Masyarakat Desa Semakin Apatis

8
Masyarakat Pedesaan Semakin Apatis Dalam kehidupan berbangsa da bernegara tentu saja akan selalu ada suatu tindakan yang menjadi perhatian. Seperti halnya di Negara Indonesia, banyak hal yang menjadi sorotan dan buah bibir, baik itu ditampilkan di media-media maupun hanya menjadi buah bibir di masyarakat saja. Satu diantaranya yaitu semakin apatisnya masyarakat desa. Itu yang menjadi inti pembahasan dalam makalah ini. Masyarakat menurut KBBI adalah sejumlah manusia dl arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yg mereka anggap sama. Secara bahasa adalah kelompok orang yg merasa memiliki bahasa bersama, yg merasa termasuk dl kelompok itu, atau yg berpegang pd bahasa standar yg sama. Dan Masyarakat desa adalah masyarakat yg penduduknya mempunyai mata pencaharian utama dl sektor bercocok tanam, perikanan, peternakan, atau gabungan dr kesemuanya itu, dan yg sistem budaya dan sistem sosialnya mendukung mata pencaharian itu; Berdasarkan KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), apatis adalah acuh tidak acuh; tidak peduli; masa bodoh. Yaitu sikap acuh tidak acuh yang dilakukan oleh masyarakat terhadap suatu perkara karena berbagai alasan baik internal maupun eksternal. Masyarakat di kawasan perdesaan sering memperoleh intervensi dari lingkungan sosial luarnya, sehingga berada dalam masyarakat yang ”terbelah” Tarik-menarik antara pendekatan kewilayahan dan sektoral telah menjadikan masyarakat pedesaan menjadi semakin ”terbelah”. Keterbelahan ini akan menjadi pintu masuk bagi terbentuknya masyarakat

Transcript of Masyarakat Desa Semakin Apatis

Page 1: Masyarakat Desa Semakin Apatis

Masyarakat Pedesaan Semakin Apatis

Dalam kehidupan berbangsa da bernegara tentu saja akan selalu ada suatu tindakan

yang menjadi perhatian. Seperti halnya di Negara Indonesia, banyak hal yang menjadi

sorotan dan buah bibir, baik itu ditampilkan di media-media maupun hanya menjadi buah

bibir di masyarakat saja. Satu diantaranya yaitu semakin apatisnya masyarakat desa. Itu

yang menjadi inti pembahasan dalam makalah ini.

Masyarakat menurut KBBI adalah sejumlah manusia dl arti seluas-luasnya dan

terikat oleh suatu kebudayaan yg mereka anggap sama. Secara bahasa adalah kelompok

orang yg merasa memiliki bahasa bersama, yg merasa termasuk dl kelompok itu, atau yg

berpegang pd bahasa standar yg sama. Dan Masyarakat desa adalah masyarakat yg

penduduknya mempunyai mata pencaharian utama dl sektor bercocok tanam, perikanan,

peternakan, atau gabungan dr kesemuanya itu, dan yg sistem budaya dan sistem sosialnya

mendukung mata pencaharian itu;

Berdasarkan KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), apatis adalah acuh tidak

acuh; tidak peduli; masa bodoh. Yaitu sikap acuh tidak acuh yang dilakukan oleh

masyarakat terhadap suatu perkara karena berbagai alasan baik internal maupun eksternal.

Masyarakat di kawasan perdesaan sering memperoleh intervensi dari lingkungan

sosial luarnya, sehingga berada dalam masyarakat yang ”terbelah” Tarik-menarik antara

pendekatan kewilayahan dan sektoral telah menjadikan masyarakat pedesaan menjadi

semakin ”terbelah”. Keterbelahan ini akan menjadi pintu masuk bagi terbentuknya

masyarakat desa yang mengalami disintegrasi. Masyarakat terdisintegrasi berdaya adaptasi

rendah terhadap perubahan sosial yang berada di dalam dan di sekelilingnya, sehingga

mereka berpeluang menjadi terpinggirkan. Hal semacam ini jika tidak ada solusi dalam

menindakinya maka lambat laun akan terjadi degradasi struktur sosial masyarakat

pedesaan. Dan akan menghasilkan masyarakat yang frustasi, sehingga menimblkan sikap

yang apatis.

Terjadinya sikap apatis di masyarakat pedesaan disebabkan oleh beberapa sebab

yang tidak satu pemikiran dengannya. Hal ini timbul baik secara internal seperti berupa

kesadaran diri akan tidak sesuainya keadaan terhadap dirinya, ataupun secara eksternal

seperti keputusan yang tidak memperhatikan masyarakat. Ini semuan dapat membuat

paradigma yang mengakibatkan masyarakat condong terhadap sikap yang apatis karena

karena keinginannya yang tidak ditanggapi. Beberapa contoh sikap apatis yang terjadi di

lingkungan masyarakat desa, yaitu :

Page 2: Masyarakat Desa Semakin Apatis

1. Masyarakat Kalttin yang apatis terhadap Pemilu Gubernur 2013

Seperti halnya kasus yang terjadi dalam Pemilu Gubernur 2013 di daerah

Kalimantan Timur. Dalam kejadian ini, terjadi sikap apatis dari masyarakat terhadap

Pemilu. Hal ini terjadi dikarena beberapa hal. Disebutkan dalam paper ini hal tersebut

diantaranya yaitu “terkait dengan kepercayaan masyarakat terhadap pejabat publik yang

kian hari kian menipis. Pangkal persoalannya adalah banyak kasus yang menyeret para

pejabat publik ke depan peradilan. Kasus yang terbanyak adalah korupsi, kolusi dan

nepotisme, rendahnya integritas dan sikap serta sifat kenegarawanan yang kian langka” ,

hal ini yang menyebabkan rendahnya perhatian masyarakkat sehingga menimbulkan sikap

apatis.

Disebutkan pula bahwa “Kebanyakan masyarakat berpikir bahwa memilih A, B

atau C sebagai kepala daerah tidak ada pengaruhnya sama sekali untuk kehidupan

mereka. Jadi entah A, B atau C yang jadi, semua akan sama saja. Kondisi semacam ini

memprihatinkan karena kebanyakan pemenang dalam pemilu bupati/walikota/gubernur

ternyata perolehan suara yang membuatnya keluar sebagai pemenang masih lebih kecil

dibanding dengan jumlah suara yang tidak dipakai oleh masyarakat (golput)”. Jadi,

banyak calon yang berusaha keras untuk mendorong minat masyarakat ikut serta dalam

pemilihan. Namun itu semua bukan merupakan hal untuk mendorong kesadaran

masyarakat akan pentingnya partisipasi mereka dalam hal pembangunan demokrasi

melainkan hanya menjadi kepentingan pribadi saja yaitu mengambil simpati masyarakat

agar dapat memilihnya.

Banyak hal yang menjadikan masyarakat semakin apatis terhadap Pemilu.

Disebutkan pula sikap apatis masyarakat terhadap Pemilu di Kaltim dikarenakan

“Pelaksanaan pilgub dipandang tidak akan membawa perubahan apapun baik bagi

daerah maupun masyarakat. Pilgub hanya dianggap sebagai rutinitas tanpa menjanjikan

perubahan yang berarti”. Itulah yang menjadi kendala bagi Pemerintah dalam

menampung aspirasi masyarakat. Meskipun mereka tahu akan pentingnya partisipasi

mereka karena beberapa faktor pula yang menyebabkan mereka enggan untuk memilih.

Namun pemerintah setempat tetap berusaha untuk memberikan penerangan akan

pentingnya Pemilu itu dilakukan baik dalam bentuk Penyuluhan maupun berupa tempelan-

tempelan spanduk.

Page 3: Masyarakat Desa Semakin Apatis

2. Semarak Pilkades, harapan ditengan rasa apatis

Selain dari paper Pemilu Gubernur Kaltim 2013, ada juga informasi dari internet

yaitu dari situs http://sosbud.kompasiana.com/2013/02/17/semarak-pilkades-harapan-di-

tengah-rasa-apatis-535856.html tentang Semarak Pilkades, Harapan di Tengah Rasa

Apatis. Disini dipaparkan dari salah seorang warga yang baru datang kedaerah tempat

asalnya yaitu Hendra Wardhana.

Dalam penjelasannya, mengatakan bahwa “Banyak di antara kita mungkin sudah

mati rasa dengan kata demokrasi di negeri ini. Banyak masyarakat Indonesia pun sudah

tak peduli lagi ketika mendengar kata pemilihan umum, pilkada dan seterusnya.

Alasannya nyaris seragam : banyak janji tapi “nol” realisasi. Bahkan ketika reformasi

bergulir tahun 15 tahun lalu, rasa yang mati itu tak juga terobati. Sebaliknya, mereka

yang awalnya masih menyimpang harapan, justru ikut mati rasa melihat apa yang

dihasilkan dari demokrasi dan pemilihan umum pasca reformasi”, itu merupakan

pandangannya terhadap kejadian-kejadian di Indonesia yang berkaitan dengan Pemilu.

Bisa dipahami juga hal-hal yang menyebabkan semakin apatisnya masyarakat. Itu

semua tidak lain dari keinginan terpenuhinya segala aspek yang menjadi kebutuhan

meraka baik secara individu maupun kepentingan bersama. Menurut pandangan Hendra,

demokrasi di negeri ini yang disimbolkan dengan pemilu dan pilkada justru membuat

banyak orang menjadi apatis. Setiap kali datang pemilihan presiden dan kepala daerah,

setiap itu pula janji-janji manis terulang. Tapi akhirnya setiap kali pula rakyat dibuat

kecewa berulang. Pemilihan umum dan pilkada hanya melahirkan pemimpin-pemimpin

dan wakil rakyat yang ingkar dan menghianati amanah. Tak heran jika semakin banyak

orang yang menarik  partisipasinya dalam setiap pemilihan baik di tingkat nasional hingga

daerah. Antara trauma, kecewa atau memang sudah benar-benar tak peduli lagi, setiap

pemilu berlangsung, TPS-TPS semakin sepi. Pemilihan itu bukan lagi pesta demokrasi

untuk rakyat, tapi hanya pesta untuk sekelompok kecil orang yang memperalat rakyat.

Masyarakat mulai berhenti berharap. Setidaknya fenomena itu banyak dan nyata dijumpai

di masyarakat perkotaan.

Ada hal yang terjadi di daerah Hendra, yaitu ketika ada Pemilu Kepada Desa

didaerah tempat tinggalnya. Meskipun semakin gencar isu-isu tentang apatisme dikalangan

masyarakat, namun pada Pemilu Kades ini masyarakat sangat antusias untuk berpartisipasi

dalam Pemilu tersebut. Seperti dalam paparan Hendra , “Ini pertama kalinya saya

menyaksikan pesta demokrasi sederhana di desa dan itu mengesankan. Saya bahkan tak

Page 4: Masyarakat Desa Semakin Apatis

melihat antrian seperti ini waktu pemilihan presiden, anggota parlemen dan partai politik.

Pagi itu jalan desa berubah sesak dan ramai. Sedari jam 9 hingga lewat tengah siang,

pemungutan suara yang semuanya dilakukan di balai desa ramai oleh penduduk desa. Tua

muda, laki-laki dan perempuan berjalan menuju arah yang sama. Dan ketika antrian

memanjang mereka tetap berdiri di tempat. Yang luar biasa bagi saya, usai mencoblos

mereka tak langsung pergi tapi memilih berkumpul di depan balai desa, menantikan saat-

saat penghitungan suara tiba. Begitu besarkah harapan dan perhatian mereka kepada

event yang hanya pemilihan kepala desa? Mendengarkan suara-suara perbincangan di

tengah keramaian itu, saya akhirnya bisa mengerti mengapa masih ada harapan bagi

mereka di tengah suara apatis dan pesimis kepada para wakil rakyat dan kepala

daerahnya di jajaran yang lebih atas. Bagi mereka sosok kepala desa jauh lebih bisa

diharapkan dan dipercaya mengubah hidup mereka dibanding janji wakil rakyat, presiden

atau kepala daerah. Setiap dari mereka mengenal betul siapa yang dipilihnya, mereka tak

merasa membeli kucing dalam karung seperti halnya yang selalu mereka alami setiap kali

pemilu atau pilkada. Apa yang dikerjakan oleh seorang kepala desa dirasakan jauh lebih

berwujud nyata dan menyentuh langsung keseharian mereka”. Hal seperti ini merupakan

kejadian yang isimewa dalam sebuah Pemilu dimana masyarakat dapat ikut secara lumrah

terhadap pemilihan. Menjadi suatu nilai positif dan patut dijadikan teladan bagi

masyarakat semua.

Dua informasi tersebut dapat menjadi gambaran akan sikap masyarakat yang

semakin apatis. Dan intinya yaitu sikap apatis timbul karena faktor internal maupun

eksternal dimana hal itu tidak sejalan dengan keinginan mereka. Namun masyarakat pun

akan hilang sikap apatisnya jika pembuktian dari suatu tindakan sesuai dengan bukti yang

dihasilkannya.

Page 5: Masyarakat Desa Semakin Apatis

TUGAS RESUME

MASYARAKAT PEDESAAN SEMAKIN APATIS

“Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Sosiologi Pedesaan”

Disusun Oleh :

Nama : Rifqi Fauzan Syafi’i

NIM : 115080300111125

Kelas : M07

Prodi : Teknologi Hasil Perikanan

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2013