MEDIA DAN KOMUNIKASI ISLAM Oleh: Dr. Eko Siswanto, M.HI ... · cenderung menggunakan kata bentrok,...

17
MEDIA DAN KOMUNIKASI ISLAM Oleh: Dr. Eko Siswanto, M.HI. Abstrak Media dan komunikasi tidak hanya ilmu yang dipelajari di kelas perkuliahan semata. Bahkan komunikasi sendiri sebenarnya telah diajarkan oleh Sang Pencipta, Allah SWT, melalui kitabnya Al-Qur’an tentang bagaimana pentingnya media komunikasi bagi umat manusia, khususnya umat Islam. Komunikasi yang dilakukan secara baik dan efektif memiliki manfaat yang besar, di antaranya tersampaikannya gagasan atau pemikiran kepada orang lain dengan jelas sesuai dengan yang dimaksudkan; adanya saling kesefamanan antara komunikator dan komunikan dalam suatu permasalahan, sehingga terhindar dari salah persepsi; menjaga hubungan baik dan silaturrahmi dalam suatu persahabatan, komunitas atau jama’ah; serta aktivitas ‘amar ma’ruf nahi munkar di antara sesama umat manusia dapat diwujudkan dengan lebih persuasif dan penuh kedamaian. Dalam Al-Qur’an ditemukan berbagai panduan agar komunikasi berjalan dengan baik dan efektif. Kita dapat mengistilahkannya sebagai kaidah, prinsip, atau etika berkomunikasi dalam perspektif Islam. Kaidah, prinsip, atau etika komunikasi Islam ini merupakan panduan bagi kaum Muslim dalam melakukan komunikasi, baik dalam komunikasi intrapersonal, interpersonal dalam pergaulan sehari hari, berdakwah secara lisan dan tulisan, maupun dalam aktivitas lain. Dalam berbagai literatur tentang komunikasi Islam kita dapat menemukan setidaknya enam jenis gaya bicara atau pembicaraan (qaulan) yang dikategorikan sebagai kaidah, prinsip, atau etika komunikasi Islam, yakni qaulan sadida, qaulan baligha, qulan ma’rufa, qaulan karima, qaulan layinan, dan qaulan maysura. Kata Kunci: Media, Komunikasi, Islam.

Transcript of MEDIA DAN KOMUNIKASI ISLAM Oleh: Dr. Eko Siswanto, M.HI ... · cenderung menggunakan kata bentrok,...

Page 1: MEDIA DAN KOMUNIKASI ISLAM Oleh: Dr. Eko Siswanto, M.HI ... · cenderung menggunakan kata bentrok, kerusuhan dan sebagainya. Penggunaan kata-kata memang mencerminkan sudut pandang

MEDIA DAN KOMUNIKASI ISLAM

Oleh: Dr. Eko Siswanto, M.HI.

Abstrak

Media dan komunikasi tidak hanya ilmu yang dipelajari di kelas perkuliahan semata.

Bahkan komunikasi sendiri sebenarnya telah diajarkan oleh Sang Pencipta, Allah SWT,

melalui kitabnya Al-Qur’an tentang bagaimana pentingnya media komunikasi bagi umat

manusia, khususnya umat Islam. Komunikasi yang dilakukan secara baik dan efektif

memiliki manfaat yang besar, di antaranya tersampaikannya gagasan atau pemikiran kepada

orang lain dengan jelas sesuai dengan yang dimaksudkan; adanya saling kesefamanan antara

komunikator dan komunikan dalam suatu permasalahan, sehingga terhindar dari salah

persepsi; menjaga hubungan baik dan silaturrahmi dalam suatu persahabatan, komunitas atau

jama’ah; serta aktivitas ‘amar ma’ruf nahi munkar di antara sesama umat manusia dapat

diwujudkan dengan lebih persuasif dan penuh kedamaian. Dalam Al-Qur’an ditemukan

berbagai panduan agar komunikasi berjalan dengan baik dan efektif. Kita dapat

mengistilahkannya sebagai kaidah, prinsip, atau etika berkomunikasi dalam perspektif Islam.

Kaidah, prinsip, atau etika komunikasi Islam ini merupakan panduan bagi kaum Muslim

dalam melakukan komunikasi, baik dalam komunikasi intrapersonal, interpersonal dalam

pergaulan sehari hari, berdakwah secara lisan dan tulisan, maupun dalam aktivitas lain.

Dalam berbagai literatur tentang komunikasi Islam kita dapat menemukan setidaknya enam

jenis gaya bicara atau pembicaraan (qaulan) yang dikategorikan sebagai kaidah, prinsip, atau

etika komunikasi Islam, yakni qaulan sadida, qaulan baligha, qulan ma’rufa, qaulan karima,

qaulan layinan, dan qaulan maysura.

Kata Kunci: Media, Komunikasi, Islam.

Page 2: MEDIA DAN KOMUNIKASI ISLAM Oleh: Dr. Eko Siswanto, M.HI ... · cenderung menggunakan kata bentrok, kerusuhan dan sebagainya. Penggunaan kata-kata memang mencerminkan sudut pandang

Islam Dan Media

Belakangan ini semakin terasa tekanan yang begitu hebat terhadap umat Islam di

Indonesia. Baik tekanan yang mengarah pada pembunuhan orang-orang yang belum

dibuktikan kesalahannya oleh aparat negara, maupun tekanan masif dengan pembentukan

opini yang menggusur nilai-nilai Islam dan masyarakat. Opini yang menyerang nilai-nilai

Islam itu dibentuk oleh berbagai aspek seperti ini memudahkan untuk membuat wacana

tertentu seakan menjadi kenyataan.1

Media adalah salah satu corong pembentukan wacana yang memiliki pengaruh

sangat dahsyat. Media menjadi kekuatan untuk menyebarkan gagasan, bahkan dapat

menentukan apa yang baik dan buruk.2 Pengaruhnya mampu untuk mendefinisikan nilai-nilai

tertentu sehingga diterima dan diyakini kebenarannya dalam masyarakat.3 Ia bahkan dapat

memberi legitimasi untuk gagasan tertentu dan mendelegitimasi gagasan yang dianggapnya

menyimpang. Dengan pengaruhnya yang luar biasa itu maka sangat naif membayangkan

media sebgai pihak yang netral. Media memiliki idiologi masing-masing. Berita yang

dibentuk oleh media bukan berasal dari ruang yang hampa, tapi diproduksi oleh idiologi

tertentu. Begitu besarnya pengaruh idiologi dalam media sehingga idiologi berperan

menampilkan pesan dan realitas hasil konstruksi tampak seperti nyata, alami dan benar.

Melalui bahasa dan kata-kata, idiologi menjelma menjadi realitas yang harus dipahami oleh

khalayak.4

Realitas yang kita anggap hadir melalui berita, nyatanya adalah realitas yang telah

dikonstruksikan sedemikian rupa oleh media. Lewat berbagai instrumen yang dimilikinya,

media ikut membentuk realitas yang tersaji dalam pemberitaan. Media tentu saja memilih,

realitas apa yang diambil dan mana yang terbuang. Ia bukan saja memilih peristiwa dan

menentukan sumber berita, tetapi juga berperan mendefinisikan aktor dan peristiwanya.

Lewat bahasa, ia dapat menyebut, misalnya, demonstran sebagai pahlawan atau perusuh.

Semua buah konstruksi tersebut membuat khalayak harus memahami dalam kacamata

tertentu yang telah digariskan oleh media. Media berasal dari kumpulan manusia, dengan

jurnalis sebagai ujung tombaknya. Maka ketika jurnalis pertama kali bersentuhan dengan

fakta di lapangan, ia bukanlah perekam pasif tetapi terjadi interaksi antara dirinya dengan

1Noam Chomsky. Politik Kuasa Media (Yogyakarta: Pinus Book Publisher, 2006), h. 14. 2Eriyanto. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. (Yogyakarta: LkiS, 2012), h. 54. 3Eriyanto. Analisis Framing Konstruksi, Idiologi dan Politik Media (Yogyakarta: LkiS, 2012), h. 36. 4Bill Kovach dan Tom Rosentiel. Elemen-Elemen Jurnalis. (Jakarta: Institut Arus Informasi dan

KedutaanBesar Amerika Serikat di Jakarta, 2004), h. 64.

Page 3: MEDIA DAN KOMUNIKASI ISLAM Oleh: Dr. Eko Siswanto, M.HI ... · cenderung menggunakan kata bentrok, kerusuhan dan sebagainya. Penggunaan kata-kata memang mencerminkan sudut pandang

realitas. Bahkan menurut Mark Fisherman, wartawan hidup dalam institusi media dengan

seperangkat aturan dan nilai-nilai tertentu. Hal itu memungkinkan bagi sebuah media

mengontrol wartawan untuk melihat peristiwa dalam kemasan tertentu. Bahkan dapat

dikatakan di ruang redaksi media condong menjadi kediktatoran, dalam arti seseorang yang

berada dalam komandao teratas yang membuat keputusan terakhir. Kenyataannya, memang

media tidak akan netral. Lalu dimanakah letak objektivitas media? Objektivitas media

bukanlah melihat tanpa sudut pandang tertentu, atau memberitakan tanpa konstruksi tertentu.

Objektivitas media menurut Gaye Tuchman adalah ritual proses pembentukan dan produksi

berita. Ada prosedur-prosedur yang harus dilakukan wartawan agar apa yang ditulis bisa

disebut objektif.5 Antara lain, menampilakan semua kemungkian konflik yang muncul,

menampilkan fakta-fakta pendukung, pemakaian kutipan pendapat, dan menyampaikan

informasi dalam tata urutan tertentu.6 Dengan menempuh prosedur seperti itu, media dapat

mempertanggungjawabkan, bahwa mereka tidak berbohong. Karena pada dasarnya,

wartawan hanya diminta objektif dalam metodenya. Objektivitas mengembangkan

sebuahmetode untuk secara konsisten menguji informasi dengan pendekatan transparan

mencapai bukti-bukti dengan tepat. Bagi seorang jurnalis muslim, objektivitas bersandar pada

nilai-nilai yang diberikan oleh Allah melalui Al-Qur’an dan al-sunnah. Celakanya, pengaruh

media saat ini didominasi bukan oleh media yang memperjuangkan nilai-nilai Islam, namun

dijejali dengan media berbasis sekuler. Berapa banyak harian Islam yang bisa disebut di

Indonesia? Berapa jari yang bisa dihitung ketika menyebut televisi Islami? Di layar kaca,

materi Islam hanya singgah saat orang masih terlelap, dan semarak ketika bulan ramadhan

tiba. Itu pun belum jelas, yang menyampaikan pelawak atau dai. Maka ketika berbagai opini

yang bertentangan dengan Islam, umat dibuat kebingungan. Begitu masif dan intens opini

tersebut muncul, sehingga wacana kontra nilai-nilai Islam sedikit terbentuk memenuhi benak

umat.

Penghasutan wacana yang begitu membahana, mulai dari liberalisasi agama,

kampanye anti syari’at Islam, sekularisasi hingga pengaburan sejarah mulai menjadi makanan

sehari-hari umat Islam. Kita terpaksa menelan yang tak baik untuk kita. Hal ini merupakan

buah dari penguasaan wacana yang begitu sistematis dan terarah dari pihak-pihak pengusung

nilai-nilai sekuler dan liberal. Bahkan menurut Edward Said, media mengatakan apa yang

mereka harapkan tentang Islam, karena mereka mampu. Dahsyatnya penguasaan wacana

5Sayyed Al Seni. The Islamic Concept of News. (America: The American Journal of Islamic Social Sciences, 1986), h. 53.

6Edward W Said. Covering Islam Bias Liputan Dunia Barat Atas Dunia Islam. (Yogyakarta: Ikon Teralitera, 2002), h. 24.

Page 4: MEDIA DAN KOMUNIKASI ISLAM Oleh: Dr. Eko Siswanto, M.HI ... · cenderung menggunakan kata bentrok, kerusuhan dan sebagainya. Penggunaan kata-kata memang mencerminkan sudut pandang

rusak ini, merupakan buah dari jalinan intim media sekuler dengan akademisi, pemerintah,

bahkan donatur (pengusaha). Kita tahu bagaimana media seringkali mengutip pendapat

seorang akademisi (ahli) tertentu, untuk menguatkan sudut pandangnya. Tentu saja mereka

hanya memuat pendapat ahli atau akademisi tadi yang sepaham dengan media tersebut. Cara

ini memang efektif untuk memberikan legitimasi terhadap wacana tertentu. Sebagai contoh,

ketika media berbicara kerukunan beragama di masyarakat, maka seringkali yang dikutip

sumber-sumber dari LSM pengusung pluralisme agama. Kutipan narasumber seperti ini

menjadi semacam legitimasi. Legitimasi ini seringkali diperkuat dengan dalih-dalih yuridis.

Maka tidak heran ketika ada wacana anti syari’at Islam dikutip pula pendapat ahli hukum,

yang membentur-benturkan syari’at dengan Pancasila atau UUD 1945.

Ahli atau akademisi tadi biasanya tergabung dalam sebuah lembaga atau LSM yang

di danai oleh pengusaha tertentu yang memiliki visi-visi tertentu pula. Ada pula, beberapa

lembaga turut membiayai akademisi untuk menuntut ilmu lanjutan di universitas-universitas

barat dengan studi Islam. Di sinilah jejaring itu terjalin sejak dini. Jaringan ini semakin

berkembang ketika aktivis atau akademisi yang dahulu bercokol di LSM semacam tadi,

kemudian menduduki kursi legislatif dan menduduki jabatan-jabatan strategis di

pemerintahan. Lingkaran setan ini berputar secara berkesinambungan, menguatkan satu sama

lain, dan dibangun sejak lama. Seringkali pula media kita dapati berselingkuh dengan

pemerintah. Hal ini dapat kita lihat dalam kasus pemberitaan mengenai kasus terorisme.

Ketika ada orang-orang yang ditembak sewenang-wenang, tanpa diadili oleh aparat, maka

media hanya mengutip pendapat pihak kepolisian saja. Kepolisian dalam hal ini dianggap

hanya satu-satunya pihak yang memiliki otoritas untuk berbicara. Dan saat yang bersamaan

media menafikan pihak lain, seperti keluarga korban. Celakanya, kepolisian, tidak cukup

hanya menjadi sumber, tetapi juga mendefinisikan realitas dan kelompok lain. Polisi

menjelaskan realitas kasus terorisme itu secara keseluruhan, mulai dari motif, pelaku, hingga

targetnya. Pembentukan wacana miring mengenai Islam oleh media dengan cara yang

beragam memang dapat kita telusuri melalui pemberitaan-pemberitaan yang ada. seperti

misalnya dalam kasus razia miras oleh ormas tertentu. Media hanya memberitakan hal itu

sebagai perilaku brutal atau premanisme. Tapi tidak melihat rusaknya masyarakat akibat

miras tersebut. Atau ketika terjadi pembantaian umat Islam di suatu wilayah, media

cenderung menggunakan kata bentrok, kerusuhan dan sebagainya. Penggunaan kata-kata

memang mencerminkan sudut pandang tertentu. Saat memberitakan demonstrasi menentang

Ahmadiyah, maka media sekuler memakai kata seperti anarkisme atau intoleran. Metode

misrepresentasi ini memang ditujukan untuk memberikan kesan tidak baik dan

Page 5: MEDIA DAN KOMUNIKASI ISLAM Oleh: Dr. Eko Siswanto, M.HI ... · cenderung menggunakan kata bentrok, kerusuhan dan sebagainya. Penggunaan kata-kata memang mencerminkan sudut pandang

menghilangkan realitas tertentu, seperti penodaan terhadap ajaran Islam yang ditimbulkan

oleh ajaran Ahmadiyah. Framing pemberitaan media sekuler juga acapkali menggiring

pembaca pada ingatan teretentu. Gambaran tentang orang, kelompok, atau wacana tertentu

selalu disesuaikan dengan ikon yang sudah tertanam dalam benak publik. Ikon-ikon itu

diciptakan dalam pemberitaan sehingga membatasi pandangan khalayak.

Pemberitaan mengenai syari’at Islam dikenangkan media sebagai pemberontakan

NII. Atau ormas tertentu diingatkan sebagai ormas anarkhis. Betapa pun misalnya, ormas

tersebut sedang melakukan bantuan untuk korban bencana alam. Penciptaan ikon ini juga

turut dicitrakan melalui foto atau gambar. Sebuah ikon, menurut W Lance Bennet dan Regina

G. Lawrence, timbul ketika berita diarahkan pada peristiwa dramatik. Bahkan gambar atau

foto tersebut seringkali ditampilkan walaupun tak ada hubungannya dengan peristiwa

tertentu. Hal seperti ini dapat kita temukan ketika terdapat berita mengenai ormas tertentu,

tetapi foto yang ditamilkan selalu saja foto ormas tersebut bentrok. Padahal itu adalah sebuah

peristiwa yang lampau.

Kekuatan media melalui framing pemberitaan melangkah lebih jauh. Faraming bisa

berkaitan dengan opini publik. Ketika sebuah isu tertentu dikemas dengan bingkai tertentu,

bisa mengakibatkan pemahaman yang berbeda atas suatu isu.7 Cara yang ditempuh adalah

dengan mengupayakan agar khalayak memiliki pandangan yang sama atas sebuah isu.

Ditandai dengan menciptakan masalah bersama, musuh bersama, dan pahlawan bersama,

dengan itu khalayak bisa digerakkan dan dimobilisasi. Kita ingat ketika terjadi bentrok di

monas antara sebuah ormas Islam dengan gerakan yang diamankan aliansi untuk kebebasan

beragama dan berkeyakinan di monas. Isu yang ditiupkan adalah masalah kebebasan bersama

secara luas. Walaupun akar sebenarnya adalah eksistensi ajaran penoda agama Islam, yaitu

Ahmadiyah. Kemudian diciptakan musuh bersama yang menghalangi kebebasan beragama di

Indonesia. Diciptakan pahlawan, yaitu para aktivis aliansi untuk kebebasan beragama dan

berkeyakinan yang mengalami luka. Wacana ini kemudian bergulir lebih jauh, sehingga

mendapat dukungan khalayak dan legitimasi pemerintah untuk menangkapi beberapa tokoh

ormas tersebut. Kenyataannya, walaupun pengaruh media yang begitu besar, media tidak

begitu saja berdiri sendiri. Pembaca memiliki peranan yang penting. Ketika berita

dikonstruksi, media tetapmempertimbangkan segmentasi pembaca, kelas sosial, kelompok

umur dan karakteristik. Pada dasarnya berita hadir bukan dari ruang hampa. Ia hadir untuk

menyapa dan berdialog dengan pembaca. Sapaan anda, kami, atau kita, berusaha untuk

7Mohammad Natsir. Capita Selekta 2 (Jakarta: PT. Abadi, 2008), h. 16.

Page 6: MEDIA DAN KOMUNIKASI ISLAM Oleh: Dr. Eko Siswanto, M.HI ... · cenderung menggunakan kata bentrok, kerusuhan dan sebagainya. Penggunaan kata-kata memang mencerminkan sudut pandang

menempatkan pembaca dalam posisi tertentu. Kehadiran pembaca pada akhirnya untuk

mendapat dukungan dan meyakinkan pembaca. Menurut Eriyanto, pembaca dan teks secara

bersama-sama mempunyai andil yang sama dalam memproduksi pemaknaan, dan hubungan

itu menempatkan seseorang sebagai satu bagian besar dari hubungannya dengan sistem tata

nilai yang lebih besar dimana dia hidup dalam masyarakat. Pada titik inilah idiologi bekerja.

Disinilah kemudian pentingnya kita umat Islam sebagai pembaca menerapkan Islam sebagai

idiologi. M. Natsir menyebut Islam sebagai idiologi serta sistem perikehidupan. Dapat pula

kita sebut sebagai pandangan hidup. Dengan menerapkan Islam sebagai pandangan hidup,

maka umat sebagai pembaca akan membentengi diri dengan sendirinya dari pengaruh opini

oleh media. Umat sebagai pembaca akan memaknai kacamat Islam ketika melihat realitas

yang disajikan media. Terlepas apa yang masyarakat harapkan dari media, ketika berbicara

mengenai media massa, apa yang pembaca beli merupakan hal yang berbeda.

Pertarungan terhadap penguasaan wacana, sesungguhnya justru terjadi pada umat

Islam yang belum menerapkan Islam sebagai pandangan hidup. Mereka yang biasanya

menganggap Islam sebagai aspek ritual atau spiritualitas semata. Sehingga pandangan hidup

mereka masih bisa dipengaruhi nilai-nilai lain, seperti sekularisme, pluralisme agama atau

liberalisasi agama. Mereka adalah masa mengambang yang terombang ambing dalam wacana

tidsk Islsmi. Mereka yang biasanya menafsirkan berita dengan nalar dan pengetahuan yang

terbatas mengenai Islam. Menurut pemahaman Edward Said, pemahaman yang mereka

peroleh, terbatas hanya melalui pendidikan formal. Merekalah yang perlu diselamatkan

pemahamannya dalam perang wacana ini. Dan tampaknya, merekalah yang menjadi

mayoritas umat Islam di Indonesia ini. Pertanyaan berikutnya adalah, bagaimana caranya

umat Islam memenangkan perang wacana ini? Melihat kondisi umat saat ini, penting untuk

mengetahui jenis media masa yang efektif untuk menguasasi wacana.

Media cetak, baik koran atau majalah memang masih berkiprah dan berpengaruh

saat ini. Namun membentuk media cetak untuk menyaingi media-media cetak sekuer raksasa,

hanya membuang uang dan tenaga. Fakta menunjukkan bahwa era media cetak sudah surut

dan mulai beralih pada media digital. Masa depan media cetak sesungguhnya tinggal

menunggu lonceng kematiannya. Runtuhnya berbagai media raksasa di luar negeri seperti

Newsweek dan berbondong-bondongnya media masa nasional yang berlahan beralih ke dunia

digital, mengamini ajal media cetak. Faktor bseperti semakin terbatasnya bahan baku kertas,

ongkos produksi yang tinggi, serta dibutuhkannya saluran distribusi media yang luas, hanya

menambah daftar kesulitan yang ada. sementara media digital adalah masa depan yang

terbentang luas. Dominannya kaum muda yang menggunakan internet menandakan masa

Page 7: MEDIA DAN KOMUNIKASI ISLAM Oleh: Dr. Eko Siswanto, M.HI ... · cenderung menggunakan kata bentrok, kerusuhan dan sebagainya. Penggunaan kata-kata memang mencerminkan sudut pandang

depan penduduk Indonesia akan beralij ke media digital. Internet saat ini juga telah

mengubah kebiasaan kita sehari-hari dalam berbagai aktivitas yang ada. Mengubah laku kita

dalam menerima informasi dan berkomunikasi. Menggeser kebiasaan kita. Jejaring sosial,

portal berita online perlahan mengambil porsi dalam berbagi dan menyerap informasi.

Efektivitas penyebaran informasi dalam dunia digital memang jauh lebih dahsyat ketimbang

media cetak. Dunia seakan menjadi rata. Semua bisa memperoleh dan menyebarkan

informasi dalam saat yang bersamaan. Penyebaran informasinya menghancurkan batas-batas

geografis. Menghantam sekat-sekat budaya dan kebiasaan. Bagi sebagian umat Islam hal ini

dimanfaatkan dengan menjamurnya portal berita Islam. Kemudian mendirikan media digital

mempercepat pertumbuhan media Islam. Namun kualitas pemberitaan, sumber yang valid,

verifikasi berita serta pengemasan berita menjadi tantangan media Islam digital agar bisa

disimak berbagai segmentasi pembaca. Masih sering kita temukan media Islam online

menyajikan berita yang tak jelas sumbernya dan akhirnya diketahui hanya hoax. Pembaca

yang kritis lama kelamaan akan menanggalkan kepercayaan dan meninggalkan media ini.

Namun situasi yang lebih menarik terjadi pada dunia bernama jejaring sosial. Di sinilah

muncul seuah fenomena baru gerakan Islam di dunia maya. Sebuah gerakan yang dapat

dibandingkan dengan fenomena global activism. Global activism dikenal sebagai gerakan

yang mengatur melalui internet dan bereaksi secara cepat pada ancaman terhadap isu hak

asasi manusia atau lingkungan di belahan bumi mana pun. Gerakan ini juga tidak terorganisir

secara kaku dan hierarkhis, serta secara geografis terpencar. Global activism terkenal akan

gerakannya yang mendukung demonstrasi menolak WTO di Seattle pada tahun 1999.

Sesungguhnya fenomena serupa global activism juga terlihat pada sebuah gerakan

pemuda-pemudi Islam di dunia maya beberapa tahun belakangan ini. Gerakan bernama

Indonesia tanpa JIL pantas kita cermati. Gerakan ini awalnya bersifat spontan, bukan bagian

dari sebuah organisasi, bahkan bersifat lintas harakah. Ibarat bola salju, gerakan ini awalnya

hanya segelintir, namun bergulir, menyatu dan semakin membesar karena musuh yang sama.

W. Lence Bennet, mengutip Gerlach dan Hines mengidentifikasi gerakan semacam ini

dengan dengan prinsip SPIN (segmented Polycentric, Integrated, Network). Segmentation

yang berarti dengan prinsip SPIN yang berarti gerakan ini dengan banyak segmen,

melibatkan batasan yang cair antar kelompok, grup-grup yang informal, bahkan individu

yang berbeda-beda, tetapi kelak akan dapat dikoordinasikan.

Komunikasi dalam Perspektif Islam

Secara leksikal komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau berita

antara dua orang atau lebih. Sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Komunikasi

Page 8: MEDIA DAN KOMUNIKASI ISLAM Oleh: Dr. Eko Siswanto, M.HI ... · cenderung menggunakan kata bentrok, kerusuhan dan sebagainya. Penggunaan kata-kata memang mencerminkan sudut pandang

mempengaruhi perubahan perilaku, cara hidup kemasyarakatan, serta nilai-nilai yang ada.

Perubahan-perubahan tersebut tampaknya berbanding lurus dengan perkembangan teknologi

komunikasi. Efektifitas komunikasi menyangkut kontak sosial manusia dalam masyarakat.

Ini berarti, kontak dilakukan dengan cara yang berbeda-beda. Kontak yang paling menonjol

dikaitkan dengan perilaku. Selain itu, masalah yang menonjol dalam proses komunikasi

adalah perbandingan antara pesan yang disampaikan dengan pesan yang diterima. Informasi

yang disampaikan tidak hanya tergantung kepada jumlah (besar atau kecil) akan tetapi sangat

tergantung pada sejauh mana informasi itu dapat dimengerti atau tidak. Tujuannya adalah

bagaimana mewujudkan komunikasi yang efektif dan efisien.

Dalam perspektif Islam, komunikasi di samping untuk mewujudkan hubungan

secara vertikal dengan Allah SWT, juga untuk menegakkan komunikasi secara horizontal

terhadap sesama manusia. Komunikasi dengan Allah SWT tercermin melalui ibadah-ibadah

fardlu (salat, puasa, zakat dan haji) yang bertujuan untuk membentuk takwa. Sedangkan

komunikasi dengan sesama manusia terwujud melalui penekanan hubungan sosial yang

disebut muamalah, yang tercermin dalam semua aspek kehidupan manusia, seperti sosial,

budaya, politik, ekonomi, seni dan sebagainya.

Soal cara (kaifiyah), dalam Al-Qur’an dan al-hadis ditemukan berbagai panduan

agar komunikasi berjalan dengan baik dan efektif. Kita dapat mengistilahkannya sebagai

kaidah, prinsip, atau etika berkomunikasi dalam perspektif Islam. Kaidah, prinsip, atau etika

komunikasi Islam ini merupakan panduan bagi kaum Muslim dalam melakukan komunikasi,

baik dalam komunikasi intrapersonal, interpersonal dalam pergaulan sehari hari, berdakwah

secara lisan dan tulisan, maupun dalam aktivitas lain. Dalam berbagai literatur tentang

komunikasi Islam kita dapat menemukan setidaknya enam jenis gaya bicara atau

pembicaraan (qaulan) yang dikategorikan sebagai kaidah, prinsip, atau etika komunikasi

Islam, yakni (1) Qaulan Sadida, (2) Qaulan Baligha, (3) Qulan Ma’rufa, (4) Qaulan Karima,

(5) Qaulan Layinan, dan (6) Qaulan Maysura.

Pertama, qaulan sadida. Dalam Q.S. An-Nisa’/4: 9 menyatakan “Dan hendaklah

takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-

anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu

hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan

yang benar (qaulan sadida)”.8

8Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: PT. Sygma Examedia Arkanleema,

2009), h. 78.

Page 9: MEDIA DAN KOMUNIKASI ISLAM Oleh: Dr. Eko Siswanto, M.HI ... · cenderung menggunakan kata bentrok, kerusuhan dan sebagainya. Penggunaan kata-kata memang mencerminkan sudut pandang

Qaulan sadidan berarti pembicaran, ucapan, atau perkataan yang benar, baik dari

segi substansi (materi, isi, pesan) maupun redaksi (tata bahasa). Dari segi substansi,

komunikasi Islam harus menginformasikan atau menyampaikan kebenaran, faktual, hal yang

benar saja, jujur, tidak berbohong, juga tidak merekayasa atau memanipulasi fakta. “Dan

jauhilah perkataan-perkataan dusta” (Q.S. Al-Hajj/22: 30). “Hendaklah kamu berpegang pada

kebenaran (shidqi) karena sesungguhnya kebenaran itu memimpin kepada kebaikan dan

kebaikan itu membawa ke surga” (HR. Muttafaq ‘Alaih). “Katakanlah kebenaran walaupun

pahit rasanya” (HR Ibnu Hibban).

Dari segi redaksi, komunikasi Islam harus menggunakan kata-kata yang baik dan

benar, baku, sesuai kadiah bahasa yang berlaku. “Dan berkatalah kamu kepada semua

manusia dengan cara yang baik” (Q.S. Al-Baqarah/2: 83). “Sesungguhnya segala persoalan

itu berjalan menurut ketentuan” (H.R. Ibnu Asakir dari Abdullah bin Basri). Dalam bahasa

Indonesia, maka komunikasi hendaknya menaati kaidah tata bahasa dan mengguakan kata-

kata baku yang sesuai dengan ejaan yang disempurnakan.

Kedua, qaulan baligha. Dalam Q.S. An-Nisa’/4: 63 disebutkan bahwa “Mereka itu

adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. karena itu

berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka

perkataan yang berbekas pada jiwa mereka (qaulan baligha).“ (Q.S. An-Nissa/4 :63). Kata

baligh berarti tepat, lugas, fasih, dan jelas maknanya. Qaulan baligha artinya menggunakan

kata-kata yang efektif, tepat sasaran, komunikatif, mudah dimengerti, langsung ke pokok

masalah (straight to the point), dan tidak berbelit-belit atau bertele-tele. Agar komunikasi

tepat sasaran, gaya bicara dan pesan yang disampaikan hendaklah disesuaikan dengan kadar

intelektualitas komunikan dan menggunakan bahasa yang dimengerti oleh mereka.

“Berbicaralah kepada manusia sesuai dengan kadar akal (intelektualitas) mereka” (H.R.

Muslim). ”Tidak kami utus seorang rasul kecuali ia harus menjelaskan dengann bahasa

kaumnya” (Q.S.Ibrahim/14: 4).

Gaya bicara dan pilihan kata dalam berkomunikasi dengan orang awam tentu harus

dibedakan dengan saat berkomunikasi dengan kalangan cendekiawan. Berbicara di depan

anak TK tentu harus tidak sama dengan saat berbicara di depan mahasiswa. Dalam konteks

akademis, kita dituntut menggunakan bahasa akademis. Saat berkomunikasi di media massa,

gunakanlah bahasa jurnalistik sebagai bahasa komunikasi massa (language of mass

communication).

Ketiga, qaulan ma’rufa. Kata qaulan ma`rufan disebutkan Allah dalam Q.S. An-

Nissa/4: 5 dan 8, Q.S. Al-Baqarah/2: 235 dan 263, serta Al-Ahzab/33: 32. Qaulan ma’rufa

Page 10: MEDIA DAN KOMUNIKASI ISLAM Oleh: Dr. Eko Siswanto, M.HI ... · cenderung menggunakan kata bentrok, kerusuhan dan sebagainya. Penggunaan kata-kata memang mencerminkan sudut pandang

artinya perkataan yang baik, ungkapan yang pantas, santun, menggunakan sindiran (tidak

kasar), dan tidak menyakitkan atau menyinggung perasaan. Qaulan ma’rufa juga bermakna

pembicaraan yang bermanfaat dan menimbulkan kebaikan (maslahat). Dalam Q.S. An-

Nisa/4: vvvvvvv “Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna

akalnya[268], harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai

pokok kehidupan. berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah

kepada mereka kata-kata yang baik. (Qaulan ma’rufa” (QS An-Nissa :5) “Dan apabila

sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin, Maka berilah mereka

dari harta itu (sekadarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik (Qaulan

Ma’rufa)” (QS An-Nissa :8). “Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu

dengan sindiran atau kamu Menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu.

Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah

kamu Mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekadar mengucapkan

(kepada mereka) perkataan yang baik (Qaulan Ma’rufa)”(QS. Al-Baqarah:235). Perkataan

yang baik (Qulan Ma’rufa) dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan

sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.”

(QS. Al-Baqarah: 263). “Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang

lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga

berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik

(Qaulan Ma’rufa).” (QS. Al-Ahzab: 32).

Keempat, qaulan karima. “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan

menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada kedua orangtuamu dengan

sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua duanya sampai berumur

lanjut dalam pemeliharaanmu, seklai kali janganlah kamu mengatakan kepada kedanya

perkatan ‘ah’ dan kamu janganlah membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka

ucapan yang mulia (Qaulan Karima)” (QS. Al-Isra: 23). Qaulan karima adalah perkataan

yang mulia, dibarengi dengan rasa hormat dan mengagungkan, enak didengar, lemah-lembut,

dan bertatakrama. Dalam ayat tersebut perkataan yang mulia wajib dilakukan saat berbicara

dengan kedua orangtua. Kita dilarang membentak mereka atau mengucapkan kata-kata yang

sekiranya menyakiti hati mereka. Qaulan karima harus digunakan khususnya saat

berkomunikasi dengan kedua orangtua atau orang yang harus kita hormati. Dalam konteks

jurnalistik dan penyiaran, Qaulan karima bermakna mengunakan kata-kata yang santun, tidak

kasar, tidak vulgar, dan menghindari istilah yang kasar, seperti jijik, muak, ngeri, dan sadis.

Page 11: MEDIA DAN KOMUNIKASI ISLAM Oleh: Dr. Eko Siswanto, M.HI ... · cenderung menggunakan kata bentrok, kerusuhan dan sebagainya. Penggunaan kata-kata memang mencerminkan sudut pandang

Kelima, qaulan layina. “Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-

kata yang lemah lembut (qulan Layina)...” (QS. Thaha: 44). Qaulan layina berarti

pembicaraan yang lemah-lembut, dengan suara yang enak didengar, dan penuh keramahan,

sehingga dapat menyentuh hati. Dalam Tafsir Ibnu Katsir disebutkan, yang dimaksud layina

ialah kata kata sindiran, bukan dengan kata kata terus terang atau lugas, apalagi kasar. Ayat di

atas adalah perintah Allah SWT kepada Nabi Musa dan Harun agar berbicara lemah-lembut,

tidak kasar, kepada Fir’aun. Dengan qaulan layina, hati komunikan (orang yang diajak

berkomunikasi) akan merasa tersentuh dan jiwanya tergerak untuk menerima pesan

komunikasi kita. Dengan demikian, dalam komunikasi Islam, semaksimal mungkin dihindari

kata-kata kasar dan suara (intonasi) yang bernada keras dan tinggi.

Keenam, qaulan maysura. ”Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk

memperoleh rahmat dari Tuhannya yang kamu harapkan, maka katakanlah kepada mereka

ucapan yang mudah (qaulan maysura). Komunikasi merupakan terjemahan kata

communication yang berarti perhubungan atau perkabaran. Communicate berarti

memberitahukan atau berhubungan. Secara etimologis, komunikasi berasal dari bahasa latin

communicatio dengan kata dasar communis yang berarti sama. Secara terminologis,

komunikasi diartikan sebagai pemberitahuan sesuatu (pesan) dari satu pihak ke pihak lain

dengan menggunakan suatu media. Sebagai makhluk sosial, manusia sering berkomunikasi

satu sama lain. Namun, komunikasi bukan hanya dilakukan oleh manusia saja, tetapi juga

dilakukan oleh makhluk-makhluk yang lainnya. Semut dan lebah dikenal mampu

berkomunikasi dengan baik. Bahkan tumbuh-tumbuhanpun sepertinya mampu

berkomunikasi. (QS. Al-Isra: 28). Qaulan maysura bermakna ucapan yang mudah, yakni

mudah dicerna, mudah dimengerti, dan dipahami oleh komunikan. Makna lainnya adalah

kata-kata yang menyenangkan atau berisi hal-hal yang menggembirakan. Komunikasi

dilakukan oleh pihak yang memberitahukan (komunikator) kepada pihak penerima

(komunikan). Komunikasi efektif tejadi apabila sesuatu (pesan) yang diberitahukan

komunikator dapat diterima dengan baik atau sama oleh komunikan, sehingga tidak terjadi

salah persepsi.

Unsur-Unsur Komunikasi

Untuk dapat berkomunikasi secara efektif kita perlu memahami unsur-unsur

komunikasi, antara lain: pertama, komunikator. Pengirim (sender) yang mengirim pesan

kepada komunikan dengan menggunakan media tertentu. Unsur yang sangat berpengaruh

dalam komunikasi, karena merupakan awal (sumber) terjadinya suatu komunikasi. Kedua,

komunikan. Penerima (receiver) yang menerima pesan dari komunikator, kemudian

Page 12: MEDIA DAN KOMUNIKASI ISLAM Oleh: Dr. Eko Siswanto, M.HI ... · cenderung menggunakan kata bentrok, kerusuhan dan sebagainya. Penggunaan kata-kata memang mencerminkan sudut pandang

memahami, menerjemahkan dan akhirnya memberi respon. Ketiga, media. Saluran (channel)

yang digunakan untuk menyampaikan pesan sebagai sarana berkomunikasi. Berupa bahasa

verbal maupun non verbal, wujudnya berupa ucapan, tulisan, gambar, bahasa tubuh, bahasa

mesin, sandi dan lain sebagainya. Keempat, pesan. Isi komunikasi berupa pesan (message)

yang disampaikan oleh Komunikator kepada Komunikan. Kejelasan pengiriman dan

penerimaan pesan sangat berpengaruh terhadap kesinambungan komunikasi. Kelima,

tanggapan. Merupakan dampak (effect) komunikasi sebagai respon atas penerimaan pesan.

Diimplentasikan dalam bentuk umpan balik (feed back) atau tindakan sesuai dengan pesan

yang diterima.

Fungsi dan Manfaat Komunikasi

Dengan berkomunikasi, insya Allah, kita dapat menjalin saling pengertian dengan

orang lain karena komunikasi memiliki beberapa fungsi yang sangat penting, di antaranya

adalah: pertama, fungsi informasi. Untuk memberitahukan sesuau (pesan) kepada pihak

tertentu, dengan maksud agar komunikan dapat memahaminya. Kedua, fungsi ekspresi.

Sebagai wujud ungkapan perasaan / pikiran komunikator atas apa yang dia pahami terhadap

sesuatu hal atau permasalahan. Ketiga, fungsi kontrol. Menghindari terjadinya sesuatu yang

tidak diinginkan, dengan memberi pesan berupa perintah, peringatan, penilaian dan lain

sebagainya. Keempat, fungsi sosial. Untuk keperluan rekreatif dan keakraban hubungan di

antara komunikator dan komunikan. Kelima, fungsi ekonomi. Untuk keperluan transaksi

usaha (bisnis) yang berkaitan dengan finansial, barang dan jasa. Keenam, fungsi da’wah.

Untuk menyampaikan pesan-pesan keagamaan dan perjuangan bersama.

Banyak manfaat yang dapat peroleh dengan berkomunikasi secara baik dan efektif,

di antaranya adalah: tersampaikannya gagasan atau pemikiran kepada orang lain dengan jelas

sesuai dengan yang dimaksudkan; adanya saling kesefamanan antara komunikator dan

komunikan dalam suatu permasalahan, sehingga terhindar dari salah persepsi; menjaga

hubungan baik dan silaturrahmi dalam suatu persahabatan, komunitas atau jama’ah; serta

aktivitas ‘amar ma’ruf nahi munkar di antara sesama umat manusia dapat diwujudkan dengan

lebih persuasif dan penuh kedamaian.

Teori Komunikasi Islam

Komunikasi Islam merupakan bentuk frasa dan pemikiran yang baru muncul dalam

penelitian akademik sekitar tiga dekade belakangan ini. Munculnya pemikiran dan aktivisme

komunikasi Islam didasarkan pada kegagalan falsafah, paradigma dan pelaksanaan

komunikasi Barat yang lebih mengoptimalkan nilai-nilai pragmatis, materialistis serta

penggunaan media secara kapitalis. Kegagalan tersebut menimbulkan implikasi negatif

Page 13: MEDIA DAN KOMUNIKASI ISLAM Oleh: Dr. Eko Siswanto, M.HI ... · cenderung menggunakan kata bentrok, kerusuhan dan sebagainya. Penggunaan kata-kata memang mencerminkan sudut pandang

terutama terhadap komunitas Muslim di seluruh penjuru dunia akibat perbedaan agama,

budaya dan gaya hidup dari negara-negara Barat yang menjadi produsen ilmu tersebut. Ilmu

komunikasi Islam yang hangat diperbincangkan akhir-akhir ini terutama menyangkut teori

dan prinsip-prinsip komunikasi Islam, serta pendekatan Islam tentang komunikasi. Titik

penting munculnya aktivisme dan pemikiran mengenai komunikasi Islam ditandai dengan

terbitnya jurnal “Media, Culture and Society” pada bulan Januari 1993 di London. Ini

semakin menunjukkan jati diri komunikasi Islam yang tengah mendapat perhatian dan

sorotan masyarakat tidak saja di belahan negara berpenduduk Muslim tetapi juga di negara-

negara Barat. Isu-isu yang dikembangkan dalam jurnal tersebut menyangkut Islam dan

komunikasi yang meliputi perspektif Islam terhadap media, pemanfaatan media massa pada

era pascamodern, kedudukan dan perjalanan media massa di negara Muslim serta perspektif

politik terhadap Islam dan komunikasi.

Komunikasi Islam berfokus pada teori-teori komunikasi yang dikembangkan oleh

para pemikir Muslim. Tujuan akhirnya adalah menjadikan komunikasi Islam sebagai

komunikasi alternatif, terutama dalam menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang

bersesuaian dengan fitrah penciptaan manusia. Kesesuaian nilai-nilai komunikasi dengan

dimensi penciptaan fitrah kemanusiaan itu memberi manfaat terhadap kesejahteraan manusia

sejagat. Sehingga dalam perspektif ini, komunikasi Islam merupakan proses penyampaian

atau tukar menukar informasi yang menggunakan prinsip dan kaedah komunikasi dalam

Alquran.9 Komunikasi Islam dengan demikian dapat didefenisikan sebagai proses

penyampaian nilai-nilai Islam dari komunikator kepada komunikan dengan menggunakan

prinsip-prinsip komunikasi yang sesuai dengan Al-Qur’an dan hadis. Teori-teori komunikasi

yang dikembangkan oleh Barat lebih menekankan aspek empirikal serta mengabaikan aspek

normatif dan historikal. Adapun teori yang dihasilkan melalui pendekatan seperti ini sangat

bersifat premature universalism dan naive empirism. Dalam konteks demikian Majid

Tehranian10 menguraikan bahwa pendekatan ini tidak sama implikasinya dalam konteks

kehidupan komunitas lain yang memiliki latar belakang yang berbeda. Sehingga dalam

perspektif Islam, komunikasi haruslah dikembangkan melalui Islamic world view yang

selanjutnya menjadi azas pembentukan teori komunikasi Islam seperti aspek kekuasaan

9Mafri Amir. Etika Komunikasi Massa dalam Pandangan Islam (Jakarta: Logos, 1999), h. 26. 10Arifin, Anwar. Ilmu Komunikasi: Sebuah Pengantar Ringkas (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1995),

h. 41.

Page 14: MEDIA DAN KOMUNIKASI ISLAM Oleh: Dr. Eko Siswanto, M.HI ... · cenderung menggunakan kata bentrok, kerusuhan dan sebagainya. Penggunaan kata-kata memang mencerminkan sudut pandang

mutlak hanya milik Allah, serta peranan institusi ulama dan masjid sebagai penyambung

komunikasi dan aspek pengawasan syari’ah yang menjadi penunjang kehidupan Muslim.11

Dalam aspek perubahan sosial dan pembangunan masyarakat, komunikasi Barat

cenderung bersifat positivistik dan fungsional yang berorientasi kepada individu, bukan

kepada keselurusan sistem sosial dan fungsi sosiobudaya yang sangat penting untuk

merangsang terjadinya perubahan sosial. Kualitas komunikasi menyangkut nilai-nilai

kebenaran, kesederhanaan, kebaikan, kejujuran, integritas, keadilan, kesahihan pesan dan

sumber, menjadi aspek penting dalam komunikasi Islam. Oleh karenanya dalam perspektif

ini, komunikasi Islam ditegakkan atas sendi hubungan segitiga (Islamic Triangular

Relationship), antara “Allah, manusia dan masyarakat”.12 Dalam Islam prinsip informasi

bukan merupakan hak eksklusif dan bahan komoditi yang bersifat value-free, tetapi ia

memiliki norma-norma, etika dan moral imperatif yang bertujuan sebagai service

membangun kualitas manusia secara paripurna. Jadi Islam meletakkan inspirasi tauhid

sebagai parameter pengembangan teori komunikasi dan informasi. Al-Qur’an menyediakan

seperangkat aturan dalam prinsip dan tata berkomunikasi. Di samping menjelaskan prinsip

dan tata berkomunikasi, Al-Qur’an juga mengetengahkan etika berkomunikasi. Dari sejumlah

aspek moral dan etika komunikasi, paling tidak terdapat empat prinsip etika komunikasi

dalam Al-Qur’an yang meliputi kejujuran (fairness), ketepatan atau ketelitian (accuracy),

tanggungjawab dan kritik konstruktif.13 Dalam Q.S. An-Nuur/24: 19 dikatakan:

“Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita), perbuatan yang amat keji itu tersiar di

kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat.

Dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui”.14

Sehubungan dengan etika kejujuran dalam komunikasi, ayat-ayat Al-Qur’an

memberi banyak landasan. Hal ini diungkapkan dengan adanya larangan berdusta dalam Q.S.

An-Nahl/16: 116: “Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh

lidahmu secara dusta “ini halal dan ini haram”, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap

Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah

11Mohd. Hussain Yusof. Dua Puluh Lima Soal Jawab Mengenai Komunikasi Islam: Jabatan

Komunikasi Pembangunan, Pusat Pengembangan dan Pendidikan Lanjutan (Malaysia: University Pertanian Malaysia, 1990), h. 51.

12Sophiaan Ainur Rofiq. Tantangan Media Informasi Islam, Antara Profesionalisme dan Dominasi Zionis (Surabaya: Risalah Gusti, 1993), h. 14.

13Ziauddin Sardar. Tantangan Dunia Islam Abad 21, diterjemahkan dari judul aslinya “Information

and the Muslim World: A Strategy for the Twenty-first Century”, oleh A.E. Priyono dan Ilyas Hasan (Bandung: Mizan, 1989), h. 52.

14Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: PT. Sygma Examedia Arkanleema, 2009), h. 351.

Page 15: MEDIA DAN KOMUNIKASI ISLAM Oleh: Dr. Eko Siswanto, M.HI ... · cenderung menggunakan kata bentrok, kerusuhan dan sebagainya. Penggunaan kata-kata memang mencerminkan sudut pandang

tiadalah beruntung”.15 Dalam masalah ketelitian menerima informasi, Al-Qur’an misalnya

memerintahkan untuk melakukan check and recheck terhadap informasi yang diterima.

Dalam Q.S. Al-Hujurat/49: 6 dikatakan: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang

kepadamu orang fasik membawa suatu berita maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak

menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang

menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”.16 Menyangkut masalah tanggungjawab

dalam Q.S. Al-Isra’/17: 36 dijelaskan: “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak

mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati,

semuanya itu akan diminta pertanggungjawab-nya”.17 Al-Qur’an juga menyediakan ruangan

yang cukup banyak dalam menjelaskan etika kritik konstruktif dalam berkomunikasi. Salah

satunya tercantum dalam Q.S. Ali Imran/3: 104: “Dan hendaklah ada di antara kamu

segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan

mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung”.18 Begitu juga

menyangkut isi pesan komunikasi harus berorientasi pada kesejahteraan di dunia dan akhirat,

sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. Al-Baqarah/2: 201: “Dan di antara mereka ada orang

yang mendo’a: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan

peliharalah kami dari siksa neraka”.19

Selain itu, prinsip komunikasi Islam menekankan keadilan (‘adl) sebagaimana

tertera dalam Q.S. An-Nahl/16: 90, berbuat baik (ihsan) dalam Q.S. Yunus/10: 26, melarang

perkataan bohong dalam Q.S. Al-Hajj/22: 30, bersikap pertengahan (qana’ah) seperti tidak

tamak, sabar sebagaimana dijelaskan pada Q.S. Al-Baqarah/2: 153, tawadu’ dalam Q.S. Al-

Furqan/25: 63, menunaikan janji dalam Q.S. Al-Isra’/17: 34 dan seterusnya.

Membangun paradigma komunikasi Islam, sesungguhnya tidak harus dimulai dari

nol. Dasaran sintesisnya dapat menggunakan teori-teori komunikasi konvensional (Barat),

namun yang menjadi homework bagi para intelektual Muslim adalah membuat sintesis baru

melalui aspek methatheory yang meliputi epistemologi, ontologi dan perspektif. Pembenahan

pada aspek dimensi nilai dan etika harus dapat berkolaborasi dengan ketauhidan dan

tanggungjawab ukhrawi. Fungsi komunikasi Islam adalah untuk mewujudkan persamaan

makna, dengan demikian akan terjadi perubahan sikap atau tingkah laku pada masyarakat

15Ibid., h. 280. 16Ibid., h. 516. 17Ibid., 285. 18Ibid., h. 63. 19Ibid., h. 31

Page 16: MEDIA DAN KOMUNIKASI ISLAM Oleh: Dr. Eko Siswanto, M.HI ... · cenderung menggunakan kata bentrok, kerusuhan dan sebagainya. Penggunaan kata-kata memang mencerminkan sudut pandang

Muslim. Sedangkan ultimate goal dari komunikasi Islam adalah kebahagiaan hidup dunia dan

akhirat yang titik tekannya pada aspek komunikan bukan pada komunikator.

BIBLIOGRAFI

Ainur, Sophiaan, Rofiq. Tantangan Media Informasi Islam, Antara Profesionalisme dan

Dominasi Zionis. Surabaya: Risalah Gusti, 1993.

Amir, Mafri. Etika Komunikasi Massa dalam Pandangan Islam. Jakarta: Logos, 1999.

Arifin, Anwar. Ilmu Komunikasi: Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: RajaGrafindo Persada,

1995.

Chomsky, Noam. Politik Kuasa Media. Yogyakarta: Pinus Book Publisher, 2006.

Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: PT. Sygma Examedia

Arkanleema, 2009.

Eriyanto. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LkiS, 2012.

_______. Analisis Framing Konstruksi, Idiologi dan Politik Media. Yogyakarta: LkiS, 2012.

Hussain, Mohd., Yusof. Dua Puluh Lima Soal Jawab Mengenai Komunikasi Islam: Jabatan

Komunikasi Pembangunan, Pusat Pengembangan dan Pendidikan Lanjutan.

Malaysia: University Pertanian Malaysia, 1990.

Kovach, Bill dan Tom Rosentiel. Elemen-Elemen Jurnalis. Jakarta: Institut Arus Informasi

dan KedutaanBesar Amerika Serikat di Jakarta, 2004.

Mohammad Natsir. Capita Selekta 2. Jakarta: PT. Abadi, 2008.

Al Seni, Sayyed. The Islamic Concept of News. America: The American Journal of Islamic

Social Sciences, 1986.

W., Edward, Said. Covering Islam Bias Liputan Dunia Barat Atas Dunia Islam. Yogyakarta:

Ikon Teralitera, 2002.

Sardar, Ziauddin. Tantangan Dunia Islam Abad 21, diterjemahkan dari judul aslinya

“Information and the Muslim World: A Strategy for the Twenty-first Century”, oleh

A.E. Priyono dan Ilyas Hasan. Bandung: Mizan, 1989.

Page 17: MEDIA DAN KOMUNIKASI ISLAM Oleh: Dr. Eko Siswanto, M.HI ... · cenderung menggunakan kata bentrok, kerusuhan dan sebagainya. Penggunaan kata-kata memang mencerminkan sudut pandang