Megacities Sao Paulo

2
MEGACITIES SAO PAULO Sao Paulo adalah kota terbesar kedua di dunia dan salah satu kota terpenting di Brazil, dimana Sao Paulo sendiri adalah kota termakmur di Brasil. Sao Paulo memiliki jumlah penduduk sekitar sepuluh juta orang. Oleh karena daya tariknya, Sao Paulo berhasil menghipnotis jutaan warga dari daerah pinggiran untuk tinggal dan menetap di Sao Paulo, dengan harapan menjadi lebih kaya. Namun hal itu menghasilkan pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali, peningkatan polusi udara, dan menumpuknya sampah. Dengan kata lain, Sao Paulo telah menjadi korban akibat kesuksesannya sendiri. Kota Sao Paulo telah memulai langkah baru, dengan mempropagandakan revolusi hijau. Kota ini bertekad untuk menyelamatkan dirinya melalui daur ulang. Revolusi hijau di Sao Paulo dimulai dari memanfaatkan berhektar-hektar sampah untuk diubah menjadi energi. Salah satu pembangkit energi yang memanfaatkan sampah ada di Bandeirantes. Bandeirantes adalah salah satu landfill terbesar di dunia dan terdapat instalasi pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar hasil penguraian sampah, berupa gas metana. Dengan sistem manajemen sampah yang baik, satu ton sampah dapat menghasilkan 200 liter gas metana. Itu cukup untuk memasok listrik satu rumah selama satu jam. Dalam satu tahun, Bandeirantes dapat menghasilkan listrik untuk 400.000 orang. Sampah yang berasal dari Sao Paulo memiliki keunikan tersendiri, dimana sampahnya lebih dominan berupa sampah organik, seperti ampas kopi dan kulit pisang. Berbeda dengan sampah-sampah yang berasal dari Eropa dan Amerika. Hal ini tentu sangat menguntungkan karena sampah organik dapat dengan mudah terurai menjadi materi-materi yang dapat dimanfaatkan kembali, seperti gas metana. Program mengubah sampah menjadi energi dan pengurangan emisi polutan pertama kali ditetapkan dalam Protokol Kyoto. Daur ulang adalah salah satu bagian terpenting dalam revolusi hijau di Sao Paulo, salah satunya adalah daur ulang kaleng minuman bekas (Aluminium). Salah satu perusahaan daur ulang aluminium terbesar di Amerika Selatan dapat mendaur ulang 9 juta ton kaleng setiap harinya. Brazil mendaur ulang hampir 96 % kaleng yang dihasilkan. Kaleng-kaleng bekas dikumpulkan oleh orang-orang miskin di Sao Paulo yang telah dilatih dan diberikan pekerjaan yang lebih baik. Di Sao Paulo, pemulung bukanlah aib namun sebuah pekerjaan. Perlu diketahui, mendaur ulang satu kaleng bisa menyimpan cukup listrik untuk menyalakan satu tv kecil selama tiga jam. Proses daur ulang kaleng melewati tiga tahap penyaringan. Hal ini bertujuan untuk memisahkan kaleng dari materi-materi lain dan logam lain, sehingga yang tersisa hanyalah aluminium murni. Kemudian kaleng-kaleng yang telah disortir akan dipepatkan hingga berbentuk balok-balok yang siap untuk direklamasi dan dibakar dalam suhu 780 derajat celcius, menjadi aluminium cair. Proses selanjutnya adalah mengubah lelehan aluminium menjadi balok-balok raksasa dengan berat 15 ton yang kemudian diubah lagi menjadi gulungan-gulungan aluminium. Proses terakhir adalah mengubah gulungan-gulungan itu menjadi kaleng-kaleng baru. Selain Aluminium, Sao Paulo juga mengutamakan daur ulang baja sebagai salah satu langkah revolusi hijau yang dicanangkannya. Pabrik daur ulang baja di Sao Paulo telah menggunakan peralatan canggih untuk memaksimalkan proses daur ulang dan meminimalkan polutan yang dihasilkannya. Sistem sirkulasi ulang limbah cair mengurangi emisi amoniak sebesar 68 persen. Cerobong asap dengan teknologi penyaringan terbaru dapat mengurangi polusi udara hingga 98 persen, dan sistem perawatan terbaru dapat mengurangi penggunaan minyak dan pelumas hingga 99 persen. Setiap tahun, 400 juta ton baja di daur ulang. Nama: Gilber Payung

Transcript of Megacities Sao Paulo

Page 1: Megacities Sao Paulo

MEGACITIES SAO PAULO

Sao Paulo adalah kota terbesar kedua di dunia dan salah satu kota terpenting di Brazil, dimana Sao Paulo sendiri adalah kota termakmur di Brasil. Sao Paulo memiliki jumlah penduduk sekitar sepuluh juta orang. Oleh karena daya tariknya, Sao Paulo berhasil menghipnotis jutaan warga dari daerah pinggiran untuk tinggal dan menetap di Sao Paulo, dengan harapan menjadi lebih kaya. Namun hal itu menghasilkan pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali, peningkatan polusi udara, dan menumpuknya sampah. Dengan kata lain, Sao Paulo telah menjadi korban akibat kesuksesannya sendiri.

Kota Sao Paulo telah memulai langkah baru, dengan mempropagandakan revolusi hijau. Kota ini bertekad untuk menyelamatkan dirinya melalui daur ulang. Revolusi hijau di Sao Paulo dimulai dari memanfaatkan berhektar-hektar sampah untuk diubah menjadi energi. Salah satu pembangkit energi yang memanfaatkan sampah ada di Bandeirantes. Bandeirantes adalah salah satu landfill terbesar di dunia dan terdapat instalasi pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar hasil penguraian sampah, berupa gas metana. Dengan sistem manajemen sampah yang baik, satu ton sampah dapat menghasilkan 200 liter gas metana. Itu cukup untuk memasok listrik satu rumah selama satu jam. Dalam satu tahun, Bandeirantes dapat menghasilkan listrik untuk 400.000 orang. Sampah yang berasal dari Sao Paulo memiliki keunikan tersendiri, dimana sampahnya lebih dominan berupa sampah organik, seperti ampas kopi dan kulit pisang. Berbeda dengan sampah-sampah yang berasal dari Eropa dan Amerika. Hal ini tentu sangat menguntungkan karena sampah organik dapat dengan mudah terurai menjadi materi-materi yang dapat dimanfaatkan kembali, seperti gas metana. Program mengubah sampah menjadi energi dan pengurangan emisi polutan pertama kali ditetapkan dalam Protokol Kyoto.

Daur ulang adalah salah satu bagian terpenting dalam revolusi hijau di Sao Paulo, salah satunya adalah daur ulang kaleng minuman bekas (Aluminium). Salah satu perusahaan daur ulang aluminium terbesar di Amerika Selatan dapat mendaur ulang 9 juta ton kaleng setiap harinya. Brazil mendaur ulang hampir 96 % kaleng yang dihasilkan. Kaleng-kaleng bekas dikumpulkan oleh orang-orang miskin di Sao Paulo yang telah dilatih dan diberikan pekerjaan yang lebih baik. Di Sao Paulo, pemulung bukanlah aib namun sebuah pekerjaan. Perlu diketahui, mendaur ulang satu kaleng bisa menyimpan cukup listrik untuk menyalakan satu tv kecil selama tiga jam. Proses daur ulang kaleng melewati tiga tahap penyaringan. Hal ini bertujuan untuk memisahkan kaleng dari materi-materi lain dan logam lain, sehingga yang tersisa hanyalah aluminium murni. Kemudian kaleng-kaleng yang telah disortir akan dipepatkan hingga berbentuk balok-balok yang siap untuk direklamasi dan dibakar dalam suhu 780 derajat celcius, menjadi aluminium cair. Proses selanjutnya adalah mengubah lelehan aluminium menjadi balok-balok raksasa dengan berat 15 ton yang kemudian diubah lagi menjadi gulungan-gulungan aluminium. Proses terakhir adalah mengubah gulungan-gulungan itu menjadi kaleng-kaleng baru.

Selain Aluminium, Sao Paulo juga mengutamakan daur ulang baja sebagai salah satu langkah revolusi hijau yang dicanangkannya. Pabrik daur ulang baja di Sao Paulo telah menggunakan peralatan canggih untuk memaksimalkan proses daur ulang dan meminimalkan polutan yang dihasilkannya. Sistem sirkulasi ulang limbah cair mengurangi emisi amoniak sebesar 68 persen. Cerobong asap dengan teknologi penyaringan terbaru dapat mengurangi polusi udara hingga 98 persen, dan sistem perawatan terbaru dapat mengurangi penggunaan minyak dan pelumas hingga 99 persen. Setiap tahun, 400 juta ton baja di daur ulang.

Disamping aluminium dan baja, ada satu materi yang juga di daur ulang di Sao Paulo. Tetra pak, kemasan yang terdiri dari enam lapis kertas, plastik, dan aluminium yang dilebur menjadi satu. Kertas untuk mengeraskan dan memberi bentuk kemasan, plastik untuk membuatnya kedap air, dan aluminium untuk melindungi isi kemasan dari cahaya dan oksigen. Daur ulang kemasan tetra pak dimulai dari daur ulang bahan yang terbuat dari kertas dan karton. Perlu diketahui, Brazil adalah salah satu negara pendaur ulang karton terbesar di dunia. Barzil mendaur ulang 76 persen karton yang diproduksi. Setiap hari, salah satu pabrik pendaur ulang kertas yang bernama Klabin memproduksi 200 ton kertas daur ulang. Kertas dari bahan tetra pak akan dipisahkan dari aluminium dan dijadikan kertas dan karton baru. Sedangkan materi campuran aluminium dan plastik yang tersisa akan dijadikan bahan baku atap rumah. Bukan cuma atap rumah, campuran aluminium dan plastik sisa tetra pak dapat didaur ulang menggunakan teknologi plasma. Plastiknya akan dijadikan parafin (bahan baku lilin), sedangkan aluminium yang telah terpisah dari plastik dapat didaur ulang kembali, menjadi aluminium murni.

Sao Paulo telah sukses memulai langkah revolusi hijaunya. Berbagai solusi telah dipikirkan secara matang oleh ilmuwan lokal dan membawa hasil yang memuaskan. Cubatao, salah satu daerah industri di pinggiran Sao Paulo yang dulunya adalah tempat paling berpolusi di dunia, kini berhasil menjadi contoh kota yang berhasil mengurangi tingkat polusi secara signifikan. Penduduk lokal bahkan memanfaatkan sisa-sisa pabrik sebagai tempat untuk mengembangkan kreatifitas dan mengubah limbah dan bahan tidak terpakai menjadi sesuatu yang bernilai seni dan ekonomi. Sao Paulo dapat menjadi contoh bagi pemerintah Indonesia untuk melakukan langkah serupa. Dimana lingkungan menjadi salah satu faktor yang harus dipertimbangkan dalam proses pembangunan.

Nama: Gilber Payung (D52112251)