Materi Kuliah Ekosistem Terumbu Karang

21
Jurusan Ilmu Kelautan FIKP-Unhas Mata Kuliah : Ekologi Laut Dosen : Dr. Syafyudin Yusuf, ST. MSi. Pertemuan ke : 13-15 Materi Kuliah : EKOSISTEM TERUMBU KARANG EKOSISTEM TERUMBU KARANG A. Pengertian Terumbu Karang dan Karang Terumbu karang adalah struktur di dasar laut berupa deposit kalsium karbonat di laut yang dihasilkan terutama oleh hewan karang (Timotius, 2003). Terumbu karang terdiri dari organisme yang hidup pada batuan kapur yang dihasilkan oleh beberapa organisme anggota komunitas tersebut, hal ini dianggap sebagai suatu keunikan terumbu karang.Sedangkan menurut Nybakken (1992), bahwa terumbu karang merupakan keunikan di antara asosiasi atau komunitas lautan yang seluruhnya dibentuk oleh aktivitas biologis.Terumbu adalah endapan- endapan masif yang penting dari kalsium karbonat yang terutama dihasilkan oleh karang (filum Cnidaria, Kelas Anthozoa, Ordo Madreporaria) dengan sedikit tambahan dari alga berkapur dan organisme-organisme lain yang mengeluarkan kalsium karbonat. Karang adalah hewan tak bertulang belakang yang termasuk dalam filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut sebagai karang ( coral) mencakup karang dari Ordo scleractinia dan Sub kelas Octocorallia (kelas Anthozoa) maupun kelas Hydrozoa (Timotius, 2003).Karang adalah anggota filum Cnidaria, yang termasuk mempunyai bermacam-macam bentuk seperti ubur-ubur, hidroid, hydra air tawar dan anemon laut. Karang dan anemon laut adalah anggota taksonomi kelas yang sama yaitu Anthozoa. Perbedaan yang utama adalah terumbu karang menghasilkan kerangka luar kalsium karbonat (Nybakken, 1992). Terumbu karang (coral reef)sepert pada Gambar 1., merupakan suatu ekosistem yang khas terdapat di dasar perairan laut dangkal terutama di daerah tropis, di susun oleh karang-karang jenis Anthozoa dari klas scleratinia, ekosistem ini merupakan karang hermatipik atau jenis karang yang mampu membuat bangunan atau kerangka kapur dari kalsium karbonat (Vaughan dan Wells, 1943). Terumbu karang (coral reef) sebagai ekosistem dasar laut dengan penghuni utama karang batu mempunyai arsitektur yang mengagumkan dan dibentuk oleh ribuan hewan kecil yang disebut polip.Dalam bentuk sederhananya, karang terdiri dari satu polip saja yang mempunyai bentuk tubuh seperti tabung dengan mulut yang terletak di bagian atas dan dikelilingi oleh tentakel. Namun pada kebanyakan spesies, satu individu polip karang akan berkembang menjadi banyak individu yang disebut koloni (Sorokin, 1993).

description

.

Transcript of Materi Kuliah Ekosistem Terumbu Karang

Page 1: Materi Kuliah Ekosistem Terumbu Karang

Jurusan Ilmu Kelautan FIKP-Unhas

Mata Kuliah : Ekologi Laut

Dosen : Dr. Syafyudin Yusuf, ST. MSi.

Pertemuan ke : 13-15

Materi Kuliah : EKOSISTEM TERUMBU KARANG

EKOSISTEM TERUMBU KARANG

A. Pengertian Terumbu Karang dan Karang

Terumbu karang adalah struktur di dasar laut berupa deposit kalsium

karbonat di laut yang dihasilkan terutama oleh hewan karang (Timotius, 2003).

Terumbu karang terdiri dari organisme yang hidup pada batuan kapur yang

dihasilkan oleh beberapa organisme anggota komunitas tersebut, hal ini dianggap

sebagai suatu keunikan terumbu karang.Sedangkan menurut Nybakken (1992),

bahwa terumbu karang merupakan keunikan di antara asosiasi atau komunitas

lautan yang seluruhnya dibentuk oleh aktivitas biologis.Terumbu adalah endapan-

endapan masif yang penting dari kalsium karbonat yang terutama dihasilkan oleh

karang (filum Cnidaria, Kelas Anthozoa, Ordo Madreporaria) dengan sedikit

tambahan dari alga berkapur dan organisme-organisme lain yang mengeluarkan

kalsium karbonat.

Karang adalah hewan tak bertulang belakang yang termasuk dalam filum

Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut sebagai karang (coral)

mencakup karang dari Ordo scleractinia dan Sub kelas Octocorallia (kelas Anthozoa)

maupun kelas Hydrozoa (Timotius, 2003).Karang adalah anggota filum Cnidaria,

yang termasuk mempunyai bermacam-macam bentuk seperti ubur-ubur, hidroid,

hydra air tawar dan anemon laut. Karang dan anemon laut adalah anggota

taksonomi kelas yang sama yaitu Anthozoa. Perbedaan yang utama adalah terumbu

karang menghasilkan kerangka luar kalsium karbonat (Nybakken, 1992).

Terumbu karang (coral reef)sepert pada Gambar 1., merupakan suatu

ekosistem yang khas terdapat di dasar perairan laut dangkal terutama di daerah

tropis, di susun oleh karang-karang jenis Anthozoa dari klas scleratinia, ekosistem ini

merupakan karang hermatipik atau jenis karang yang mampu membuat bangunan

atau kerangka kapur dari kalsium karbonat (Vaughan dan Wells, 1943).

Terumbu karang (coral reef) sebagai ekosistem dasar laut dengan penghuni

utama karang batu mempunyai arsitektur yang mengagumkan dan dibentuk oleh

ribuan hewan kecil yang disebut polip.Dalam bentuk sederhananya, karang terdiri

dari satu polip saja yang mempunyai bentuk tubuh seperti tabung dengan mulut yang

terletak di bagian atas dan dikelilingi oleh tentakel. Namun pada kebanyakan

spesies, satu individu polip karang akan berkembang menjadi banyak individu yang

disebut koloni (Sorokin, 1993).

Page 2: Materi Kuliah Ekosistem Terumbu Karang

Gambar 1. Kompleksitas ekosistem terumbu karang (Foto : Syafyudin Yusuf,

Ceningan Wall Nusa Lembongan Bali)

Terumbu karang adalah suatu ekosistem di laut tropis yang mempunyai

produktivitas tinggi (Sukarno et al., 1983). Terumbu karang merupakan ekosistem

yang khas di daerah tropis dan sering digunakan untuk menentukan batas

lingkungan perairan laut tropis dengan laut sub tropis maupun kutub (Nybakken,

1992). Ekosistem ini mempunyai sifat yang menonjol karena produktivitas dan

keaneka- ragaman jenis biotanya yang tinggi.

Berdasarkan kepada kemampuan memproduksi kapur maka karang

dibedakan menjadi dua kelompok yaitu karang hermatipik dan karang ahermatipik.

Karang hermatifik adalah karang yang dapat membentuk bangunan karang yang

dikenal menghasilkan terumbu dan penyebarannya hanya ditemukan didaerah

tropis.Karang ahermatipik tidak menghasilkan terumbu dan ini merupakan kelompok

yang tersebar luas diseluruh dunia. Perbedaan utama karang Hermatipik dan karang

ahermatipik adalah adanya simbiosis mutualisme antara karang hermatipik dengan

zooxanthellae, yaitu sejenis algae unisular (Dinoflagellata unisular), seperti

Gymnodinium microadriatum, yang terdapat di jaringan-jaringan polip binatang

karang dan melaksanakan fotosistesis.

Page 3: Materi Kuliah Ekosistem Terumbu Karang

Karang „Dendrophyllia’ yang non zooxanthella Karang hermatipik „Pectinia’ yang berzooxanthella

Gambar 2. Contoh karang non zooxanthella dan karang zooxanthella

Gambar 3. Hierarki kehidupan dalam terumbu karang dimana zooxanthella sebagai dasar

kehidupan bagi polip karang yang selanjutnya polip berkoloni membentuk

individu karang, kunitas karang hidup membentuk terumbu karang.

Hasil samping dari aktivitas ini adalah endapan kalsium karbonat yang

struktur dan bentuk bangunannya khas. Ciri ini akhirnya digunakan untuk

menentukan jenis atau spesies binatang karang.Karang hermatipik mempunyai sifat

yang unik yaitu perpaduan antara sifat hewan dan tumbuhan sehingga arah

pertumbuhannya selalu bersifat fototeopik positif.Umumnya jenis karang ini hidup di

perairan pantai /laut yang cukup dangkal dimana penetrasi cahaya matahari masih

sampai ke dasar perairan tersebut. Disamping itu untuk hidup binatang karang

membutuhkan suhu air yang hangat berkisar antara 25-32 oC (Nybakken, 1992).

Hewan karang sebagai pembangun utama terumbu adalah organisme laut

yang efisien karena mampu tumbuh subur dalam lingkungan sedikit nutrien

(oligotrofik). Sebagian besar spesies karang melakukan simbiosis dengan alga

simbiotik yaitu zooxanthellae yang hidup di dalam jaringannya. Dalam simbiosis,

zooxanthellae menghasilkan oksigen dan senyawa organik melalui fotosintesis yang

akan dimanfaatkan oleh karang, sedangkan karang menghasilkan komponen

inorganik berupa nitrat, fosfat dan karbon dioksida untuk keperluan hidup

zooxanthellae.

Zooxanthella

Polip

Koloni karang

Terumbu karang

Page 4: Materi Kuliah Ekosistem Terumbu Karang

Gambar 3. Reaksi kimiawi dalam proses pembentukan kapur (CaCO3) yang

melibatkan zooxanthella dalam jaringan endodermal karang. (sumber :

Berdasarkan kemampuan karang untuk membentuk terumbu dan

simbiosisnya dengan alga simbiotik, keseluruhan karang dapat dibagi oleh beberapa

kelompok (Sorokin, 1993), yaitu :

1 Hermatipik-simbiotik; kelompok ini termasuk sebagian besar karang-karang

Scleractinia pembentuk bangunan terumbu, Octocoral dan Hydrocoral.

2 Hermatipik-asimbiotik; kelompok ini memiliki pertumbuhan yang lambat dapat

membentuk kerangka kapur masif tanpa pertolongan algae simbiotik, yang

mana mereka mapu untuk hidup di lingkungan yang gelap di dalam gua,

terowongan dan bagian terdalam dalam kontinental slope. Diantara mereka

terdapat Scleractinia-Scleractinia asimbiotik Tubastrea dan Dendrophyllia,

dan Hydrocoral Stylaster rosacea.

3 Ahermatipik-asimbiotik; di antara Scleractinia didapatkan bagian yang masuk

ke dalam grup ini, sebagian kecil Fungiidae, seperti Heteropsammia dan

Diaseris, dan juga karang Leptoseris (Famili Agaricidea), yang tetap sebagai

satu polip-polip yang kecil atau koloni-koloni kecil, dan tidak dapat

dimasukkan sebagai pembentuk bangunan karang. Kelompok ini juga

termasuk sebagian besar Octocoral-Alcyonacea dan Gorgoniacea yang

memiliki alga simbion tetapi tidak membentuk bangunan kapur masif.

Ahermatipik-asimbiotik; untuk kelompok ini termasuk beberapa Scleractinia,

beberapa spesies dari genera Dendrophyllia dan Tubastrea, yang mempunyai polip

yang kecil. Ahermatipik-asimbiotik juga termasuk Hexacoral dari ordo Antiphataria

dan Corallimorpharia, dan simbiotik Octocoral.

Selanjutnya Nybakken (1992) mengelompokkan terumbu karang menjadi tiga tipe

umum yaitu :

a. Terumbu karang tepi (Fringing reef/shore reef )

b. Terumbu karang penghalang (Barrier reef)

c. Terumbu karang cincin (atoll)

Page 5: Materi Kuliah Ekosistem Terumbu Karang

Gambar 4. Tipe terumbu karang dalam proses evolusi tenggelamnya pulau

membentuk terumbu karang cincin (atoll).

Gambar 5. Tipe terumbu karang dari pesisir kontinental hingga terumbu

karang cincin di alut terbuka (Suharsono : Orasi pengukuhan

APU-LIPI)

Di antara tiga struktur tersebut, terumbu karang yang paling umum dijumpai

di perairan Indonesia adalah terumbu karang tepi (Suharsono, 1996). Penjelasan

ketiga tipe terumbu karang sebagai berikut :

1) Terumbu karang tepi (fringing reef) ini berkembang di sepanjang pantai dan

mencapai kedalaman tidak lebih dari 40m. Terumbu karang ini tumbuh

keatas atau kearah laut. Pertumbuhan terbaik biasanya terdapat dibagian

yang cukup arus. Sedangkan diantara pantai dan tepi luar terumbu, karang

batu cenderung mempunyai pertumbuhaan yang kurang baik bahkan banyak

mati karena sering mengalami kekeringan dan banyak endapan yang datang

dari darat.

2) Terumbu karang tipe penghalang (Barrief reef ) terletak di berbagai jarak

kejauhan dari pantai dan dipisahkan dari pantai tersebut oleh dasar laut yang

terlalu dalam untuk pertumbuhan karang batu (40-70 m). Umumnya

memanjang menyusuri pantai dan biasanya berputar-putar seakan – akan

merupakan penghalang bagi pendatang yang datang dari luar. Contohnya

adalah The Greaat Barier reef yang berderet disebelah timur laut Australia

dengan panjang 1.350 mil.

3) Terumbu karang cincin (atol) yang melingkari suatu goba (laggon).

Kedalaman goba didalam atol sekitar 45m jarang sampai 100m seperti

terumbu karang penghalang. Contohnya adalah atol di Pulau Taka Bone

Rate di Sulawesi Selatan.

Page 6: Materi Kuliah Ekosistem Terumbu Karang

B. Bentuk Dan Zonasi Terumbu Karang

Ada tiga bentuk utama terumbu karang yaitu terumbu karang tepi,

penghalang dan atol. Terumbu karang tepi terdapat di sepanjang pantai dan

mencapai kedalaman tidak lebih dari 40 m. Antara punggung terumbu dan pantai

biasanya terdapat rataan terumbu. Terumbu karang penghalang berada jauh dari

pantai, dipisahkan oleh laguna yang dalam sekitar 40-75 m. Atol merupakan terumbu

karang yang bentuknya melingkar seperti cincin atau sabit yang mengitari laguna

yang mempunyai dalam 40-100 m (Boaden dan Seed 1985).

Zona-zona karang/terumbu karang meliputi (Sorokin,1993) :

a. Zona tebing (Slope), terdiri dari :

Zona tebing terumbu dengan kedalaman 200 – 80 m, biasanya terbentuk

oleh tebing curam berbatu dari bagian dasar terumbu masa lampau, umumnya

ditumbuhi oleh karang ahermatipik dan sponge.

Zona tebing terumbu dengan kedalaman 80-40 m, dibentuk oleh tebing curam

berbatu dari bagian dasar terumbu masa lampau, ditumbuhi karang, sponge

berkapur, polychaeta menetap dan alga karang.

Zona tebing terumbu dengan kedalaman 40-20 m, dibentuk oleh tebing curam

berbatu dari bagian dasar terumbu masa lampau, ditumbuhi oleh karang,

sponge berkapur, bryozoa, gorgonacea dan hydroid yang berlimpah.

Zona penopang (=buttres) dengan kedalaman 20-8 m, disini pertumbuhan

karang sangat subur, dengan spesies karang yang keanekaragamannya

tinggi, serta gorgonacea.

Zona campuran dengan kedalaman 8-6 m, ditumbuhi dengan subur oleh

karang yang tumbuh pada kondisi tekanan ombak yang cukup besar yang

mensuplai oksigen dan makanan serta membersihkan karang dari endapan

sedimen.

Zona Frontal moat dengan kedalaman 6-4 m, disini pertumbuhan karang

dihambat oleh sedimen dan patahan karang dari rataan terumbu, biasanya

ditutupi oleh pasir dan patahan karang yang ditumbuhi oleh perifiton.

Zona pemecah ombak dengan kedalaman 0-2 m, pada terumbu lautan atlantik

zona ini biasanya ditumbuhi oleh ganggang karang.

2. Zona rataan terumbu, terdiri dari :

Zona algae ridge, berada pada ujung terumbu (yang menghadap arah angin)

dan dibangun oleh alga karang.

Zona boulder ramparts dibentuk oleh koloni karang dan alga karang.

Zona rataan terumbu bagian dalam, konstruksi yang menutupinya tergantung

pada permukaan laut dan pasang surut. Jika tersingkap pada saat surut,

sebagian besar ditutupi oleh alga karang dan koloni karang dalam jumlah

kecil. Jika tersingkap hanya sebagian pada saat surut, biasanya ditutupi oleh

makrofita, karang bercabang, zoantharia, dan alga karang bercabang. Pada

rataan terumbu yang selalu berada dibawah permukaan air, komunitas

karangnya berlimpah.

Zona rataan terumbu bagian belakang dengan kedalaman 1-4 m, berada

pada sisi belakang rataan terumbu atau sepanjang tebing terumbu bagian

dalam yang menghadap laguna. Tersusun dari karang dan aalga karang.

Zona tebing terumbu laguna bagian dalam, dengan kedalaman 2-20 m,

memperlihatkan tebing yang terdiri dari patahan karang dan pasir.

Page 7: Materi Kuliah Ekosistem Terumbu Karang

Zona laguna dengan kedalaman 5-40 m, laguna dangkal ditutupi oleh 50%

pasir dan biasanya ditutupi oleh bidang-bidang terumbu.

Zona terumbu teduh (leeward) dengan kedalaman 0-2 m, ditunjukkan oleh

adanya bidang-bidang terumbu, mikroatol, bukit-bukit patahan karang dan karang

mati.

Page 8: Materi Kuliah Ekosistem Terumbu Karang

Cesar (2000) menyatakan bahwa fungsi ekosistem terumbu karang yang

mengacu kepada habitat, biologis atau proses ekosistem sebagai penyumbang

barang maupun jasa. Untuk barang merupakan yang terkait dengan sumberdaya

pulih seperti bahan makanan yaitu ikan, rumput laut dan tambang seperti pasir.

Sedangkan untuk jasa dari ekosistem terumbu karang dibedakan :

1. Jasa struktur fisik sebagai pelindung pantai.

2. Jasa biologi sebagai habitat dan dan suport mata rantai kehidupan.

3. Jasa biokimia sebagai fiksasi nitrogen.

4. Jasa informasi sebagai pencatatan iklim.

5. Jasa sosial dan budaya sebagai nilai keindahan, rekrasi dan permainan

Terumbu karang menyediakan berbagai manfaat langsung maupun tidak

langsung. Cesar (2000) menjelaskan bahwa ekosistem terumbu karang banyak

meyumbangkan berbagai biota laut seperti ikan karang, mollusca, crustacean bagi

masyarakat yang hidup dikawasan pesisir.Selain itu bersama dengan ekosistem

pesisir lainnya menyediakan makanan dan merupakan tempat berpijah bagi berbagai

jenis biota laut yang mempunyai nilai ekonomis tinggi.

Gambar 7. Terumbu karang menyediakan temapt wisata untuk meningkatkan taraf ekonomi

nasional dan masyarakat setempat (Foto : S.Yusuf 2013 di Nusa penida Bali)

C. Biologi Karang Keras (Scleractinia)

Karang termasuk kedalam kelas Anthozoa, merupakan kelas organisme

terbesar dari Phylum Cnidaria. Karang keras merupakan istilah untuk kelompok

karang yang memiliki kerangka luar (eksoskeleton). Karang keras berdasarkan

skeleton (kerangka karang) menurut Veron (2000) diklasifikasikan sebagai berikut :

Filum : Cnidaria

Kelas : Anthozoa

Subkelas : Hexacorallia

Ordo : Scleractinia

Karang merupakan binatang yang sederhana berbentuk tabung dengan

mulut berada di atas yang juga berfungsi sebagai anus. Karang (Coral) adalah

hewan yang memiliki polip dan mampu mengeluarkan cnidosit (sel penyengat)

(Gambar 1) serta mampu melakukan pengendapan. Di sekitar mulut dikelilingi oleh

tentakel yang berfungsi sebagai penangkap makanan. Mulut karang berhubungan

dengan tenggorokan yang pendek dengan rongga perut terletak di bawahnya.

Page 9: Materi Kuliah Ekosistem Terumbu Karang

Rongga perut berisi usus yang disebut dengan mesenteri filamen yang berfungsi

sebagai alat pencerna, dan tempat perkembangan gonad. Selanjutnya dijelaskan

bahwa karakteristik dari hewan tersebut ialah: bentuk tubuh simetris bilateral, bersifat

sesil/sedentari, cara hidup berkoloni (kelompok), bereproduksi secara seksual dan

aseksual, skeleton kompak yang terbuat dari bahan kapur, dengan jumlah tentakel

enam atau kelipatannya (Suharsono, 1996).

Karang tersusun dari jaringan yang lunak dan bagian yang keras yang

berbentuk kerangka kapur (Suharsono, 1996; Veron, 2000). Bagian lunak hewan

karang terdiri dari tiga bagian yaitu ektoderm, mesoglea dan gastroderm. Ektoderm

merupakan jaringan terluar yang banyak mengandung silia, kantung mukus dan

sejumlah nematosit. Mesoglea adalah jaringan homogen menyerupai jeli, terletak

antara ektoderm dan gastroderm. Gastroderm merupakan jaringan paling dalam,

sebagian besar terisi oleh zooxanthellae yang merupakan alga unuseluler yang

hidup bersimbiosis dengan hewan karang.

Rangka karang terdiri dari kristal kalsium karbonat dan disekresikan oleh

epidermis yang berada di pertengahan bawah polyp. Proses sekresi ini meghasilkan

rangka cawan (skeletal cup), dimana polyp koral menetap. Cawan tersebut

dinamakan calyx, dinding yang mengelilingi cawan disebut theca dan lantai cawan

disebut lempeng basal (basal plate).Pada bagian lantai terdapat dinding septa yang

terbuat dari kapur tipis (radiating calcareous septa) (Gambar 1).Disamping

memberikan tempat hidup bagi polyp karang, cangkang (terutama sklerosepta/septa)

juga memberikan perlindungan. Bila berkontraksi, polyp menjadi kecil dan berada

dalam cangkang sehingga menyulitkan predator yang akan memangsanya (Barnes

1980).

Gambar 6. Anatomi polyp karang dan kerangka kapur (Veron 2000).

Karang memiliki dua cara untuk mendapatkan makan, yaitu 1) Menangkap

zooplankton yang melayang dalam air; 2) Menerima hasil fotosintesis zooxanthellae.

Ada pendapat para ahli yang mengatakan bahwa hasil fotosintesis zooxanthellae

yang dimanfaatkan oleh karang, jumlahnya cukup untuk memenuhi kebutuhan

proses respirasi karang tersebut (Muller-Parker & D‟Elia 2001 dalam Timotius, 2003).

Sebagian ahli lagi mengatakan sumber makanan karang 75-99% berasal dari

zooxanthellae (Tucket & Tucket 2002 dalam Timotius, 2003). Ada dua mekanisme

bagaimana mangsa yang ditangkap karang dapat mencapai mulut: 1) Mangsa

ditangkap lalu tentakel membawa mangsa ke mulut 2) Mangsa ditangkap lalu

terbawa ke mulut oleh gerakan silia di sepanjang tentakel.

Page 10: Materi Kuliah Ekosistem Terumbu Karang

Reproduksi karang

Reproduksi adalah salah satu fenomena biologi dalam awal siklus hidup

suatu organisme. Reproduksi mengarah kepada kelangsungan hidup di muka bumi

sehingga suatu spesies dapat mempertahankan keberadaannya secara terus

menerus, yaitu dengan menghasilkan suatu organisme baru. Reproduksi dapat

diartikan apabila suatu organisme menghasilkan keturunan dan mewariskan

kandungan genetik mereka dalam bentuk kode-kode genetik yang ditujukan untuk

pembangunan karakter umum mereka, baik karakter morfologi, fisiologi atau karakter

khusus yang membedakan mereka sebagai individu.

Secara umum, Karang bereproduksi dengan dua cara, yaitu secara aseksual

dan seksual (Veron, 2000, 1995; Harrison dan Wallace, 1990;.Richmond dan Hunter,

1990; Sorokin, 1993; Richmond, 1997).

a. Reproduksi aseksual

Proses reproduksi aseksual pada karang dapat menghasilkan koloni-

koloni baru atau karang soliter melalui berbagai mekanisme, yaitu melalui

pertunasan (Budding), fagmentasi, pembelahan transversal dan longitudinal

polip dan produksi planula secara aseksual (Harrison dan Wallace, 1990;

Richmond, 1997).

Pertumbuhan koloni melalui pembentukan polip-polip baru

berlangsung selama proses pertunasan aseksual. Penambahan polip dapat

terbentuk ketika satu polip terbagi menjadi dua (intratentacular budding), atau

kadang-kadang sebuah mulut baru dengan tentakel dapat secara sederhana

terbentuk dalam ruang antara dua polip yang berdekatan (extratentacular

budding) (Richmond, 1997). Jika polip dan jaringan yang dibentuk oleh

proses pertunasan tetap melekat pada koloni induk yang kemudian tumbuh

dan menghasilkan peningkatan ukuran koloni (Richmond, 1997).

Reproduksi aseksual biasanya atau umumnya dengan pembentukan

tunas (Nybakken, 1992). Selanjutnya dikatakan oleh Gzimerk (1972) bahwa

hasil dari budding (pertunasan) ini akan menghasilkan pertumbuhan yang

placoid, cerioid, meandroid, atau flabello meandroid. Masing-masing

pertumbuhan ini akan tumbuh menghasilkan suatu bentuk koloni yang

massive, branching, foliose, atau encrusting (Mapstone, 1990).

Produksi aseksual melalui fragmentasi nampaknya penting untuk

kebanyakan spesies karang dan terutama oleh populasi yang hidup dalam

batas-batas fisiologi mereka. Sebagai contoh di bagian timur pasifik, karang

Pocillopora domicornis selama dua tahun studi oleh Richmond (1987) tidak

menemukan gonad-gonad matang ataupun planula, tetapi karang ini

merupakan jenis karang yang dominan. Pertumbuhan populasi yang tinggi

dari karang ini terjadi melalui proses fragmentasi (Richmond dan Hunter,

1990).

Fragmentasi karang yang meliputi kerangka dasar dapat terlepas dari

koloni induk sebagai hasil dari sutu aksi gelombang, badai gelombang,

predasi oleh ikan, atau sumber-sumber fisik lain. Jika fragmen karang

terjatuh pada dasar yang keras, maka fragmen tersebut dapat bergabung

dengan permukaan subtrat dan terus tumbuh membentuk tunas (Richmond,

1997). Highsmith (1982) mengatakan bahwa fragmentasi karang adalah

Page 11: Materi Kuliah Ekosistem Terumbu Karang

umumnya terjadi pada spesies-spesies yang percabangannya halus atau

spesis karang yang berbentuk plat atau tipis.

Stoddart (1983) telah melakukan studi elektroporesis pada planula

yang dierami oleh Pocillopora domicornis dari terumbu Australia bagian barat

dan Hawaii yang memperlihatkan bahwa planula tersebut secara genetik

identik dengan induknya, hal ini menunjukkan bahwa planula dapat dihasilkan

secara aseksual.

Beberapa keuntungan dari karang yang bereproduksi secara

aseksual, yaitu: (i) tidak membutuhkan pasangan, (ii) Keturunan yang

dihasilkan secara genetik identik dengan induknya, sehingga genotipnya

secara lokal telah beradaptasi, (iii) jika kondisi lingkungan tetap sama,

keturunan yang dihasilkan akan memiliki tingkat kesuksesan yang sama

seperti induknya. Namun kerugiannya ialah populasinya tidak memiliki

variabilitas genetik sehingga rentan terhadap perubahan yang terjadi baik

terhadap komponen biologi maupun fisik lingkungannya (Richmond, 1997).

b Reproduksi seksual

Reproduksi seksual memberikan dua kesempatan bagi terjadinya

kombinasi genetik yang baru, yaitu(i) Pencampuran atau persaingan selama

proses meiosis dalam pembentukan telur dan sperma; (ii) kontribusi genetik

dari dua induk ketika sebuah telur dibuahi oleh sperma. Hal tersebut

memberikan tambahan variasi genetik terhadap populasi, dan mengarah

pada peningkatan kelangsungan hidup dari suatu spesies (Richmond, 1997).

Secara seksual, pembuahan dan perkembangan secara internal dan

eksternal dapat dijumpai pada hewan karang (Veron, 1995).Pemijahan pada

karang terjadi pada malam ketiga hingga keenam setelah bulan purnama,

khususnya pada rentang terendah antara pasang dan surut.Larva planula

yang dihasilkan biasanya melekat pada dasar perairan setelah 4-10

hari.Sebagian besar larva planula melekat langsung di atas terumbu atau di

dalam jarak sekitar 600 m dari asalnya.Polip karang secara aseksual

memperbanyak diri dengan pertunasan intratentakel dan ekstratentakel,

pertunasan ini untuk menambah ukuran koloni (Gzimerk, 1972) (Gambar 2).

Gambar 2. Reproduksi karang secara seksual. (A) Polyp dewasa. (B) Larva

planula. (C) Planula yang telah membentuk septa. (D) Polyp muda

(Sumber: Nybakken 1992).

Page 12: Materi Kuliah Ekosistem Terumbu Karang

Secara garis besar, tipe seksualitas pada karang dapat

dikelompokkan atas dua yaitu: (i) gonokhorik, yaitu speies-spesies karang

(berkoloni atau soliter) yang memproduksi hanya gamet jantan atau betina

selama hidupnya; (ii) hermaprodit, yaitu spesies-spesies karang (berkoloni

atau soliter) yang menghasilkan baik gamet jantan atau betina selama

hidupnya.

Kurang lebih 25% dari spesies-spesies karang yang diteliti oleh

Harrison dan Wallace (1990) tergolong gonokhorik (kebanyakan dari suku

Agariciidae, Fungiidae, Poritidae, Caryophyliidae, Flabelliidae dan

Dendrophyllidae). Sedangkan tipe hermaprodit itu sendiri dapat dibedakan

atas (i) hermaprodit simultan, jika suatu organisme menghasilkan telur dan

sperma dalam waktu yang bersamaan dalam satu individu; (ii) hermaprodit

sekuensial, dapat bersifat: a) hermaprodit protandri, suatu individu pada

awalnya berfungsi sebagai jantan, kemudian berkembang menjadi betina; b)

hermaprtodit protogyni, awalnya sebagai betina dan akan berubah menjadi

jantan (Harrison dan Wallace, 1990; Richmond. 1997).

Dari 151 spesies yang dipelajari oleh Harrison dan Wallace (1990),

sebanyak 141 spesies adalah hermaprodit simultan dan sisanya belum pasti

apakah hermaprodit atau hermaprodit simultan. Richmond (1997)

menambahkan bahwa kebanyakan spesis yang diidentifikasi adalah

hermaprodit simultan yang pada umumnya adalah Acroporidae, Faviidae dan

beberapa Pocilloporiidae. Sedangkan untuk hermaprodit sekuensial adalah

sedikit jumlahnya sebagai contoh ialah Stylophora pistillata (Rinkevich dan

Loya, 1979)

Cara reproduksi karang menurut Veron (2000); Harrison dan Wallace (1990)

dapat dibedakan atas :

a. Broadcast spawning (memijah): Spesies yang memijahkan gamet-gametnya

(telur dan sperma) ke dalam kolom air, dan selanjutnya terjadi fertilisasi eksternal

dan kemudian terjadi perkembangan embrio.

b. Brooding (mengerami): spesies dengan telur-telur yang dibuahi secara internal,

dengan perkembangan embrio sampai fase planula berlangsung dalam polip

karang.

Umumnya spesis karang yang bercabang dan berpolip kecil dengan gonad

yang berkembang dalam koelenteron, menghasilkan sedikit telur dan planula yang

dierami, sedangkan spesies yang masif dan berpolip besar menghasilkan banyak

telur yang dipijahkan untuk pembuahan eksternal (Rinkevich dan Loya,1979). Glynn

et al (1991) mengatakan bahwa umumnya spesis dengan koloni dewasa yang

berukuran besar cenderung menjadi broadcast spawner dengan fertilisasi eksternal

dan selanjutnya berkembang menjadi planula. Malah sebaliknya koloni yang

dewasa namun berukuran kecil melakukan fertilisasi internal, mengerami dan

kemudian melepaskannya.

Pemijahan terkait dengan lebih tingginya fekunditas, Sedangkan yang

dierami menghasilkan larva dengan potensi penyebaran yang luas (Richmond, 1987;

1987). Karang yang mengerami telurnya ditemukan lebih dominan di daerah rataan

terumbu dangkal yang banyak mengalami gangguan, sedangan karang-karang yang

memijah lebih mendominasi pada perairan yang kurang mengalami gangguan

(Stimson,1987).

Page 13: Materi Kuliah Ekosistem Terumbu Karang

D. Faktor Pembatas Terumbu Karang

Ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem yang dinamis, mengalami

perubahan terus menerus dan tidak tahan terhadap gangguan-gangguan alam yang

berasal dari luar terumbu. Beberapa faktor yang membatasi pertumbuhan terumbu

karang (Mawardi, 2003) adalah :

1. Suhu

Sacara geografis, suhu membatasi sebaran karang.Suhu optimum

untuk terumbu adalah 250C – 300C (Soekarno et al., 1983).Suhu

mempengaruhi tingkah laku makan karang. Kebanyakan karang akan

kehilangan kemampuan untuk menagkap makanan pada suhu diatas 33,50C

dan dibawah 160C (Mayor, 1918 dalam Supriharyono, 2007). Pengaruh suhu

terhadap karang tidak saja yang ekstrim maksimum dan minimum saja,

namun perubahan mendadak dari suhu alami sekitar 40C – 60C dibawah

atau diatas ambient dapat mengurangi pertumbuhan karang bahkan

mematikannya.

2. Salinitas

Salinitas merupakan faktor pembatas kehidupan karang.Daya setiap

jenis karang berbeda-beda tergantung pada kondisi laut setempat. Karang

hermatipik adalah organisme laut sejati yang sangat sensitive terhadap

perubahan salinitas yang jelas menyimpang dari salinitas air laut 32 – 350/00.

Binatang karang hidup subur pada salinitas air laut 34 – 360/00.

Toleransi karang batu pada salinitas cukup tinggi yang dapat berkisar antara

27 – 400/00 (Nybakken, 1992).Karang yang hidup di laut dalam jarang atau

hamper tidak pernah mengalami perubahan salinitas yang cukup besar

sedang yang hidup di temapt-tempat dangkal sering kali dipengaruhi oleh

masukan air tawar dari pantai maupun hujan sehingga terjadi penurunan

salinitas perairan.

3. Cahaya

Cahaya diperlukan oleh algae simbiotik zooxanthellae dalam proses

fotosintesis guna memenuhi kebutuhan oksigen biota terumbu karang

(Nybakken,1992). Tanpa cahaya yang cukup, laju fotosintesis akan

berkurang dan kemampuan karang menghasilkan kalsium karbonat

pembentuk terumbu akan berkurang pula. Kedalaman penetrasi cahaya

matahari mempengaruhi pertumbuhan karang hermatipik, sehingga dapat

mempengaruhi penyebarannya (Sukarno, 1977).Jumlah spesies berkurang

secara nyata pada kedalaman penetrasi cahaya sebesar 15-20% dari

penetrasi cahaya permukaan yang secara cepat menurun mulai dari

kedalaman 10 m. (D‟elia et al., 1991).

Page 14: Materi Kuliah Ekosistem Terumbu Karang

Gambar 3.Faktor fisik yang membatasi kehidupan karang (Nybakken 1992).

4. Sedimentasi

Pengaruh sedimentasi terhadap hewan karang terjadi secara

langsung maupun tidak langsung. Sedimen akan mematikan langsung

karang bila ukuran sedimen cukup besar atau banyak sehingga menutup

polip karang. Pengaruh tidak langsung adalah menurunnya penetrasi cahaya

matahari yang penting untuk proses fotosintesis zooxanthellae. Selain itu

banyaknya energi yang dikeluarkan oleh binatang karang tersebut untuk

menghalau sedimen mengakibatkan turunnya laju pertumbuhan karang.

5. Arus dan Gelombang

Pertumbuhan karang di daerah berarus lebih baik bila dibandingkan

dengan perairan yang tenang (Nontji, 2005).Umumnya terumbu karang lebih

berkembang pada daerah yang bergelombang besar. Selain memberikan

pasokan oksigen bagi karang, gelombang juga memberi plankton yang baru

untuk koloni karang. Selain itu gelombang sangat membantu dalam

menghalangi pengendapan sediment pada koloni karang. Sebaliknya

gelombang yang sangat kuat seperti halnya gelombang tsunami, dapat

menghancurkan karang secara fisik.

E. Rekrutmen karang

Dalam perkembangan larva dan penyebaran karang setelah tahap planula karang

tersebut akan menetap, melakukan metaformosis dan tumbuh membentuk generasi

baru.Namun hal ini tergantung pada larva tersebut, apakah diproduksi secara

seksual atau aseksual, dierami atau berkembang diluar (secara eksternal),

disebarkan atau melekat di daerah tersebut.Umumnya setelah melekat juvenil,

karang tersebut sangat kecil sehingga sukar terlihat oleh mata manusia (Wallace,

1985a).

Pengaruh rekrutmen larva terhadap populasi dan struktur komunitas telah

banyak menarik minat para peneliti (Bak dan Engel,1979; Underwood dan

Denley, 1984; Connell, 1985). Sebelum itu telah diduga bahwa karang yang

masih bersifat plankton merupakan suolai karang dan setelah

melekatkeberadaannya ditentukan oleh kekuatan-kekuatan yang selektif seperti

kesesuaian habitat untuk proses fisiologi ketika dewasa.

Larva dan polip karang keras yang baru bermetaformosis berukuran sangat

kecil dan sulit untuk dideteksi di lapangan, oleh karena itu perlu dibedakan antara

pelekatan dan rekrutmen. Pelekatanbiasanya digunakan oleh para ilmuwan

ekologi bentik untuk mengetahui bagaimana dan apa yang membuat larva

melekat, sementara rekrutme berkenaan dengan anggota baru dalam komunitas

yang dapat dilihat untuk disensus (Connell, 1985) Untuk sebagian besar karang,

rekrutmen terjadi sekitar 8-10 bulan setelah melekat yang berarti bahwa

penelitian-penelitian awal dalam pengkolonisasian harus menggunakan berbagai

macam permukaan kolektor yang dapat diuji di bawah mikroskop.

Page 15: Materi Kuliah Ekosistem Terumbu Karang

2. Tingkah laku pencarian lokasi dan daerah pelekatan

Pelekatan larva karang secara normal dimulai sejak planula mampu

menemukan subtrat yang padat dan dianggap cocok untuk melekat dan

melakukan metaformosis.Percobaan di laboratorium menunjukkan bahwa

pelekatan dari larva karang keras biasanya didahului pengujian dan pencarian

yang intensif, dan ekplorasi yang ekstensif terhadap substrat buatan.

Normalnya, planula karang berenang dan mencari substrat buatan dengan

menggunakan aboral epidermis yang memiliki sensor dan berperan dalam

mengenali bagian daerah pelekatan yang cocok (Vandermuelen, 1974). Selama

pengujian daerah pelekatan selalu dimulai oleh sentuhan aboral epidermis

secara hati-hati terhadap subtrat sambil planula tersebut berputar atau

bergoyang dari sisi ke sisi (Atoda,1947). Kemudian diikuti dengan pendiaman,

pelekatan, metaformosis dan pelekatan sementara (Chia dan Bickell, 1978)

Komponen sensor dan syaraf dari aboral epidermis mungkin berintegrasi dan

melakukan koordinasi dalam tingkah laku pencarian, tetapi tidak diketahui aspek-

aspek substrat buatan yang diraba atau isyarat apa yang menyebabkan

pendiaman dan metaformosis dari larva karang keras. Penyeleksian substrat

buatan dan pilihan daerah pelekatan oleh larva skleraktinia telah diuji secara

kuantitatif pada beberapa spesies di laboratorium.Respons thigmotatik jelas

dalam pemilihan daerah pelekatan di substrat buatan yang tidak beraturan

(Vaughan, 1912; Babcock, 1988).Respons fototaktik atau geotaktik muncul pada

tingkah laku larva karang.Planula secara umum melekat atau mendiami di

daerah bawah dari substrat. Walaupun fototaktik dan geotaktik memainkan

peranan dalam menuntun planula ke daerah pelekatan yang sesuai.Tingkah laku

ini meningkatkan minat dalam mempelajari struktur planula secara simpel,

karena kehadiran mereka tanpa struktur sensor yang mampu bertindak sebagai

penerima cahaya.

3. Pola pelekatan dan rekrutmen

Penelitian-penelitian yang menggunakan plate (piringan) sebagai tempat

pelekatan biasanya dibuat untuk membedakan pengaruh dari berbagai faktor

yang berpengaruh terhadap proses rekrutmen. Faktor utama yang diuji yaitu: (i)

perbedan temporal dan spasial dalam kemampuan larva untuk melekat; (ii)

Orientasi daerah pelekatan; (iii) akibat organisme lain dalam daerah pelekatan;

dan (iv) komposisi taksonomi dari planula karang keras yang melekat.

a. Pola temporal dan spatial

Reproduksi beberapa karang keras di beberapa wilayah penelitian terjadi

secara musiman dan kehidupan larva yang pendek, sehingga pelekatan suatu

daerah seharusnya juga terjadi secara musiman. Rekrutmen musiman telah

dilaporakan oleh beberapa peneliti di daerah terumbu karang, seperti di GBR

(Wallace dan Bull, 1981), Okinawa (Sakai dan Yamazato, 1984) dan sebelah

utara Teluk Mexico (Buggett dan Bright, 1985).Beberepa kasus ditemukan bahwa

sebagian besar rekrutmen terjadi pada musim semi dan musim panas yang

mengikuti musim pemijahan. Larva planula Pocilloporidae dikeluarkan dengan

periode yang luas dan mendiami sebagian besar kolektor dalam tahun tersebut di

Palau, Okinawa, Hawaii dan Great barrier Reef (Hada, 1932; Stephenson dan

Stephenson, 1933; Fitzhardinge, 1985).

Famili Acroporidae (Acropora, Astreopora dan Montipora) berisi sebagian

besar gamet yang akan dipijahkan. Larva dari karang-karang ini melekat dari

Page 16: Materi Kuliah Ekosistem Terumbu Karang

akhir musim semi sampai akhir musim panas di Great Barrier Reef (Bothwell,

1982). Harriott (1985) menemukan beberapa rekrutmen dari Acropora terjadi di

bulan-bulan musim dingin yang dipertimbangkan sebagai spesies yang

mengerami. Kecenderungan rekrutmen yang musiman harus diperhatikan dalam

merancang suatu penelitian ke depan.

Rata-rata jumlahdan komposisi taksonomi dari karang yang melekat dalam

suatu daerah diduga memiliki perbedaan secara spasial yang dihubungkan

dengan kemampuan larva pada geografik, dan juga terkait dengan kondisi

hidrografik dan karakteristik fisik.Hampir seluruh penelitian yang menguji sisi

substrat lebih dari satu sisi menunjukkan perbedaan dalam rekrutmen antara sisi,

tapi waktu yang diuji menunjukkan bahwa kebanyakan dari pola-pola ini

bervariasi secara temporal (Baggett dan Bright, 1985).

b. Orientasi daerah pelekatan

Pelekatan larva pada suatu daerah menunjukkan pilihan, untuk orientasi yang

akurat terhadap daerah yang akan didiami, terutama pada daerah sisi samping

atau bawah dari kolektor. Rekrutmen dapat menggambarkan pilihan-pilihan

daerah didiami jika kematian diasumsikan seragam terhadap ruang. Pilihan

untuk karang dalam orientasi yang berbeda dapat berubah, ketika

mempertimbangkan kecondongan apakah posisi tersebut terlindung atau terbuka

dan hubungannya dengan kedalaman (Bak dan Engel, 1979; Harriot, 1985). Kasus

lain yang belum diuji dengan baik ialah pilihan yang berhubungan dengan kurangnya

intensitas cahaya, dan karena asosiasi alga rekrutmen atau keduanya (Sammarco

dan Carlton, 1982). Begitu pun dengan akumulasi sedimen di bagian atas

permukan yang diduga sebagai faktor yang mencegah rekrutmen di beberapa

lokasi (Birkeland, 1977; Rogerset al., 1984).

Larva biasa melekat di bagian atas kolektor pada daerah yang dangkal,

tetapi secara nyata lebih banyak terjadi atau berada di bagian bawah. Di daerah

yang lebih dalam terjadi kasus yang sebaliknya. Ketika tipe kolektor yang lain

dengan bentuk kerucut yang lebih panjang digunakan pada sisi dangkal, hampir

semua karang melekat di bagian atas permukaan. Kemungkinan daerah lembah

yang ada di piringan tersebut lebih dalam dan memberi cukup naungan dan

lindungan, oleh karena itu larva tidak butuh bermigrasi ke daerah terlindung di

bawah permukaan. Harriot dan Fisk (1987) menemukan bahwa teracotta

(keramik) menyediakan habitat pada celah antara substrat, sehingga menarik

untuk didiami.Ketidak beraturan struktur permukaan mempertingi pendiaman

dengan menyediakan ruang lebih untuk ditempati dan untuk menghindari

poredator.Kelimpahan karang berhubungan positif terhadap permukaan yang

tidak beraturan, demikian pula terhadap keanekaragamaman genus dan tingkat

kelimpahan juvenil karang.

c. Akibat organisme lain

Organisme-organisme lain sangat berpengaruh terhadap daerah diaman,

atau daya tahan hidup karang keras setelah mendiami suatu daerah. Tutupan

alga yang rapat dapat mencegah pelekatan, atau secara langsung menutup

ruang bagi karang yang baru mendiami ruang tersebut, dan juga secara tak

langsung menangkap sedimen di antara koloni-koloni alga (Birkeland, 1977).

Melimpahnya organisme penyaring seperti barnakel, hydrozoa, tunicata dan sepon

yang tumbuh dengan cepat pada daerah yanag mengalami eutrofikasi diduga oleh

Birkeland (1977), sebagai faktor yang mengurangi daya hidup planula yang telah

Page 17: Materi Kuliah Ekosistem Terumbu Karang

melekat. Rata-rata rekrutmen yang tinggi ditemukan berasosiasi dengan tutupan

alga yang sedikit (Rogers et al., 1984).

F. Pertumbuhan Karang

Penelitian yang dilakukan di lapangan untuk komunitas karang sering

memperkirakan umur dari koloni terkecil yang diukur. Hal ini biasanya dibatasi

pada koloni yang berukuran dari 1-5 cm, tetapi kadang-kadang lebih kecil dari

ukuran tersebut (Dustan, 1977; Bak dan Engel, 1979; Sakai dan Yamazato,

1984).

Pertumbuhan karang yang sangat kecil ditunjukkan dari beberapa penelitian.

Connell (1973) memperkirakan bahwa karang berdiameter mulai 1 cm telah berumur

satu bulan atau kurang.Polip karang keras yang baru menempel serupa dalam ukuran

planula dari mana mereka berasal-umumnya kurang dari 2 mm.Karena ukurannya

yang kecil maka sulit untuk diamati.

Selama tahun pertama hidup mereka, karang jarang mencapai ukuran diameter

>10 mm. Perbedaan dalam rata-rata pertumbuhan dihubungkan dengan perbedaan

taksonomi dalam tingkat famili dan dalam bentuk hasil pemijahan(gamet atau planula)

(Babcock, 1988),dan juga bervariasi dalam kondisi mikrohabitat (Sato, 1985).

Karang yang gametnya dibuahi di luar menunjukkan pertumbuhan yang lebih kecil

dari karang yang diplanulasi.Karang tersebut juga sulit dibudidayakan dibandingkan

spesies yang dierami.Goniastrea aspera dan Platygyrasinensis (Faviidae) merupakan

spesies broadcasting dengan diameter pertumbuhannya sekitar 1,3 mm dan 1,2 mm

dalam waktu 7-8 bulan. Sementara dari spesies yang sama cara reproduksinya yaitu

Acropora millepora tumbuh tiga kali lebih cepat (Babcock,1985).

Lima spesies karang yang mengerami (brooder) mempunyai pertumbuhan rata-

rata lebih cepat. Sato (1985) menemukan juvenil dari Pocillopora domicornis

(Brooding) berkembang dengan diameter sekitar 9,9 mm selama 6 bulan di Okinawa

dan rata-rata pertumbuhan Pociloporadomicornis pada kolektor lebih tinggi jika

mengarah ke samping dibanding ke atas. Birkeland (1977) mencatat rata-rata

karang lebih cepat melekat di daerah permukaan dan pertumbuhan berkurang

seiring dengan pertambahan kedalaman.Vaughan (1912) membiakan 2 jenis

planula dari Porites dan Favia dalam setahun. Keduanya menunjukakan rata-rara

pertumbuhannya terlambat dengan diameter hanya 4 mm x 3 mm dan yang

tercepat 23 mm x 14.5 mm. Juvenil karang pada piringan kolektor yang ditanam

selama 4 bulan di Great barrier reef dari 3 tahun penelitian menunjukkan diameter

berkisar 0,88 mm-1,06 mm (Wallace, 1985b).

G. Pengapuran / kalsifikasi Hewan Karang

Kalsifikasi adalah adalah proses yang menghasilkan kapur dan pembentukan

rangka karang dimana kapur dihasilkan dalam reaksi yang terjadi dalam ektodermis

karang. Reaksi pembentukan deposit kapur, mensyaratkan tersedianya ion kalsium

dan ionKarbonat yang berasal dari pengikisan batuan di darat sedangkan Ion

karbonat berasal dari pemecahan asam karbonat (Timotius, 2003).

Kalsium karbonat yang terbentuk kemudian membentuk endapan menjadi

rangka hewan karang. Sementara itu, karbondioksida akan diambil oleh

zooxanthellae untuk fotosintesis. Pengambilan atau pemanfaatan karbon (CO2)

dalam jumlahyang sangat besar untuk keperluan kalsifikasi yang kemudian

menghasilkanterumbu karang sebaran vertikal dan horisontal yang amat

Page 18: Materi Kuliah Ekosistem Terumbu Karang

luas.Kalsifikasi dipengaruhi oleh fotosintesis zooxanthellae dan hasilnya.Sebagai

contohPearse dan Muscatine menggunakan senyawa radioaktif untuk menelusuri

hasilfotosintesis.Hasil fotosintesis menunjang pertumbuhan cabangKenaikan nutrien

akan menurunkan kalsifikasi karena terjadi peningkatan fosfat.

Gambar..Proses kalsifikasi kimiawi pada karang atas peran zooxanthella.

Page 19: Materi Kuliah Ekosistem Terumbu Karang

Daftar Pustaka

Atoda K. 1947. The larva and post-larval development of some reef-building corals. I.

Pocillopora damicornis cespitosa (Dana). Sci Rep Tohoku University.Ser

4, 18:24-47

Babcock R.C. 1988. Fine-scalespatial and temporal patterns incoral

settlement. Proc. 6thInternat. Coral Reef Symp.,Townsville 2: 635-639

Baggett L.S., T.J. Bright. 1985. Coral recruitment at the East Flower Garden reef.

Proceedings of the 5th International Coral Reef Congress 4: 379-384.

Bak R.P.M., M.S. Engel. 1979. Distribution, Abundance and Survival of Juvenile

Hermatypic Corals (Sclerectinia) and The Importance of Early LifeHistory

Strategies in The Parent Coral Community. Mar. Biol. 54: 341-352

Barnes D.R. 1980. Inverterbrate zoology,(4th ed).Holt-Sounders International Edition.

Tokyo

Birkeland C. 1997. Life and death of coral reefs.Chapman and Hall. New York : 536

Boaden P.J.S., and Seed, R., 1985. An Introduction to Coastal Ecology. Blackie and

Son Ltd., New York.

Bothwell, A.M. 1982. Fragmentation, a means of asexual reproduction and

dispersal in the coral genus Acropora (Scleractinia: Astrocoeniida:

Acroporidae)- a preliminaryreport. Proc. 4th Intern.Coral Reef

Symp.Manila 1981 (2). p. 137-144

Cesar, HS.2000. Coral Reefs : Their functions, threats and economic value. Working

Paper Series “Work in Progress” World Bank. Washington DC

Chia F.S., Bickel, L. 1978. Mechanisms of larval settlement and the induction of

larval settlement and metamorphosis: a review. In Settlement and

metamorphosis of marine invertebrate larvae. Edited by F.S. Chia and

M.E. Rice. Elsevier, New York.

Connell J.H. 1973. Population Ecology of Reef Building Corals. In: Biology and

Geology of Coral Reefs, D.A. Jones and P. Endean eds. Academic

press, New York, 360 pp.

Connell J.H., 1985. The consequence of variation ininitial settlement vs. post-

settlement mortality inrocky shore intertidal communities.J. Exp. Mar.Biol.

Ecol., 93 : 11-45.

Dustan P (1977) Vitality of reef coral populations off Key Largo, Florida: Recruitment

and mortality. Environ Geol 2:51–58

Fitzhardinge, R. (1985). Spatial and Temporal Variability Incoral Recruitment in

Kaneohe Bay. Proc. 5th Internat. CoralReef Cong. Tahiti 4: 373-378

Glynn P.W, Gassman N.J, Eakin C.M, Cortés J, Smith D.B, Guzmán H.M. 1991.

Reef coral reproduction in the eastern Pacific:Costa Rica, Panama,and

Galapagos Islands (Ecuador). I. Pocilloporidae. Mar Biol 109:355-368.

Grzimek. 1972. Grzimek's Animal Life Encyclopedia. New York: Van Nostrand

Reinhold Company.

Hada Y. (1932). A note of earlier stage of colony formation with the coral Pocillopora

caespitosa. Sci. Rep. TohukuImp. Univ. 6: 425431

Harriot V.J. (1985). Recruitment patterns of scleractinian corals at Lizard Island,

Great Banier Reef. Proc.5th Int.Coral Reef.Symp.. Tahiti, Vol. 4: 367-372

Page 20: Materi Kuliah Ekosistem Terumbu Karang

Harriott V.J, D.A Fisk 1987. A comparison of settlement plate types for experiments

on the recruitment of scleractinian corals. Mar. Ecol. Progr. Ser. 37: 201-

208.

Harrison, R.L and Wallace C.C. 1990.Reproduction, dispersal and recruitment of

scleractinian corals. In: Ecosystem of the World. Z. Dubinsky (Ed).

Elsevier, Amsterdam : 133-207

Highsmith R.C. 1982. Reproduction by fragmentation in corals. Mar. Ecol. Progr.

Ser. (7): 207-226

Mapstone G.M. 1990. Reef Corals and Sponges of Indonesia.National Museum of

Natural Hystory, Leiden, Netrherlands.

Mawardi W. 2003. EkosistemTerumbuKarangPeranan,Kondisi dan Konservasinya. Makalah

Falsafah Sains Program Pasca Sarjana IPB. Bogor

Nontji A. 2005. Laut Nusantara. Edisi Revisi. Penerbit Djambatan. Jakarta.

Nybakken J.W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. (Terjemahan.Alih

bahasaoleh H.M Eidman). PT. Gramedia.Jakarta

Richmond R.H. 2001. Reproduction and Recruitment in Corals: Critical Links in the

Persistence of Reefs. Dalam: Birkeland, C. (ed.) 2001. Life and Death of

Coral Reefs. Chapman &Hall, New York: 175-197.

Richmond RH and CL, Hunter. 1990. Reproduction and recruitment of corals:

comparison among the Caribean, the Tropical Pacific, and Red Sea.

Mar.Ecol.Prog.Ser (60) : 185-203 pp

Richmond RH. 1997. Reproduction and recruitment in corals: Critical links in the

persistence of reef. Di dalam: Birkeland (ed). Life and death of coral

reefs. New York: Chapman & Hall

Rinkevich B., Loya Y. 1979. The reproduction of the Red Sea

coralStylophorapistillata. I: gonad and planulae. Mar EcolProgSer 1:133-

144

Rogers C.S, H.C. Fitz III, M. Gilnack, J. Beets and J. Hardin. 1984. Scleractinian

coral recruitment patterns at Salt River Submarine Canyon, St. Croix,

U.S. Virgin Islands. Coral Reefs 3: 69-76

Sakai, Yamazato, K. 1984. Coral recruitment to artificially denuded natural substrates

on an Okinawan reef flat. Galaxea, 3, 57-69

Sammarco P. W., Carlton J. H. 1982. Darnselfishterritorialty and coral community

structure: reduced grazing and effects on coral spat. Proc.4th Int.

Coral ReefSymp. Manila, Vol. 2: 33

Sato M. 1985. Mortality and growth of juvenile coral, Pocillopora damicornis

(Linnaeus). Coral Reefs 4: 27-33.

Sorokin Y.I., 1993. Coral Reef Ecology. Springer-Verlag, Berlin, Heidelberg.

Sprintall J., J.T. Potemra, S.L. Hautala, N.A. Bray dan W.W. Pandoe. 2003.

Temperature and Salinity Variability in the Exit Passages of the

Stephenson T., Stephenson, A. 1933 Scientific report. Great Barrier Reef

Expedition. 3, 167-217

Stimson JS. 1978. Mode and timing of reproduction in some common hermatypic

corals of Hawaii and Enewetak. Mar Biol 48:173-184

Suharsono. 1996. Jenis – JenisKarang Yang UmumDijumpai Di Perairan Indonesia.

PusatPenelitiandanPengembanganOseanologi LIPI.Proyek Penelitian

dan Pengembangan Daerah Pantai. Jakarta.

Page 21: Materi Kuliah Ekosistem Terumbu Karang

Suharsono. 2004. Jenis – JenisKarang Di Indonesia. PusatPenelitianOseanografi -

LIPI COREMAP Program. Jakarta.

Sukarno R., Hutomo, M., Moosa, M.K. dan Darsono, P. 1983. Terumbu Karang di

Indonesia: Sumberdaya, Permasalahan dan Pengelolaannya. Proyek

Penelitian Potensi Sumberdaya Alam Indonesia. LON-LIPI, Jakarta.

Sukarno R. 1977. Fauna Karang Batu di Terumbu Karang Pulau Air Dengan Catatan

Tentang Ekologinya, Teluk jakarta. Lembaga oseanologi nasional-LIPI.

Jakarta

Supriharyono. 2007. Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang. Penerbit Djambatan.

Jakarta.

Timotius, S. 2003.karakteristik terumbu karang. Makalah traning course.Yayasan

terumbu karang Indonesia.

Underwood, A.J..Denley, E.J., 1984. Paradigms, explanations and Generalizations in

Models for The Structure of Intertidal Communities on Rocky Shores.

Princeton University Press, New Jersey.

Vandermeulen, J.H. 1974. Studies on reef coral II. fine structure of planktonis planula

larva of Pocillopora damicornis, with emphasis on the Aboral epidermis.

Mar. Biol. 31 :69-77.

Vaughan and Wells.1943.an expedition to the coral reefs of the torres straits. The

Popular Science Monthly..Bonniercorporation.New York.

Vaughan, T. W., 1912: Madreporaria and marine bottom deposits in Florida. Year

Carnegie Inst. Wash. 10: 147-156.

Veron, J.E.N. 1995.The Biogeography and Evolution of the Scleractinia. In Space

and Time.UNSW Press.Sydney, Australia

Veron, J.E.N. 2000.Coral of the world. Volume 1,2,3, 3rd Edition. Australia :

Australian Institute of Marine Science and CRR Qld pty Ltd.

Wallace, C. C., Bull, G D. 1981. Patterns of juvenile coral recruitment on a reef

front dunng a spring-summer spawning period. Proc. 4th Int. Coral Reef

Symp., Manila 2. 345-350

Wallace, C.C. 1985a. Seasonal peak and annual fluctuations in recruitment of

juvenile scleractinian corals. Mar. Ecol. Prog. Ser. 21:280-298.

Wallace, C. C.1985b. Reproduction. recruitment and fragmentation in nine

sympatric species of the coral genus Acropora. Mar. Biol. 88: 217-233