Makalah VB(Showroom) DickyseptianP 10260055 IIIA AmikHass Bandung
Maulana Adi Wibowo/Kecepatan Reaksi Kelompok IIIA
-
Upload
maulana-ady-row -
Category
Documents
-
view
81 -
download
4
description
Transcript of Maulana Adi Wibowo/Kecepatan Reaksi Kelompok IIIA
LABORATORIUM
KIMIA FISIKA
Percobaan : KECEPATAN REAKSI Kelompok : III A Nama :
1. M. Bayu Prasetyo NRP. 2313 030 049
2. Maulana Adi Wibowo NRP. 2313 030 025
3. Vonindya Khoirun N.M. NRP. 2313 030 021
Tanggal Percobaan : 09 Desember 2013
Tanggal Penyerahan : 16 Desember 2013
Dosen Pembimbing : Nurlaili Humaidah ST. MT.
Asisten Laboratorium : -
PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2013
i
ABSTRAK
Percobaan ini bertujuan untuk mencari konstanta kecepatan reaksi dari penyabunan
Etil Asetat dengan Natrium Hidroksida. Sampel yang digunakan dalam percobaan iniadalah
Etil Asetat 0,06 N 250 ml, Natrium Hidroksida 0,06 N 250 ml, dan pentitran yang digunakan
adalah Asam Klorida 0,06 N 250 ml.
Percobaan ini dilakukan dengan proses pengadukan. Percobaan dengan pengadukan
dilakukan dengan mentitrasi larutan NaOH dengan HCl yang telah dicampur etil asetat.
Namun, sebelum melakukan percobaan distandarisasi dahulu. Supaya mengerti berapa
volume HCl dan NaOH yang dibutuhkan pada waktu percobaan. Dengan seperti itu, dapat
diketahui berapa banyak volume yang dibutuhkan. Namun, sebelumnya juga harus membuat
larutan ethyl asetat untuk proses percobaan. Kemudian, ethyl asetat sebanyak 25 ml
dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. Sebelum dititrasi, ditambahkan 25 ml NaOH. Kemudian
larutan itu dikocok sesuai dengan variable yang ditentukan. Setelah dikocok, larutan tersebut
ditambahkan 25 ml HCl. Kemudian dikocok lagi sesuai dengan variabelnya. Namun, sebelum
dititrasi, larutan di bagi menjadi 3 macam dan ditambakan indikator PP kemudian larutan
tersebut dititrasi. Dari titrasi tersebut bisa dilihat perubahan warna dari tidak berwarna
menjadi warna pink. Jika terjadi perubahan warna maka titrasi yang dilakukan benar.
Kemudian bisa mendapatkan hasilnya, yaitu volume HCl yang digunakan untuk titrasi
dicatat di dalam tabel yang disediakan.
Hasil dari praktikum yang kami lakukan yaitu dibutuhkan NaOH 0,06 N sebanyak 3
ml untuk waktu pengocokan 3,5 menit; 3,7 ml untuk waktu pengocokan 7 menit ; 4,1 ml untuk
waktu pengocokan 10,5 menit; 4,6 ml untuk waktu pengocokan 14 menit; 5,4 ml untuk waktu
pengocokan 17,5 menit ;5,6 ml untuk waktu pengocokan 21 menit. Dari hasil praktikum yang
kami peroleh dapat diambil kesimpulan bahwa orde yang digunakan pada proses
penyabunan ethyl asetat adalah orde kedua sebab Orde 2 nilainya lebih konstan dari pada
orde 1. Dan bahwa semakin lama waktu pengocokan maka semakin banyak volume untuk
titrasinya.
ii
DAFTAR ISI
ABSTRAKS ............................................................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................................ ii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ iii
DAFTAR TABEL .................................................................................................... iv
DAFTAR GRAFIK ................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang ........................................................................................... I-1
I.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... I-1
I.3 Tujuan Percobaan ...................................................................................... I-1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Dasar Teori ............................................................................................... II-1
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN
III.1 Variabel Percobaan ................................................................................. III-1
III.2 Bahan Yang Digunakan .......................................................................... III-1
III.3 Alat Yang Digunakan .............................................................................. III-1
III.4 Prosedur Percobaan ................................................................................. III-2
III.5 Diagram Alir Percobaan ........................................................................... III-3
III.6 Gambar Alat Percobaan .......................................................................... III-5
BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
IV.1. Hasil Percobaan Kecepatan Reaksi ........................................................ IV-1
IV.2 Pembahasan.............................................................................................. IV-2
BAB V KESIMPULAN ........................................................................................... V-1
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ vi
DAFTAR NOTASI ................................................................................................... vii
APPENDIKS ............................................................................................................. viii
LAMPIRAN
- Laporan Sementara
- Lembar Revisi
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.1 Gambar Tentang Tumbukan .......................................................................... ..II-5
Gambar II.2 Diagram potensial reaksi eksoterm dan, (b) Diagram
potensial reaksi endoterm ................................................................................ II-5
Gambar II.3 tumbukan yang terjadi pada konsentrasi kecil,
(b) tumbukan yang terjadi pada konsentrasi besar ........................................ II.6
Gambar II.4 Grafik pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi ............................................ II-6
Gambar II.5 Tumbukan antar partikel pada (a) permukaan
kecil dan (b) permukaan besar ......................................................................... II-7
Gambar II.6 Grafik pengaruh luas permukaan terhadap laju reaksi ...................................... II-7
Gambar II.7 Tumbukan antarpartikel pada suhu rendah,
(b) tumbukan antarpartikel pada suhu tinggi ................................................... II-8
Gambar II.8 Diagram energi potensial reaksi tanpa katalis
dan dengan katalis. Energi aktivasi reaksi dengan
katalis (EaK) lebih kecil dari reaksi tanpa katalis ............................................ II-9
Gambar II.9 Dekomposisi H2O2 dengan katalis MnO2 ......................................................... II-10
Gambar II.10 Diagram perubahan konsentrasi pereaksi dan hasil reaksi ............................. II-14
iv
DAFTAR TABEL
Tabel IV.1 Hasil Penyabunan Etil Asetat dengan Larutan NaOH 0,06N .......................... IV-1
Tabel IV.2 Tabel Perhitungan Grafik ................................................................................ IV-1
v
DAFTAR GRAFIK
Grafik IV.1 Penyabunan CH3COOC2H5 0,04 N dengan
larutan NaOH 0,04 N ..................................................................................... IV-2
Grafik IV.2 Grafik Orde nol ............................................................................................... IV-4
Grafik IV.3 Grafik orde satu............................................................................................... IV-4
Grafik IV.4 Grafik orde dua ............................................................................................... IV-5
Grafik IV.5 Grafik orde tiga ............................................................................................... IV-5
I-1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Laju atau kecepatan dapat didefinisikan sebagai jumlah suatu perubahan tiap satuan
waktu. Dalam reaksi kimia, perubahan yang dimaksud adalah perubahan konsentrasi
pereaksi atau produk. Seiring dengan bertambahnya waktu reaksi, maka jumlah zat
pereaksi akan semakin sedikit, sedangkan produk akan semakin banyak.
Di dalam kehidupan manusia pada zaman sekarang tidak dapat dipisahkan dari
bahan-bahan kimia. Hampir seluruh bagian dari kehidupan manusia berhubungan sangat
erat dengan bahan-bahan kimia. Dalam bidang kehidupan rumah tangga, kesehatan,
perhiasan dan lain-lain, hampir seluruhnya menggunakan bahan kimia. Bahan kimia
tersebut juga terdapat banyak sekali macamnya. Semua bahan kimia tersebut dapat
dikelompokkan sesuai sifatnya masing-masing. Salah satu sifat bahan kimia ada bahan
kimia yang mudah bereaksi dan ada juga yang sulit bereaksi.
Didalam percobaan dilakukan metode pengadukan sebagai variabel yang diamati
pengaruhnya terhadap konversi, konsentrasi, konstanta laju reaksi dan laju reaksi dari
sampel. Variabel ini dipilih karena metodenya yang mudah dilakukan dan
pengaplikasiannya yang luas dalam bidang teknik kimia, misalnya dalam perancangan
reaktor, dimana pengadukan disini berfungsi untuk menghomogenkan suatu campuran dan
mempercepat reaksi. Reaksi yang berjalan dalam satu fase disebut reaksi homogen,
misalnya antara gas–gas atau reaksi dalam bentuk larutan. Reaksi yang berjalan dalam dua
fase, seperti reaksi gas pada permukaan zat padat disebut reaksi heterogen.
Ada beberapa cara untuk menentukan kecepatan reaksi namun yang kami gunakan
adalah dengan metode titrasi untuk menentukan kecepatan reaksi dan mengetahui
konsentrasi dari NaOH yang bereaksi. Pada percobaan kali ini kita menghitung konstanta
dan orde reaksi yang berguna untuk menentukan laju reaksi berdasarkan volume dan waktu
titrasi yang berbeda-beda. Dengan melakukan percobaan ini kita akan mengetahui
konstanta dan orde reaksi dari ethyl asetat dengan NaOH.
I-2
BAB I PENDAHULUAN
LABORATORIUM KIMIA FISIKA PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA
FTI-ITS
I.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara untuk menghitung orde reaksi dan konstanta kecepatan reaksi?
2. Berapa nilai orde reaksi pada ethyl asetat?
I.3 Tujuan Percobaan
1. Mengetahui nilai orde reaksi dan konstanta kecepatan reaksi.
2. Menentukan nilai orde reaksi dari ethyl asetat.
II-1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Dasar Teori
Pengertian Laju Reaksi
Laju reaksi adalah laju penurunan reaktan (pereaksi) atau laju bertambahnya produk
(hasil reaksi). Laju reaksi ini juga menggambarkan cepat lambatnya suatu reaksi kimia,
sedangkan reaksi kimia merupakan proses mengubah suatu zat (pereaksi) menjadi zat baru
yang disebut sebagai produk. Reaksi kimia digambarkan seperti pada bagan berikut (Dsupardi,
2009).
Beberapa reaksi kimia ada yang berlangsung cepat. Natrium yang dimasukkan ke
dalam air akan menunjukkan reaksi hebat dan sangat cepat, begitu pula dengan petasan dan
kembang api yang disulut. Bensin akan terbakar lebih cepat daripada minyak tanah. Namun,
ada pula reaksi yang berjalan lambat. Proses pengaratan besi, misalnya, membutuhkan waktu
sangat lama sehingga laju reaksinya lambat. Cepat lambatnya proses reaksi kimia yang
berlangsung dinyatakan dengan laju reaksi. Dalam mempelajari laju reaksi digunakan besaran
konsentrasi tiap satuan waktu yang dinyatakan dengan molaritas (Dsupardi, 2009).
Molaritas menyatakan jumlah mol zat dalam 1 L larutan, sehingga molaritas yang
dinotasikan dengan M, dan dirumuskan sebagai berikut.
M = n/V
Keterangan :
n = jumlah mol dalam satuan mol atau mmol
V = volume dalam satuan L atau mL
Dalam kimia fisik, kinetika kimia atau kinetika reaksi mempelajari laju reaksi dalam
suatu reaksi kimia. Analisis terhadap pengaruh berbagai kondisi reaksi terhadap laju rekasi
memberikan informasi mengenai mekanisme reaksi dan keadaan transisi dari suatu reaksi
kimia. Pada tahun 1864, Peter Waage merintis pengembangan kinetika kimia dengan
memformulasikan hokum aksi massa, yang menyatakan bahwa kecepatan suatu reaksi kimia
proposional dengan kuantitas zat yang bereaksi (Soekardjo, 1989).
Tahap Menuju Kecepatan Reaksi
Dalam suatu reaksi kimia berlangsungnya suatu reaksi dari keadaan semula (awal)
sampai keadaan ahkir diperkirakan melalui beberapa tahap reaksi.
Contoh: 4 HBr (g) + O2 (g) 2 H2O + 2 Br2
Dari persamaan reaksi di atas terlihat bahwa tiap 1 molekul O2 bereaksi dengan 4
II-2 BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
D-3 Teknik Kimia
FTI-ITS
molekul HBr. Suatu reaksi barru dapat berlangsung apabila ada tumbukan yang berhasil
antara molekul-molekul yang bereaksi. Tumbukan sekaligus antara 4 molekul HBr dengan
1 molekul O2 kecil sekali kemungkinannya untuk berhasil. Tumbukan yang mungkin
berhasil adalah tumbukan antara 2 molekul yaitu 1 molekul HBr dengan 1 molekul O2.
Hal ini berarti reaksi di atas harus berangsung dalam beberapa tahap dan diperkirakan
tahap-tahapnya adalah:
HBr + O2 HOOBr (lambat)
1 : Tahap HBr + HOOBr 2HOBr (cepat)
2 : Tahap (HBr + HOBr H2O + Br2) x 2 (cepat)
3 : 4HBr + O2 H2O + 2 Br2
(Soekardjo, 1989).
Dari contoh di atas ternyata secara eksperimen kecepatan berlangsungnya reaksi
tersebut ditentukan oleh kecepatan reaksi pembentukan HOOBr yaitu reaksi yang
berlangsungnya paling lambat (Soekardjo, 1989).
Rangkaian tahapan-tahapan reaksi dalam suatu reaksi disebut “mekanisme reaksi” dan
kecepatan berlangsungnya reaksi keseluruhan ditentukan oleh reaksi yang paling lambat
dalam mekanisme reaksi. Oleh karena itu, tahap ini disebut tahap penentu kecepatan reaksi
(Soekardjo, 1989).
Pengaruh dari beberapa faktor tersebut terhadap laju rekasi dapat dijelaskan dengan
teori tumbukan. Menurut teori ini, reaksi berlangsung sebagai hasil tumbukan antar partikel
pereaksi. Akan tetapi, tidaklah setiap tumbukan antar partikel yang memiliki energi cukup
serta arah tumbukan yang tepat. Jadi laju reaksi akan tergantung pada suatu hal berikut ini.
1. Frekuensi Tumbukan
Reaksi tumbukan yang melibatkan partikel dengan energi cukup. Reaksi pertikel
dengan energy cukup yang bertumbukan dengan arah partikel yang tepat. Berikut akan
diuraikan syarat-syarat terjadinya suatu reaksi, meliputi tumbukan efektif dan energy
tumbukan yang cukup.
a. Tumbukan Efektif
Tumbukan yang menghasilkan reaksi disebut tumbukan efektif. Molekul pereaksi
dalam wadahnya selalu bergerak ke segala arah, dan berkemungkinan besar
bertumbukan satu dengan lain, baik dengan molekul yang sama maupun berbeda.
Tumbukan itu dapat memutuskan ikatan dalam molekul pereaksi dan kemudian
membentuk ikatan baru yang menghasilkan molekul hasil reaksi. Sedangkan tumbukan
II-3 BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
D-3 Teknik Kimia
FTI-ITS
tidak efektif jika yang bertabrakan adalah atom-atom dengan ukuran yang berbeda.
Supaya terjadi banyak tumbukan, maka terjadi penambahan molekul persamaan
pereaksi. Makin banyak molekul yang bereaksi, makin banyak kemungkinan terjadi
tumbukan untuk menghasilkan molekul hasil reaksi.
b. Energi Tumbukan yang Cukup
Bila terjadi tabrakan molekul pereaksi, walaupun sudah bertabrakan langsung
dengan posisi yang efektif, tetapi ternyata kurang maka tidak dapat menimbulkan
reaksi. Energi pengaktifan (Ea = energi aktivasi) adalah energi minimum yang harus
dimiliki oleh partikel pereaksi sehingga menghasilkan tumbukan efektif.
(Soekardjo, 1989).
Semua reaksi membutuhkan energi pengaktifan. Reaksi yang berlangsung pada
suhu rendah berarti memiliki energi pengaktifan yang rendah, begitupun sebaliknya.
Energi pengaktifan ditafsirkan sebagai energi penghalang antara pereaksi dan produk.
Pereaksi harus didorong sehinga dapat melewati energi penghalang tersebut baru dapat
berubah menjadi produk (Dsupardi, 2009).
Dengan demikian, dalam suatu reaksi terdapat tiga keadaan yaitu keadaan awal
(pereaksi), keadaan transisi, dan keadaan ahkir (hasil reaksi). Keadaan transisi selalu
lebih tinggi dari keadaan dua keadaan lain, tetapi keadaan awal dapat lebih tinggi atau
lebih rendah dari keadaan ahkir (Dsupardi, 2009).
Kecepatan reaksi adalah banyaknya mol/liter suatu zat. Pada umumnya reaksi akan
besar bila konsentrasi pereaksi cukup besar. Dengan berkurangnya konsentrasi pereaksi
sebaga akibat reaksi, maka akan berkurang pula kecepatannya (Dsupardi, 2009).
Secara umum kecepatan reaksi dapat dirumuskan sebagai berikut
V = k (A) x (B)
y
Keterangan :
V = kecepatan reaksi y = orde reaksi terhadap zat b
k = tetapan laju reaksi (x+y) = orde reaksi keseluruhan
x = orde reaksi terhadap zat A (A),(B) = konsentrasi zat pereaksi
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi
Laju reaksi suatu reaksi kimia dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu konsentrasi
pereaksi, luas permukaan zat yang bereaksi, suhu pada saat reaksi kimia terjadi, dan ada
tidaknya katalis. Sehubungan dengan proses reaksi kimia, maka ada satu hal penting yang
harus dipelajari untuk menentukan berjalan tidaknya sebuah reaksi kimia, yakni tumbukan.
II-4 BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
D-3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Suatu reaksi kimia dapat terjadi bila ada tumbukan antara molekul zat-zat yang bereaksi.
(Dsupardi, 2009).
2.1. Tumbukan sebagai Syarat Berlangsungnya Reaksi Kimia
Tumbukan yang menghasilkan reaksi hanyalah tumbukan yang efektif. Tumbukan
efektif harus memenuhi dua syarat, yaitu posisinya tepat dan energinya cukup. Bagaimanakah
posisi tumbukan yang efektif? Dalam wadahnya, molekul-molekul pereaksi selalu bergerak ke
segala arah dan sangat mungkin bertumbukan satu sama lain. Baik dengan molekul yang sama
maupun dengan molekul berbeda. Tumbukan tersebut dapat memutuskan ikatan dalam
molekul pereaksi dan kemudian membentuk ikatan baru yang menghasilkan molekul hasil
reaksi. Contoh tumbukan antarmolekul yang sama terjadi pada pereaksi hidrogen iodida
berikut (Nurul, 2012).
HI(g) + HI(g) → H2(g) + I2(g)
Secara umum, dituliskan:
AB + AB → A2 + B2
Tumbukan yang efektif terjadi bila keadaan molekul sedemikian rupa sehingga antara
A dan B saling bertabrakan (Gambar 5(a)). Jika yang bertabrakan adalah atom yang sama,
yaitu antara A dan A (Gambar 5(b)) atau atom A dan B namun hanya bersenggolan saja
(Gambar 5(c)), maka tumbukan tersebut merupakan tumbukan yang tidak efektif (Nurul,
2012).
Selanjutnya yang dimaksud dengan energi tumbukan harus cukup yaitu Jika kalian
melemparkan batu pada kaca dan kacanya tidak pecah, berarti energi kinetik batu tidak cukup
untuk memecahkan kaca. Demikian juga tumbukan antarmolekul pereaksi, meskipun sudah
terjadi tumbukan dengan posisi tepat, namun apabila energinya kurang, maka reaksi tidak
akan terjadi. Dalam hal ini diperlukan energi minimum tertentu yang harus dipunyai molekul-
molekul pereaksi untuk dapat menghasilkan reaksi (Nurul, 2012).
Energi tersebut dinamakan energi aktivasi atau energi pengaktifan (Ea).
Perhatikan Gambar II.1 tentang tumbukan dengan energi yang cukup dan tidak cukup.
II-5 BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
D-3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Gambar II.1 Gambar Tentang Tumbukan
Bila gerakan molekul AB dan C lambat, maka tidak akan terjadi ikatan antara B dan C
saat bertumbukan. Akibatnya, keduanya terpental tanpa ada perubahan (Gambar 6(a)).
Dengan mempercepat gerakan molekul, maka akan membuat tumpang tindih B dan C serta
membuat ikatan, dan akhirnya terjadi ikatan kimia (Nurul, 2012).
Dalam suatu reaksi terdapat tiga keadaan yaitu keadaan awal (pereaksi), keadaan
transisi, dan keadaan akhir (hasil reaksi). Keadaan transisi disebut juga komplek teraktivasi.
Pada keadaan ini ikatan baru sudah terbentuk namun ikatan lama belum putus. Keadaan
tersebut hanya berlangsung sesaat dan tidak stabil. Keadaan transisi ini selalu mempunyai
energi lebih tinggi daripada keadaan awal dan akhir, sedangkan energi keadaan awal dapat
lebih tinggi atau lebih rendah daripada energi keadaan akhir (Nurul, 2012).
Bila keadaan awal lebih tinggi energinya, reaksi mcnghasilkan kalor atau dinamakan
reaksi eksoterm, dan bila yang terjadi adalah sebaliknya, dinamakan reaksi endoterm.
Perhatikan Gambar II.2. yang menggambarkan tentang energi aktivasi pada reaksi
eksoterm dan reaksi endoterm (Nurul, 2012).
Gambar II.2 Diagram potensial reaksi eksoterm dan, (b) Diagram potensial reaksi endoterm.
Dengan mengetahui teori tumbukan ini, lebih mudah memahami penjelasan tentang
faktor-faktor yang memengaruhi laju reaksi. Percepatan gerakan molekul akan memperbesar
II-6 BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
D-3 Teknik Kimia
FTI-ITS
kemungkinan tumbukan efektif karena percepatan gerakan memberikan energi lebih besar.
Percepatan gerakan molekul berarti percepatan laju reaksi. Dengan dipercepatnya laju reaksi
menggunakan salah satu faktor-faktor berikut, diharapkan energi yang dibutuhkan untuk
tumbukan dapat tercukupi sehingga bisa menghasilkan tumbukan yang efektif. Faktor-faktor
tersebut akan segera diuraikan dalam penjelasan berikut ini (Nurul, 2012).
2.2 Pengaruh Konsentrasi terhadap Laju Reaksi
Jika konsentrasi suatu larutan makin besar, larutan akan mengandung jumlah partikel
semakin banyak sehingga partikel-partikel tersebut akan tersusun lebih rapat dibandingkan
larutan yang konsentrasinya lebih rendah. Susunan partikel yang lebih rapat memungkinkan
terjadinya tumbukan semakin banyak dan kemungkinan terjadi reaksi lebih besar. Makin
besar konsentrasi zat, makin cepat laju reaksinya. Perhatikan Gambar II.3. tentang pengaruh
konsentrasi berikut (Chemistry Chang, 2004).
Gambar II.3 tumbukan yang terjadi pada konsentrasi kecil, (b) tumbukan yang terjadi pada
konsentrasi besar.
Apabila dibuat sebuah grafik yang menunjukkan hubungan antara konsentrasi dengan laju
reaksi, maka dihasilkan grafik seperti pada Gambar II.4 Grafik menunjukkan bahwa semakin
besar konsentrasi, semakin cepat pula laju reaksinya (Chemistry Chang, 2004).
Gambar II.4 Grafik pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi.
1. Pengaruh Luas Permukaan terhadap Laju Reaksi
II-7 BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
D-3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Pada saat zat-zat pereaksi bercampur, maka akan terjadi tumbukan antar partikel
pereaksi di permukaan zat. Laju reaksi dapat diperbesar dengan memperluas permukaan
bidang sentuh zat yang dilakukan dengan cara memperkecil ukuran zat pereaksi.
Perhatikan Gambar II.5 (Chemistry Chang, 2004).
Gambar II.5 Tumbukan antar partikel pada (a) permukaan kecil dan (b) permukaan besar.
Semakin luas permukaan bidang sentuh zat, semakin besar laju reaksinya, seperti yang
ditunjukkan oleh grafik hubungan luas permukaan dengan laju reaksi pada Gambar II.6
(Chemistry Chang, 2004).
Gambar II.6 Grafik pengaruh luas permukaan terhadap laju reaksi.
2. Pengaruh Suhu terhadap Laju Reaksi
Partikel-partikel dalam zat selalu bergerak. Jika suhu zat dinaikkan, maka
energi kinetik partikel-partikel akan bertambah sehingga tumbukan antar partikel akan
mempunyai energi yang cukup untuk melampaui energi pengaktifan. Hal ini akan
menyebabkan lebih banyak terjadi tumbukan yang efektif dan menghasilkan reaksi
(Gambar II.7) (Chemistry Chang, 2004).
II-8 BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
D-3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Gambar II.7 Tumbukan antarpartikel pada suhu rendah, (b) tumbukan antarpartikel pada
suhu tinggi.
Pada umumnya, setiap kenaikan suhu sebesar 10 oC, reaksi akan berlangsung
dua kali lebih cepat. Dengan demikian, apabila laju reaksi awalnya diketahui, kita
dapat memperkirakan besarnya laju reaksi berdasarkan kenaikan suhunya. Lebih
mudahnya, lihat perumusan berikut (Chemistry Chang, 2004).
Karena besarnya laju berbanding terbalik dengan waktu yang ditempuh, maka
perumusan di atas dapat dituliskan sebagai berikut.
Keterangan :
∆r = kenaikan laju reaksi
∆T = kenaikan suhu = T2 –T1
T2 = suhu akhir
T1 = suhu awal
t0 = waktu reaksi awal
tt = waktu reaksi akhir
(Chemistry Chang, 2004).
3. Pengaruh Katalis terhadap Laju Reaksi
Reaksi yang berlangsung lambat dapat dipercepat dengan memberi zat lain tanpa
menambah konsentrasi atau suhu reaksi. Zat tersebut disebut katalis. Katalis dapat
mempercepat laju reaksi, tetapi tidak mengalami perubahan kimia secara permanen
sehingga pada akhir reaksi zat tersebut dapat diperoleh kembali. Fungsi katalis dalam
reaksi adalah menurunkan energi aktivasi sehingga jumlah molekul yang dapat melampaui
II-9 BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
D-3 Teknik Kimia
FTI-ITS
energi aktivasi menjadi lebih besar. Gambar II.8 menunjukkan peranan katalis dalam
menurunkan energi aktivasi (Premono, S. A., 2009).
Gambar II.8 Diagram energi potensial reaksi tanpa katalis dan dengan katalis. Energi
aktivasi reaksi dengan katalis (EaK) lebih kecil dari reaksi tanpa katalis.
Katalis memiliki beberapa sifat, di antaranya:
1. Katalis tidak bereaksi secara permanen.
2. Jumlah katalis yang diperlukan dalam reaksi sangat sedikit.
3. Katalis tidak mempengaruhi hasil reaksi.
4. Katalis tidak memulai suatu reaksi, tetapi hanya mempengaruhi lajunya.
5. Katalis hanya bekerja efektif pada suhu optimum, artinya di atas atau di bawah suhu
tersebut kerja katalis berkurang.
6. Suatu katalis hanya mempengaruhi laju reaksi secara spesifik, artinya suatu katalis hanya
mempengaruhi laju satu jenis reaksi dan tidak dapat untuk reaksi yang lain.
7. Keaktifan katalis dapat diperbesar oleh zat lain yang disebut promotor.
8. Hasil suatu reaksi dapat bertindak sebagai katalis, sehingga zat tersebut disebut
autokatalis.
9. Katalis dalam senyawa organik disebut enzim.
10. Terdapat katalis yang dapat memperlambat suatu reaksi, sehingga katalis itu disebut
katalis negatif atau inhibitor.
(Premono, S. A., 2009).
II-10 BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
D-3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Gambar II.9 Dekomposisi H2O2 dengan katalis MnO2 menjadi air dan oksigen.
Berdasarkan wujudnya, katalis dapat dibedakan dalam dua golongan, yaitu:
1. Katalis homogen adalah katalis yang mempunyai wujud sama dengan pereaksi. Katalis ini
dapat berada dalam dua wujud:
a. Dalam wujud gas, contoh:
NO(g)
2CO(g) + O2(g) → 2CO2(g)
b. Dalam wujud larutan, contoh:
2. Katalis heterogen adalah katalis yang mempunyai wujud berbeda dengan pereaksi.
Biasanya katalis ini berwujud padat dan pereaksinya cair atau gas. Contohnya:
Fe(s)
N2(g) + 3H2(g) → 2NH3(g)
Ni(s)
C2H4(g) + H2(g) → C6H6(g)
Untuk menganalisis lebih dalam kecenderungan peranan masingmaing faktor, lakukanlah
aktivitas berikut :
Sifat suatu zat
Sifat ini berhubungan dengan wujud, masa molekul relative dan bentuk partikel.
Hal ini meliputi :
a. Wujud zat
C12H22O11(aq) + H2O(l)
H+
→
C6H12O6(aq) + C6H12O6(aq)
II-11 BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
D-3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Suatu senyawa yang berwujud gas akan lebih cepat bereaksi daripada senyawa
yang berwujud padatan atau cair. Begitu pula untuk cair, akan lebih cepat bereaksi
daripada yang berwujud padatan. Hal ini berkitan dengan kerapatan molekul zat
tersebut. Zat padat mempunyai partikel-partikel yang tersusun secara rapat, sehingga
sukar bergerak. Sedangkan substansi cair memiliki partikel-partikel yang tersusun rapat
tetapi dapat mengalir, sehingga pertikel-partikelnya lebih bebas bergerak (Soekardjo,
1989).
Zat gas mempunyai partikel yang sangat renggang sehingga lebih mudah bergerak
bebas. Wujud rekatan sangat mempengaruhi laju reaksinya, meskipun sifat-sifat lain
yang dimiliki zat tersebut ikut menentukan (Soekardjo, 1989).
b. Massa molekul relatif
Senyawa yang memiliki harga Mr kecil lebih ringan dibandingkan senyawa yang
memiliki Mr besar, sehingga mengakibatkan laju reaksinya lebih cepat. (Soekardjo, 1989)
c. Bentuk Partikel
Pada keadaan sebagai larutan dalam air, partikel yang berbentuk ion (senyawa
elektrolit) biasanya akan lebih cepat bereaksi dibandingkan partikel yang berbentuk
molekul (senyawa non-elektrolit), karena dalam bentuk ion akan terjadi suatu gaya tarik
elektrostatika antar muatan yang berbeda (Soekardjo, 1989).
Konsentrasi
Semakin besar konsentrasi zat-zat pereaksinya maka semakin cepat reaksinya
berlangsung. Makin besar konsentrasi maka makin banyak zat-zat yang bereaksi sehingga
makin besar kemungkinan terjadinya tumbukan. Dengan demikian makin basar pula
kemungkinan terjafinya reaksi (Premono, S. A., 2009).
Sifat Zat yang Bereaksi
Mudah atau sukarnya suatu zat bereaksi akan menentukan seberapa cepat reaksi
tersebut terjadi. Merubah konsentrasi ke dalam suatu reaksi biasanya merubah juga laju
reaksi. Persamaan laju menggambarkan perubahan ini secara matematis. Orde reaksi
adalah bagian dari persamaan laju. Halaman ini memperkenalkan dan menjelaskan
berbagai istilah yang perlu anda tahu (Premono, S. A., 2009).
Persamaan Laju
Mengukur laju reaksi
Ada beberapa cara untuk mengukur laju dari suatu reaksi. Sebagai contoh, jika gas
dilepaskan dalam suatu reaksi, kita dapat mengukurnya dengan menghitung volume gas
II-12 BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
D-3 Teknik Kimia
FTI-ITS
yang dilepaskan per menit pada waktu tertentu selama reaksi berlangsung. Definisi laju ini
dapat diukur dengan satuan cm3s
-1 (Premono, S. A., 2009).
Bagaimanapun, untuk lebih formal dan matematika dalam menentukan laju suatu
reaksi, laju biasanya diukur dengan melihat berapa cepat konsentrasi suatu reaktan
berkurang pada waktu tertentu. Sebagai contoh, andaikan kita melihat suatu reaksi antara
dua senyawa A dan B. Misalkan setidaknya salah satu mereka merupakan zat yang bisa
diukur konsentrasinya-misalnya, larutan atau dalam bentuk gas. Untuk reaksi ini kita dapat
mengukur laju reaksi dengan menyelidiki berapa cepat konsentrasi, katakan A, berkurang
per detik (Premono, S. A., 2009).
Kita mendapatkan, sebagai contoh, pada awal reaksi, konsentrasi berkurang dengan
laju 0.0050 mol dm-3
s-1
. Hal ini berarti tiap detik konsentrasi A berkurang 0.0050 mol per
desimeter kubik. Laju ini akan meningkat seiring reaksi dari A berlangsung. Untuk
persamaan laju dan orde reaksi, laju reaksi diukur dengan cara berapa cepat konsentrasi
dari suatu reaktan berkurang. Satuannya adalah mol dm-3
s-1
(Premono, S. A., 2009).
Orde reaksi
Orde reaksi selalu ditemukan melalui percobaan. Kita tidak dapat menentukan apapun
tentang orde reaksi dengan hanya mengamati persamaan dari suatu raeksi. Jadi dengan laju
reaksi dimana konsentrasi dari suatu reaktan A berubah, beberapa hal-hal sederhana yang
akan kita temui adalah :
Laju reaksi berbanding lurus dengan konsentrasi A
Hal ini berarti jika kita meliptgandakan konsentrasi A, laju reaksi akan berlipat ganda
pula. Jika kita meningkatkan konsentrasi A dengan faktor 4, laju reaksi pun akan menjadi 4
kali lipat. Ini menunjukkan konsentrasi yang diukur dalam mol per desimeter kubik (liter)
(Soekardjo, 1989).
Laju reaksi berbanding terbalik dengan kuadrat konsentrasi A
Hal ini berarti jika kita melipatgandakan konsentrasi dari A, laju reaksi akan
bartambah 4 kali lipat (22). Jika konsentrasi dari A ditingkatkan tiga kali lipat, laju reaksi akan
bartambah menjadi 9 kali lipat (32). Dengan melakukan percobaan yang melibatkan reaksi
antara A dan B, kita akan mendapatkan bahwa laju reaksi berhubungan dengan konsentrasi A
dan B dengan cara :
Kita dapat malakukan percobaan yang melibatkan reaksi bahwa laju reaksi
dipengaruhi oleh konsentrasi dari A dan B. Pangkat-pangkat ini disebut dengan orde reaksi
terhadap A dan B. Jika orde reaksi terhadap A adalah 0 (nol), berarti konsentrasi dari A tidak
II-13 BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
D-3 Teknik Kimia
FTI-ITS
mempengaruhi laju reaksi. Orde reaksi total (keseluruhan), didapat dengan menjumlahkan
tiap-tiap orde. Sebagai contoh, di dalam reaksi orde satu terhadap kedua A dan B (a = 1 dan b
= 1), orde reaksi total adalah 2. Kita menyebutkan reaksi total dua Tiap contoh yang
melibatkan reaksi antara A dan B, dan tiap persamaan laju reaksi dapat eksperimen untuk
menentukan bagaimana konsentrasi A dan B mempengaruhi laju reaksi. Dalam kasus ini, orde
reaksi terhadap A dan B adalah 1. Orde reaksi total adalah 2, didapat dengan menjumlah tiap-
tiap orde. Pada reaksi ini, A berorde satu dan B berorde nol, karena konsentrasi B tidak
mempengaruhi laju reaksi. Orde reakai total adalah satu (Soekardjo, 1989).
Bila kita memiliki reaktan-reaktan lebih dari dua lainnya, tidak menjadi masalah
berapa banyak reaktan yang ada. Konsentrasi dari tiap reaktan akan berlangsung pada laju
reaksi dengan menaikkan beberapa pangkat. Pangkat-pangkat ini merupakan orde tersendiri
dari setiap reaksi. Orde total (keseluruhan) dari reaksi didapat dengan menjumlahkan tiap-tiap
orde tersebut (Soekardjo, 1989).
Ketetapan laju
Hal yang cukup mengejutkan, ketetapan laju sebenarnya tidak benar-benar konstan.
Konstan ini tidak berubah, sebagai contoh, jika kita mengubah temperatur dari reaksi,
menambahkan katalis atau merubah katalis. Tetapan laju akan konstan untuk reaksi yang
diberikan hanya apabila kita mengganti konsentrasi dari reaksi tersebut (Dsupardi, 2009).
Orde Suatu Reaksi
Definisi orde reaksi adalah suatu bilangan pangkat konsentrasi pada persamaan laju
reaksi. Orde reaksi dapat berupa bilangan bulat positif, nol, atau bilangan pecahan. Pada
umumnya suatu reaksi kimai memiliki orde reaksi berupa bilangan bulat positf. Orde reaksi
menyatakan suatu bentuk matematis dimana hasil percobaan dapat ditunjukkan. Ia dapat
dihitung secara eksperimen laju reaksi dan hanya dapat diramalkan apabila suatu mekanisme
reaksi diketahui pada seluruh percobaan yang nantinya dapat ditentukan sebagai jumlah dari
eksponen untuk masing-masing reaktan. Sehingga, dasar perhitungan dari kecepatan laju
reaksi adalah memperbandingkan data laju reaksi yang diketahui apabila ada data yang sama
maka dibandingkan dengan data yang sudah sama terlebih dahulu.
(Samuel H. Maroon and Jerome B. Lando, Fundamental of Physical Chemistry).
Rumus Laju Reaksi
Laju reaksi kimia bukan hanya sebuah teori, namun dapat dirumuskan secara
matematis untuk memudahkan pembelajaran. Pada reaksi kimia: A → B, maka laju
berubahnya zat A menjadi zat B ditentukan dari jumlah zat A yang bereaksi atau jumlah zat B
II-14 BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
D-3 Teknik Kimia
FTI-ITS
yang terbentuk per satuan waktu. Pada saat pereaksi (A) berkurang, hasil reaksi (B) akan
bertambah. Perhatikan diagram perubahan konsentrasi pereaksi dan hasil reaksi pada Gambar
3.
Gambar II.10 Diagram perubahan konsentrasi pereaksi dan hasil reaksi.
Berdasarkan gambar tersebut, maka rumusan laju reaksi dapat kita definisikan sebagai:
a. berkurangnya jumlah pereaksi (konsentrasi pereaksi) per satuan waktu, atau:
,
b. dengan r = laju reaksi, - d[R] = berkurangnya reaktan (pereaksi), dan dt = perubahan
waktu. Untuk reaksi : A → B, laju berkurangnya zat A adalah :
c. bertambahnya jumlah produk (konsentrasi produk) per satuan waktu, atau:
,
dengan +Δ[P] = bertambahnya konsentrasi produk (hasil reaksi). Untuk reaksi :
A → B, laju bertambahnya zat B adalah :
.
Macam-macam Orde Reaksi :
A. Reaksi Orde Nol
Adalah reaksi-reaksi yang laju reaksinya tidak tergantung pada konsentrasi asam.
Dimana, harga satuan k (konstanta) adalah sama dengan nol. Hal ini dapat dituliskan
sebagai berikut :
- d (A) = k dimana k adalah konstanta laju orde nol
II-15 BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
D-3 Teknik Kimia
FTI-ITS
dt
Contoh dari reaksi orde ini :
CH3COCCH3 + H2O CH3COOH + CH3OH
Maka, persamaan laju reaksinya adalah :
R = k (CH3COOH) (H2O)0
Grafiknya :
Laju (m/s)
Konsentrasi (M)
(Samuel H. Maron and Jerome B.Lando, Fundamentals of Physiscal Chemistry)
B. Reaksi Orde Satu
Adalah reaksi yang lajunya berbanding langsung dengan konsentrasi reaktan
(pereaksi).
Contoh reaksi orde ini :
2H2O 2H2O + O2 , V = k (H2O2)
SO2Cl2 SO2 + Cl2 , V = k (SO2Cl2)
Grafik reaksi orde satu :
Laju (m/s)
Konsentrasi (M)
Bila konsentrasi A meningkat, maka V juga akan meningkat secara linier. (Samuel H.
Maron and Jerome B.Lando, Fundamentals of Physiscal Chemistry)
C. Reaksi Orde Dua
Adalah reaksi-reaksi yang laju reaksinya berbanding langsung dengan kuadrat
konsentrasi dari suatu reaktan atau dengan hasil kali konsentrasi yang meningkat sampai
pangkat satu atau dua dari reaktan-reaktan tersebut.
Kasus I :
2A produk
-d ( A ) = k ( A )2
Dt
II-16 BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
D-3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Pada integrasi memberikan :
1 = 1 + kt
A ( A0)
Dimana ( A0) adalah konsetrasi reaktan pada t = 0
Kasus II :
aA + bB produk
dimana a , b , dan ( A0) ( B0) persamaan laju diferensial adalah :
l d ( A ) = l d ( A ) = k ( A ) (B)
a dt b dt
konstanta laju (k) dapat kita hitung dari kemiringan dan konsentrasi awal reaktan
di intercept. Contoh reaksi ini :
NO2 + O3 NO2 + O2
2NO2 2NO + O2
Grafik orde ini :
Laju (m/s)
Konsetrasi (M)
Apabila konsentrasi A meningkat, maka V meningkat secara parabola.
(Samuel H. Maron and Jerome B.Lando, Fundamentals of Physiscal Chemistry)
D. Orde Reaksi Tiga
Dalam orde reaksi tiga dapat dilihat dalam tiga hal yang berbeda, yakni :
Kasus I :
Laju berbanding langsung dengan pangkat 3 konsentrasi dari suatu reaktan, yaitu :
3R P
-d ( R ) = k ( R )3
dt
Kasus II :
Laju sebanding dengan kuadrat konsentrasi dari reaktan dan pangkat satu dari
konsentrasi reaktan kedua, yaitu :
-d ( R2 ) = k ( R1 )2
(R2)
dt
II-17 BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
D-3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Kasus III :
Laju sebanding dengan hasil kali konsentrasi ke-3 rekatan, yaitu :
-d ( R1 ) = k ( R1 ) (R2) (R3)
dt
(Samuel H. Maron and Jerome B.Lando, Fundamentals of Physiscal Chemistry)
E. Reaksi Orde Semu
Pada reaksi ini konsentrasi satu atau lebih dari satu reaktan melebihi konsentrasi
reaktan lainnya, atau salah satu reaktan bekerja sebagai katalis, karena konsentrasi dari
jenis-jenis ini hampir tetap sama dan dapat dianggap konstan, maka orde reaksi akan
berkurang, misalnya hidrolisis dari beberapa ester yang dikatalis oleh beberapa asam
adalah :
RCOOR’ + H2O RCOOH + R’OH
Orde dari reaksi tersebut adalah bernilai satu apabila air dalam keadaan surplus
(berlebihan).
Suatu reaksi kimia terjadi apabila ada tumbukan antar partikel suatu substansi,
namun tumbukan tersebut tidaklah selalu menghasilkan reaksi dan energi. Reaktan yang
terjadi akan melebihi energi aktivasi. Energi aktivasi adalah energi minimum yang
diperlukan untuk melakukan suatu reaksi.
Konstanta laju adalah suatu laju reaksi jika konsentrasi ari amsing-masing jenis
adalah satu-satunya tergantung pada reaksi (Samuel H. Maron and Jerome B.Lando,
Fundamentals of Physiscal Chemistry).
Dalam lingkup laju reaksi ini dikenal molekularitas, yaitu jumlah molekul
pereaksi yang ikut terlibat dalam reaksi. Orde dan molekularitas dari suatu tahap dasar
adalah sama. Misalnya molekularitas dari amsing-masing reaksi dasar yang telah
disebutkan di atas memiliki molekularitas dua dan itu juga merupakan suatu reaksi
kompleks tetapi untuk reaksi tersebut ordenya satu (Samuel H. Maron and Jerome
B.Lando, Fundamentals of Physiscal Chemistry).
Jumlah molekul yang konsentrasinya menentukan kecepatan reaksi dinamakan
tingkat reaksi molekularitas dan untuk tiap tingkat reaksi itu tidaklah selalu sama. Hal ini
disebabkan :
a. Tingkat reaksi tergantung dari mekanisme reaksinya
b. Molekularitas merupakan bilangan bulat, sedangkan tingkat energy dapat berupa
II-18 BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
D-3 Teknik Kimia
FTI-ITS
bentuk pecahan bahkan nol.
Contoh :
N2O5 N2O4 ( Reaksi tingkat I, unimolekuler )
2HI H2 + I2 ( Reaksi tingkat II, bimolekuler )
2NO + I2 2NO2 ( Reaksi tingkat III, termolekuler )
Ester + air alcohol ( Reaksi tingkta I, bimolekuler )
H2 + 2H ( Reaksi cepat )
H2 + D2 HD + D ( Reaksi lambat )
(Soekardjo, 1989)
Apabila tidak disebutkan lain, maka dapat dianggap bahwa tingkat dan molekularitas
reaksi selalu sama. Setiap reaksi yang merupakan proses satu tahap disebut reaksi
dasar. Misalnya :
H + Cl2 HCL + Cl
(Soekardjo,1998)
Suatu kumpulan dari reaksi-reaksi dasar yang memberikan produk yang
dibutuhkan/menguraikan mekanisme suatu reaksi disebut reaksi kompleks. Misalnya
pada reaksi :
2N2O5 4NO2 + O2
(Soekardjo,1998)
Hal ini dapat ditulis dalam batasan-batasan sebagai berikut :
N2O5 NO2 + NO3
NO2 + NO3 N2O5
NO2 + NO3 NO2 + O2 + NO
NO + N2O5 3 NO2
(Soekardjo,1998)
Reaksi kompleks merupakan kombinasi dari beberapa reaksi dasar karena mungkin
reaktan (pereaksi) yang sama atau produk yang terbentuk dalam suatu reaksi akan bereaksi
kembali pada reaksi berikutnya. Jika persamaan diferensial melibatkan laju pembentukkan,
maka pada sisi kanan persamaan tersebut akan bertambah (+) untuk bahasan-bahasan yang
melibatkan pembentukkan dan bertanda negative (-) untuk penghilangan jenis-jenis tetentu
(Soekardjo,1998).
Misalnya :
Persamaan laju untuk penghilangan jenis A, B, C, D dalam bentk diferensial:
II-19 BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
D-3 Teknik Kimia
FTI-ITS
I. A + B C + D
II. C + D A + B
III. C + B E + D
IV. 2D k
Kereaktifan A dihilangkan dalam tahap I dan dibentuk lagi dlam tahap II, sehingga
-d ( A ) = k ( C ) ( D )
Dt
Reaktan B dihilangkan dalam tahap II, sehingga
-d ( B ) = k ( A ) ( B ) - k ( C ) ( D ) + k ( C ) ( B )
Dt
Begitu pula untuk reaktan jenis C dan D
-d ( C ) = k ( C ) ( D ) + k ( C ) ( B )* - k ( A ) ( B )
Dt
-D ( D ) = k ( C ) ( D ) - k ( A ) ( B ) - k ( C ) ( B ) + 2k ( D )
Menurut hukum kegiatan massa, maka kecepatan reaksi pada T tetap berbanding lurus dengan
konsentrasi pangkat-pangkatnya dan masing-masing berpangkat sebanyak molekul dalam
persamaan reaksi.
Reaksi Paralel
Dalam reaksi ini pereaksi yang sama dapat bereaksi dengan pereaksi lainnya
dalam cara yang berbeda untuk membentuk produk yang berbeda. Laju pilihan dari tiap
reaksi bisa bervariasi dengan berubahnya temperature atau katalis.
Reaksi Rantai
Reaksi tersebut merupakan reaksi yang sangat cepat dimana terjadi bertingkat dan
diawali dengan proses primer tertentu.
Contoh :
Reaksi H2 + Br2
- Reaksi permulaan : Br2 Br + Br
Br + H HBr ( lambat )
- Reaksi propagasi : H + Br2 HBr + Br
- Reaksi pemberhentian : Br + Br Br2
Pada reaksi H2 + Cl2 , reaksi awal disebabkan oleh atom Br aau Cl, yang diperoleh
karena reaksi dengan sinar uap logam, seperti Na. pada reaksi-reaksi lain, disebabkan
II-20 BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
D-3 Teknik Kimia
FTI-ITS
oleh adanya radikal-radikal sperti CH3 , C2H3 , CH3CO , dan sebagainya.
Katalisator negatif , misalnya :
CH4 + Cl2 CH3Cl + HCl
Na2SO3 + ½ O2 Na2SO4
Kedua ha tersebut disebabkan karena zat tersebut memecah reaksi rantai.
Cara Menentukan Konstanta dan Orde Reaksi
a. Metode Integral
Adalah suatu metode trial ddm error (empiris), yaitu perubahan konsentrasi
dengan waktu yang diukur. Orde reaksi akan diperoleh dari persamaan yang memberikan
harga yang konsisten. Hal ini dapat dikerjakan secara analitis atau secara grafik.
b. Metode Diferensial
Pada metode kedua ini, data tidak dikumpulkan dalam bentuk konsentrasi
terhadap waktu, tetapi dinyatakan sebagai laju perubahan konsentrasi waktu terhadap
konsentrasi reaktan.
c. Metode Paruh Waktu
Definisi dari paruh waktu adalah waktu yang diperlukan apabila separuh
konsentrasi dari suatu reaktan yang digunakan. Metode ini membutuhkan penentuan
waktu paruh sebagai suatu fungsi konsentrasi. Jika waktu paruh tersebut tidak bergantung
pada konsentrasi, maka orde reaksi adalah satu.
d. Metode Relaksasi
Metode ini digunakan untuk mengkaji reaks-reaksi yang cepat. Dalam metode-
metode ini, campuran reaktan diganggu sedikit-sedikit dari posisi keseimbangan dengan
bantuan lompatan temperature, lompatan tekanan, atau metode pulsa elektrik. Sistem
yang diganggu tersebut kembali ke kesetimbangan yang lama, dan umumnya mengikuti
reaksi orde 1.
(Soekardjo,1998).
III-1
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
III.1 Variabel Percobaan
1. Variabel Bebas : Etil asetat 0.06 N NaOH 0.06 N HCl 0.06N
2. Variabel Terikat : Volume Titran
3. Variabel Kontrol : 3,5s, 7s, 10,5s, 14s, 17,5s, 21s
III.2 Alat yang Digunakan
1. Beaker glass
2. Gelas Ukur
3. Pipet Tetes
4. Labu ukur
5. Spatula
6. Kaca Arloji
7. Erlenmeyer
8. Buret
9. Stopwatch
10. Statif
11. Klem
III.3 Bahan yang Digunakan
1. Larutan NaOH 0,06 N
2. Larutan HCl 0,06 N
3. Indikator PP
4. Larutan Etil Asetat 0,06 N
5. Aquades
III.4 Prosedur Percobaan
a. Membuat 250 ml larutan 0,06 N ethyl asetat, 250 ml larutan 0,06 N Na OH, dan
250 ml larutan 0,06 N HCl.
b. Memasukkan 25 ml larutan 0,06 N NaOH kedalam erlenmeyer
c. Menambahkan 25 ml larutan 0,06 N ethyl asetat dan mengocoknya selama t1
detik.
d. Menghentikan proses pengocokan setelah t1 detik kemudian menambahkan 25
ml larutan 0.06 N HCl dan mengocoknya kembali selama t1 detik.
e. Menambahkan indikator PP sebanyak 2 tetes kedalam 10 ml campuran
f. Mentitrasi campuran tersebut dengan larutan 0,04 N NaOH
g. Mengulangi prosedur a sampai f sebanyak 3 kali dengan variabel waktu yang
berbeda yaitu selama t2 detik, t3 detik, dan t4 detik
III-2
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN
LABORATORIUM KIMIA FISIKA PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA
FTI-ITS
III.5 Diagram Alir
Mentitrasi campuran tersebut dengan larutan 0,06 N NaOH
Mengulangi prosedur a sampai f sebanyak 3 kali dengan variabel waktu
yang berbeda yaitu selama t2 detik, t3 detik, dan t4 detik
Mulai
Membuat 250 ml larutan 0,06 N ethyl asetat, 250 ml larutan 0,06 N Na OH,
dan 250 ml larutan 0,06 N HCl.
Memasukkan 25 ml larutan 0,06 N NaOH kedalam erlenmeyer
Menambahkan 25 ml larutan 0,06 N ethyl asetat dan mengocoknya selama t1
detik.
Menghentikan proses pengocokan setelah t1 detik kemudian menambahkan
25 ml larutan 0.06 N HCl dan mengocoknya kembali selama t1 detik.
Menambahkan indikator PP sebanyak 2 tetes kedalam 10 ml campuran
Selesai
III-3
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN
LABORATORIUM KIMIA FISIKA PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA
FTI-ITS
III.6. Gambar Alat Percobaan
Buret, statif, klem
Labu ukur
Kaca Arloji
Corong
Beaker Glass
Batang Pengaduk
Erlenmeyer
Gelas Ukur
III-4
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN
LABORATORIUM KIMIA FISIKA PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA
FTI-ITS
Pipet Tetes
Timbangan Analitik
II-1
BAB IV
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Percobaan
Tabel IV.1 Hasil Penyabunan Etil Asetat dengan Larutan NaOH 0,06N :
IV.2 Hasil Perhitungan
Tabel IV.2 Hasil Perhitungan Penyabunan Etil Asetat dengan NaOH
Waktu
(menit)
V NaOH
(ml)
A
(N)
X
(N) )( xa
x
3,5 3,0 0,06 0,0072 0,13636
7,0 4,1 0,06 0,00984 0,19617
10,5 3,7 0,06 0,00888 0,17371
14 4,6 0,06 0,01104 0,22549
17,5 5,4 0,06 0,01296 0,27522
21 5,8 0,06 0,01392 0,30143
No
WaktuPengocokan
(menit)
Volume Titrasi( ml ) Volume
Titrasi
Rata-Rata
( ml )
V1 V2 V3
t1 3,5 menit 2,5 3,4 3.1 3
t2 7,0 menit 3,5 3,8 4,0 3,7
t3 10,5 menit 3,9 4,1 4,3 4,l
t4 14 menit 4,4 4,5 5,0 4,6
t5 17.5 menit 5,2 5,6 5,4 5,4
t6 21 menit 5,6 5,4 5,8 5,8
IV-2
BAB IV Hasil Percobaan dan Pembahasan
Laboratorium Kimia Fisika
D3 Tekmnik Kimia
FTI-ITS
Tabel IV.3 Tabel Perhitungan Grafik
No
Waktu
Pengocok
an
(menit)
N2
Asumsi
Orde 0
Asumsi
Orde 1
Asumsi
Orde 2
Asumsi
Orde 3
⁄
⁄
⁄
t1 3,5 menit 0,18 0,82 0,21951 0,21951 0,48721
t2 7 menit 0,0204 0,9796 0,0204 0,0204 0,04208
t3 10,5 menit 0,0246 0,9154 0,0246 0,0246 0,05107
t4 14 menit 0,276 0,724 0,276 0,276 0,53418
t5 17.5 menit 0,0324 0,9676 0,0324 0,0324 0,06809
t6 21 menit 0,0348 0,9654 0,0346 0,0346 0,07296
IV.4.1 Grafik dan Pembahasan
Percobaan ini bertujuan untuk mencari konstanta kecepatan reaksi dan menentukan
nilai orde reaksi dari penyabunan ethyl asetat. Prosedur pertama dilakukan dengan
membuat larutan ethyl asetat (CH3-COO-C2H5) 0,06N sebanyak 250 ml. Kemudian
membuat larutan NaOH dengan konsentrasi 0,06N sebanyak 250 ml. Setelah itu membuat
larutan HCl 0,06N sebanyak 250 ml. Pertama, kita mengambil larutan NaOH 0,06N
sebanyak 25 ml dan memasukkannya kedalam erlenmeyer, kemudian menambahkan 25 ml
larutan ethyl asetat 0,06N dan mengocoknya selama 3,5 menit. Setelah mengocoknya
selama 3,5 menit kita hentikan proses pengocokan kemudian menambahkan 25 ml larutan
HCl 0,06 N dan mengocoknya kembali selama 3,5 detik. Penambahan HCl digunakan
untuk mengenghentikan reaksi yang terjadi antara ethyl asetat dengan NaOH. Setelah
pengocokan selesai, ambil 10 ml campuran yang telah dikocok dan masukkan kedalam
Erlenmeyer, kemudian menambahkan 2-3 tetes indicator PP. Digunakan penambahan
indicator PP karena campuran yang akan dititrasi bersifat asam. Melakukan titrasi dengan
menggunakan NaOH 0,06N sebagai penitran sebanyak tiga kali titrasi, kemudian
menghitung volume NaOH rata-rata selama titrasi. Mengulangi kembali prosedur
pengocokan hingga titrasi dengan variable waktu yaitu 3,5 menit, 7menit, 10,5 menit, 14
menit, 17,5 menit, 21 menit.
IV-3
BAB IV Hasil Percobaan dan Pembahasan
Laboratorium Kimia Fisika
D3 Tekmnik Kimia
FTI-ITS
Grafik IV.1 Pengaruh waktu (t) pengocokan terhadap volume titran (NaOH) yang
diperlukan
Grafik IV.1 menjelaskan bahwa titrasi yang di butuhkan masing-masing variabel
berbeda-beda. Percobaan ini tidak sesuai dengan literatur karena volume titrasi yang
dibutuhkan tidaklah konstan. Pada percobaan dengan menggunakan variabel waktu 3,5
menit, diperoleh volume rata-rata titrasi NaOH sebanyak 3 ml, pada variabel waktu 7
menit diperoleh volume rata-rata titrasi NaOH sebanyak 3,7 ml, pada variabel waktu 10,5
menit diperoleh volume rata-rata titrasi NaOH sebanyak 4,1 ml, pada variabel waktu 14
menit diperoleh volume rata-rata titrasi NaOH sebanyak 4,6 ml, pada variabel waktu 17,5
diperoleh volume rata-rata titrasi NaOH sebanyak 5,4 ml, pada variabel waktu 21 menit
diperoleh volume rata-rata titrasi NaOH sebanyak 5,6 ml. Hasil percobaan sesuai dengan
literatur, semakin banyak waktu yang digunakan dalam pengocokan maka akan semakin
besar volumenya.
Reaksi-reaksi yang terjadi pada percobaan ini, yaitu:
CH3COOC2H5 + NaOH CH3COONa + C2H5OH
Missal: a = NaOH
b = CH3COOC2H5
CH3COOC2H5 +NaOH CH3COONa + C2H5OH + NaOH berlebih
NaOH berlebih + HClNaCl + H2O + HCl sisa
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
5
5.5
6
3.5 7 10.5 14 17.5 21
Vo
lum
e (
ml)
Waktu (menit)
Titrasi I
Titrasi II
Titrasi III
Titrasi rata-rata
IV-4
BAB IV Hasil Percobaan dan Pembahasan
Laboratorium Kimia Fisika
D3 Tekmnik Kimia
FTI-ITS
HCl sisa + NaOHNaCl + H2O
Keterangan:
Pada awal kita reaksikan ethyl asetat dengan NaOH (karena reaksi penyabunan)
dan dihasilkan garam natrium asetat, etanol dan natrium hidroksida berlebih, untuk
menghilangkan NaOH berlebih yang kita reaksikan dengan HCl (asam), lalu terbentuk
NaCl (garam) dan air serta terbentuk HCl sisa lalu. Karena masih terbentuk HCl sisa kita
titrasi dengan menambahkan NaOH yang jumlahnya / konsentrasinya sama dengan
konsentrasi HCl sisa sehingga nantinya terbentuk NaCl dan H2O saja. HCl diberikan
bertujuan untuk mengikat NaOH yang berlebih (yang tidak ikut bereaksi).
IV.2.2 Pengaruh Waktu Pengocokan (t) terhadap Etil Asetat (CH3COOC2H5)
Dalam percobaan kecepatan reaksi yang telah dilakukan, salah satu prosedur
percobaannya yaitu melakukan proses pengocokan larutan etil asetat dan NaOH serta pada
saat setelah penambahan HCl. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan diperoleh
hubungan antara lama waktu pengocokan terhadap volume titran yang dibutuhkan untuk
mencapai titik ekivalennya.
Grafik IV.2 Menentukan Konstanta Reaksi dari Penyabunan Etil Asetat dengan NaOH.
Dari grafik IV.3 “Pengaruh waktu (t) pengocokan terhadap etil asetat yang bereaksi”
dapat diketahui bahwa semakin lama pengocokan yang diberikan jumlah mol etil asetat
yang bereaksi semakin berkurang. Hal ini dapat terjadi karena semakin lama proses
pengocokan berlangsung semakin banyak permukaan partikel yang bereaksi, karena
3
3.5
4
4.5
5
5.5
6
6.5
7
3.5 7 10.5 14 17.5 21
Vo
lum
e (m
l)
Waktu (menit)
IV-5
BAB IV Hasil Percobaan dan Pembahasan
Laboratorium Kimia Fisika
D3 Tekmnik Kimia
FTI-ITS
adanya tumbukan antara partikel satu dengan partikel yang lainnya. Hal ini bisa terlihat
pada saat dilakukan pengocokan selama 21 menit, maka jumlah etil asetat yang bereaksi
semakin menurun, yaitu sebesar 4,2 ml. Dan pada titran terjadi perubahan warna dari
bening menjadi berwarna merah muda.
IV.3.3 Menentukan Konstanta Reaksi dari Penyabunan Etil Asetat dengan NaOH
Dalam percobaan yang dilakukan, penentuan konstanta dan orde kecepatan reaksi
menggunakan metode reaksi penyabunan yaitu antara CH3COOC2H5 dan NaOH. Dalam
percobaan ini terjadi reaksi dengan mekanisme sebagai berikut :
C 2 H 5 OH(aq) + CH3COONa(aq) CH3COOC2H5(aq) + NaOH(aq)
Reaksi senyawa tersebut dibantu dengan proses pengocokan yang dilakukan selama t
menit. Setelah t menit, penambahan HCl pada campuran larutan CH3COOC2H5 dan NaOH.
Penambahan HCl dilakukan untuk mempercepat reaksi atau disebut juga sebagai
katalisator, sehingga terjadi reaksi :
NaOH (aq) + HCl(aq) NaCl(s) + H2O(l)
Pada reaksi ini, NaOH bertindak sebagai reaktan pembatas (limiting reaktan) sehingga
berdasarkan reaksi ini konsentrasi etil asetat yang bereaksi dapat ditentukan. Untuk
menentukan jumlah HCl sisa reaksi, maka dilakukan titrasi HCL oleh NaOH :
HCl sisa (aq) + NaOH(aq) NaCl(s) + H 2 O(l)
Sehingga jumlah mol etil asetat yang bereaksi dapat diketahui dengan mengetahui jumlah
mol NaOH yang diperlukan untuk titrasi. Selanjutnya, konstanta reaksi dari reaksi
penyabunan etil asetat ini didapatkan dari persamaan yang berasal dari grafik antara xa
x
terhadap t, yang diperoleh dari : xa
x
= a.k.t
sisa
IV-6
BAB IV Hasil Percobaan dan Pembahasan
Laboratorium Kimia Fisika
D3 Tekmnik Kimia
FTI-ITS
Sehingga dari plot antara xa
x
terhadap t didapatkan kurva dengan intercep 0. Sehingga
dari percobaan didapatkan grafik IV.1
Dari kurva didapatkan slope a.k dimana a merupakan konsentrasi mula-mula
sehingga konstanta reaksi dapat dicari dengan membagi harga slope dengan a yang
diketahui nilainya. Setelah kita memperoleh persamaan garis y = 0,01x, maka kita
mensubsitusikannya ke dalam rumus xa
x
= a.k.t , sehingga diperoleh persamaan sebagai
berikut : y = 0,01x
xa
x
= a.k.t
0,01x = a.k.t
Berdasarkan persamaan sehingga didapatkan k = 0,16667 M-1
s-1
. Berdasarkan literatur
disebutkan bahwa konstanta laju reaksi untuk penyabunan etil asetat dengan NaOH
berkisar 0,057 M-1
s-1
( Glasstone, 1946 ).
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0.35
3.50 7.00 10.50 14.00 17.50 21.00
Grafik IV.2 Grafik terhadap t
Waktu (menit)
IV-7
BAB IV Hasil Percobaan dan Pembahasan
Laboratorium Kimia Fisika
D3 Tekmnik Kimia
FTI-ITS
Hasil percobaan yang didapatkan berbeda dengan literatur. Hal ini disebabkan karena
ketika proses penimbangan NaOH, timbangan yang digunakan kurang valid, sehingga
mempengaruhi konsentrasi larutan NaOH yang dibuat. Selain itu, pada saat pengamatan
perubahan larutan menjadi merah muda (pink) sulit untuk memberi batasan warna saat
awal mulai terjadinya perubahan warna menjadi merah muda (pink) yang sama pada setiap
perbedaan lamanya waktu yang diperoleh dalam proses pengocokan. Hal ini menyebabkan
perbedaan volume NaOH yang digunakan untuk mentitrasi larutan sehingga hal itu dapat
berpengaruh terhadap data yang didapatkan.
Dalam menetukan orde reaksi pada percobaan ini diperoleh data berupa grafik
sebagai berikut :
1. Orde 0 (Grafik Orde Nol)
Reaksi zero-order hanya bisa diterapkan untuk satu sangat daerah ciut dari waktu.
Oleh sebab itu, grafik linier diperlihatkan di bawah (Figur 1) adalah hanyalah realistis
berlalu satu waktu terbatas tempat latihan. Kalau kita adalah untuk meramalkan
kemungkinan baris mengarah kebawah grafik ini untuk mewakili semua nilai dari waktu
untuk satu reaksi tertentu, ini akan mengatakan kita bahwa saat waktu langkah maju,
konsentrasi dari komponen reaktan kita menjadi negatif. Kita tahu dari ilmu kimia umum
bahwa konsentrasi tidak pernah dapat negatif.
Waktu (menit)
Grafik IV.3 Grafik Ca=Ca0-N2 Terhadap waktu(t)
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
3,5 7 10,5 14 17,5 21
Ca=Ca0-N2
IV-8
BAB IV Hasil Percobaan dan Pembahasan
Laboratorium Kimia Fisika
D3 Tekmnik Kimia
FTI-ITS
2. Orde satu
Grafik IV.4 Grafik ⁄ Terhadap Waktu (t)
3. Orde dua
Grafik IV.5 Grafik ⁄ ⁄ Terhadap Waktu (t)
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
3.5 7 10.5 14 17.5 21
𝟏⁄𝑪𝒂−𝟏
⁄𝑪𝒂𝟎
Waktu (menit)
Garis Linier
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
3.5 7 10.5 14 17.5 21
−𝐥𝐧〖𝑪𝒂⁄𝑪𝒂𝟎〗
Waktu (menit)
IV-9
BAB IV Hasil Percobaan dan Pembahasan
Laboratorium Kimia Fisika
D3 Tekmnik Kimia
FTI-ITS
4. Orde 3
Grafik IV.6 Grafik
Terhadap Waktu (t)
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
3.5 7 10.5 14 17.5 21
𝟏/〖𝑪𝒂〗^𝟐
−𝟏
/𝑪𝒂𝟎
Waktu (menit)
Garis Linier
V-1
BAB V
KESIMPULAN
Setelah melakukan praktikum, didapat :
1. Konstanta kecepatan reaksi dari penyabunan etil asetat dan NaOH sebesar 0,16667M
1s
-1.
2. Nilai orde reaksi dari penyabunan etil asetat dan NaOH adalah orde reaksi tingkat dua.
3. Hasil percobaan pada pengocokan selama 3,5 menit, dibutuhkan volume titran NaOH
sebanyak 3 ml; 7 menit dibutuhkan volume titran NaOH sebanyak 4,1 ml; 10,5 menit
dibutuhkan volume titran NaOH sebanyak 3,7 ml; 14 menit dibutuhkan volume titran
NaOH sebanyak 4,6 ml: 17,5 menit dibutuhkan volume titran NaOH sebanyak 5,4; dan
pada 21 menit dibutuhkan volume titran NaOH sebanyak 5,8 ml.
v
DAFTAR PUSTAKA
Wikipedia. Laju Reaksi. Diakses di (id.m.wikipedia.org/wiki/Laju_reaksi) pada tanggal 18
Oktober 2012
Siklusrantai. 2011. Laporan Praktikum Kimia Laju Reaksi. Diakses di
(http://Siklusrantai.blogspot.com/2011/10/laporan-praktikum-kimia-laju) pada
tanggal 21 Oktober 2012
Maron, H. Samuel and Jerome B. Lando. 1944. Fundamentals of Physical Chemistry.
London: Collier Macmillan Publisher
Sukardjo. 1997. Kimia Fisika 1. Jakarta: Rineka Cipta.
Gek_ra.2009. Konsep Laju Kimia. http://hera-kimia.blogspot.com/diakses pada 12
Nopember 2012.
Justiana Sandri dan Muchtaridi.2010. Chemistry for senior high school. Edisi ke-1.Jakarta :
Yudhistira.
Maron, Samuel H dan Lando, Jerome B. 1974. Fundamentals of Physical and Chemistry.
New York: Macmillan Publishin
Sukardjo. 2002. Kimia Fisika. Jakarta: PT. Rineka Cipta
APPENDIKS
1. Membuat larutan etil asetat 0,06 N (CH3COOHC2H5)
M =
=
= 11,82 Molar
Pengenceran I (0,1N)
N = M.e
0,1 = M.1
M = 0,1 Molar
M1 X V1 = M2 X V2
11,82 x X = 0,1 x 500
X =
= 4,2ml
Pengenceran II (0,06N)
N= M.e
0,06 = M.1
M= 0,06Molar
M1 X V1 = M2 X V2
0,1 x X= 0,06 x 250
X =
= 150 ml
Jadi, 150 ml ethyl asetat dimasukkan kedalam labu ukur, kemudian ditambahkan
aquades sampai volumenya 250 ml.
2. Membuat larutan NaOH 0,04N
Pengenceran I (0,1N)
N = M.e
0,1 = M.1
M= 0,1Molar
M
0,1=
gram = 1
Pengenceran 0,06N
M1 x V1 = M2 x V2
0,1 x X = 0,06 x 250
X =
= 150 ml
Jadi, melarutkan 0,06 gram NaOH dalam labu ukur, kemudian ditambahkan aquades
sampai volumenya 250 ml.
3. Membuat larutan HCl 0,06 N
M =
=
= 12,06 Molar
Pengenceran I (0,1N)
N = M.e
0,1 = M.1
M = 0,1 Molar
M1 X V1 = M2 X V2
12,06 x X = 0,1 x 500
X =
= 4,1ml
Pengenceran II (0,06N)
N= M.e
0,06 = M.1
M= 0,06Molar
M1 X V1 = M2 X V2
0,1 x X= 0,06 x 250
X =
= 150 ml
Jadi, 1,23 ml HCl dimasukkan ke dalam labu ukur, kemudian ditambahkan aquades
sampai volumenya 250 ml.
4. Volume Rata-rata Hasil Titrasi
1. Variabel 3,5 detik
2. Variabel 7 detik
3. Variabel 10,5 detik
4. Variabel 14 detik
5. Variabel 17,5 detik
6. Variabel 21 detik
5. mmol NaOH sisa
mmol HCl awal
t = 3,5 s
mmol NaOH sisa = mmol HCl awal – mmol HCl akhir
= 0,06 . 25 - 0,06 . 3
= 0,7 mmol
t = 7 s
mmol NaOH sisa = mmol HCl awal – mmol HCl akhir
= 0,06 . 25 - 0,06 . 3,7
= 1,278 mmol
t = 10,5 s
mmol NaOH sisa = mmol HCl awal – mmol HCl akhir
= 0,06 . 25 - 0,06 . 4,1
= 1,257 mmol
t = 14 s
mmol NaOH sisa = mmol HCl awal – mmol HCl akhir
= 0,06 . 25 - 0,06 . 4,6
= 1,224 mmol
t = 17,5 s
mmol NaOH sisa = mmol HCl awal – mmol HCl akhir
= 0,06 . 25 - 0,06 . 5,4
= 1,176 mmol
t = 21 s
mmol NaOH sisa = mmol HCl awal – mmol HCl akhir
= 0,06 . 25 - 0,06 . 5,8
= 1,152 mmol
5. mmol NaOH bereaksi
t = 3,5 s
mmol NaOH bereaksi = mmol NaOH awal – mmol NaOH sisa
= 0,06 . 25 - 0,7
= 0,8 mmol
t = 7 s
mmol NaOH bereaksi = mmol NaOH awal – mmol NaOH sisa
= 0,06 . 25 - 1,278
= 0,222 mmol
t = 10,5 s
mmol NaOH bereaksi = mmol NaOH awal – mmol NaOH sisa
= 0,06 . 25 - 1,257
= 0,243 mmol
t = 14 s
mmol NaOH bereaksi = mmol NaOH awal – mmol NaOH sisa
= 0,06 . 25 - 1,224
= 0,276 mmol
t = 17,5 s
mmol NaOH bereaksi = mmol NaOH awal – mmol NaOH sisa
= 0,06 . 25 - 1,176
= 0,324 mmol
t = 21 s
mmol NaOH bereaksi = mmol NaOH awal – mmol NaOH sisa
= 0,06 . 25 - 1,157
= 0,343 mmol
6. PerhitunganOrde
a) t1 = 3,5 detik
0,18
Orde nol
0,18
Orde satu
⁄
Orde dua
⁄ ⁄
Orde tiga
b) t2 = 7 detik
Orde nol
Orde satu
⁄
Orde dua
Orde tiga
c) t3 = 10,5 detik
Orde nol
Orde satu
⁄
Orde dua
Orde tiga
d) t4 = 14 detik
Orde nol
Orde satu
⁄
Orde dua
Orde tiga
e) t5 = 17,5 detik
Orde nol
1. Penyabunan CH3COOC2H5 oleh NaOH
Untuk t = 3,5 menit
CH3COOC2H5 awal = 0,06 N
NaOH awal = 0,06 N
HCl awal = 0,06 N
Volume CH3COOC2H5 = 25 ml
Volume NaOH = 25 ml
Volume HCl = 25 ml
mol CH3COOC2H5 awal = 0,06 x 25
= 1,5 mmol
mol NaOH awal = 0,06 x 25
= 1,5mmol
mol HCl = 0,06 x 25
= 1,5 mmol
Volume NaOH titrasi = 3 ml
mol NaOH titrasi = 0,06 x 3 = 0,18 mmol
Reaksi (1)
CH3COOC2H5 + NaOH C2H5OH + CH3COONa
Awal 1,5 1,5 - -
Bereaksi x X - -
Sisa 1,5-x 1,5-x x x
Reaksi (2)
NaOH sisa + HCl NaCl + H2O
Awal 1,5-x 1,5 - -
Bereaksi 1,5-x 1,5-x - -
Sisa 0 X 1,5-x 1,5-x
Reaksi (3)
NaOH+ HCl sisa NaCl + H2O
Awal 0,18 X - -
Bereaksi 0,18 X - -
Sisa 0 0 X X
Pada reaksi (3)
mol NaOH titrasi = 0,18 mmol
mol HCl titrasi = x mmol
mol HCl = mol NaOH
x = 0,18mmol
CH3COOC2H5 yang bereaksi = 0,18 mmol/ 25 ml
= 0,0072 M
Untuk perhitungan t selanjutnya dengan cara yang sama.
Perhitungan pembuatan grafik
x = CH3COOC2H5 yang bereaksi = 0,0072 M
a = CH3COOC2H5 mula-mula = 0,06 N = 0,06 M
xa
x
= 0,0072 / (0,06 - 0,0072)
= 16,74419
Untuk perhitungan t selanjutnya dengan cara yang sama.
T
(menit)
V NaOH
(ml)
A
(N)
X
(N) )( xa
x
3,5 3,0 0,06 0,0072 0,13636
7,0 4,1 0,06 0,00984 0,19617
10,5 3,7 0,06 0,00888 0,35364
14 4,6 0,06 0,0011 0,01868
Tabel 1.1 Hasil Perhitungan Penyabunan Etil Asetat dengan NaOH