MCDM KITA__selesai
-
Upload
gisela-meylita -
Category
Documents
-
view
164 -
download
4
Transcript of MCDM KITA__selesai
Abstrak
Banjir rob (pasang air laut) yang terus menerus menerjang kota Semarang
memerlukan solusi alternatif yang dapat digunakan dalam penuntasan masalah besar
kota Semarang ini. Permasalahannya, faktor-faktor apa yang menyebabkan pasang air
laut di Semarang sampai menerjang dan merusak permukiman warga sekitar Tanjung
Mas Semarang. Dengan menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan
alternatife penyelesaian, serta besar pengaruhnya, dan kebijakan untuk pembangunan
sarana pondasi yang mampu menanggulangi pasangnya air laut sampai ke permukiman
penduduk, alternative penanggulangan dapat diusulkan dengan lebih efektif. Analytical
Hierarchy Process (AHP) merupakan suatu model pendukung keputusan yang
dikembangkan oleh Thomas L. Saaty. AHP menguraikan masalah multi faktor atau multi
kriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki. Hirarki didefinisikan sebagai suatu
representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multi level
dimana level pertama adalah tujuan, yang diikuti level faktor, kriteria, sub kriteria, dan
seterusnya ke bawah hingga level terakhir dari alternatif. Dengan hirarki, suatu
masalah yang kompleks dapat diuraikan ke dalam kelompok-kelompoknya yang
kemudian diatur menjadi suatu bentuk hirarki sehingga permasalahan akan tampak lebih
terstruktur dan sistematis.
Kata kunci: Analytical Hierarchy Process, banjir rob
BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Wilayah pesisir merupakan wilayah sangat rentan terhadap tekanan lingkungan
baik yang berasal dari darat maupun dari laut. Salah satu tekanan yang akhir-akhir ini
mengancam keberlangsungan wilayah pesisir di seluruh belahan dunia adalah adanya
kenaikan muka air laut. Problema rob dan penurunan permukaan tanah di Semarang
merupakan masalah daerah kota Semarang yang merupakan wilayah pesisir.
Subdirektorat Hidrogeologi Geologi Tata Lingkungan (Bandung) tahun 1994 telah
melakukan suatu penelitian. Terungkap, penurunan permukaan tanah di Semarang Utara
dalam beberapa tahun ini mencapai sekitar 20 cm. Penurunan permukaan tanah, antara
lain terlihat di Muara Kali Garang serta pesisir utara Semarang, telah menyebabkan lantai
bangunan retak-retak. Hal ini diperburuk adanya intrusi air laut. Penelitian yang
dilaksanakan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) Undip bekerjasama dengan
Bapedalda Kodya Semarang tahun 1995 menunjukkan, intrusi air laut telah sampai di
wilayah Simpang Lima, Jrakah atau Pasar Djohar yang terletak tak kurang dari 10
kilometer dari pantai. Dari hasil ini dapat dibayangkan apa yang terjadi pada kompleks
Tanah Mas yang berada kurang satu kilometer dari pantai.
Ada beberapa hal yang menyebabkan rob di semarang antara lain :
1. Pembangunan Daerah Bawah (khususnya pelabuhan) yang kurang terkontrol.
Pengerukan yang dilakukan di kawasan pelabhan agar kapal bisa berlabuh
menyebabkan penurunan air tanah yang cukup signifikan. Nilai penurunan tanah
mencapai 10cm/tahun.
2. Kondisi Tanah di daerah bawah. Struktur tanah di daerah pantai dan kawasan
Semarang bawah merupakan tanah aluvial dengan kadar lempung dan tanah lano
yang cukup besar, dengan kedalaman 40 - 100 meter. Sehingga, tanah ini terus
melakukan konsolidasi (pemadatan). Hal ini diperparah oleh pembangunan yang
juga tak terkontrol (di luar kawasan pelabuhan). Pembangunan yang luar biasa ini
berdampak lurus dengan penurunan air tanah, yang pada akhirnya menyebabkan
intrusi air laut ke dalam tanah.
3. Pembangunan yang luar biasa di Semarang (bukan hanya di kawasan bawah, pun
juga diatas) ternyata kurang (tidak) diimbangi oleh perencanaan dan penanganan
sistem drainase yang baik. Dan selain menyebabkan rob, hal ini juga berdampak
positif pada terjadinya banjir di Semarang.
Untuk menanggulangi dampak buruk dari rob pasang air laut tersebut, perlu
adanya upaya atau alternatif-alternatif tindakan yang harus dilakukan pemerintah kota
Semarang.
1.2 Tinjauan Pustaka
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode AHP. Metode AHP
dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli matematika. Metode ini adalah
sebuah kerangka untuk mengambil keputusan dengan efektif atas persoalan yang
kompleks dengan menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keputusan
dengan memecahkan persoalan tersebut kedalam bagian-bagiannya, menata bagian
atau variabel ini dalam suatu susunan hirarki, member nilai numerik pada
pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap variabel dan mensintesis berbagai
pertimbangan ini untuk menetapkan variabel yang mana yang memiliki prioritas
paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut. Metode
AHP ini membantu memecahkan persoalan yang kompleks dengan menstruktur suatu
hirarki kriteria, pihak yang berkepentingan, hasil dan dengan menarik berbagai
pertimbangan guna mengembangkan bobot atau prioritas. Metode ini juga
menggabungkan kekuatan dari perasaan dan logika yang bersangkutan pada berbagai
persoalan, lalu mensintesis berbagai pertimbangan yang beragam menjadi hasil yang
cocok dengan perkiraan kita secara intuitif sebagaimana yang dipresentasikan pada
pertimbangan yang telah dibuat.
Metode AHP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli matematika. Metode ini
adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan dengan efektif atas persoalan yang
kompleks dengan menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keputusan
dengan memecahkan persoalan tersebut kedalam bagian-bagiannya, menata bagian atau
variabel ini dalam suatu susunan hirarki, member nilai numerik pada pertimbangan
subjektif tentang pentingnya tiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan ini
untuk menetapkan variabel yang mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan
bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut. Metode AHP ini membantu
memecahkan persoalan yang kompleks dengan menstruktur suatu hirarki kriteria, pihak
yang berkepentingan, hasil dan dengan menarik berbagai pertimbangan guna
mengembangkan bobot atau prioritas. Metode ini juga menggabungkan kekuatan dari
perasaan dan logika yang bersangkutan pada berbagai persoalan, lalu mensintesis
berbagai pertimbangan yang beragam menjadi hasil yang cocok dengan perkiraan kita
secara intuitif sebagaimana yang dipresentasikan pada pertimbangan yang telah dibuat.
(Saaty, 1993).
Menurut Saaty, ada tiga prinsip dalam memecahkan persoalan dengan AHP, yaitu prinsip
menyusun hirarki (Decomposition), prinsip menentukan prioritas (Comparative
Judgement), dan prinsip konsistensi logis (Logical Consistency). Hirarki yang dimaksud
adalah hirarki dari permasalahan yang akan dipecahkan untuk mempertimbangkan
kriteria-kriteria atau komponenkomponen yang mendukung pencapaian tujuan. Dalam
proses menentukan tujuan dan hirarki tujuan, perlu diperhatikan apakah kumpulan tujuan
beserta kriteria-kriteria yang bersangkutan tepat untuk persoalan yang dihadapi. Dalam
memilih kriteria-kriteria pada setiap masalah pengambilan keputusan perlu
memperhatikan kriteria-kriteria sebagai berikut:
a. Lengkap
Kriteria harus lengkap sehingga mencakup semua aspek yang penting, yang digunakan
dalam mengambil keputusan untuk pencapaian tujuan.
b. Operasional
Operasional dalam artian bahwa setiap kriteria ini harus mempunyai arti bagi
pengambil keputusan, sehingga benar-benar dapat menghayati terhadap alternatif yang
ada, disamping terhadap sarana untuk membantu penjelasan alat untuk berkomunikasi.
c. Tidak berlebihan
Menghindari adanya kriteria yang pada dasarnya mengandung pengertian yang sama.
d. Minimum
Diusahakan agar jumlah kriteria seminimal mungkin untuk mempermudah pemahaman
terhadap persoalan, serta menyederhanakan persoalan dalam analisis.
Decomposition
Setelah persoalan didefinisikan maka perlu dilakukan decomposition, yaitu memecah
persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya. Jika ingin mendapatkan hasil yang akurat,
pemecahan juga dilakukan terhadap unsur-unsurnya sehingga didapatkan beberapa
tingkatan dari persoalan tadi. Karena alasan ini maka proses analisis ini dinamai hirarki
(Hierarchy). Pembuatan hirarki tersebut tidak memerlukan pedoman yang pasti berapa
banyak hirarki tersebut dibuat, tergantung dari pengambil keputusan-lah yang
menentukan dengan memperhatikan keuntungan dan kerugian yang diperoleh jika
keadaan tersebut diperinci lebih lanjut. Ada dua jenis hirarki, yaitu hirarki lengkap dan
hirarki tidak lengkap. Dalam hirarki lengkap, semua elemen pada semua tingkat memiliki
semua elemen yang ada pada tingkat berikutnya. Jika tidak demikian maka dinamakan
hirarki tidak lengkap.
Comparatif Judgement
Prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu
tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat yang diatasnya. Penilaian ini merupakan
inti dari AHP, karena akan berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen. Hasil dari
penilaian ini akan
ditempatkan dalam bentuk matriks yang dinamakan matriks pairwise comparison. Dalam
melakukan penialaian terhadap elemen-elemen yang diperbandingkan terdapat tahapan-
tahapan, yakni:
a. Elemen mana yang lebih (penting/disukai/berpengaruh/lainnya)
b. Berapa kali sering (penting/disukai/berpengaruh/lainnya)
Agar diperoleh skala yang bermanfaat ketika membandingkan dua elemen, perlu
dipahami tujuan yang diambil secara umum. Dalam penyusunan skala kepentingan, Saat
menggunakan patokan pada tabel berikut.
Dalam penilaian kepentingan relative dua elemen berlaku aksioma reciprocal, artinya jika
elemen i dinilai 3 kali lebih penting dibanding j, maka elemen j harus sama dengan 1/3
kali pentingnya dibanding elemen i. Disamping itu, perbandingan dua elemen yang sama
akan menghasilkan angka 1, artinya sama penting. Dua elemen yang berlainan dapat saja
dinilai sama penting. Jika terdapat m elemen, maka akan diperoleh matriks pairwise
comparison berukuran m x n. Banyaknya penilaian yang diperlukan dalam menyusun
matriks ini adalah n(n-1)/2 karena matriks reciprocal dan elemen-elemen diagonalnya
sama dengan 1.
Synthesis of Priority
Dari setiap matriks pairwise comparison kemudian dicari nilai eigen vectornya untuk
mendapatkan local priority. Karena matriks-matriks pairwise comparison terdapat pada
setiaptingkat, maka untuk mendapatkan global priority harus dilakukan sintesis antara
local priority. Pengurutan elemen-elemen menurut kepentingan relatif melalui prosedur
sintesis dinamakan priority setting.
Logical Consistency
Konsistensi memiliki dua makna, pertama adalah objek-objek yang serupa dapat
dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansi. Arti kedua adalah menyangkut
tingkat hubungan antara objek-objek yang didasarkan pada kriteria tertentu.
Penggunaan Metode AHP
AHP dapat digunakan dalam memecahkan berbagai masalah diantaranya untuk
mengalokasikan sumber daya, analisis keputusan manfaat atau biaya, menentukan
peringkat beberapa alternatif, melaksanakan perencanaan ke masa depan yang
diproyeksikan dan menetapkan prioritas pengembangan suatu unit usaha dan
permasalahan kompleks lainnya. Secara umum, langkah-langkah dasar dari AHP dapat
diringkas dalam penjelasan berikut ini:
1. Mendefinisikan masalah dan menetapkan tujuan. Bila AHP digunakan untuk memilih
alternatif atau penyusunan prioritas alternatif, maka pada tahap ini dilakukan
pengembangan alternatif.
2. Menyusun masalah dalam struktur hirarki. Setiap permasalahan yang kompleks dapat
ditinjau dari sisi yang detail dan terstruktur.
3. Menyusun prioritas untuk tiap elemen masalah pada tingkat hirarki. Proses ini
menghasilkan bobot elemen terhadap pencapaian tujuan, sehingga elemen dengan
bobot tertinggi memiliki prioritas penanganan. Langkah pertama pada tahap ini adalah
menyusun perbandingan berpasangan yang ditransformasikan dalam bentuk matriks,
sehingga matriks ini disebut matriks perbandingan berpasangan.
C merupakan kriteria dan memiliki n dibawahnya, yaitu A1 sampai dengan An. Nilai
perbandingan elemen Ai terhadap elemen Aj dinyatakan dalam aij yang menyatakan
hubungan seberapa jauh tingkat kepentingan Ai bila dibandingkan dengan Aj. Bila nilai
aij diketahui, maka secara teoritis nilai aji adalah 1/aij, sedangkan dalam situasi i=j
adalah mutlak 1. Nilai numerik yang dikenakan untuk perbandingan diatas diperoleh
dari skala perbandingan yang dibuat oleh Saaty pada tabel diatas. Untuk menyusun
suatu matriks yang akan diolah datanya, langkah pertama yang dilakukan adalah
menyatukan pendapat para responden melalui rata-rata geometrik yang secara
sistematis ditulis sebagai berikut:
Aij = (Z1,Z2,Z3,…,Zn)1/n
Dimana aij menyatakan nilai rata-rata geometrik, Z1 menyatakan nilai perbandingan
antar kriteria untuk responden ke 1, dan n menyatakan jumlah partisipan. Pendekatan
yang dilakukan untuk memperoleh nilai bobot kriteria adalah dengan langkah-langkah
berikut:
a. Menyusun matriks perbandingan
b. Matriks perbandingan hasil normalisasi
4. Melakukan pengujian konsistensi terhadap perbandingan antar elemen yang didapatkan
pada tiap tingkat hirarki. Konsistensi perbandingan ditinjau dari per matriks
perbandingan dan keseluruhan hirarki untuk memastikan bahwa urutan prioritas yang
dihasilkan didapatkan dari suatu rangkaian perbandingan yang masih berada dalam
batas-batas preferensi yang logis. Setelah melakukan perhitungan bobot elemen,
langkah selanjutnya adalah melakukan pengujian konsistensi matriks. Untuk melakukan
perhitungan ini diperlukan bantuan table Random Index (RI) yang nilainya untuk setiap
ordo matriks dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Dengan tetap menggunakan matriks diatas, pendekatan yang digunakan dalam
pengujian konsistensi matriks perbandingan adalah:
a. Melakukan perkalian antara bobot elemen dengan nilai awal matriks & membagi
jumlah perkalian bobot elemen & nilai awal matriks dengan bobot untuk
mendapatkan nilai eigen.
b. Mencari nilai matriks
Nilai matriks merupakan nilai rata-rata dari nilai eigen yang didapatkan dari
perhitungan sebelumnya.
c. Mencari nilai Consistency Index (CI)
d. Mencari nilai Consistency Ratio (CR)
Suatu matriks perbandingan disebut konsisten jika nilai CR < 0,10.
5. Melakukan pengujian konsistensi hirarki. Pengujian ini bertujuan untuk menguji
kekonsistensian perbandingan antara kriteria yang dilakukan untuk seluruh hirarki.
Total CI dari suatu hirarki diperoleh dengan jalan melakukan pembobotan tiap CI
dengan prioritas elemen yang berkaitan dengan faktorfaktor yang diperbandingkan, dan
kemudian menjumlahkan seluruh hasilnya. Dasar dalam membagi konsistensi dari
suatu level matriks hirarki adalah mengetahui konsistensi indeks (CI) dan vektor eigen
dari suatu matriks perbandingan berpasangan pada tingkat hirarki tertentu.
dimana,
CR Hij = Rasio konsistensi hirarki dari matriks perbandingan berpasangan matriks i
hirarki pada tingkat j yang dikatakan konsistensi jika nilainya <10%.
CI Hij = Indeks konsistensi hirarki dari matriks perbandingan i pada tingkat j.
RI Hij = Indeks random hirarki dari matriks perbandingan berpasangan i pada hirarki
tingkat j.
CIi,j = Indeks konsistensi dari matriks perbandingan berpasangan i pada hirarki tingkat
j.
EVi,j = Vektor eigen dari matriks perbandingan berpasangan i pada hirarki tingkat j
yang berupa vektor garis.
CIi,j + 1 = Indeks konsistensi dari matriks perbandingan berpasangan yang dibawahi
matriks i pada hirarki tingkat j+1 berupa vektor kolom.
RIi,j = Indeks random dari matriks perbandingan berpasangan i hirarki pada tingkat j.
RIi,j + 1 = Indeks rasio dari orde matriks perbandingan berpasangan yang dibawahi
matriks i pada hirarki tingkat j+1 berupa vektor kolom.
Beberapa contoh aplikasi AHP adalah sebagai berikut:
1. Membuat suatu set alternatif;
2. Perencanaan
3. Menentukan prioritas;
4. Memilih kebijakan terbaik setelah menemukan satu set alternatif;
5. Alokasi sumber daya
6. Menentukan kebutuhan/persyaratan;
7. Memprediksi outcome;
8. Merancang sistem;
9. Mengukur performa;
10. Memastikan stabilitas sistem;
11. Optimasi;
12. Penyelesaian konflik
Kelebihan dan Kelemahan AHP
Layaknya sebuah metode analisis, AHP pun memiliki kelebihan dan
kelemahan dalam system analisisnya. Kelebihan-kelebihan analsis ini adalah :
Kesatuan (Unity)
AHP membuat permasalahan yang luas dan tidak terstruktur menjadi suatu model
yang fleksibel dan mudah dipahami.
Kompleksitas (Complexity), AHP memecahkan permasalahan yang kompleks
melalui pendekatan sistem dan pengintegrasian secara deduktif.
Saling ketergantungan (Inter Dependence)
AHP dapat digunakan pada elemen-elemen sistem yang saling bebas dan tidak
memerlukan hubungan linier.
Struktur Hirarki (Hierarchy Structuring)
AHP mewakili pemikiran alamiah yang cenderung mengelompokkan elemen
sistem ke level-level yang berbeda dari masing-masing level berisi elemen yang
serupa.
Pengukuran (Measurement)
AHP menyediakan skala pengukuran dan metode untuk mendapatkan prioritas.
Konsistensi (Consistency)
AHP mempertimbangkan konsistensi logis dalam penilaian yang digunakan
untuk menentukan prioritas.
Sintesis (Synthesis)
AHP mengarah pada perkiraan keseluruhan mengenai seberapa diinginkannya
masing-masing alternatif.
Trade Off
AHP mempertimbangkan prioritas relatif faktor-faktor pada sistem sehingga
orang mampu memilih altenatif terbaik berdasarkan tujuan mereka.
Penilaian dan Konsensus (Judgement and Consensus)
AHP tidak mengharuskan adanya suatu konsensus, tapi menggabungkan hasil
penilaian yang berbeda.
Pengulangan Proses (Process Repetition)
AHP mampu membuat orang menyaring definisi dari suatu permasalahan dan
mengembangkan penilaian serta pengertian mereka melalui proses pengulangan.
Sedangkan kelemahan metode AHP adalah sebagai berikut:
Ketergantungan model AHP pada input utamanya. Input utama ini berupa
persepsi seorang ahli sehingga dalam hal ini melibatkan subyektifitas sang ahli
selain itu juga model menjadi tidak berarti jika ahli tersebut memberikan
penilaian yang keliru.
Metode AHP ini hanya metode matematis tanpa ada pengujian secara statistik
sehingga tidak ada batas kepercayaan dari kebenaran model yang terbentuk
BAB =II
ISI
2.1 a. Tahap Matematis Keputusan AHP:
1. Membuat matrik perbandingan pasangan (MPP) alternative tiap criteria
2. Sintesis
a. Jumlahkan nilai tiap kolom matrik
b. Bagi nilai tiap kolom MPP dengan jumlah pada kolomnya
c. Hitung nilai rata-rata tiap baris matrik normalisasi
d. Gabung vector preferensi menjadi matrik preferensi
3. Buat MPP untuk criteria
4. Buat matrik normalisasi
5. Buat vector preferensi
6. Kalikan vector preferensi dengan matrik criteria
7. Rangking alternative keputusan berdasar nilai alternative yang dihitung pada langkah
ke-6
Tabel Skala Preferensi
Tingkat Preferensi Nilai Angka
Sama disukai 1
Sama hingga cukup disukai 2
Cukup disukai 3
Cukup hingga sangat disukai 4
Sangat disukai 5
Sangat disukai hingga amat sangat disukai 6
Amat sangat disukai 7
Amat sangat disukai hingga luar biasa disukai 8
Luar biasa disukai 9
Pembangunan daerah bawah
System drainase yang kurang
Kondisi tanah daerah bawah
Matrik Perbandingan Berpasangan
Penyebab Rob
1. Penelitian
Pembangunan
daerah bawah
System drainase
yang kurang
Kondisi tanah
daerah bawah
Pembangunan daerah
bawah
System drainase yang
kurang
Kondisi tanah daerah
bawah
1
1/3
½
3
1
5
2
1/5
1
Ket: A→B = 3; diartikan cukup disukai dibandingkan B. sebaliknya B → A = 1/3
1. Penelitian
Penyebab Rob X y Z
X
Y
z
1
1/3
½
: 6/6
: 2/6
: 3/6
3
1
5
2
1/5
1
: 10/5
: 1/5
: 5/5
Jumlah 11/6 9 16/5
Penyebab Rob
2. Pengontrolan pembangunan oleh pemerintah
Pembangunan
daerah bawah
System drainase
yang kurang
Kondisi tanah daerah
bawah
Pembangunan daerah
bawah
System drainase yang
kurang
1
1/6
6
1
1/3
1/9
Kondisi tanah daerah
bawah
3 9 1
Ket: A→B = 6; diartikan sangat disukai hingga amat sangat disukai dibandingkan B.
sebaliknya B → A = 1/6
Penyebab Rob
2. Pengontrolan pembangunan oleh pemerintah
Pembangunan
daerah bawah
System drainase
yang kurang
Kondisi tanah daerah
bawah
Pembangunan
daerah bawah
System drainase
yang kurang
Kondisi tanah
daerah bawah
1
1/6
3
: 6/6
: 1/6
: 18/6
6
1
9
1/3
1/9
1
: 3/9
: 1/9
: 9/9
Jumlah 25/6 16 13/9
Penyebab Rob
3. Perbaikan sumur
Pembangunan
daerah bawah
System drainase
yang kurang
Kondisi tanah daerah
bawah
Pembangunan daerah
bawah 1 1/3=7/21 1
System drainase yang
kurang 3 1 = 21/21 7
Kondisi tanah daerah
bawah 1 1/7=3/21 1
Penyebab Rob
4. Normalisasi Drainase
Pembangunan
daerah bawah
System drainase
yang kurang
Kondisi tanah daerah
bawah
Pembangunan daerah
bawah 1 1/3 = 0,33 1/2=0,50
Pembangunan daerah
bawah 3 1 4
Pembangunan daerah
bawah 2 1/4= 0,25 1
Matriks Normalisasi
Penyebab Rob
1. Penelitian
Pembangunan
daerah bawah
System drainase
yang kurang
Kondisi tanah
daerah bawah
Rata-rata
baris
Pembangunan
daerah bawah
System drainase
yang kurang
Kondisi tanah
daerah bawah
6/11
2/11
3/11
: 0,5455
: 0,1818
: 0,2727
3/9
1/9
5/9
: 0,3333
: 0,1111
: 0,5556
10/16
1/16
5/16
: 0,6250
: 0,0625
: 0,3125
0,5012
0,1185
0,3803
Jumlah 1 1 1 1
Hasil dari matriks normalisasi didapat dari:
(A,A) = (6/6) : (11/6) = 6/11 (A,B) = 3 : 9 = 3/9 (A,C) = (10/5) :
(16/5) = 10/16
(B,A) = (2/6) : (11/6) = 2/11 (B,B) = 1 : 9 = 1/9 (B,C) = (1/5) : (16/5)
= 1/16
(C,A) = (3/6) : (11/6) = 3/11 (C,B) = 5 : 9 = 5/9 (C,C) = (5/5) : (16/5)
= 5/16
Penyebab Rob
2. Pengontrolan pembangunan oleh pemerintah
Pembangunan
daerah bawah
System drainase yang
kurang
Kondisi tanah
daerah bawah
Rata-rata
baris
Pembangunan
daerah bawah
System drainase
6/25
1/25
: 0,24
: 0,04
6/16
1/16
: 0,3750
: 0,0625
3/13
1/13
: 0,2308
: 0,0769
0,2819
0,0598
yang kurang
Kondisi tanah
daerah bawah
18/25 : 0,72 9/16 : 0,5625 9/13 : 0,6923 0,6583
Jumlah 1 1 1 1
Hasil dari matriks normalisasi didapat dari:
(A,A) = (6/6) : (25/6) = 6/25 (A,B) = 6 : 16 = 6/16 (A,C) = (3/9) : (13/9)
= 3/13
(B,A) = (1/6) : (25/6) = 1/25 (B,B) = 1 : 16 = 1/16 (B,C) = (1/9) : (13/9)
= 1/13
(C,A) = (18/6) : (25/6) = 18/25 (C,B) = 9 : 16 = 9/16 (C,C) = (9/9) : (13/9)
= 9/13
Penyebab Rob
3. Perbaikan sumur
Pembangunan
daerah bawah
System drainase yang
kurang
Kondisi tanah
daerah bawah
Rata-rata
baris
Pembangunan
daerah bawah
System drainase
yang kurang
Kondisi tanah
daerah bawah
5/25
15/25
5/25
: 0,20
: 0,60
: 0,20
7/31
21/31
3/31
: 0,2258
: 0,6774
: 0,0968
9/81
63/81
9/81
: 0,1111
: 0,7778
: 0,1111
0,18
0,69
0,14
Jumlah 1 1 1 1
Penyebab Rob
4. Normalisasi drainase
Pembangunan
daerah bawah
System drainase yang
kurang
Kondisi tanah
daerah bawah
Rata-rata
baris
Pembangunan
daerah bawah
System drainase
yang kurang
Kondisi tanah
daerah bawah
6/36
18/36
12/36
: 0,17
: 0,50
: 0,33
4/19
12/19
3/19
: 0,2105
: 0,6316
: 0,1579
5/55
40/55
10/55
: 0,0909
: 0,7291
: 0,18
0,16
0,62
0,22
Jumlah 1 1 1 1
Matrik Preferensi
Kriteria
Penyebab Rob Penelitian Pengontrolan
pembangunan
oleh pemerintah
Perbaikan
sumur
Normalisasi
drainase
Pembangunan
daerah bawah
System drainase
yang kurang
Kondisi tanah
daerah bawah
0,5012
0,1185
0,3803
0,2819
0,0598
0,6583
0,1790
0,6850
0,1360
0,1561
0,6196
0,2243
Merangking Kriteria
Kriteria Penelitian
Pengontrolan
pembangunan
oleh pemerintah
Perbaikan
sumur
Normalisasi
drainase
Penelitian
Pengontrolan
pembangunan
oleh pemerintah
Perbaikan Sumur
Normalisasi
drainase
1
5
1/3
1/4
1/5
1
1/9
1/7
3
9
1
1/2
4
7
2
1
Membuat Matrik Normalisasi
Kriteria Penelitian
Pengontrolan
pembangunan
oleh pemerintah
Perbaikan sumurNormalisasi
drainase
Penelitian
Pengontrolan
pembangunan oleh
pemerintah
Perbaikan Sumur
Normalisasi
drainase
1
5
1/3
1/4
: 1/12
: 60/12
: 4/12
: 3/12
1/5
1
1/9
1/7
: 63/315
: 315/315
: 35/315
: 45/315
3
9
1
½
4
7
2
1
Jumlah 79/12 458/315 13 ½ 14
Membuat Matrik Normalisasi
Kriteria Penelitian
Pengontrolan
pembangunan
oleh
pemerintah
Perbaikan
sumur
Normalisasi
drainase
Rata-rata
Baris
Penelitian
Pengontrolan
pembangunan
oleh pemerintah
Perbaikan Sumur
Normalisasi
drainase
0,1519
0,7595
0,0506
0,0380
0,1375
0,6878
0,0764
0,0983
0,2222
0,6667
0,0741
0,0370
0,2857
0,5
0,1429
0,0714
0,1993
0,6535
0,0860
0,0612
Jumlah 1 1 1 1 1
Matrik Berdasarkan Permasalahan
Peneliti
an
Pengontrol
an
pembangu
nan oleh
pemerintah
Perbaik
an
sumur
Normalis
asi
drainase
Kriteri
a
Penyeba
b Rob
Pembangun
an daerah
bawah 0,5012 0,2819 0,1790 0,1561
x
Penelitian 0,1993
System
drainase
yang kurang0,1185 0,0598 0,6850 0,6196
Pengontrolan
pembanguna
n oleh
pemerintah
0,6535
Kondisi
tanah
daerah
bawah
0,3803 0,6583 0,1360 0,2243
Perbaikan
sumur
0,0860
Normalisasi
drainase
0,0612
Penyebab Rob:
1. Pembangunan daerah bawah =
(0,512x0,1993)+(0,2819x0,6535)+(0,179x0,086)+(0,1561x0,0612)=0,3091
2. Sistem drainase yang kurang=
(0,1185x0,1993)+(0,0598x0,6535)+(0,685x0,086)+(0,6169x0,0612) = 0,1595
3. Kondisi tanah daerah bawah =
(0,3803x0,1993)+(0,6583x0,6535)+(0,136x0,086)+(0,,2243x0,0612) = 0,5314
Jika 3 penyebab rob diurutkan atas dasar skornya dihasilkan rangking AHP:
Penyebab Rob Skor
Kondisi tanah daerah bawah 0,5314
Pembangunan daerah bawah 0,3091
System drainase yang kurang 0,1595
Kesimpulan: berdasarkan perhitungan AHP secara manual, maka penyebab utama Rob
adalah kondisi tanah daerah bawah, kedua adalah pembangunan daerah bawah, dan
terakhir adalah sistem drainase yang kurang.
b. Hasil Output Expert Choice
Berikut Expert Choice untuk setiap solusi penyelesaian banjir rob di Semarang
berdasarkan pengaruhnya terhadap penyebab terjadinya rob.
1. Penelitian
2. Pengontrolan Pembangunan Daerah Bawah
3. Perbaikan Sumur
4. Normalisasi Drainase
2.2 ANALISIS SENSITIVITAS
Berikut hasil grafik sensitivitas dari perhitungan yang telah digunakan:
Terlihat dari grafik sensitivitas di atas maka dapat diketahui penyebab yang paling
berpengaruh adalah kondisi tanah daerah bawah, kedua adalah pembangunan daerah
bawah, dan terakhir adalah sistem drainase yang kurang.
Apabila salah satu dari solusi penyebab rob diubah presentase pengaruhnya terhadap
penyebab rob, maka:
1. Faktor Penelitian
Jika faktor ini diubah menjadi 4 kali lipat maka urutan penyebab yang paling
berpengaruh menjadi pembangunan daerah bawah, kondisi tanah daerah bawah,
kemudian sistem drainase yang kurang.
2. Faktor Pengontrolan Pembangunan
Jika faktor ini diubah menjadi lebih kecil maka ranking untuk penyebab kondisi
tanah daerah bawah akan semakin menurun mengikuti penurunan factor solusi
pengontrolan pembangunan. Oleh karena itu jika factor ini diubah menjadi 4 kali
lebih kecil maka urutan penyebab utama menjadi pembangunan daerah bawah,
kondisi tanah daerah bawah, kemudian sistem drainase yang kurang. Jika semakin
menurun maka kondisi tanah dapat berubah menjadi berada di bawah sistem
drainase.
3. Faktor Perbaikan Sumur
Jika faktor ini diubah menjadi 4 kali lipat maka urutan penyebab yang paling
berpengaruh menjadi, kondisi tanah daerah bawah, sistem drainase yang kurang
kemudian pembangunan daerah bawah.
4. Normalisasi Drainase
Jika faktor ini diubah menjadi lebih besar maka ranking untuk penyebab sistem
drainase akan semakin naik mengikuti kenaikan faktor solusi normalisasi
drainase. Oleh karena itu jika faktor ini diubah menjadi 4 kali lebih besar maka
tidak mempengaruhi urutan penyebab utama Rob. Namun jika diubah menjadi
semakin besar maka sistem drainase dapat berubah menjadi berada di atas kondisi
tanah.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah diperoleh dengan menggunakan metode
AHP diperoleh kesimpulan bahwa dalam penyebab utama rob (pasang air
laut) di daerah sekitar Tanjung Mas Semarang adalah Kondisi tanah daerah
bawah. Struktur tanah di daerah pantai dan kawasan Semarang bawah
merupakan tanah aluvial dengan kadar lempung dan tanah lano yang
cukup besar, dengan kedalaman 40 - 100 meter. Sehingga, tanah ini terus
melakukan konsolidasi (pemadatan). Hal ini diperparah oleh
pembangunan yang juga tak terkontrol (di luar kawasan pelabuhan).
Pembangunan yang luar biasa ini berdampak lurus dengan penurunan air
tanah, yang pada akhirnya menyebabkan intrusi air laut ke dalam tanah.
3.2 Saran
1. Sebaiknya karakteristik yang digunakan jelas dan tepat sesuai
permasalahan.
2. Sebaiknya tebih teliti dalam melakukan perhitungan.
DAFTAR PUSTAKA
http:\ \blog.php.htm
http:Analytical hierarchy Process « My Show Room.htm