medikolegal
Click here to load reader
-
Upload
ario-rifki -
Category
Documents
-
view
222 -
download
7
description
Transcript of medikolegal
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Istilah forensik belakang ini sering mampir di telinga kita melalui berbagai berita
kriminal. Biasanya menyangkut penyidikan tindak pidana seperti mencari sebab-sebab
kematian korban, dan usaha pencarian pelaku kejahatan. Secara garis besar yang dimaksud
dengan forensik sains adalah aplikasi atau pemanfatan ilmu pengetahuan untuk penegakan
hukum dan peradilan.
Pemeriksaan forensik dalam kasus keracunan, dapat dibagi dalam dua kelompok, yang
pertama bertujuan untuk mencari penyebab kematian, misalnya kematian akibat keracunan
morfin, sianida, karbon monoksida, keracunan insektisida, dan lain sebagainya, dan
kelompok yang kedua – dimana sebenarnya yang terbanyak kasusnya, akan tetapi belum
banyak disadari – adalah untuk mengetahui mengapa suatu peristiwa, misalnya peristiwa
pembunuhan, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan pesawat udara dan perkosaan dapat terjadi.
Dengan demikian, tujuan yang kedua bermaksud untuk membuat suatu rekaan rekonstruksi
atas peristiwa yang terjadi. Bila pada tujuan pertama dari pemeriksaan atas diri korban
diharapkan dapat ditemukan reaksi atau obat dalam dosis yang mematikan, maka tidaklah
demikian pada yang kedua, dimana disini yang perlu dibuktikan atau dicari korelasinya
adalah sampai sejauh mana reaksi obat tersebut berperan dalam memungkinkan terjadinya
berbagai peristiwa tadi.
Dalam ilmu kedokteran kehakiman, keracunan dikenal sebagai salah satu penyebab
kematian yang cukup banyak sehingga keberadaannya tidak dapat diabaikan. Jumlah maupun
jenis reaksi pun semakin bertambah, apalagi dengan makin banyaknya macam-macam zat
pembasmi hama. Selain karena faktor murni kecelakaan, racun yang semakin banyak jumlah
dan jenisnya ini dapat disalahgunakan untuk tindakan-tindakan kriminal. Walaupun tindakan
meracuni seseorang itu dapat dikenakan hukuman, tapi baik di dalam kitab Undang-Undang
Hukum Pidana maupun di dalam Hukum Acara Pidana (RIB) tidak dijelaskan batasan dari
keracunan tersebut, sehingga banyak dipakai batasan-batasan racun menurut beberapa ahli,
untuk tindakan kriminal ini, adanya racun harus dibuktikan demi tegaknya hukum.
Arsenic, As, banyak digunakan sebagai bahan campuran obat pembasmi tikus
(rodentisida). Arsen juga banyak digunakan dalam masyarakat sebagai hasil industri,
misalnya sebagai bahan pengawet, bahan cat, insektisida, herbisida, campuran dalam pupuk,
maupun mencemari lingkungan masyarakat karena dampak dari industri. Arsen juga
digunakan dalam bidang pengobatan. Dalam hal ini digunakan arsen jenis tertentu dan dalam
dosis tertentu pula, seperti neosalveran untuk pengobatan penyakit sifilis, frambusia
(sampar / patek), sebagai salah satu campuran dalam tonikum, dan obat-obat lainnya seperti
solarson, optarson, arsentriferrol, liquor arsenicallis, dan lain-lain. Senyawaan arsen lainnya
ialah Arsine, AsH3 (arsenicum lekas uap), Arsen Trioxide (As2O3), Arsen putih, As2S2,
As2S3.
1.2 Skenario
A young couple found dead in a luxury car with the engine running. Several tiny white and
yellow pills were found inside the car.
1.3 Terminologi
1. Toksikologi : ilmu yang mempelajari sumber, sifat, serta khasiat racun, gejala-gejala,
dan pengobatan pada keracunan serta kelainan yang didapatkan pada korban yang
meninggal.
2. Toksikologi forensic : Ilmu yang mempelajari tentang penerapan Ilmu toksikologi,
yang berguna untuk membantu proses peradilan. Toksikologi forensik tidak hanya
untuk mengidentifikasi / mengetahui jumlah / kuantitas dari obat, racun atau bahan-
bahan dalam tubuh manusia tapi juga dapat menentukan akibat-akibatnya.
3. Racun : zat yang bekerja pada tubuh secara kimiawi dan fisiologi yang dalam dosis
toksik akan menebabkan gangguan kesehatan atau meyebabkan kematian
1.3 Permasalahan
1. Apa saja penggolongan racun?
2. Apa saja factor-faktor yang dapat mempengaruhi keracunan?
3. Bagaimana prinsip pengobatan korban keracunan?
4. Apa saja pemeriksaan forensic yang dilakukan pada pasien di scenario?
5. Apa hubungan mesin kendaraan yang menyala dengan kematian yang terjadi di
scenario?
6. Apa hubungannya ditemukannya pil dengan kematian yang terjadi di scenario?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian toksikologi forensic
Ilmu yang mempelajari tentang penerapan Ilmu toksikologi, yang berguna untuk
membantu proses peradilan. Toksikologi forensik tidak hanya untuk mengidentifikasi /
mengetahui jumlah / kuantitas dari obat, racun atau bahan-bahan dalam tubuh manusia
tapi juga dapat menentukan akibat-akibatnya.
2.2. Menurut cara terjadinya
1. Menurut cara terjadinya :
Self poisoning : Pada keadaan ini pasien makan obat dengan dosis berlebihan tetapi
dengan pengetahuan bahwa dosis ini tidak membahayakan. Self poisoning biasanya
terjadi karena kekurang hati-hatian dalam penggunaan.Pada korban hidup, bau
alkohol yang keluar dari udara pernapasan merupakan petunjuk awal.
Attempted poisoning : Dalam kasus ini , pasien memang ingin bunuh diri, tetapi bisa
berakhir dengan kematian atau pasien sembuh kembali karena salah tafsir dalam
penggunaan dosis.
Accidental poisoning : Kondisi ini merupakan suatu kecelakaan tanpa adanya unsur
kesengajaan sama sekali. Kasus ini banyak terjadi pada anak dibawah umur 5 tahun,
karena kebiasaannya memasukkan segala benda ke dalam mulut.
Homicidal poisoning : Keracunan ini terjadi akibat tindak kriminal yaitu seseorang
dengan sengaja meracuni seseorang.
2. Menurut waktu terjadinya :
Keracunan kronis
Diagnosis keracuna ini sulit dibuat, karena gejala timbul perlahan dan lama sesudah
pajanan. Gejala dapat timbul secara akut setelah pemajanan berkali-kali dalam dosis
yang relatif kecil.
Keracunan akut
Terjadi secara mendadak setelah makan atau terkena sesuatu. Pada keracunan akut
biasanya mempunyai gejala hampir sama dengan sindrom penyakit, oleh karena itu
harus diingat adanya kemungkinan keracunan pada sakit mendadak
2.3 Jenis-jenis racun
Berdasarkan sumbernya, racun dibagi menjadi:
a. Tumbuh-tumbuhan, contohnya kokain dan opium.
b. Hewan, contohnya bisa ular dan ubur-ubur.
c. Mineral, contohnya arsen dan timah hitam.
d. Sintetik, contohnya heroin.
Berdasarkan tempat di mana racun berada, racun dibagi menjadi:
a. Alam bebas, contohnya gas racun dari pabrik.
b. Rumah tangga, contohnya deterjen, desinfektan, dan insektisida.
c. Pertanian, contohnya pestisida.
d. Industry dan laboratorium, contohnya asam dan basa kuat.
e. Makanan, misalnya CN dalam singkong dan toksin botulinus.
f. Obat, contohnya hipnotik dan sedative.
Berdasarkan organ tubuh yang dipengaruhi, racun di bagi menjadi :
a. Racun yang bersifat hepatotoksik
b. Racun yang bersifat nefrotoksik
Berdasarkan mekanisme kerjanya, dikenal racun yang mengikat gugus sulfihidril
misalnya Pb yang berpengaruh pada ATPase yang membentuk methemoglobin
misalnya nitrat dan nitrit.
Berdasarkan cara bekerjanya, racun dibagi menjadi:
a. Lokal dan menimbulkan beberapa reaksi misalnya peradangan atau korosif.
Contohnya H2SO4, HNO3, NaOH, dan KOH. Golongan halogen seperti fenol,
lisol, dan senyawa logam.
b. Bersifat sistemik dan mempunyai afinitas pada suatu system. Misalnya,
barbiturate, alcohol, morfin, terhadap susunan saraf pusat, digitalis dan oksalat
terhadap jantung, dan CO terhadap hemoglobin darah.
2.4 Factor-faktor yang dapat mempengaruhi keracunan?
a. Cara masuk
Keracunan paling cepat terjadi jika masuknya racun secara inhalasi. Cara masuk
lain, berturut-turut ialah intravena, intramuscular, intraperitoneal, subkutan,
peroral, dan paling lambat melalui kulit yang sehat.
b. Umur
Kecuali untuk beberapa jenis racun tertentu, orang tua dan anak-anak lebih
sensitive misalnya pada barbiturate. Bayi premature lebih rentan terhadap obat
karena ekskresi melalui ginjal belum sempurna dan aktifitas mikrosom dalam hati
belum cukup.
c. Kondisi tubuh
Penderita penyakit ginjal umumnya lebih muda mengalami keracunan. Pada
penderita demam, absrbsi dapat terjadi dengan lambat. Bentuk fisik dan kondisi
fisik misalnya lambung berisi atau kosong.
d. Kebiasaan
Sangat berpengaruh kepada racun bergolongan morfin sebab dapat terjadi
toleransi tetapi toleransi tidak dapat bertahan jika pada suatu ketika dihentikan,
maka toleransi akan turun lagi.
e. Idiosinkrasi dan alergi pada vitamin E, penisilin, streptomisin, dan prokain.
Pengaruh langsung racun tergantung pada takaran. Makin tinggi takaran akan
makin cepat keracunan. Konsentrasi berpengaruh pada racun yang bekrja secara
local, misalnya asal sulfat. Struktur kimia misalnya calomel jarang menimbulkan
keracunan. Sedangkan Hg sendiri dapat menyebabkan kematian. Morfin dan
talofil yang mempunyai struktur kimia hampir sama merupakan antagonis. Terjadi
addisi antara alcohol dan barbiturate ata alcohol dan morfin. Dapat pula terjadi
sinergisme yang seperti addisi, tetapi lebih kuat. Addisi dan sinergisme sangat
penting dalam masalah medikolegal.
f. Waktu pemberian
Untuk racun yang ditelan, jika ditelah sebelum makan, absorbs terjadi lebih baik
sehingga efek yang timbul lebih cepat. Jangka pemberian untuk waktu lama atau
waktu singkat atau sesaat.
2.5 Metode Kontak
Cara masuk racun ada beberapa cara, yaitu:.
a. Tertelan : Efeknya bisa lokal pada saluran cerna dan bisa juga sistemik. Contoh kasus:
over dosis obat, pestisida.
b. Topikal (melalui kulit, mata, dll) : Efeknya iritasi lokal, tapi bisa berakibat keracunan
sistemik. Kasus ini biasanya terjadi di tempat industri. Contoh : soda kaustik, pestida
organofosfat.
c. Inhalasi : Iritasi pada saluran nafas atas dan bawah, bisa berefek pada absopsi dan
keracunan sistemik. Keracunan melalui inhalasi juga banyak terjadi di tempat-tempat
industri. Contoh : atropin, gas klorin, CO (karbonmonoksida).
d. Injeksi : Efek sistemik, iritasi lokal dan bisa menyebabkan nekrosis. Masuk ke dalam
tubuh bisa melalui intravena, intramuskular, intrakutan maupun intrademal.
2.6 Efek Biologi Racun
Racun yang masuk ke dalam tubuh dapat menimbulkan efek biologi, yaitu:
a. Potensiasi : satu dari dua bahan tidak menimbulkan toksik, namun ketika terjadi
paparan kedua bahan tersebut, efek toksik dari bahan yang aktif akan meningkat.
b. Sinergistik : Dua bahan yang mempunyai sifat toksik sama atau salah satu bahan
memperkuat bahan yang lain, maka efek toksik yang dihasilkan lebih bahaya.
c. Antagonistik : dua bahan toksik yang mempunyai kerja berlawanan, toksik yang
dihasilkan rendah/ringan.
d. Toleransi: Merupakan keadaan yang ditandai oleh menurunnya reaksi terhadap efek
toksik suatu bahan kimia tertentu. Biasanya efek toksik campuran bahan kimia bersifat
adiktif.
2.7 Diagnosa Keracunan
Kriteria diagnose kasus keracunan yaitu :
1. Anamnesa yang menyatakan bahwa korban benar-benar kontak dengan
racun (secara injeksi, inhalasi, ingesti, absorbsi, melalui kulit atau
mukosa).
2. Tanda dan gejala-gejala yang sesuai dengan tanda / gejala keracunan zat
yang diduga.
3. Secara analisa kimia dapat dibuktikan adanya racun di dalam sisa
makanan / obat / zat yang masuk ke dalam tubuh korban.
4. Ditemukannya kelainan-kelainan pada tubuh korban, baik secara
makroskopik atau mikroskopik yang sesuai dengan kelainan yang
diakibatkan oleh racun yang bersangkutan.
5. Secara analisa kimia dapat ditemukan adanya racun atau metabolitnya di
dalam tubuh / jaringan / cairan tubuh korban secara sistemik.
Analisis toksikologi merupakan pemeriksaan laboratorium yang berfungsi
untuk:
1. Analisa tentang adanya racun.
2. Analisa tentang adanya logam berat yang berbahaya.
3. Analisa tentang adanya asam sianida, fosfor dan arsen.
4. Analisa tentang adanya pestisida baik golongan organochlorin maupun
organophospat.
5. Analisa tentang adanya obat-obatan misalnya: transquilizer, barbiturate,
narkotika, ganja, dan lain sebagainya.
Material untuk analitikal toksikologi :
1. Jaringan otak adalah material yang paling baik untuk pemeriksaan racun-
racun organis, baik yang mudah menguap maupun yang tidak mudah
menguap.
2. Hepar dan ginjal adalah material yang paling baik untuk menentukan
keracunan logam berat yang akut.
3. Darah dan urin adalah material yang paling baik untuk analisa zat
organik non volatile, misalnya obat sulfa, barbiturate, salisilat dan morfin.
4. Darah, tulang, kuku, dan rambut merupakan material yang baik untuk
pemeriksaan keracunan logam yang bersifat kronis.
Untuk melakukan pengiriman bahan pemeriksaan forensik, harus memenuhi kriteria:
1. Satu tempat hanya berisi satu contoh bahan pemeriksaan
2. Contoh bahan pengawet harus disertakan untuk kontrol
3. Tiap tempat yang telah terisi disegel dan diberi label
4. Hasil autopsi harus dilampirkan secara singkat
5. Adanya surat permintaan dari penyidik
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Keracunan Barbiturat
A. Defenisi Barbiturat
Barbiturat adalah obat yang bertindak sebagai depresan sistem saraf pusat, dan
mereka menghasilkan spektrum efek yang luas, mulai dari sedasi ringan sampai
anestesi total. Mereka juga efektif sebagai anksiolitik, sebagai hipnotik, dan sebagai
antikonvulsan. Mereka memiliki potensi kecanduan, baik fisik dan psikologis.
Barbiturat selama beberapa saat telah digunakan secara ekstensif sebagai hipnotik
dan sedatif. Namun sekarang kecuali untuk beberapa penggunaan yang spesifik,
barbiturat telah banyak digantikan dengan benzodiazepine yang lebih aman,
pengecualian fenobarbital, yang memiliki anti konvulsi yang masih banyak
digunakan.
B. Klasifikasi Barbiturat
Secara kimia, barbiturat merupakan derivat asam barbiturat. Asam barbiturat
merupakan hasil reaksi kondensasi antara urea dengan asam malonat.
Tabel 1. Rumus beberapa turunan asam barbiturat
NamaSubtituen pada
BM1 R1 R2
Barbital, veronal - Etil Etil 184,19
Fenobarbital, luminal - Etil Fenil 232,23
Butetal, soneril - Etil n-butil 212,24
Pentobarbital, nembutal - Etil 1-metil butil 224,27
Allobarbital, alurat - Alil Alil 208,21
Aprobarbital, alurat - Alil Isopril 210,23
Metarbital, gemonil Metil Etil Etil 198,22
Mefobarbital, prominal Metil Etil Fenil 246,2
Tabel 2. Penggolongan barbiturat berdasarkan lama kerja, dengan contoh obat, waktu
paruh, dan dosis hiptotiknya.
Golongan Contoh Obat Waktu Paruh (jam)
Dosis hipnotik (mg)
Kerja sangat singkat
(iv 2 - 4 jam)
Tiamilal
Tiopental
Heksobarbital
Kemital
-
-
2,7 – 7
-
-
-
-
-
Kerja singkat
(3 jam)
Pentobarbital
Sekobarbital
Siklobarbital
15 – 48
19 – 34
-
50 – 100 mg
100 – 200 mg
-
Kerja sedang
(3 - 6 jam)
Butabarbital
Amobarbital
Probarbital
34 – 42
8 – 42
-
100 – 200 mg
50 – 200 mg
65 – 130 mg
Kerja lama
(6 jam)
Fenobarbital
Mefobarbital
Barbital
24 – 140
-
-
100 – 200 mg
100 – 200 mg
300 – 500 mg
C. Mekanisme Kerja Barbiturat
Barbiturat terutama bekerja pada reseptor GABA dimana barbiturat akan
menyebabkan hambatan pada reseptor GABA pada sistem saraf pusat, barbiturat
menekan sistem aktivasi retikuler, suatu jaringan polisinap komplek dari saraf dan
pusat regulasi, yang beberapa terletak dibatang otak yang mampu mengontrol
beberapa fungsi vital termasuk kesadaran. Pada konsentrasi klinis, barbiturat secara
khusus lebih berpengaruh pada sinap saraf dari pada akson. Barbiturat menekan
transmisi neurotransmitter inhibitor seperti asam gamma aminobutirik (GABA).
Mekanisme spesifik diantaranya dengan pelepasan transmitter (presinap) dan
interaksi selektif dengan reseptor (postsinap).
D. Efek Barbiturat
Pada Sistem Saraf Pusat
Barbiturat menimbulkan semua tingkat depresi mulai dari sedasi ringan sampai koma.
Tingkat depresi tergantung pada jenis barbiturat, dosis yang sampai ke SSP, cara
pemberian, tingkat kepekaan SSP pada waktu pemberian obat, dan ada tidaknya toleransi.
Seluruh SSP dipengaruhi barbiturat, tetapi yang paling peka adalah korteks serebri dan
sistem retikular. Pada dosis sedatif sudah terjadi depresi daerah motoris dan sensoris
korteks. Yang relatif kebal terhadap barbiturat adalah vasomotor dan pusat pernapasan di
medula oblongata.
Sistem Kardiovaskular
Menurunkan tekanan darah dan cardiac output, dan dapat meningkatkan frekwensi jantung,
penurunan tekanan darah sangat tergantung dari konsentrasi obat dalam plasma. Hal ini
disebabkan karena efek depresinya pada otot jantung, sehingga curah jantung turun, dan
dilatasi pembuluh darah. Iritabilitas otot jantung tidak terpengaruh, tetapi bisa
menimbulkan disritmia bila terjadi resistensi Co2 atau hipoksia. Penurunan tekanan darah
yang bersifat ringan akan pulih normal dalam beberapa menit tetapi bila obat disuntik
secara cepat atau dosisnya tinggi dapat terjadi hipotensi yang berat. Hal ini terutama akibat
dilatasi pembuluh darah karena depresi pusat vasomotor. Dilain pihak turunnya tekanan
darah juga dapat terjadi oleh karena efek depresi langsung obat pada miokard.
Sistem Pernafasan
Dosis hipnotik menyebabkan depresi respirasi yang ringan, sementara pada dosis yang
lebih besar, dapat terjadi intoksikasi, yang menekan pusat pernapasan (medulla oblongata),
sehingga respon terhadap CO2 berkurang, dan mengakibatkan ventilasi paru berkurang.
Keadaan ini menyebabkan pengeluaran CO2 dan pemasukan O2 berkurang, sehingga
terjadilah hipoksia.
Selain pusat pernapasan, respirasi juga terganggu oleh :
a. Edema pulmonum terutama terjadi dengan barbiturat kerja singkat.
b. Pneumonia hipostatik terutama dengan barbiturat kerja lama.
c. Hiper-refleksia N. vagus yang bisa menyebabkan singulus, batuk, spasme bronkus dan
laringospasme. Ini sering terjadi pada anastesia bila tidak diberikan pramedikasi sulfas
atropin atau skopolamin.
Saluran Cerna
Tonus dan amplitudo pergerakan otot usus berkurang sedikit karena barbiturat. Sekresi
lambung hanya sedikit berkurang.
Barbiturat tidak mempunyai efek buruk terhadap ginjal yang sehat. Namun Oliguri dan
anuria dapat terjadi pada keracunan akut barbiturat terutama akibat hipotensi yang nyata.
Hati
Pada dosis terapi, barbiturat tidak mengganggu fungsi hepar yang normal. Namun dapat
terjadi kerusakan hepar yang hebat dan disertai dengan dermatitis serta gejala alergi lainnya
pada penderita hipersensitif.
E. Penyalahgunaan Barbiturat
Seperti etanol, barbiturat memabukkan dan menghasilkan efek yang sama selama
intoksikasi. Gejala-gejala keracunan barbiturat termasuk depresi pernapasan, menurunkan
tekanan darah, kelelahan, demam, kegembiraan yang tidak biasa, iritabilitas, pusing, konsentrasi
yang buruk, sedasi, kebingungan, gangguan koordinasi, gangguan penilaian, kecanduan, dan
pernapasan yang dapat menyebabkan kematian.
Pengguna melaporkan bahwa penggunaan barbiturat dalam dosis tinggi memberi mereka
perasaan puas, santai dan euforia. Risiko utama dari penyalahgunaan barbiturat adalah depresi
pernapasan akut. Ketergantungan fisik dan psikologis juga dapat terjadi pada penggunaan
berulang. Efek lain dari keracunan barbiturat meliputi mengantuk, nistagmus lateral dan vertikal,
bicara cadel dan ataksia, kecemasan menurun, hilangnya hambatan. Barbiturat juga digunakan
untuk mengurangi efek samping atau penarikan dari penyalahgunaan narkoba.
Pengguna narkoba cenderung memilih barbiturat short-acting dan intermediate-acting.
Yang paling sering disalahgunakan adalah amobarbital (amytal), pentobarbital (Nembutal), dan
secobarbital (Seconal). Kombinasi amobarbital dan secobarbital (disebut Tuinal) juga sangat
disalahgunakan. Barbiturat short-acting dan intermediate-acting biasanya diresepkan sebagai
obat penenang dan pil tidur. Pil ini mulai bertindak 15-40 menit setelah mereka tertelan, dan efek
mereka berakhir sekitar lima sampai enam jam.8
Penggunaan barbiturat dosis besar dapat terjadi pada percobaan bunuh diri atau
kecelakaan. 10
Intoksikasi berat umumnya terjadi bila menelan sekaligus barbiturat 10 kali dosis hipnotik.
Barbiturat kerja singkat, kelarutannya dalam lemak lebih tinggi dan lebih toksik dibandingkan
dengan barbiturat kerja lama.10
Dosis 6 - 10 gram fenobarbital dan dosis 2 - 3 gram amobarbital, sekobarbital atau
pentobarbital dapat menimbulkan kematian.10
Kadar fenobarbital terendah dalam plasma yang pernah dilaporkan bersifat letal kira-kira
60 mikrogram/ml, sedangkan untuk anobarbital dan pentobarbital kira-kira 10 mikrogram / ml.10
5. Gejala Keracunan Barbiturate
5.1 Gejala Keracuna Akut
a. Koma,
b. Pernapasan lambat,
c. Kulit dan membran mukosa mengalami sianosis,
d. refleks menurun atau negatif,
e. Suhu badan menurun,
f. Pupil mengecil, dengan refleks cahaya bisa (+) ataupun (-).10
5.2 Gejala Keracunan Kronik
a. Kelainan psikiatrik dengan gejala yang menyerupai intoksikasi alkohol,
b. Kelainan neurologis, yaitu gangguan bicara, nistagmus, diplopia, ataksia, kelemahan
otot rangka, dan lain-lain,
c. Kelainan dermatologis, misalnya urtikaria, purpura, eksantem, dan dermatitis
eksfoliatif.10
6. Tatalaksana Keracunan Barbiturat
Intoksikasi barbiturat akut dapat diatasi dengan maksimal dengan pengobatan simtomatik
suportif yang umum.11
Dalamnya koma dan ventilasi yang memadai adalah yang pertama dinilai. Bila keracunan
terjadi < 24 jam sejak makan obat, tindakan cuci lambung dan memuntahkan obat perlu
dipertimbangkan, sebab barbiturat dapat mengurangi motilitas saluran cerna. Tindakan cuci
lambung serta memuntahkan obat perlu dilakukan hanya setelah tindakan untuk menghindari
aspirasi dilakukan. Setelah cuci lambung, karbon aktif dan suatu pencahar (sarbitol) harus
diberikan. Pemberian dosis ulang karbon (setelah terdengar bising usus) dapat mempersingkat
waktu paruh fenobarbital. Pengukuran fungsi nafas perlu dilakukan sedini mungkin. Pco2 dan O2
perlu dimonitor, dan pernafasan buatan harus dimulai bila diindikasikan.11
Pada keracunan barbiturat akut yang berat, syok merupakan ancaman utama. Sering kali
penderita dikirim ke rumah sakit dalam keadaan hipotensi berat atau syok, dan dehidrasi yang
berat pula. Hal ini segara diatasi, bila perlu tekanan darah dapat ditunjang dengan dopamine.11
7. Pemeriksaan Forensik Korban Keracunan Barbiturat
Kadar dalam darah yang rendah ditemukan pada keracunan yang fatal dimana kematian
terjadi cepat karena depresi pada pengatur pernafasan di pusat. Menurut penelitian, kematian
terjadi 20 menit setelah overdosis.
Pada autopsi, tanda kegagalan kardiorespiratorius, dimana menunjukkan sianosis, tanda-
tanda bendungan. Walaupun tidak spesifik, kemungkinan paru-paru yang kongestif pada
keracunan barbiturat akut sangat fatal dibandingkan kondisi lainnya. Organ ini hampir semuanya
berwarna hitam dan sistem vena keseluruhan dipenuhi darah deoksigenasi yang berwarna hitam.
Dapat ditemukan bister barbiturat pada daerah kulit yang tertekan terutama pantat, punggung dan
lengan bawah,. Blister ini dapat juga ditemukan pada pasien yang koma.
Dapat ditemukan tanda-tanda setempat dari erosi oleh obat tersebut. Mukosa gaster dapat
rusak oleh karena alkali dari obat seperti sodium amital dimana merupakan garam sodium dari
asam organik lemah yang mengalami hidrolisis di dalam lambung. Fundus dapat menipis,
granular dan hemoragis. Kardia dan esofagus bagian bawah dapat terkena dikarenakan refluks
dan bila mengalami regurgitasi, darah yang berwarna hitam dapat muncul pada mulut dan
hidung.
Barbiturat tertentu dapat menunjukkan tanda karakterisitik tertentu di mulut, esofagus
dan lambung. Warnanya bervariasi pada setiap obat-obatan, tetapi warna biru-tua dari kapul
sodium amital dapat mewarnai lambung dan bahkan dapat terlihat pada dinding usus saat
abdomen dibuka. Kapsul pigmentasi gelatin lainnya dapat berwarna merah, kuning atau biru.
Seperti obat lainnya, konsumsi dengan alkohol memperburuk tingat kefatalannya.
8. Pemeriksaan Toksikologi
8.1. Pemeriksaan Urine atau Bilasan Lambung dengan Metoda Kopanyi12
Dilakukan dengan memasukkan 50 ml urin atau isi lambung dalam sebuah corong.
Periksa dengan kertas lakmus, jika bersifat alkali tambahkan HCl sampai bersifat asam.
Tambahkan 100 ml eter, kocok selama beberapa menit. Diamkan sebentar, tampak air terpisah
dari eter, lapisan air dibuang, barbiturat terdapat dalam lapisan eter. Saring eter ke dalam beaker
glass dan uapkan sampai kering di atas penangas air. Tambahkan 10 tetes kloroform untuk
melarutkan sisa barbiturat yang mengering.
Ambil beberapa tetes larutan dan letakkan pada white pocelain spot plate. Tambahkan 1
tetes kobalt asetat (1 % dalam metil alkohol absolut) dan 2 tetes isopropilamin (5% dalam metil-
alkohol absolut), Barbiturat akan memberi warna merah muda sampai ungu.
8.2 Pemeriksaan Barbiturat pada Organ Tubuh12
Untuk pemeriksaan toksikologik, bahan yang harus dikirim ialah isi lambung, darah hati
atau perifer, urin, ginjal, hati, sebagian otak dan lemak pada kasus keracunan barbiturat golongan
kerja sangat singkat.
Ada 5 macam metode ekstraksi (Moghrabi & Curry), dan yang memberikan hasil terbaik
ialah ekstraksi langsung dengan kloroform. Bila kadar dalam darah sangat rendah maka metode
yang diapakai adalah metode asam tungstat.
Konsentrasi barbiturat dalam otak, hati dan ginjal menunjukkan jumlah yang besar
sedangkan dalam otot dan tulang-tulang sedikit. Konsentrasi barbiturat yang terbesar terdapat
dalam otak dan hati yang bervariasi antara 2,5-8 mg/100 gr jaringan.
Dalam keadaan mayat yang membusuk lanjut, barbiturat masih tetap dapat ditentukan
(lebih kurang 25 % dari konsentrasi semula) sehingga dalam melakukan penarikan kesimpulan,
hal ini perlu diperhitungkan.
Bagaimana prinsip pengobatan korban keracunan?
Pengobatan terhadap kasus keracunan terutama berdasarkan cara masuk racun ke
dalam tubuh. Bila racun ditelan, keluarkan racun tersebut sebanyak mungkin, dengan
jalan memuntahkan tetapi jika kesadaran sangat menurun atau racun bersifat korosif
atau racun terlarut dalam minyak maka usaha untuk memuntahkan merupakan
indikasi kontra,
Aspirasi dan bilas lambung, merupakan indikasi untuk mengeluarkan racun non
korosif dan racun yang menekan SSP. Untuk ini diberikan air hangat atau garam
lemah. Dapat juga diberikan norit (indikasi kontra seperti pada cara memuntahkan).
Pemberian pencahar, misalnya natrium sulfat 30 gram dalam 200 cc air.
Mempercepat ekskresi dengan dialysis (pemberian diuretic merupakan kontra
indikasi). Dapat pula dengan pemberian antidotum spesifik, pada keracunan morfin,
diberikan nalorfim atau naloxon (keduanya bersifat antagonis terhadap morfin, tetapi
nalorfim kadang-kadang dapat juga bersifat agonis, sedangkan naloxon murni
antagonis).
Demulcen dalam bentuk pemberian putih telur sebanyak tiga butir yang dilarutkan
dalam 500 cc air atau susu dengan maksud menghambat absorbs.
Pengobatan simptomatikd an suportif perlu dipertimbangkan, tergantung ari gejala
yang timbul. Jika terdapat gejala berupa kejang, jangan diberikan barbiturate
sebaiknya benzodiazepam.
Bila racun masuk secara inhalasi, keluarkan korban dari ruangan agar terhindar dari
inhalasi lebih lanjut. Bila secara parenteral, pertimbangkan untuk pemasangan
tourniquet. Bila masuk melalui kulit atau mengenai mata, bersihkan dengan air
mengalir jangan dengan bahan kimia.
1. Apa saja pemeriksaan forensic yang dilakukan pada pasien di scenario?
Korban mati akibat keracunan dibagi menjadi 2 golongan
BAB IV
PENUTUP