MEMAHAMI PROSES FISIKA DALAM PRODUKSI...
Transcript of MEMAHAMI PROSES FISIKA DALAM PRODUKSI...
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir
PTNBR – BATAN Bandung, 22 Juni 2011 Tema :Peran Sains dan Teknologi Nuklir di Bidang
Kesehatan, Lingkungan, Industri dan Pendidikan
dalam Mendukung Pembangunan Nasional
282
MEMAHAMI PROSES FISIKA DALAM PRODUKSI
RADIONUKLIDA DAN KARAKTERISTIK FISIOLOGIS
RADIOTERAPI PADA MANUSIA
M. Arifin
Jurusan Pendidikan Fisika Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Pendidikan Indonesia
Jl. Dr. Setiabudhi No.229 Bandung, Jawa Barat, Indonesia 40154
ABSTRAK
MEMAHAMI PROSES FISIKA DALAM PRODUKSI RADIONUKLIDA DAN
KARAKTERISTIK FISIOLOGIS RADIOTERAPI PADA MANUSIA. Makalah ini meringkas kajian
mengenai proses-proses fundamental dalam inti yang melatarbelakangi produksi radionuklida dan
pemanfaatannya dalam radioterapi pada manusia. Transformasi materi-energi dan konservasi bilangan
kuantum (simetri) merupakan poses-proses dominan di alam semesta yang memfasilitasi pembentukan
interaksi fundamental; gravitasi, elektromagnetik, nuklir kuat dan nuklir lemah. Interaksi antar nukleon
dan sistem nukleon diyakini berasal dari interaksi nuklir kuat dalam hadron yang merupakan
manifestasi dari proses-proses fundamental dalam bentuk potensial yang menentukan totalitas
karakteristik struktur dan reaksi inti. Dalam makalah ini dibahas metode merekonstruksi potensial
nuklir realistik berdasarkan analisis phase-shift reaksi nuklir dan uji potensial dengan berbagai metode
untuk mereproduksi energi ikat dan fungsi gelombang sistem nuklir dua-benda. Selanjutnya produksi
radionuklida dalam reaktor nuklir dipelajari dengan cara mengidentifikasi reaksi fisi dalam deret
radioaktif dan menentukan besar penampang lintang hamburan (cross-section) untuk setiap reaksi.
Pemanfaatan radionuklida untuk terapi, diagnosis dan pencitraan mengacu kepada standar prosedur
yang ditetapkan oleh organisasi energi nuklir internasional (IAEA). Berdasarkan tingkat energi radiasi,
jenis radionuklida dan dosis radiasi, radioterapi pada manusia dapat dilakukan dengan efek samping
toleran dan tingkat keberhasilan tinggi melalui pemanfaatan perangkat radioterapi dan atau radiologi
secara tepat dan akurat.
Kata kunci: potensial realistik, analisis phase-shift, energi ikat, penampang lintang hamburan,
karakteristik fisiologis.
ABSTRACT
UNDERSTANDING THE PHYSICAL PROCESS IN THE RADIONUCLIDE PRODUCTION
AND PHYSIOLOGICAL CHARACTERISTICS OF RADIOTHERAPY ON HUMAN BEING. This
paper summarizes the study of fundamental processes within the nucleus which play critical roles in the
production of radionuclides and their advantageous in radiotherapy for the human being. The energy-
particle transformation and conservation of the quantum numbers (symmetry) are dominant processes
in universe which facilitate the formation of fundamental interactions; gravitation, electromagnetic,
strong and weak. The interactions among nucleons and nucleonic systems are generally believed to be
originated from strong interaction inside hadron as a manifestation of the fundamental processes in the
form of potential which determine the whole characteristics of structures and reactions of the nucleus.
In this paper, the method of reconstructing realistic potential is presented based on the phase-shift
analyses of nuclear reaction and evaluation of the potential using several methods to reproduce the
binding energy and wave-function of two-body system. Furthermore, the radionuclides production in
nuclear reactor is studied by identifying the fission reaction in radioactive decay series and determining
the cross-section for each reaction. Utilization of radionuclides for the purposes of theraphy, diagnoses
and imaging should fullfil the standard procedures issued by the IAEA. Based on the level of energy
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir
PTNBR – BATAN Bandung, 22 Juni 2011 Tema :Peran Sains dan Teknologi Nuklir di Bidang
Kesehatan, Lingkungan, Industri dan Pendidikan
dalam Mendukung Pembangunan Nasional
283
radiation, radionuclide properties and radiation dosage, radiotheraphy on human being can be
administered with tolerant risk through the proper use of radiotheraphy devices accurately. Key words: realistic potensial, phase-shift analyses, binding energy, cross-section, physiological
characteristics.
1. PENDAHULUAN
Radionuklida adalah nuklida atau inti tidak
stabil yang memiliki karakteristik radiasi yang
menguntungkan ditinjau dari jenis reaksi dan
tingkat energi radiasi sehingga dapat
diaplikasikan secara luas di berbagai bidang
kehidupan seperti; kedokteran, pertanian,
peternakan, pertambangan, industri, pertahanan,
penelitian dan sebagainya. Selain untuk
pencitraan (imaging) dan sebagai media pelacak
(tracers), materi-energi yang dipancarkan
radionuklida, dalam ukuran yang tepat, dapat
digunakan untuk mengendalikan karakteristik
unggul tertentu yang diinginkan pada materi
atau sel-sel hidup sehingga bermanfaat dalam
radioterapi. Keputusan menggunakan
radionuklida harus diambil secara hati-hati dan
harus memperhatikan standar baku yang
ditetapkan IAEA [1-3], maupun organisasi
terkait lainnya [4-6], baik dalam proses
produksi, pengemasan, penanganan dan
pengangkutan (handling), penggunaan,
penyimpanan dan pengamanan pasca pakai
(disposal), karena ekspos radionuklida yang
tidak perlu dapat meningkatkan risiko terjangkit
atau komplikasi berbagai jenis penyakit yang
tidak diinginkan (kanker, hereditas, somatik dan
sebagainya) [3,5], sebagai akibat dari aktivitas
partikel pengion (seperti; , dan nuklida
tidak stabil) dan partikel berenergi tinggi ( )
pada sel-sel hidup baik pada manusia maupun
makhluk hidup lainnya. Berbagai jenis
radionuklida dapat ditemukan secara alamiah,
namun sebagian besar diproduksi di dalam
reaktor nuklir penelitian, akselerator dan melalui
pembangkit radionuklida (dalam reaksi kimia),
untuk menghasilkan jenis nuklida dan tingkat
energi radiasi yang diinginkan.
Seperti telah diketahui, struktur energi dan
reaksi fisi dan fusi nuklir ditentukan oleh
karakteristik potensial antar nukleon di dalam
inti. Potensial nuklir terdiri atas potensial sentral
atau lokal dan potensial reaksi atau potensial
optik, yang keduanya, secara keseluruhan
bertanggung-jawab atas pembentukan materi
(struktur energi diskrit) dan mengendalikan
proses reaksi, yaitu mengakibatkan pemutusan
dan pembentukan ikatan baru antar nukleon atau
sistem nukleon. Potensial reaksi adalah pemeran
tunggal dalam reaksi fisi, dimana terdapat di
dalamnya produksi radionuklida, serta
bertanggung-jawab mengendalikan karakteristik
interaksi materi-energi radiasi dengan materi
penyusun sel-sel pada mahluk hidup dalam
radioterapi. Apakah potensial nuklir itu?
Secara umum potensial nuklir dapat
diartikan sebagai representasi dari proses-proses
fundamental yang terjadi di dalam nukleon atau
sistem nukleon yang dikuantisasikan
berdasarkan gejala-gejala fisika yang teramati
atau terukur. Proses fundamental adalah proses
yang dibangkitkan langsung oleh aktivitas
interaksi dan atau partikel fundamental yang
dapat meliputi; mekanisme konservasi materi-
energi, bilangan kuantum dan simetri serta
antisimetri ruang-waktu, yang mencakup proses-
proses kreasi dan anihilasi partikel, transmutasi
inti, produksi pasangan partikel-anti partikel
serta absorpsi, penyerapan atau pemerangkapan,
dan radiasi materi-energi. Menurut model
standar, potensial nuklir terbentuk dari
mekanisme tukar-menukar kelompok partikel
meson dan boson yang dapat dikonstruksi dari
ekspresi potensial Yukawa [7]. Potensial nuklir
diyakini berasal dari interaksi nuklir kuat antar
quarks di dalam hadron. Dalam model standar,
alam semesta dibangun oleh 4 (empat) interaksi
fundamental; gravitasi, elektromagnetik, nuklir
kuat dan nuklir lemah. Partikel fundamental
yang berkaitan langsung dengan interaksi
fundamental tersebut adalah; hadron yang terdiri
atas baryon (3 quarks; proton, anti proton,
neutron, lambda, omega, dll.) dan meson (2
quarks; pion, kaon, rho, B-zero, etha-c, dll.),
lepton (partikel non hadronik; elektron, neutrino,
muon, tau, dll.), fermion (partikel dengan spin ½
dan kelipatan ½ yang mencakup lepton dan
hadron) dan boson (partikel dengan spin nol atau
kelipatan bilangan bulat; foton, gluon, W
, 0Z ,
dll.). Kuantisasi besaran fisika yang melibatkan
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir
PTNBR – BATAN Bandung, 22 Juni 2011 Tema :Peran Sains dan Teknologi Nuklir di Bidang
Kesehatan, Lingkungan, Industri dan Pendidikan
dalam Mendukung Pembangunan Nasional
284
interaksi nuklir kuat dibahas tersendiri di dalam
kuantum kromodinamika. [8]
Potensial nuklir dapat diklasifikasikan
dalam 2 (dua) kategori, realistik dan efektif.
Potensial nuklir realistik dihasilkan dari analisis
data phase-shift eksperimen hamburan nukleon
oleh nukleon, nukleon oleh sistem nukleon dan
sistem nukleon oleh sistem nukleon, sedangkan
potensial nuklir efektif diperoleh melalui
simulasi numerik penyelesaian persamaan reaksi
nuklir G-matrik [7,22] untuk keadaan kuantum
yang diberikan. Potensial nuklir tidak hanya
bergantung kepada posisi, namun juga
bergantung kepada kecepatan, momentum linier,
momentum sudut, muatan listrik, spin, isospin,
tensor, dan seterusnya, yang dapat mencapai
tidak berhingga suku, karena dideduksi langsung
dari interaksi fundamental. Namun demikian,
karena data proses-proses fundamental yang
dapat teramati sangat terbatas, potensial nuklir
realistik maupun efektif yang dihasilkan belum
dapat menjelaskan karakteristik inti secara
keseluruhan. Untuk mengatasi keterbatasan
tersebut, potensial nuklir (dalam literatur) hanya
mencakup suku-suku esensial yang berperan
dominan dalam pembentukan struktur energi
dan dapat mensimulasikan reaksi inti pada
keadaan atau peristiwa tertentu. Dengan
demikian, pada peristiwa yang lain, potensial
nuklir terkait dapat mengalami koreksi.
Pada inti-inti ringan dengan nomor massa
20A , potensial nuklir 2-benda dapat
diaplikasikan sesuai dengan keperluan dalam
skema model shell, klaster, paduan shell-klaster
atau model kolektif dengan akurasi yang cukup
tinggi. Potensial 3-benda atau lebih dapat
diterapkan sebagai koreksi jika tersedia di dalam
literatur. Untuk inti-inti berat dengan 20A ,
aplikasi potensial nuklir 2-benda menjadi tidak
efisien karena beban komputasi yang tidak dapat
tertangani (oleh super komputer sekali pun!).
Meskipun demikian, potensial sentral maupun
potensial reaksi semi klasik dapat digunakan
pada inti-inti berat di sekitar pita kestabilan
dalam kerangka kerja SCF (Self-Consistent
Field) dengan metode Multikonfigurasi Hartree-
Fock (MCHF) [3] atau pun Hartree-Fock-
Bogoliubov [7]. Karena interaksi Coulomb
sangat mendominasi inti-inti berat tidak stabil,
maka struktur energi dan reaksi pada inti
tersebut dapat dijelaskan dengan menggunakan
model semi empiris klasik seperti model tetes
cairan dan gas Thomas-Fermi, maupun
modifikasi dari Hartree-Fock-Bogoliubov [7].
Keberadaan Coulomb barrier (potensial
perintang Coulomb) pada inti berat
mengakibatkan inti berprilaku seperti osilator
yang terus-menerus memancarkan (dan
sekaligus menyerap) materi-energi, kemudian
mengalami transmutasi (eksitasi, transisi,
resonansi dan breakup) dan meluruh menjadi
inti baru sambil memancarkan partikel ,
dan . Keadaan ini dapat dijelaskan karena
pada jarak cukup jauh interaksi nuklir cenderung
tarik-menarik sedangkan interaksi Coulomb
tolak-menolak, resultan dari kedua jenis
interaksi tersebut menghasilkan potensial
perintang. Proses-proses fundamental apakah
yang dominan mengendalikan reaksi fisi dan
produksi radionuklida? Selanjutnya, apakah
interaksi materi-energi radiasi dengan sel-sel
hidup pada pasien dalam radioterapi berdampak
signifikan bagi penyembuhan tanpa resiko efek
sampingan dalam jangka waktu tertentu? Kedua
pertanyaan tersebut menjadi permasalahan
penelitian yang akan dijawab dalam makalah ini.
Tujuan utamanya adalah mengungkap proses
fundamental fisika dalam produksi radionuklida
melalui analisis potensial nuklir realistik dan
berkontribusi memperluas wawasan keilmuwan
dan pedagogi dalam pemanfaatan radionuklida
untuk terapi kesehatan.
Proses-proses fundamental yang berperan
dalam suatu reaksi dapat diidentifikasi melalui
besaran fisika esensial yang terukur seperti;
penampang lintang hamburan (cross-section),
energi ikat (binding energy), energi perolehan
reaksi (Q), waktu paruh (1/ 2T ) dan dosis serap.
Besaran fisika lainnya, seperti; dimensi inti,
massa, karakteristik elektromagnetisme, dan
seluruh sifat-sifat fisika lainnya, pada dasarnya,
dapat ditentukan jika interaksi atau potensial
nuklir diketahui. Seperti telah dimaklumi,
potensial tersebut (realistik) dapat dideduksi dari
data hamburan partikel (apa saja) oleh nukleon
atau nuklida yang diinginkan. Model potensial
realistik yang dihasilkan kemudian
disempurnakan dengan cara menggunakannya
untuk mereproduksi data: phase-shift
(pergeseran fase), energi ikat, fungsi gelombang,
dan seluruh besaran fisika yang secara langsung
maupun tidak langsung dapat dikonfirmasikan
dengan data eksperimental. Potensial reaksi
untuk 3 (tiga) benda atau lebih dapat
dikonstruksi berdasarkan data eksperimental,
namun demikian, karena aplikasinya yang
sangat terbatas yaitu sebagai koreksi terhadap
potensial 2-benda, dalam sistem banyak-benda
pada umumnya digunakan potensial jenis lokal
atau sentral.
Beberapa contoh potensial realistik
nukleon-nukleon (NN) generasi pertama yang
dikenal dalam literatur sebagai potensial
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir
PTNBR – BATAN Bandung, 22 Juni 2011 Tema :Peran Sains dan Teknologi Nuklir di Bidang
Kesehatan, Lingkungan, Industri dan Pendidikan
dalam Mendukung Pembangunan Nasional
285
fenomenologis adalah potensial Hamada-
Johnston [9] yang terdiri atas 4 komponen
(sentral, tensor, angular dan spin-orbit) dan
potensial Reid [10] serta GPT [11] yang hanya
memiliki 3 komponen (sentral, tensor dan spin-
orbit). NN potensial realistik generasi
berikutnya memiliki jumlah komponen lebih
banyak, seperti potensial Argonne V28 [12] dan
V18 [13] yang masing-masing terdiri atas 28
dan 18 komponen. Namun demikian, potensial
realistik CD-Bonn [14] yang memperhitungkan
lebih banyak derajat kebebasan interaksi hanya
memiliki 5 komponen. Potensial realistik untuk
sistem 3-nukleon [15] dengan 4 komponen juga
telah dilaporkan belum lama ini oleh tim peneliti
laboratorium Argonne, USA. Sedangkan sebagai
contoh potensial reaksi 2-benda adalah potensial
N [16, 17] yang dikonstruksi berdasarkan
data phase-shift hamburan nukleon oleh partikel
alpha. Inti yang bertransmutasi karena bereaksi
dengan partikel atau inti lain memiliki sifat-sifat
fisika dan kimia (dalam skala atom dan molekul)
yang sama sekali berbeda dengan inti induknya,
isotop, isobar, isoton, maupun isomer yang
dibentuk dalam reaksi, oleh karena itu,
pengetahuan akan potensial reaksi menjadi
krusial sebagai teras dan kunci pengetahuan
dalam fisika inti secara keseluruhan. Dalam
makalah ini dibahas rekonstruksi potensial
nuklir (lokal dan non lokal) berdasarkan metode
renormalisasi Numerov [18, 19], sedangkan
proses reaksi nuklir diberikan oleh persamaan
Lippmann-Schwinger (T-matrix) dan Brüeckner-
Bethe-Goldstone (G-matrix). [21, 22]
Interaksi materi-energi radiasi dengan sel
manusia baik dalam intensitas atau dosis rendah
maupun tinggi berpengaruh terhadap kondisi
fisiologis, yaitu mengubah kondisi fisik dan
kinerja alat-alat tubuh. Tanpa kehadiran
radionuklida manusia menerima radiasi latar
(background radiation) dari benda-benda di
sekitarnya (udara, makanan, minuman dan
benda lainnya) dan radiasi sinar kosmik angkasa
luar berjumlah sekitar 1-5 mili Gy per tahun (1
Gray = 1 Sievert = 1 Joule/kg.). Dalam dosis
tinggi ( 5 mili Gy ), materi-energi radiasi
dapat menghancurkan sel hidup, sedangkan
dalam dosis rendah dapat mengakibatkan resiko
kerusakan sel baik secara genetik (mutasi pada
molekul DNA), somatik (carcinogenic effects;
kerusakan fisik sel tubuh), maupun in-utero
(kelainan dan atau gagal kandungan). Secara
langsung maupun tidak langsung, materi-energi
radiasi, dari mana pun sumbernya (termasuk
sinar X dan ultraviolet, UV), dapat mengionisasi
dan memutuskan ikatan pada atom dan molekul
dalam sel, oleh karena itu ekspos radiasi tersebut
(atau radioterapi) harus diupayakan sedemikian
rupa sehingga berada pada tingkat energi aman
(beberapa eV) dan dosis normal (< 5 mGy per
tahun).
Pada bagian II dibahas formalisasi rekons-
truksi potensial nuklir realistik, bagian III
menguraikan proses reaksi pada sistem atomik,
molekular dan nuklir, bagian IV membahas
produksi radionuklida, bagian V menjelaskan
karakteristik fisiologis radioterapi dan
kesimpulan penelitian diberikan dalam bagian
VI.
2. REKONSTRUKSI POTENSIAL
NUKLIR REALISTIK
Potensial nuklir realistik dikonstruksi
berdasarkan analisis data phase-shift
eksperimental hamburan nukleon-nukleon
(yaitu; p-p, p-n dan n-n), nukleon-sistem
nukleon (misalnya; n ) dan sistem nukleon-
sistem nukleon (seperti; ) untuk seluruh
keadaan kuantum dan derajat kebebasan.
Sedangkan potensial nuklir efektif dihasilkan
atau dideduksi dari penyelesaian persamaan
reaksi nuklir (G-matrix) untuk seluruh channel
dan keadaan kuantum yang diberikan (dibahas
dalam bagian III makalah ini). Untuk
menyempurnakan akurasi dan validitasnya,
potensial nuklir yang dihasilkan digunakan
untuk mereproduksi data eksperimental
kuantitas fisis atau besaran fisika yang sensitif
terhadap karakteristik interaksi nuklir, seperti:
energi ikat, fungsi gelombang, phase-shift,
penampang lintang hamburan dan sebagainya.
Karena interaksi dalam sistem nuklir banyak-
benda dapat direduksi menjadi interaksi 2-
benda, nukleon-nukleon (NN), maka
pembahasan rekonstruksi potensial nuklir
realistik dalam makalah ini difokuskan pada NN
potensial. Namun demikian, potensial reaksi
atau potensial optik non lokal pada umumnya
dikonstruksi secara khusus untuk
mensimulasikan data reaksi nuklir yang
diperoleh dalam eksperimen. Pembahasan
lanjutan tentang rekonstruksi potensial nuklir
realistik dan aplikasinya dalam sistem nuklir
majemuk dapat ditemukan dalam Ref. [18, 29]
2.1. Keadaan Diskrit Sistem Nuklir 2-Benda
2.1.1. Komponen Potensial Realistik Misalkan potensial nuklir realistik dua-
benda yang akan direkonstruksi memiliki 4
(empat) komponen; sentral (C), tensor (S12),
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir
PTNBR – BATAN Bandung, 22 Juni 2011 Tema :Peran Sains dan Teknologi Nuklir di Bidang
Kesehatan, Lingkungan, Industri dan Pendidikan
dalam Mendukung Pembangunan Nasional
286
spin-orbit (LS) dan kuadrat anguler (L12)
berbentuk [10]:
12
12
( ) ( ) ( ) ( )( )
( ) ,
AB C T LS
LL
V x V x V x S V x
V x L
L S (2.1)
dimana rx ,
mc , m massa pion dan c
laju cahaya serta
1 212 1 22
3( r)( r)( )S
r
σ σσ σ , (2.2)
adalah operator tensor dan L12 merupakan
operator yang didefinisikan sebagai
2 2
12 LJ 1 2( ) L ( )L σ σ L S , (2.3)
maka persamaan Schrödinger yang dipecahkan
memiliki dua keadaan eigen; spin dan isospin,
yaitu untuk channel tunggal (singlet dan triplet)
dan channel terkopel (triplet). Untuk channel
singlet tunggal dapat dituliskan
2
2 2 2 2 2 2
2 2
1 ( )
2 ( 1) ( )0,
C
LL
J J MV xd ME
dx x x
J J MV xu x
(2.4)
sedangkan untuk channel tunggal triplet L=J
diberikan oleh
2
2 2 2 2 2 2
2 2 2 2
2 2
1 ( )
( )2 ( )
[2 ( 1) 1] ( )0,
C
LST
LL
J J MV xd ME
dx x x
MV xMV x
J J MV xu x
(2.5)
dimana M massa nukleon, E energi total
nukleon, L dan J momentum sudut orbital dan
total, 049602.0 jika terdapat interaksi
Coulomb dan 0 jika tidak ada, dan xu
fungsi gelombang-partikel sistem nukleon dua-
benda. Untuk keadaan terkopel triplet L=J±1
diberikan masing-masing oleh; untuk (L=J+1)
2
2 2 2 2 2 2
2 2 2 2
2 2
1
2
2 2
1
2 1 1
2 1
1
6 1,
2 1
c
T LS
LL
T
J J MV xd ME
dx x x
J MV x J MV x
J
J MV xu x
J J MV xw x
J
(2.6)
dimana xu dan xw menyatakan fungsi
gelombang-partikel terkopel, dan untuk (L=J-1)
dapat dituliskan sebagai
2
2 2 2 2 2 2
2 2 2 2
2 2
1/ 2
2 2
1 2
2 2 2
2 1
2
6 1.
2 1
C
T LS
LL
T
J J MV xd ME
dx x x
J MV x J MV x
J
J MV xw x
J J MV xu x
J
(2.7)
Koefisien anguler momentum sudut di setiap
komponen potensial pada Persamaan (2.4)-(2.7)
dapat ditentukan dengan cara mengevaluasi
harga elemen matrik reduksi
LSJ| |LSJ | |SL , LSJS| |LSJ 12 | | dan
LSJL| |LSJ 12 | | yang dapat ditemukan
dalam literatur [31, 32]. Demikian seterusnya
proses penghitungan dapat dilakukan untuk
potensial realistik dengan jumlah komponen
lebih dari empat. Namun demikian, semakin
banyak jumlah komponen potensial semakin
banyak pula parameter yang harus disesuaikan
dengan data eksperimental (melalui fitting data)
seperti energi ikat untuk keadaan diskrit dan
phase-shift untuk keadaan kontinuum.
Sebagai contoh potensial RSC [10] untuk T
= 0 (isospin singlet) keadaan terkopel
3 3
1 1 12C T LSV S D V V S V L S , (2.8)
dimana untuk keadaan ini berlaku,
2
4 6
/ 105.468 /
3187.8 / 9924.3 / ,
x x
C
x x
V he x e x
e x e x
(2.9)
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir
PTNBR – BATAN Bandung, 22 Juni 2011 Tema :Peran Sains dan Teknologi Nuklir di Bidang
Kesehatan, Lingkungan, Industri dan Pendidikan
dalam Mendukung Pembangunan Nasional
287
2
2 4
4 6
1 3/ 3/ /
12 / 3/ /
351.77 / 1673.5 / ,
x
T
x
x x
V h x x e x
h x x e x
e x e x
(2.10)
4 6708.91 / 2713.1 /x x
LSV e x e x , (2.11)
dimana 10.463h MeV yang ditentukan dari
one-pion exchange potential (OPEP) [10].
Untuk potensial GPT [11] berlaku
12
12 ,
C T LS
LL
V V V S V
V L
r r r r L S
r (2.12)
dimana operator
2
12 1 2
1 2 2 11 ,2
L L
σ σ
σ L σ L σ L σ L(2.13)
dengan fungsi kebergantungan terhadap jarak
antara nukleon yang diberikan oleh
2 2exp /iV r V r
, (2.14)
dalam kaitan ini i = C, T, LS dan LL, sedangkan
dan V adalah parameter yang digunakan
untuk memfit data yang tersedia dalam literatur
[11]. Plot potensial RSC dan GPT untuk
keadaan terkopel isospin singlet dan spin triplet
diberikan masing-masing pada Gambar 1. dan 2.
Gambar 1. Plot kurva kebergantungan potensial
Reid teras lunak (Reid’s soft-core, RSC) terhadap
jarak pisah antar nukleon untuk keadaan terkopel 3 3
1 1S D dalam 3 (tiga) komponen; sentral, spin-
orbit dan tensor. Tampak bahwa jangkauan
potensial RSC sangat pendek dan memiliki teras
tingginya mendekati tidak berhingga.
Gambar 2. Plot kurva kebergantungan potensial
GPT terhadap jarak pisah antar nukleon untuk
keadaan terkopel 3 3
1 1S D dalam 3 (tiga)
komponen; sentral, spin-orbit dan tensor.
Potensial GPT memiliki jangkauan realatif
panjang dengan teras yang tingginya berhingga.
2.1.2. Energi Ikat dan Fungsi Gelombang-
Partikel Deuteron Dengan menggunakan metode coupled-
channel [18, 30], Persamaan (2.4)-(2.7) dapat
dituliskan dalam bentuk matrik
0xw
xu
xPdx
dxV
xVxPdx
d
222
2
21
12112
2
, (2.15)
yang dapat diselesaikan dengan menggunakan
metoda numerik renormalisasi Numerov [18, 19,
33] dengan akurasi 1 (satu) berbanding 106
satuan, berbentuk
2
2 2
2- 0
d mI EI V x x
dx
, (2.16)
dimana I matrik identitas, m massa nukleon,
E energi total nukleon, )x(V potensial
nukleon baris ke- kolom ke- dan x
fungsi gelombang-partikel nukleon. Prosedur
numerik penyelesaian Persamaan (2.16) untuk
menghasilkan karakteristik fisis deuteron pada
keadaan diskrit dan kontinuum telah dibahas
dalam Ref.[18, 30, 33]. Berdasarkan aplikasi
metode renormalisasi Numerov, energi ikat
deuteron diperoleh sebesar
E=-2.22460 MeVyang tepat mereproduksi data
eksperimental energi ikat deuteron. Dengan
metode yang sama didapatkan plot fungsi
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir
PTNBR – BATAN Bandung, 22 Juni 2011 Tema :Peran Sains dan Teknologi Nuklir di Bidang
Kesehatan, Lingkungan, Industri dan Pendidikan
dalam Mendukung Pembangunan Nasional
288
gelombang-partikel untuk deuteron dengan
besar probabilitas keadaan l=2 atau PD = 6.471
%. Plot energi ikat dan fungsi gelombang-
partikel deuteron masing-masing diberikan
dalam Gambar 3. dan 4.
Gambar 3. Kurva fungsi densitas energi sebagai
fungsi energi eigen untuk deuteron keadaan
ground state (3S1-3D1) dihitung dengan
menggunakan metode renormalisasi Numerov.
Harga energi ikat ditunjukkan oleh titik potong
kurva fungsi densitas energi pada absis atau
sumbu energi eigen.
Gambar 4. Fungsi gelombang ternormalisasi
deuteron keadaan ground state (3S1-3D1) dihitung
berdasarkan aplikasi metode renormalisasi
Numerov.
2.2. Keadaan Kontinuum Sistem Nuklir 2-
Benda
Penyelesaian keadaan kontinuum sistem
nuklir 2-benda dapat dilakukan baik dengan
menggunakan metode renormalisasi Numerov
maupun Runge-Kutta-Gill [18]. Dalam makalah
ini ditampilkan hasil analisis phase-shift untuk
potensial RSC dan GPT dengan menggunakan
kedua metode tersebut. Prosedur numerik yang
diperlukan telah diberikan dalam Ref.[18, 33].
Phase-shift adalah sudut pergeseran fase dari
potensial atau interaksi yang menunjukkan
bagaimana bentuk dan gradasi (perubahan
perlahan) potensial jika energi kinetik 2 (dua)
buah partikel yang berinteraksi berubah secara
linier. Sebagai contoh kurva phase-shift untuk
berbagai keadaan kuantum sistem nuklir 2-
benda diberikan dalam Gambar 5. dan 6.
Gambar 5. Sampel data phase-shift yang dihitung
berdasarkan aplikasi metode renormalisasi
Numerov dan Runge-Kutta-Gill [18] untuk
potensial GPT pada gelombang keadaan singlet 1S0 dan triplet 3P0 tanpa dan dengan komponen L2.
Gambar 6. Sampel data phase-shift yang dihitung
berdasarkan aplikasi metode renormalisasi
Numerov dan Runge-Kutta-Gill [18] untuk
potensial GPT pada gelombang keadaan 3D2, 3P2
dan 3F2 tanpa dan dengan komponen L2.
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir
PTNBR – BATAN Bandung, 22 Juni 2011 Tema :Peran Sains dan Teknologi Nuklir di Bidang
Kesehatan, Lingkungan, Industri dan Pendidikan
dalam Mendukung Pembangunan Nasional
289
3. REAKSI PADA SISTEM ATOMIK,
MOLEKULAR DAN NUKLIR
Jika potensial reaksi dan atau potensial
individual proyektil-target diketahui maka
keadaan reaksi setiap channel dapat ditentukan.
Sistem atomik dapat terbentuk akibat elektron
yang dihasilkan dari peluruhan beta
terperangkap dalam potensial Coulomb inti.
Demikian pula, perpindahan elektron valensi
dari satu atom ke atom lainnya atau polarisasi
potensial Coulomb dapat membentuk ikatan
antar sistem atomik atau molekul, sehingga
transmutasi di dalam inti dapat menginduksi
proses-proses reaksi di tingkat atom dan
molekul. Polarisasi potensial Coulomb pada
molekul protein (DNA) dalam inti sel dapat
menyebabkan pemisahan sebagian (rantai)
molekul untuk berdiri sendiri atau pembelahan
sel (mitosis).
3.1. Reaksi Pada Sistem Atomik dan
Molekular
Reaksi yang melibatkan sistem diskrit
banyak-benda dapat digambarkan secara akurat
jika keadaan target sebelum reaksi dan keadaan
interaksi proyektil-target sebelum, pada saat dan
setelah reaksi digambarkan secara akurat pula.
Pada sistem atomik dan molekular, elektron-
elektron mengorbit inti atau sistem inti
membentuk kabut elektron yang dibatasi oleh
orbital-orbital. Potensial Coulomb resultan yang
dihasilkan bersama inti atau sistem inti dan
awan elektron dalam sistem atomik dan
molekular memiliki karakteristik khas sebagai
potensial sentral atau lokal yang konsisten
secara mandiri (self-consistent field) yaitu
merupakan kombinasi antisimetri linier dari
orbital individual elektron [20,23], prosedur
selengkapnya dapat ditemukan dalam referensi
tersebut dan seluruh rujukan yang disebutkan di
dalamnya. Orbital individual elek-tron sistem
atom dan molekul dapat diperoleh dengan
memecahkan persamaan multikonfigurasi
Hartree-Fock atau Dirac-Fock [20], yaitu
persamaan Schrödinger dengan konstrain
potensial Hartree-Fock dan relativitas. Sebagai
contoh fungsi keadaan multikonfigurasi Dirac-
Fock [24] untuk metastabil helium sebagai atom
target adalah
1,3 00
1 2 , ' ' ,
, '
1 ' 2 2 ' 1
| (1 2 )
( ) ( ) ( 1) ( ) ( ) ,o
nl n l nn lm l m
nl n l m
S
nlm n l m nlm n l m
s s S A N C
r r
r r r r
(3.1)
dimana faktor normalisasi Nnn’=1/2 untuk
'n n dan 1/ 2 untuk 'n n . Total spin
So=0,1 untuk masing-masing keadaan singlet 1S
dan triplet 3S. Koefisien konfigurasi interaksi
dinormalisasikan sehingga berharga satuan: 2
, ', '1nl n lnl n l
A , dan kopling anguler momentum
dinyatakan dalam koefisien Clebsch-Gordan 00
,lm l mC . Orbital individual elektron dapat
diperoleh dari persamaan
ˆ1
ˆ
n m
n m
P rn m
iQ rr
rr
r, (3.2)
dengan nP r dan nQ r masing-masing
komponen besar dan kecil fungsi gelombang
radial yang bersesuaian dengan fungsi harmonik
sferis spinor ˆm r , 1/ 2j , dimana
n dan m masing-masing menyatakan kuantisasi
energi dan arah momentum sudut elektron.
Sebagai konvensi umum, digunakan sistem
satuan cgs (cm, gram, second) dengan 1
0(4 ) 1ee m . Hamiltonian Dirac-
Coulomb dari sistem atomik N-elektron
diberikan oleh
1
1
1 1 1
ˆ ˆN N N
DC
i i j
i i j i
H H
r r , (3.3)
dimana Hamiltonian elektron individual tanpa
efek korelasi (suku pertama ruas kanan)
berbentuk
3
2
nuc
1
ˆˆ 1k k
k
H c p c V
r , (3.4)
dan adalah matrik Dirac, c laju cahaya, p
operator momentum dan nucˆV r potensial
sentral (lokal) atom terkait yang dapat
dimodifikasi untuk sistem molekular.
Keadaan interaksi proyektil-target pada saat
reaksi dan tepat sebelum dan sesudah reaksi
digambarkan melalui persamaan Lippmann-
Schwinger (T-matrix) dalam metode CCC [20,
23, 25] sebagai berikut
1
,
N
f f U i i f f U i i
NN
f f U n n U i i
n k k k n
T V
V T
E
k k k k
k k k k
(3.5)
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir
PTNBR – BATAN Bandung, 22 Juni 2011 Tema :Peran Sains dan Teknologi Nuklir di Bidang
Kesehatan, Lingkungan, Industri dan Pendidikan
dalam Mendukung Pembangunan Nasional
290
dimana (i = initial, f = final)
N N
f f U i i f f UT V k k k , (3.6)
dan fungsi gelombang proyektil-target diberikan
oleh
1
,
N
i i
NN
n n U
n k k k n
V
E
k
k k (3.7)
dengan potensial reaksi
0 0 01 02 01 02UV V U V V E H P P ,
(3.8)
ruang proyektil dinotasikan dengan indeks 0,
dan target dengan 1 dan 2. P01 dan P02 adalah
operator pertukaran (exchange) ruang dan spin.
V0 dan U0 masing-masing menyatakan potensial
proyektil-inti target keadaan asimtotik dan
keadaan pada jarak sangat dekat ( 0r ), V01
dan V02 adalah potensial akibat interaksi dengan
elektron 1 dan 2, sedangkan E dan H
menyatakan energi dan Hamiltonian total. Setiap
channel dalam reaksi dinyatakan oleh indeks n
dan k, n untuk keadaan diskrit target dan k untuk
sistem proyektil-target. Keadaan sistem pada
saat reaksi disimulasikan dengan menggunakan
fungsi gelombang terdistorsi Coulomb dan
keadaan semu (pseudostate) untuk
mendiskritisasi kontinuum. Fungsi terdistorsi
Coulomb (diskrit dan kontinuum) diperoleh dari
pemecahan keadaan asimtotik
0 0 0k K U k , (3.9)
dimana k
harga eigen energi dan K0 operator
energi kinetik proyektil, yang menghasilkan
12( ) ( , ) ( ) ( )LL
L LM LM
LM
kr i e u k r Y Y
r k r k ,
(3.10)
dengan ,Lu k r fungsi Coulomb radial dan L
sudut phase-shift.
Untuk menghitung penampang lintang
hambu-ran (cross-section) dan mensimulasikan
proses reaksi yang terjadi (elastik maupun
inelastik), digunakan fungsi basis gelombang
radial dalam bentuk polinom Laguerre
1/ 2
1
2 2
1
1 !
2 1 !
exp / 2 ,
ll
kl l
l
l k l
kr r
l k
r L r
(3.11)
dengan 2 2
1
l
k lL r
polinom terkait Laguerre
(associated Laguerre polynomial), yang
dituliskan dalam konfigurasi interaksi
1
( ) ( )N
N l
nl nk kl
k
r C r
. (3.12)
Untuk menghitung penampang lintang
hamburan dibutuhkan ekspresi elemen T-matrix
tereduksi
, ,JN
f f f f f S i i i i iL k f l s T L k i l s
, ,J
f f f f f S i i i i iL k f l s V L k i l s
1
, ,JN f f f f f S
n L k k k n
L k f l s V Lk n ls
E
, , ,JN
S i i i i iLk n ls T L k i l s
(3.13)
dimana untuk orbital s (l=0) berlaku
1L
'
' 1L
1J
, dan untuk
selain orbital s, 1
1J
, elemen V-matrix
tereduksi dalam Persamaan (3.13) terdiri atas
komponen langsung (direct) dan pertukaran
(exchange) untuk mengakses antisimetrisasi
(eksklusi Pauli) dan non lokalitas yang
keduanya dapat ditemukan dalam Ref.[25].
Selanjutnya, penampang lintang hamburan
reaksi diperoleh dari amplitudo gelombang
1,
4 2 1f i
S i
m m
fi
kf
kl
0
, ,
2 1 , ,i f f i fi i
f f i i i f i f i f
f i
m m m m Lm m JS
i L l J L l J l l L L m m
L L J
L C C T Y
(3.14)
dengan demikian dihasilkan penampang lintang
hamburan parsiil
2
,f i
S
m m
df
d
, (3.15)
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir
PTNBR – BATAN Bandung, 22 Juni 2011 Tema :Peran Sains dan Teknologi Nuklir di Bidang
Kesehatan, Lingkungan, Industri dan Pendidikan
dalam Mendukung Pembangunan Nasional
291
dan penampang lintang hamburan total
2
'
, '
S S
mm
m m
f , (3.16)
yang bersesuaian dengan channel reaksi spin S.
3.2. Reaksi Pada Sistem Nuklir Majemuk
Selain memiliki karakteristik interaksi yang
lebih kompleks (tidak konservatif dan memiliki
derajat kebebasan tidak berhingga)
dibandingkan dengan sistem atomik atau
molekular (hanya interaksi Coulomb), sistem
nuklir secara alamiah tidak stabil dan meluruh
baik dengan waktu paruh pendek (1/ 2 1T
detik) maupun sangat panjang (1/ 2 1000T
tahun). Dengan demikian, sistem nuklir
senantiasa dalam keadaan bereaksi baik akibat
radiasi latar sinar kosmik maupun radiasi dari
nukleon, sistem nukleon dan partikel funda-
mental lain di sekitarnya. Dalam makalah ini
for-malisme pembahasan reaksi nuklir tidak
mengikut-sertakan elemen matrik dari interaksi
nuklir, pembaca yang berkepentingan
dipersilahkan merujuk pada referensi yang
diberikan.
Terdapat beberapa metode utama yang
dapat digunakan membahas reaksi nuklir,
diantaranya adalah Brüeckner-Bethe-Goldstone
(G-matrix), R-matrix, T-matrix (Lippmann-
Schwinger), K-matrix, eikonal (Glauber), dan
metode semiklasik lainnya, bergantung pada
karakteristik reaksi nuklir yang dipelajari. Pada
kesempatan ini diberikan formalisme G-matrix
sebagai suatu metode analisis mikroskopis
reaksi nuklir yang umum ditemukan dalam
literatur dan dapat digeneralisasikan untuk
reaksi-reaksi tertentu dalam aplikasi.
Deskripsi dinamika reaksi sistem benda-
banyak (sistem nuklir majemuk) dalam batas
non relativistik bermula dari persamaan gerak
terkopel untuk matrik densitas benda tunggal
bergantung waktu 11';t dan fungsi korelasi
2-benda bergantung waktu 2 12,1'2';c t seperti
diberikan dalam Ref.[22]
11'; 1 1 11';i t t U t
11'; 1' 1't t U
2 2
2=2'Tr 12 12,1'2'; 12,1'2'; 1'2' ,v c t c t v
(3.17)
dan
2 12,1'2';ic t 2 12,1'2';c t
121 2 1; 2; 12t t U t U t Q v
2 12,1'2';c t
1'2'1' 2' 1'; 2'; 1'2't t U t U t Q v
12 2012 12,1'2';Q v t
20 1'2'12,1'2'; 1'2't v Q
13 1'2' 1'3' 123=3'Tr 13 1'3'v v A A A A
211'; 23,2'3';t c t
23 1'2' 2'3' 123=3'Tr 23 2'3'v v A A A A
222'; 13,1'3';t c t
33 3'Tr 13 23 123,1'2'3';v v c t
3 123,1'2'3'; 1'3' 2'3'c t v v , (3.18)
dimana t i , v ij dan 3c masing-masing
menyatakan operator energi kinetik 1-benda,
interaksi nuklir murni 2-benda dan fungsi
korelasi 3-benda. Operator antisimetrisasi ( ijA )
dan Pauli blocking (ijQ ) dalam Persamaan
(3.18) didefinisikan sebagai
1ij ijP A , (3.19)
dan untuk Pauli blocking,
3 3
3 3'1 Tr 33';ij i jQ P P t
, (3.20)
sedangkan potensial mean-field ;U i t
dituliskan sebagai
33 3'
; Tr 3 33';iU i t v i t
A . (3.21)
Jika didefinisikan operator 12 [22] untuk
propagator 12G ,
12 12 12 12G g v , (3.22)
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir
PTNBR – BATAN Bandung, 22 Juni 2011 Tema :Peran Sains dan Teknologi Nuklir di Bidang
Kesehatan, Lingkungan, Industri dan Pendidikan
dalam Mendukung Pembangunan Nasional
292
dengan mean-field propagator
1
12 1 2 1 2g t t U U i
,
(3.23)
maka berdasarkan hubungan [22]
12 12 121/ 1E g E Qv , (3.24)
dihasilkan persamaan Brüeckner-Bethe-
Goldstone (G-matrix)
12G E v vg E QG E . (3.25)
Dalam bentuk yang lebih umum, persamaan
reaksi G-matrix diberikan oleh [21]
0
QG V V G
H
, (3.26)
dimana G elemen G-matrik reaksi, V potensial
nukleon-nukleon, energi non perturbatif
nukleon yang bereaksi, 0H Hamiltonian non
perturbatif dan Q operator proyeksi Pauli,
selanjutnya didefinisikan elemen matrik kotak
Q untuk renormalisasi elemen matrik Q sebagai
[21] :
0 0 0
ˆ
,
PQP PGP
Q Q QP G G G G G P
H H H
(3.27)
dimana P operator momentum, yang terbentuk
dari diagram Feynman (diagram tangga reaksi
G-matrix) tidak terlipat (nonfolded), bersifat
irreducible (tidak dapat disederhanakan) dan
terkait valensi (valence linked). Berdasarkan
Persamaan (3.27), diperoleh potensial efektif
dalam Hamiltonian eff 0 effH H V yang
dinyatakan dalam kotak Q
n-1
eff eff
1
ˆ1ˆ!
k k
kk
d QV n Q V
k d
, (3.28)
dimana (n) dan (n-1) merujuk pada interaksi
efektif setelah iterasi n dan n-1 kali. Jika
dinyatakan dalam elemen matrik G [Persamaan
(3.25) dan Persamaan (3.26)], besar penampang
lintang hamburan nukleon yang bereaksi dengan
total massa m di dalam potensial Hartree-Fock-
Bogoliubov di atas energi Fermi diberikan oleh
[22] :
2 2 †/16 a
dm G G
d
q q q , (3.29)
dimana q transfer momentum dan a
antisimetrisasi untuk elemen matrik G. Untuk
menunjukkan bahwa di dalam inti majemuk (inti
berat) berlangsung proses difusi dan transport
akibat proses transformasi materi-energi maka
didefinisi-kan penampang lintang hamburan
absorbsi (absorption cross-section) yang dapat
berbentuk [27] :
2 /
2
2
1 1 2 /1 2
2 /
1 ,
ER
E
R E
E
B
R eE R
R
V
E
(3.30)
dimana 1/ER R k jejari absorbsi, rerata
lintasan bebas (mean free path), BV tinggi
potensial barrier dan E energi sistem dalam
kerangka pusat massa. Sedangkan persamaan
transport atau persamaan Vlasov-Uehling-
Uhlenbeck dapat dituliskan [22] :
1BHF 1
1
; , ;p
U r t f tt m
r p
r r p
3 3
2 3 123
coll
4
2
f dd p d p d v
t d
2 4 1 2 3 4 p p p p p p
3 4 1, ; , ; 1 , ;f t f t f t r p r p r p
2 1 21 , ; , ; , ;f t f t f t r p r p r p
3 41 , ; 1 , ;f t f t r p r p , (3.31)
dimana , ;f tr p fungsi distribusi ruang fase,
indeks coll (collective) menyatakan laju
perubahan fase bersama dan potensial
Bogoliubov-Hartree-Fock memiliki bentuk
3
BHF , 'Re ' ';aU t d G t r r r r r , (3.32)
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir
PTNBR – BATAN Bandung, 22 Juni 2011 Tema :Peran Sains dan Teknologi Nuklir di Bidang
Kesehatan, Lingkungan, Industri dan Pendidikan
dalam Mendukung Pembangunan Nasional
293
dengan Re 'aG r r elemen antisimetrik G-
matrix dan ';t r fungsi densitas bergantung
waktu. Penyelesaian persamaan G-matrix
ekuivalen dengan persamaan T-matrix,
sedangkan penyelesaian persamaan transport
membutuhkan aproksimasi teknis yang sebagian
besar dapat ditemukan dalam Ref. [22]
4. PRODUKSI RADIONUKLIDA
Terdapat lebih kurang 1600 radioisotop
yang telah dikarakterisasi di berbagai fasilitas
laboratorium, reaktor nuklir dan akselerator
partikel di seluruh dunia [5]. Secara alamiah
nuklida tidak stabil atau radionuklida meluruh
spontan dengan memancarkan partikel , ,
, dan partikel fundamental lainnya menjadi
radionuklida baru yang lebih stabil.
Radionuklida yang mengalami peluruhan
(dan partikel lainnya) telah diidentifikasi
membentuk 4 (empat) deret radioaktif; Thorium
(4n, 232 208
90 82Th Pb ), Neptunium (4n+1,
237 209
93 83Np Bi ), Uranium (4n+2,
238 206
92 82U Pb ), dan Aktinium (4n+3,
235 207
92 82U Pb ), dimana n bilangan bulat yang
menunjukkan kelipatan massa inti sebelum dan
setelah memancarkan . Untuk mendapatkan
karakteristik radionuklida sesuai dengan
kebutuhan dalam aplikasi maka radionuklida
diproduksi dari material alamiah (raw materials)
melalui proses pengayaan (enrichment) dan
reaksi fisi nuklir baik di dalam reaktor nuklir
penelitian, akselerator partikel, maupun
laboratorium kimia nuklir. Dengan
menggunakan prosedur standar [1-6],
radionuklida dapat dimanfaatkan secara luas
sebagai media pencitraan dan diagnosis
(imaging), pelacakan (tracing), pemuliaan
(genetic engineering) dan radioterapi. Meskipun
kelimpahan (abundance) radionuklida bervariasi
namun dapat dipastikan bahwa setiap 1 gram
materi di bumi mengandung radionuklida
tertentu sehingga dapat digunakan untuk
melacak asal-usul materi tersebut.
4.1. Produksi Radionuklida Dalam Reaktor
Penelitian
Radionuklida sebagian besar diproduksi di
dalam reaktor nuklir penelitian dengan cara
menembakkan neutron proyektil kepada
material tertentu sebagai target sehingga reaksi
fisi berlangsung dan menghasilkan radionuklida
yang diharapkan. Faktor-faktor esensial yang
menentukan keberlangsungan reaksi dan laju
pembentukan radioisotop adalah:
1) Energi dan fluks neutron proyektil,
2) Karakteristik dan jumlah material target,
dan
3) Penampang lintang hamburan aktivasi untuk
jenis reaksi yang diharapkan.
Fluks neutron adalah hasil kali densitas dan
kecepatan rata-rata neutron yang dinyatakan
dalam satuan n/cm2/sec. Informasi tentang
interaksi antara neutron proyektil dengan
material target dapat diekstrak berdasarkan data
penampang lintang hamburan yang diperoleh.
Data tersebut merupakan ukuran probabilitas
bagi suatu reaksi tertentu dapat berlangsung
sesuai dengan setting eksperimen yang
diberikan. Penampang lintang hamburan
merupakan luasan yang dibentuk sebuah inti dan
daerah disekitarnya dimana jika ditembus secara
tegak lurus oleh berkas neutron reaksi fisi nuklir
dapat terjadi. Besar penampang lintang
hamburan (secara empiris) ditentukan oleh
energi kinetik berkas neutron proyektil dan
bervariasi untuk setiap inti. Harga maksimum
penampang lintang hamburan diperoleh untuk
neutron termal sebagai proyektil. Semakin besar
penampang lintang hamburan semakin besar
pula peluang menghasilkan radioisotop yang
diharapkan. Material target yang dapat
digunakan dalam produksi radionuklida
memiliki karakteristik antara lain. [2,26]
1) Tidak bersifat eksplosif, volatil (mudah
menguap), piroporis (mudah memercikkan
api jika digosok), mudah terbakar, dan
sebagainya,
2) Harus stabil pada saat ditembak berkas
neutron proyektil,
3) Material murni (tanpa pengotor atau
campuran) memberikan aktivitas
radioisotop spesifik yang tinggi,
4) Bentuk fisik dari material target adalah
sedemikian sehingga depresi fluks
(disorientasi arah oleh tekanan, aberasi,
absorbsi, dan sebagainya) neutron proyektil
minimum,
5) Material target secara kimia harus stabil
pasca proses iradiasi neutron, dan
6) Jika material target bersifat higroskopis
(banyak menyerap air dari udara),
disarankan untuk memanaskannya sebelum
pengemasan dalam bentuk pellet, kapsul
dan sebagainya.
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir
PTNBR – BATAN Bandung, 22 Juni 2011 Tema :Peran Sains dan Teknologi Nuklir di Bidang
Kesehatan, Lingkungan, Industri dan Pendidikan
dalam Mendukung Pembangunan Nasional
294
Berbagai jenis reaksi nuklir yang umum
ditemukan dalam produksi radioisotop adalah:
1) Reaksi ( ,n ); Radiative capture
(penangkapan radiatif)
Reaksi ini sebagian besar menggunakan neutron
termal dan banyak dilakukan. Sebagai contoh
adalah:
1 59 60
0 27 27 ( = 36.0 barn)n Co Co , (4.1)
1 98 99
0 42 42n+ Mo Mo+ ( = 0.12 barn) , (4.2)
dimana 1 barn = 10-28
m2. Produk dari reaksi ini
adalah isotop dari material target itu sendiri
yang secara kimiawi tidak dapat diuraikan lagi.
2) Reaksi ( ,n ) diikuti peluruhan
Dalam beberapa kasus, reaksi ( ,n )
menghasilkan radioisotop berumur pendek
(tereksitasi kemudian meluruh) yang meluruh
dengan memancarkan sebelum menjadi
radioisotop yang diharapkan.
1 130 131
0 52 52n+ Te Te ( 67 mbarn ),
131 131 -
52 53Te I+ , (4.3)
Namun demikian, pemisahan langsung 131
53I dari
target tellurium dapat dilakukan melalui reaksi
kimia.
3) Reaksi ( ,n p )
Beberapa contoh jenis reaksi ini adalah:
1 32 32 1
0 16 15 1n+ S P+ H ( 165 mbarn ), (4.4)
1 58 58 1
0 28 27 1n+ Ni Co+ H ( 4.8 barn ). (4.5)
Jika energi proton yang terpancar dalam reaksi
ini cukup tinggi, maka dapat digunakan sebagai
sumber radiasi sekunder yang bermanfaat baik
untuk penelitian maupun aplikasi di berbagai
bidang.
4) Reaksi ( ,n )
Reaksi ini dapat menghasilkan radiasi sekunder
sinar , sebagai contoh adalah:
1 6 3 4
0 3 1 2n+ Li H+ He ( 980 barn ). (4.6)
5) Reaksi multistep
Dalam reaksi ini, radioisotop dihasilkan melalui
beberapa tingkatan reaksi, seperti
(i) -238 239 239
92 92 93U n, U Np , (4.7)
(ii) -239 239
93 94Np Pu , (4.8)
dan seterusnya.
6) Reaksi fisi nuklir
Target yang digunakan dalam reaksi fisi nuklir
pada umumnya telah diperkaya berupa fissile
(seperti: berupa pellet siap pakai) atau telah
difertilisasi sehingga mencapai konsentrasi
tertentu [misalnya: (15-20)% ], tingkatan sub
kritis, dari radioisotop tertentu seperti 238
92 U .
Reaksi fisi dengan neutron termal dari 235
92 U
misalnya, akan menghasilkan sejumlah
radioisotop. Setiap reaksi memberikan 2 (dua)
inti pecahan, yang ringan dengan nomor massa
berkisar 95 dan yang berat sekitar 140, dengan
membebaskan sekitar 2.4 neutron/pembelahan.
Sebagai contoh reaksi fisi pada uranium adalah
[4]; a) Secara alamiah:
91/2
238 234 234 234
T 4.5 10U U Pa U
yr
230 226 222 218 214Th Ra Rn Po Pb 214 214 214 210 210Bi Po Pb Pb Bi
210 206Po Pb (stable) ,
(4.9)
dan, b) Dalam reaksi fisi:
235 236 92 141n+ U U Kr+ Ba+3n . (4.10)
4.2. Laju Produksi Radionuklida
Laju pembentukan radioisotop di dalam
reaktor penelitian dapat ditentukan jika aktivitas
radioisotop yang bersangkutan dan penampang
lintang hamburan aktivasi diketahui. Penampang
lintang hamburan aktivasi adalah luasan efektif
inti dimana reaksi neutron proyektil dan inti
target terjadi dengan peluang maksimum. Besar
cross-section aktivasi tersebut dapat ditentukan
berdasarkan data eksperimental hamburan
neutron dan dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan reaksi G-matrix
[Persamaan (3.26), Persamaan (3.27)] dengan
menggunakan potensial nuklir yang tersedia
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir
PTNBR – BATAN Bandung, 22 Juni 2011 Tema :Peran Sains dan Teknologi Nuklir di Bidang
Kesehatan, Lingkungan, Industri dan Pendidikan
dalam Mendukung Pembangunan Nasional
295
dalam literatur. Jika fluks neutron proyektil
(n neutron/cm2/sec.), NT jumlah atom dalam di
dalam material target, act cross-section aktivasi
dan NI jumlah atom teraktivasi di dalam target
(telah bereaksi dengan neutron proyektil), maka
berlaku
act TNIdN
dt , (4.11)
segera setelah radioisotop terbentuk (diproduksi)
maka selanjutnya meluruh secara alamiah sesuai
dengan waktu paruh yang dimilikinya. Laju
netto pertambahan inti radioaktif tersebut
(dengan konstanta peluruhan ) adalah selisih
antara laju produksi dan laju peluruhan, atau
act
I
T I
dNN N
dt , (4.12)
yang memberikan
act 1 tT
I
NN t e
, (4.13)
dengan aktivitas radioisotop pada sampel
samp actR 1 t
I TN N e . (4.14)
Harga aktivitas yang terukur pada umumnya
lebih kecil dari yang diberikan Persamaan (4.14)
karena berbagai faktor seperti: efek silding
(penutupan) sendiri pada target akibat perubahan
fluks neutron secara tiba-tiba, variasi tegangan
catu daya reaktor, depresi fluks neutron,
kerusakan target karena terbakar (terlalu panas),
kerusakan pada produk radioisotop akibat
penangkapan (penyerapan) neutron terus-
menerus, dan sebagainya. Pembahasan
selengkapkan diberikan oleh manual produksi
radioisotop yang diterbitkan IAEA. [2]
4.3. Produksi Radionuklida Untuk Kesehatan
Terdapat informasi yang cukup rinci
tentang proses produksi radioisotop untuk
keperluan medis [2,3,4,5,6]. Seluruh
karakteristik radiasi materi-energi harus dikaji
secara teliti, mendalam dan komprehensif
(menyeluruh) sebelum digunakan dalam
radioterapi, tidak hanya terbatas pada tingkat
energi dan jenis partikel radiasi, tetapi juga
meliputi aspek-aspek; therapeutic (seperti:
pencegahan, penyembuhan dan rehabilitasi
terhadap suatu penyakit), klinis (teknis
perawatan), resiko dampak negatif (genetik,
somatik, in-utero, dll.) dan resiko negatif lainnya
yang belum ditemukan (belum terbukti) pada
saat ini. Beberapa contoh radioisotop yang telah
digunakan dalam radioterapi adalah:
1) Iodine-131
Radioisotop ini digunakan untuk diagnosis dan
terapi atau pengobatan terhadap gangguan pada
kelenjar tiroid, diproduksi dari tellurium alamiah
di dalam reaktor melalui reaksi
-1 130 131 131
0 52 52 53n+ Te Te I+ . (4.15)
Penyiapan radioisotop ini menggunakan proses
oksidasi campuran 2 4 2 4H CrO H SO pada
target yang berakibat pada pengurangan jumlah
asam oksalat dalam campuran tersebut. 131I
yang dibebaskan dari target kemudian ditangkap
larutan 2 3Na SO yang membentuk 131Na I
dalam larutan alkalin solfat.
Gambar 7. Hasil pencitraan menggunakan I-131
untuk kelenjar tiroid normal. Gambar diadopsi
dari Ref.[4].
Gambar 8. Hasil pencitraan menggunakan Tc-
99m-sestamibi [4] yang menunjukkan keberadaan
tumor pada payudara. Gambar diadopsi dari
Ref.[4].
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir
PTNBR – BATAN Bandung, 22 Juni 2011 Tema :Peran Sains dan Teknologi Nuklir di Bidang
Kesehatan, Lingkungan, Industri dan Pendidikan
dalam Mendukung Pembangunan Nasional
296
2) Fosfor-32
Isotop ini digunakan dalam tulang metastatis
untuk mengontrol rasa sakit akibat berbagai
jenis penyakit tulang (defisiensi gizi, kanker,
dll.). Disamping itu, juga digunakan dalam
pertanian dan pada sintesis nucleotides (senyawa
esensial pembentuk DNA). Radioisotop ini
dihasilkan dari iradiasi neutron pada sulfur
alamiah. Setelah diiradiasi, sulfur dimurnikan
dalam vacuum kemudian disimpan di dalam
bejana. Selanjutnya, dicampurkan dalam HCl
konsentrasi rendah (lemah) untuk
menghilangkan ketakmurnian kation (ion
negatif). Produk 32 P terbentuk dalam larutan 32
3 4H PO (asam ortofosfor). Kurang lebih
dihasilkan intensitas radiasi sebesar 2-3 Curie
selama 2 minggu dari sekitar 200 gram sulfur
alamiah.
Gambar 9. Hasil pencitraan menggunakan 32P
untuk diagnosis keberadaan penyakit tulang.
Gambar diadopsi dari Ref.[4].
Informasi selengkapnya dari sekitar 300
radioisotop yang telah diproduksi dan digunakan
secara luas di berbagai bidang dapat diperoleh
dari literatur Ref.[2,3]. Beberapa contoh aplikasi
radioisotop untuk pencitraan dan diagnosis
diberikan oleh Gambar 4.1-4.3.
5. KARAKTERISTIK FISIS
RADIOTERAPI
Jika materi-energi radiasi, berapa pun
energi dan intensitasnya, berinteraksi dengan
inti atom, atom, molekul, dan sel-sel pembentuk
jaringan tubuh manusia baik melalui makanan
dan minuman yang dikonsumsi, udara yang
dihirup, benda-benda di lingkungan sekitar,
maupun dari radioterapi, maka terdapat peluang
reaksi berlangsung di dalam sel-sel tersebut.
Dalam dosis dan energi yang tinggi, materi-
energi radiasi dapat langsung memasuki sistem
transport inti-inti atom dan molekul pada sel-sel
tubuh dalam jumlah yang besar sehingga dapat
menghancurkan (membakar) sel-sel tersebut
secara permanen. Sedangkan dalam dosis rendah
(dose 0.1 Gy) dan energi yang rendah (E 100
keV), materi-energi radiasi tersebut berpeluang
untuk: a). Mengeksitasikan inti atom dalam
molekul, b). Mengionisasikan atom dan
molekul, dan c). Memutuskan ikatan antar atom
dan antar molekul dalam sel. Jika dosis dan
energi radiasi dalam jumlah efektif tertentu
dapat dikendalikan dan digunakan secara hati-
hati, selektif, tepat dan akurat, sesuai prosedur
dalam Ref.[1-6], maka resiko bahaya radiasi
menjadi minimal (tetap ada).
Karena radionuklida senantiasa
memancarkan energi radiasi yang mudah
terdeteksi oleh detektor (seperti: menghitamkan
plat film, mengionisasi gas, menghasilkan arus
listrik, dll.), maka jika nuklida tersebut berada
diantara atom-atom dan molekul-molekul di
dalam sel-sel manusia, seluruh bagian tubuh
(anatomi tubuh) manusia dapat dipetakan secara
detail dalam 3 (tiga) dimensi; misalnya pada CT
(computed tomography), MRI (magnetic
resonance imaging), PET (positron emission
tomography), SPECT (single photon emission
computed tomography), dan sebagainya. Karena
karakteristik tersebut, radionuklida banyak
digunakan untuk mendiagnosis, melacak dan
sekaligus mengobati suatu penyakit, dengan cara
memvariasikan dosis dan energi radiasi. Namun
demikian, terdapat beberapa kendala yang perlu
mendapat perhatian serius:
1) Ekspos radiasi yang tidak diperlukan
Dalam proses radiodiagnosis, radiotracing dan
radioterapi, pada kenyataannya, limitasi ekspos
radiasi hanya untuk sel-sel yang bermasalah
tidak dapat dilakukan. Sehingga menambah
resiko terserang penyakit atau gangguan fungsi
kerja alat-alat tubuh akibat efek hereditas
terganggu (perubahan kode genetik), efek
somatik (terjangkit kanker dan tumor), efek in-
utero (kelainan dan kegagalan kandungan), dan
kerusakan fisik lainnya baik dalam jangka waktu
pendek maupun panjang.
2) Dekomposisi radiolitik air di dalam sel
Karena sebagian tubuh manusia berupa air,
ekspos terhadap materi-energi radiasi, berapa
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir
PTNBR – BATAN Bandung, 22 Juni 2011 Tema :Peran Sains dan Teknologi Nuklir di Bidang
Kesehatan, Lingkungan, Industri dan Pendidikan
dalam Mendukung Pembangunan Nasional
297
pun dosis dan energinya, dapat mengakibatkan
pemutusan ikatan molekul air dan ikatan
molekul lainnya di dalam sel yang mengganggu
fungsi kerja sel dan dapat membentuk senyawa
yang bersifat merusak (racun) di dalam tubuh.
Dalam jangka waktu panjang dekomposisi
radiolitik tersebut dapat menghasilkan efek
somatik (kerusakan fisik) yang dapat menjalar
ke seluruh tubuh.
3) Sensitifitas sel dan alat tubuh
Di dalam tubuh terdapat sel-sel yang sangat
sensitif, misalnya; sel-sel darah yang selalu
membelah (mitosis), dan sel-sel yang kurang
sensitif, seperti sel-sel pada rambut dan kuku.
Sel-sel sensitif lebih rentan terhadap radiasi
dibandingkan sel-sel kurang sensitif. Akibatnya,
sel-sel sensitif lebih mudah mengalami mutasi,
dan berisiko paling tinggi terhadap penyakit
kanker dan tumor.
4) Ketiadaan batas ambang radiasi yang aman
untuk kesehatan
Tidak terdapat batas minimal jumlah materi-
energi radiasi (dosis dan energi) yang aman
tanpa berisiko gangguan kesehatan. Berapa pun
jumlah radiasi yang terserap tubuh, selalu
menghasilkan efek samping yang cenderung
berakibat negatif bagi kesehatan, baik dalam
jangka waktu pendek maupun panjang.
Radioterapi yang benar-benar aman bagi
kesehatan belum dapat diwujudkan sampai
ditemukan teknologi dan materi-energi baru
yang dapat menghilangkan seluruhnya potensi
bahaya dari radiasi secara umum. Untuk seluruh
aplikasi radionuklida diatas, ekspos radiasi harus
dipertahankan pada level terendah (toleran) yang
mungkin dapat dicapai.
6. KESIMPULAN
Totalitas karakteristik sistem nuklir
ditentukan oleh proses-proses fundamental yang
dimanifesta-sikan oleh interaksi nuklir.
Radionuklida merupakan sistem nuklir tidak
stabil yang memiliki karakteristik khas, yaitu
secara alamiah senantiasa meluruh dengan
memancarkan materi-energi dalam intensitas
dan tingkat energi tertentu. Berdasarkan
karakteristik materi-energi yang dipancarkan
tersebut, radionuklida dapat digunakan sebagai
media pencitraan, diagnosis, pelacakan,
pemuliaan dan pengobatan. Oleh karenanya,
secara luas dimanfaatkan di berbagai bidang
kehidupan seperti: kedokteran, pertanian,
pertambangan, industri, penelitian, dan
sebagainya. Transformasi materi-energi,
konservasi bilangan-bilangan dan simetri
merupakan contoh proses-proses fundamental
yang bertanggungjawab atas ketidakstabilan
radionuklida tersebut.
Berdasarkan data observasi dan analisis
terhadap struktur energi dan reaksi yang terjadi,
interaksi nuklir dikuantisasikan dalam bentuk
potensial nuklir yang meliputi potensial realistik
dan efektif. Potensial realistik diturunkan
langsung berdasarkan data eksperimental,
sedangkan potensial efektif diperoleh
berdasarkan analisis optimalisasi reaksi nuklir
untuk keadaan kuantum tertentu. Potensial
efektif dapat dihasilkan melalui penyelesaian
persamaan G-matrix dan persamaan serupa
lainnya yang berlaku dalam reaksi sistem nuklir.
Selanjutnya, seluruh karakteristik inti atau
nuklida dapat dijelaskan berdasarkan hasil
pemecahan persamaan keadaan dengan
konstrain potensial nuklir tersebut. Proses fisika
yang terjadi dalam produksi radionuklida baik
melalui reaktor penelitian, akselerator, maupun
reaksi kimiawi seluruhnya didasarkan atas
mekanisme interaksi nuklir. Setiap radionuklida
diproduksi dengan menggunakan standar
tertentu dan dipersiapkan untuk keperluan
tertentu pula.
Meskipun tidak terdapat batas ambang
radiasi materi-energi yang aman bagi kesehatan
(zero risk), radioterapi dapat dilakukan dengan
menggunakan prosedur standar internasional
dengan ekspos radiasi seminimal mungkin.
Ekspos radiasi dalam dosis dan energi tinggi
dapat menghancurkan sel dan dapat
menyebabkan kematian, sedangkan ekspos
radiasi dalam dosis dan energi rendah dapat
menyebabkan dan menambah resiko terjangkit
atau menderita gangguan penyakit genetik,
somatik dan in-utero sebagai hasil dari proses-
proses: ionisasi, eksitasi, disorientasi dan
pemutusan ikatan-ikatan antar atom dan antar
molekul di dalam sel-sel pada manusia.
7. UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis berterima kasih kepada Keluarga
Besar Jurusan Pendidikan Fisika, FPMIPA, UPI,
atas ketersediaan sarana yang mendukung
kelancaran penulisan makalah ini.
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir
PTNBR – BATAN Bandung, 22 Juni 2011 Tema :Peran Sains dan Teknologi Nuklir di Bidang
Kesehatan, Lingkungan, Industri dan Pendidikan
dalam Mendukung Pembangunan Nasional
298
8. DAFTAR PUSTAKA
1. IAEA, “Comprehensive Audits of Radio-
therapy Practices: A Tool for Quality
Improvement, Quality Assurance Team for
Radiation Oncology (QUATRO)”,
International Atomic Energy Agency,
Vienna, (2007).
2. IAEA, “Manual for Reactor Produced
Radioisotopes”, International Atomic
Energy Agency, Vienna (2003).
3. IAEA, “Practical Radiation Technical
Manual, Health Effects and Medical
Surveillance”, International Atomic Energy
Agency, Vienna (2004).
4. FISHER, D.R., Medical Isotope Production
and Use, Office of National Isotope
Programs, March 20, 2009, Washington
State University (2009).
5. VAN DER KEUR, H., Medical
Radioisotopes Production Without A
Nuclear Reactor, Laka Foundation, May 22,
2010. Available: www.laka.org
6. PHILLIPS, D.R., Radioisotope Production
at Los Alamos National Laboratory,
Radioisotope Applications and Production,
Isotope and Nuclear Chemistry Group,
March 21, 2002, Los Alamos Neutron
Science Center (LANSC), USA (2002).
7. RING, P., and SCHUCK, P., “The
Nuclear Many-Body Problem”, Springer
Verlag, Berlin (2004).
8. GREINER, W., SCHRAMM, S. and
STEIN, E., “Quantum Chromodynamics”,
Second Ed., Springer-Verlag, Berlin,
Heidelberg, Germany (2002).
9. HAMADA, T. and JOHNSTON, I.D.,
Nuclear Physics 34 (1962) 382.
10. REID, R.V. JR., Annals of Physics 50
(1968) 411.
11. GOGNY, D., PIRES P. and De
TOURREIL, R., Physics Letters 32B
(1970) 591.
12. WIRINGA, R. B., SMITH, R. A. and
AINSWORTH, T. L., Physical Review C
29 (1207) (1984).
13. WIRINGA, R. B., STOKS, V. G. J. and
SCHIAVILLA, R., Physical Review C 51,
(38) (1995).
14. MACHLEIDT, R., Physical Review C 63,
(024001-1) (2001).
15. PIEPER, S.C., PANDHARIPANDE, V.
R., WIRINGA, R. B. and CARLSON, J., Physical Review C 64 (014001-1) (2001).
16. KANADA, H., KANEKO, T., NAGATA,
S. and NOMOTO, M., Prog. Theor. Phys.,
5 (61) (1979) 1327.
17. SACK, S., BIEDENHARN, L.C., BREIT,
G., Phys. Rev., 93 (1954) 321.
18. ARIFIN, M., Pemberdayaan sistem basis
data nuklir teruji ENDF untuk
pengembangan model realistik proses fisika
dalam reaktor PLTN (Prosiding Seminar
Nasional ke-14 Teknologi dan Keselamatan
PLTN Serta Fasilitas Nuklir, Bandung, 5
Nopember 2008, ISSN: 0854-2910),
BATAN-UNPAD, Bandung (2008) 1-15.
19. JOHNSON, B. R., J. Chem. Phys., 67
(1977) 4086.
20. KHEIFETS, A. S., IPATOV, A.,
ARIFIN, M., and BRAY, I., Physical
Review A, 62 (052724) (2000) 1-10.
21. DEAN, D.J., RESSEL, M.T., HJORTH-
JENSEN, M., KOONIN, S.E.,
LANGANKE, K., and ZUKER, A. P.,
Physical Review C 59 (5) (1999).
22. CASSING, W., METAG, V., MOSEL, U.,
and NIITA, K., Physics Reports 188 (6)
(1990) 363-449.
23. ARIFIN, M., Calculation of Two-Electron
Photoionization of Metastable Helium
Using the CCC Method, Master Thesis,
Institute of Advanced Studies, Atomic and
Molecular Physics Laboratories,
RSPHYSSE, The Australian National
University, Canberra, Australia (2000).
24. DYALL, K.G., GRANT, I.P., JOHNSON,
C.T., PARPIA, F.A., and PLUMMER,
E.P., Computer Physics Communications
55 (1989) 425-456.
25. FURSA, D.V., Calculation of electron
scattering on helium, Ph.D. Thesis, School
of Physical Sciences, The Flinders
University of South Australia, (1995).
26. SAHOO, S. and SAHOO, S., “Productions
and Applications of Radioiso-topes”,
Physics Education, India, (2006).
27. HUSSEIN, M.S., REGO, R.A. and
BERTULANI, C.A., Physics Reports, 201
(5) (1991) 279-334.
28. ANONYMOUS, Biological Effects of
Radiation, Reactor Concepts Manual,
USNRC Technical Training Center.
29. ARIFIN, M., A Hybrid-VTY Model for the
T=0,1 States of A=6 Nuclei, Ph.D. Thesis,
Hokkaido University, Sapporo, Japan
(2006).
30. TAKAYUKI, M., Note for Solving Two-
Nucleon System, Nuclear Theory Group,
Division of Physics, Graduate School of
Science, Hokkaido University, Sapporo,
Japan (2004) 1-11.
31. EDMONDS, A.R., “Angular Momentum in
Quantum Mechanics”, Princeton
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir
PTNBR – BATAN Bandung, 22 Juni 2011 Tema :Peran Sains dan Teknologi Nuklir di Bidang
Kesehatan, Lingkungan, Industri dan Pendidikan
dalam Mendukung Pembangunan Nasional
299
Landmarks in Physics, Princeton University
Press, Third Printing, New Jersey, USA
(1974).
32. VARSHALOVICH, D.A., MOSKALEV,
A.N. and KHERSONSKII, V.K.,
“Quantum Theory of Angular Momentum”,
World Scientific, Singapore (1988).
33. ARIFIN, M., Struktur energi dan reaksi
breakup coulomb inti majemuk (6He,
6Li,
6Be) dengan menggunakan nukleon-nukleon
potensial pealistik (Prosiding Seminar
Nasional ke-15 Teknologi dan Keselamatan
PLTN Serta Fasilitas Nuklir, Surakarta, 17
Oktober 2009, ISSN: 0854-2910), BATAN-
UNS, Surakarta (2009) 113-128.