Materi kelompok 5 pentingnya pendidikan multikultural di indonesia

54
PENTINGNYA PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI INDONESIA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Multikulturalisme berasal dari adanya suatu kebudayaan. Secara etimologi, multikulturalisme terdiri dari multi yang berarti “banyak”, kultur yang berarti “budaya”, dan isme yang berarti paham “aliran”. Jadi, multikulturalisme adalah suatu paham, corak, kegiatan, yang terdiri dari banyak budaya pada suatu daerah tertentu. Multikulturalisme di Indonesia merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindarkan. Namun pada kenyataannya kondisi demikian tidak pula diiringi dengan keadaan sosial yang membaik. Bahkan banyak terjadinya ketidak teraturan dalam kehidupan sosial di Indonesia pada saat ini yang menyebabkan terjadinya berbagai ketegangan dan konflik. Seiring dengan perkembangan zaman yang dipengaruhi oleh adanya globalisasi banyak terjadi krisis sosial-budaya yang terjadi di masyarakat. Misalnya seperti merosotnya penghargaan dan kepatuhan terhadap hukum, etika, moral, dan kesantunan sosial. Semakin luasnya penyebaran narkotika dan penyakit-penyakit sosial lainnya. Oleh karena itu, pendidikan dianggap tempat yang tepat untuk membangun kesadaran multikulturalisme di Indonesia. Melalui pendidikan multikultural, diharapkan dapat mewujudkan keteraturan dalam kehidupan sosial-budaya di Indonesia. BAB II PENTINGNYA PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI INDONESIA A. Pengertian Pendidikan Multikultural Pendidikan multikultural hingga saat ini belum dapat didefinisikan secara baku. Namun, ada beberapa pendapat para ahli mengenai pendidikan multikultural. Diantaranya adalah Andersen dan Cusher (1994:320) mengartikan pendidikan multikultural sebagai pendidikan mengenai keragaman kebudayaan. Kemudian, James Banks (1993: 3) mendefinisikan pendidikan multikultural sebagai pendidikan untuk people of

Transcript of Materi kelompok 5 pentingnya pendidikan multikultural di indonesia

Page 1: Materi kelompok 5 pentingnya pendidikan multikultural di indonesia

PENTINGNYA PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI INDONESIABAB I

PENDAHULUANA.      Latar Belakang

Multikulturalisme berasal dari adanya suatu kebudayaan. Secara etimologi, multikulturalisme terdiri dari multi yang berarti “banyak”, kultur yang berarti “budaya”, dan isme yang berarti paham “aliran”. Jadi, multikulturalisme adalah suatu paham, corak, kegiatan, yang terdiri dari banyak budaya pada suatu daerah tertentu.Multikulturalisme di Indonesia merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindarkan. Namun pada kenyataannya kondisi demikian tidak pula diiringi dengan keadaan sosial yang membaik. Bahkan banyak terjadinya ketidak teraturan dalam kehidupan sosial di Indonesia pada saat ini yang menyebabkan terjadinya berbagai ketegangan dan konflik. Seiring dengan perkembangan zaman yang dipengaruhi oleh adanya globalisasi banyak terjadi krisis sosial-budaya yang terjadi di masyarakat. Misalnya seperti merosotnya penghargaan dan kepatuhan terhadap hukum, etika, moral, dan kesantunan sosial. Semakin luasnya penyebaran narkotika dan penyakit-penyakit sosial lainnya.Oleh karena itu, pendidikan dianggap tempat yang tepat untuk membangun kesadaran multikulturalisme di Indonesia. Melalui pendidikan multikultural, diharapkan dapat mewujudkan keteraturan dalam kehidupan sosial-budaya di Indonesia.

BAB IIPENTINGNYA PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI INDONESIA

A.      Pengertian Pendidikan MultikulturalPendidikan multikultural hingga saat ini belum dapat didefinisikan secara baku.

Namun, ada beberapa pendapat para ahli mengenai pendidikan multikultural. Diantaranya adalah Andersen dan Cusher (1994:320) mengartikan pendidikan multikultural sebagai pendidikan mengenai keragaman kebudayaan. Kemudian, James Banks (1993: 3) mendefinisikan pendidikan multikultural sebagai pendidikan untuk people of color. Artinya, pendidikan multikultural ingin mengeksplorasi perbedaan sebagai keniscayaan (anugerah Tuhan). Dimana dengan adanya kondisi tersebut kita mampu untuk menerima perbedaan dengan penuh rasa toleransi.

Seperti definisi di atas, Muhaemin el Ma’haddi berpendapat bahwa pendidikan multikultural dapat didefinisikan sebagai pendidikan keragaman kebudayaan dalam merespon perubahan demografis dan kultural lingkungan masyarakat tertentu atau bahkan dunia secara keseluruhan.Adapun Paulo Freire seorang pakar pendidikan pembebasan mendefinisikan bahwa pendidikan bukan merupakan “menara gading” yang berusaha menjauhi realitas sosial dan budaya. Melainkan pendidikan itu harus mampu menciptakan tatanan masyarakat yang terdidik dan berpendidikan, bukan sebuah masyarakat yang hanya mengagungkan suatu kelas sosial sebagai akibat dari kekayaan dan kemakmuran yang diperolehnya.[1]Pendidikan multikultural merupakan respons terhadap perkembangan keragaman populasi sekolah, sebagaimana tuntutan persamaan hak bagi setiap kelompok. Hal ini dapat diartikan bahwa pendidikan multikultural adalah pendidikan yang mencakup seluruh siswa tanpa

Page 2: Materi kelompok 5 pentingnya pendidikan multikultural di indonesia

membedakan kelompok-kelompoknya, seperti gender, etnis, ras, budaya, strata sosial, dan agama.James Bank menjelaskan, bahwa pendidikan multikultural memiliki beberapa dimensi yang saling berkaitan satu dengan yang lain, yaitu:1.   Content Integration, yaitu mengintegrasikan berbagai budaya dan kelompok untuk mengilustrasikan konsep dasar, generalisasi, dan teori dalam mata pelajaran / disiplin ilmu.2.  The knowledge construction process, yaitu membawa siswa untuk memahami implikasi budaya kedalam sebuah mata pelajaran.3.   An equity paedagogy, yaitu menyesuaikan metode pengajaran dengan cara belajar siswa dalam rangka memfasilitasi prestasi akademik siswa yang beragam baik dari segi ras, budaya, ataupun sosial.4.  Prejudice reduction, yaitu mengidentifikasi karakteristik ras siswa dan menentukan metode pengajaran mereka. Kemudian, melatih kelompok untuk berpartisipasi dalam kegiatan olahraga, berinteraksi dengan seluruh staff dan siswa yang berbeda etnis dan ras dalam upaya menciptakan budaya akademik yang toleran dan inklusif.Dalam aktivitas pendidikan manapun, peserta didik merupakan sasaran (objek) dan sekaligus sebagai subjek pendidikan, oleh karena itu, dalam memahami hakikat pendidikan perlu dilengkapi pemahaman tentang ciri-ciri umum peserta didik. Setidaknya, secara umum peserta didik memiliki lima ciri, yaitu:

1. Peserta didik sedang dalam keadaan berdaya untuk menggunakan kemampuan, kemauan, dan sebagainya.

2. Mempunyai keinginan untuk berkembang kearah dewasa.3. Peserta didik mempunyai latar belakang yang berbeda-beda.4. Peserta didik melakukan penjelajahan terhadap alam sekitarnya dengan potensi-

potensi dasar yang dimiliki secara individual.

Istilah pendidikan multikultural dapat digunakan baik pada tingkat deskriptif, maupun normatif, yang menggambarkan isu-isu dan masalah-masalah pendidikan yang berkaitan dengan masyarakat multikultural. Lebih jauh ia juga mencakup pengertian tentang pertimbangan terhadap kebijakan-kebijakan dan strategi-strategi pendidikan dalam masyarakat multikultural. Dalam konteks deskriptif ini, kurikulum pendidikan multikultural mestilah mencakup subjek-subjek seperti: toleransi, tema-tema tentang perbedaan etno-kultural dan agama, bahaya diskriminasi, penyelesaian konflik dan mediasi, HAM, demokrasi dan pluralitas, multikulturalisme, kemanusiaan universal, dan subjek-subjek lain yang relevan.Dalam konteks teoritis, belajar dari model-model pendidikan multikultural yang pernah ada dan sedang dikembangkan oleh negara-negara maju, dikenal dengan lima pendekatan, yaitu:

1. Pendidikan mengenai perbedaan kebudayaan atau multikulturalisme2. Pendidikan mengenai perbedaan kebudayaan atau pemahaman kebudayaan.3. Pendidikan bagi pluralisme kebudayaan.4. Pendidikan dwi-budaya.5. Pendidikan multikultural sebagai pengalaman moral manusia.

Page 3: Materi kelompok 5 pentingnya pendidikan multikultural di indonesia

B.       Pendekatan Pendidikan MultikulturalMerancang pendidikan dalam tatanan masyarakat yang penuh dengan permasalahan

antar kelompok seperti di Indonesia memang tidaklah mudah. Hal ini ditambah sulit lagi jika tatanan masyarakat yang ada masih penuh diskriminasi dan bersifat rasis.Dalam kondisi seperti ini, pendidikan multikultural diarahkan sebagai advokasi untuk menciptakan masyarakat yang toleran. Adapun untuk mencapai sasaran tersebut, diperlukan sejumlah pendekatan. Dan beberapa pendekatan dalam pendidikan multikultural tersebut adalah sebagai berikut.

1. Tidak lagi menyamakan pandangan pendidikan dengan persekolahan, atau pendidikan multikultural dengan program-program sekolah formal.

2. Menghindari pandangan yang menyamakan kebudayaan dengan kelompok etnik.3. Mempertahankan dan memperluas solidaritas kelompok akan menghambat sosialisasi

kedalam kebudayaan baru. Pendidikan multikultural bagi pluralisme budaya dan pendidikan multikultural tidak dapat disamakan dengan logis.

4. Pendidikan multikultural meningkatkan kompetensi dalam beberapa kebudayaan. Kebudayaan mana yang akan diadopsi, itu ditentukan oleh situasi dan kondisi secara proporsional.

Pendekatan ini meningkatkan kesadaran akan multikulturalisme sebagai pengalaman normal manusia. Kesadaran ini mengandung makna bahwa pendidikan multikultural berpotensi untuk menghindari dikotomi dan mengembangkan apresiasi yang lebih baik melalui kompetensi kebudayaan yang ada pada diri peserta didik.Keempat pendekatan tersebut haruslah diselaraskan dengan kondisi masyarakat Indonesia. Masyarakat adalah kumpulan manusia atau individu-individu yang  hidup dan bekerja sama dalam waktu yang relatif lama serta diikat oleh kesatuan negara, kebudayaan, dan agama.Masyarakat mempunyai peranan penting dalam perkembangan intelektual dan kepribadian individu peserta didik. Sebab, masyarakat merupakan tempat yang penuh alternatif dalam upaya memperkaya pelaksanaan proses pendidikan berbasis multikultural.Untuk itu, setiap anggota masyarakat memiliki peranan dan tanggung jawab  moral terhadap terlaksananya proses pendidikan multikultural. Hal ini disebabkan adanya hubungan timbal balik antara masyarakat dan pendidikan. Dalam upaya memberdayakan masyarakat dalam dunia pendidikan merupakan satu hal yang penting untuk kemajuan pendidikan di masa kini dan di masa yang akan datang.[2]

C.      Pendidikan Berbasis MultikulturalSejak awal kemunculannya, pendidikan berbasis multikulturalisme atau Multicultural Based Education, telah didefinisikan dalam banyak cara dan berbagai perspektif. Dalam terminologi ilmu-ilmu pendidikan dikenal dengan pendidikan multikultural (multicultural education) seperti yang digunakan dalam konteks kehidupan di negara-negara barat.[3] Sejumlah definisi tersebut terikat dalam disiplin ilmu tertentu, seperti pendidikan antropologi, sosial, psikologi, dan lain sebagainya.Dalam buku Multicultural Education: A Teacher Guide to Linking Context, Process, and Content mengungkapkan definisi klasik mengenai Multicultural Based Education yang penting bagi para pendidik. Definisi pertama yaitu menekankan esensi Multicultural Based Learning sebagai perspektif yang dialami oleh masing-masing individu dalam pertemuan

Page 4: Materi kelompok 5 pentingnya pendidikan multikultural di indonesia

manusia yang kompleks dan beragam secara kultur. Definisi ini juga merefleksikan pentingnya budaya, ras, gender, etnisitas, agama, status sosial, ekonomi, dan pengecualian-pengecualian dalam proses pendidikan.  Definisi lain mengartikan bahwa Multicultural Based Education adalah sebuah visi tentang pendidikan yang selayaknya dan seharusnya bisa untuk semua anak didik. Multicultural Based Education manyiapkan anak didik untuk berkewarganegaraan dalam komunitas budaya dan bahasa yang majemuk dan saling terkait.Multicultural Based Education juga berkenaan dengan perubahan pendidikan yang signifikan. Ia menggambarkan realitas sosial, ekonomi, dan politik secara luas dan sistematis sehingga dapat mempengaruhi segala sesuatu yang terjadi di dalam sekolah dan luar sekolah. Multicultural Based Education memperluas kembali praktek yang patut dicontoh, dan berupaya memperbaiki berbagai kesempatan pendidikan optimal yang tertolak. Ia membahas pula seputar penciptaan lembaga-lembaga pendidikan yang menyediakan lingkungan pembelajaran yang dinamis, yang mencerminkan cita-cita persamaan, kesetaraan, dan keunggulan.

D.      Pentingnya Pendidikan Multikultural di Indonesia       Indonesia adalah negara yang terdiri dari beragam masyarakat yang berbeda seperti agama, suku, ras, kebudayaan, adat istiadat, bahasa, dan lain sebagainya menjadikan masyarakat Indonesia sebagai masyarakat yang majemuk. Dalam kehidupan yang beragam seperti ini menjadi tantangan untuk mempersatukan bangsa Indonesia menjadi satu kekuatan yang dapat menjunjung tinggi perbedaan dan keragaman masyarakatnya.       Hal ini dapat dilakukan dengan pendidikan multikultural yang ditanamkan kepada anak-anak lewat pembelajaran di sekolah maupun di rumah. Seorang guru bertanggung jawab dalam memberikan pendidikan terhadap anak didiknya dan dibantu oleh orang tua dalam melihat perbedaan yang terjadi dalam kehidupan mereka sehari-hari. Namun pendidkan multikultural bukan hanya sebatas kepada anak-anak usia sekolah tetapi juga kepada masyarakat Indonesia pada umumnya lewat acara atau seminar yang menggalakkan pentingnya toleransi dalam keberagaman menjadikan masyarakat Indonesia dapat menerima bahwa mereka hidup dalam perbedaan dan keragaman.       Ada tiga tantangan besar dalam melaksanakan pendidikan multikultural di Indonesia, yaitu:1.      Agama, suku bangsa dan tradisi    Agama secara aktual merupakan ikatan yang terpenting dalam kehidupan orang Indonesia sebagai suatu bangsa. Bagaimanapun juga hal itu akan menjadi perusak kekuatan masyarakat yang harmonis ketika hal itu digunakan sebagai senjata politik atau fasilitas individu-individu atau kelompok ekonomi. Di dalam kasus ini, agama terkait pada etnis atau tradisi kehidupan dari sebuah masyarakat.   Masing-masing individu telah menggunakan prinsip agama untuk menuntun dirinya dalam kehidupan di masyarakat, tetapi tidak berbagi pengertian dari keyakinan agamanya pada pihak lain. Hal ini hanya dapat dilakukan melalui pendidikan multikultural untuk mencapai tujuan dan prinsip seseorang dalam menghargai agama.2.      Kepercayaan

Page 5: Materi kelompok 5 pentingnya pendidikan multikultural di indonesia

      Unsur yang penting dalam kehidupan bersama adalah kepercayaan. Dalam masyarakat yang plural selalu memikirkan resiko terhadap berbagai perbedaan. Munculnya resiko dari kecurigaan/ketakutan atau ketidakpercayaan terhadap yang lain dapat juga timbul ketika tidak ada komunikasi di dalam masyarakat/plural. 3.      Toleransi        Toleransi merupakan bentuk tertinggi, bahwa kita dapat mencapai keyakinan. Toleransi dapat menjadi kenyataan ketika kita mengasumsikan adanya perbedaan. Keyakinan adalah sesuatu yang dapat diubah. Sehingga dalam toleransi, tidak harus selalu mempertahankan keyakinannya.Untuk mencapai tujuan sebagai manusia Indonesia yang demokratis dan dapat hidup di Indonesia diperlukan pendidikan multikultural.[4]Adapun pentingnya pendidikan multikultural di Indonesia yaitu sebagai sarana alternatif pemecahan konflik, peserta didik diharapkan tidak meninggalkan akar budayanya, dan pendidikan multikultural sangat relevan digunakan untuk demokrasi yang ada seperti sekarang.1.         Sarana alternatif pemecahan konflikPenyelenggaraan pendidikan multikultural di dunia pendidikan diakui dapat menjadi solusi nyata bagi konflik dan disharmonisasi yang terjadi di masyarakat, khususnya di masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai macam unsur sosial dan budaya. Dengan kata laun, pendidikan multikultural dapat menjadi sarana alternatif pemecahan konflik sosial-budaya.[5]Struktur kultural masyarakat Indonesia yang amat beragam menjadi tantangan bagi dunia pendidikan untuk mengolah perbedaan tersebut menjadi suatu aset, bukan sumber perpecahan. Saat ini pendidikan multikultural mempunyai dua tanggung jawab besar, yaitu menyiapkan bangsa Indonesia untuk mengahadapi arus budaya luar  di era globalisasi dan menyatukan bangsa sendiri yang terdiri dari berbagai macam budaya.Pada kenyataannya pendidikan multikultural belum digunakan dalam proporsi yang benar. Maka, sekolah dan perguruan tinggi sebagai instirusi pendidikan dapat mengembangkan kurikulum pendidikan multikultural dengan model masing-masing sesuai dengan otonomi pendidikan atau sekolahnya sendiri.Model-model pembelajaran mengenai kebangsaan memang sudah ada. Namun, hal itu masih kurang untuk dapat mengahargai perbedaan masing-masing suku, budaya maupun etnis. Hal ini dapat dilihat dari munculnya berbagai konflik dari realitas kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini. Hal ini berarti bahwa pemahaman mengenai toleransi di masyarakat masih sangat kurang.Maka, penyelenggaraan pendidikan multikultural dapat dikatakann berhasil apabila terbentuk pada diri setiap peserta didik sikap saling toleransi, tidak bermusuhan, dan tidak berkonflik yang disebabkan oleh perbedaan budaya, suku, bahasa, dan lain sebagainya.Menurut Stephen Hill, pendidikan multikultural dikatakan berhasil apabila prosesnya melibatkan semua elemen masyarakat. Hal itu dikarenakan adanya multidimensi aspek kehidupan yang tercakup dalam pendidikan multikultural.Perubahan yang diharapkan adalah pada terciptanya kondisi yang nyaman, damai, toleran dalam kehidupan masyarakat, dan tidak selalu muncul konflik yang disebabkan oleh perbedaan budaya dan SARA.2.         Agar peserta didik tidak meinggalkan akar budaya

Page 6: Materi kelompok 5 pentingnya pendidikan multikultural di indonesia

Selain sebagai sarana alternatif pemecahan konflik, pendidikan multikultural juga signifikan dalam upaya membina peserta didik agar tidak meninggalkan akar budaya yang ia miliki sebelumnya, saat ia berhubungan dengan realitas sosial-budaya di era globalisasi.Pertemuan antar budaya di era globalisasi ini bisa menjadi ‘ancaman’ serius bagi peserta didik. Untuk menyikapi realitas tersebut, peserta didik tersebut hendaknya diberikan pengetahuan yang beragam. Sehingga peserta didik tersebut memiliki kemampuan global, termasuk kebudayaan. Dengan beragamnya kebudayaan baik di dalam maupun di luar negeri, peserta didik perlu diberi pemahaman yang luas tentang banyak budaya, agar siswa tidak melupakan asal budayanya.Menurut Fuad Hassan, saat ini diperlukan langkah antisipatif terhadap tantangan globalisasi, terutama dalam aspek kebudayaan. Kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi (iptek) dapat memperpendek jarak dan memudahkan adanya persentuhan antar budaya.Tantangan dalam dunia pendidikan kita, saat ini sangat berat dan kompleks. Maka, upaya untuk mengantisipasinya harus dengan serius dan disertai solusi konkret. Jika tidak ditanggapi dengan serius terutama dalam bidang pendidikan yang bertanggung jawab atas kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) maka, peserta didik tersebut akan kehilangan arah dan melupakan asal budayanya sendiri.Sehingga dengan pendidikan multikultural itulah, diharapkan mampu membangun Indonesia yang sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia saat ini. Karena keanekaragaman budaya dan ras yang ada di Indonesia itu merupakan sebuah kekayaan yang harus kita jaga dan lestarikan.3.         Sebagai landasan pengembangan kurikulum nasionalPendidikan multikultural sebagai landasan pengembangan kurikulum menjadi sangat penting apabila dalam memberikan sejumlah materi dan isi pelajaran yang harus dikuasai oleh peserta didik dengan ukuran dan tingkatan tertentu.Pengembangan kurikulum yang berdasarkan pendidikan multikultural dapat dilakukan berdasarkan langkah-langkah sebagai berikut.a.     Mengubah filosofi kurikulum dari yang berlaku secara serentak seperti sekarang menjadi filosofi pendidikan yang sesuai dengan tujuan, misi, dan fungsi setiap jenjang pendidikan dan unit pendidikan.b.       Harus merubah teori tentang konten (curriculum content) yang mengartikannya sebagai aspek substantif yang berisi fakta, teori, generalisasi, menuju pengertian yang mencakup nilai moral, prosedur, proses, dan keterampilan (skills) yang harus dimiliki generasi muda.c.         Teori belajar yang digunakan harus memperhatikan unsur keragaman sosial, budaya, ekonomi, dan politik.d.        Proses belajar yang dikembangkan harus berdasarkan cara belajar berkelompok dan bersaing secara kelompok dalam situasi yang positif. Dengan cara tersebut, perbedaan antarindividu dapat dikembangkan sebagai suatu kekuatan kelompok  dan siswa terbiasa untuk hidup dengan keberanekaragaman budaya.e.      Evaluasi yang digunakan harus meliputi keseluruhan aspek kemampuan dan kepribadian peserta didik sesuai dengan tujuan dan konten yang dikembangkan.4.         Menuju masyarakat Indonesia yang MultikulturalInti dari cita-cita reformasi Indonesia adalah mewujudkan masyarakat sipil yang demokratis, dan ditegakkan hukum untuk supremasi keadilan, pemerintah yang bersih dari KKN,

Page 7: Materi kelompok 5 pentingnya pendidikan multikultural di indonesia

terwujudnya keteraturan sosial serta rasa aman dalam masyarakat yang menjamin kelancaran produktivitas warga masyarakat, dan kehidupan ekonomi yang mensejahterakan rakyat Indonesia.Corak masyarakat Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika bukan hanya merupakan keanekaragaman suku bangsa saja melainkan juga menyangkut tentang keanekaragaman budaya yang ada dalam masyarakat Indonesia secara menyeluruh. Eksistensi keberanekaragaman tersebut dapat terlihat dari terwujudnya sikap saling menghargai, menghormati, dan toleransi antar kebudayaan satu sama lain. Berbagai konsep yang relevan dengan multikulturalisme antara lain adalah demokrasi, keadilan dan hukum, nilai-nilai budaya dan etos, kebersamaan dalam perbedaan yang sederajat, suku bangsa, kesukubangsaan, kebudayaan suku bangsa, keyakinan keagamaan, ungkapan-ungkapan budaya, domain privat dan publik, HAM, hak budaya komuniti, dan kosnep-konsep lain yang relevan.[6]

BAB IIIKESIMPULAN

Pendidikan di Indonesia yang masyarakatnya terdiri dari berbagai macam ras, suku budaya, bangsa, dan agama dirasa penting untuk menerapkan pendidikan multikultural. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa dengan masyarakat Indonesia yang beragam inilah seringkali menjadi penyebab munculnya berbagai macam konflik.Seiring dengan perkembangan zaman dan waktu juga dapat mempengaruhi kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehingga banyak terjadi berbagai macam perubahan di masyarakat yang diakibatkan oleh masuknya berbagai macam budaya baru dari luar negeri ke Indonesia. Melalui pendidikan multikultural yang memperkenalkan budaya asli kepada peserta didik diharapkan agar peserta didik tidak melupakan asal budayanya sendiri.Namun demikian, pendidikan multikultural tidak hanya dipelajari dalam pendidikan normal saja. Melainkan pendidikan multikultural itu harus dipelajari oleh masyarakat luas, secara non formal melalui berbagai macam diskusi, presentasi. Agar dapat terciptanya masyarakat Indonesia yang tentram dan damai.           

DAFTAR PUSTAKA

Fay, Brian. 1996. Contemporary Philosophy of Social Sience: A Multicultural Approach. Oxrofd:Backwell.Freire, Paulo. 2000. Pendidikan Pembebasan. Jakarta: LP3S.Hernandez, Hilda. 2002. Multicultural Education: A Teacher Guide to Linking Context, Process, and Content. New Jersey & Ohio: Prentice Hall.

Page 8: Materi kelompok 5 pentingnya pendidikan multikultural di indonesia

Media Indonesia, Rabu, 08 September 2008.Munib, Achmad. 2009. Pengantar Ilmu Pendidikan. Semarang: Unnes Press.

[1] Paulo Freire, Pendidikan Pembebasan (Jakarta: LP3S, 2000).[2] Choril Mahfud, Pendidikan Multikultural, (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2011, hal. 191-196)[3] Hilda Hernandez, Multicultural Education: A Teacher Guide to Linking Context, Process, and Content (New Jersey & Ohio: Prentice Hall, 2002)[4] Munib, Achmad, Pengantar Ilmu Pendidikan. (Semarang: Unnes Press, 2009, hal. 100)[5] Media Indonesia, Rabu, 08 September 2008.[6] Fay, Brian, Contemporary Philosophy of Social Sience: A Multicultural Approach (Oxrofd:Backwell,1996, hal. 203).

MEWUJUDKAN PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI INDONESIA (SEBUAH KAJIAN PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI BERBAGAI NEGARA)Posted by pandib10 on Desember 1, 2013Posted in: ILMU PENDIDIKAN. Tinggalkan komentarOleh: Afandi

Pendahuluan

Sedikitnya selama tiga dasawarsa terakhir, kebijakan yang sentralistis dan pengawalan yang ketat terhadap isu perbedaan telah menghilangkan kemampuan masyarakat untuk memikirkan, membicarakan dan memecahkan persoalan yang muncul dari perbedaan secara terbuka, rasional dan damai. Sejarah menunjukkan, pemaknaan secara negatif atas keragaman telah melahirkan penderitaan panjang bagi umat manusia. Di Indonesia sendiri, konflik kekerasan yang melibatkan suku, agama, ras dan golongan (SARA) masih sering terjadi. Berbagai peristiwa berdarah seperti di ambon, poso, sampit, sambas dan berbagai daerah lainnya memberikan gambaran betapa rentannya gesekan yang terjadi akibat adanya perbedaan pandangan, pola hidup dan gesekan kebudayaan antara masyarakat mayoritas dan minoritas.

Rapuhnya kehidupan berbangsa dan bernegara serta pengakuan atas hak-hak asasi manusia saat ini mendorong munculnya gerakan pengakuan dan persamaan akan keragaman budaya serta eksistensinya di dalam masyarakat yang dikenal dengan istilah multikulturalisme. Secara sederhana multikulturalisme dapat dipahami sebagai sikap bagaimana masing-masing kelompok bersedia untuk menyatu (integrate) tanpa mempedulikan keragaman budaya yang dimiliki. Mereka semua melebur, sehingga pada akhirnya ada proses “hibridisasi” yang

Page 9: Materi kelompok 5 pentingnya pendidikan multikultural di indonesia

meminta setiap individu untuk tidak menonjolkan perbedaan masing-masing kultur (Ramly, 2005).

Sebuah kesadaran akan pentingnya multikulturalisme tersebut hanya dapat berkembang dengan baik apabila secara terus-menerus dilatihkan dan dididikkan pada generasi-generasi selanjutnya melalui pendidikan. Dengan pendidikan, sikap saling menghargai terhadap perbedaan akan berkembang bila generasi penerus dilatih dan disadarkan akan pentingnya penghargaan pada orang lain dan budaya lain. Oleh karena pendidikan multicultural sangat diperlukan untuk mengatasi berbagai konflik horizontal,  seperti keragaman suku, ras dan agama serta konflik vertical seperti tingkat pendidikan, ekonomi dan sosial budaya bangsa Indonesia.

Peran pendidikan di dalam multikulturalisme hanya dapat dimengerti di dalam kaitannya dengan falsafah hidup, kenyataan sosial, yang akan meliputi disiplin-disiplin yang lain seperti agama, social science, antropologi, sosiologi dsb. Dengan demikian multikulturalisme dan pendidikan bukanlah masalah teknis pendidikan belaka, tetapi memerlukan suatu konsep pemikiran serta pengembangan yang meminta partisipasi antar disiplin. Pendidikan multikultural dapat dijadikan sarana untuk mengikis perbedaan-perbedaan yang dapat menjadi buah bagi adanya perpecahan. Berdasarkan fakta-fakta tersebut mendorong penulis memilih topic ”Mewujudkan Pendidikan Multikultural di Indonesia: Sebuah Kajian Pendidikan Multikultural di Berbagai Negara”

Multikulturalisme

Secara epistemologis, multikulturalisme dibentuk dari kata multi (banyak), kultur (budaya) dan isme (aliran/paham). Menurut Suparlan (2002) akar kata dari multikulturalisme adalah kebudayaan, yaitu kebudayaan yang dilihat dari fungsinya sebagai pedoman bagi kehidupan manusia. Multikulturalisme pada dasarnya adalah pandangan dunia yang kemudian dapat diterjemahkan dalam berbagai kebijakan kebudayaan yang menekankan penerimaan terhadap realitas keagamaan, pluralitas, dan multikultural yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Multikulturalisme dapat juga dipahami sebagai pandangan dunia yang kemudian diwujudkan dalam kesadaran politik (Azra, 2007).

Parekh (2000) membedakan lima macam bentuk multikulturalisme yaitu:

Multikulturalisme isolasionis yang mengacu kepada masyarakat di mana berbagai kelompok kultural menjalankan hidup secara otonom dan terlibat dalam interaksi yang hanya minimal satu sama lain. Contoh kelompok ini, seperti masyarakat yang ada pada sistem “millet” di Turki Usmani atau masyarakat ”Amish” di AS. Kelompok ini menerima keragaman, tetapi pada saat yang sama berusaha mempertahankan budaya mereka secara terpisah dari masyarakat lain umumnya. Di Indonesia, multikulturalisme isolasionis dapat ditemui pada masyarakat Madura di Kalimantan.Multikulturalisme akomodatif, masyarakat plural yang memiliki kultur dominan, membuat penyesuaian dan akomodasi-akomodasi tertentu bagi kebutuhan kultural kaum minoritas.

Page 10: Materi kelompok 5 pentingnya pendidikan multikultural di indonesia

Masyarakat multikultural akomodatif merumuskan dan menerapkan undang-undang, hukum dan ketentuan-ketentuan sensitif secara kultural, dan memberikan kebebasan kepada kaum minoritas untuk mempertahankan dan mengembangkan kebudayaan mereka, sebaliknya kaum minoritas tidak menantang kultur dominan. Model ”multikulturalisme akomodatif” ini dapat ditemukan di Inggris, Prancis, dan beberapa negara Eropa lain.Multikulturalisme otonomis, masyarakat plural di mana kelompok-kelompok kultural utama berusaha mewujudkan kesetaraan (equality) dengan budaya dominan dan menginginkan kehidupan otonom dalam kerangka politik yang secara kolektif dapat diterima. Fokus pokok kelompok-kelompok kultural terakhir ini adalah untuk mempertahankan cara hidup mereka, yang memiliki hak yang sama dengan kelompok dominan; mereka menantang kelompok kultural dominan dan berusaha menciptakan suatu masyarakat di mana semua kelompok dapat eksis sebagai mitra sejajar. Jenis multikulturalisme ini didukung misalnya oleh kelompok Quebecois di Kanada, dan kelompok-kelompok Muslim imigran di Eropa, yang menuntut untuk dapat menerapkan syari`ah, mendidik anak-anak mereka pada sekolah Islam, dan sebagainya.Multikulturalisme kritikal atau interaktif, masyarakat plural di mana kelompok-kelompok kultural tidak terlalu concern dengan kehidupan kultural otonom, tetapi lebih menuntut penciptaan kultur kolektif yang mencerminkan dan menegaskan perspektif-perspektif distingtif mereka. Kelompok budaya dominan tentu saja cenderung menolak tuntutan ini, dan bahkan berusaha secara paksa untuk menerapkan budaya dominan mereka dengan mengorbankan budaya kelompok-kelompok minoritas. Itulah kelompok-kelompok minoritas menantang kelompok kultur dominan, baik secara intelektual maupun politis, dengan tujuan menciptakan iklim yang kondusif bagi penciptaan secara bersama-sama sebuah kultur kolektif baru yang egaliter secara genuine. Jenis multikulturalisme, sebagai contoh, diperjuangkan masyarakat Kulit Hitam di Amerika Serikat, Inggris dan lain-lain.Multikulturalisme kosmopolitan, berusaha menghapuskan ”batas-batas kultural” sama sekali untuk menciptakan sebuah masyarakat di mana setiap individu tidak lagi terikat dan committed kepada budaya tertentu dan sebaliknya, secara bebas terlibat dalam eksperimen-eksperimen interkultural dan sekaligus mengembangkan kehidupan kultural masing-masing. Para pendukung multikulturalisme jenis ini yang sebagian besar adalah intelektual diasporik dan kelompok-kelompok liberal yang memiliki kecenderungan postmodernist dan memandang seluruh budaya sebagai resources yang dapat mereka pilih dan ambil secara bebas.Pendidikan Multikultural

Dimensi pendidikan multikultural memiliki perbedaan dengan pendidikan kebudayaan. Seringkali orang terjebak pada rumusan-rumusan peristilahan tampa tau asal-muasalnya sehingga memperoleh definisi yang berbeda dengan tujuan pendidikan multikultural itu sendiri. Seringkali orang terjebak pada mencari-cari rumusan kultur itu apa, dan multikultur itu apa, lalu pendidikan multikultur disimpulkan daripadanya. Dengan kata lain, disimpulkanlah bahwa pendidikan multikultur itu sebagai upaya mengajarkan berbagai macam kultur Indonesia, mulai dari bahasa, lagu, pakaian, dsb. Sehingga konsep dasar pendidikan multikultural itu sendiri menjadi bias dan tidak mencapai tujuan yang diharapkan.

Page 11: Materi kelompok 5 pentingnya pendidikan multikultural di indonesia

Pendidikan multikultural itu awalnya merupakan gerakan reformasi pendidikan di Amerika Serikat dalam rangka meniadakan (setidaknya mengurangi) diskriminasi rasial dan etnis serta kultur yang melekat padanya, dan berupaya agar semua orang bisa memperoleh kesempatan yang setara untuk mendapatkan pendidikan. Menurut Banks (2002) pendidikan multikultural merupakan suatu rangkaian kepercayaan (set of beliefs) dan penjelasan yang mengakui dan menilai pentingnya keragaman budaya dan etnis dalam membentuk gaya hidup, pengalaman sosial, identitas pribadi, kesempatan pendidikan dari individu, kelompok, maupun negara.

Menurut HAR Tilaar (2004), pendidikan multikultural berawal dari berkembangnya gagasan kesadaran tentang ”interkulturalisme” seusai PD II. Kemunculan gagasan dan kesadaran ”interkulturalisme” ini, selain terkait dengan perkembangan politik internasional menyangkut HAM, kemerdekaan dari kolonialisme dan diskriminasi rasial, juga meningkatkan pluralitas di negara-negara barat sendiri akibat dari peningkatan migrasi dari negara-negara baru merdeka di Amerika dan Eropa.

Ide pendidikan multikulturalisme akhirnya menjadi komitmen global sebagaimana direkomendasi UNESCO pada bulan Oktober 1994 di Jenewa yang memuat 3 pesan utama yakni: Pertama, pendidikan hendaknya mengembangkan kemampuan untuk mengakui dan menerima nilai-nilai yang ada dalam kebhinnekaan pribadi, jenis kelamin, masyarakat dan budaya serta mengembangkan kemampuan untuk berkomunikasi, berbagi dan bekerja sama dengan yang lain. Kedua, pendidikan hendaknya meneguhkan jati diri dan mendorong konvergensi gagasan dan penyelesaian-penyelesaian yang memperkokoh perdamaian, persaudaraan dan solidaritas antara pribadi dan masyarakat. Ketiga, pendidikan hendaknya meningkatkan kemampuan menyelesaikan konflik secara damai dan tanpa kekerasan. Karena itu, pendidikan hendaknya juga meningkatkan pengembangan kedamaian dalam diri diri pikiran peserta didik sehingga dengan demikian mereka mampu membangun secara lebih kokoh kualitas toleransi, kesabaran, kemauan untuk berbagi dan memelihara.

Keadilan sosial, persamaan  pendidikan, dan dedikasi menjadi landasan pendidikan multikultural dalam memfasilitasi pengalaman pendidikan agar semua siswa dapat mewujudkan semua potensinya secara penuh dan menjadikannya sebagai manusia yang sadar dan aktif secara lokal, nasional, maupun global. Sehingga pendidikan multikultural dapat dikatakan sebagai suatu gerakan pembaharuan dan proses untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang setara untuk seluruh siswa.

Sebagai suatu gerakan pembaharuan dan proses untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang setara untuk seluruh siswa, Menurut Banks (2002) pendidikan multikultural setidaknya harus memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut :

Pendidikan multikultural adalah gerakan politik yang bertujuan menjamin keadilan sosial bagi seluruh warga masyarakat tanpa memandang latar belakang yang ada.Pendidikan multikultural mengandung dua dimensi: pembelajaran (kelas)  dan kelembagaan (sekolah) dan antara keduaanya tidak bisa dipisahkan, tetapi justru harus ditangani lewat reformasi yang komprehensif.

Page 12: Materi kelompok 5 pentingnya pendidikan multikultural di indonesia

Pendidikan multikultural menekankan reformasi pendidikan yang komprehensif dapat dicapai hanya lewat analisis kritis atas sistem kekuasaan untuk dapat dilakukan reformasi komprehensif dalam pendidikan.Tujuan pendidikan multikultural adalah menyediakan bagi setiap siswa jaminan memperoleh kesempatan guna mencapai prestasi maksimal sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.Pendidikan multikultural adalah pendidikan yang baik untuk seluruh siswa, tanpa memandang latar belakangnya.Lebih lanjut Banks (2002) menjelaskan bahwa pendidikan multikultural memiliki beberapa dimensi yang berkaitan satu dengan yang lain, yaitu: Dimensi pertama (Contents Integration), yaitu mengintegrasikan berbagai budaya dan kelompok untuk mengilustrasikan konsep dasar, generalisasi dan teori dalam mata pelajaran atau disiplin ilmu. Dimensi kedua (The Knowledge Construction Process), yaitu membawa siswa untuk memahami implikasi budaya ke dalam sebuah mata pelajaran (disiplin). Dimensi ketiga (An Equity Paedagogy), yaitu menyesuaikan metode pengajaran dengan cara belajar siswa dalam rangka memfasilitasi prestasi akademik siswa yang beragam baik dari segi ras, budaya (culture) ataupun sosial (social). Dimensi keempat (Prejudice Reduction), yaitu mengidentifikasi karakteristik ras siswa yang menentukan metod pengajaran mereka. Dimensi kelima yakni melatih kelompok untuk berpartisipasi dalam kegiatan olahraga, berinteraksi dengan seluruh staff dan siswa yang berbeda etnis dan ras dalam upaya menciptakan budaya akademik yang toleran dan inklusif.

Oleh karena itu, pendidikan multikultural bertujuan memperluas bukan hanya toleransi terhadap budaya yang berbeda, tetapi lebih jauh dari itu adalah mengembangkan mutual respect. Pelaksanaan konsep ini memerlukan pengalaman kelompok yang dibangun dengan memperhatikan pemahaman yang pada gilirannya menjadi sikap yang relatif stabil dan konsisten. Sudah barang tentu proses ini memerlukan waktu dan usaha pemeliharaan yang harus menjadi perhatian para guru. Dalam kaitan ini perlu diperhatikan bahwa belajar bukan hanya terjadi pada aras (level) perilaku, tetapi juga terjadi secara internal pada aras abstrak, misalnya pada keyakinan terhadap asumsi dasar perilaku itu.

Pendidikan Multikultural di Berbagai Negara

Pendidikan Multikultural di Kanada

Kanada menjadi negara pertama di dunia yang menerapkan kebijakan multicultural pada tahun 1971. Multikulturalisme di kanada ini diawali ratusan tahun yang lalu dengan kedatangan penduduk asli kanada dari Asia dengan melewati gunung-gunung es untuk mencapai Amerika Utara. Setelah menetap penduduk tersebut menyebar ke berbagai Negara yang mengawali beragamnya bahasa dan kebudayaan di Kanada. Kemudian datangnya orang-orang Eropa yang diawali oleh prancis dan kemudian disusul oleh Ingris. Inilah yang mengawali kekayaan akan kebahasaan dan kebudayaan yang ada di Kanada. Lalu pada abad ke 18, Inggris yang berada di USA kalah dalam revolusi Amerika dan mereka diusir menuju ke British North America (Kanada) (Deviani, 2013). Saat ini pertumbuhan penduduk Kanda dapat diidentifikasi atas empat kelompok yakni:

Page 13: Materi kelompok 5 pentingnya pendidikan multikultural di indonesia

Etnis asli ada sekitar 50 jenis dengan berbagai bahasa yang hidup secara nomaden sebagai pemburu dan petani.Etnis Perancis pada abad 16 sampai 18 masuk sebagai penjajah dan pedagang karena perdagangan bulu binatang. Percampuran etnis Perancis dengan penduduk asli Indian melahirkan penduduk Metis.Kedatangan Inggris setelah Treaty of Paris (1763) yang ditambah etnis Perancis yang terlibat Perang Kemerdekaan Amerika 1776.Imigran dari Eropa (terutama Belanda, Ukraina dan Jerman) dan Asia (Jepang, India, Cina) dilatar belakangi kebutuhan pekerja di propinsi tengah dan barat.Kanada dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki jumlah kultur penduduknya paling banyak di dunia. Keadaan di Kanada ini sangat terbuka, saling menghormati dan damai untuk para imigran dan pendatang lainnya. Pada tahun 1971, pemerintah federal kanada meluncurkan kebijakan mengenai multikulturalisme di kanada. Kebijakan ini membuat semua orang di Kanada dipaksa untuk menerima perbedaan dan mengajak seluruh imigran untuk ikut berpartisipasi dalam hidup yang setara dan bermasyarakat di Kanada. Sebenarnya yang menyebabkan dikeluarkannya kebijakan ini adalah faktor ketika pada pertengahan 1960, terjadi banyak masalah antara hubungan Inggris dan Prancis di Kanada.

Sesudah PD II terjadi banjir imigran dari Italia, Jerman, Belanda dan Polandia. Pada tahun 1960-an terjadi perkembangan ekonomi Kanada yang membutuhkan tenaga terdidik untuk memenuhi kebutuhan metropolitan. Toronto menjadi pusat konsentrasi imigran asing. Berbeda dengan AS yang menerapkan politik asimilasi, pemerintah liberal Kanada menerapkan politik multikulturalisme yang memberlakukan status yang sama untuk bahasa Perancis dan Inggris sebagai bahasa resmi.

Pada tahun 1972 didirikanlah Direktorat Multikultural di dalam lingkungan Departemen Luar Negeri untuk memajukan cita-cita multikultural, integrasi social, dan hubungan positif antar ras. Upaya tersebut melahirkan Canadian Multiculturalism act (1988) yang isinya antara lain :

Alokasi dana untuk memajukan hubungan harmonis antar ras,Memperluas saling pengertian kebudayaan yang berbeda,Memelihara budaya dan bahasa asli,Kesempatan yang sama untuk berpartisipasi, danPengembangan kebijakan multikultural di semua kantor pemerintah federal.Kanada merupakan negara pertama yang memberikan pengakuan legal terhadap multikulturalisme. Sekalipun kebijakan multikultural merupakan kebijakan federal, namun masing-masing negara bagian melaksanakan kebijakan sesuai dengan kebutuhannya. Kebijakan multikultural dimasukkan dalam bentuk yang berbeda-beda di dalam program sekolah, penataran guru. Kurikulum dikaji ulang untuk dilihat hal-hal yang mengandung stereotipe dan prasangka antar etnis. Demikian pula di dalam pendidikan oleh Ontario Heritage Language Programme yang didirikan tahun 1977 memberikan bantuan terhadap pengajaran bahasa etnis yang bermacam-macam sesudah jam resmi sekolah. Guru diberikan

Page 14: Materi kelompok 5 pentingnya pendidikan multikultural di indonesia

penataran untuk menyebarluaskan sumber-sumber yang bebas dari prasangka, terutama kelompok kulit berwarna (black population).

Di propinsi Manitoba, Alberta dan Saskacthewan sekolah diijinkan memberikan bahasa di luar bahasa Inggris dan Perancis sampai 50 % dari jumlah jam di sekolah. Kebijakan ini diterima dengan baik oleh kelompok imigran, terutama imigran Ukraina dan Jerman. Sejak 1993, beberapa dewan pendidikan seperti Vancouver School Board melaksanakan penataran guru-guru untuk Pendidikan Multikultural, mendirikan komite penasehat untuk hubungan rasial, serta melembagakan hubungan rasial di distrik sekolah. Secara terinci Magsino (dalam Tilaar, 2004) mengidentifikasi 6 jenis model Pendidikan Multikultural:

Pendidikan “emergent society”. Model ini merupakan suatu upaya rekonstruksi dari keanekaan budaya yang diarahkan kepada terbentuknya budaya nasional.Pendidikan kelompok budaya yang berbeda. Model ini merupakan suatu pendidikan khusus pada anak dari kelompok budaya yang berbeda. Tujuannya adalah memberikan kesempatan yang sama dengan mengurangi perbedaan antara sekolah dan keluarga, atau antara kebudayaan yang dikenalnya di rumah dengan kebudayaan di sekolah. Model ini bertujuan membantu anak untuk menguasai bahasa resmi serta norma dominan dalam masyarakat.Pendidikan untuk memperdalam saling pengertian budaya. Model ini bertujuan untuk memupuk sikap menerima dan apresiasi terhadap kebudayaan kelompok yang berbeda. Model ini merupakan pendekatan liberal pluralis yang melihat perbedaan budaya sebagai hal yang berharga dalam masyarakat. Di dalam kaitan ini, pendidikan multikultural diarahkan kepada memperkuat keadilan sosial dengan menentang berbagai jenis diskriminasi dan etnosentrisme.Pendidikan akomodasi kebudayaan. Tujuan model ini adalah mempertegas adanya kesamaan dari kelompok yang bermacam-macam. Mengakui adanya partikularisme dengan tetap mempertahankan kurikulum dominan.Pendidikan “accomodation and reservation” yang berusaha untuk memelihara nilai-nilai kebudayaan dan identitas kelompok yang terancam kepunahan.Pendidikan multikultural yang bertujuan untuk adaptasi serta pendidikan untuk memelihara kompetensi bikultural. Model ini mengatasi pendekatan kelompok spesifik, identifikasi dan mengembangkan kemampuan untuk berkomunikasi secara cross-cultural dengan mendapatkan pengetahuan tentang bahasa atau kebudayaan yang lainPengalaman di Kanada menunjukkan bahwa isi budaya (cultural content) di dalam kurikulum sekolah menempati urutan kedua, sedangkan yang utama adalah bagaimana mencapai kemajuan akademis. Pendidikan Multikultural di Kanada tergantung di mana pendidikan multietnis itu berada di dalam kerangka struktur ekonomi, politik, dan sosial masyarakatnya.

Pendidikan Multikultural di Amerika

Pendidikan di AS pada mulanya hanya dibatasi pada migran berkulit putih, sejak didirikan sekolah rendah pertama tahun 1633 oleh imigran Belanda dan berdirinya Universitas Harvard di Cambridge, Boston tahun 1636. Baru pada tahun 1934 dikeluarkan Undang Undang Indian Reservation Reorganization Act di daerah reservasi suku Indian. Tujuan pendidikannya

Page 15: Materi kelompok 5 pentingnya pendidikan multikultural di indonesia

adalah proses Amerikanisasi. Suatu kelompok etnis atau etnisitas adalah populasi manusia yang anggotanya saling mengidentifikasi satu dengan yang lain, biasanya berdasarkan keturunan (Phierquinn, 2013). Pengakuan sebagai kelompok etnis oleh orang lain seringkali merupakan faktor yang berkontribusi untuk mengembangkan ikatan identifikasi ini. Kelompok etnis seringkali disatukan oleh ciri budaya, perilaku, bahasa, ritual, atau agama.

Kemudian pendidikan multikultural di Amerika Serikat mulai mencuat kembali sekitar tahun 1960-an, lewat sebuah gerakan  reformasi  yang ditujukan pada perubahan pendidikan yang selama ini melakukan tindak diskriminasi terhadap masyarakat “minoritas,” yaitu masyarakat yang berada di luar “white-male-Protestant-Anglo Saxon (WMPA).”

Gerakan pendidikan multikultural itu adalah gerakan untuk mereformasi lembaga-lembaga pendidikan agar memberikan peluang yang sama kepada setiap orang, tanpa melihat asal-usul etnis, budaya, dan jenis kelaminnya, untuk sama-sama memperoleh pengetahuan, kecakapan (skills), dan sikap yang diperlukan untuk bisa berfungsi secara efektif dalam negara-bangsa dan masyarakat dunia yang beragam etnis dan budaya (Banks, 2002).

Menghilangkan diskriminasi sebagai salah satu tujuan utama gerakan pendidikan multikultural itu dengan tegas dinyatakan Banks sebagai berikut. Latar belakangnya adalah adanya pengalaman pahit kelompok-kelompok etnis Afro-Amerika, Pribumi Amerika, Asia-Amerika, dan Latino-Amerika yang pernah dan masih sedang menjadi korban diskriminasi, bukan saja dalam kehidupan kemasyarakatan, melainkan juga secara legal kelembagaan (dalam undang-undang pun terdiskriminasikan).

Terdapat empat jenis dan fase perkembangan pendidikan multikultural di Amerika (Banks, 2002), yaitu:

Pendidikan yang bersifat segregasi yang memberi hak berbeda antara kulit putih dan kulit berwarna terutama terhadap kualitas pendidikan;Pendidikan menurut konsep salad bowl, di mana masing-masing kelompok etnis berdiri sendiri, mereka hidup bersama-sama sepanjang yang satu tidak mengganggu kelompok yang lain;Konsep melting pot, di dalam konsep ini masing-masing kelompok etnis dengan budayanya sendiri menyadari adanya perbedaan antara sesamanya. Namun dengan menyadari adanya perbedaan-perbedaan tersebut, mereka dapat membina hidup bersama. Meskipun masing-masing kelompok tersebut mempertahankan bahasa serta unsur-unsur budayanya tetapi apabila perlu unsur-unsur budaya yang berbeda-beda tersebut ditinggalkan demi untuk menciptakan persatuan kehidupan sosial yang berorientasi sebagai warga negara as. Kepentingan negara di atas kepentingan kelompok, ras, dan budayaPendidikan multikultural melahirkan suatu pedagogik baru serta pandangan baru mengenai praksis pendidikan yang memberikan kesempatan serta penghargaan yang sama terhadap semua anak tanpa membedakan asal usul serta agamanya. Studi tentang pengaruh budaya dalam kehidupan manusia menjadi sangat signifikan. Studi kultural membahas secara luas dan kritis mengenai arti budaya dalam kehidupan manusia

Page 16: Materi kelompok 5 pentingnya pendidikan multikultural di indonesia

Pendidikan Multikultural di Australia

Kedatangan bangsa kulit putih di benua Australia telah membawa implikasi-implikasi terhadap tatanan tradisional etnik pemukim asli. Kegiatan eksploitasi terhadap sumber kekayaan alam yang berlangsung kemudian telah memunculkan perubahan-perubahan besar dalam berbagai lapangan kehidupan. Dengan dibukanya ladang-ladang emas di daerah-daerah pertambangan seperti di Victoria, New South Wales dan Australia Barat, telah meningkatkan taraf perekonomian masyarakat. Dampak penemuan emas ini ternyata juga berpengaruh pada peningkatan imigran yang datang ke Australia, seperti dari Cina, Asia, Jepang dll. Dengan demikian pertumbuhan penduduk semakin meningkat pesat. Akibat dari ini semua adalah timbulnya perpecahan dikalangan masyarakat, terutama antar ras, seperti pengalaman-pengalaman di beberapa tambang Victoria pada tahun 1957.

Multikulturalisme, kemudian menjadi gagasan yang muncul untuk mengatasi heterogenitas etnis yang terdiri dari berbagai etnis dengan latar belakang budaya yang berbeda. Upaya untuk penyatuan pola budaya ini semula sudah dirintis melalui gagasan assimilasi dan integrasi dalam rangka mencegah perpecahan antar etnis di Australia. Gagasan multikulturalisme yang kemudian diperkenalkan, dalam konteks yang sesungguhnya adalah legitimasi hak atas berkembangnya berbagai kultur di Australia secara sama. Namun dalam prakteknya gagasan multikulturalisme ini hanya menekankan aspek kultural semata tanpa dibarengi dengan pandangan yang sama terhadap kesempatan kerja. Sehingga, gagasan ini, oleh sementara pihak hanya dianggap sebagai upaya radikal untuk mempromosikan kepentingan etnis tertentu saja.

Pada akhir tahun 1940an, ketika Australia membuka pintunya terhadap para imigran-imigran non British dan mengizinkan mereka tinggal dan menetap, beberapa persyaratan ditetapkan untuk mengasimilasikan mereka agar menjadi warga Australia yang sesungguhnya dan dapat melupakan kebudayaan asli mereka. Ketika imigran-imigran pertama yang berasal dari Itali dan Greek pada akhir tahun 1940 masuk ke Australia, mereka mengalami diskriminasi rasial dari orang-orang Inggris dan Irlandia. Para imigran ini mencoba untuk menguasai bahasa Inggris serta meniru pola hidup orang Australia. Ini dianggap suatu cara asimilasi yang kemudian sangat bermanfaat ketika kebijakan White Australia, namun tidak demikian halnya dengan asimilasi untuk imigran dari Asia dan Afrika karena perbedaan fisik mereka dengan orang Australia sangat menonjol .

Pada tahun 1966 pemerintah Australia mengubah kebijaksanaan imigrasi yang memungkinkan orang-orang non-Eropa dapat memperoleh izin untuk tetap tinggal di Australia, namun ketika pada tahun 1970an masuk para imigran dari Asia, ternyata mereka tidak disambut dengan hangat oleh masyarakat Australia, karena, disamping perbedaan fisik yang sangat menonjol, juga latar balakang budaya dan pola hidup yang sangat berbeda. Kenyataan inilah yang menunjukkan bahwa kebijaksanaan asimilasi pada dasarnya tidak bermanfaat banyak bagi para imigran Asia dan Afrika hitam.

Page 17: Materi kelompok 5 pentingnya pendidikan multikultural di indonesia

Ketika Gough Withlam terpilih sebagai perdana menteri Australia pada tahun 1972, ia mencoba untuk menghapuskan konsep asimilasi berdasarkan white Australia untuk kedamaian dan kesejahteraan negara dan atas nama kebenaran. Untuk upaya ini ia mengangkat Al Grassby sebagai Menteri Imigrasi dan kepala Komisi Hubungan Masyarakat. Withlam menyediakan pendidikan bahasa Inggris untuk para imigran dalam rangka membantu mereka dalam pergaulan sehari-hari. Melalui pemerintahan Withlam konsep multikulturalisme diperkenalkan sebagai tindakan konstruktif untuk pencapaian identitas baru masyarakat Australia.

Pada tahun 1978 Galbally Report menyarankan prinsip-prinsip dasar kebijaksanaan multikulturalisme yang sampai saat ini masih diperpegangi. Pertama, ditekankan agar kesempatan yang sama harus diberikan kepada semua orang untuk merealisasikan potensinya. Kedua, setiap orang harus dapat menjaga kebudayaan mereka tanpa mengalami prasangka apapun. Ketiga, kursus-kursus dan pelayanan-pelayanan khusus harus dipersiapkan untuk para imigran sambil kebutuhan jangka pendek mereka diberikan. Keempat, Semua program yang dibentuk untuk para imigran harus dengan konsultasi para imigran tersebut.

Pada tahun 1987, Hawke mendirikan Office of Multicultural Affair (OMA) dan berada di bawah Departemen Perdana Menteri. Melalui Badan ini dikembangkan konsep-konsep multikulturalisme secara lebih mendalam dan menekankan batasan-batasan konsep itu serta ide Australia sebagai suatu unsur unifikasi. Dengan begitu imigran-imigran diharapkan memberikan loyalitasnya terhadap Australia. Bahkan OMA, melalui agenda nasionalnya menjelaskan dan mempertajam defenisi multikulturalisme sebagai suatu istilah yang menggambarkan diversitas budaya dan etnik dalam Australia Baru (Londom dalam Shamad, 2009).

Tiga acuan yang dirumuskan Hawke dalam membatasi konsep multikulturalisme, yaitu : pertama, semua orang boleh mengekspressikan warisan kebudayaan nenek moyang mereka, asalkan tidak bertentangan dengan hukum yang ada. Kedua, semua masyarakat Australia berhak atas keadilan sosial tanpa melihat warna kulit, bahasa, agama serta keturunan, dan ketiga, effesiensi ekonomi yang mengandung keperluan untuk meneruskan dan mengembangkan serta menggunakan semua potensi-potensi komunitas baru Australia.

Sebagaimana telah dikemukakan, munculnya gagasan multikulturalisme di Australia didorong oleh berbagai motivasi, salah satunya yang terpenting adalah karena terus mengalirnya para imigran dari negara-negara tetangga Asia, namun kebijaksanaan ini memunculkan reaksi-reaksi dari kalangan Anglo-Australian yang ingin mempertahankan bentuk masyarakat yang homogen. Menurut mereka, dengan diterapkannya kebijaksanaan ini, berarti terancamnya hegemoni unsur-unsur kebudayaan Anglo di Australia. Yang lebih ekstrim lagi adalah pandangan mereka bahwa multikulturalisme telah menghancurkan kebudayaan nasional. Keluhan-keluhan seperti ini secara tidak langsung telah mendorong munculnya perasan dislokasi, bahkan menumbuhkan gejolak rasisme, terutama di kalangan orang-orang Anglo Australia yang merasa kehilangan hegemoni identitas dan kebudayaan.

Page 18: Materi kelompok 5 pentingnya pendidikan multikultural di indonesia

Di kalangan imigran juga muncul berbagai reaksi atas kebijakan multikulturalisme karena dalam prakteknya multikulturalisme menekankan pada etnisitas. Banyak kalangan yang menganggap bahwa multikulturalisme sebagai semboyan kosong yang justru bersifat rasisme struktural terutama terlihat dari prilaku ekonomi dan pasar tenaga kerja. Kenyataan kontradiktif pelaksanaan kebijakan multikulturalisme juga terlihat dari kelompok masyarakat asli “Aborigin”. Pengalaman- pengalaman pahit yang dialami oleh penduduk asli ini semenjak mereka kehilangan tanah-tanah mereka seperti white Australian policy, assimilasi, hingga multikulturalisme, menjadikan mereka kehilangan kepercayaan terhadap negara dan pemerintahan Australia sendiri. Mereka merasa bahwa berbagai kebijakan yang diterapkan tidak lain hanyalah upaya kontrol sosial terhadap kebudayaan mereka. Posisi Aborigin pada akhirnya merupakan dilema tersendiri dalam kebijakan multikulturalisme. Oleh karena itu di tingkat birokrasi dibentuk Aboriginal Reconsiliation Council yang bekerja sama dengan The National Multicultural Advisory Council. Di sini, penekanan diberikan kepada ‘cultural diversity’ dari pada multikulturalisme, dengan harapan hal ini akan lebih mudah diterima. Namun yang paling dirasakan dalam penerapannya ialah tidak adanya upaya anti rasisme yang serius, terutama dalam mengatasi diskriminasi rasial yang berlaku dalam segala tingkatan masyarakat.

Mewujudkan Pendidikan Multikultural di Indonesia

Untuk membangun bangsa ke depan, diperlukan upaya untuk menjalankan asas gerakan multikulturalisme menjadi sebuah tujuan bangsa dalam masyarakat yang plural. Dalam masyarakat multikultural seperti Indonesia, paradigma hubungan dialogal atau pemahaman timbal balik sangat dibutuhkan, untuk mengatasi ekses-ekses negatif dari suatu problem disintegrasi bangsa.

Sebelum lanjut, dalam konteks implementasinya di Indonesia, pendidikan multilkultural itu dapat dilihat atau diposisikan sebagai berikut, (Amirin, 2012):

Sebagai falsafah pendidikan; yaitu pandangan bahwa kekayaan keberagaman budaya Indonesia hendaknya dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk mengembangkan dan meningkatkan sistem pendidikan dan kegiatan belajar-mengajar di Indonesia guna mencapai masyarakat Indonesia yang adil dan makmur (berbarkat) dan bahagia dunia akhirat.Sebagai  pendekatan pendidikan; yaitu penyelenggaraan dan pelaksanaan pendidikan yang kontekstual, yang memperhatikan keragaman budaya Indonesia.Bidang kajian dan bidang studi;  yaitu disiplin ilmu yang—dibantu oleh sosiologi dan antropologi pendidikan, menelaah dan mengkaji aspek-aspek kebudayaan, terutama nilai-nilai budaya dan  perwujudannya (norma, etiket atau tatakrama, adat-istiadat atau tradisi dan lain-lain—mencakup “manifestasi budaya” agama) untuk/dalam penyelenggaraan dan pelaksanaan pendidikan.Di Indonesia, pendidikan multikultural relatif baru dikenal. Pendidikan multikultural yang dikembangkan di Indonesia merupakan counter terhadap kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah. Model pendidikan multikultural bukanlah sebuah formalitas yang sekedar

Page 19: Materi kelompok 5 pentingnya pendidikan multikultural di indonesia

merevisi materi pembelajaran tetapi lebih luas dari itu, pendidikan multikultural dituntut untuk dapat mereformasi sistem pembelajaran itu sendiri.

Untuk mewujudkan hal tersebut, pendidikan multikultural di Indonesia perlu memakai kombinasi model yang ada, agar seperti yang diajukan Gorski (dalam Mahfud, 2009), yang mencakup tiga jenis transformasi, yakni: (1) transformasi diri; (2) transformasi sekolah dan proses belajar mengajar, dan (3) transformasi masyarakat. Pada kegiatan transformasi diri, pendidikan multikultural harus dapat mengarahkan peserta didik untuk dapat mengubah mindset mereka akan pandangan etnosentrisme yang sempit menjadi pandangan multikultralisme sebagai sebuah keniscayaan yang menjadi anugerah tuhan YME. Pada kegiatan transformasi sekolah dan proses belajar mengajar, pendidikan multikultural haruslah menjadi prioritas utama dalam membangun kebersamaan diantara berbagai perbedaan. Guru sebagai fasilitator dituntut untuk dapat mengarahkan peserta didik kedalam bentuk-bentuk pembelajaran yang memungkinkan terjadinya hubungan dialogis yang harmonis dalam mensikapi adanya perbedaan kultur, agama dan budaya. Pada kegiatan transformasi masyarakat, harus tercipta sebuah tatanan masyarakat yang mengutamakan sebuah interaksi yang selaras dan seimbang dalam mensikapi adanya perbedaan. Masyarakat haruslah melebur ke dalam sebuah tatanan masyarakat kosmopolitan yang tidak lagi memandang dominansi suatu kelompok terhadap kelompok lain, sikap antipati dalam berinteraksi dengan kelompok lain dan saling menghargai akan adanya perbedaan dalam stuktur sosial masyarakat.

Dalam mewujudkan pendidikan multikultural di Indonesia, menurut Kurmaryani (tanpa tahun) setidaknya terdapat 4 hal utama yang perlu di tekankan antara lain: Pertama, model kurikulum yang dapat digunakan dalam pendidikan multicultural di Indonesia haruslah mencermikan nilai-nilai budaya Indonesia. Kurikulum yang disusun tersebut harus dapat mengintegrasikan proses pembelajaran nilai, pengetahuan dan keterampilan “hidup” dalam masyarakat yang multicultural, seperti: terampil bernegosiasi, mengemukakan dan menghadapi perbedaan, resolusi konflik, cooperative learning dan  problem solving yang diharapkan dapat meningkatkan internalisasi nilai-nilai kebudayaan Indonesia di dalam kehidupan perserta didik.

Kedua, guru juga memainkan peranan penting dalam mewujudkan pendidikan multikultural di Indonesia. Seorang guru yang mengajar melalui pendekatan multicultural harus “fleksibel”, karena untuk mengajar dalam multikultur seperti di Indonesia, pertimbangan “perbedaan budaya” adalah hal penting yang harus menjadi perhatian guru. Faktor-faktor seperti: membangun paradigma keberagamaan inklusif dan moderat di sekolah, menghargai keragaman bahasa, membangun sikap sensitive gender, membangun pemahaman kritis terhadap ketidakadilan dan perbedaan status social, membangun sikap anti diskriminasi etnis, menghargai perbedaan kemampuan dan menghargai perbedaan umur harus dikemas dalam ranah pembelajaran  dan penyadaran di persekolahan, sehingga tercipta suatu paham untuk memahami dan menerima segala perbedaan yang ada pada setiap individu peserta didik dan pada akhirnya peserta didik diharapkan mampu memiliki karakter kuat untuk selalu bersikap demokratis, pluralis dan humanis.

Page 20: Materi kelompok 5 pentingnya pendidikan multikultural di indonesia

Ketiga, proses pembelajaran yang dikembangkan harus menempatkan peserta didik pada kenyataan social di sekitarnya. Artinya, proses belajar yang mengandalkan peserta didik untuk belajar secara kelompok dan bersaing secara kelompok dalam suatu situasi kompetitif yang positif. Dengan cara ini, perbedaan antar individu dapat dikembangkan sebagai suatu kekuatan kelompok dan peserta didik terbiasa hidup dengan berbagai keragaman budaya, social, ekonomi, intelektual dan aspirasi politik.

Keempat, evaluasi yang digunakan harus meliputi keseluruhan aspek kemampuan dan kepribadian peserta didik sesuai dengan tujuan dan konten yang dikembangkan. Asesmen kinerja, asesmen portofolio,  asesmen rubric, pedoman obsevasi, pedoman wawancara, rating scale, skala sikap, cek-list, kuesioner dan lain sebagai sebagai alat penilaian yang dapat digunakan untuk mengevaluasi pembelajaran yang menggunakan pendekatan multicultural.

 

Penutup

Pendidikan di Indonesia yang masyarakatnya terdiri dari berbagai macam ras, suku budaya, bangsa, dan agama dirasa penting untuk menerapkan pendidikan multikultural. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa dengan masyarakat Indonesia yang beragam inilah seringkali menjadi penyebab munculnya berbagai macam konflik.

Dalam konteks Indonesia, yang dikenal dengan muatan yang sarat kemajemukan, maka peran pendidikan yang berbasis multikultural menjadi sangat strategis untuk dapat mengelola kemajemukan secara kreatif, sehingga konflik yang muncul sebagai dampak dari transformasi dan reformasi sosial dapat dikelola secara cerdas dan menjadi bagian dari pencerahan kehidupan bangsa ke depan.

Pendidikan multikultural di Indonesia hanya dapat dibangun melalui upaya-upaya yang berkesinambungan dan terpadu. eran dan dukungan dari guru/tenaga pengajar, institusi pendidikan, dan para pengambil kebijakan pendidikan lainnya, terutama dalam penerapan kurikulum dengan pendekatan multicultural. Guru dan institusi pendidikan (sekolah) perlu memahami konsep pendidikan multicultural dalam perspektif global agar nilai-nilai yang terkandung dalam pendidikan ini dapat diajarkan sekaligus dipraktekkan di hadapan para  peserta didik, sehingga diharapkan melalui pengembangan pendidikan multicultural ini para peserta didik akan lebih mudah memahami pelajaran dan meningkatkan kesadaran mereka agar selalu berperilaku humanis, pluralis dan demokratis.

Daftar Pustaka

Amirin, T.M. 2012. Implementasi Pendekatan Pendidikan Multikultural Kontekstual Berbasis Kearifan Lokal di Indonesia. Jurnal Pembangunan dan Pendidikan. Vol 1: (1)

Banks, J. A. 2002.  An Introduction to Multicultural Education. Boston: Allyn and Bacon.

Page 21: Materi kelompok 5 pentingnya pendidikan multikultural di indonesia

Deviani, H. 2013. Dinamika Multikulturalisme Kanada (1968-2006). htttp://heidistoria.blogspot.com. Online diakses 15 September 2013.

Kusmaryani, Y. Tanpa tahun. Pendidikan  Multikultural; Suatu Kajian Tentang Pendidikan Alternatif di Indonesia Untuk Merekatkan Kembali Nilai-nilai Persatuan, Kesatuan dan Berbangsa di Era Global. Online (12 September 2013)Mahfud, C. 2009. Pendidikan Multikultural. Yogyakarta: Pustaka PelajarRamly, N. 2005. Membangun Pendidikan Yang Memberdayakan dan Mencerahkan, Jakarta: GrafindoParekh, B. 2000. Rethinking Multivulturalism: Cultural Diversity and Political Theory. Cambridge: Havard University PressPhierquin. 2013. Perbandingan Multikulturalisme di Berbagai Negara. http://phierda.wordpress.com/ Online (diakses 15 September 2013)Shamad, I. 2009. Politik dan Kebudayaan Etnik : Multikulturalisme Versi Australia. http://irhashshamad.blogspot.com/ Online (diakses 15 September 2013)Suparlan, P. 2002. Kesetaraan Warga dan Hak Budaya Komuniti dalam Masyarakat Majemuk Indonesia. Jurnal Antropologi Indonesia. Vol 6 (1-12)Tilaar, HAR. 2005.  Manifesto Pendidikan Nasional: Tinjauan Dari Perspektif Postmodernisme dan Studi Kultural. Jakarta: Kompas—————- 2004. Manajemen Pendidikan Nasional, Bandung: P.T Remaja Rosdakarya

===================

Problema Pendidikan Multikultural di Indonesia

MARCH 11, 2013 | PHIERQUINNB. Problema Pendidikan Multikultural di IndonesiaProblema Pendidikan Multikultural di Indonesia memiliki keunikan yang tidak sama dengan problema yang dihadapi oleh  negara lain. Problem ini mencakup hal-hal kemasyarakatan yang akan dipecahkan dengan Pendidikan Multikultural dan problem yang berkaitan dengan pembelajaran berbasis budaya. Problem tersebut dapat dijadikan bahan pengembangkan Pendidikan Multikultural di Indonesia ini.

Problema kemasyarakatan pendidikan multikultural di Indonesia antara lain:

Keragaman Identitas Budaya DaerahKeragaman ini menjadi modal sekaligus potensi konflik. Keragaman budaya daerah memang memperkaya khasanah budaya dan menjadi modal yang berharga untuk membangun Indonesia yang multikultural. Namun kondisi budaya itu sangat berpotensi memecah belah dan menjadi lahan subur bagi konflik dan kecemburuan sosial. Masalah itu muncul jika tidak ada komunikasi antar budaya daerah. Tidak adanya komunikasi dan pemahaman pada

Page 22: Materi kelompok 5 pentingnya pendidikan multikultural di indonesia

berbagai kelompok budaya lain ini justru dapat menjadi konflik. Konflik-konflik yang terjadi selama ini di Indonesia dilatar belakangi oleh adanya keragaman identitas etnis, agama dan rasa, misalnya peristiwa Sampit. Keragaman ini dapat digunakan oleh provokator untuk dijadikan isu yang memancing persoalan.

Dalam  mengantisipasi  hal  itu,  keragaman yang ada harus diakui sebagai sesuatu yang mesti ada dan dibiarkan tumbuh sewajarnya. Selanjutnya, diperlukan suatu manajemen konflik agar potensi konflik dapat terkoreksi secara dini untuk ditempuh langkah-langkah pemecahannya, termasuk di dalamnya melalui Pendidikan Multikultural. Adanya Pendidikan Multikultural itu diharapkan masing-masing warga daerah  tertentu bisa mengenal, memahami, menghayati dan bisa saling berkomunikasi.

Pergeseran Kekuasaan dari Pusat ke DaerahSejak dilanda arus reformasi dan  demokratisasi, Indonesia dihadapkan pada beragam tantangan baru yang sangat kompleks. Satu di antaranya yang paling menonjol adalah persoalan budaya. Dalam arena budaya, terjadinya pergeseran kekuasaan dari pusat ke daerah membawa dampak besar terhadap pengakuan budaya lokal dan keragamannya. Bila pada masa Orde baru, kebijakan yang terkait dengan kebudayaan masih tersentralisasi, maka kini tidak lagi.

Kebudayaan, sebagai sebuah kekayaan bangsa, tidak dapat lagi diatur oleh kebijakan pusat, melainkan dikembangkan dalam konteks budaya lokal masing-masing. Ketika sesuatu bersentuhan dengan kekuasaan maka berbagai hal dapat dimanfaatkan untuk merebut kekuasaan  ataupun melanggengkan kekuasaan itu, termasuk di dalamnya isu kedaerahan.

Konsep  “putra  daerah†untuk menduduki pos-pos penting dalam pemerintahan� sekalipun memang merupakan tuntutan yang demi pemerataan kemampuan namun tidak perlu diungkapkan menjadi sebuah ideologi. Tampilnya putra daerah dalam pos-pos penting memang diperlukan agar putra-putra daerah itu ikut memikirkan dan berpartisipasi aktif dalam  membangun daerahnya. Harapannya tentu adalah adanya asas kesetaraan dan persamaan. Namun bila isu ini terus menerus dihembuskan justru akan membuat orang terkotak oleh isu kedaerahan yang sempit. Orang akan mudah tersulut oleh isu kedaerahan. Faktor pribadi (misalnya iri, keinginan memperoleh jabatan) dapat berubah menjadi isu publik yang destruktif ketika persoalan itu muncul di antara orang yang termasuk dalam putra daerah dan pendatang.

Konsep  pembagian  wilayah  menjadi propinsi atau  kabupaten baru yang marak terjadi akhir-akhir ini selalu ditiup-tiupkan oleh kalangan tertentu agar mendapatkan simpati dari warga masyarakat. Mereka menggalang kekuatan dengan memanfaatkan isu kedaerahan ini. Warga menjadi mudah tersulut karena mereka berasal dari kelompok tertentu yang tertindas dan kurang beruntung.

Page 23: Materi kelompok 5 pentingnya pendidikan multikultural di indonesia

Kurang Kokohnya NasionalismeKeragaman budaya ini membutuhkan adanya kekuatan yang menyatukan (“integrating forceâ€) seluruh pluralitas negeri�   ini. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, kepribadian nasional dan ideologi negara merupakan harga mati yang tidak bisa ditawar lagi dan berfungsi sebagai  integrating force. Saat ini Pancasila kurang mendapat perhatian dan kedudukan yang semestinya sejak isu kedaerahan semakin semarak. Persepsi  sederhana dan keliru banyak dilakukan orang dengan menyamakan antara Pancasila itu dengan ideologi Orde Baru yang harus ditinggalkan.

Pada masa Orde Baru kebijakan dirasakan terlalu tersentralisasi, sehingga ketika Orde  Baru tumbang, maka segala hal yang menjadi dasar dari Orde Baru dianggap jelek, perlu ditinggalkan dan diperbarui, termasuk di dalamnya Pancasila. Tidak semua hal yang ada pada Orde Baru jelek, sebagaimana halnya tidak semuanya baik. Ada hal-hal yang tetap perlu dikembangkan. Nasionalisme perlu ditegakkan namun dengan cara-cara yang edukatif, persuasif dan manusiawi bukan  dengan pengerahan kekuatan. Sejarah telah menunjukkan peranan Pancasila yang kokoh untuk menyatukan kedaerahan ini. Bangsa Indonesia sangat membutuhkan semangat nasionalisme yang kokoh untuk meredam dan menghilangkan isu yang dapat memecah persatuan dan kesatuan bangsa ini.

Fanatisme SempitFanatisme  dalam  arti  luas  memang diperlukan, namun yang salah yaitu fanatisme sempit, yang menganggap menganggap bahwa kelompoknyalah yang paling benar, paling baik dan kelompok lain harus dimusuhi. Gejala fanatisme sempit yang banyak menimbulkan korban ini banyak terjadi di tanah air ini. Gejala Bonek (bondo nekat) di kalangan suporter sepak bola nampak menggejala di tanah air. Kecintaan pada klub sepak bola daerah memang baik, tetapi kecintaan yang berlebihan  terhadap kelompoknya dan memusuhi kelompok lain secara membabi buta maka hal ini justru tidak sehat. Terjadi pelemparan terhadap pemain lawan dan pengrusakan mobil dan benda-benda yang ada di sekitar stadion ketika tim kesayangannya kalah menunjukkan gejala ini.

Kecintaan  dan  kebanggaan  pada  korps memang baik dan sangat diperluka, namun kecintaan dan kebanggaan itu  bila ditunjukkan  dengan bersikap memusuhi kelompok lain dan berperilaku menyerang kelompok lain maka fanatisme sempit ini menjadi hal yang destruktif. Terjadinya perseteruan dan perkelahian antara oknum aparat kepolisian dengan oknum aparat tentara nasional Indonesia yang kerap terjadi di tanah air ini juga merupakan contoh dari fanatisme sempit ini. Apalagi bila fanatisme ini berbaur dengan isu agama (misalnya di Ambon, Maluku dan Poso, Sulawesi Tengah), maka akan dapat menimbulkan gejala ke arah disintegrasi bangsa.

Konflik Kesatuan Nasional dan MultikulturalAda  tarik  menarik  antara  kepentingan kesatuan nasional dengan gerakan multikultural. Di satu sisi ingin  mempertahankan kesatuan bangsa dengan berorientasi pada stabilitas nasional. Namun dalam penerapannya, kita pernah mengalami konsep stabilitas nasional ini dimanipulasi untuk mencapai kepentingan-kepentingan politik tertentu. Adanya Gerakan

Page 24: Materi kelompok 5 pentingnya pendidikan multikultural di indonesia

Aceh Merdeka di Aceh dapat menjadi contoh ketika kebijakan penjagaan stabilitas nasional ini berubah menjadi tekanan dan pengerah  kekuatan bersenjata. Hal ini justru menimbulkan perasaan anti pati terhadap kekuasaan pusat yang tentunya hal ini bisa menjadi ancaman bagi integrasi bangsa. Untunglah perbedaan pendapat ini dapat diselesaikan dengan damai dan beradab. Kini, semua pihak yang bertikai

sudah bisa didamaikan dan diajak bersama-sama membangun daerah yang porak poranda akibat peperangan yang berkepanjangan dan terjangan Tsunami ini.

Di  sisi  multikultural,  kita  melihat adanya upaya yang ingin memisahkan diri dari kekuasaan pusat dengan dasar pembenaran budaya yang berbeda dengan pemerintah pusat yang ada di Jawa ini, contohnya adalah gerakan OPM (Organisasi Papua Merdeka) di Papua. Namun ada gejala ke arah penyelesaian damai dan multikultural yang terjadi akhir-akhir ini. Salah seorang panglima perang OPM yang menyerahkan diri dan berkomitmen terhadap negara kesatuan RI telah mendirikan Kampung Bhineka Tunggal Ika di Nabire, Irian Jaya.

Kesejahteraan Ekonomi yang Tidak Merata di antara Kelompok BudayaKejadian yang nampak bernuansa SARA seperti Sampit beberapa waktu yang lalu setelah diselidiki ternyata berangkat dari kecemburuan sosial yang melihat warga pendatang memiliki kehidupan sosial ekonomi yang lebih baik dari warga asli. Jadi beberapa peristiwa di tanah air yang bernuansa konflik budaya ternyata dipicu oleh persoalan kesejahteraan ekonomi.

Keterlibatan orang dalam demonstrasi yang marak terjadi di tanah air ini, apapun kejadian dan tema demonstrasi, seringkali terjadi karena orang mengalami tekanan hebat di bidang ekonomi. Bahkan ada yang demi selembar kertas dua puluh ribu orang akan ikut terlibat dalam demonstrasi yang dia sendiri tidak mengetahui maksudnya. Sudah banyak kejadian yang terungkap di media massa mengenai hal ini.

Orang akan dengan mudah terintimidasi untuk melakukan tindakan yang anarkhis ketika himpitan ekonomi yang mendera mereka. Mereka akan menumpah kekesalan mereka pada  kelompok-kelompok mapan dan dianggap menikmati kekayaan yang dia tidak mampu meraihnya. Hal ini nampak dari gejala perusakan mobil-mobil mewah  yang dirusak oleh orang yang tidak bertanggung dalam berbagai peristiwa di tanah air ini. Mobil mewah menjadi simbol kemewahan dan kemapanan yang  menjadi kecemburuan sosial bagi kelompok tertentu sehingga akan cenderung dirusak dalam peristiwa kerusuhan. Bahkan dalam kehidupan sehari-hari pun sering kita jumpai mobil-mobil mewah yang dicoreti dengan paku ketika mobil itu diparkir di daerah tertentu yang masyarakatnya banyak dari kelompok tertindas ini.

Keberpihakan yang Salah dari Media Massa, Khususnya Televisi Swasta dalam Memberitakan PeristiwaDi  antara  media  massa  tentu ada ideologi yang  sangat dijunjung tinggi dan dihormati. Persoalan kebebasan pers, otonomi, hak publik untuk mengetahui hendaknya diimbangi

Page 25: Materi kelompok 5 pentingnya pendidikan multikultural di indonesia

dengan tanggung jawab terhadap dampak pemberitaan. Mereka juga perlu mewaspadai adanya pihak-pihak tertentu yang pandai memanfaatkan media itu untuk kepentingan tertentu,yang justru dapat merusak budaya Indonesia. Kasus perselingkuhan artis dengan oknum pejabat pemerintah yang banyak dilansir media massa dan tidak mendapat “hukuman yang setimpal†baik dari segi hukum maupun sangsi kemasyarakatan dapat� menumbuhkan budaya baru yang merusak kebudayaan yang luhur. Memang berita semacam itu sangat layak jual dan selalu mendapat  perhatian publik, tetapi kalau terus-menerus diberitakan setiap hari mulai pagi hingga malam hari maka hal ini akan dapat mempengaruhi orang untuk menyerap nilai-nilai negatif yang bertentangan dengan budaya ketimuran. Kasus perceraian rumah tangga para artis yang tiap hari diudarakan dapat membentuk opini publik yang negatif, sehingga kesan kawin cerai di antara artis itu sebagai budaya baru dan menjadi trend yang biasa dilakukan. Orang menjadi kurang menghormati lembaga perkawinan. Sebaiknya isu kekayaan tidak menjadi isu yang selalu menjadi tema sinetron karena dapat mendidik orang untuk terlalu mengagungkan materi dan menghalalkan segala cara. Begitu juga tampilan yang seronok mengundang birahi, pengudaraan modus kejahatan baru atau pun iklan yang bertubi-tubi dapat menginspirasi orang melakukan sesuatu yang tidak pantas dilakukan. Televisi dan media massa harus membantu memberi bahan tontonan dan bacaan yang mendidikkan budaya yang baik. Karena menonton televisi dan membaca koran sudah menjadi tradisi yang kuat di negeri ini. Sehingga tontonan menjadi tuntunan, bukan tuntunan sekedar menjadi tontonan.

Ketika  penggusuran  gubuk  liar  yang memilukan ditampilkan dalam bentuk tangisan yang memilukan seorang anak  atau orang tua yang dipadukan dengan tindakan aparat yang menyeret para gelandangan akan bermakna lain bagi pemirsa bila yang ditampilkan adalah para preman bertato yang melawan tindakan petugas pamong praja. Ironi itu nampak bila yang disorot yaitu tangisan bayi/orang tua dibandingkan dengan tato di lengan atau di punggung. Peristiwanya adalah penggusuran gubuk  liar, tetapi simbol yang digunakan berbeda. Tangisan sebagai simbol kelemahan, ketidak berdayaan dan  putus asa. Tato sering dikonotasikan secara salah sebagai simbol preman dan tindakan pemalakan. Televisi sangat mempengaruhi opini publik dalam menyorot berbagai peristiwa.

Hasanah (2011) mengemukakan beberapa masalah utama pendidikan di Indonesia antara lain:

1. Mahalnya Biaya pendidikan

Masalah utama pendidikan di Negeri ini yaitu mahalnya biaya pendidikan. “Pendidikan bermutu itu mahal†Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang� harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT). Hal inilah yang kemudian banyak memunculkan fenomena putus sekolah di kalangan anak-anak Indonesia. Jangankan untuk sekolah Swasta, Untuk sekolah negeri pun, biaya pendidikanya tetap tinggi. Opsi bantuan BOS yang diberikan oleh pemerintah pun masih belum bisa mengatasi masalah mahalnya biaya pendidikan ini.

Page 26: Materi kelompok 5 pentingnya pendidikan multikultural di indonesia

Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah). MBS di Indonesia pada realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha.

Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah Komite Sekolah terbentuk, segala pungutan uang selalu berkedok, “sesuai keputusan Komite Sekolahâ€. Namun, pada tingkat implementasinya, ia tidak transparan, karena yang dipilih� menjadi pengurus dan anggota Komite Sekolah adalah orang-orang dekat dengan Kepala Sekolah. Akibatnya, Komite Sekolah hanya menjadi legitimator kebijakan Kepala Sekolah, dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari pelepasan tanggung jawab negara terhadap permasalahan pendidikan rakyatnya.

2. Rendahnya Kualitas Sarana dan prasarana pendidikan

Sarana dan prasarana pendidikan merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan penyelenggaraan pendidikan. Dengan adanya kerusakan sarana dan prasarana ruang kelas dalam jumlah yang banyak, maka proses pendidikan tidak dapat berlangsung secara efektif.

Akhir-akhir ini sudah banyak terdengar berita tentang sekolah roboh, atau sekolah rusak karena bangunanya yang sudah lapuk namun tidak mendapat bantuan dari pemerintah. Inilah salah satu bukti betapa rendahnya kualitas sarana dan prasarana pendidikan di Indonesia.

3. Ketidak Jelasan Tujuan Pendidikan

Dalam undang-undang nomor 4 tahun l950, telah di sebutkan secara jelas tentang tujuan pendidikan dan pengajaran yang pada intinya, ialah untuk membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air berdasarkan pancasila dan kebudayaan kebangsaan Indonesia dst, namun dalam kenyataan yang terjadi terhadap tujuan pendidikan yang begitu ideal tersebut belum mampu menghasilakn  manusia-manusia sebagaimana yang dimaksud dalam tumpukan kata-kata dalam rumusan tujuan pendidikan  yang ada, bahkan terjadi sebaliknya, yakni terjadi kemerosotan moral, kehidupan yang kurang demokratis, terjadi kekacauan akibat konflik di masyarakat dan lain lain, hal ini merupakan suatu indikasi bahwa tujuan pendidikan selama ini belum dikatakan berhasil, mungkin disebabkan adanya ketidak jelasan atau kekaburan dalam memahami tujuan pendidikan yang sebenarnya.

4. Ketidak Serasian Kurikulum

Kebanyakan kurikulum yang dipergunakan di sekolah-sekolah masih berisi tentang mata pelajaran-mata pelajaran yang beraneka ragam, sejumlah jam-jam pelajaran dan nama-nama buku pegangan untuk setiap mata pelajaran. Sehingga pengajaran yang berlangsung

Page 27: Materi kelompok 5 pentingnya pendidikan multikultural di indonesia

kebanyakan menanamkan teori-teori pengetahuan melulu, akibatnya para lulusan yang di hasilkan kurang siap pakai bahkan miskin ketrampilan  dan tidak mempunyai kemampuan untuk berproduktifitas di tengah-tengah masyarakatnya, karena muatan kurikulum yang di terima di sekolah-sekolah memang tidak di persiapkan untuk menjadikan lulusan dari peserta didik untuk dapat mandiri dimasyarakatnya.

5. Ketiadaan Tenaga Pendidik Yang Tepat dan Cakap.

Guru sebagai pilar penunjang terselenggarannya suatu sistem pendidikan, merupakan salah satu komponen strategis yang juga perlu mendapatkan perhatian oleh negara, misalnya dalam hal penempatan guru, bahwa hingga sekarang ini jumlah guru dirasakan oleh masyarakat maupun pemerintah sendiri masih sangat kurang. Kurangnya jumlah guru ini jelas merupakan persoalan serius karena guru adalah ujung tombak pendidikan. Kekurangan tersebut membuat beban guru semakin bertumpuk sehingga sangat berpotensi mengakibatkan menurunnya kualitas pendidikan.

Masih banyak di jumpainya suatu slogan yang berbunyi “tak ada rotan akarpun jadi†,� menunjukkan suatu gambaran betapa rendahnya kualitas tenaga kependidikan yang ada, karena harus di pegang oleh tenaga-tenaga pendidikan yang bukan dari ahlinya. Padahal menugaskan dan mendudukkan seseorang sebagai pendidik yang tidak di bina atau dibekalinya ilmu kependidikan dan yang bukan dalam bidangnya, sangatlah menimbulkan kerugian yang sangat besar, diantaranya terjadinya pemborosan biaya, terjadinya pemerosotan mutu hasil pendidikan, lebih jauh lagi akan mempersiapkan warga masyarakat di masa mendatang dengan pribadi-pribadi yang  memiliki kualitas rendah sehingga tak mampu bersaing dalam kehidupan yang serba problematis.

Sudah selayaknya profesi sebagai seorang pendidik membutuhkan kompetensi yang terintegrasi baik secara intelektual-akademik, sosial, pedagogis, dan profesionalitas yang kesemuanya berlandaskan pada sebuah kepribadian yang utuh pula, sehingga dalam menjalankan fungsinya sebagai pendidik senantiasa dapat mengembangkan model-model pembelajaran yang efektif, inovatif, dan relevan.

6. Adanya Pengukuran Yang Salah Ukur

Dalam masalah pengukuran terhadap hasil belajar yang sering di sebut dengan istilah ujian atau evaluasi, ternyata dalam prakteknya terjadi ketidak serasian antara angka-angka yang di berikan kepada anak didik sering tidak obyektif, di mana pencantuman angka-angka nilai yang begitu tinggi sama sekali tidak sepadan dengan mutu riil pemegang angka-angka nilai itu. Ketika mereka di terjunkan ke masyarakat, tidak mampu berbuat apa-apa yang setaraf dengan tingkat pendidikannya. Jelasnya tanpa adanya pengukuran yang obyektif dapat di pastikan tidak akan pernah terwujud tujuan pendidikan yang sebenarnya.

Contoh lainnya yaitu pendidikan berorientasi hasil, nilai UN yang menjadi standar kelulusan. Siswa bisa dinyatakan lulus apabila telah memenuhi nilai minimal UN, tak peduli bagaimana

Page 28: Materi kelompok 5 pentingnya pendidikan multikultural di indonesia

hasil belajar siswa selama tiga tahun. Hasil akhir berupa Nilai UN menjadi harga mati bagi para siswa untuk bisa lulus namun tidak mengindahkan bagaimana cara mereka mendapatkan nilai itu. Setiap kali UN mau digelar, entah dari mana datangnya tiba-tiba saja tersebar bocoran jawaban UN padahal UN sendiri belum dilaksanakan. pendidikan kita tak peduli proses bagaimana mereka bisa mencapai hasil tapi lebih menyukai hasilnya. Pendidikan semacam ini sebenarnya secara tidak langsung mengajar pada siswa bahwa apapun cara selama bisa mencapai hasil yang baik maka itu sah-sah saja. Jadi, jangan salahkan siswa yang ketika sudah besar mendadak jadi koruptor karena mereka ‘sukses’ menimba ilmu tentang pendidikan hasil, apapun caranya yang penting bisa kaya.

Terkait dengan kondisi pendidikan di Indonesia, Abdul Malik Fadjar (Mendiknas tahun 2001) mengakui kebenaran penilaian bahwa sistem pendidikan di Indonesia adalah yang terburuk di kawasan Asia. Ia mengingatkan, pendidikan sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial politik, termasuk persoalan stabilitas dan keamanan, sebab pelaksanaan pendidikan membutuhkan rasa aman.

Salah satu prasarat untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan sejahtera adalah lebih di tentukan oleh sejauh mana kuwalitas sumber daya masyarakatnya. Kwalitas suatu bangsa sangat di tentukan oleh peran serta mutu pendidikan yang di pergunakan oleh bangsa tersebut. Masyarakat yang berperadaban adalah masyarakat yang berpendidikan.

Hasanah, U. 2011. Problematika Pendidikan di Indonesia. (Online). (http://ummu-hasanah.blogspot.com, diakses tanggal 23 Februari 2013).

PROBLEMA PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI INDONESIA

A.       Problema Kemasyarakatan Pendidikan Multikultural di IndonesiaBeberapa peristiwa budaya yang negatif dan sering muncul di tanah air seperti peristiwa di Poso, Ambon, Papua, Sampit, Aceh, Bali, Jakarta dan lain-lain ini disebabkan oleh problema kemasyarakatan sebagai berikut :      1.      Keragaman Identitas Budaya Daerah    Keragaman ini menjadi modal sekaligus potensi konflik. Keragaman budaya daerah memang memperkaya khasanah budaya dan menjadi modal yang berharga untuk membangun indonesia yang multikultural. Namun kondisi inilah yang sangat berpotensi memecah belah dan menjadi lahan subur bagi budayakonflik dan kecemburuan sosial. Masalah itu muncul jika tidak ada komunikasi antar budaya daerah.      Dalam mengantisipasi hal itu, keragaman yang ada harus diakui sebagai sesuatu yang mesti ada dan dibiarkan tumbuh sewajarnya. Dengan adanya pendidikan multikultural itu diharapkan masing-masing warga daerah tertentu bisa mengenal, memahami, menghayati dan bisa saling berkomunikasi.     

Page 29: Materi kelompok 5 pentingnya pendidikan multikultural di indonesia

2.      Pergeseran Kekuasaan dari pusat ke Daerah      Sejak dilanda arus reformasi dan demokratisasi, indonesia dihadapkan kepada beragam tantangan baru yang sangat kompleks. Satu diantaranya yang paling menonjol adalah persoalan budaya. Dalam arena budaya, terjadinya pergeseran kekuasaan dari pusat kedaerah membawa dampak besar terhadap pengakuan budaya lokal dan keberagamannya. Kebudayaan, sebagai kekayaan bangsa, tidak dapat lagi diatur oleh kebijakan pusat, melainkan dikembangkan dalam konteks budaya lokal masing-masing. Faktor pribadi (misalnya iri, keinginan memperoleh jabatan) dapat merubah menjadi isuisu publik yang ketika persoalan itu muncul di antara orang yang termasuk dalam putra daerah dan pendatang.Konsep pembagian wilayah menjadi provinsi atau kabupaten baru yang marak terjadi akhir-akhir ini selalu ditiup-tiupkan oleh kalangan tertentu agar mendapat simpati dari warga masyarakat. Mereka menggalang kekuatan dengan memanfaatkan isu kedaerahan ini. Warga mudah tersulut karena mereka berasal dari kelompok tertentu yang tertindas dan kurang beruntung.

      3.      Kurang Kokohnya Nasionalisme      Keragaman budaya ini membutuhkan adanya kekuatan yang menyatukan “integrating force” seluruh pluralitas negeri ini. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, kepribadian nasional dan ideologi negara merupakan harga mati. Pancasila kurang mendapat perhatian dan kedudukan yang semestinya sejak isu kedaerahan semakin marak. Nasionalisme perlu ditegakkan namun dengan cara-cara yang edukatif, persuasif dan manusiawi bukan dengan pengerahan kekuatan. Sejarah telah menunjukan peranan pancasila yang kokoh untuk menyatukan kedaerahan ini. Kita sangat membutuhkan rasa nasionalisme yang kokoh untuk meredam dan menghilangkan isu yang dapat memecah persatuan dan kesatuan bangsa ini.

      4.      Fanatisme Sempit      Fanatisme dalam arti luas memang diperlukan. Namun yang salah asalah fanatisme sempit, yang menganggap bahwa kelompoknyalah yang paling benar, paling baik dan kelompok lain harus dimusuhi. Gejala fanatisme sempit yang banyak menimbulkan korban ini banyak terjadi di tanah air ini. Kecintaan dan kebanggaan memang baik dan sangat diperlukan. Namun kecintaan dan kebanggan itu bila ditunjukan dengan bersikap memusuhi kelompok lain dan berperilaku menyerang kelompok lain maka fanatisme sempit ini menjadi hal yang destruktif.  Terjadiny perseteruan dan perkelahian antara oknum aparat kepolisian dengan oknum aparat TNI yang kerap terjadi di tanah air ini juga merupakn contoh dari fanatisme sempit ini. Apalagi fanatisme ini berbaur dengan isu agama, maka akan dapat menimbulkan gejala ke arah disintegrasi bangsa.

      5.      Konflik Kesatuan Nasional dan Multikultural     Adanya tarik menarik antara kepentingan kesatuan nasional dengan gerakan multikultural. Di satu sisi ingin mempertahankan kesatuan bangsa dengan berorientasi pada stabilitas nasional. Namun dalam penerapannya, qt pernah mengalami konsep stabilitas nasional inii dimanipulasi untuk mencapai kepentingan-kepentingan politik tertentu. Adanya Gerakan Aceh Merdeka di Aceh dapat menjadi contoh ketika kebijakan penjagaan stabilitas nasional ini bewrubah menjadi ancaman bagi integrasi bangsa. Untunglah perbedaan pendapat ini

Page 30: Materi kelompok 5 pentingnya pendidikan multikultural di indonesia

dapat diselesaikan dengan damai dan beradab. Di sisi multikultural, kita melihat adanya upaya yang ingin memisahkan diri dari kekuasaan pusat dengan dasar pembenaran budaya yang berbeda dengan pemerintah pusat yang berada di jawa.

      6.      Kesejahteraan Ekonomi yang Tidak Merata di antara Kelompok Budaya      Kejadian yang nampak bernuansa SARA seperti Sampit beberapa waktu yang lalu setelah diselidiki ternyata berangkat dari kecemburuan sosial yang melihat warga pendatang memiliki kehidupan sosial ekonomi yang lebih baik dari warga asli. Jadi beberapa peristiwa di tanah air yang bernuansa konflik budaya ternyata dipicu oleh persoalan kesejahteraan ekonomi.Orang akan lebih mudah terintimidasi untuk melakukan tindakan yang anarkis ketika himpitan ekonomi yang mendera meraka. Mereka akan menumpahkan kekesalan mereka pada kelompok-kelompok mapan dan dianggap menikmati kekayaan yang dia tidak mampu meraihnya. Hal ini nampak dari gejala pengrusakan mobil-mobil mewah yang dirusak oleh orang yang tidak bertanggung jawab dalam berbagai peristiwa di tanah air. Mobil mewah menjadi simbol kemewahan dan kemapanan yang menjadi kecemburuan sosial bagi kelompok tertentu sehingga akan cenderung dirusak dalam peristiwa kerusuhan.

     7.   Keberpihakan yang salah dari Media Massa, khususnya televisi swasta dalam memberitakan peristiwa.     Di antara media massa tentu ada ideologi yang sangat dijunjung tinggi dan dihormati. Persoalan kebebasan pers, otonomi, hak publik untuk mengetahui hendaknya diimbangi dengan tanggang jawab terhadap dampak pemberitaan. Mereka juga perlu mewaspadai adanya pihak-pihak tertentu yang pandai memanfaatkan media untuk kepentingan tertentu, yang justru dapat merusak budaya indonesia. Televisi dan media massa harus membantu memberi bahan tontonan dan bacaan yang mendidikan budaya yang baik. Karena menonton televisi dan membaca koran sudah menjadi tradisi yangkuat di negeri ini. Sehingga tontonan menjadi tuntutan, bukan tuntukan sekedar menjadi tontonan.     Ketika penggusuran gubuk liar yang memilukan ditampilkan dalam bentuk tangisan yang memilukan seorang anak atau orang tua yang dipadukan dengan tindakan aparat yang menyeret para gelandangan akan bermakna lain bagi pemirsa bila yang ditampilkan adalah para preman bertato yang melawan tindakan petugas pamong praja. Ironi itu nampak bila yang disorot adalah tangisan bayi/orang tua dibandingkan dengan tato di lengan atau di punggung. Peristiwanya adalah penggusuran gubuk liar, tetapi simbol yang digunakan berbeda. Tangisan sebagai simbol kelemahan, ketidak berdayaan serta putus asa. Tato sering dikonotasikan secara salah sebagai simbol preman dan tindakan pemalakan. Televisi sangat mempengaruhi opini publik dalam menyorot berbagai peristiwa.Diposkan oleh Dedy Purwadi di 21.43http://dedypurwadi.blogspot.co.id/2013/07/problema-pendidikan-multikultural-di.html

BAB I

Page 31: Materi kelompok 5 pentingnya pendidikan multikultural di indonesia

PENDAHULUAN1.1  Latar BelakangSejak lama, seluruh bangsa Indonesia selalu diingatkan agar selalu hidup berdampingan secara damai dalam masyarakat yang beraneka suku bangsa, agama, ras dan anatar golongan. Kita diseru untuk mengerti, menghayati, dan melaksanakan kehidupan bersama demi tercapainya persatuan dan kesatuan sebagaimana semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Artinya kita selalu diingatkan untuk menghargai dan menghayati perbedaan SARA sebagai unsur utama yang mempersatukan bangsa ini dan bukan menjadi alasan terjadinya konflik.Kesadaran akan pentingnya kemajemukan mulai muncul seiring gagalnya upaya nasionalisme negara, yang dikritik karena dianggap terlalu menekankan kesatuan daripada keragaman. Kemajemukan dalm banyak hal suku, agama, ras dan golongan seharusnya menjadi hasanah dan modal untuk memmbangun. Maka ketika konfilik bergejolak di daerah, negara seakan-akan menutupi realitas kemajemukan itu atas nama “kesatuan bangsa” atau “stabilisasi nasional”. Konflik sosial yang sering muncul sebagai akibat pengingkaran terhadap kenyataan kemajemukan dan penyebab adanya konflik sosial.Bertolak dari kenyataan ini, kita dirasakan semakin perlunya kebijakan multikultural yang memihak keragaman. Dari kebijakan itu nantinya diharapkan masyarakat dapat mengelola perbedaan yang ada disekitar dengan positif. Dengan demikian, perbedaan dalam beragam area kehidupan tidak memicu prasangka atau konflik, tetapi sebaliknya mendorong dinamika ke arah yang lebih baik.Penerapan pendidikan multikultural di Indonesia masih mengalami berbagai hambatan atau problem. Problem pendidikan multikultural di Indonesia memiliki keunikan yang tidak sama dengan problem yang dihadapi oleh negara lain. Keunikan faktor-faktor geografis, demografi, sejarah dan kemajuan sosial ekonomi dapat menjadi pemicu munculnya problem pendidikan multikultural di Indonesia. Problem pendidikan multikultural di Indonesia secara garis besar dapat dipetakan menjadi dua hal, yaitu : problem kemasyarakatan pendidikan multikultural dan problem pembelajaran pendidikan multikultural.

1.2  Rumusan MasalahApa saja Problem Pembelajaran Pendidikan Multikultural di Indonesia?

1.2 Tujuan Masalah2. Untuk mendefinisi permasalahan awal dalam pembelajaran berbasisis budaya.3. Untuk mengklarifikasi Problem Pembelajaran Pendidikan Multikultural di Indonesia.

BAB IIPEMBAHASAN

1.1         Permasalahan Awal dalam Pembelajaran Berbasisis Budaya

Page 32: Materi kelompok 5 pentingnya pendidikan multikultural di indonesia

Pendidikan multikultural yang akhir-akhir ini sedang hangat dibicarakan ternyata tidak terlepas dari berbagai problem yang menghambatnya. Selain problem kemasyarakatan, pendidikan multikultural juga tidak lepas dari problem dalam proses pembelajarannya. Dalam kerangka strategi pembelajaran, pembelajaran berbasis budaya dapat mendorong terjadinya proses imajinatif, metaforik, berpikir kreatif, dan sadar budaya. Namun demikian, penggunaan budaya lokal (etnis) dalam pembelajaran berbasis budaya tidak terlepas dari berbagai permasalahan yang terdapat dalam setiap komponen pembelajaran, sejak persiapan awal dan implementasinya.Beberapa permasalahan awal pembelajaran berbasis budaya (multikultural) pada tahap persiapan awal, antara lain :

a) Guru kurang mengenal budayanya sendiri, budaya lokal maupun budaya peserta didik.

b) Guru kurang menguasai garis besar struktur dan budaya etnis peserta didiknya, terutama dalam konteks mata pelajaran yang akan diajarkannya.

c) Rendahnya kemampuan guru dalam mempersiapkan peralatan yang dapat merangsang minat, ingatan, dan pengenalan kembali peserta didik terhadap khasanah budaya masing-masing dalam konteks budaya masing-masing serta dalam dimensi pengalaman belajar yang diperoleh.

2.2 Problem Pembelajaran Pendidikan Multikultural di IndonesiaPada kenyataannya berbagai dimensi dari keberagaman budaya Indonesia dapat menimbulkan masalah dalam proses pembelajaran, terutama dalam kelas yang budaya etnis peserta didiknya sangat beragam, antara lain :2.2.1        Masalah seleksi dan integrasi isi (content selection and integration) mata pelajaran.Implementasi pendidikan mutikultural dapat terhambat oleh problem seleksi dan integrasi isi mata pelajaran yang akan diajarkan. Masalah yang muncul dapat berupa ketidakmampuan guru memilih aspek dan unsur budaya yang relevan dengan isi dan topik mata pelajaran. Selain itu masih banyak guru yang belum dapat mengintegrasikan budaya lokal dalam mata pelajaran yang diajarkan, sehingga pembelajaran menjadi kurang bermakna bagi peserta didik.Untuk mengatasi problem di atas, guru harus memiliki pengetahuan budaya yang memadai. selain itu diperlukan sikap dan keterampilan yang bijaksana dalam memilih metode atau materi pelajaran yang mengandung sensivitas budaya, misalnya materi tentang perbedaan etnis atau agama. Guru juga dapat memberikan sentuhan warisan budaya sehingga dapat memotivasi peserta didik mendalami akar budayanya sendiri dan akan menghasilkan pembelajaran yang kuat bagi peserta didik. Guru juga dapat menggunakan teknik belajar kooperatif dan kerja kelompok untuk meningkatkan integrasi ras dan etnis di sekolah dan di kelas.2.2.2        Masalah “proses mengkonstrusikan pengetahuan” (the knowledge construction process)Selain masalah seleksi dan integrasi isi mata pelajaran, masalah proses mengkonstruksi sebuah pengetahuan dapat menjadi problem bagi pendidikan mutikultural. Jika peserta didik terdiri dari berbagai budaya, etnis, agama, dan golongan dapat memunculkan kesulitan tersendiri untuk menyusun sebuah bangunan pengetahuan yang berlandaskan atas dasar

Page 33: Materi kelompok 5 pentingnya pendidikan multikultural di indonesia

perbedaan dan keragaman budaya. Seringkali muncul kesulitan dalam menentukan aspek budaya mana yang dapat dipilih untuk membantu peserta didik memahami konsep kunci secara tepat.Selain itu, guru juga masih banyak yang belum dapat menggunakan frame of reference dari budaya tertentu dan mengembangkannya dari perspektif ilmiah. Hal ini terkait kurangnya pengetahuan dari guru tentang keragaman budaya. Problem lain yang dapat muncul adalah munculnya bias dalam mengembangkan perspektif multikultur untuk mengkonstruksi pengetahuan. Kekhawatiran yang muncul adalah munculnya diskriminasi dalam pemberian materi pelajaran sehingga hanya memunculkan satu kelompok atau golongan tertentu yang menjadi pokok bahasan pembelajaran.2.2.3        Masalah mengurangi prasangka (prejudice reduction)Salah satu masalah lain yang muncul dalam pembelajaran mutikultural adalah adanya prasangka dari peserta didik terhadap guru bahwa guru tertentu cenderung mengutamakan unsur budaya kelompok tertentu. Selain itu, guru belum dapat mengusahakan kerjasama (cooperation) dan pengertian bahwa strategi pemakaian budaya tertentu bukan merupakan kompetisi, tetapi sebuah kebersamaan. Oleh karena itu guru harus mengusahakan bagaimana agar peserta didik yang belum mengenal budaya yang dijadikan media pembelajaran menjadi tidak berprasangka  bahwa guru cenderung mengutamakan budaya tertentu. Contoh, jika guru memilih Bagong (tokoh wayang di Jawa Tengah) untuk pembelajaran, maka guru harus menjelaskan siapa Bagong dan mampu mengidentifikasi tokoh serupa seperti Cepot (Jawa Barat), Sangut (Bali), Dawala dan Bawok (pesisir utara Jawa).Dengan mengambil contoh yang sepadan, guru dapat menghindari prasangka bahwa dia mengutamakan unsur budaya tertentu. Situasi tersebut mendorong kebersamaan antar peserta didik dan saling memperkaya unsur budaya masing-masing.

2.2.4        Masalah kesetaraan paedagogi (equity paedagogy)Masalah ini muncul apabila guru terlalu banyak memakai budaya etnis atau kelompok tertentu dan (secara tidak sadar) menafikan budaya kelompok lain. Untuk mempersiapkan atau memilih unsur budaya membutuhkan waktu, tenaga dan referensi dari berbagai sumber dan pustaka, mencari tahu dari tokoh sehingga guru dapat melaksanakan kesetaraan pedagogi. Guru harus memiliki “khasanah budaya” mengenai berbagai unsur budaya dalam tema tertentu, termasuk Tionghoa dan yang lainnya. Misal:

1. Sastra Hikayat Rakyat dengan tema durhaka.Contoh: Malin Kundang (Minangkabau), Tangkuban Perahu (Sunda), Loro Jonggrang (Yogyakarta).

2. Obat-obatan : jamu (Jawa), minyak kayu putih (Maluku).3. Tekstil/tenun : batik (Jawa), kain ikat (Nusa Tenggara),songket (Melayu Deli,

Palembang, Kalimantan, Lombok, dan Bali).4. Perahu Layar: Phinisi (Bugis-Makasar), Cadik (Madura), Lancang Kuning (Melayu).5. Seni teater: Ludruk (Jawa Timur), Wayang Wong (Jawa Tengah), Lenong (Betawi),

Ketoprak (Yogyakarta).6. Tokoh Pahlawan: Dewi Sartika (Sunda), Cut Nyak Dien, Cut Meutia (Aceh), Kartini

(Jawa Tengah).

Page 34: Materi kelompok 5 pentingnya pendidikan multikultural di indonesia

Masalah ini muncul apabila guru terlalu banyak memakai budaya etnis atau kelompok tertentu dan (secara tidak sadar) menafikan budaya kelompok lain. Untuk mempersiapkan atau memilih unsur budaya membutuhkan waktu, tenaga dan referensi dari berbagai sumber dan pustaka sehingga guru dapat melaksanakan kesetaraan paedagogi. Guru harus memiliki “khasanah budaya” mengenai berbagai unsur budaya dalam tema tertentu. Misalnya jika menerangkan tentang kesenian teater, guru dapat menyebutkan dan mengidentifikasi beragam kesenian dari berbagai daerah seperti Ludruk (Jawa Timur), Wayang Wong (Jawa Tengah), Lenong (Betawi), dan Ketoprak (Yogyakarta).Konklusinya, penerapan pendidikan mutikultural di Indonesia masih mengalami berbagai problem atau masalah, yang dapat diidentifikasi menjadi dua problem utama yaitu problem kemasyarakatan dan problem pembelajaran pendidikan mutikultural.

http://pujirokhayanti999.blogspot.co.id/2014/02/problema-pembelajaran-pendidikan.html

DAFTAR PUSTAKASutarno.Pendidikan Multikultural.2007. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.       Departemen Pendidikan Nasional.http://sosio-history.blogspot.com/2013/01/pendidikan-multikultural-dan-       problemnya.htmlhttp://phierda.wordpress.com/2013/03/11/problema-pembelajaran-pendidikan       multikultural/