MASJID KALIWULU, CIREBON DALAM TINJAUAN GAYA …
Transcript of MASJID KALIWULU, CIREBON DALAM TINJAUAN GAYA …
MASJID KALIWULU, CIREBON
DALAM TINJAUAN GAYA BANGUNAN DAN ARKEOLOGI
Anto Sudharyanto dan Isman Pratama Nasution, MSI
Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia, Depok, 16431, Indonesia
Abstrak
Masjid merupakan salah satu bukti peninggalan arkeologi Islam yang menandakan suatu tempat memeluk agama Islam.
Masjid Kaliwulu terletak di Desa Kaliwulu, Kecamatan Weru, Kabupaten Cirebon. Masjid Kaliwulu memiliki keunikan
yaitu terdapat bangunan pawestren sendiri dan memiliki tiang yang bercabang tiga pada ruang utama. Bedasarkan nilai
arkeologi bangunan Masjid Kaliwulu merupakan masjid kuno sesuai dengan ciri-ciri masjid kuno yang telah disampaikan
oleh Pijper. Kekunoan ini terlihat pada denah masjid, pondasi, mihrab, atap, dan tembok keliling pada Masjid Kaliwulu.
Berdasarkan hasil perbandingan dengan Masjid Agung Sang Cipta Rasa dan Masjid Panjunan, Masjid Kaliwulu memiliki
gaya bangunan yang hampir sama dengan Masjid Panjunan dan bisa jadi Masjid Kaliwulu dibangun pada periode yang
sama dengan Masjid Panjunan.
Kata Kunci : Masjid Kaliwulu, Cirebon, Arsitektur Islam, Arkeologi Islam
Kaliwulu Mosque, Cirebon in Archaeological and Architectural Studies
Abstrak
A mosque is one of the evidence of the Islamic archaeology artifact that indicates some people in an area are
Moslems. Kaliwulu Mosque is located in Kaliwulu village, Weru subdistrict, Cirebon district. This mosque has a
uniquness, it is the pawestren room and three-branched pillars in the main room. Kaliwulu Mosque is an ancient
mosque based on Pijper’s characteristics. The antiquites are proved in groun paln, foundation, mihrab, roof, and wall
that surround the Kaliwulu mosque. Based on the comparation with The Great Mosque of Sang Cipta Rasa and
Panjunan mosque, Kaliwulu mosque has similar architectural style with Panjunan mosque and it can be a verdict that
Kaliwulu mosque was built in the same era with Panjunan mosque.
Keywords: Kaliwulu Mosque, Cirebon, Islamic Architectur, Islamic Archeology
Pendahuluan
Cirebon memiliki kedudukan penting dalam penyebaran
agama Islam khususnya di Jawa Barat. Hal ini
disebabkan oleh para pedagang yang berasal dari Arab,
India, dan Persia selain berdagang juga memperkenalkan
agama mereka yaitu agama Islam kepada masyarakat
Cirebon. Selain para pedagang terdapat pula orang dari
golongan agamawan yang datang ke Cirebon dengan
tujuan menyebarkan dan memperkenalkan agama Islam
kepada masyarakat setempat. Penyebaran yang dilakukan
oleh para agamawan membawa hasil berupa sumber daya
Masjid Kaliwulu..., Anto Sudharyanto, FIB UI, 2013
manusia yang berpotensi dalam menyebarkan agama
Islam di Cirebon. Salah satunya Raden Walangsungsang
dan adiknya Nyai Larasantang yang berguru pada Syeh
Datuk Kahfi atau Syeh Nurjati yang merupakan
agamawan dari Arab (Hardjasaputra 2011; 45- 47).
Cirebon menjadi salah satu pusat penyebaran agama
Islam setelah menjadi kerajaan. Penyebaran agama Islam
dari Cirebon ke luar daerah Cirebon dilakukan pada saat
Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah, putra
pertama dari Nyai Larasantang, menjadi penguasa di
Cirebon. Penyebaran agama Islam yang oleh Sunan
Gunung Jati berpusat dari Cirebon menuju daerah di
Jawa Barat seperti Galuh, Garut, Bandung, Cianjur,
Indramayu, dan lain- lainya. Oleh karena itu Cirebon
memiliki kedudukan penting dalam penyebaran agama
Islam khususnya di Jawa Barat. Hingga saat ini agama
Islam yang berkembang di Jawa Barat rata- rata berasal
dari Cirebon. Hal ini dibuktikan dengan adanya naskah-
naskah Islam yang berjumlah 200 tersebar di pedalaman
Jawa Barat (Hardjasaputra 2011; 72- 76).
Beberapa peninggalan Islam yang terdapat di Cirebon
yaitu berupa masjid kuno, makam Islam seperti kompleks
Makam Sunan Gunung Jati, goa Islam yaitu Gua sunya
Ragi, keraton yaitu Kraton Kesepuhan, dan juga
beberapa kesenian bernuansa Islam seperti kaligrafi
Arab, nisan Islam, dan inskipsi Arab. Peninggalan Masjid
kuno yang berada di Cirebon antara lain Masjid Sang
Ciptarasa yang merupakan masjid tertua di Cirebon,
Masjid Panjunan atau Masjid Merah yang didirikan oleh
Maulana Abdurahman atau lebih dikenal Pangeran
Panjunan, Masjid Dokjumeneng, Masjid Kanoman,
Masjid Trusmi, Masjid Gamel, Masjid Kramat Depok,
Masjid Megu Gede, Masjid Jagabayan, Masjid Gajasatru,
Masjid Pangeran Kejaksan, Masjid Pekalangan, Masjid
Pesalakan, dan Masjid Kaliwulu. Adapun yang akan
dijelaskan pada skripsi ini yaitu masjid kuno yang ada di
Cirebon yaitu Masjid Kaliwulu.
Masjid Kaliwulu terletak di Desa Kaliwulu yang letaknya
sekitar satu setengah jam dari pusat kota Cirebon. Jika
dilihat dari gaya bangunannya, Masjid Kaliwulu
memiliki kesamaan dengan masjid utama di Cirebon
yaitu Masjid Panjunan atau masjid Merah yang berada di
daerah Panjunan dan Masjid Agung Sang Cipta Rasa
yang berada di Keraton Kesepuhan. Bedasarkan ruang
lingkupnya Masjid Kaliwulu memiliki ruang lingkup
yang berbeda dengan Masjid Panjunan dan Masjid
Agung Sang Cipta Rasa. Masjid Panjunan dan Masjid
Agung Sang Cipta Rasa merupakan masjid dalam ruang
lingkup istana, sedangkan Masjid Kaliwulu merupakan
masjid di luar lingkup istana dan keduanya merupakan
masjid tertua di Cirebon.
Keunikan Masjid Kaliwulu terlatak pada ruang pawestren
dan tiang bercabang tiga yang berada pada ruang utama.
Pada umumnya masjid kuno pawestren bersebelahan dan
satu atap dengan ruang utama, serta dibatasi oleh tembok
yang tidak terlalu tebal atau dengan sesuatu yang tidak
permanen. Pada Masjid Kaliwulu ruang pawestren
memiliki bangunan sendiri dan atap sendiri meskipun
masih menyatu dengan bangunan inti. Keunikan lainnya
yaitu Masjid Kaliwulu memiliki tiang yang bercabang
tiga yang terletak di sebelah selatan ruang utama yang
diapit oleh tiang utama dan tiang pendukung. Pada tiang
bercabang tiga dihiasi dengan hiasan berupa sulur-
suluran dan terdapat papan yang digantungkan dengan
hiasan tulisan kaligrafi. Pada dinding timur ruang utama
terdapat hiasan yang berupa keramik tempel dan tulisan
kaligrafi pada papan kayu yang terletak di atas pintu
utama ruang utama. Pada Masjid Kaliwulu terdapat
makam yang terletak di sebelah timur masjid dan
termaksud bagian yang dikelilingi oleh tembok keliling.
Selain itu terdapat dua sumur yang terletak di bagian
utara dan selatan Masjid Kaliwulu. Pada Masjid
Kaliwulu memiliki dua jenis serambi yaitu serambi
tertutup yang terletak di bagian timur masjid dan serambi
terbuka yang terletak di bagian utara dan selatan masjid.
Pemasalahan yang diteliti adalah mengenai gaya
bangunan dan kronologi relatif pada Masjid Kaliwulu.
Gaya bangunan Masjid Kaliwulu belum diketahui apakah
memiliki gaya bangunan tersendiri atau mengikuti gaya
bangunan masjid yang sudah ada di Cirebon. Tahun
berdiri bangunan Masjid Kaliwulu juga belum diketahui
secara pasti. Jadi untuk menentukan pertanggalan
digunakan kronologi relatif. Permasalahan yang lain
yaitu apakah Masjid Kaliwulu memiliki perbedaan dan
persamaan dengan masjid yang berada dilingkup istana
yaitu Masjid Agung Sang Cipta Rasa dan Masjid
Panjunan, karena Masjid Kaliwulu merupakan bangunan
masjid yang terletak di luar lingkup istana.
Tujuan penelitian adalah untuk mengungkap pola dan
gaya bangunan yang digunakan pada masjid Kaliwulu.
Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk
menunjukan apakah masjid yang berada di luar lingkup
istana memiliki gaya bangunan yang sama dengan masjid
yang berada di dalam lingkup istana. Terakhir, tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui masa
pembangunan Masjid Kliwulu berdasarkan pada
penanggalan kronologi relati Masjid Kaliwulu. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat menjadi data tambahan
arsitektur masjid pada masa Islam di Indonesia
khususnya Cirebon.
Ruang lingkup dalam penelitian ini yaitu Masjid
Kaliwulu sebagai objek di Cirebon, Jawa Barat.
Masjid Kaliwulu..., Anto Sudharyanto, FIB UI, 2013
Penelitian ini menitikberatkan kepada komponen-
komponen pada masjid seperti atap, dinding, tiang,
mihrab, mimbar, pintu, jendela, lantai, serambi, fondasi,
ruang pawestern yang memiliki bangunan sendiri, dan
tiang bercabang tiga. Kemudian penulis akan
membandingkan Masjid Kaliwulu dengan Masjid Sang
Cipta Rasa dan Masjid Panjunan. Sumber data yang
digunakan yaitu:
Data Primer
Data primer yaitu berupa bangunan masjid Kaliwulu
yang terletak di desa Kaliwulu kecamatan Weru,
kabupaten Cirebon.
Data Sekunder
Data sekunder berupa bahan kepustakaan yang
membahas Cirebon, arsitektur, arsitektur masjid, masjid,
dan masjid Kaliwulu. Data Masjid Sang Cipta Rasa dan
Masjid Panjunan digunakan sebagai pembanding.
Kajian kepurbakalaan mengenai masjid sudah banyak
dilakukan, Peneliti pertama yang membahas mengenai
masjid adalah Pijper yang karyanya telah ditulis ulang
dan diterjemahkan oleh Prof. Dr. Tudjimah dan Dra.
Yessy Augusdin dalam bukunya yang berjudul Sejarah
Islam di Indonesia 1900-1950. Drs Abdul Rochym yang
menulis buku berjudul Masjid dalam Karya Arsitektur
Islam dan Sejarah Arsitektur Islam tahun 1983. H.
Aboebakar dalam bukunya yang berjudul Sejarah Masjid
dan Amal Ibadah dalamnja tahun 1955. Uka
Tjandrasasmita dalam bukunya yang berjudul Arkeologi
Islam Nusantara tahun 2009. Kemudian, Ir Achmad
Fanani dalam bukunya yang berjudul Arsitektur Masjid
tahun 2009, dan Drs. Sidi Gazalba dalam bukunya yang
berjudul Masjid Pusat Ibadah dan Kebudayaan Islam
tahun 1962.
Penelitian mengenai masjid khususnya yang berada di
Cirebon yaitu pada tahun 1978 oleh Brakel dalam
Archipel 23 yang meneliti mengenai Masjid Panjunan. Di
dalam artikelnya Brakel menuliskan tentang gaya
arsitektur pada Masjid Panjunan. Pada tahun 1982 dalam
skripsinya Murwani Wulan Nastiarini meniliti mengenai
Masjid Agung Sang Ciptarasa sebagai tinjauan arsitektur.
Tawalinuddin Haris pada artikelnya yang berjudul
Masjid Agung Sang Cipta Rasa dan Masjid Panjunan,
Cirebon Tinjauan Arsitektur yang menulisahkan tentang
gaya bangunan Masjid Agung Sang Cipta Rasa dan
Masjid Panjunan yang ditulis pada makalah diskusi di
Taman Mini Indonesia Indah pada tahun 2011. Dua
masjid ini merupakan masjid yang paling utama di
Cirebon, karena memiliki peranan penting dalam
perkembangan islam dan penyebaran islam di Cirebon.
Artikel mengenai Masjid Kaliwulu yang pernah
diterbitkan pada tahun 2011 dalam sebuah artikel jurnal
penelitian yang berjudul Alkulturasi Budaya Pada
Bangunan Masjid Tua Cirebon ditulis oleh Abdul
Hakim. Dalam artikel ini dibahas alkulturasi pada masjid
Kaliwulu, yaitu adanya perpaduan antara arsitektur Islam
dengan Jawa- Majapahit, Hindu- Buddha, Cina, dan
Eropa.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan ada tiga tahap yang dilakukan
dalam penelitiaan ini yaitu pengumpulan data,
pengolahan data, dan juga interpretasi data (Deetz 1967:
9). Tahap pertama adalah pengumpulan data yang
dilakukan dengan melakukan penjajakan melalui data
kepustakaan, observasi lapangan, dan wawancara dengan
tokoh masyarakat setempat. Data kepustakaan
merupakan data yang tertulis yang berhubungan dengan
situs atau kajian yang diteliti seperti laporan penelitian
dan buku-buku yang berkaitan tentang kajian penelitian
yang akan dilakukan. Survei lapangan yaitu mengunjungi
situs dan melihat objek yang bersangkutan sesuai dengan
informasi yang terdapat dari data kepustakaan. Tahap
pertama dimulai dengan mencari sumber tertulis yang
berhubungan dengan arsitektur Islam, arsitektur masjid
Cirebon, pengertian dari masjid itu sendiri, dan masjid
Kaliwulu.
Pada saat observasi lapangan dilakukan deskripsi secara
mendetail mengenai data yang dikaji yaitu Masjid
Kaliwulu. Pada bangunan masjid data yang dikumpulkan
yaitu bentuk pada masjid, bahan yang digunakan dalam
pembuatan masjid, mengukur luas masjid, mengukur
bangunan utama masjid, mengukur ragam hias pada
masjid, dan menjelaskan ragam hias yang terdapat pada
masjid. Untuk menambah data dilakukan wawancara
terhadap para penduduk setempat dan juga juru kunci
yang menjaga masjid Kaliwulu untuk mendapatkan
sejarah pembangunan masjid dan sejarah Kaliwulu,
selain itu wawancara juga dilakukan kepada tokoh
masyarakat setempat yaitu H. Askadi Sastra Suganda
dengan tujuan mendapatkan informasi mengenai sejarah
Desa Kaliwulu dan sejarah mengenai Masjid Kaliwulu.
Tahap kedua yaitu pengolahan data, dilakukan dengan
dua metode analisis yaitu metode analisi bentuk dan
metode analisis perbandingan. Metode analisis bentuk
yang dipergunakan adalah analisis morfologi yaitu proses
menganalisis bentuk-bentuk yang terdapat pada masjid
Kaliwulu seperti pada bentuk tiang, bentuk dinding,
bentuk tembok, bentuk mimbar, bentuk umpak, bentuk
serambi, dan bentuk ruang utama. Tahap berikutnya yaitu
Masjid Kaliwulu..., Anto Sudharyanto, FIB UI, 2013
analisis perbandingan yang membandingkan Masjid
Kaliwulu dengan Masjid Agung Sang Cipta Rasa dan
Masjid Panjunan melalui komponen-komponen yang
terdapat pada bangunan masjid. Selain itu melihat
inskripsi arab dan juga ornamen-ornamen yang terdapat
pada masjid.
Tahap ketiga yaitu interpretasi. Dalam tahap ini jika
memungkinkan menjawab semua masalah yang terdapat
pada penelitian dan mengetahui secara jelas kapan masjid
Kaliwulu dibangun dan oleh siapa dibangun. Mengetahui
kesamaan- kesamaan yang terdapat pada masjid
Kaliwulu dan masjid Panjunan dan mengetahui sebab
kesamaan yang terjadi pada masjid Kaliwulu dan masjid
Panjunan.
Hasil Penelitian
Nama daerah Kaliwulu merupakan salah satu daerah
hasil penyebaran Islam yang dilakukan oleh Susuhunan
Jati atau Sunan Gunung Jati. Pada saat Sunan Gunung
Jati sedang melakukan penyebaran Islam menuju daerah
Galuh dengan niat untuk mengajak raja Galuh untuk
memeluk agama Islam. Di tengah perjalanan saat
memasuki waktu sholat, Sunan Gunung Jati menyuruh
pengikutnya untuk mencari tempat untuk berwudhu dan
ditemukan sebuah sungai yang akhirnya digunakan
berwudhu oleh Sunan Gunung Jati beserta pengikutnya.
Sejak saat itu daerah itu bernama Kaliwulu dan
berkembang menjadi sebuah desa yang ramai pada
masanya.
Nama Desa Kaliwulu terdiri dari dua suku kata yaitu
“kali” yang memiliki arti air sungai yang digunakan
untuk berwudhu dan kata “wulu” yang berasal dari
bahasa Cirebon memiliki arti bulu. Jadi nama Desa
Kaliwulu memiliki arti tempat mengambil wudhu atau
berwudhu untuk membasuh bagian tubuh yang memiliki
rambut yaitu bagian tangan dan kaki.
Sejarah Masjid Kaliwulu pada jaman dahulu terdapat
sebuah masjid kuno yang ada di daerah Silintang yang
menghilang dalam waktu semalam. Peristiwa masjid
yang menghilang membuat gempar masyarakat pada saat
itu. Masjid tersebut menghilang dan hanya meninggalkan
pondasinya saja yang terbuat dari bata merah yang besar.
Perpindahan masjid yang terjadi membuat masyarakat
kaget dan heran, ditambah masjid tersebuat berpindah
dalam waktu semalam.
Setelah ditelusuri diketahui yang memindahkan masjid
itu seorang ulama kaum sufi yang bernama Syeh
Abdurrahman Syeh Abdurrahman ini memindahkan
masjid ini tentu saja atas izin Allah SWT. Syeh
Abdurrahman memindahkan masjid itu ke Desa Kaliwulu
yang jaraknya kurang lebih 1 km dari tempat asal yaitu
Silintang. Syeh Abdurrahman memindahkan masjid
karena letak masjid yang kurang cocok dan kurang
strategis, tidak terawat dan kotor. Syeh Abdurrahman
merasa kagum dengan arsitektur masjid yang pemilihan
bahan material yang digunakan pada saat itu. Hanya
dengan mengunakan batu merah kemudian hanya disusun
seperti teknik yang digunakan pada candi dan untuk
perekatnya menggunakan putih telur yang digunakan
untuk merekatkan batu merah tersebut dan pendopo yang
mengunakan pilar- pilar meskipun usianya sudah ratusan
tahun masih tetap berdiri kokoh. Karena kekaguman
Syeh Abdurrahman kepada masjid tersebut sehingga
masjid terasa kurang bagus berada didaerah tersebut
sehingga masjid tersebut dipindahkan oleh Syeh
Abdurrahkman ketempat yang lebih bagus dan layak.
Secara administratif Masjid Kaliwulu terletak di Desa
Kaliwulu, Kecamatan Weru, Kabupaten Cirebon, namun
Kecamatan Weru lebih dikenal oleh masyarakat setempat
dengan nama Plered. Hal ini disebabkan pada tahun 2006
Kecamatan Plered dibagi menjadi dua kecamatan, yang
saat ini adalah Kecamatan Weru dan Kecamatan Plered.
Kecamatan Weru terletak di sebelah selatan kecamatan
Plered lama, sedangkan Kecamatan Plered yang baru
terletak di sebelah utara kecamatan Plered lama.
Lokasi Masjid Kaliwulu bagian selatan berbatasan
dengan perumahan penduduk, bagian utara berbatasan
dengan perkebunan dan ladang sawah, bagian timur
berbatasan dengan perkebunan pisang, dan bagian barat
berbetasan dengan jalan umum, pohon beringin, dan
ruamah penduduk. Lingkungan sekitar masjid gersang
tidak terdapat pepohonan yang rindang, hanya terdapat
satu atau dua pohon, salah satunya adalah pohon beringin
yang menurut cerita masyarakat setempat berasal dari
tongkat Syeh Abdurrahkman. Pohon beringin tersebut
terletak di sebelah barat Masjid Kaliwulu. Makam yang
terletak di sekitar pohon beringin terlihat berantakan dan
tidak teratur, kuburannya pun tidak dirawat, hanya di
letakkan begitu saja tanpa adanya pembatas antara jalan
umum dengan kuburan, antara kuburan dengan kuburuan
lain, dan bentuk kuburan yang sudah beraturan.
Adapun pendeskripsian Masjid Kaliwulu secara umum
yang dimulain dari ruang utama bangunan masjid. Ruang
utama Masjid Kaliwulu terletak di bagian depan komplek
masjid. Ruang utama memiliki denah persegi panjang
yang memanjang dari utara selatan yang memiliki luas
Masjid Kaliwulu..., Anto Sudharyanto, FIB UI, 2013
11,45 m x 7,26 m x 2,33 m, terbuat dari tumpukan batu
bata merah yang bahannya sama dengan bahan yang
digunakan pada tembok keliling. Pada ruang utama
terdapat mihrab, mimbar, tiang, dan juga atap. Selain itu
terdapat pintu dan jendela yang berjumlah 17 jendela dan
6 pintu yang terletak diseluruh dinding ruang utama.
Dinding pada ruang utama tidak berfungsi sebagai
penyangga atap tetapi berfungsi sebagai pembatas ruang.
Pintu utama ruang utama terletak di sebelah timur ruang
utama yang terdiri dari tiga pintu. ketiga pintu tersebut
merupakan pintu utama yang dipergunakan untuk masuk
kedalam ruang utama. Pintu yang terdapat di tengah
dinding timur ruang utama ukurannya lebih besar
dibandingkan dengan dua pintu lainya. Pintu pada
dinding timur ruang utama seluruhnya terbuat dari kayu.
Pintu yang berada di sisi selatan dan utara memiliki satu
daun pintu sedangkan pintu utama memiliki dua daun
pintu. Pada pintu utama terdapat hiasan di bagian atas
berupa hiasan geometris yang bermotif garis zig-zag
yang membentuk segitiga yang dipahat di atas kayu.
Pintu utama yang terletak di tengah dinding timur ruang
utama memiliki panjang 1,1 m dengan tinggi 1,71 m
adapun dua pintu yang terdapat pada sisi kiri dan kanan
tembok memiliki panjang 48 cm dan tinggi 1,26 m untuk
pintu sisi kiri sedangkan pintu sisi kanan memiliki
panjang 49 cm dan tinggi 1,2 m. Ketiga pintu tersebut
menghubungkan ruangan utama masjid dengan ruangan
serambi. Pada dinding timur ruang utama selain terdapat
pintu terdapat juga hiasan yang berupa keramik tempel
dan juga hiasan kaligarfi arab.
Pada Masjid Kaliwulu terdapat 20 tiang. Pada ruang
utama Masjid Kaliwulu terdapat empat tiang utama yaitu
yang disebut soko guru yang berfungsi sebagai tiang
utama penyangga atap. Tiang saka guru terbuat dari kayu
yang memiliki bentuk bulat panjang seperti tabung.
Keempat saka guru tersebut mempunyai ukuran yang
lebih besar dan lebih tinggi dibandingkan 12 tiang yang
berfungsi sebagai penyangga rangka masjid. Tiang
penyangga rangka yang berjumlah 12 memiliki bentuk
dan bahan yang sama seperti saka guru, tetapi bentuknya
lebih ramping dan lebih pendek. Ukuran saka guru
berdiameter 81 cm, sedangkan tiang penyangga rangka
masjid berdiameter 76 cm. Setiap tiang yang ada pada
ruang utama berdiri di atas umpak.
Umpak merupakan alas tiang yang bisanya terbuat dari
batu alam. Fungsi umpak selain sebagai penyangga tiang
juga sebagai pelindung dari kelembaban tanah dan dari
bahaya gempa. Umpak yang digunakan pada Masjid
Kaliwulu merupakan umpak dari bahan batu dan
berbentuk bulat yang dibawahnya rata tanpa ada hiasan
seperti batu alam asli. Ruang utama masjid memiliki 20
umpak, empat umpak yang digunakan pada tiang
penyangga teras masjid berdiameter 1,27 m, 12 umpak
yang digunakan pada tiang penyangga rangka masjid
berdiameter 1,30 m, dan terakhir 4 umpak yang
digunakan pada saka guru berdiameter 1,53 m.
Selain tiang yang berfungsi sebagai panyangga atap dan
rangka masjid, Masjid Kaliwulu memiliki tiang yang
bercabang tiga dan merupakan salah keunikan dari
bangunan masjid ini. Tiang bercabang tiga tersebut
terletak di sebelah utara mimbar dan diapit oleh dua tiang
penyangga rangka masjid. Material yang digunakan
untuk membuat tiang tersebut adalah kayu yang
berwarna coklat. Diseluruh badan tiang terdapat hiasan
yang berupa sulur-sulur, dedaunan, dan bunga. Selain itu
terdapat plat kayu yang digantung pada tiang tersebut dan
memiliki hiasan berupa tulisan Arab. Tiang bercabang
tiga memiliki panjang 1,86 m dan lebar 1,83 m. Umpak
yang terdapat pada tiang bercabang tiga sama dengan
umpak tiang-tiang yang terdapat pada ruang utama.
Diameter umpak pada tiang bercabang tiga adalah 1,36
m.
Bentuk atap ruang utama Masjid Kaliwulu adalah berupa
atap tajug dan bertingkat dua. Bahan yang digunakan
pada atap ruang utama berupa genteng yang terbuat dari
tanah liat dan berwarna gelap. Pada bagian tingkat atap
terdapat pemisah antara atap bagian bawah dengan atap
bagian atas. Bagian pemisah ini terbuat dari papan kayu
yang berbentuk persegi dimana tiap sisi pemisah
memiliki tiga persegi, sehingga terdapat 12 persegi yang
terbuat dari papan kayu yang digunakan sebagai pemisah.
Pada atap ruang utama terdapat momolo.
Mihrab pada Masjid Kaliwulu terletak di dinding barat
dan berhadapan langsung dengan pintu masuk utama
yang berada di tengah- tengah dinding timur ruang utana.
Pada mihrab Masjid Kaliwulu tidak terdapat relung yang
berfungsi sebagai ventilasi. Mihrab tersebut hanya
berupa ruangan kosong yang dicat putih dan polos tanpa
adanya ventilasi atau lubang angin. Bentuk dari mihrab
yaitu pada bagian depan mihrab berbentuk melengkung
yang diapit oleh pilaster, bagian dalam mihrab atau
denah mihrab berbentuk persegi dengan ketinggian pada
ruangan mihrab semakin ke dalam semakin menurun, dan
ruangan mihrab tidak memiliki hiasan. Ruangan mihrab
memiliki panjang 1,18 m, lebar 1,14 m, tinggi pertama
1,88 m, dan tinggi kedua 1,49 m. Pada ruangan mihrab
hanya terdapat kabel dan pengeras suara dan lampu
gantung pada bagian tengah. Bagian depan mihrab
terdapat mimbar yang berbentuk kursi besar yang terbuat
dari kayu dan memiliki tiga anak tangga. Pada mimbar
terdapat juga tongkat yang terbuat dari besi pada ujung
tongkat sedangkan badan tongkat terbuat dari kayu.
Masjid Kaliwulu..., Anto Sudharyanto, FIB UI, 2013
Serambi pada Masjid Kaliwulu terdapat tiga serambi
yang terlatak di timur ruang utama dan utara dan selatan.
Serambi pada Masjid Kaliwulu memiliki atap dan tiang
masing-masing pada setiap serambi. Serambi yang
terletak di timur memiliki betuk tersendiri dibandingkan
dengan serambi yang terletak di selatan dan utara.
Serambi yang di timur memiliki ruangan yang dibatasi
oleh tembok dan memiliki jendela dan pintu. Sedangkan
serambi yang terletak di selatan dan utara tidak dibatasi
tembok dan tidak memiliki jendela dan pintu. Bentuk
tiang pada serambi yang terletak di timur berbentuk bulat
dan tidak menyangga atap sedangkan tiang serambi yang
berada di selatan dan utara berbentuk persegi dan
memiliki umpak dan berfungsi sebagai penyangga atap. Bagian atap serambi merupakan satu-satunya bagian
yang memiliki kesamaan karena memiliki jenis atap tajuk
dan momolo pada puncak masing-masing serambi
Keunikan lain dari Masjid Kaliwulu yaitu memiliki
ruangan pawestren yang khusus. Ruangan pawestren ini
berdiri sendiri tidak menyatu dengan ruang utama,
memiliki atap sendiri yang tidak menyatu dengan ruang
utama, memiliki pintu dan jendela, memiliki tiang, dan
atap. Tiang pada ruang pawestren memiliki fungsi yang
sama dengan tiang pada ruang utama yaitu berfungsi
sebagai penyangga atap jadi dinding hanya berfungsi
sebagai pembatas ruangan. Atap pada ruang pawestren
memiliki jenis atap masjidan yang tidak bertingkat dan
pada puncak atap terdapat momolo. Ruang pawestren
pada masjid Kaliwulu bisa dibilang hampir seperti
langgar atau mushola yang terdapat pada desa-desa kecil
pada umumnya.
Bangunan Masjid Kaliwulu dikelilingi oleh tembok yang
terbuat dari batu bata merah. Tembok tersebut berbentuk
persegi panjang dan mengelilingi masjid. Tembok
keliling diletakkan dengan cara ditempelkan tanpa
mengunakan bahan perakat mengunakan sistim gosok
untuk merekatnya, oleh karena itu batu bata pada tembok
bisa terlepas dengan mudah. Pada dinding tembok
keliling Masjid Kaliwulu terdapat hiasan geometris.
Hiasan tersebut berbentuk seperti atap dan terdapat pula
hiasan candi laras. Kedua jenis hiasan tersebut disusun
dari batu bata merah yang bahannya sama dengan bahan
yang digunakan pada tembok keliling. Hiasan geometris
yang berbentuk seperti atap disusun dengan melebar pada
bagian bawah dan semakin mengecil di bagian atasnya.
Hiasan geometris yang berbentuk candi laras disusun
berbentuk persegi pada bagian bawah kemudian pada
bagain atasnya terdapat tiga bagian, yaitu bagian bawah,
bagian tengah, dan bagian atas. Pada bagian bawah
disusun mengecil semakin ke atas semakin melebar
hingga ke bagian tengah yang berbentuk persegi
kemudian ke bagian atas disusun melebar pada bagian
bawah lalu mengecil pada bagian atasnya. Hiasan candi
laras berjumlah 10 hiasan.
Di ujung tembok yang mengelilingi masjid terdapat dua
buah pintu gerbang yang berjenis gapura paduraksa.
Pada hari biasa hanya satu pintu yang dibuka yaitu pintu
sebelah utara, namun pada saat sholat Jum’at dan sholat
Hari Raya kedua pintu dibuka secara bersamaan. Pintu
gerbang pada tembok keliling Masjid Kaliwulu memiliki
panjang 1,6 m dengan lebar 1,32 m, sedangkan daun
pintunya memiliki panjang 1,5 m dengan lebar 60 cm
untuk satu daun pintu dan ukuran masing-masing daun
pintu memiliki ukuran yang sama dan pintu memiliki
bentuk persegi panjang.
Gambar Denah Masjid Kaliwulu
Keterangan:
1. Ruang Utama 6. Tempat Wudhu
2. Ruang Pawestren 7. Makam
3. Serambi 1 8. Tembok Keliling
4. Serambi 2 Mihrab Sumur
5. Serambi 3 Bedug Kentongan
Foto Masjid Kaliwulu
Masjid Kaliwulu..., Anto Sudharyanto, FIB UI, 2013
Analisis terhadap unsur-unsur bangunan Masjid
Kaliwulu yang dibandingkan dengan Masjid Agung Sang
Cipta Rasa dan Masjid Panjunan yaitu denah dan pondasi
masjid, mihrab masjid, mimbar masjid, tiang dan umpak
masjid, atap dan momolo masjid, pawestren masjid,
serambi masjid, dan yang terakhir tembok keliling pada
masjid.
Dilihat dari bentuk denah dan pondasi Masjid Kaliwulu
memiliki bentuk denah persegi panjang yang memanjang
ke arah utara-selatan serta memiliki pondasi masif,
kemudian dibandingkan Masjid Agung Sang Cipta yang
memiliki denah persegi panjang yang memanjang dari
utara-selatan dengan pondasi masif (Wulan, 1987).
Masjid Panjunan memiliki bentuk denah persegi empat
atau bujur sangkar dengan pondasi masif (Brakel, 1982:
122). Dapat dilihat dari bentuk denah Masjid Kaliwulu
memiliki kesamaan dengan Masjid Agung Sang Cipta
Rasa yaitu memiliki denah berbentuk persegi panjang
yang memanjang ke arah utara-selatan, tetapi memiliki
luas yang berbeda karena Masjid Agung Sang Cipta Rasa
memiliki luas denah yang lebih luas dibandingkan luas
denah Masjid Kaliwulu. Sedangkan denah Masjid
Panjunan berbentuk persegi berbeda dengan denah
Masjid Kaliwulu yang berbntuk persegi panjang, dilihat
dari luasnya Masjid Panjunan masih lebih luas dari
Masjid Kaliwulu. Hal ini disebabkan karena Masjid
Kaliwulu merupakan masjid desa yang memiliki jumlah
umat lebih sedikit dibandingkan dengan Masjid Panjunan
yang merupakan masjid kota yang memiliki jumlah umat
yang lebih banyak.
Secara keseluruhan luas denah Masjid Kaliwulu
memiliki ukuran denah yang paling kecil dibandingkan
dengan kedua bangunan masjid pembandingnya. Dilihat
dari pondasi Masjid Kaliwulu memiliki kesamaan dengan
pondasi Masjid Agung Sang Cipta Rasa dan Masjid
Panjunan yaitu memiliki pondasi masif. Tetapi ketiga
masjid tersebut tidak dapat dilihat lagi pondasinya. Pada
umumnya bangunan masjid di Jawa dibangun di atas
pondasi yang masif dan pejal yang ditafsirkan sebagai
wujud survival unsur bangunan pra islam yaitu batur
bangunan candi sedangkan bangunan masjid di
Kalimantan dan Sulawesi di bangun menggunakan
pondasi kolong (Haris, 2010: 295). Jika dilihat pada
denah, denah Masjid Kaliwulu memiliki kesamaan
dengan denah Masjid Agung Sang Cipta Rasa yang
berbentuk persegi panjang yang memanjang ke arah utara
dan selatan sedangkan dalam pada pondasi ketiga masjid
memiliki pondasi yang sama yaitu pondasi masif.
Mihrab pada Masjid Kaliwulu memiliki bentuk ruang
persegi sehingga atapnya miring, bagian depan mihrab
membentuk relung yang diapit oleh pilaster yang hampir
sama dengan mihrab Masjid Agung Sang Cipta Rasa dan
Masjid Panjunan tetapi memiliki jenis hiasan motif yang
berbeda. Bentuk mihrab Masjid Agung Sang Cipta
berbentuk setengah kapsul, Masjid Panjunan berbentuk
kubah tong, dan Masjid Kaliwulu berbentuk persegi,
mihrab Masjid Kaliwulu memiliki bentuk yang hampir
sama dengan mihrab Masjid Panjunan karena bentuk
mihrab Masjid Kaliwulu berbentuk persegi hampir mirip
dengan bentuk kubah tong bentuk mihrab Masjid
Panjunan, meskipun bagian atap mihrab Masjid Kaliwulu
tidak melengkung. Sedangkan motif hias mihrab Masjid
Kaliwulu jelas berbeda dengan kedua bangunan masjid
karena pada mihrab Masjid Kaliwulu tidak memiliki
motif hias sedangkan Masjid Agung Sang Cipta Rasa
memiliki motif hias tumbuhan yang membentuk sulur-
suluran, motif hias bunga yang belum mekar dan bunga
matahari, dan motif hias bara api. Sedangkan Masjid
Panjunan memiliki hiasain motif bunga teratai pada
bagian ujung pilaster. Kesamaan mihrab ketiga masjid
terletak pada letak mihrab yang diapit oleh pilaster.
Berdasarkan hasil analisis bentuk mihrab Masjid
Kaliwulu memiliki kesamaan dengan bentuk mihrab
Masjid Panjunan meskipun mihrab Masjid Panjunan
memiliki hiasan dan atapnya melengkung tidak seperti
atap mihrab Masjid Kaliwulu yang datar dan menurun.
Mimbar pada Masjid Kaliwulu terbuat dari kayu yang
letaknya di sebelah kanan mihrab. Bentuk lengan pada
mimbar berbentuk melengkung tetapi tidak memiliki
hiasan dedaunan atau seroja dan bagian kaki depan
mimbar lebih panjang dari kaki belakang mimbar sesuai
dengan ciri-ciri yang dikemukan oleh Hasan M Amabry.
Pada mimbar terdapat hiasan yang berupa gambar
tumbuh-tumbuhan dan bunga-bungaan. Mimbar Masjid
Kaliwulu juga memiliki tongkat yang terbuat dari kayu,
pada ujung atas tongkat meruncing, dan bagian bawah
tongkat terbuat dari kayu yang dilapisi besi dan memiliki
tiga anak tangga sesuai dengan pendapat yang
disampaikan oleh Pijper. Hiasan yang terdapat pada
mimbar Masjid Kaliwulu memiliki motif yaitu motif
ragam hias tumbuhan Cirebon yang di dalam terdapat
sulur-suluran, daun-daunan, dan bunga melati yang
terdapat pada bagian punggung, bagian kaki, dan bagian
atap mimbar (Toekio, 2000).
Mimbar pada Masjid Kaliwulu memiliki bahan yang
sama dengan mimbar Masjid Agung Sang Cipta Rasa dan
Masjid Panjunan, ketiganya memiliki model dan bentuk
yang sama yaitu berbentuk persegi panjang dengan
model kursi, memiliki tiga anak tangga, memiliki model
atap yang sama, dan terletak di bagian kanan mihrab.
Perbedaan ketiga mimbar hanya terlihat pada hiasan yang
terdapat pada mimbar. Mimbar Masjid Agung Sang Cipta
Rasa memiliki hiasan yang lebih detail dan banyak
Masjid Kaliwulu..., Anto Sudharyanto, FIB UI, 2013
dibandingkan dengan mimbar pada Masjid Kaliwulu dan
Panjunan, hal ini disebabkan karena mimbar Masjid
Agung Sang Cipta Rasa merupakan mimbar masjid
kerajaan dan sebagai penanda kalau mimbar dengan
banyak hiasan dan detail merupakan masjid kerajaan,
namun jika dilihat dari jenis motif hiasnya Masjid
Kaliwulu dengan Masjid Agung Sang Cipta Rasa dan
Masjid Panjunan memiliki jenis hiasan yang sama yaitu
berbetuk hiasan sulur-suluran, tumbuhan, dan bunga
(Toekio, 2000). Berdasarkan analisis mimbar Masjid
Kaliwulu memiliki gaya yang sama dengan dua
bangunan masjid pembanding yaitu mimbar Masjid
Agung Sang Cipta Rasa dan Masjid Panjunan, meskipun
hiasan pada mimbar Masjid Agung Sang Cipta Rasa
lebih banyak dan lebih detail dibandingkan mimbar
Masjid Kaliwulu.
Tiang dan umpak pada bangunan Masjid Kaliwulu
memiliki bentuk yang sama dengan bentuk tiang dan
umpak pada Masjid Panjunan dan Masjid Agung Sang
Cipta Rasa. Bentuk tiang pada Masjid Kaliwulu
berbentuk bulat memanjang seperti tabung sama dengan
bentuk tiang pada Masjid Agung Sang Cipta Rasa dan
Masjid Panjunan. Sedangkan bentuk umpak pada Masjid
Kaliwulu berbetuk bulat melingkari tiang seperti melon
sama dengan bentuk umpak pada Masjid Agung Sang
Cipta Rasa dan Masjid Panjunan (Brakel, 1982: 126).
Tiang pada ruang utama Masjid Kaliwulu memiliki gaya
yang sama dengan tiang Masjid Agung Sang Cipta Rasa
dan Masjid Panjunan terlihat dari pemasangan soko guru
dan tiang Masjid Kaliwulu meliputi tiga sistem peletakan
yaitu tiang soko guru berhubungan dengan kerangka atap
(Ambary, 1998:196). Selain itu Masjid Kaliwulu juga
memiliki tiang yang bercabang tiga yang berbentuk
seperti “trisula”. Tiang ini terletak di sebelah utara dekat
mimbar dan tiang berdiri di atas umpak sama dengan
tiang utama dan tiang pendamping. Tiang bercabang tiga
memiliki hiasan berjenis sulur-suluran, bermotif hias
pajajaran, bermotif daun-daun, dan memiliki hiasan
berupa kaligrafi yang yang digantungkan dengan seutas
tali yang bertuliskan “bismillah hirroman nirrohim”
(Toekoi, 2000). Tiang bercabang tiga ini salah satu
keunikan yang ada di Masjid Kaliwulu.
Atap pada Masjid Kaliwulu memiliki bentuk atap tajug
dan bertingkat. Jenis tajug pada atap Masjid Kaliwulu
yaitu Tajug Lawakan Lambang Teplok dan bertingkat
dua. Tajug Lawakan Lambang Teplok merupakan atap
tajug yang dimana brujung secara langsung disanggah
oleh tiang utama, tajug ini lebih memungkingkan dibuat
dalam ukuran besar (Hamzuri, 1985: 46). Bentuk atap
Masjid Agung Sang Cipta Rasa berbentuk limasan dan
bertingkat tiga (Wulan, 1982). Bentuk atap Masjid
Panjunan berbentuk tajug dan bertingkat dua. Bedasarkan
data diatas didapatkan bahwa Masjid Kaliwulu memiliki
jenis atap dan jumlah tingkatan atap yang sama dengan
atap Masjid Panjunan sedangkan Masjid Agung Sang
Cipta Rasa memiliki jenis dan tingkatan atap yang
berbeda, hal ini mungkin disebabkan karena luasnya
Masjid Agung Sang Cipta Rasa dan sebagai simbol
masjid kerajaan yang ditunjukan oleh tingkatan atap.
Pada atap Masjid Kaliwulu dan atap Masjid Panjunan
pada bagian puncak terdapat sebuah hiasan yang disebut
momolo. Bentuk momolo Masjid Kaliwulu dengan
Bentuk momolo Masjid Panjunan memiliki bentuk yang
sama tetapi terbuat dari bahan yang berbeda, yaitu
momolo Masjid Panjunan terbuat dari perunggu
sedangkan momolo Masjid Kaliwulu memiliki bentuk
yang beragam dari bagian atas hingga bawah momolo
tetapi bagian atas momolo berbentuk bunga teratai dan
terbuat dari tanah bakar. Hasil analisis ini dapat
disimpulkan bahwa bentuk momolo Masjid Kaliwulu
mengikuti gaya momolo pada Masjid Panjunan. sedangkan pada Masjid agung Sang Cipta Rasa tidak
memiliki momolo karena pada tahun 1549 atap Masjid
Agung Sang Cipta Rasa mengalami kebakaran sehingga
atap awal masjid yang berjenis tajuk berubah menjadi
atap limasan dan momolo pun menghilang sehingga saat
ini atap Masjid Agung Sang Cipta Rasa tidak memiliki
momolo.
Masjid Kaliwulu memiliki bentuk dan gaya pawestren
yang berbeda dengan pawestren yang terdapat pada
Masjid Agung Sang Cipta Rasa dan juga pada Masjid
Panjunan. perbedaan bentuk dan gaya pawestren Masjid
Kaliwulu merupakan salah satu keunikan yang dimiliki
oleh Masjid Kaliwulu. Bedasarkan hasil analisis bisa
dikatakan ruang pawestren Masjid Kaliwulu memiliki
gaya bangunan yang sama dengan gaya bangunan ruang
utama. mungkin ruang pawestren ini lebih cocok disebut
surau atau langgar sesuai dengan bentuk atapnya menurut
Hamzuri, bentuk atap masjidan lawakan merupakan atap
yang dipergunakan pada langgar atau surau.
Jika dibandingkan dengan pawestren yang ada pada
Masjid Agung Sang Cipta Rasa pawestren terletak di
serambi selatan yang dibatasi oleh dinding selatan ruang
utama sehingga hanya membatasi ruang utama dengan
serambi saja sedangkan batas dengan serambi lain
dibatasi oleh papan kayu dan selembar kain sedangkan
pawestren Masjid Panjunan berdasarkan denah masjid
yang digambarkan Brakel posisi pawestren terletak
disebelah selatan ruangan utama dan dibatasi oleh
tembok masif dan memiliki dua pintu yang
menghubungkan ruang pawestren dengan gudang dan
ruang utama tetapi masih satu atap dengan ruang utama.
Masjid Kaliwulu..., Anto Sudharyanto, FIB UI, 2013
Dapat disimpulkan bahwa ruang pawestren pada Masjid
Kaliwulu memiliki gaya bangunan tersendiri yang lebih
seperti bangunan surau atau langgar berbeda dengan gaya
bangunan pawestren yang terdapat pada Masjid Agung
Sang Cipta Rasa dan Masjid Panjunan yang terlihat
menyatu dengan ruang utama dan tampak sederhana
meskipun ruang pawestren Masjid Panjunan sama-sama
dibatasi oleh tembok masif dan memiliki pintu
penghubung.
Serambi Masjid Kaliwulu terdapat tiga serambi yang
berjenis serambi terbuka dan tertutup. Serambi terbuka
terletak di sebelah utara dan selatan serambi tertutup,
sedangkan serambi tertutup terletak di sebelah timur
ruang utama. Serambi yang berjenis terbuka memiliki
tiang yang berfungsi sebagai penyangga atap. Bentuk
tiang pada serambi terbuka berbentuk persegi dan
umpaknya berbentuk seperti piramid terpancung. Atap
pada serambi terbuka memiliki jenis atap tajuk dan
memiliki momolo. Sedangkan serambi yang tertutup
dikelilingi oleh tembok yang sebagai pembatas dan
terdapat jendela dan pintu sebagai penghubung. Pada
serambi tertutup terdapat tiang tetapi tiang tidak
berfungsi sebagai penyangga atap dan bentuk tiang bulat
dan tidak memiliki umpak. Atap pada serambi tertutup
berjenis atap tajuk dengan momolo pada bagian
puncaknya. Berdasarkan penjelasan diatas bahwa letak
serambi Masjid Kaliwulu memiliki kesamaan dengan
Masjid Agung Sang Cipta Rasa dan Masjid Panjunan
yang terletak disebelah timur, selatan, dan utara ruang
utama. Jenis serambi pada Masjid Kaliwulu memiliki
kesamaan dengan jenis serambi pada Masjid Agung Sang
Cipta Rasa dan Masjid Panjunan. Serambi yang terletak
pada bagian selatan dan utara Masjid Kaliwulu memiliki
jenis serambi terbuka seperti serambi Masjid Agung
Sang Cipta Rasa, sedangkan serambi yang terletak di
bagian timur Masjid Kaliwulu memiliki jenis tertutup
sama dengan jenis serambi pada Masjid Panjunan tetapi
bedanya serambi Masjid Kaliwulu dibatasi oleh tembok
yang terdapat jendela dan pintu sedangkan serambi
Masjid Panjunan dibatasi oleh tembok yang dihiasi oleh
keramik tempel.
Bentuk tiang serambi Masjid Kaliwulu memiliki
kesamaan dengan tiang serambi Masjid Panjunan
sedangkan dengan tiang serambi Masjid Agung Sang
Cipta Rasa memiliki kesamaan pada bagian serambi
bagian paling timur dekat pintu gerbang. Sedangkan
bentuk atap serambi Masjid Kaliwulu berbeda dengan
bentuk atap serambi kedua masjid. Serambi Masjid
Kaliwulu berbentuk tajug yang bertingkat sedangkan
bentuk atap serambi Masjid Panjunan dan Masjid Agung
Sang Cipta berbentuk limasan dan hanya serambi Masjid
Kaliwulu saja yang atap serambinya memiliki momolo.
Bedasarkan hasil analisis ini serambi Masjid Kaliwulu
tidak mengikuti gaya bangunan serambi Masjid Agung
Sang Cipta Rasa dan Masjid Panjunan karena banyaknya
perbedaan antara ketiga serambi masjid.
Masjid Kaliwulu memiliki tembok keliling yang
mengelilingi masjid. Tembok tidak terlalu tinggi yang
terbuat dari batu bata merah. Pada tembok keliling
terdapat pintu gerbang yang berbentuk gapura paduraksa
dan memiliki hiasan candi laras. Tembok keliling Masjid
Kaliwulu sesuai dengan gaya seni bangunan Hindu yang
telah dijelaskan pada paragraph sebelumnya karena
memiliki gapura paduraksa dan memiliki hiasan candi
laras.
Tembok keliling Masjid Kaliwulu memiliki persamaan
dengan tembok keliling Masjid Agung Sang Cipta Rasa.
Persamaan terlihat pada pintu gerbang tembok keliling
yang berjenis gapura paduraksa dan terlihat pada bentuk
hiasan candi laras memiliki bentuk yang hampir sama,
tetapi pada tembok keliling Masjid Agung Sang Cipta
Rasa memiliki hiasan karawang atau hiasan timbul
sedangkan tembok Masjid Kaliwulu tidak memiliki
hiasan. Sedangkan tembok keliling Masjid Panjunan
memiliki gapura candi bentar, tembok keliling memiliki
hiasan kerawang, dan bentuk candi laras yang berbeda
dengan bentuk candi lara tembok keliling Masjid
Kaliwulu dan Masjid Agung Sang Cipta Rasa.
Bedasarkan hasil perbandingan tembok Masjid Kaliwulu
memiliki gaya bangunan tembok yang sama dengan gaya
bangunan tembok Masjd Agung Sang Cipta Rasa.
Dari hasil analisis bangunan masjid dan juga
perbandingan bangunan masjid didapatkan beberapa data
mengenai Masjid Kaliwulu, Masjid Agung Sang Cipta
Rasa, dan Masjid Panjunan sebagai data perbandingan
yaitu:
1. Denah Masjid Kaliwulu memiliki kesamaan bentuk
dengan Masjid Agung Sang Cipta Rasa yaitu
berbentuk persegi panjang yang memanjang ke arah
utara selatan dengan ukuran denah Masjid Kaliwulu
11,45 x 7,26 M dan ukuran denah Masjid Agung
Sang Cipta Rasa 17,8 x 13,3 M. Sedangkan dengan
Masjid Panjunan berbeda karena Masjid Panjunan
memiliki bentuk persegi empat dengan ukuran denah
9 x 9 M.
2. Masjid Kaliwulu memiliki kesamaan pondasi dengan
pondasi Masjid Agung Sang Cipta Rasa dan Masjid
Panjunan yaitu pondasi masif.
3. Ruang utama Masjid Kaliwulu secara umum
memiliki kesamaan dengan ruang utama Masjid
Agung Sang Cipta Rasa dan Masjid Panjunan yang
Masjid Kaliwulu..., Anto Sudharyanto, FIB UI, 2013
memiliki mihrab, mimbar, tiang, umpak, pintu
masuk, dan atap.
4. Dinding timur ruang utama Masjid Kaliwulu
memiliki kesamaan dengan dinding timur ruang
utama Masjid Panjunan, tetapi terdapat perbedaan
pada hiasan geometris dan hiasan keramik tempel.
Sedangkan dengan dinding timur Masjid Agung
Sang Cipta Rasa tidak memiliki kesamaan.
5. Dinding barat, selatan, dan utara ruang utama Masjid
Kaliwulu tidak memiliki kesamaan dengan Masjid
Agung Sang Cipta Rasa dan Panjunan.
6. Lantai pada Masjid Kaliwulu berbeda dengan lantai
Masjid Agung Sang Cipta Rasa dan Masjid
Panjunan. Pada Masjid Kaliwulu lantai sudah diganti
dengan lantai keramik sedangkan lantai pada Masjid
Agung Sang Cipta Rasa dan Masjid Panjunan masih
menggunakan lantai terakota.
7. Pintu masuk ruang utama ketiga masjid yaitu Masjid
Kaliwulu, Masjid Panjunan, dan Masjid Agung Sang
Cipta Rasa memiliki bentuk bentuk yang berbeda-
beda.
8. Masjid Kaliwulu memiliki jendela dan tidak
memiliki lubang angin sedangkan Masjid Agung
Sang Cipta Rasa dan Masjid Panjunan memiliki
lubang angina dan tidak memiliki jendela.
9. Mihrab pada Masjid Kaliwulu memiliki bentuk yang
sama dengan mihrab Masjid Panjunan. Sedangkan
dengan mihrab Masjid Agung Sang Cipta Rasa
memiliki bentuk yang berbeda.
10. Mimbar pada Masjid Kaliwulu memiliki bentuk dan
hiasan yang sama yaitu hiasan berupa sulur-suluran,
hiasan tumbuhan, dan hiasan bunga dengan mimbar
pada Masjid Agung Sang Cipta Rasa dan Masjid
Panjunan.
11. Bentuk tiang dan umpak Masjid Kaliwulu memiliki
kesamaan dengan bentuk tiang dan umpak pada
Masjid Agung Sang Cipta Rasa dan Masjid
Panjunan.
12. Pada Masjid Kaliwulu terdapat tiang bercabang tiga
yang terletak di ruang utama sebelah mimbar. Tiang
bercabang tiga ini pada masjid kuno di Cirebon yaitu
Masjid Panjunan dan Masjid Agung Sang Cipta Rasa
tidak terdapat tiang bercabang tiga. Tiang bercabang
tiga yang dimiliki oleh Masjid Kaliwulu juga
dimiliki oleh Keraton Kesepuhan yang terletak pada
ruang pengajian kraton yaitu Langgar Alit, tetapi
jumlah cabang yan dimiliki tiang di ruang langgar
alit berjumlah lima yang melambangkan rukun
Islam. Jenis dan bentuk tiang yang bercabang yang
terdapat pada Masjid Kaliwulu dan Kraton
Kesepuhan tidak memiliki kesamaan. Tiang
bercabang ini memiliki bentuk dan hiasan tersendiri.
13. Atap Masjid Kaliwulu memiliki jenis yang sama
dengan jenis atap Masjid Panjunan, sedangkan
dengan atap Masjid Agung Sang Cipta Rasa
memiliki jenis yang berbeda. Masjid Kaliwulu dan
Masjid Panjunan pada ujung atapnya memiliki
momolo.
14. Pawestren pada Masjid Kaliwulu memiliki gaya
bangunan tersendiri berbeda dengan pawestren yang
terdapat pada Masjid Agung Sang Cipta Rasa dan
Masjid Panjunan.
15. Masjid Kaliwulu memiliki tiga serambi yaitu;
serambi timur, serambi utara, dan serambi selatan.
Serambi utara dan selatan memiliki jenis serambi
dan jenis tiang yang sama dengan serambi Masjid
Agung Sang Cipta Rasa. Sedangkan serambi timur
berbeda dengan serambi Masjid Agung Sang Cipta
Rasa dan Masjid Panjunan, tetapi memiliki jenis
serambi yang sama dengan jenis serambi Masjid
Panjunan.
16. Tembok keliling pada Masjid Kaliwulu memiliki
gaya tembok dan hiasan yang sama dengan gaya
tembok keliling pada Masjid Agung Sang Cipta Rasa
dan Masjid Panjunan. Tetapi gapura Masjid
Kaliwulu memiliki bentuk yang berbeda dengan
bentuk gapura pada Masjid Agung Sang Cipta Rasa
dan juga Masjid Panjunan.
17. Tempat wudhu pada Masjid Kaliwulu pada masa
lalu memiliki kesamaan dengan tempat wudhu
Masjid Panjunan yang menggunakan sumur
sedangkan Masjid Agung Sang Cipta Rasa
menggunakan kolam atau bejana untuk mengambil
air wudhu, sedangkan sekarang ketiga masjid
menggunakan keran air untuk berwudhu.
18. Hanya Masjid Kaliwulu yang memiliki makam
khusus yang terletak didalam lingkungan masjid.
Sedangkan pada Masjid Agung Sang Cipta Rasa
hanya terdapat makam umum dan pada Masjid
Panjunan terdapat makam, tetapi makam pada
Masjid Panjunan masih meragukan dan masih
menjadi teka- teki para ahli. Berdasarkan pion-poin diatas perbandingan antara
Masjid Kaliwulu dengan Masjid Agung Sang Cipta
Rasa dan Masjid Panjunan maka dapat dilihat lebih
jelas pada tabel berikut.
Tabel Perbandingan Masjid Kaliwulu dengan Masjid
Agung Sang Cipta Rasa dan Masjid Panjunan.
Kompo-
nen
Masjid
Masjid
Masjid
Kaliwulu
Masjid
Agung
Sang Cipta
Masjid
Panjunan
Masjid Kaliwulu..., Anto Sudharyanto, FIB UI, 2013
Rasa
Denah Persegi
Panjang
Persegi
Panjang
Persegi
Pondasi Padat
Masif
Padat
Masif
Padat
Masif
Ruang
Utama
Bentuk Persegi
Panjang
Persegi
Panjang
Persegi
Bahan Batu Bata Batu Bata Batu Bata
Fungsi Sebagai
Pembatas
antar
Ruang
Sebagai
Pembatas
antar
Ruang
Sebagai
Pembatas
antar
Ruang
Pintu 6 9 2
Jendela Jendela Lubang
Angin
Lubang
Angin
Mihrab
Bentuk Persegi
dengan
Atap
menurun
Setengah
Kapsul
Kubah
Tong
Ukuran 1,18 x 1,14
m
1,35 m x 98
cm
8,48 x 8,48
m
Hiasan Tidak Ada Ada Ada
Mimbar
Bentuk Kursi Besar Kursi Besar Kursi Besar
Bahan Kayu Kayu Kayu
Hiasan sulur-
suluran,
bunga,
tumbuha
cirebon
rantai,
bunga
melati,
sulur-
suluran
sulur-
suluran,
bunga,
tumbuhan
Tiang
Bahan Kayu Kayu Jati Kayu Jati
Bentuk Bulat
Memanjang
Bulat
Memanjang
Bulat
Memanjang
Umpak Batu Kali Semen Semen
Jumlah 20 30 18
Atap
Bentuk Tajuk Limasan Tajuk
Tingkat 2 3 2
Momolo Ada Tidak Ada Ada
Pawestren
Keletakan Sebelah
Selatan
Ruang
Utama
Sebelah
Selatan
Ruang
Utama
Sebelah
Selatan
Ruang
Utama
Denah Persegi
Panjang
Persegi
Panjang
Persegi
Panjang
Pintu 3 Tidak Ada 2
Jendela 17 Tidak Ada Tidak Ada
Atap Masjidan Limasan Tajuk
Masjid Kaliwulu..., Anto Sudharyanto, FIB UI, 2013
Tiang 8 4 Tidak Ada
Jenis Bangunan
Permanent
Bangunan
Tidak
Permanent
Bangunan
Permanent
Serambi
Jenis Terbuka
dan
Tertutup
Terbuka Tertutup
Pintu 3 Tidak Ada Tidak Ada
Jendela 12 Tidak Ada Tidak Ada
Tiang 38 > 50 6
Atap Tajuk Limasan Tajuk
Tembok
Keliling
Gapura Padureksa Padureksa Candi
Bentar
Pintu 2 6 1
Candi
Laras
Ada Ada Ada
Hiasan Tidak Ada Hiasan
Karawang
Hiasan
Karawang
Makam Makam
Khusus
Makam
Umum
Tidak Ada
Makam
Tempat
Wudhu
Sumur Kolam Sumur
Kesimpulan
Kesimpulan yang didapatkan berdasarkan hasil dari
analisis perbandingan Masjid Kaliwulu dengan Masjid
Agung Sang Cipta Rasa dan Masjid Panjunan bahwa
gaya bangunan Masjid Kaliwulu memiliki kesamaan
gaya bangunan dengan kedua bangunan masjid tersebut.
Berdasarkan banyaknya kesamaan gaya bangunan yang
terdapat pada Masjid Kaliwulu dengan Masjid Agung
Sang Cipta Rasa dan Masjid Panjunan. Jika dilihat lebih
detail Masjid Kaliwulu lebih mirip dengan Masjid
Panjunan, hal ini terlihat dari kesamaan bentuk mihrab,
gaya pintu utama, gaya dinding bagian timur ruang
utama, dan memiliki jenis atap yang sama yaitu berjenis
atap tajuk yang memiliki momolo diatas. Hal ini
disebabkan karena jumlah jemaah yang tidak
mengharuskan kedua bangunan masjid berukuran besar
dan megah. Walaupun Masjid Panjunan berada dalam
lingkup keraton tetapi letaknya yang cukup jauh dari
keraton yang membuat Masjid Panjunan tidak harus
dibangunan megah layaknya bangunan masjid yang
posisinya lebih dekat dengan keraton.
Sedangkan Masjid Kaliwulu dengan Masjid Agung
Agung Sang Cipta Rasa memiliki lebih banyak
perbedaan dari pada persamaan terhadap gaya bangunan.
Perbedaan yang terlihat jelas yaitu luas bangunan dan
juga kemegahan bangunan Masjid Agung Sang Cipta
Rasa sedangkan pada Masjid Kaliwulu faktor-faktor
tersebut terlihat lebih sederhana. Perbedaan ini
disebabkan karena letak Masjid Agung Sang Cipta Rasa
yang berada tepat disebelah keraton. Berdasarkan
letaknya Masjid Agung Sang Cipta Rasa dapat
diasumsikan bahwa jemaah yang menggunakan
bangunan masjid ini merupaka warga sekitar keraton dan
penghuni keraton dengan begitu pengaruh keraton sangat
kuat dan dibutuhkan luas bangunan masjid yang besar
terhadap Masjid Agung Sang Cipta Rasa. Walaupun
banyak perbedaan antara Masjid Kaliwulu dengan Masjid
Agung Sang Cipta Rasa tetapi pesamaan kedua masjid
juga terdapat seperti denah, pondasi, tembok keliling,
hiasan berupa candi laras, pola ruang utama, bentuk
tiang, dan dinding pada ruang utama tidak berfungsi
sebagai penyangga atap tetapi berfungsi sebagai
pembatas ruang. Persamaan ini menunjukan bahwa
Masjid Agung Sang Cipta Rasa sebagai masjid keraton
dijadikan panutan dalam pembangunan masjid bagi
masjid-masjid lain termasuk Masjid Kaliwulu yang
letaknya di luar lingkup keraton.
Adanya perbedaan dan persamaan antara Masjid
Kaliwulu dengan Masjid Agung Sang Cipta Rasa dan
Masjid Panjunan menunjukan bahwa secara umum gaya
bangunan masjid –masjid tersebut baik yamg berada di
lingkup keraton maupun di luar lingkup keraton memiliki
gaya bangunan yang hampir sama. Persamaan
disebabkan bangunan masjid, dalam hal ini Masjid
Agung Sang Cipta Rasa yang bereda di lingkup keraton
Masjid Kaliwulu..., Anto Sudharyanto, FIB UI, 2013
dijadikan panutan dan tolak ukur dalam pembangunan
bangunan masjid baik di dalam maupun di luar linkup
keraton. Hal-hal yang sering diikuti dan dijadika patokan
dalam pembuatan masid yaitu denah, pondasi, atap,
mihrab, mimbar, dan juga tembok keliling yang
merupakan unsur pokok pada bangunan masjid.
Perbedaan yang terlihat jelas antara masjid di luar dan di
dalam keraton terlihat pada luas dan megahnya bangunan
masjid tersebut yang sangat dipengaruhi oleh fungsi dan
daya tampung dari masjid itu sendiri. Selain itu untuk
menandakan bangunan masjid itu merupakan masjid
keraton, bangunan masjid keraton harus lebih bagus dan
megah dibandingkan dengan masjid yang berada di luar
lingkup keraton. Pada Masjid Kaliwulu terlihat jelas jika
dibandingkan dengan Masjid Agung Sang Cipta Rasa.
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa semakin jauh
letak sebuah masjid dari keraton maka semakin sedikit
pengaruh keraton yang terdapat pada gaya bangunan
masjid, walaupun baik masjid yang berada di dalam
maupun di luar lingkup keraton sama-sama memiliki
kesamaan gaya bangunan secara umum karena masjid di
luar lingkup keraton mengikuti gaya bangunan masjid
yang berada di dalam lingkup keraton sebagai identitas
atau kebudayaan daerah masjid tersebut.
Penentuan penanggalan kronologi relatif berdasarkan
hasil perbandingan gaya bangunan antara Masjid
Kaliwulu dan Masjid Panjunan didapatkan bahwa Masjid
Kaliwulu dibangun pada masa periode yang sama dengan
Masjid Panjunan yaitu sekitar abad ke- 16-18M.
Meskipun, menurut sejarah setempat yang dinyatakan
bahwa bangun Masjid Kaliwulu sudah berdiri pada tahun
1498. Bangunan masjid yang dibangunan pada tahun
1498 ini dibangun oleh anak dari Sultan Panjunan yaitu
Syeh Abdurrakhan yang makamnya terdapat di sebelah
timur Masjid Kaliwulu. Kaligrafi arab yang terdapat pada
bangunan masjid tidak dapat diasosiasikan sebagai tolak
ukur untuk menentuk periode pembangunan Masjid
Kaliwulu. Meskipun dalam kaligrafi tersebut terdapat
tanggal, bulan, dan tahun, tetapi diduga bukan tanggal
pembangunan masjid melainkan tanggal pemugaran
bangunan Masjid Kaliwulu untuk pertama kalinya.
Ornamen yang berupa keramik tempel terdapat pada
Masjid Kaliwulu diduga ditempel beberapa abad setalah
bangunan masjid didirikan yaitu sekitar abad ke 19.
Daftar Acuan
Adhyatman, Sumarah. (1981). Keramik Kuna yang
Ditemukan di Indonesia, Berbagai Penggunaan
dan Tempat Asal. Jakarta .Himpunan Keramik
Indonesia.
Ambary. Hasan Muarif. (1998). Menemukan Peradapan
Arkeologi dan Islam Indonesia. Jakarta . Pusat
Penelitian Arkeologi Nasional.
___________________. (1987) Pengamatan Beberapa
Konsep Estetis dan Simbolis Pada Bangunan
Sakral dan Sekuler Masa Islam dalam Diskusi
Ilmiah Arkeologi II. Jakarta . Ikatan Ahli
Arkeologi Indonesia.
Abue bakar. (1955). Sedjarah Masdjid dan Amal Ibadah
dalamnja. Banjarmasin. Toko Buku Adil.
Atja. (1986). Carita Purwaka Caruban Nagari cetakan
kedua. Cirebon. Proyek Pengembangan
Permuseuman Jawa Barat.
Brakel, L.F. (1982). “Note On Panjunan Mosque In
Cirebon” Archipel 23: 119-134.
Deetz, James. (1967). Invitation to Archaeology. The
Natural History Press. New York
Hakim, Abdul. (2011). Alkulturasi Budaya pada
Bangunan Masjid Tua Cirebon. Bayt al-Quran dan
Museum Istiqlal. Jakarta.
H.J Graaf dan TH. G. TH. Pigeaud. (1989). Kerajaan-
Kerajaan Islam Di Jawa. Jakarta. PT Temprint.
Cetakan ke- 3
Fanani, Ir, Achmad. (2009). Arsitektur Masjid.
Yogyakarta. Bentang.
Gazalba. Sidi. (1962). Mesdjid Pusat Ibadat dan
Kebudayaan Islam. Jakarta. Pustaka. Cetakan ke-
2.
Hamzuri. (1985). Seri Rumah: Rumah Tradisional Jawa.
Jakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Hardjasaputra. Sobana dan Tawalinuddin Haris (edt).
(2011). Cirebon Dalam Lima Zaman (Abad ke 15
Hingga Pertengahan Abad 20). Bandung. Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan.
Haris, Tawalinuddin. (2010). Masjid-Masjid di Dunia
Melayu Nusantara dalam Suhuf Vol 3. Jakarta.
Badan Litbang dan Diklat Kementrian RI.
Kosim E, Drs Ahmad Mansur, dkk. (1974). Sejarah
Masuk Dan Berkembangnya Agama Islam Di
Jawa Barat Khususnya Di Cirebon Dan
Pamijahan. Bandung. Fakultas Sastra Universitas
Padjadjaran.
Masjid Kaliwulu..., Anto Sudharyanto, FIB UI, 2013
Muanas, Dasum, dkk. (1998). Arsitektur Tradisional
Daerah Jawa Barat. Jakarta. Departemen
Pindidikan dan Kebudayaan.
Pijper, G.F. (1984). Sejarah Islam Di Indonesia 1900-
1950. Jakarta. Universitas Indonesia.
Rochym, Abdul. (1983). Masjid Dalam Karya Arsitektur
Nasional Indonesia. Bandung . Angkasa.
______________. (1983). Sejarah Arsitektur Islam
Sebuah Tinjauan. Bandung. Angkasa.
Sugiyanti, Sri. dkk. (1998/1999). Masjid Kuno Indonesia.
Jakarta. Proyek Pembinaan Peninggalan Sejarah
dan Kepurbakalaan Pusat.
Tjandrasasmita, Uka (edt). (1993). Sejarah Nasional
Indonesia III. Jakarta. Balai Pustaka.
____________________. (2009). Arkeologi Islam
Nusantara. Jakarta. Kepustakan Populer
Gramedia.
Toekio, Soegeng. (2000). Mengenal Ragam Hias
Indonesia. Bandung. Angkasa.
Yudoseputro, Wiyoso. (1986). Pengantar Seni Rupa
Islam Di Indonesia. Bandung. Angkasa.
Wibisono, Niniek Harkantingsih. (2004). Seni Hias
Tempel Keramik Di Cirebon. Jakarta. Kementrian
Kebudayaan dan Pariwisata.
Masjid Kaliwulu..., Anto Sudharyanto, FIB UI, 2013