MELACAK KUASA DALAM WACANA PEMBANGUNAN · direncanakan membangun marina, hotel, dan bangunan...

12
MELACAK KUASA DALAM WACANA PEMBANGUNAN (Melacak Operasi Kekuasaan Yang Bekerja Melalui Wacana Pembangunan Pariwisata di Labuan Bajo, Manggarai Barat, Flores) Oleh: Cristian Syukur Latar Belakang Labuan Bajo merupakan sebuah daerah yang terletak di ujung barat pulau Flores, kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang kini tengah menjadi sorotan nasional pun internasional sebagai ekses dari potensi pariwisata yang begitu melimpah. Dengan kondisi yang demikian, pemerintah pusat pun telah menempatkan Labuan Bajo sebagai salah satu dari sepuluh daerah prioritas pembangunan pariwisata nasional. 1 Dengan kebijakan ini, Labuan Bajo kemudian menjadi salah satu daerah yang mendapatkan perhatian utama dari pemerintah pusat dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang ditandai dengan inisiatif pemerintah untuk membentuk sebuah badan otorita serta begitu banyaknya dana pembangunan yang masuk untuk mempercepat pembangunan infrastruktur serupa marina, jalur trans-flores, pengembangan landasan pacu bandara, dan lain sebagainya. 2 Dalam hal strategi percepatan pembangunan, penetapan Labuan Bajo sebagai salah satu daerah prioritas pembangunan (pariwisata) tentu merupakan sebuah pencapaian progresif bagi daerah sendiri serta merupakan suatu langkah sebagai wujud itikad baik dari pemerintah pusat yang perlu diapresiasi. Tak dapat disangkal bahwa, sektor pariwisata merupakan salah satu leading sector pembangunan di Manggarai Barat khususnya dan di NTT pada umumnya. 3 Jika menggunakan logika trickle down effect, kebijakan ini pada dasarnya akan membantu memperbaiki infrastruktur, meningkatan kunjungan wisatawan ke Labuan Bajo, memberikan peluang bagi terciptanya lapangan kerja yang baru, membuka kesempatan bagi tersedianya 1 Ratman, Dadang Rizki, 2016, “Pembangunan Destinasi Pariwisata Prioritas 2016 -2019-Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Investasi Pariwisata Kementerian Pariwisata Disampaikan pada Rapat Koordinasi Nasional Kementerian Pariwisata “Äkselerasi Pembangunan Kepariwisataan Dalam Rangka Pencapaian Target 12 Juta Wisman dan 260 Juta Wisnus 2016”, Pesona Indonesia, Jakarta. 2 http://id.beritasatu.com/home/labuan-bajo-masuk-10-destinasi-prioritas/162050 (diakses pada 31 Mei 2018) 3 Selain pariwisata, pertanian dan peternakan juga merupakan sektor unggulan yang selama ini menopang perekonomiian di Maggarai Barat dan juga NTT secara keseluruhan.

Transcript of MELACAK KUASA DALAM WACANA PEMBANGUNAN · direncanakan membangun marina, hotel, dan bangunan...

Page 1: MELACAK KUASA DALAM WACANA PEMBANGUNAN · direncanakan membangun marina, hotel, dan bangunan komersial di Tenpat Pelelangan Ikan (TPI). Bahkan untuk itu, sekitar belasan rumah tangga

MELACAK KUASA DALAM WACANA PEMBANGUNAN

(Melacak Operasi Kekuasaan Yang Bekerja Melalui Wacana Pembangunan Pariwisata di

Labuan Bajo, Manggarai Barat, Flores)

Oleh: Cristian Syukur

Latar Belakang

Labuan Bajo merupakan sebuah daerah yang terletak di ujung barat pulau Flores,

kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang kini tengah menjadi sorotan

nasional pun internasional sebagai ekses dari potensi pariwisata yang begitu melimpah.

Dengan kondisi yang demikian, pemerintah pusat pun telah menempatkan Labuan Bajo

sebagai salah satu dari sepuluh daerah prioritas pembangunan pariwisata nasional.1 Dengan

kebijakan ini, Labuan Bajo kemudian menjadi salah satu daerah yang mendapatkan perhatian

utama dari pemerintah pusat dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang ditandai dengan

inisiatif pemerintah untuk membentuk sebuah badan otorita serta begitu banyaknya dana

pembangunan yang masuk untuk mempercepat pembangunan infrastruktur serupa marina,

jalur trans-flores, pengembangan landasan pacu bandara, dan lain sebagainya.2

Dalam hal strategi percepatan pembangunan, penetapan Labuan Bajo sebagai salah

satu daerah prioritas pembangunan (pariwisata) tentu merupakan sebuah pencapaian progresif

bagi daerah sendiri serta merupakan suatu langkah sebagai wujud itikad baik dari pemerintah

pusat yang perlu diapresiasi. Tak dapat disangkal bahwa, sektor pariwisata merupakan salah

satu leading sector pembangunan di Manggarai Barat khususnya dan di NTT pada umumnya.3

Jika menggunakan logika trickle down effect, kebijakan ini pada dasarnya akan membantu

memperbaiki infrastruktur, meningkatan kunjungan wisatawan ke Labuan Bajo, memberikan

peluang bagi terciptanya lapangan kerja yang baru, membuka kesempatan bagi tersedianya

1 Ratman, Dadang Rizki, 2016, “Pembangunan Destinasi Pariwisata Prioritas 2016 -2019-Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Investasi Pariwisata Kementerian Pariwisata Disampaikan pada Rapat Koordinasi Nasional Kementerian Pariwisata “Äkselerasi Pembangunan Kepariwisataan Dalam Rangka Pencapaian Target 12 Juta Wisman dan 260 Juta Wisnus 2016”, Pesona Indonesia, Jakarta. 2 http://id.beritasatu.com/home/labuan-bajo-masuk-10-destinasi-prioritas/162050 (diakses pada 31 Mei 2018) 3 Selain pariwisata, pertanian dan peternakan juga merupakan sektor unggulan yang selama ini menopang perekonomiian di Maggarai Barat dan juga NTT secara keseluruhan.

Page 2: MELACAK KUASA DALAM WACANA PEMBANGUNAN · direncanakan membangun marina, hotel, dan bangunan komersial di Tenpat Pelelangan Ikan (TPI). Bahkan untuk itu, sekitar belasan rumah tangga

ruang bagi warga masyarakat local untuk membuka usaha ekonomi, mengurangi tingkat

pengangguran, meningkatkan pendapatan per kapita warga masyarakat, meningkatkan

pendapatan asli daerah (PAD) yang kemudian dapat dialokasikan untuk membiayai

pembangunan daerah, serta berbagai effect lainnya.

Namun meski pun demikian, sebuah kebijakan tidak lah selalu mulus dan dapat

diterima secara universal. Dalam konteks kebijakan yang menempatkan Labuan Bajo sebagai

salah satu daerah yang mendapat perhatian utama dari pemerintah dalam kancah pembangunan

nasional, pun senantiasa diiringi oleh berbagai pro-kontra, perdebatan, adu wacana dan lain

sebagainya. Ada begitu banyak bahan perdebatan dalam menanggapi kebijakan ini, baik soal

ketidaksiapan pemerintah daerah serta warga masyarakat local yang rentan dikebiri, soal

wacana pembangunan yang tampak menafikan sektor lainnya, sampai pada kritikan terhadap

wacana pembangunan sebagai wacana dominan yang selalu dipromosikan oleh pemerintah

beserta sejumlah perangkat kuasa diskursif atau rezim wacana (meminjam bahasa Foucault)

untuk memberi penegasan akan kesucian pembangunan.

Penulis sendiri melihat berbagai bentuk tanggapan pro-kontra maupun kritikan ini

sebagai hal yang lumrah dan bahkan tampak sebagai sebuah kebutuhan bagi kita untuk selalu

menciptakan diskursus serupa untuk mencapai sebuah tatanan masyarakat yang kita ingingkan.

Yang perlu diperhatikan juga adalah, berbagai bentuk tanggapan pro-kontra, kritikan sampai

pada skeptisisme atau pun kecurigaan public terhadap kehadiran negara (pemerintah pusat) di

Labuan Bajo tidak lah terlepas dari kondisi social yang memungkinkan untuk itu. Dengan kata

lain bahwa, beragam tanggapan ini tidak hadir dari ruang kosong, melainkan karena ada situasi

dan juga kejadian yang menciptakan sebuah kemungkinan-kemungkinan tertentu bagi lahirnya

perdebatan ini. Misalkan dalam wacana yang sangat banyak disoroti adalah soal kehadiran

negera melalui didirikannya sebuah badan otorita pariwisata (BOP) yang memijakkan kakinya

di Labuan Bajo dengan narasi yang mulia yakni “mengakselerasi pembangunan pariwisata” di

Labuan Bajo agar mampu berkontribusi optimal bagi kemaslahatan hidup warga masyarakat

local pada umumnya. Sederhanannya, dalam tempo yang sesingkat-singkatnya BOP mulai

menunjukkan sisi gelapnya, yang alih-alih berpijak pada pencapaian kemaslahatan bersama

justru memfasilitasi beragam persoalan yang berpotensi melanggengkan dominasi elite

ekonomi politik dan marginalisasi warga masyarakat local. Dalam sejumlah laporan dinamika

pembangunan pariwisata di Labuan Bajo, misalkan yang dimuat di Floresa.co bahwa beragam

Page 3: MELACAK KUASA DALAM WACANA PEMBANGUNAN · direncanakan membangun marina, hotel, dan bangunan komersial di Tenpat Pelelangan Ikan (TPI). Bahkan untuk itu, sekitar belasan rumah tangga

persoalan yang justru menindas warsga masyarakat local seperti privatisasi asset public,

pencaplokal, penggusuran, dan lain sebagainya semakin massif terjadi semenjak sektor

pariwisata Labuan Bajo dikelola oleh BOP.4

Investasi yang hadir melalui BOP berjumlah Rp16 triliun dengan komposisi Rp 8

trilliun dari pemerintah dan Rp 8 trilliun atau sebagiannya dari sektor swasta. Dari porsi

investasi saja, sudah dapat dilihat orientasi keberpihakannya. Dari Rp 16 trilliun, separuhnya

yakni sebesar 8 trilliun dari sektor privat. Hal itu tidak hanya menghilangkan posisi tawar

negara, tetapi juga hukum rimba berlaku di kalangan investor. Siapa kuat dia dapat Apalagi,

dari Rp 8 trilliun yang disediakan pemerintah, semuanya berorientasi melayani investasi

pariwisata ketimbang layanan publik. Anggaran sebesar Rp 250 milliar, msalnya,

direncanakan membangun marina, hotel, dan bangunan komersial di Tenpat Pelelangan Ikan

(TPI). Bahkan untuk itu, sekitar belasan rumah tangga yang tinggal di sana diminta

dipindahkan. Tidak hanya itu. Pembangunan yang lain-lain sepenuhnya melayani kebutuhan

pariwisata. Di antaranya, pembangunan bandar udara, pembangunan jalan lintas utara dan

selatan, penambahan daya listrik, dan pengadaan air bersih demi kebutuhan kapal yatch.

Bahkan Fajarudin, salah seorang pelaku wisata mengatakan, “BOP adalah kuda tunggangan

investor.5 Bahkan dalam studi yang dilakukan oleh Paju Dale (2013)6 menemukan bahwa

penguasaan sumber daya ekonomi pasca gencarnya pembangunan pariwisata di Labuan Bajo

tidak lagi memiliki indikasi yang mengarah pada kesejahteraan masyarakat local. Justeru

sebaliknya, akses sumber daya ekonomi di kota tersebut telah dikuasai oleh warga negara

asing. Dari 41 jumlah usaha perhotelan di Labuan Bajo, hanya 5 diantaranya yang dimiliki

oleh orang Flores sendiri. Temuan ini (dengan sejumlah temuan lainnya) yang kemudian

dipopulerkan dalam istilah “dolar ketemu dolar”.

Dengan kenyataan sejumlah persoalan ini lah, penulis kemudian berusaha untuk

menelusuri jejak kuasa yang merupakan bagian inheren dari tiap wacana pembangunan.

Dengan demikian, penulisan papper sederhana ini merupakan salah satu bagian dari usaha

4 http://www.floresa.co/2017/03/16/memoles-janji-lama-ala-otorita-pariwisata-labuan-bajo/ (diakses pada 31 Mei 2018)

5 Ibid,. 6 Dale, Cypri Jehan Paju, 2013 “Kuasa, Pembangunan Dan Pemiskinan Sistemik: Kajian Kontra-Hegemoni Dengan Focus Di Manggarai Raya NTT-Indonesia”, Sunspirit Books, Labuan Bajo

Page 4: MELACAK KUASA DALAM WACANA PEMBANGUNAN · direncanakan membangun marina, hotel, dan bangunan komersial di Tenpat Pelelangan Ikan (TPI). Bahkan untuk itu, sekitar belasan rumah tangga

penulis untuk menjawab persoalan yang ada. Paper ini berusaha untuk mengurai silang

sengkarut terkait pertanyaan “bagaimana kekuasaan beroperasi melalui wacana pembangunan

pariwisata di Labuan Bajo, Flores?”.

Kerangka Teori

Dengan mengacu pada judul serta beberapa bagian ulasan yang disampaikan

penulis pada bagian latar belakang di atas, maka penulis menggunakan pemikiran seorang

filsuf mazhab strukturalis-post strukturalis,7 Michel Foucault dalam memaparkan konsep

tentang wacana dan kekuasaan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari konsep awalnya

tentang episteme. Dengan demikian, penulis akan mengawali bagian ini dengan mengulas

konsep Foucault tentang episteme.

Épistémè sebagai struktur

Dalam Les mots et les choses (1966) Foucault melahirkan istilah épistémè yang

secara sederhana dapat diartikan sebagai keseluruhan ruang bermakna, stratigrafi yang

mendasari kehidupan intelektual, serta kumpulan prapengandaian pemikiran suatu jaman.

Bambang Sugiharto menyebut épistémè sebagai struktur kognitif fundamental yang mendasari

keseluruhan pola berpikir masyarakat di suatu jaman. Beberapa kritikus lain menyebutkan

bahwa épistémè bisa disejajarkan dengan paradigma menurut pandangan Thomas Kuhn. 8

Sebagai sebuah struktur, épistémè dapat dikenali dari salah satu sifat struktur yang

disepakati oleh para pemikir strukturalis, yaitu totalitas. Dalam bukunya L’archeologie du

savoir (1969) Foucault menjelaskan épistémè sebagai sebuah totalitas yang menyatukan,

dalam arti mengendalikan cara kita memandang dan memahami realitas tanpa kita sadari.

Épistémè hanya berlaku pada suatu zaman. Ketika kita sadar akan épistémè yang

7 Penulis disini menepatkan Foucault untuk berposisi pada kedua aliran mazhab tersebut bukan tanpa alasan. Penulis masih ragu untuk menempatkannya pada satu aliran semata, dikarenakan pemikiran Foucault menjangkau kedua aliran tersebut. Nuansa strukturalis dalam pemikiran Foucault dapat kita temukan dalam konsepnya tentang episteme sebagai sturktur awal yang mengkonstruksi peradaban dan merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari dan ditolak. Di sisni Foucault menyetujui pernyataan bahwa subjek tidak memaknai dunia melalui kebebasannya yang penuh dengan kecemasan seperti pemikiran kaum eksistensialis, tetapi subjek ditentukan oleh struktur dalam yang ada di balik kesadaran manusia. Sedangkan, nuansa post-strukturalis sendiri sangatlah kental dalam pemikirannya tentang kekuasaan sebagai susuatu yang menyebar, tidak terpusat, tidak bisa dilokalisasi dan selalu ada atau inheren dalam tidap bangunan relasi. 8 Rusdiarti, Suma Riella, 2008, “Struktur Dan Sifatnya Dalam Pemikiran Michel Foucault”, Program S3 Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Depok

Page 5: MELACAK KUASA DALAM WACANA PEMBANGUNAN · direncanakan membangun marina, hotel, dan bangunan komersial di Tenpat Pelelangan Ikan (TPI). Bahkan untuk itu, sekitar belasan rumah tangga

mempengaruhi kita, berarti kita telah berada dalam épistémè yang berbeda, karena menurut

Foucault épistémè tidak dapat dilihat atau disadari ketika kita ada di dalamnya. Épistémè tidak

bisa dilacak, tetapi dapat ditemukan dengan cara mengungkap “yang tabu, yang gila, dan yang

tidak benar” menurut pandangan suatu jaman. Pada saat kita menemukan “yang tabu”, maka

kita telah mengetahui sebelumnya “yang pantas”. Saat kita tahu “yang gila”, maka kita

sebelumnya telah tahun mana “yang normal”. Demikian juga dengan “yang tidak benar”, saat

kita temukan, berarti kita ada di dalam “yang benar”. Klasifikasi-klasifikasi itulah yang

sepenuhnya didasari oleh épistémè suatu jaman. Oleh karena itulah Foucault sangat serius

mendalami masalah kegilaan, seksualitas, dan kejahatan, karena melalui ketiga hal itulah dia

bisa mengidentifikasi épistémè suatu jaman.9

Wacana dan Kekuasaan

Selanjutnya, Foucault menjelaskan épistémè dengan konsepnya tentang wacana

dan kekuasaan. Pada saat mengungkap “yang tabu, yang gila, dan yang tidak benar” dalam

suatu jaman atau masyarakat, Foucault memperkenalkan hubungan antara wacana,

pengetahuan, dan kekuasaan. Di dalam épistémè ada hubungan yang erat antara bahasa dan

realitas. Bahasa tidak transparan, bahasa bukanlah cermin realitas, tetapi bahasa ditentukan

oleh épistémè. Realitas yang disampaikan bahasa dengan demikian adalah realitas yang

dibentuk oleh épistémè. Bahasa di sini berarti adalah wacana yang merupakan pengetahuan

yang terstruktur. Menurut Foucault, berbicara tentang wacana, berarti berbicara tentang aturan-

aturan, praktik-praktik yang menghasilkan pernyataan-pernyataan yang bermakna pada satu

rentang historis tertentu.10

Wacana menurut Foucault berkaitan erat dengan konsep kekuasaan. Konsep

kekuasaan Foucault berbeda dengan konsep kekuasaan yang telah ada sebelumnya. Kekuasaan

bukanlah struktur politis seperti pemerintah atau kelompok-kelompok sosial yang dominan.

Kekuasaan bukanlah raja yang absolut atau tuan tanah yang tiranik. Foucault mendefinisikan

kembali kekuasaan dengan menunjukkan ciri-cirinya, bahwa kekuasaan itu tersebar, tidak

dapat dilokalisasi, merupakan tatanan disiplin dan dihubungkan dengan jaringan, memberi

struktur kegiatan-kegiatan, tidak represif tetapi produktif, serta melekat pada kehendak untuk

mengetahui. Ciri-ciri tersebut memang tidak menjelaskan “apa itu kekuasaan?”, tetapi

9 Ibid,.. 10 Ibid,..

Page 6: MELACAK KUASA DALAM WACANA PEMBANGUNAN · direncanakan membangun marina, hotel, dan bangunan komersial di Tenpat Pelelangan Ikan (TPI). Bahkan untuk itu, sekitar belasan rumah tangga

Foucault lebih tertarik untuk melihat bagaimana kekuasaan dipraktikkan, diterima, dan dilihat

sebagai kebenaran dan juga kekuasaan yang berfungsi dalam bidang-bidang tertentu.

Kekuasaan Foucault bukanlah milik tetapi strategi. Dalam hal ini Foucault tidak memisahkan

antara pengetahuan dan kekuasaan. Tidak ada pengetahuan tanpa kekuasaan dan tidak ada

kekuasaan tanpa pengetahuan.

Foucault percaya bahwa agar kekuasaan dapat beroperasi dibutuhkan adanya

“rezim wacana” yang ada di dalam setiap kebudayaan dan masyarakat dan dapat

memperlihatkan model “permainan kebenaran” atau truth-games seperti yang diperkenalkan

oleh Nietsche. Permainan kebenaran menurut Nietsche memiliki empat prinsip, yaitu prinsip

eksterioritas, prinsip fiksi, prinsip penyebaran, dan prinsip kejadian. Prinsip eksterioritas

percaya bahwa di balik wacana tersimpan sisi tiranik nurani. Di balik ucapan seseorang ada

naluri ingin menguasai. Prinsip fiksi menyatakan bahwa kebenaran tidak lain adalah kasus

khusus kekeliruan. Contoh yang sering dipakai adalah bagaimana wacana Galileo dan

Copernicus yang menyatakan bahwa bumi itu bulat pada awalnya dianggap sebagai kekeliruan

ketika berhadapan dengan wacana dominan waktu itu yang percaya bahwa bumi itu datar.

Prinsip ketiga adalah prinsip penyebaran, yang artinya kebenaran tidak tergantung pada salah

satu subjek, tetapi tergantung pada sintesa pengetahuan subjek. Prinsip keempat adalah prinsip

kejadian yang melihat bahwa kebenaran tidak mendefinisikan keseluruhan tetapi merupakan

penemuan yang khas suatu jaman. Keempat prinsip permainan kebenaran inilah yang biasanya

ada dalam rezim wacana. Rezim wacana sangat berperan di dunia ilmiah atau dunia kaum

intelektual, karena inti dari rezim wacana adalah rezim kebenaran.11

Dengan mengikuti alur pemikiran Foucault, maka kita dapati bahwa wacana

hadir melalui kebijakan pembangunan yang digaungkan oleh pemerintah, diusahakan untuk

mendapatkan legitimasinya melalui adu gagasan atau pun ide yang tidak lain merupakan

bentuk artikulasi hasrat dominasi atau kekuasaan itu sendiri. Foucault memang tidak

mendefinisikan apa itu kekuasaan. Kekuasaan itu soal strategi. Artinya bahwa, berbagai

macam konsep yang diutarakan, kajian, serta identifikasi persoalan yang ada di dalam

masyarakat akan memproduksi sebuah wacana atau “kebenaran” yang didalamnya

mengandung intirik-intrik dominative atau kehendak untuk menguasai itu sendiri.

11 Ibid,..

Page 7: MELACAK KUASA DALAM WACANA PEMBANGUNAN · direncanakan membangun marina, hotel, dan bangunan komersial di Tenpat Pelelangan Ikan (TPI). Bahkan untuk itu, sekitar belasan rumah tangga

Relasi Wacana dan Kekuasaan Dalam Pembangunan Sektor Pariwisata di Labuan Bajo

Sebagaimana yang penulis sampaikan pada bagian akhir di atas, bahwa dengan

menggunakan konsep wacana dan pengetahuan dari Foucault maka kita bisa menemukan

wacana yang hadir dalam bentuk kebijakan pemerintah untuk menempatkan Labuan Bajo

sebagai salah satu daerah prioritas pembangunan pariwisata nasional. Wacana yang

digaungkan ini tidak lah lahir dari kehampaan. Wacana ini merupakan proyek diskursif sebagai

penjelmaan ide, gagasan, konsep, kajian dan lain sebagainya yang didalamnya melekat sisi-

sisi tiranik untuk mendominasi dan menguasai potensi pariwisata di Labuan Bajo. Tentunya

wacana ini tidak serta merta digaungkan lalu jalankan. Wacana ini terlebih dahulu hadir dan

mengisi ruang-ruang diskursif untuk menjadikannya sebagai sebuah kebenaran sehingga

mampu mengkonstruksi pemikiran public untuk segera dijalankan.

Ada banyak cara agar wacana ini bisa hadir dan mengisi ruang-ruang diskursif

untuk mendominasi gagasan public. Misalnya melalui diskusi, seminar, sosialisai, promosi,

kajian, publikasi hasil penelitian, dan lain sebagainya; yang dalam konteks wacana

pembangunan pariwisata di Labuan Bajo akan banyak menguraikan soal keterbelakangan atau

ketidakmampuan pemerintah daerah untuk mengelola pariwisata sehingga membutuhkan

campurtangan pemerintah pusat, membicarakan soal ketidakefektifan dari dinas pariwisata

sehingga kehadiran BOP adalah sesuatu yang urgen, menguraikan soal ketaktersediaan

infrastruktur sebagai penyebab kemiskinan sehingga satu-satunya solusi adalah dengan

pembangunan infrastruktur secara massif, dan masih banyak cara-cara lainnya. Contoh yang

tampak nyata soal bagiamana wacana ini hadir dan mencoba untuk mengisi dan

mengkonstruksikan pemikiran public adalah melalui ucapan dari para tokoh politik atau

pejabat-pejabat negara. Misalnya, wacana yang dilemparkan oleh seorang menteri BUMN Rini

M. Soemarno untuk menjadikan Labuan Bajo sebagai Bali kedua, tanpa menguaraikan lebih

lanjut sejauh mana kebijakan itu mampu menjamin agar distribusi pendapatan dari sektor

pariwisata mampu memperbaiki kondisi perekonoian warga masyarakat local; atau paling

tidak beliau menjabarkan konsistensi negara untuk mengsirkulasi kekuasaan ekonomi-politik

di Labuan Bajo sehingga mampu membongkar ketimpangan dan monopoli kekuasaan

Page 8: MELACAK KUASA DALAM WACANA PEMBANGUNAN · direncanakan membangun marina, hotel, dan bangunan komersial di Tenpat Pelelangan Ikan (TPI). Bahkan untuk itu, sekitar belasan rumah tangga

ekonomi-politik agar wacana yang digaungkan punya daya tawar tersendiri dan tidak terkesan

bualan omong kosong.12

Senada dengan menteri Rini, Gubernur NTT Frans Lebu Raya juga mengutaarakan

pemikiran yang sama “Kami sangat merasakan peran BUMN dalam mendukung kawasan

pariwisata Indonesia, khususnya Labuan Bajo ini. Kehadiran Labuan Bajo Marina ini akan

sangat memberikan manfaat, khususnya masyarakat Manggar karena perekonomian akan

semakin bergeliat, dan akan banyak rekrutmen tenaga kerja jika proyek ini berjalan”.

Argument seperti ini sama sekali tidak mampu masuk lebih dalam sebagai sebuah upaya untuk

mengidentfikasi persoalan kemiskinan, atau pun pengangguran di Labuan Bajo (Manggarai

Barat). Dalam studi pembangunan sendiri, argument Lebu Raya yang melihat kemiskinan dan

pengangguran semata-mata karena tidak memadainya infrastruktur adalah bagaian dari

argument yang konvensional dan usang. Daron Acemoglu dan James A. Robinson (2014)

menolak hipotesis serupa sebagai penyebab kemiskinan, ketimpangan dan kemelaratan

sembari menguraikan factor ekonomi-politik ekstraktif yang terlembaga dalam sebuah negara

yang lebih memiliki peran yang dominan.13

Secara garis besar, wacana hadir dan berusaha untuk mendominasi pemikiran

pemerintah daerah atau pun warga masyarakat local bahwa hanya dengan kehadiran

pemerintah, hanya dengan pembentukkan BOP, hanya dengan membangun infrastruktur; maka

laju pertumbuhan sektor pariwisata Labuan Bajo dapat diakselerasi dan kemaslahatan hidup

bersama melalui trickle down effect dapat dicapai.

12 http://www.tribunnews.com/bisnis/2017/04/20/dukung-pariwisata-asdp-bangun-kawasan-komersial-di-

labuan-bajo (diakses pada 31 Mei 2018) Dalam wacana pembangunan menteri BUMN untuk memproyeksikan Labuan Bajo sebagai Bali kedua, hanya akan menjadi angin segar bagi para pelaku-pelaku pariwisata seperti pengusaha hotel, apartemen, retoran, travelling, dan lain sebagainya. Tidak terbersit sedikit pun dalam pemikirannya agar bagaimana gagasan yang dimilikinya mampu mendongkrak perekonomian masyarakat local, dan betul – betul hadir sebagai sebuah pembangunan yang bisa dirasakan oleh warga masyarakat sendiri.

13 Acemoglu, Daron dan James A. Robinson, 2014 “Mengapa Negara-Negara Gagal: Awal Mula Kekuasaan, Kemakmuran Dan Kemiskinan”, Elex Media Komputindo-Kompas Gramedia, Jakarta. Acemoglu dan Robinson sendiri melihat terlembaganya struktur ekonomi-politik yang ekstraktif dalam sebuah negara sebagai penyebab dominan dalam melahirkan kemiskinan dan ketimpangan. Keduanya melihat monopoli kekuasaan ekonomi dan politik yang hanya menguntungkan elite (oligarki) dan sangat ekstrktif adalah pemegang kunci utama yang menentukkan fluktuasi tingkat kemiskinan atau pun ketimpangan dalam sebuah masyarakat. Selagi negara tidak mampu menyentuh struktur yang dominative dan ekstraktif ini, maka kebijakan atau pun wacana pembangunan yang digaungkan hanya sebatas angin lalu karena tidak akan berdampak apa pun.

Page 9: MELACAK KUASA DALAM WACANA PEMBANGUNAN · direncanakan membangun marina, hotel, dan bangunan komersial di Tenpat Pelelangan Ikan (TPI). Bahkan untuk itu, sekitar belasan rumah tangga

Dalam kenyataannya, wacana pembangunan sebagai bentuk artikulasi “perhatian”

negara di Labuan Bajo justru banyak mendatangkan banyak persoalan di wilayah itu. Persoalan

krisis air bersih, pembebasan lahan, pengkaplingan, privatisasi asset public (pantai, pulau, dan

sebagainya), sampai pada sejumlah konflik akibat perebutan lahan di seputaran kawasan wisata

semakin meningkat semenjak wacana pembangunan ini mulai digaungkan pada beberapa

tahun lalu.14 Sulit untuk tidak mengatakan bahwa berbagai persoalan dan konflik ini

merupakan desain negara (elite) yang didesain untuk membongkar stabilitas sebuah entitas

masyarakat sebagai jalan masuk bagi negara untuk mengintervensinya.

Selain itu, sebagai intrik dominasi dan merebut kuasa permainan kebenaran yang

terkandung dalam relasi wacana dan kekuasaan ini pula dapat dibaca sebagai pola yang sama

dalam upaya kolonialisasi modern. Preposisi ini bisa kita lacak dalam Orientalism dari Edward

W. Said (2010) yang juga menggunakan Foucault sebagai pisau analisis dalam membongkar

wacana pembangunan Barat untuk menempatkan Timur di bawah kendali hegemoniknya. Said

membagi empat jenis relasi kekuasaan yang hidup dalam wacana Orientalisme sejak zaman

kejayaan Spanyol-Portugis, ekspansi Prancis-Inggris sampai pada hegemoni Amerika Serikat

sekarang ini ke dalam empat kekuasaan utama: kekuasaan politis (kolonialisme dan

imperalisme), kekuasaan intelektual (pendidikan), kekuasaan kultural (kolonialisasi selera dan

nilai pun kebiasaan) dan kekuasaan moral (taksonomi baik dan tidak baik; serta boleh dan tidak

bolehnya sebuah perbuatan dilakukan).15 Dengan pola yang sama, negara (oligarki) juga hadir

melalui wacana pembangunan yang diperkuat oleh rezim wacananya mencoba untuk

menciptakan hegemoni ide, konsep, dan pendekatan dalam upaya mengentaskan persoalan di

Labuan Bajo - Manggarai Barat yang muaranya adalah menundukkan Labuan Bajo untuk

tunduk di bawah kendali negara yang merupakan topeng korporasi oligarkis. Dengan kata lain,

wacana pembangunan yang digaungkan tidak lain adalah strategi elit korporasi oligarkis yang

atas nama negara hadir melalui wacana pembangunan di Labuan Bajo demi menundukkan dan

menguasai Labuan Bajo dengan segala potensi kekayaan pariwisata yang dimilikinya.

14 Dale, Cypri Paju, dkk, 2016, “Pariwisata, Pembangunan, Dan Keadilan Agrarian Di Flores”, SUNSPIRIT-ARC-KPA,

Manggarai Barat. 15 Said, Edward W, 2010 “Orientalisme: Menggugat Hegemoni Barat Dan Menundukkan Timur Sebagai Subyek”,

Pustaka Pelajar, Yogyakarta

Page 10: MELACAK KUASA DALAM WACANA PEMBANGUNAN · direncanakan membangun marina, hotel, dan bangunan komersial di Tenpat Pelelangan Ikan (TPI). Bahkan untuk itu, sekitar belasan rumah tangga

Kesimpulan

Dengan mengafirmasi model relasi kuasa antara pengetahuan (wacana) dan kekuasaan

Sebagaimana yang diuraikan oleh kaum pasca strukturalis serta dipandu oleh cara pandang

discourse analisys, maka kita bisa simpulkan bahwa sejumlah pernyataan (regulasi, dokumen

perencanaan, hasil penelitian, dan lain sebagainya) dalam bentuk linguistic maupun non-linguistik

merupakan material wacana yang didalamnya mengandung atau pun telah terkooptasi dengan

kekuasan dan kehendak dominasi. Pernyataan-pernyataan ini merupakan kesatuan yang

terpisahkan dari otoritas wacana yang berusaha untuk melegitimasi seluruh proyek pembangunan

(pariwisata) di Labuan Bajo.

Sifat dominative dari wacana ini bekerja dengan cara menciptakan hegemoni pikiran dan

pemahaman yang berusaha untuk mengkreasi public discourse yang memisahkan antara wacana

dan pembangunan. Pemisihan ini merupakan upaya agar public terhindar dari kecurigaan akan

unsur kuasa dan dominasi yang ter-representasi-kan dalam pembangunan tersebut. Ketika

kecurigaan itu lenyap dari pemahaman public, maka pembangunan itu akan berjalan lancar serta

segala bentuk kekacauan yang tercipta pasca pembangunan tidak lagi dilihat sebagai akibat dari

pembangunan. Sampai pada tahap ini, pembangunan tetaplah menjadi jawara yang suci tanpa

noda. Kekacauan yang datang pasca kehadirannya akan dilihat sebagai symptom yang datang dari

alam antah-berantah.

Page 11: MELACAK KUASA DALAM WACANA PEMBANGUNAN · direncanakan membangun marina, hotel, dan bangunan komersial di Tenpat Pelelangan Ikan (TPI). Bahkan untuk itu, sekitar belasan rumah tangga

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Acemoglu, Daron dan James A. Robinson, 2014 “Mengapa Negara-Negara Gagal: Awal Mula

Kekuasaan, Kemakmuran Dan Kemiskinan”, Elex Media Komputindo-Kompas Gramedia,

Jakarta.

Dale, Cypri Jehan Paju, 2013 “Kuasa, Pembangunan Dan Pemiskinan Sistemik: Kajian Kontra-

Hegemoni Dengan Focus Di Manggarai Raya NTT-Indonesia”, Sunspirit Books, Labuan

Bajo

Dale, Cypri Paju, dkk, 2016, “Pariwisata, Pembangunan, Dan Keadilan Agrarian Di Flores”,

SUNSPIRIT-ARC-KPA, Manggarai Barat.

Ratman, Dadang Rizki, 2016, “Pembangunan Destinasi Pariwisata Prioritas 2016 -2019-Deputi

Bidang Pengembangan Destinasi dan Investasi Pariwisata Kementerian Pariwisata

Disampaikan pada Rapat Koordinasi Nasional Kementerian Pariwisata “Äkselerasi

Pembangunan Kepariwisataan Dalam Rangka Pencapaian Target 12 Juta Wisman dan

260 Juta Wisnus 2016”, Pesona Indonesia, Jakarta.

Said, Edward W, 2010 “Orientalisme: Menggugat Hegemoni Barat Dan Menundukkan Timur

Sebagai Subyek”, Pustaka Pelajar, Yogyakarta

Berita Online:

http://id.beritasatu.com/home/labuan-bajo-masuk-10-destinasi-prioritas/162050 (diakses pada 31

Mei 2018)

http://www.floresa.co/2017/03/16/memoles-janji-lama-ala-otorita-pariwisata-labuan-bajo/

(diakses pada 31 Mei 2018)

Page 12: MELACAK KUASA DALAM WACANA PEMBANGUNAN · direncanakan membangun marina, hotel, dan bangunan komersial di Tenpat Pelelangan Ikan (TPI). Bahkan untuk itu, sekitar belasan rumah tangga

http://www.tribunnews.com/bisnis/2017/04/20/dukung-pariwisata-asdp-bangun-kawasan-

komersial-di-labuan-bajo (diakses pada 31 Mei 2018)