Matheos Viktor Messakh: Anak Kampung yang Memilih · PDF fileSaya tidak ingin buat-buat, ......

4
Anak Kampung yang Memilih Jalannya Sendiri Matheos Viktor Messakh: B ANYAK orang senang menjadi pengekor atau pengikut, namun sepanjang jalan hidupnya Matheos Viktor Messakh, lebih suka memilih jalannya sendiri, membuka jalan bagi orang lain dan menjadi pelopor walaupun seringkali langkahnya tidak disukai. Matheos lahir di Ba’a, Pulau Rote pada 30 Juni 1973. Ia merupakan anak kedua dari pasangan Benjamin Messakh, BA (almarhum) dan Loudya Messakh- Lenggu. Sang ayah adalah seorang pegawai negeri sipil yang saat itu bertugas di Kantor Pembantu Bupati Wilayah Rote-Ndao dan sang ibu adalah seorang guru SD. Tugas orang tuanya sebagai PNS membawa Matheos berpindah-pindah mengelilingi beberapa tempat. Sejak berusia enam bulan Matheos dan kakak sulungnya dititipkan pada kakek nenek dari garis ibu di desa Mukekuku, kecamatan Rote Timur. Di situlah ia mendapatkan nama panggilan ‘At’. Namun karena kakaknya, Besly, sering menyebutnya dengan ‘Atu.’ “Atu kemudian berubah di dalam partai. Sekaligus ingin membuktikan apakah kekuatan masyarakat sipil di Kota Kupang ini bisa solid atau malah tetap cenderung masuk dalam pola egosentris, yang sibuk menonjolkan diri sendiri, tanpa pernah mampu tumbuh menjadi sebuah gerakan publik. Siapa pemilih potensial anda? Siapa pun yang haus akan perubahan dan sudah bosan botong hidup bagini-bagini saja. Jadi saya katakan kepada kawan-kawan maupun warga yang baru saya temui, “Apa mimpi anda untuk Kota Kupang?” Lantas mereka menjawab. Saya tidak ingin buat-buat, jadi apa pun mimpi orang yang saya temui akan saya letakkan dalam cita-cita mimpi bersama warga kota. Jadi beta katakan ‘Mari bikin lu pung mimpi sebagai mimpi warga kota, Cuma itu.’ Jadi mari kita kumpul 40 ribu KTP untuk pintu masuk. Bagaimana proses pengumpulan KTP, apa warga antusias? Ini yang menarik. Kadang saya tidak dikenal, tapi kadang saya juga dikenal dan saya juga penasaran bagaimana informasi itu ditransfer. Saat ini warga cukup antusias untuk mengumpulkan KTP. Tidak ada jaminan orang langsung percaya. Dukungan dari para pendukung arus perubahan ini lah yang memungkinkan ini. Artinya orang mungkin tidak kenal Atok secara langsung, tapi dia kenal Eddy, Ros, Jermi, John, Adel, Winston, Om Dion, Opa Peter dan lainnya mereka ini yang menjadi simpul kepercayaan. Jadi sekali lagi bukan politik orang kuat yang saya kedepankan, tetapi politik masyarakat sipil yang kuat. Ini lah yang kami namakan politik warga. Apa bisa dijelaskan sedikit apa yang dimaksud dengan politik warga? Konsep politik warga ini dibedakan dengan konsep politik hamba. Dalam konsep politik hamba, yang ada adalah tuan dan majikan. Ini yang terjadi dalam skema patron- klien partai politik. Siapa pun orang yang masuk cenderung tunduk pada mereka yang mereka berkuasa dalam partai. Ini keliru, karena ruang kritis serta merta dibungkan dengan ruang kuasa. Kemudahan-kemudahan yang diberikan kepada calon indipenden merupakan jawaban atas buntunya alternatif pembaruan yang diharapkan terjadi lewat tubuh partai. Ada pesan untuk warga Kota Kupang? Ada satu. Politik kota bukan lah semata soal figur, tetapi bagaimana masyarakat sipil mampu mengorganisir diri sebagai kekuatan politik. Jika kita mampu bersatu, perubahan bukan lah sesuatu yang mustahil. Untuk kita mulai dari mengumpulkan KTP dengan waktu yang ada. *** 1 8

Transcript of Matheos Viktor Messakh: Anak Kampung yang Memilih · PDF fileSaya tidak ingin buat-buat, ......

Page 1: Matheos Viktor Messakh: Anak Kampung yang Memilih · PDF fileSaya tidak ingin buat-buat, ... merupakan jawaban atas ... Pendidikan SMA dilalui di SMA Negeri 1 Kupang dan SMAN 2 Kupang

Anak Kampung yang Memilih

Jalannya Sendiri

Matheos Viktor Messakh:

BANYAK orang senang menjadi pengekor atau pengikut, namun sepanjang jalan hidupnya Matheos Viktor Messakh, lebih suka memilih

jalannya sendiri, membuka jalan bagi orang lain dan menjadi pelopor walaupun seringkali langkahnya tidak disukai.

Matheos lahir di Ba’a, Pulau Rote pada 30 Juni 1973. Ia merupakan anak kedua dari pasangan Benjamin Messakh, BA (almarhum) dan Loudya Messakh-Lenggu. Sang ayah adalah seorang pegawai negeri sipil yang saat itu

bertugas di Kantor Pembantu Bupati Wilayah Rote-Ndao dan sang ibu adalah seorang guru SD.

Tugas orang tuanya sebagai PNS membawa Matheos berpindah-pindah

mengelilingi beberapa tempat. Sejak berusia enam bulan Matheos dan kakak sulungnya dititipkan pada kakek nenek dari garis ibu di desa Mukekuku, kecamatan Rote Timur. Di situlah ia mendapatkan nama panggilan ‘At’. Namun karena

kakaknya, Besly, sering menyebutnya dengan ‘Atu.’ “Atu kemudian berubah

di dalam partai. Sekaligus ingin membuktikan apakah kekuatan masyarakat sipil di Kota Kupang ini bisa solid atau malah tetap cenderung masuk dalam pola egosentris, yang sibuk menonjolkan diri sendiri, tanpa pernah mampu tumbuh menjadi sebuah gerakan publik.

Siapa pemilih potensial anda?

Siapa pun yang haus akan perubahan dan sudah bosan botong hidup bagini-bagini saja. Jadi saya katakan kepada kawan-kawan maupun warga yang baru saya temui, “Apa mimpi anda untuk Kota Kupang?” Lantas mereka menjawab. Saya tidak ingin buat-buat, jadi apa pun mimpi orang yang saya temui akan saya letakkan dalam cita-cita mimpi bersama warga kota. Jadi beta katakan ‘Mari bikin lu pung mimpi sebagai mimpi warga kota, Cuma itu.’ Jadi mari kita kumpul 40 ribu KTP untuk pintu masuk.

Bagaimana proses pengumpulan KTP, apa warga antusias?

Ini yang menarik. Kadang saya tidak dikenal, tapi kadang saya juga dikenal dan saya juga penasaran bagaimana informasi

itu ditransfer. Saat ini warga cukup antusias untuk mengumpulkan KTP. Tidak ada jaminan orang langsung percaya. Dukungan dari para pendukung arus perubahan ini lah yang memungkinkan ini. Artinya orang mungkin tidak kenal Atok secara langsung, tapi dia kenal Eddy, Ros, Jermi, John, Adel, Winston, Om Dion, Opa Peter dan lainnya mereka ini yang menjadi simpul kepercayaan. Jadi sekali lagi bukan politik orang kuat yang saya kedepankan, tetapi politik masyarakat sipil yang kuat. Ini lah yang kami namakan politik warga.

Apa bisa dijelaskan sedikit apa yang dimaksud dengan politik warga?

Konsep politik warga ini dibedakan dengan konsep politik hamba. Dalam konsep politik hamba, yang ada adalah tuan dan majikan. Ini yang terjadi dalam skema patron-klien partai politik. Siapa pun orang yang masuk cenderung tunduk pada mereka yang mereka berkuasa dalam partai. Ini keliru, karena ruang kritis serta merta dibungkan dengan ruang kuasa. Kemudahan-kemudahan yang diberikan kepada calon indipenden merupakan jawaban atas buntunya alternatif pembaruan yang diharapkan terjadi lewat tubuh partai.

Ada pesan untuk warga Kota Kupang?

Ada satu. Politik kota bukan lah semata soal figur, tetapi bagaimana masyarakat sipil mampu mengorganisir diri sebagai kekuatan politik. Jika kita mampu bersatu, perubahan bukan lah sesuatu yang mustahil. Untuk kita mulai dari mengumpulkan KTP dengan waktu yang ada. ***

18

Page 2: Matheos Viktor Messakh: Anak Kampung yang Memilih · PDF fileSaya tidak ingin buat-buat, ... merupakan jawaban atas ... Pendidikan SMA dilalui di SMA Negeri 1 Kupang dan SMAN 2 Kupang

menjadi Atok atau Ato. Bapa saya lebih suka panggil saya ‘Atok’, bahkan kadang panggil ‘Ngatok’”, katanya mengenang.

Pendidikan dasar ia selesaikan di beberapa tempat antara lain di SD GMIT Oeulu dan SD Inpres Lalao di Kecamatan Rote Timur; SD Negeri Batuplat di Kecamatan Kupang Barat dan SD Inpres Merdeka di Kecamatan Kupang Timur. Karena mengikuti orang tua yang berpindah-pindah, pendidikan SMP juga di selesaikan di dua tempat yaitu di SMP Negeri Oesao dan SMPN 2 Kupang. Pendidikan SMA dilalui di SMA Negeri 1 Kupang dan SMAN 2 Kupang.

Selepas SMA Matheos melanjutkan kuliah di Fakultas Theologi-UKAW Kupang pada tahun 1991 dan disanalah ia banyak ditempa dalam aktifitas berorganisasi antara lain pernah menjabat sebagai pengurus Senat Mahasiswa Fakultas Teologi, dan kemudian menjadi Ketua Umum Senat Mahasiswa Universitas pada tahun 1996-1998. Ketertarikannya terhadap politik bukanlah hal yang baru. Hal ini ditunjukkan dengan skripsi untuk memenuhi Sarjana Teologinya di 1998 dengan judul ‘Agama dan Sikap Politik: Suatu Analisis Tentang Sikap Politik Warga GMIT Perkotaan Menurut Pandangan Max Weber.’ Kerja skripsi ini merupakan bagian dari refleksinya saat itu sebagai mahasiswa.

Saat-saat menunggu diwisuda sebagai sarjana Teologi adalah saat yang menentukan dalam hidup Atok.

tingkat nasional. Selepas PIAR, Atok sempat bergabung dengan Yayasan Afnekan Kupang dan menerbitkan majalah Sulat Timor di bawah naungan Sinode GMIT. Majalah ini mendapat sambutan yang kontroversial karena banyak meliput tentang masalah-masalah dalam sinode dan jemaat-jemaat GMIT. “Kami jalan saja walaupun ada tentangan yang besar dari kaum mapan dalam gereja. Tapi sambutan dari jemaat awam juga luar biasa,” kata Atok.

Pada tahun 2003 setelah kurang lebih lima tahun bekerja di dunia LSM, Matheos mendapatkan beasiswa untuk meneruskan studi di Inggris di bidang jurnalisme pada The Nottingham Trent University.

Sekembalinya dari Inggris pada tahun 2005, Atok bergabung dengan Komisi Penerimaan, Kebenaran dan Rekonsiliasi Timor Leste yang lebih dikenal dengan singkatan bahasa Portugisnya CAVR. Setahun lamanya ia bekerja dalam tim CAVR untuk menyelesaikan Laporan Akhir Komisi menyangkut pelanggaran HAM di Timor-Leste sejak tahun 1975-1999. Laporan ini kemudian diserahkan ke PBB.

Setelah CAVR, Atok pindah ke Jakarta dan memulai karir sebagai reporter pada harian berbahasa Inggris The Jakarta Post. “Di The Jakarta Post-lah saya belajar banyak hal tentang manajemen dan mendapatkan pengalaman-pengalaman yang tidak saya bayangkan sebelumnya dalam liputan-liputan saya tertutama liputan-liputan ke luar negeri,” kata mantan editor olahraga ini.

Pada saat itu Reformasi 1998 bergulir dan dalam posisi sebagai Ketua Umum Senat Mahasiswa Universitas, Atok berdiri di garis depan memimpin mahasiswa di Kota Kupang dalam berbagai aksi. “Semua mahasiswa di Kupang yang bergerak di tahun 1998 pasti ingat momentum kita bergerak, di tengah tentangan pihak-pihak yang mapan, pemerintah dan pihak keamanan. Saya ingat saya sebagai mahasiswa teologi saat itu berkhotbah di atas mimbarpun ditunggui intel. Untunglah kami selamat,” kata wartawan yang ulang tahunnya berpaut sehari dengan Ahok ini.

Saat hiruk-pikuk reformasi berlangsung, Atok telah bergabung dengan LSM Pusat Informasi dan Advokasi Rakyat (PIAR) NTT dibawah pimpinan Sarah Lerry Mboeik. Di PIAR ia menapaki karir dari notulis sampai dipercayai mengepalai Divisi Informasi dan Publikasi. Dalam kapasitas itulah Atok bersama beberapa orang rekannya mendirikan Tabloid Advokasi UDIK yang kemudian memenangkan beberapa penghargaan media alternatif

Setelah empat tahun bergabung dengan The Jakarta Post, Atok telah menapaki jejang editor namun ia memilih untuk berhenti. “Saya memilih untuk pulang Kupang, namun sebelumnya saya pergi Leiden untuk belajar sejarah,” jelasnya. Atok nekad untuk melamar sebuah beasiswa yang diperuntukkan bahwa peserta dengan usia maximum 30 tahun padahal usianya telah memasuki 39. Beasiswa itu ditawarkan dengan skema tahun pertama, Bachelor; tahun kedua Master dan tiga tahun selanjutnya PhD. Walaupun usia berpaut jauh, ia diterima bersama tiga orang Indonesia lain untuk belajar di Universitas Leiden. “Saya tidak tahu mengapa saya diterima, saat diwawancarai seorang profesor dari Leiden mengatakan ‘saya bagaikan Magelhaens yang menemukan sebuah benua baru’, ” tutur Atok.

Thesis BA-nya diselesaikan dengan memuaskan dengan menulis tentang ‘Perang Penfui, 9 November 1749’. Menyelesaikan studi tahun pertama dengan nilai terbaik kedua, membuatnya berhak untuk studi selanjutnya ke jenjang doktoral. Namun Atok justru memutuskan untuk pulang. Ia masih tidak bisa memboyong anak dan istrinya ke Negeri Kincir Angin. Segala upaya ia lakukan untuk menaikkan jumlah beasiswa dilakukan namun patokan beasiswa telah demikian adanya. Pihak pemberi beasiswa bahkan menawarkan baginya untuk menyelesaikan studi selanjutnya dengan sistem sandwich antara UGM dan Leiden, namun ia memilih untuk pulang.

“Saya masih bisa bersekolah di mana saja, tapi saya tak mau kehilangan masa kecil anak-anak saya. Terlalu mahal harganya, kata ayah dari

2 3

dari lingkar luar kekuasaan, dan kurang memiliki kecenderungan itu. Saya katakan kurang, karena saya juga butuh dikritik. Untuk memperbaharui carut-marutnya birokrasi dibutuhkan darah baru yang tidak terkontaminasi oleh penyakit-penyakit lama yang akut. Artinya saya bisa katakan sebagai orang baru saya kurang memiliki dilema kekuasaan.

Ketiga, saya berprinsip bahwa politik harus dibedakan dengan pola perdagangan lain, sehingga cita-cita demokrasi tidak dimanipulasi dengan watak transaksi uang. Jadi politik bukan soal cari makan langsung atau dapat duit tunai, tetapi bagaimana mencari timbangan keadilan untuk seluruh warga kota.

Kenapa anda berpikir demikian, terkait dilema kekuasaan?

Kupang ini identik dengan politisi busuk. Kisah ini tidak bisa lepas dari model patron-klien yang amat kuat yang mendera iklim politik orang daerah. Artinya siapa pun kader terbaik pun harus cium tangan pada orang

yang punya kuasa, meskipun kita tahu orang ini melakukan tindakan melawan hukum. Akibatnya orang menjadi opurtunis, dan tidak menempatkan politik sebagai aksi penegakan nilai, dan hanya disederhakan sekedar sebagai permainan ular tangga. Yang penting saya di atas dengan cara apa pun.

Apakah anda yakin jalur indipenden jadi jalan keluar?

Bagi saya jalur indipenden ini merupakan saluran yang ada untuk mengangkat ulang prinsip-prinsip publik. Saya ingin menggunakan tubuh saya saya sebagai jembatan perubahan.

Kenapa anda mau maju sebagai calon walikota?

Dalam refleksi yang panjang, saya temukan bahwa panggilan saya adalah politik untuk publik sebagai panggilan untuk menerjemahkan semangat cinta kehidupan dalam bentuk kebijakan publik.Cinta kehidupan adalah lawan sistim korup yang mencintai kematian – realitas yang lekat dengan kemiskinan,

maupun peminggiran orang-orang lemah dan juga orang-orang baik.

Apa nada dasar yang akan anda ubah?

Sebagai warga kota, hal pertama yang akan saya kerjakan adalah membenahi tata ruang kota, kesejahteraan rakyat dan fasilitas publik. Tata ruang amat terkait dengan bagaimana pemerintah sebagai eksekutif mengatur agar kota tetap layak huni. Tidak mungkin hanya PAD diurus.Apa artinya pemerintah kaya tetapi rakyatnya miskin dan tidak sejahtera?Apa artinya kemajuan tanma memperhatikan kehidupan dan kenyamanan warga? Contohnya hotel-hotel yang dibangun di sepanjang daerah Pasir Panjang seharusnya tidak menutup akses warga terhadap pantai. Kota Kupang harus menjadi model kota di mana rakyatnya menghidupi hari-hari mereka secara lebih manusiawi.

Kemudian pelayanan publik amat terkait dengan reformasi birokrasi. Mirip Ahok di Jakarta. Ini kerja bertahap. Prinsipnya perubahan harus dimulai dari atas, jika para pemimpin menempatkan diri sebagai pelayan masyarakat, maka para staf akan mengikuti. Proses ini yang perlu dikerjakan. Saya katakan memang saya bukan berasal dari birokrat, meskipun mendiang bapak adalah PNS, tetapi saya pernah rasakan bedanya pelayanan publik di Inggris dan Belanda. Saya datang dengan kultur yang lain dan anti KKN. Itu mungkin catatan tambahan.

Saya juga memikirkan tentang peningkatan pendapatan kota agar ada dana yang bisa kita gunakan untuk memberikan kaum miskin kota hak-haknya atas pendidikan, kesehatan dan pinjaman untuk rumah tinggal serta pengelolaan sampah kota yang memadai. Yang akan saya bidik adalah reformasi sistim retrubusi daerah dan pengelolaan asset Pemkot yang saya kira rawan korupsi sekian lama. Ini akan saya dalami dalam beberapa bulan ke depan.

Bagaimana mensinergikan antara investasi dan hak publik?

Sederhana saja investasi tidak mengalahkan hak publik. Dalam pasar siapa yang memiliki kemampuan membeli tertinggi dia yang akan berkuasa. Ini juga persis terjadi dalam ruang politik. Tata ruang ini vital, bangunan yang dibangun di kota ini umurnya akan bertahan dalam hitungan abad, sehingga para pelaku pasar perlu diatur, dan bukan sebaliknya. Hukum harus ditegakan dan melindungi warga kota, dan bukan hanya menguntungkan yang punya uang. Titik keadilan ini lah yang menjadi semangat perubahan kami.

Kenapa anda memilih masuk lewat jalur indipenden?

Saya tidak mau ada beban dan tidak yakin saya bisa indipenden

Sebagai warga kota, hal pertama yang akan saya kerjakan adalah membenahi tata ruang kota, kesejahteraan rakyat dan fasilitas publik

6 7

Page 3: Matheos Viktor Messakh: Anak Kampung yang Memilih · PDF fileSaya tidak ingin buat-buat, ... merupakan jawaban atas ... Pendidikan SMA dilalui di SMA Negeri 1 Kupang dan SMAN 2 Kupang

dari lingkar luar kekuasaan, dan kurang memiliki kecenderungan itu. Saya katakan kurang, karena saya juga butuh dikritik. Untuk memperbaharui carut-marutnya birokrasi dibutuhkan darah baru yang tidak terkontaminasi oleh penyakit-penyakit lama yang akut. Artinya saya bisa katakan sebagai orang baru saya kurang memiliki dilema kekuasaan.

Ketiga, saya berprinsip bahwa politik harus dibedakan dengan pola perdagangan lain, sehingga cita-cita demokrasi tidak dimanipulasi dengan watak transaksi uang. Jadi politik bukan soal cari makan langsung atau dapat duit tunai, tetapi bagaimana mencari timbangan keadilan untuk seluruh warga kota.

Kenapa anda berpikir demikian, terkait dilema kekuasaan?

Kupang ini identik dengan politisi busuk. Kisah ini tidak bisa lepas dari model patron-klien yang amat kuat yang mendera iklim politik orang daerah. Artinya siapa pun kader terbaik pun harus cium tangan pada orang

yang punya kuasa, meskipun kita tahu orang ini melakukan tindakan melawan hukum. Akibatnya orang menjadi opurtunis, dan tidak menempatkan politik sebagai aksi penegakan nilai, dan hanya disederhakan sekedar sebagai permainan ular tangga. Yang penting saya di atas dengan cara apa pun.

Apakah anda yakin jalur indipenden jadi jalan keluar?

Bagi saya jalur indipenden ini merupakan saluran yang ada untuk mengangkat ulang prinsip-prinsip publik. Saya ingin menggunakan tubuh saya saya sebagai jembatan perubahan.

Kenapa anda mau maju sebagai calon walikota?

Dalam refleksi yang panjang, saya temukan bahwa panggilan saya adalah politik untuk publik sebagai panggilan untuk menerjemahkan semangat cinta kehidupan dalam bentuk kebijakan publik.Cinta kehidupan adalah lawan sistim korup yang mencintai kematian – realitas yang lekat dengan kemiskinan,

maupun peminggiran orang-orang lemah dan juga orang-orang baik.

Apa nada dasar yang akan anda ubah?

Sebagai warga kota, hal pertama yang akan saya kerjakan adalah membenahi tata ruang kota, kesejahteraan rakyat dan fasilitas publik. Tata ruang amat terkait dengan bagaimana pemerintah sebagai eksekutif mengatur agar kota tetap layak huni. Tidak mungkin hanya PAD diurus.Apa artinya pemerintah kaya tetapi rakyatnya miskin dan tidak sejahtera?Apa artinya kemajuan tanma memperhatikan kehidupan dan kenyamanan warga? Contohnya hotel-hotel yang dibangun di sepanjang daerah Pasir Panjang seharusnya tidak menutup akses warga terhadap pantai. Kota Kupang harus menjadi model kota di mana rakyatnya menghidupi hari-hari mereka secara lebih manusiawi.

Kemudian pelayanan publik amat terkait dengan reformasi birokrasi. Mirip Ahok di Jakarta. Ini kerja bertahap. Prinsipnya perubahan harus dimulai dari atas, jika para pemimpin menempatkan diri sebagai pelayan masyarakat, maka para staf akan mengikuti. Proses ini yang perlu dikerjakan. Saya katakan memang saya bukan berasal dari birokrat, meskipun mendiang bapak adalah PNS, tetapi saya pernah rasakan bedanya pelayanan publik di Inggris dan Belanda. Saya datang dengan kultur yang lain dan anti KKN. Itu mungkin catatan tambahan.

Saya juga memikirkan tentang peningkatan pendapatan kota agar ada dana yang bisa kita gunakan untuk memberikan kaum miskin kota hak-haknya atas pendidikan, kesehatan dan pinjaman untuk rumah tinggal serta pengelolaan sampah kota yang memadai. Yang akan saya bidik adalah reformasi sistim retrubusi daerah dan pengelolaan asset Pemkot yang saya kira rawan korupsi sekian lama. Ini akan saya dalami dalam beberapa bulan ke depan.

Bagaimana mensinergikan antara investasi dan hak publik?

Sederhana saja investasi tidak mengalahkan hak publik. Dalam pasar siapa yang memiliki kemampuan membeli tertinggi dia yang akan berkuasa. Ini juga persis terjadi dalam ruang politik. Tata ruang ini vital, bangunan yang dibangun di kota ini umurnya akan bertahan dalam hitungan abad, sehingga para pelaku pasar perlu diatur, dan bukan sebaliknya. Hukum harus ditegakan dan melindungi warga kota, dan bukan hanya menguntungkan yang punya uang. Titik keadilan ini lah yang menjadi semangat perubahan kami.

Kenapa anda memilih masuk lewat jalur indipenden?

Saya tidak mau ada beban dan tidak yakin saya bisa indipenden

Sebagai warga kota, hal pertama yang akan saya kerjakan adalah membenahi tata ruang kota, kesejahteraan rakyat dan fasilitas publik

6 7

menjadi Atok atau Ato. Bapa saya lebih suka panggil saya ‘Atok’, bahkan kadang panggil ‘Ngatok’”, katanya mengenang.

Pendidikan dasar ia selesaikan di beberapa tempat antara lain di SD GMIT Oeulu dan SD Inpres Lalao di Kecamatan Rote Timur; SD Negeri Batuplat di Kecamatan Kupang Barat dan SD Inpres Merdeka di Kecamatan Kupang Timur. Karena mengikuti orang tua yang berpindah-pindah, pendidikan SMP juga di selesaikan di dua tempat yaitu di SMP Negeri Oesao dan SMPN 2 Kupang. Pendidikan SMA dilalui di SMA Negeri 1 Kupang dan SMAN 2 Kupang.

Selepas SMA Matheos melanjutkan kuliah di Fakultas Theologi-UKAW Kupang pada tahun 1991 dan disanalah ia banyak ditempa dalam aktifitas berorganisasi antara lain pernah menjabat sebagai pengurus Senat Mahasiswa Fakultas Teologi, dan kemudian menjadi Ketua Umum Senat Mahasiswa Universitas pada tahun 1996-1998. Ketertarikannya terhadap politik bukanlah hal yang baru. Hal ini ditunjukkan dengan skripsi untuk memenuhi Sarjana Teologinya di 1998 dengan judul ‘Agama dan Sikap Politik: Suatu Analisis Tentang Sikap Politik Warga GMIT Perkotaan Menurut Pandangan Max Weber.’ Kerja skripsi ini merupakan bagian dari refleksinya saat itu sebagai mahasiswa.

Saat-saat menunggu diwisuda sebagai sarjana Teologi adalah saat yang menentukan dalam hidup Atok.

tingkat nasional. Selepas PIAR, Atok sempat bergabung dengan Yayasan Afnekan Kupang dan menerbitkan majalah Sulat Timor di bawah naungan Sinode GMIT. Majalah ini mendapat sambutan yang kontroversial karena banyak meliput tentang masalah-masalah dalam sinode dan jemaat-jemaat GMIT. “Kami jalan saja walaupun ada tentangan yang besar dari kaum mapan dalam gereja. Tapi sambutan dari jemaat awam juga luar biasa,” kata Atok.

Pada tahun 2003 setelah kurang lebih lima tahun bekerja di dunia LSM, Matheos mendapatkan beasiswa untuk meneruskan studi di Inggris di bidang jurnalisme pada The Nottingham Trent University.

Sekembalinya dari Inggris pada tahun 2005, Atok bergabung dengan Komisi Penerimaan, Kebenaran dan Rekonsiliasi Timor Leste yang lebih dikenal dengan singkatan bahasa Portugisnya CAVR. Setahun lamanya ia bekerja dalam tim CAVR untuk menyelesaikan Laporan Akhir Komisi menyangkut pelanggaran HAM di Timor-Leste sejak tahun 1975-1999. Laporan ini kemudian diserahkan ke PBB.

Setelah CAVR, Atok pindah ke Jakarta dan memulai karir sebagai reporter pada harian berbahasa Inggris The Jakarta Post. “Di The Jakarta Post-lah saya belajar banyak hal tentang manajemen dan mendapatkan pengalaman-pengalaman yang tidak saya bayangkan sebelumnya dalam liputan-liputan saya tertutama liputan-liputan ke luar negeri,” kata mantan editor olahraga ini.

Pada saat itu Reformasi 1998 bergulir dan dalam posisi sebagai Ketua Umum Senat Mahasiswa Universitas, Atok berdiri di garis depan memimpin mahasiswa di Kota Kupang dalam berbagai aksi. “Semua mahasiswa di Kupang yang bergerak di tahun 1998 pasti ingat momentum kita bergerak, di tengah tentangan pihak-pihak yang mapan, pemerintah dan pihak keamanan. Saya ingat saya sebagai mahasiswa teologi saat itu berkhotbah di atas mimbarpun ditunggui intel. Untunglah kami selamat,” kata wartawan yang ulang tahunnya berpaut sehari dengan Ahok ini.

Saat hiruk-pikuk reformasi berlangsung, Atok telah bergabung dengan LSM Pusat Informasi dan Advokasi Rakyat (PIAR) NTT dibawah pimpinan Sarah Lerry Mboeik. Di PIAR ia menapaki karir dari notulis sampai dipercayai mengepalai Divisi Informasi dan Publikasi. Dalam kapasitas itulah Atok bersama beberapa orang rekannya mendirikan Tabloid Advokasi UDIK yang kemudian memenangkan beberapa penghargaan media alternatif

Setelah empat tahun bergabung dengan The Jakarta Post, Atok telah menapaki jejang editor namun ia memilih untuk berhenti. “Saya memilih untuk pulang Kupang, namun sebelumnya saya pergi Leiden untuk belajar sejarah,” jelasnya. Atok nekad untuk melamar sebuah beasiswa yang diperuntukkan bahwa peserta dengan usia maximum 30 tahun padahal usianya telah memasuki 39. Beasiswa itu ditawarkan dengan skema tahun pertama, Bachelor; tahun kedua Master dan tiga tahun selanjutnya PhD. Walaupun usia berpaut jauh, ia diterima bersama tiga orang Indonesia lain untuk belajar di Universitas Leiden. “Saya tidak tahu mengapa saya diterima, saat diwawancarai seorang profesor dari Leiden mengatakan ‘saya bagaikan Magelhaens yang menemukan sebuah benua baru’, ” tutur Atok.

Thesis BA-nya diselesaikan dengan memuaskan dengan menulis tentang ‘Perang Penfui, 9 November 1749’. Menyelesaikan studi tahun pertama dengan nilai terbaik kedua, membuatnya berhak untuk studi selanjutnya ke jenjang doktoral. Namun Atok justru memutuskan untuk pulang. Ia masih tidak bisa memboyong anak dan istrinya ke Negeri Kincir Angin. Segala upaya ia lakukan untuk menaikkan jumlah beasiswa dilakukan namun patokan beasiswa telah demikian adanya. Pihak pemberi beasiswa bahkan menawarkan baginya untuk menyelesaikan studi selanjutnya dengan sistem sandwich antara UGM dan Leiden, namun ia memilih untuk pulang.

“Saya masih bisa bersekolah di mana saja, tapi saya tak mau kehilangan masa kecil anak-anak saya. Terlalu mahal harganya, kata ayah dari

2 3

Page 4: Matheos Viktor Messakh: Anak Kampung yang Memilih · PDF fileSaya tidak ingin buat-buat, ... merupakan jawaban atas ... Pendidikan SMA dilalui di SMA Negeri 1 Kupang dan SMAN 2 Kupang

Tiadea Radakaran Isaiah Messakh (6) dan Rubamuri Zemira Messakh (4) ini. Bulan September 2013 ia tiba di Kupang berkumpul kembali dengan istri dan kedua anak laki-lakinya yang saat itu baru berusia 4 dan 2 tahun.

Baru sebulan berada di Kupang, sang istri Ferderika Tahu Hungu mendapat tawaran pekerjaan di Waingapu dan keluarga Messakhpun pindah ke Waingapu. “Bagaikan keluarga Abraham atau Yakub, ke manapun Tuhan memperkenankan kami pergi kami akan mencabut tenda kami dan berangkat,” kata Ato dengan senyum.

Di Waingapu, selain bekerja sebagai penulis Atok bertugas mengasuh kedua anaknya sementara istri bekerja. “Soal mengurus anak itu saya belajar banyak hal. Pameo bahwa laki-laki tidak bisa urus anak itu bohong besar,” kata Atok.

Selain menjadi penulis lepas, ia bersama beberapa penulis lainnya mendirikan sebuah media online Satutimor.com, sebuah portal berita yang berkonsentrasi pada berita Feature dan sejarah lokal Nusa Tenggara Timur. Media ini hadir untuk

menampung suara intelektual dari berbagai penjuru, tidak hanya penulis asal NTT, tetapi juga diaspora Indonesia yang berada di berbagai pelosok dunia.

Berpolitik Independen

Di Waingapu, Atok hadir sebagai intelektual organik dalam masyarakat sipil. Ia bergaul dengan para tokoh komunitas seperti Heinrich Dengi pengelola stasiun radio MaxFm. Atok adalah salah satu analis politik tetap di sana, dan ulasan rutinnya mendapat tempat di hati banyak pendengar radio. Ia juga mengasuh sebuah acara Pemahaman Alkitab kontekstual yang dipancarkan life seminggu sekali.

Pengalamannya untuk terlibat dalam dunia politik, bukan lah baru. Dalam Pilkada di Sumba Timur tahun 2014 ia adalah ketua tim pemenangan pasangan Henrich Dengi dan Stepanus Makabombu. Keduanya adalah calon indipenden di Sumba Timur yang gagal bersaing karena tak mampu memenuhi target pengumpulan KTP. “Waktu itu waktunya

terlalu sempit, saat itu KMP dan KIH masih bertikai di DPR, dan undang-undang itu belum sempat direvisi, sehingga tidak cukup waktu untuk kumpulkan KTP, andaikan waktunya cukup kami pasti bisa kumpulkan KTP,” jelasnya.

Setelah pekerjaan sang istri bersama dengan sebuah LSM internasional selesai, keluarga Messakh kembali ke Kupang pada akhir Desember 2015.

Atok mengatakan ayahnya, al mar hum Benjamin Messakh, banyak mem-berinya inspirasi tentang bagaimana menjadi pelayan masyarakat yang tidak mementingkan diri dan mencari untung untuk diri sendiri. “Ayah saya memberi saya banyak contoh dan ajaran selama hidupnya sebagai pamong praja. Jujur bersih sampai akhir hayatnya, sehingga kepala kami anak-anakpun tetap tegak ketika kami ke manapun. Kami tidak pernah malu mempunyai ayah mantan pejabat yang miskin,” kata Atok.

Atok mengatakan ia tidak heran jika ia ditolak di kota dimana ia dibesarkan atau ditolak karena ia terhitung muda. “Yesus sendiri ditolak di Nazaret kampung halamanNya,” kata Atok.

Membaca alur hidupnya kita bisa tahu Atok tidak pernah pensiun sebagai aktivis yang berumah di atas angin, ia jelas-jelas tak tergiur dengan status yang mapan. Satu-satunya kemapanan untuknya mungkin adalah janji untuk terus bergerak dan memenuhi panggilan publik. Salah seorang dosen di Fakultas Teologi, pernah mengatakan bahwa karakter Atok mengingatkan kita akan Musa, pemimpin yang tegas, kukuh pada tujuan bersama dan selalu menjadi pelopor di mana banyak orang tidak mau mengambil resiko. (BS)

“Politik untuk Publik Sebagai

Panggilan”

Apa yang anda bawa untuk politik Kota Kupang terkini?

Pertama, saya maju dengan platform baru politik orang muda dimana uang dan jaringan tradisional memang penting tetapi bukanlah segalanya. Politik kotaharus bisa menjawab tantangan zaman perkotaan. Dan untuk dapat berbuat bagi kota ini yang dibutuhkan adalah visi dan kemauan baik, dan tidak berarti harus belepotan dengan politik lokal selama sekian waktu atau menjadi bagian dari birokrasi.

Kata Lord Acton ‘Power tends to corrupt’, ya kekuasaan cenderung untuk korup. Saya kebetulan datang

Tulisan ini merupakan wawancara Domi E,

salah seorang penulis yang bergiat di Saha-

bat Atok dengan Matheos Viktor Messakh

atau yang lebih dikenal dengan nama Atok

pada tanggal 22 Januari 2016.

Atok, saat meliput Sea Games

4 5