Masih Mampukah Retail Tradisional Bersaing Dengan Retail Modern

4
Masih mampukah retail tradisional bersaing dengan retail modern? Oleh: Bambang Leo Handoko, D5271 Kemajuan jaman dan perkembangan ekonomi kearah globalisasi dan perdagangan bebas, mau tidak mau membuat makin banyaknya usaha-usaha retail modern dengan pemodal besar masuk dan beroperasi di Indonesia. Jaringan retail tersebut ada yang berasal dari jaringan retail yang sudah tersebar luar di luar negeri, maupun jaringan retail dalam negeri. Pertanyaannya sekarang, bagaimana retail - retail tradisional yang biasanya punya modal lebih kecil, untuk dapat survive atau bersaing dengan retail modern? Apakah retail modern menang segalanya dibandingkan tradisional? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita perlu melihat dari beberapa sudut pandang. Yang pertama adalah dari manufaktur atau produsen. Tahukah Anda, dibalik gemerlapnya booth-booth promosi, di retail modern, sebenarnya tersimpan biaya yang lumayan besar dan itu ditanggung oleh produsen. Selain itu pada sistem distribusi melalui retail modern, terdapat trading term, yaitu perjanjian kerjasama antara produsen dengan retail modern, perjanjian kerjasama tersebut mengulas tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan transaksi jual beli, seperti: tata cara pengiriman barang, retur, diskon, penyimpanan barang, pembayaran dan lain sebagainya. Semakin terkenal atau semakin besar jaringan dari suatu retail modern, biasanya trading term nya juga semakin rumit dan makin banyak persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh produsen. Saya ambil contoh: promo booth, dan Sales promotion Girl/Man (SPG/SPM), mulai dari pembuatan booth, listrik yang digunakan oleh booth, SPG/SPM yang bertugas menjaga booth, semua ditanggung oleh produsen. Contoh lain, seperti ketika akhir

description

bambang leo handoko

Transcript of Masih Mampukah Retail Tradisional Bersaing Dengan Retail Modern

Page 1: Masih Mampukah Retail Tradisional Bersaing Dengan Retail Modern

Masih mampukah retail tradisional bersaing dengan retail modern?

Oleh: Bambang Leo Handoko, D5271

Kemajuan jaman dan perkembangan ekonomi kearah globalisasi dan perdagangan bebas, mau tidak mau membuat makin banyaknya usaha-usaha retail modern dengan pemodal besar masuk dan beroperasi di Indonesia. Jaringan retail tersebut ada yang berasal dari jaringan retail yang sudah tersebar luar di luar negeri, maupun jaringan retail dalam negeri. Pertanyaannya sekarang, bagaimana retail - retail tradisional yang biasanya punya modal lebih kecil, untuk dapat survive atau bersaing dengan retail modern? Apakah retail modern menang segalanya dibandingkan tradisional?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita perlu melihat dari beberapa sudut pandang.

Yang pertama adalah dari manufaktur atau produsen. Tahukah Anda, dibalik gemerlapnya booth-booth promosi, di retail modern, sebenarnya tersimpan biaya yang lumayan besar dan itu ditanggung oleh produsen. Selain itu pada sistem distribusi melalui retail modern, terdapat trading term, yaitu perjanjian kerjasama antara produsen dengan retail modern, perjanjian kerjasama tersebut mengulas tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan transaksi jual beli, seperti: tata cara pengiriman barang, retur, diskon, penyimpanan barang, pembayaran dan lain sebagainya. Semakin terkenal atau semakin besar jaringan dari suatu retail modern, biasanya trading term nya juga semakin rumit dan makin banyak persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh produsen.

Saya ambil contoh: promo booth, dan Sales promotion Girl/Man (SPG/SPM), mulai dari pembuatan booth, listrik yang digunakan oleh booth, SPG/SPM yang bertugas menjaga booth, semua ditanggung oleh produsen. Contoh lain, seperti ketika akhir pekan, retail modern memberikan promo diskon kartu kredit, cash back, potongan tunai dan sebagainya. Promo seperti itupun dibebankan kepada produsen. Retail modern memperlakukan barang dagangan serapi mungkin tertata di booth mereka, tapi bagaimana dengan kondisi di gudang mereka? Tidak sebaik di booth, namun bila ada barang rusak dalam persediaan karena kesalahan dalam penataan barang di gudang, retail modern akan meminta retur kepada produsen. Sedikit saja barang mengalami kecacatan, maka barang akan di retur. Hal itu menjadi kerugian lagi bagi produsen, karena biaya pengangkutan dan barang yang diretur menjadi b class. Jadi pada dasarnya, mengapa produsen memilih retail modern? Karena mereka dapat menata display barangnya dengan menarik, untuk tujuan promosi, tetapi kalau untuk memaksimalkan profit, sama sekali tidak.

Yang kedua adalah dari sudut pandang pembeli (end user), retail modern mempunyai beberapa keunggulan maupun kekurangan. Keunggulannya adalah biasanya memberikan fasilitas berbelanja dengan lebih nyaman. Misalnya: ruangan yang nyaman, dilengkapi dengan mesin penyejuk udara, kemudahan dalam pembayaran, cicilan, diskon (kartu kredit), dan pelayanan dari karyawan-karyawannya (SPG/SPM). Namun, retail modern juga bukannya tanpa kekurangan, misalnya: pembeli tidak dapat menawar harga, pembeli tidak

Page 2: Masih Mampukah Retail Tradisional Bersaing Dengan Retail Modern

dapat menjalin hubungan langsung dengan pemilik, terkadang terdapat antrian belanja yang panjang, yang tentunya menguras waktu pembeli.

Lalu apa yang menjadi kekurangan dan kelebihan retail tradisional di mata produsen/distributor dan konsumen/end user?

Dari sudut pandang produsen, retail tradisional mudah dalam menerima barang, asalkan barang “harganya masuk”, sesuai pasar dan retail tradisional mendapat keuntungan, maka barang tersebut akan dibeli. Retail tradisional tidak mengenal trading term, barang cacat sedikit, lecet, baret, tidak masalah, justru malah ada beberapa retail tradisional yang khusus mencari barang cacat, supaya bisa membeli dengan harga yang miring. Retail tradisional seringkali juga menjadi “penyelamat” target salesman di akhir bulan. Seringkali ketika akhir bulan dan target penjualan belum terpenuhi, banyak salesman bermodal kedekatan dengan pemilik retail, datang dan meminta tolong kepada pemilik retail tradisional agar barangnya dibeli untuk memenuhi target. Andaikata harusnya retail baru mau membeli di pertengahan bulan depan, akhirnya jadi dipercepat di akhir bulan ini. Hal seperti ini yang dimiliki oleh retail treadisional yang tentunya tidak dimiliki oleh retail modern, karena retail modern dijalankan melalui sistem dan untuk melakukan proses pembelian barang diluar sistem yang dijalankan, harus melalui prosedur dan hirarki yang rumit. Hanya saja retail tradisional terkadang punya masalah dengan penagihan faktur, atau utang dagang. Ketika salesman dari produsen atau kolektor menagih tagihan yang telah jatuh tempo, ada saja alasan yang dibuat pemilik retail untuk dapat berkelit dari pembayaran utang dagang. Mulai dari bos sedang pergi, barang belum laku, dagang sedang sepi, sampai alasan-alasan konyol dan tidak masuk akal seperti: buku giro nya habis, kartu atm tertelan, dan rekening terblokir. Hal-hal seperti itulah yang terkadang membuat produsen kesal terhadap “ketidak profesionalan” retail tradisional.

Dari sudut pandang konsumen, retail tradisional seringkali menjual dengan harga yang lebih murah, dapat ditawar, dan pembeli dapat memiliki kedekatan langsung dengan pemilik. Hanya saja retail tradisional terkadang tidak menyediakan layanan “gesek”, kartu kredit maupun kartu debit, terkadang barang yang dijual tidak lengkap, kurang prestisius dan gengsi.

Berdasarkan ulasan tersebut, apabila Anda sebagai pelaku retail tradisional, berarti masih banyak celah yang dapat dimanfaatkan untuk dapat melawan retail modern. Anda dapat memperbaiki diri sendiri dan berbenah. Bersikap professional dalam hal pembayaran kepada produsen, dan apabila tidak memungkinkan untuk berjualan barang selengkap dan semenarik retail modern, pilihlah berfokus untuk melengkapi barang dagangan Anda pada suatu jenis produk tertentu saja (niche market), sehingga dengan begitu, retail Anda akan memiliki image/citra tersendiri di mata konsumen. Dengan demikian pemilik retail tradisional tidak perlu putus asa, menyerah, atau rendah diri ketika harus bersaing dengan retail modern, karena masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri. Asalkan kita meminimalisir kekurangan dan memaksimalkan kelebihan, niscaya kita akan terus survive dalam menghadapai persaingan di era globalisasi ini.