor 11, 16, 21, dan seterusnya).

Kita dapat pula menggunakan cara lain dalam penarikan sampel selain dari acak sistematis, namun dengan terbatasnya ruang dalam tulisan ini, diharapkan penjelasan lanjutan bisa dilakukan dalam tulisan lain. Pembuatan Kuesioner Kuesioner adalah nama lain dari lembar daftar pertanyaan yang harus dijawab responden. Responden adalah sebutan bagi orang yang terpilih sebagai sampel dalam penelitian. Menurut penulis, dalam jajak pendapat sederhana, jumlah pertanyaan dalam kuesioner sebaiknya tidak lebih dari 10. Pertanyaan harus dibuat secara jelas dan format jawabannya dibuat sederhana saja (yaitu melalui format jawaban: setuju, tidak setuju, dan tidak tahu). Tujuannya, agar bisa dijawab oleh responden dalam waktu yang tidak terlalu lama. Perlu dipertimbangkan 2 model untuk pengisian kuesioner yaitu diisi langsung oleh responden dan bisa melalui pewawancara. Cara pengisian kuesioner ini akan berpengaruh pada model pertanyaan dan jawaban. Pertanyaan yang “sulit” bisa diajukan ke responden jika ada pewawancara. Model pertanyaan dan jawaban bisa terdiri dari banyak bentuk. Itu semua tergantung kebutuhan kita. Hal yang utama: pertanyaan dibuat secara jelas dan dipahami secara sama oleh responden, sedangkan format jawaban menyediakan ruang untuk responden dalam memberikan jawaban secara tuntas. Antisipasi terhadap Non-response Aspek lain yang perlu diperhatikan adalah etika penelitian. Pengisian kuesioner oleh responden menganut asas kesukarelaan atau tidak ada paksaan dari siapa pun. Kita perlu juga memperhitungkan atau mengantisipasi isian kuesioner yang gagal (non-response) atau penolakan dari responden untuk mengisi kuesioner. Guna mengantisipasi isian kuesioner yang gagal (non- response), perlu disediakan cadangan sebesar 20% dari jumlah sampel. Cara lain untuk mengurangi non-response adalah melalui pelatihan bagi pewawancara dan kolektor (tujuannya untuk memeriksa kembali kelengkapan pengisian kuesioner), serta mengadakan uji coba kuesioner (pilot testing) pada sejumlah responden (kira-kira bisa 20, 75, atau maksimal 100). Tujuan dari mengadakan pilot testing ini adalah untuk melihat alur pertanyaan, berapa banyak pertanyaan yang dilewati/tidak diisi, waktu pengerjaan, dan ketertarikan responden; agar kita bisa memperbaiki rancangan kuesioner sebelum akhirnya dijadikan sebagai kuesioner final. Presentasi Hasil Penelitian Setelah semua kuesioner terkumpul, saatnya melakukan analisis. Analisis yang sederhana terhadap contoh pertanyaan: “setuju atau tidak setujukah Anda terhadap calon Bupati yang berasal dari kaum

Page 4: Membuat Jajak Pendapat Sendiri.pdf

Yogyakarta, 13 September 2007

- 4 -

buruh?” ; dimana format jawabannya: ----Setuju ----Tidak Setuju ----Tidak Tahu, maka kita bisa dengan mudah menghitung berapa jumlah yang mengisi jawaban “Setuju” , “Tidak Setuju” dan “Tidak Tahu” tersebut. Kita bisa menyajikan hasil penelitian dalam bentuk prosentase, baik berbentuk tabel, maupun dalam format presentasi yang menarik. Dalam melakukan presentasi terhadap hasil penelitian, kita harus menghindari dari kata-kata “pasti benar”, atau pernyataan yang bersifat tidak dapat dibantah (strong statement). Meskipun sifat dari penelitian ini melakukan generalisasi, namun tetap ada kemungkinan terjadinya kesalahan (error) atau ketidaktepatan terhadap pendapat dari seluruh populasi. Kita tidak sedang melakukan sensus (pendataan terhadap seluruh anggota populasi). Hal yang kita lakukan adalah survei, dimana mengambil sampel dari populasi. Dalam melakukan presentasi terhadap hasil penelitian ini, perlu disebutkan hal-hal sebagai berikut: tingkat kepercayaan yang dipakai (95%), besarnya sampling error (+/- 5%), jumlah sampel (n=400), dan waktu serta lokasi penelitian. Apabila hasil penelitian dengan jumlah sampel 400 orang menunjukkan bahwa 75% menyatakan setuju terhadap calon Bupati Tangerang mendatang adalah berasal dari kaum buruh, maka cara kita membaca hasil penelitian dengan menggunakan instrumen di atas adalah sebagai berikut : dengan keyakinan sebesar 95%, sebanyak 75% lebih atau kurang 5% (antara 70% dan 80%) dari populasi cenderung/berencana untuk: mendukung calon Bupati Tangerang mendatang adalah berasal dari kaum buruh. (Perlu diperhatikan: dalam contoh yang diberikan, populasi yang dimaksud adalah anggota dari suatu serikat buruh, jadi tidak mewakili pendapat anggota serikat lain yang berada diluar dari serikat buruh yang dimaksud. Jika kita ingin mengadakan Jajak Pendapat untuk mengetahui pendapat masyarakat di tingkat Kabupaten/Kota maka teknik penarikan sampel probabilitanya juga akan berbeda, karena bisa menggunakan multistage cluster sampling.) Cara membaca hasil penelitian Jajak Pendapat ini, perlu dipahami oleh masyarakat umum supaya dapat kritis terhadap teknik publikasi yang dilakukan berbagai pihak yang menggunakan metode Jajak Pendapat. Masyarakat berhak tahu komponen-komponen dasar yang seharusnya wajib dicantumkan oleh setiap penyelenggara Jajak Pendapat, agar masyarakat tidak disesatkan dengan berbagai publikasinya. Jadi sekarang, tinggal kemantapan kita untuk mulai mencoba melakukan metode Jajak Pendapat ini mulai dari organisasi yang kita miliki. Bahkan secara minimal, setelah membaca tulisan ini, kita menjadi tahu mengenai: proses pembuatannya dan cara membaca hasil penelitian tersebut. Lalu, apa lagi yang perlu ditunggu? Selamat mencoba!

*********