MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... ·...

143
MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA SKRIPSI Diajukan Kepada Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Filsafat Program Studi Ilmu Teologi-Filsafat Agama Katolik Oleh: SILVESTER GEBHARDUS KENEHAN HULER NPM: 16. 75. 5967 SEKOLAH TINGGI FILSAFAT KATOLIK LEDALERO 2020

Transcript of MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... ·...

Page 1: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

i

MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA

MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero

untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat

guna Memperoleh Gelar Sarjana Filsafat

Program Studi Ilmu Teologi-Filsafat

Agama Katolik

Oleh:

SILVESTER GEBHARDUS KENEHAN HULER

NPM: 16. 75. 5967

SEKOLAH TINGGI FILSAFAT KATOLIK LEDALERO

2020

Page 2: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

ii

Page 3: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

iii

Page 4: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

iv

Page 5: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

v

Page 6: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

vi

KATA PENGANTAR

Hoaks adalah salah satu persoalan aktual di tengah pesatnya kemajuan

teknologi informasi dan komunikasi. Kehadiran media-media yang berbasis

internet sebagai anak kandung dari kemajuan teknologi informasi dan komunikasi

telah menimbulkan masif dan pesatnya produksi dan penyebaran hoaks. Masifnya

produksi dan penyebaran hoaks telah menimbulkan berbagai persoalan di tengah

masyarakat. Dengan demikian hoaks berpotensi mengancam keutuhan dan

kesatuan bangsa dan negara Indonesia.

Salah satu cara untuk mengantisipasi dan menekan lajunya penyebaran

hoaks di Indonesia adalah dengan memberikan pendidikan literasi media kepada

masyarakat. Literasi media perlu diajarkan kepada masyarakat agar masyarakat

menjadi melek media atau dengan kata lain menjadi pengguna media yang bijak

dan kritis.

Pendidikan literasi media menjadi kebutuhan mendesak masyarakat di

tengah pesatnya perkembangan teknologi komunikasi dan informasi. Rendahnya

pengetahuan tentang literasi media menjadi salah satu alasan pengunaan media

lebih ke hal-hal yang bersifat negatif, seperti memproduksi dan menyebarkan

berita atau informasi-informasi yang bersifat hoaks.

Pendidikan literasi media menjadi suatu yang relevan untuk segera

dilakukan dalam rangka mengembangkan keberdayaan masyarakat dalam

merespon merebaknya berita atau informasi hoaks di media-media yang berbasis

internet terutama media sosial. Masyarakat yang memiliki kemampuan literasi

media yang tinggi akan kritis dan bijak dalam menggunakan media dan dalam

menerima, memproduksi, dan membagikan informasi atau berita.

Penulis menyadari bahwa ulasan dalam skripsi ini tidak akan berhasil tanpa

campur tangan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu selain rasa

syukur kepada Tuhan atas selesainya keseluruhan tulisan itu, ucapan terima kasih

patut penulis sampaikan kepada mereka semua.

Page 7: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

vii

Pertama, terima kasih penulis sampaikan kepada Pater Bernardus Raho,

Drs, M.A., SVD yang begitu antusias sejak pertama penulis meminta

kesediaannya menjadi pembimbing dan yang telah dengan penuh kesetiaan,

kesabaran, dan keterbukaaan memberikan masukan-masukan yang sangat berarti

bagi tulisan ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Pater Dr. Leo

Kleden, SVD yang telah bersedia menjadi penguji dari tulisan ini. Beliau telah

membantu penulis dalam menyempurnakan tulisan ini. Terima kasih yang sama

juga penulis sampaikan kepada Pater Paskalis Lina, Drs, Lic., SVD yang telah

bersedia menjadi penguji ketiga.

Kedua, terima kasih juga penulis sampaikan kepada Serikat Sabda Allah

dan Komunitas Seminari Tinggi St. Paulus Ledalero yang telah menyediakan dan

memberikan berbagai fasilitas yang membantu penulis dalam menyelesaikan dan

menyempurnakan tulisan ini. Terima kasih kepada segenap keluarga besar

Seminari Tinggi St. Paulus Ledalero, secara khusus kepada Pater Paskalis Lina,

Drs, Lic., SVD dan Pater Dr. Puplius Meinrad Buru, SVD selaku Prefek unit St.

Yosef Freinademetz, teman-teman seangkatan, dan teman-teman unit St. Yosef

Freinademetz yang telah dengan caranya masing-masing mendukung dan

membantu penulis dalam proses pengerjaan dan penyempurnaan tulisan ini.

Skripsi ini tidak dapat terselesaikan tanpa campur tangan langsung dari beberapa

sama saudara. Oleh karena itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan secara

khusus kepada Fr. Steven Surya Din, SVD; Fr. Iwat Mara, SVD; dan Fr. Feliks

Huler, SVD yang telah bersedia menjadi editor dari tulisan ini.

Ketiga, terima kasih penulis sampaikan juga kepada STFK Ledalero yang

telah menjadi rumah belajar yang menyenangkan bagi penulis lewat atmosfer

ilmiahnya, lewat seluruh proses perkuliahan, dan lewat perpustakaannya yang

sangat membantu penulis dalam menyelesaikan tulisan ini.

Selain ucapan terima kasih, dalam nada syukur yang dalam, penulis

hendak mempersembahkan karya ini untuk semua orang yang telah mendukung

dan mencintai penulis dalam hidup ini. Secara khusus karya ini penulis

persembahkan untuk bapa Simon Sapon Huler dan mama Susana Sura Kewuan

yang telah melahirkan, membesarkan, dan senantiasa mencintai penulis. Karya ini

Page 8: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

viii

juga penulis persembahkan untuk saudara dan saudari penulis: Abang Herman

Huler bersama Nona Lilis Kara dan No Pedro Huler, Abang Lius Huler, Ade Etty

Huler, dan Ade Kalis Huler yang selalu punya cara tersendiri untuk mencintai

penulis. Tidak lupa pula penulis persembahkan karya ini untuk keluarga besar,

keluarga angkat, dan para donatur dan penderma di mana saja berada yang juga

selalu mencintai penulis dengan cara mereka sendiri.

Akhirnya, penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kata

sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif sangat penulis

harapkan demi penyempurnaan tulisan ini. Besar harapan penulis semoga tulisan

ini bermanfaat bagi kita semua.

Ledalero, 18 Juni 2020

Penulis

Page 9: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

ix

ABSTRAK

Silevester Gebhardus Kenehan Huler, 16.75.5967. Masalah Hoaks di Indonesia

dan Upaya Penangkalannya Melalui Pendidikan Literasi Media. Skripsi.

Program Studi Ilmu Teologi – Filsafat Agama Katolik, Sekolah Tinggi Filsafat

Katolik Ledalero, 2020.

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk (1) menganalisis fenomena hoaks di

Indonesia dan (2) mengupayakan pendidikan literasi media sebagai penangkal

penyebaran hoaks. Objek kajian dari penulisan skripsi ini adalah fenomena hoaks

dan pendidikan literasi media di Indonesia. Metode yang digunakan ialah metode

kajian atau analisis data sekunder. Penulis mengkaji dan mempelajari data-data

tentang fenomena hoaks dan pendidikan literasi media di Indonesia dari pelbagai

buku, jurnal ilmiah, dan artikel surat kabar atau majalah baik cetak maupun online

dan memberi analisis atasnya.

Berdasarkan hasil kajian penulis disimpulkan bahwa: pertama, masifnya

penyebaran hoaks di Indonesia disebabkan oleh 3 faktor, yakni meningkatnya

penggunaan internet, tingginya budaya berbagi informasi, dan rendahnya tingkat

literasi media. Kedua, hoaks yang berkembang di Indonesia saat ini memiliki

tujuan-tujuan tertentu, diantaranya politik, ekonomi, dan agama. Ketiga, masifnya

produksi dan penyebaran hoaks di Indonesia berdampak buruk bagi demokrasi.

Dampak buruk hoaks bagi demokrasi itu antara lain: hilangnya ruang publik yang

sehat, munculnya aksi intoleransi dan radikalisme agama, dan potensi lahirnya

negara totaliter.

Hoaks merupakan satu persoalan krusial, dan karena itu menuntut untuk

segera diatasi. Ada banyak cara untuk mengatasi persoalan hoaks di Indonesia.

Namun hemat penulis cara terbaik untuk mengantisipasi dan menekan lajunya

penyebaran hoaks di Indonesia adalah dengan membangun kompetensi publik.

Upaya membangun kompetensi publik ini dapat dilakukan dengan memberikan

pendidikan literasi media. Namun pendidikan literasi media ini tidak dapat

berjalan baik jika tidak ada upaya atau peran dari semua pihak. Semua pihak mesti

terlibat, bertanggung jawab, dan bahu membahu dalam memberikan pendidikan

literasi media kepada masyarakat. Pihak-pihak itu antara lain: keluarga, lembaga

pendidikan (SD sampai dengan perguruan tinggi, organisasi non-pemerintah

(partai politik, Organisasi Kemasyarakatan (ORMAS), Lembaga Swadaya

Masyarakat (LSM), yayasan, dan lembaga keagamaan), media, dan pemerintah.

Kata kunci: hoaks, pendidikan literasi media, politik, ekonomi, agama,

ruang publik, intoleransi, radikalisme agama, dan negara totaliter.

Page 10: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

x

ABSTRACT

Silevester Gebhardus Kenehan Huler, 16.75.5967. The Hoax Problem in

Indonesia and Its Deterrence Efforts Through Media Literacy Education.

Degree Program, Catholic Theology - Philosophy Study Program, Ledalero

Catholic School of Philosophy, 2020.

The purpose of this thesis is to (1) analyze the phenomenon of hoaxes in

Indonesia and (2) seek media literacy education as an antidote to the spread of

hoax. The object of study of this thesis writing is the phenomenon of hoaxes and

media literacy education in Indonesia. The method used is study of secondary data

or analysis method. The author studies the data about the phenomenon of hoaxes

and media literacy education in Indonesia from various books, scientific journals,

and newspaper or magazine articles both in print and online and also provides an

analysis of it.

Based on the results of the study, the authors concluded that: first, the

massive spread of hoax in Indonesia was caused by 3 factors, namely the

increased use of the internet, the high culture of information sharing, and the low

level of media literacy. Second, the hoax that develop in Indonesia currently have

certain objectives, including politics, economics, and religion. Third, the massive

production and spread of hoax in Indonesia has a negative impact on democracy.

Bad impacts of the hoax for democracy include: the loss of healthy public space,

the emergence of acts of religious intolerance and radicalism, and the potential for

the birth of a totalitarian state.

Hoax are a crucial issue, and therefore require immediate resolution. There

are many ways to overcome the problem of hoax in Indonesia. But in writer's

opinion, the best way to anticipate and suppress the spread of hoax in Indonesia is

to build public competence. Efforts to build public competence can be done by

providing media literacy education. But this media literacy education cannot run

well if there is no effort or role from all parties. All parties must be involved,

responsible, and work together in providing media literacy education to public.

The parties include: families, educational institutions (elementary to tertiary

educational institutions), non-governmental organizations (political parties,

Community Organizations (ORMAS), Non-Governmental Organizations (NGOs),

foundations, and religious institutions), media, and government .

Keywords: hoax, media literacy of education, politics, economy, religion,

public space, intolerance, religious radicalism, and totalitarian state.

Page 11: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

xi

DAFTAR ISI

Halaman Judul ............................................................................................... i

Halaman Penerimaan Judul ......................................................................... ii

Halaman Pengesahan ..................................................................................... iii

Halaman Pernyataan Orisinalitas ................................................................ iv

Halaman Persetujuan Publikasi .................................................................. v

Kata Pengantar .............................................................................................. vi

Abstrak ........................................................................................................... ix

Abstract .......................................................................................................... x

Daftar Isi ........................................................................................................ xi

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2 Pokok Persoalan ....................................................................................... 8

1.3 Tujuan Penulisan ..................................................................................... 8

1.4 Manfaat Penulisan ................................................................................... 9

1.5 Metode Penulisan ..................................................................................... 9

1.6 Sistematika Penulisan .............................................................................. 9

BAB II SEKILAS TENTANG HOAKS DAN LITERASI MEDIA .......... 11

2.1 Hoaks ......................................................................................................... 11

2.1.1 Pengertian Hoaks .................................................................................... 11

2.1.1.1 Menurut Kamus .................................................................................... 11

2.1.1.2 Menurut Para Ahli ............................................................................... 12

2.1.1.3 Kesimpulan .......................................................................................... 13

2.1.2 Sekelumit Latar Historis Hoaks .............................................................. 13

2.1.3 Ciri-ciri Hoaks ......................................................................................... 15

Page 12: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

xii

2.1.4 Jenis-jenis Hoaks ..................................................................................... 17

2.2 Literasi Media........................................................................................... 19

2.2.1. Literasi.................................................................................................... 19

2.2.1.1. Pengertian Literasi .............................................................................. 19

2.2.1.1.1 Menurut Kamus ................................................................................. 19

2.2.1.1.2 Menurut Para Ahli ............................................................................. 19

2.1.1.1.3 Kesimpulan ....................................................................................... 20

2.2.1.2 Komponen Literasi ............................................................................... 20

2.2.2 Literasi Media ........................................................................................ 22

2.2.2.1 Pengertian Literasi Media .................................................................... 22

2.2.2.1.1 Menurut Kamus ................................................................................. 22

2.2.2.1.2 Menurut Para Ahli ............................................................................. 22

2.2.2.1.3 Kesimpulan ....................................................................................... 23

2.2.2.2 Sekelumit Latar Historis Perkembangan Literasi Media ..................... 23

2.2.2.3 Jenis-jenis Literasi Media .................................................................... 26

BAB III MASALAH HOAKS DI INDONESIA .......................................... 29

3.1 Merunut Fakta Sejarah Hoaks di Indonesia ......................................... 29

3.1.1 Era Presiden Sukarno .............................................................................. 29

3.1.2 Era Presiden Suharto ............................................................................... 30

3.1.3 Era Presiden Abdurrahman Wahid.......................................................... 31

3.1.4 Era Presiden Megawati Sukarnoputri...................................................... 32

3.1.5 Era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ............................................. 32

3.1.6 Era Presiden Joko Widodo ...................................................................... 34

3.2. Faktor Penyebab Maraknya Penyebaran Hoaks di Indonesia ........... 35

3.2.1 Meningkatnya Penggunaan Internet ........................................................ 35

3.2.2 Tingginya Budaya Berbagi Informasi ..................................................... 37

3.2.3 Rendahnya Tingkat Literasi Media ......................................................... 39

Page 13: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

xiii

3.3 Tujuan Produksi dan Penyebaran Hoaks di Indonesia ........................ 41

3.3.1 Politik ...................................................................................................... 41

3.3.2 Ekonomi .................................................................................................. 44

3.3.3 Agama ..................................................................................................... 47

3.4 Dampak Produksi dan Penyebaran Hoaks bagi

Demokrasi Indonesia .............................................................................. 49

3.4.1 Hilangnya Ruang Publik yang Sehat....................................................... 49

3.4.2 Munculnya Aksi Intoleransi dan Radikalisme Agama............................ 55

3.4.3 Potensi Lahirnya Negara Totaliter .......................................................... 59

BAB IV UPAYA PENDIDIKAN LITERASI MEDIA SEBAGAI

PENANGKAL PENYEBARAN HOAKS ..................................... 66

4.1 Sekilas tentang Pendidikan Literasi Media ........................................... 66

4.2 Merunut Fakta Sejarah Perkembangan Pendidikan Literasi Media

di Indonesia .............................................................................................. 70

4.2.1 Periode 1990-2000 .................................................................................. 71

4.2.2 Periode 2002-2010 .................................................................................. 73

4.2.3 Periode 2010-2018 .................................................................................. 76

4.3 Hambatan dalam Pendidikan Literasi Media Indonesia ..................... 77

4.3.1 Lemahnya Dukungan Pemerintah ........................................................... 78

4.3.2 Lembaga Pendidikan Belum Menjadi Aktor Utama ............................... 79

4.3.3 Minimnya Pengetahuan Orang Tua tentang Literasi Media ................... 80

4.3.4 Rendahnya Kesadaran Masyarakat untuk Memahamai Urgensi

Literasi Media ......................................................................................... 80

4.4 Upaya Pendidikan Literasi Media .......................................................... 81

4.4.1 Keluarga .................................................................................................. 81

4.4.2 Lembaga Pendidikan .............................................................................. 89

4.4.2.1 SD-SMA ............................................................................................... 89

4.4.2.2 Perguruan Tinggi .................................................................................. 93

Page 14: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

xiv

4.4.3 Organisasi Non-pemerintah .................................................................... 96

4.4.3.1 Partai Politik ......................................................................................... 96

4.4.3.2 Organisasi Kemasyarakatan (ORMAS),

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan Yayasan......................... 97

4.4.3.3 Lembaga Keagamaan ........................................................................... 99

4.4.4 Media ...................................................................................................... 101

4.4.5 Pemerintah............................................................................................... 105

4.5 Pentingnya Pendidikan Literasi Media sebagai Penangkal

Penyebaran Hoaks ................................................................................... 107

BAB V PENUTUP .......................................................................................... 112

5.1. Kesimpulan .............................................................................................. 112

5.2. Usul dan Saran ........................................................................................ 117

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 121

Page 15: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penulisan

Dewasa ini hoaks atau berita bohong menjadi perbincangan hangat di

ruang publik. Hal ini menunjukkan bahwa praktik hoaks sudah menjadi problem

yang menyebar luas dalam lalu lintas global. Di banyak negara termasuk

Indonesia, hoaks sudah menjadi satu persoalan krusial yang meresahkan di

samping persoalan kemiskinan dan ketidakadilan. Hoaks sudah menjadi semacam

“menu” wajib untuk dikonsumsi padahal hoaks adalah “racun mudarat” yang

menimbulkan kecemasan sosial di banyak tempat, dan karena itu hoaks disinyalir

memberikan angin buruk bagi tatanan demokrasi Indonesia.1

Hoaks menjadi tantangan bagi demokrasi Indonesia yang mengakui

kebebasan dalam berekspresi dan berpendapat. Pemberian kebebasan sebagai

bentuk partisipasi masyarakat dalam sistem demokrasi seringkali disalahgunakan

untuk menyerang dan menjatuhkan pihak lain dengan menyebarkan informasi-

informasi palsu. Di sini kebebasan diterjemahkan sebagai bebas untuk berbicara,

menulis, merekayasa, dan menyebarkan apa saja tanpa harus memikirkan dan

memperhitungkan dampaknya bagi kehidupan masyarakat secara umum.

Kebebasan untuk menyampaikan pendapat dalam ruang publik acap kali

disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk

menyebarkan provokasi dan propaganda yang dikemas dalam bentuk hoaks-

hoaks.

1 Frano Kleden, “Hoaks, Radikalisme, dan Demokrasi”, VOX, 62:02 (Ledalero: 2017), hal. 1.

Page 16: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

2

Hoaks itu sendiri merupakan produk utama era pasca-kebenaran.2 Pada era

pasca-kebenaran, dalam upaya memainkan opini publik, orang lebih

mengedepankan daya tarik emosi, perasaan, dan keyakinan pribadi dan

mengesampingkan dan bahkan mendegradasikan fakta dan data yang objektif,3

atau dalam bahasa Haryatmoko, sebagaimana dikutip oleh Cosmas Eko

Suharyanto, orang lebih menomorsatukan sensasionalitas dan menggerakkan

emosionalitas dalam memengaruhi publik. Patokan kebenaran tidak lagi pada

kebenaran objektif dan faktual, tetapi pada daya tarik emosi dan perasaan

masyarakat. Penggunaan akal yang melandasi kebenaran dan pengamatan fakta

sebagai basis pengukuran objektivitas seakan-akan tidak penting dalam

memengaruhi opini, pemikiran, maupun perilaku publik. Di samping itu publik

juga lebih tertarik dan terpengaruh dengan berita dan hal-hal yang menyentuh

perasaan, seperti membuat rasa gembira, melahirkan sikap sedih, kecewa, dan

marah. Publik lebih sensitif jika disentuh sedikit emosinya.4 Akibatnya,

kemungkinan untuk berbagi berita bohong (hoaks) lebih sering daripada berita

yang diverifikasi.

Salah satu faktor yang menjadi katalisator berkembangnya hoaks adalah

pesatnya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Kehadiran media sosial

yang berbasis internet sebagai anak kandung dari kemajuan teknologi informasi

dan komunikasi telah menimbulkan masif dan pesatnya lalu lintas informasi yang

2 Secara terminologis, term pasca-kebenaran sebenarnya telah populer pada tahun 2004 ketika

Ralp Keyes menerbitkan bukunya yang berjudul THE POST- TRUTH ERA: Dishonesty and

Deception in Contemporary Life. Dalam bukunya tersebut, Keyes mengartikan term pasca-

kebenaran sebagai corak psikologis seseorang yang menggiring kebenaran dengan selera yang

diinginkan meskipun hal itu tidak mencerminkan sebuah kebenaran yang sesungguhnya. Term ini

kemudian popular secara global pada akhir tahun 2016 ketika oxford Dictionaries menetapkannya

sebagai Word of the Year. Menurut Oxford Dictionaries, term ini diterjemahkan sebagai “suatu

keadaan di mana fakta-fakta objektif dipinggirkan karena kalah dari daya tarik emosi dan

kepercayaan pribadi”. Penetapan ini tidak dapat dilepaspisahkan dari aneka kejadian politik

sepanjang tahun 2016 yang terjadi di kancah global, khususnya kemenangan secara mengejutkan

Donald Trump dalam pemilihan Presiden di Amerika Serikat. Kemenangan Trump begitu

mengejutkan karena model kampanye yang diusung dianggap sarat dengan demagogi, kebencian,

Islamofobia, anti imigran, dan diskriminasi ras. Trump menang karena ia lebih menyentuh sisi

emosional ketimbang sisi rasional pendukungnya. Politik yang diusung Trump ini adalah contoh

yang paling nyata dari era pasca kebenaran. (Johan Paji, “Era (Politik) Pasca-Kebenaran dan

Fenomena Anti-Intelektualisme”, Akademika, XXI:I (Ledalero: Desember 2017), hal. 21-23.) 3 Frano Kleden, “Bahasa Era Pasca-Kebenaran dalam Tinjauan Hermeneutik Kecurigaan

Habermas”, Akademika, XXI:I (Ledalero: Desember 2017), hal. 7. 4 Cosmas Eko Suharyanto, “Analisis Berita Hoaks di Era Post-Truth: Sebuah Review”, Jurnal

Masyarakat Telematika dan Informasi, 10:2 (Jakarta: Desember 2019), hal. 39.

Page 17: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

3

berdampak pada semakin tipisnya pembatas antara kebenaran dan kebohongan,

kejujuran dan penipuan, dan fiksi dan nonfiksi. Fakta-fakta bersaing dengan

kebohongan-kebohongan untuk dipercaya publik. Akibatnya orang mengalami

kebingungan dalam membedakan antara berita, opini, fakta, dan analisis. Di

tengah kebingungan itulah kebohongan atau hoaks semakin merajalela dan karena

itu semakin sulit dikendalikan.

Media sosial adalah wadah yang paling rentan terhadap hoaks. Produksi

dan penyebaran hoaks di media sosial menjadi marak lantaran sifat dari media ini

yang memungkinkan akun anonim untuk berkontribusi, juga setiap orang, tidak

peduli latar belakangnya, punya kesempatan yang sama untuk menulis dan

membagikannya.5 Selain itu media-media ini memiliki kekuatan penyebarannya

yang relatif lebih cepat daripada media konvensional (koran, radio, dan televisi).6

Sifat media sosial yang demikian juga didukung dengan adanya kebiasaan

sebagian besar masyarakat yang ingin cepat berbagi informasi dan rendahnya

tingkat literasi media yang berakibat pada ketidakkritisan dalam menerima dan

menyebarkan informasi, membuat hoaks menjadi semakin sulit untuk

dikendalikan.

Hoaks juga sering diproduksi dan disebarkan melalui media massa. Aset-

aset media massa yang umumnya dimiliki oleh sekelompok orang yang adalah

konglomerat sekaligus politisi membuat media massa dikuasai dan dijadikan

sebagai kendaraan atau alat propaganda untuk kepentingan tertentu.7 Misalnya

kepentingan ekonomi dan politik pemilik media dan pihak-pihak yang memiliki

afiliasi dengan pemilik media, misalnya partai politik pendukung, penguasa, dan

juga kapitalis dan politisi yang memiliki kepentingan yang sama dengan pemilik

media.8 Hoaks yang diproduksi dan kemudian disebarkan melalui media massa itu

5 Mukti Ali, “Antara Komunikasi, Budaya dan Hoax” dalam Aep Wahyudin dan Manik Sunuantari

(eds.), Melawan Hoax di Media Sosial dan Media Massa (Yogyakarta: Trustmedia Publishing,

2017), hal. 92. 6 Sigit Surahman “Post-Truth, Masyarakat Digital, dan Media Sosial”, dalam Fajar Junaedi dan

Filosa Gita Sukmono (eds.), Komunikasi dalam Media Digital (Yogyakarta: Buku Litera

Yogyakarta, 2019), hal. 183. 7 Isidorus Lilijawa, Perempuan, Media, dan Politik (Maumere: Penerbit Ledalero, 2010), hal. 142.

8 Anggalih Bayu Muh. Khamin dan Muhammad Fahmi Sabri, “Konglomerasi Media dan Partai

Politik: Membaca Relasi MNC Group dengan Partai Perindo”, POLITIKA: Jurnal Ilmu Politik,

10:2 (Semarang: Oktober 2019), hal. 112-113.

Page 18: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

4

biasanya memiliki tujuannya, yaitu untuk meningkatkan kepercayaan publik atas

pemilik media dan kelompok-kelompok yang didukungnya sekaligus untuk

melemahkan pihak-pihak yang dianggap sebagai oposisi atau lawan politik. Selain

itu tujuan lainnya adalah untuk meraih keuntungan ekonomis, sebab ada media

massa yang bertahan hidup dari upaya merekayasa fakta dan menyesatkan opini

publik.9

Hoaks yang berkembang saat ini, banyak didalangi oleh motif-motif

tertentu. Hoaks hadir bukan hanya berkutat pada urusan politik saja, melainkan

juga urusan ekonomi dan agama. Isu-isu sensitif semisal SARA (suku, agama, ras,

antar-golongan) seringkali diproduksi dan kemudian disebarkan dalam kemasan

hoaks-hoaks untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan, untuk meraih

keuntungan ekonomis, dan untuk mendapatkan legitimasi agama.

Banyaknya produksi dan penyebaran hoaks menimbulkan kecemasan dan

ketakutan dalam masyarakat. Ruang publik yang oleh Jurgen Habermas,

sebagaimana dikutip oleh Budi Hardiman adalah tempat diskursus rasional yang

di dalamnya terjadi pertukaran kebenaran dan wacana bermakna10

menjadi tidak

sehat ketika diskursus ruang publik diambil alih oleh isu-isu SARA, ujaran

kebencian, fitnah, propaganda politik, dan paham-paham radikal-fundamentalis

yang dikemas dalam bentuk hoaks-hoaks. Hoaks-hoaks ini tentu berpotensi

memperbesar sentimentalitas kelompok-kelompok sosial, seperti suku, agama,

politik, dan budaya. Sentimentalisme, seperti perasaan benci, tidak suka, dan

agresif terhadap kelompok lain pada akhirnya menimbulkan konflik sosial dan

melahirkan aksi-aksi ekstrimis, semisal intoleransi, fundamentalisme, dan

radikalisme.

Hoaks juga berpotensi melahirkan negara totaliter. Negara menjadi

totaliter ketika penguasa (pemerintah) dengan peralatannya yang lengkap dan

dengan kekuasaannya mulai memproduksi dan menyebarkan hoaks11

untuk

melanggengkan kekuasaan dan untuk melenyapkan oposisi. Negara juga menjadi

9 Isidorus Lilijawa, op. cit., hal. 143

10 F. Budi Hardiman, Demokrasi Deliberatif: Menimbang Negara Hukum dan Ruang Publik dalam

Teori Diskursus Jurgen Habermas (Yogyakarta: Penerbit PT Kanisius, 2009), hal. 133. 11

Rocky Gerung, “Hoax dan Demokrasi”, Tempo, 6 Januari 2017, hal. 11.

Page 19: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

5

totaliter ketika wacana perang terhadap hoaks yang digencarkan oleh pemerintah

dimanfaatkan untuk menekan dan mengontrol kebebasan masyarakat. Penguasa

secara tidak langsung menanam benih-benih totalitarianisme melalui pengontrolan

informasi dan opini publik, dan atau lewat penentuan mana hoaks dan bukan

hoaks.12

Hoaks merupakan musuh demokrasi, sebab sifat dari hoaks yang memecah

belah persatuan dan yang menimbulkan konflik bertentangan dengan demokrasi

yang menjunjung tinggi nilai kebersamaan, kebebasan yang beradab, dan

keadilan. Karena hoaks adalah musuh demokrasi maka pada dasarnya hoaks

adalah musuh bersama masyarakat Indonesia. Oleh karena itu semua pihak, baik

pemerintah maupun masyarakat perlu bertindak bersama untuk memerangi hoaks.

Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah secara tegas menyatakan perang

terhadap penyebaran hoaks. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah dalam

memerangi penyebaran hoaks adalah dengan memblokir situs internet (website)

yang dinilai memuat informasi bohong (hoaks). Berdasarkan informasi dari situs

web Kemkominfo, antgara Januari hingga Juli tahun 2017 Kemkominfo telah

berhasil memblokir kurang lebih 6.000 situs yang menyebar ujaran kebencian dan

hoaks.13

Pada bulan Desember Kemkominfo kembali menginformasikan bahwa

ada sekitar 800.000 situs di Indonesia yang terindikasi sebagai penyebar hoaks

dan ujaran kebencian.14

Upaya lain yang dibuat pemerintah dalam memerangi hoaks adalah

dengan penguatan regulasi hukum berupa sanksi terhadap pelaku penyebar hoaks

yang ditegaskan dalam UU ITE No. 19 tahun 2016.15

Namun upaya-upaya

pemerintah ini bertendensi mengekang dan mengebiri kebebasan berekspresi

12

Peter Tan, “Hoaks, Demokrasi Kebablasan, dan Bahaya Kekuasaan”, VOX, 62 : 02 (Ledalero:

2017), hal. 70. 13

Nur Islami, “Blokir 6.000 Situs Hoax, Kemkominfo: Penyebaran Paling Tinggi di Januari “,

Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, 28 Agustus 2017, https://

kominfo.go.id/content/detail/10418/blokir-6000-situs-hoax-kemkominfo-penyebaran-paling-tinggi

-di-januari/0/sorotan_media, diakses pada tanggal 5 oktober 2019. 14

Ayu Yuliani, “Ada 800.000 Situs Penyebar Hoax di Indonesia“, Kementerian Komunikasi dan

Informatika Republik Indonesia, 13 Desember 2017, https://kominfo.go.id/content/detail/12008/

ada-800000-situs-penyebar-hoax-di-indonesia/0/sorotan_media, diakses pada tanggal 5 oktober

2019. 15

Sahrul Mauludi, Seri Cerdas Hukum: Awas Hoax! Cerdas Menghadapi Pencemaran Nama

Baik, Ujaran Kebencian, dan Hoax (Jakarta: PT. Elex Media Komputido, 2018), hal. 24.

Page 20: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

6

masyarakat.16

Kebebasan masyarakat untuk berekspresi dan berpendapat sebagai

bentuk pemberian kebebasan dalam negara demokrasi harusnya dilindungi oleh

pemerintah. Upaya-upaya yang dibuat oleh pemerintah ini, misalnya pemblokiran

situs, hemat penulis tidak cukup dalam memerangi penyebaran hoaks, khususnya

di internet. Dengan kemajuan teknologi dan kemudahan dalam membuat website,

pemblokiran situs menjadi tidak efektif dalam menangkal penyebaran hoaks.

Pemerintah bisa memblokir ribuan situs, tetapi dalam waktu yang relatif singkat

akan muncul situs-situs hoaks yang baru.

Salah satu tawaran alternatif penulis sebagaimana yang akan dipaparkan

dalam tulisan ini adalah pendidikan literasi media. Pendidikan literasi media perlu

ditingkatkan sebagai langkah preventif untuk mencegah dan menekan lajunya

penyebaran hoaks. Upaya menutup sumber-sumber penyebaran hoaks dan

mengadili para penyebarnya sebagaimana yang dibuat oleh pemerintah adalah

langkah kecil dalam memerangi hoaks. Namun, sebetulnya langkah besar dan

tepat sasaran dalam memerangi hoaks adalah dengan membangun ketahanan

informasi dalam masyarakat, yakni mengembangkan atau meningkatkan

pendidikan literasi media.17

Pendidikan literasi media menjadi tanggung jawab

semua pihak. Pihak-pihak, misalnya keluarga, lembaga pendidikan (SD sampai

dengan Perguruan Tinggi), organisasi non-pemerintah (partai politik, Organisasi

Kemasyarakatan (ORMAS), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), yayasan, dan

lembaga keagamaan), media, dan pemerintah mesti terlibat, bertanggung jawab,

dan bahu-membahu dalam memberikan pendidikan literasi media kepada

masyarakat.

Target pendidikan literasi media pertama-tama terutama harus diarahkan

kepada anak-anak dan kalangan muda, dan oleh karena itu harus dimulai dari

jenjang sekolah dasar hingga perguruan tinggi dengan beberapa pertimbangan.

Pertama, secara umum, usia muda adalah fase rawan karena mereka belum

memiliki konsep diri yang kokoh. Jiwa muda diwakili oleh semangat yang

menggebu dan kecederungan cepat bereaksi pada stimulus dari luar. Kedua,

16

Haryatmoko, Etika Komunikasi, Manipulasi Media, Kekerasan, dan Pornografi (Yogyakarta:

Kanisius, 2008), hal. 47. 17

Sahrul Mauludi, op.cit., hal. 359.

Page 21: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

7

kalangan muda adalah pengguna media baru terbesar. Mereka ini adalah

penduduk asli dunia digital yang akan mewarnai hiruk pikuk dalam dunia online.

Bagi mereka yang memiliki latar belakang pendidikan dan pemahaman yang

memadai tentang media tentu hal itu tidak bermasalah. Namun bagi mereka yang

rentan pemahamannya terhadap media tentu mereka sulit membedakan mana

konten media yang bermanfaat dan mana konten media yang bermasalah. Pada

titik itulah pendidikan literasi media hadir untuk memberdayakan kelompok-

kelompok rentan tersebut.18

Pendidikan literasi media dalam menghadapi era digital haruslah menjadi

suatu kebutuhan yang sangat mendesak untuk segera dilakukan dalam rangka

mengembangkan keberdayaan masyarakat (netizen) dalam merespon merebaknya

hoaks di ranah online terutama melalui media sosial. Pendidikan literasi media

akan sangat membantu mewujudkan masyarakat yang kritis dalam bermedia

sosial sebab tujuan dari literasi media itu sendiri adalah memberi orang kontrol

yang lebih besar atas interpretasi terhadap muatan pesan media yang merupakan

hasil dari suatu konstruksi kepentingan.19

Dengan demikian pendidikan literasi

media dapat membantu masyarakat untuk menilai akurasi dari suatu berita dan

kemudian dapat menekan lajunya penyebaran hoaks.

Hoaks merupakan suatu persoalan krusial yang tengah menghantui bangsa

dan negara Indonesia. Penulis meyakini bahwa hampir sebagian besar orang

Indonesia pernah menjadi korban hoaks dan mungkin menjadi pelaku produksi

dan penyebaran hoaks. Oleh karena itu tulisan ini bermaksud untuk membantu

masyarakat Indonesia dalam memerangi hoaks yang sudah menjadi racun yang

mematikan ini. Krisis literasi media membuat orang dengan mudah percaya dan

terprovokasi dengan hoaks. Penulis mendambakan publik Indonesia yang kritis

dalam menanggapi berbagai jenis hoaks yang menyebar di negeri ini. Bertolak

dari kenyataan dan harapan demikian, penulis mencoba menganalisis persoalan

hoaks di Indonesia dan menawarkan solusi untuk mengatasi persoalan tersebut.

18

Vibriza Juliswara, “Mengembangkan Model Literasi Media yang Berkebhinnekaan dalam

Menganalisis Informasi Berita Palsu (Hoax) di Media Sosial”, Jurnal Pemikiran Sosiologi, 4:2

(Yogyakarta: Agustus 2017), hal. 151. 19

Ibid., hal.147.

Page 22: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

8

Analisis dan solusi ini digarap dalam kemasan judul: “MASALAH HOAKS DI

INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI

PENDIDIKAN LITERASI MEDIA”.

1.2 Pokok Persoalan

Bertolak dari latar belakang di atas, maka akan dirumuskan dua

pertanyaan mendasar yang menjadi pokok persoalan dalam tulisan ini.

Pertanyaan-pertanyaan itu ialah pertama, bagaimana fenomena hoaks di

Indonesia? dan kedua, bagaimana upaya pendidikan literasi media sebagai

penangkal penyebaran hoaks?

Secara terperinci, pokok-pokok persoalan dalam tulisan ini adalah sebagai

berikut:

1. Apa itu hoaks?

2. Apa penyebab maraknya penyebaran hoaks di Indonesia?

3. Apa tujuan produksi dan penyebaran hoaks di Indonesia?

4. Apa dampak produksi dan penyebaran hoaks bagi demokrasi Indonesia?

5. Apa itu literasi media?

6. Apa itu pendidikan literasi media?

7. Apa upaya dalam memberikan pendidikan literasi media kepada masyarakat

sebagai penangkal penyebaran hoaks?

1.3 Tujuan Penulisan

Tulisan ini sudah tentu memiliki tujuannya. Adapun tujuan dari penulisan

ini adalah sebagai berikut:

1. Menjelaskan pengertian, sejarah, ciri-ciri, dan jenis-jenis hoaks.

2. Menjelaskan penyebab maraknya penyebaran hoaks di Indonesia.

3. Menjelaskan tujuan produksi dan penyebaran hoaks di Indonesia.

4. Menjelaskan dampak produksi dan penyebaran hoaks bagi demokrasi

Indonesia.

5. Menjelaskan pengertian literasi media, sejarah perkembangan literasi media,

dan jenis-jenis literasi media.

6. Menjelaskan konsep pendidikan literasi media.

Page 23: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

9

7. Menjelaskan upaya-upaya dalam memberikan pendidikan literasi media kepada

masyarakat.

1.4 Manfaat Penulisan

Tulisan ini juga memiliki manfaatnya. Adapun beberapa manfaat dari

tulisan ini, yaitu:

Pertama, bermanfaat bagi penulis sendiri. Tulisan ini dibuat untuk

memenuhi persyaratan agar bisa mendapat gelar kesarjanaan (strata satu/ S1) pada

Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero.

Kedua, bermanfaat bagi masyarakat. Tulisan ini dibuat dalam usaha untuk

menyadarkan masyarakat akan bahaya hoaks dan pentingnya pendidikan literasi

media sebagai jawaban atas persoalan hoaks sehingga masyarakat menjadi kritis

dan tidak lagi menjadi korban dari hoaks.

1.5 Metode Penulisan

Penulisan karya ilmiah ini akan diselesaikan dengan menggunakan jenis

studi dengan metode kajian atau analisis data sekunder. Dalam proses

menganalisa data sekunder, penulis mengumpulkan dan mempelajari buku-buku

yang berisi tentang hoaks dan tentang literasi media. Selain buku-buku, penulis

juga berusaha untuk mendapatkan gagasan-gagasan dan data-data terkait hoaks

dan literasi media yang terdapat dalam berbagai media massa, jurnal, dan dari

internet.

1.6 Sistematika Penulisan

Tulisan ini digarap dalam kemasan judul: “Masalah Hoaks di Indonesia

dan Upaya Penangkalannya Melalui Pendidikan Literasi Media”. Secara

keseluruhan tulisan ini terdiri dari lima bab dengan rinciannya sebagai berikut:

Bab pertama adalah pendahuluan. Dalam bab ini dijabarkan mengenai

latar belakang penulisan, pokok persoalan, tujuan penulisan, metode penulisan,

dan sistematika penulisan.

Page 24: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

10

Bab kedua berisikan ulasan tentang hoaks dan literasi media, yang di

dalamnya memuat pengertian hoaks, sejarah hoaks, ciri-ciri hoaks, jenis-jenis

hoaks; dan pengertian literasi, komponen literasi, pengertian literasi media,

sejarah perkembangan literasi media, dan jenis-jenis literasi media.

Bab ketiga berisikan studi deskriptif penulis atas fenomena hoaks di

Indonesia. Pada bagian ini penulis mendeskripsikan tentang fakta sejarah hoaks di

Indonesia, faktor penyebab maraknya hoaks di Indonesia, tujuan produksi dan

penyebaran hoaks di Indonesia, dan dampak produksi dan penyebaran hoaks bagi

demokrasi Indonesia.

Bab keempat berisi tentang upaya pendidikan literasi media sebagai

penangkal penyebaran hoaks. Pada bagian ini penulis mengulas tentang konsep

pendidikan literasi media; fakta sejarah perkembangan pendidikan literasi media

di Indonesia; hambatan dalam pendidikan literasi media Indonesia; upaya

pendidikan literasi media oleh keluarga, lembaga pendidikan (sekolah dasar

sampai dengan perguruan tinggi, organisasi non-pemerintah (partai politik,

Organisasi Kemasyarakatan (ORMAS), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM),

yayasan, dan lembaga keagamaan), media, dan pemerintah; dan pentingnya

pendidikan literasi media sebagai penangkal penyebaran hoaks.

Bab kelima adalah penutup. Ada dua elemen penting dalam bagian ini

yaitu kesimpulan umum yang dibuat penulis atas keseluruhan tulisan ini dan

beberapa usul dan saran guna melengkapi maksud penulis dalam menyelesaikan

karya ilmiah ini.

Page 25: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

11

BAB II

SEKILAS TENTANG HOAKS DAN LITERASI MEDIA

Masyarakat saat ini dihadapkan pada banyaknya informasi yang beredar,

baik informasi yang benar dan valid maupun informasi hoaks. Namun ironisnya,

di tengah membanjirnya informasi ini, banyak orang yang belum mampu

membedakan mana informasi yang benar dan mana informasi bohong atau hoaks.

Bertolak dari kenyataan yang ada, maka pada bagian ini penulis memperkenalkan

hoaks dengan mempresentasikan tentang sejarah, pengertian, ciri-ciri, dan jenis-

jenis hoaks.

Salah satu solusi untuk mengatasi persoalan hoaks adalah dengan literasi

media. Oleh karena itu, pada bagian ini juga penulis akan memperkenalkan

literasi media dengan mengulas tentang pengertian, sejarah perkembangan, dan

jenis-jenis literasi media.

2.1 Hoaks

2.1.1 Pengertian Hoaks

2.1.1.1 Menurut Kamus

2.1.1.1.1 KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia)

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, hoaks diartikan sebagai berita

bohong.20

20

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Republik Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia Offline, Edisi V.

Page 26: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

12

2.1.1.1.4 Oxford Dictionary

Istilah hoaks dalam bahasa Indonesia merupakan istilah serapan dari

istilah Inggris, yakni hoax, yang menurut Oxford Dictionary adalah an act

intended to make somebody belive something that is not true, especially something

unpleasant (suatu tindakan yang dimaksudkan untuk membuat seseorang percaya

pada sesuatu yang tidak benar, terutama sesuatu yang tidak menyenangkan).21

2.1.1.2 Menurut Para Ahli

2.1.1.2.1 Marie Sekor dan Linda Wals

Marie Sekor dan Linda Wals dalam kajian mereka tentang kasus hoaks

yang dibuat oleh Alex Sokal22

, menyimpulkan bahwa hoaks adalah perangkat

retorik yang digunakan dengan sengaja untuk menyerang pihak-pihak yang

berlawanan dengan si pembuat hoaks.23

2.1.1.2.2 Alex Boese

Alex Boese mendefinisikan hoaks sebagai tindakan penipuan yang

melibatkan respons publik. Menurut Boese hoaks merupakan semacam

kebohongan yang sukses menyita perhatian dan imajinasi publik.24

2.1.1.2.3 L.A. Pellegrini

Pellegrini mendefinisikan hoaks sebagai sebuah kebohongan yang

dikarang sedemikian rupa oleh seseorang untuk menutupi atau mengalihkan

21

A S Hornby, Oxford Advanced Learner’s Dictionary, Seventh Edition (London: Oxford

University Press, 2006), hal. 710. 22

Alex sokal adalah profesor fisika di Universitas New York yang sengaja menciptakan hoaks di

dunia akademik lewat artikel yang ia kirimkan ke jurnal Social Text. Setelah dimuat, Sokal

mengaku bahwa artikelnya yang berjudul “Transgressing the Boundaries: Toward a

Transformative Hermeneutics of Quantum Gravity” hanya tulisan asal-asalan dan tesis-tesisnya

dibangun tanpa landasan logika yang dapat dipertanggungjawabkan. (Budi Gunawan dan Barito

Mulyo Ratmono, op. cit., hal. 6) 23

Ibid., hal. 6-7. 24

Ibid., hal. 6.

Page 27: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

13

perhatian dari kebenaran, yang digunakan untuk kepentingan pribadi, baik itu

secara intrinsik maupun ekstrinsik.25

2.1.1.3 Kesimpulan

Dari beberapa definisi hoaks di atas dapat disimpulkan bahwa hoaks

adalah suatu kebohongan publik yang dibuat oleh seseorang atau sekelompok

orang untuk menyerang pihak-pihak tertentu dan digunakan untuk kepentingan

pribadi maupun kepentingan kelompok.

2.1.2 Sekelumit Latar Historis Hoaks

Meski baru mengambil peran utama dalam panggung diskusi publik

Indonesia di beberapa dekade terakhir ini, hoaks sebetulnya punya akar sejarah

yang panjang. Hoaks pertama yang berhasil dicatat dalam sejarah ditemui pada

1661 yang melibatkan musisi luar negeri yang bernama John Mompesson yang

menceritakan pengalamannya yang dihantui suara-suara drum di dalam rumahnya.

Kisah ini lambat laun menyebar ke pelosok negaranya. John berpendapat bahwa ia

mendapatkan nasib seperti itu karena menuntut William Drury yaitu seorang

musisi lainnya dan berhasil memenangkan perkara sehingga membuat William

mendapatkan hukuman. John menuduh Drury memberikan guna-guna atau

kutukan pada rumahnya karena kekalahannya di pengadilan hingga ia mendapat

hukuman. Pada suatu ketika seorang penulis buku yang bernama Glanvill

mendengar kisah rumah berhantu John dan mendatangi rumahnya. Penulis

tersebut mengaku mendengar suara-suara yang sama di rumah John. Setelahnya,

Glanvill menuliskan pengalaman mistisnya di rumah John ke dalam tiga buku

cerita yang diakuinya sebagai kisah nyata. Banyak yang tertarik untuk membaca

buku-buku milik Glanvill. Hingga di buku ketiganya, ia mengakui bahwa suara-

25

Christiany Juditha, “Interaksi Simbolik dalam Komunitas Virtual Anti Hoaks untuk Mengurangi

Penyebaran Hoaks”, Jurnal PIKOM (Penelitian Komunikasi dan Pembangunan), 19:1 (Jakarta:

Juni 2018), hal. 20.

Page 28: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

14

suara yang ia dengar di rumah John Mompesson hanyalah sebuah trik belaka

untuk menghebohkan masyarakat sekitar.26

Alexander Boese dalam „Museum of Hoaxes‟ mencatat bahwa hoaks

pertama kali terpublikasi melalui almanac (penanggalan) palsu yang dibuat oleh

Isaac Bickerstaff alias Jonathan Swift pada tahun 1709 untuk meramalkan

kematian astrolog John Partridge. Agar meyakinkan, ia bahkan membuat

obituarium (berita kematian) palsu tentang Partridge pada hari yang diramalkan

sebagai hari kematiannya.27

Kemudian generasi selanjutnya datang pada tahun

1745 yang bermula dari penduduk Amerika Serikat yang bernama Benjamin

Franklin. Pada suatu hari Benjamin menemukan sebuah batu yang dipercaya bisa

menyembuhkan beberapa penyakit berat, seperti rabies, kanker, dan penyakit

lainnya. Ia menamai batu tersebut dengan Batu China. Penemuan batu ini sempat

membuat dunia kedokteran di negara itu pun dianggap sempat memercayainya.

Hingga suatu ketika dilakukanlah sebuah penelitian tentang batu tersebut dan

hasilnya cukup mencengangkan, batu itu bukanlah batu pada umumnya, tetapi

hanya tanduk rusa biasa yang sudah diubah dan tidak mengandung unsur

penyembuhan apapun. Hal tersebut diketahui oleh salah satu pembaca harian

Pennsylvania Gazette, yaitu harian yang memuat berita bohong milik Benjamin.

Banyak sekali bermunculan hoaks-hoaks senada beberapa kali terjadi sampai

adanya Badan Makanan dan Obat-obatan Amerika Serikat pada awal abad 20.28

Memang berbagai peristiwa hoaks sudah terjadi jauh sebelum itu, tetapi

istilah hoaks itu sendiri menurut Lynda Walsh dalam bukunya yang berjudul “Sins

Against Science: The Scientific Media Hoaxes of Poe, Twain, and Others”,

sebagaimana dikutip oleh Sahrul Mauludi merupakan istilah dalam bahasa Inggris

yang baru ada pada tahun 1808 awal era revolusi industri di Inggris.29

Asal kata

hoaks diyakini sudah ada sejak ratusan tahun sebelumnya, yakni „hocus’ dari

26

Ilham Syaifullah, “Fenomena Hoax di Media Sosial dalam Pandangan Hermeneutika” (Skripsi

Sarjana, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya,

2018), hal. 21-22. 27

Sahrul Mauludi, Seri Cerdas Hukum: Awas Hoax. Cerdas Menghadapi Pencemaran Nama Baik,

Ujaran Kebencian, dan Hoax, op. cit., hal. 309. 28

Ilham Syaifullah, op. cit., hal. 22. 29

Sahrul Mauludi, Seri Cerdas Hukum: Awas Hoax. Cerdas Menghadapi Pencemaran Nama Baik,

Ujaran Kebencian, dan Hoax, op. cit., hal. 308.

Page 29: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

15

mantra „hocus pocus‟, yang berasal dari bahasa Latin „hoc est corpus‟ yang

artinya „ini adalah tubuh‟. Frasa ini kerap disebut oleh pesulap, serupa „sim

salabim‟. Kata ‟hocus‟ awalnya digunakan oleh penyihir untuk mengklaim

kebenaran, padahal sebenarnya mereka sedang menipu. Meskipun demikian,

istilah hoaks ini mulai populer oleh karena film The Hoax yang dibintangi oleh

Richard Gere pada tahun 2006 yang berkisah tentang skandal pembohongan atau

penipuan terbesar di Amerika Serikat, sehingga kemudian banyak kalangan

terutama para netizen menggunakan istilah hoaks untuk menggambarkan suatu

kebohongan.30

2.1.3 Ciri-ciri Hoaks

Hoaks umumnya dirangkai sedemikian rupa sehingga tampak seolah-olah

sebagai sebuah kebenaran. Akibatnya orang mengalami kesulitan dalam

membedakannya dengan fakta atau kebenaran yang sesungguhnya. Namun hoaks

tetaplah hoaks sebab ia dapat diketahui dari ciri-cirinya. Ciri-ciri hoaks dapat

diketahui dari beberapa segi, yakni sumber, tanda-tanda kebahasaan, dan isi.

Dari segi sumber, hoaks, menurut Yosep Adi Prasetyo31

sebagaimana

dikutip oleh Sahrul Mauludi, biasanya tidak memiliki sumber berita (media) yang

jelas. Hoaks juga tidak menempatkan nama pembuat dan keterangan waktu. Hal

ini membuat hoaks menjadi sulit untuk diverifikasi.32

Kemudian dari segi tanda-tanda kebahasaan, hoaks dapat dikenal dari ciri-

cirinya sebagai berikut:33

Pertama, judul yang provokatif. Judul pada dasarnya merupakan intisari

berita sehingga isi berita dapat diketahui secara singkat melalui pembacaan judul.

Judul pada berita hoaks umumnya dibuat semenarik mungkin demi menarik

animo pembaca. Judul yang bersifat provokatif biasanya terkait isu yang sedang

30

Ibid., hal. 308-309. 31

Yosep Adi Prasetyo adalah Ketua Dewan Pers periode 2016-2019. 32

Sahrul Mauludi, Socrates Cafe. Bijak, Kritis, dan Inspiratif Dunia dan Masyarakat Sekitar

(Jakarta: PT. Elex Media Komputido, 2018), hal. 264. 33

Eric Kunto Aribowo, “Menelusuri Jejak Hoaks dari Kacamata Bahasa: Bagaimana Mendeteksi

Berita Palsu Sedini Mungkin,” dalam Dr. Sawitri Retnatiti, M.PD., Dra. Rosyidah, M.PD., dan Dr.

Herri Akhmad Bukhori, M.A., M.Hum (eds.), Literasi dalam Pembelajaran Bahasa (Malang:

Universitas Negeri Malang, 2017), hal. 81-84.

Page 30: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

16

marak diperbincangkan, tetapi kontras dengan judul berita yang dimuat pada

media massa.

Kedua, pungtuasi yang berlebihan. Hoaks biasanya dibuat dengan

menggunakan pungtuasi atau tanda baca yang berlebihan, baik berupa tanda titik

(.) maupun tanda seru (!). Misalnya, BERITA TERBARU…!!!

Ketiga, kata yang berunsur imperatif. Hoaks dapat diindikasikan dari

munculnya kata-kata yang berunsur imperatif, baik berupa suruhan maupun

larangan. Kata-kata kerja imperatif yang acap kali muncul, misalnya “share”,

“bagikan”, “like”, dan “sebarkan” dan kata-kata yang digunakan untuk

menyatakan ketakjuban, seperti “aneh”, “heboh”, “waw”, dan “astaga”.

Keempat, bahasa yang nirbaku. Hoaks pada dasarnya bukan diproduksi

oleh orang yang berkompetensi di bidang jurnalistik sehingga bahasa yang

digunakan pada umumnya jauh dari kaidah-kaidah kebahasaan yang berlaku.

Bahasa yang digunakan pada umumnya tidak baku serta susunan kalimat yang

tidak gramatikal.

Kelima, bahasa yang mengandung sarkasme. Penggunaan kata-kata pedas

untuk menyakiti orang lain, cemooh atau ejekan kasar juga menjadi variasi

ungkapan yang sering dimuat pada berita hoaks. Bahasa-bahasa sarkasme atau

yang lebih terkenal dengan “hate speech” biasanya diusung oleh partisan-partisan

yang fanatik terhadap golongan tertentu. Tujuan pemberitaan hoaks model ini

harapannya dapat menjatuhkan pihak lawan, khususnya terkait isu-isu politik.

Selanjutnya dari segi isi, hoaks, menurut Yosep Adi Prasetyo sebagaimana

dikutip oleh Sahrul Mauludi, biasanya bermuatan fanatisme dan ideologi tertentu.

Hal ini nampak dalam judul dan pengantarnya yang provokatif, memberikan

penghakiman, dan bahkan penghukuman, tetapi menyembunyikan fakta dan data

yang sebenarnya. Akibatnya isi pemberitaannya menjadi tidak berimbang dan

cenderung menyudutkan pihak-pihak tertentu.34

34

Sahrul Mauludi, Socrates Cafe. Bijak, Kritis, dan Inspiratif Dunia dan Masyarakat Sekitar,

op.cit., hal. 264-265.

Page 31: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

17

2.1.4 Jenis-jenis Hoaks

Menurut First Draft35

, sebagaimana dikutip oleh Sobih AW Adnan, ada

tujuh jenis hoaks yang beredar dalam masyarakat. Ketujuh jenis hoaks itu antara

lain:36

2.1.4.1 Satire atau Parodi

Satire atau parodi merupakan konten yang dibuat sebagai sindiran pada

pihak tertentu. Umumnya, satire atau parodi dibuat sebagai bentuk kritik pada

individu atau kelompok atas berbagai masalah yang sedang terjadi. Konten jenis

ini biasanya tidak memiliki potensi atau kandungan niat jahat, tetapi bisa

mengecoh. Sebagian masyarakat masih banyak yang menanggapi informasi dalam

konten tersebut sebagai sesuatu yang serius dan menganggapnya sebagai

kebenaran.

2.1.4.2 Konten yang Menyesatkan

Konten yang menyesatkan adalah konten yang dibuat dengan

menggunakan informasi yang menyesatkan dan dengan nuansa pelintiran untuk

menjelekkan seseorang maupun kelompok. Konten semacam ini dibuat secara

sengaja dan diharapkan dapat menggiring opini sesuai dengan kehendak pembuat

informasi. Konten ini dibuat dengan cara memanfaatkan informasi asli seperti

gambar, pernyataan resmi, dan atau statistik, tetapi diedit dan tidak dihubungkan

dengan konteks aslinya.

35

First Draft adalah organisasi non-partisan yang didedikasikan untuk mendukung jurnalis,

akademisi, dan teknolog yang berupaya mengatasi tantangan terkait kepercayaan dan kebenaran di

era digital. First Draft dibentuk pada tahun 2015 dengan markas besarnya di London. Ia dibentuk

untuk memberikan panduan praktis dan etis tentang cara menemukan, memverifikasi, dan

menerbitkan konten yang bersumber dari jejaring sosial. Misi First Draft adalah memberdayakan

masyarakat dengan informasi yang akurat di saat-saat kritis. First Draft bekerja untuk memastikan

integritas ekosistem informasi dunia, mengembangkan dan memberikan teknik, alat, dan pelatihan

perintis untuk bagaimana informasi ditemukan, dibagikan, dan disajikan kepada publik. (First

Draft, https://firstdraftnews.org/about/, diakses pada tanggal 9 Maret 2020.) 36

Sobih AW Adnan, “Mengenal Tujuh Jenis Hoaks”, Medcom.id, 27 Oktober 2019, https://

www.medcom.id/telusur/cek-fakta/4KZ6rAqK- mengenal-7-jenis-hoaks, diakses pada tanggal 14

November 2019 Bdk dengan Claire Wardle dan Hossein Derakhshan, “Thinking About

„Information Disorder‟: Formats of Misinformation, Disinformation, and Mal-information” dalam

Cherilyn Ireton dan Julie Posetti (eds.), Journalism, Fake News, and Disinformation (Paris:

UNESCO, 2018), hal. 48-50 dan 53-54.

Page 32: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

18

2.1.4.3 Konten Tiruan

Konten tiruan adalah sebuah informasi yang dibuat dengan mencatut

pernyataan tokoh terkenal dan berpengaruh, dan atau dibuat dengan cara

mendompleng ketenaran suatu pihak atau lembaga, misalnya menempatkan nama

jurnalis atau logo organisasi terkenal di bawah artikel atau di dalam video atau

gambar yang tidak mereka buat. Hal ini dibuat agar terlihat seolah asli sehingga

dapat menipu masyarakat.

2.1.4.4 Konten Palsu

Konten ini dibentuk dengan menciptakan informasi baru yang sama sekali

tidak dapat dipercaya karena kandungannya tidak bisa dipertanggung-jawabkan

secara fakta. Konten ini dirancang dengan tujuan untuk menipu dan menyebabkan

kerugian.

2.1.4.5 Hubungan yang Salah

Hubungan yang salah adalah sebuah konten yang memakai judul, visual,

atau keterangan yang tidak sesuai dengan isi berita.

2.1.4.6 Konteks yang Salah

Konteks yang salah adalah sebuah konten yang menggunakan informasi

asli, tetapi disajikan dengan narasi dan konteks yang salah. Umumnya, informasi

yang dipakai adalah pernyataan, foto, dan atau video peristiwa yang pernah terjadi

pada suatu tempat, tetapi konteks yang ditulis tidak sesuai dengan realita atau

dengan fakta yang ada.

2.1.4.7 Konten yang Dimanipulasi

Konten yang dimanipulasi adalah sebuah konten yang biasanya berisi

informasi hasil editan dari informasi yang pernah diterbitkan media-media besar

dan kredibel. Konten jenis ini dibentuk dengan cara mengedit konten yang sudah

ada dengan tujuan untuk menipu dan mengecoh publik.

Page 33: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

19

2.2 Literasi Media

2.2.1 Literasi

2.2.1.1 Pengertian Literasi

2.2.1.1.1 Menurut Kamus

2.2.1.1.1.1 KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia)

Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan literasi sebagai; pertama,

kemampuan menulis dan membaca, pengetahuan atau keterampilan dalam bidang

atau aktivitas tertentu, dan kemampuan individu dalam mengolah informasi dan

pengetahuan untuk kecakapan hidup. Kedua, penggunaan huruf untuk

merepresentasikan bunyi atau kata.37

2.2.1.1.1.2 Oxford Dictionary

Istilah literasi dalam bahasa Indonesia merupakan istilah serapan dari

istilah Inggris, yakni literacy, yang menurut Oxford Dictionary adalah the ability

to read and write (kemampuan membaca dan menulis).38

2.2.1.1.2 Menurut Para Ahli

2.2.1.1.2.1 S. Jay Kuder dan Cindi Hasit

Kuder dan Hasit mengemukakan bahwa literasi merupakan semua proses

pembelajaran baca dan tulis yang dipelajari seseorang termasuk di dalamnya

empat keterampilan berbahasa (mendengar, berbicara, membaca, dan menulis).39

2.2.1.1.2.2 Harvey J. Graff

Graff mengartikan literasi sebagai kemampuan untuk membaca dan

menulis. Kemampuan membaca dan menulis sangat diperlukan untuk membangun

sikap kritis dan kreatif terhadap berbagai fenomena kehidupan.40

37

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Republik Indonesia, loc. cit. 38

A S Hornby, op. cit., hal. 863. 39

Muhammad Kharizmi, “Kesulitan Siswa Sekolah Dasar dalam Meningkatkan Kemampuan

Literasi”, JUPENDAS, 2:2 (Aceh: September 2015), hal. 13.

Page 34: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

20

2.2.1.1.3 Kesimpulan

Dari beberapa definisi literasi di atas dapat disimpulkan bahwa literasi

adalah kemampuan untuk membaca dan menulis, dan keterampilan dalam bidang

atau aktivitas tertentu yang berhubungan dengan kemampuan baca tulis, misalnya

keterampilan dalam bidang media.

2.2.1.2 Komponen Literasi

Literasi lebih dari sekadar membaca dan menulis, tetapi mencakup

keterampilan berpikir menggunakan sumber-sumber pengetahuan dalam bentuk

cetak, visual, digital, dan auditori. Kemampuan ini disebut sebagai literasi

informasi. B. Ferguson sebagaimana dikutip oleh Nurchaili menjabarkan bahwa

komponen literasi informasi terdiri atas literasi dasar, literasi perpustakaan,

literasi media, literasi teknologi, dan literasi visual. Komponen-komponen literasi

tersebut dijelaskan sebagai berikut: 41

2.2.1.2.1 Literasi Dasar

Literasi dasar adalah kemampuan dalam mendengar, berbicara, membaca,

menulis, dan menghitung, kemampuan analisis untuk memperhitungkan,

mempersepsikan informasi, mengomunikasikan, serta menggambarkan informasi

berdasarkan pemahaman dan pengambilan kesimpulan pribadi.

2.2.1.2.2 Literasi Kepustakaan

Literasi perpustakaan adalah kemampuan dalam memahami dan

membedakan karya tulis berbentuk fiksi dan non-fiksi, memahami cara

menggunakan katalog dan indeks, serta kemampuan dalam memahami informasi

ketika membuat suatu tulisan, penelitian, pekerjaan, dan atau mengatasi suatu

persoalan.

40

Esti Swatika Sari dan Setyawan Pujiono, “Budaya Literasi di Kalangan Mahasiswa FBS UNY”,

LITERA, 16: 1 (Yogyakarta: April 2017), hal. 106. 41

Nurchaili, “Menumbuhkan Budaya Literasi Melalui Buku Digital”, LIBRIA, 8:2 (Banda Aceh:

Desember 2016), hal. 202.

Page 35: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

21

2.2.1.2.3 Literasi Media

Literasi media adalah kemampuan dalam mengetahui dan memahami

berbagai bentuk media yang berbeda, seperti media cetak, media elektronik (radio

dan televisi), media digital (media internet), dan memahami tujuan

penggunaannya.

2.2.1.2.4 Literasi Teknologi

Literasi teknologi adalah kemampuan dalam mengetahui dan memahami

hal-hal yang berhubungan dengan teknologi misalnya hardware (peranti keras)

dan software (peranti lunak), serta memahami etika dan etiket dalam

menggunakan teknologi. Literasi teknologi juga berarti kemampuan dalam

memahami teknologi untuk mencetak, mempresentasikan, dan mengakses

internet.

2.2.1.2.5 Literasi Visual

Literasi visual adalah pemahaman tingkat lanjut antara literasi media dan

literasi teknologi, yang mengembangkan kemampuan dan kebutuhan belajar

dengan memanfaatkan materi visual dan audiovisual secara kritis dan bermartabat.

Dengan kata lain kemampuan dalam menginterpretasi dan memberi makna dari

suatu informasi yang berbentuk visual dan audiovisual. Literasi visual hadir dari

pemikiran bahwa suatu gambar bisa “dibaca” dan artinya bisa dikomunikasikan

dari proses membaca.

Page 36: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

22

2.2.2 Literasi Media

2.2.2.1 Pengertian Literasi Media

2.2.2.1.1 Menurut Kamus

2.2.2.1.1.1 KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia)

Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan literasi media sebagai

kemampuan mengakses, menganalisis, dan menciptakan informasi untuk tujuan

tertentu.42

2.2.2.1.1.2 Dictionary of Media Literacy

Dictionary of Media Literacy mendefinisikan literasi media sebagai

keterampilan berpikir kritis yang memungkinkan orang (audiens) menguraikan

informasi yang mereka terima melalui saluran komunikasi massa dan

memberdayakan mereka untuk mengembangkan penilaian secara bebas tentang

konten media.43

2.2.2.1.2 Menurut Para Ahli

2.2.2.1.2.1 D. Adams dan M. Hamm

Adams dan Hamm mendefinisikan literasi media sebagai kemampuan

untuk menciptakan makna pribadi dari simbol-simbol visual dan verbal yang

diambil dari televisi, iklan, film, dan media digital.44

2.2.2.1.2.2 Renee Hobbs

Renee Hobbs mendefinisikan literasi media sebagai keseluruhan

kompetensi kognitif, emosional, dan sosial yang mencakup penggunaan teks, alat,

dan teknologi; keterampilan berpikir kritis dan analitis; praktik komposisi dan

42

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Republik Indonesia, loc. cit. 43

W. James Potter, “The State of Media Literacy”, Journal of Broadcasting & Electronic Media,

54:4 (Washington, DC: Desember 2010), hal. 676. 44

Ibid.

Page 37: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

23

kreativitas pesan; kemampuan untuk terlibat dalam refleksi dan pemikiran etis;

serta partisipasi aktif melalui kerja tim dan kolaborasi.45

2.2.2.1.2.3 William James Potter

Menurut Potter literasi media adalah sebagai seperangkat perspektif yang

digunakan secara aktif untuk memosisikan diri terhadap media agar dapat

menafsirkan makna dari pesan yang diterima dan yang dibangun melalui struktur

pengetahuan.46

2.2.2.1.3 Kesimpulan

Dari beberapa definisi literasi media di atas dapat disimpulkan bahwa

literasi media adalah kemampuan untuk mengakses media, menganalisis konten

media, dan menciptakan serta menyebarkan informasi secara bijak dan kritis.

2.2.2.2 Sekelumit Latar Historis Perkembangan Literasi Media

Sejarah perkembangan literasi media sejatinya sudah dimulai sebelum

dekade 1960-an. Perkembangan pada era ini tidak dapat dilepaskan dari tokoh

Marshall McLuhan47

, sebagaimana dikutip oleh Agus Alfons Duka yang

45

Renee Hobbs, Digital and Media Literacy: A Plan of Action (Washington, D.C.: The Aspen

Institute, 2010), hal. 17. 46

Liliek Budiastuti Wiratmo, “Literasi Media Berbasis Komunitas” dalam Dyna Herlina Suwarto

(ed.), Gerakan Literasi Media di Indonesia (Yogyakarta: Rumah Sinema, 2012), hal. 34. 47

Marshall McLuhan adalah seorang cendikiawan dan ilmuwan komunikasi asal Kanada. Ia

dikenal karena teori-teorinya yang fenomenal. Salah satu teorinya yang paling terkenal adalah

Global Village. Di dalam teori tersebut, ia membagi sejarah manusia menjadi empat era

komunikasi utama, yakni: era akustik, yang pada intinya merupakan tradisi lisan; era literatur,

yang dimulai dengan penemuan tulisan; era massal, yang dimulai dengan penemuan mesin cetak;

dan era elektronik, penyebaran informasi melalui komputer. Teori Global Village ini dijelaskannya

dalam bukunya yang berjudul The Gutenberg Galaxy yang diterbitkan pada tahun 1962. Di dalam

buku tersebut ia memprediksikan bahwa dunia akan masuk ke dalam periode ke-empat, yakni

periode elektronik, di mana manusia akan terhubung dengan teknologi komunikasi yang canggih

dan bisa mengakses banyak informasi. Kemudian pada tahun 1964, ia kembali menulis sebuah

buku dengan judul Understanding Media: The Extensions of Man. Buku ini merupakan kelanjutan

dari buku The Gutenberg Galaxy. Di dalam buku ini ia menjelaskan bahwa di era elektronik atau

internet, metode komunikasi akan jadi sesuatu yang lebih berpengaruh ketimbang informasi itu

sendiri. Teori yang dikemukakan Marshall McLuhan ini menjadi kontroversi di kalangan

akademik sepanjang tahun 1970. Bahkan setelah dia meninggal pada tahun 1980, kontroversi ini

masih berlanjut. Namun nama Marhsall McLuhann kemudian diagung-agungkan ketika internet

yang diprediksinya benar-benar lahir pada tahun 1989.

(Yoga Hastyadi Widiartanto, “Siapa Marshall McLuhan yang Jadi Google Doodle Hari ini?”,

KOMPAS.com, 21 Juli 2017, https://www.google.co.id/amp/s/amp.kompas.com/tekno/ read

Page 38: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

24

memberikan perspektif baru dalam memandang media, yakni sebagai “perluasan

sistem saraf manusia” dalam bukunya yang berjudul Understanding Media: The

Extensions of Man. McLuhan menganggap media sebagai perluasan manusia.

Media menciptakan dan memengaruhi cakupan serta bentuk dari hubungan-

hubungan dan kegiatan-kegiatan manusia.48

Pengaruh media telah berkembang

dari individu kepada masyarakat. Dengan media setiap bagian dunia dapat

dihubungkan menjadi dusun global (The Global Village).49

Meski demikian sejarah literasi media baru dimulai pada tahun 1964 saat

UNESCO mengembangkan prototipe model program pendidikan media yang

hendak diterapkan di seluruh dunia. Pada waktu itu, baru dua negara yang

menaruh perhatian pada literasi media, yakni Inggris dan Australia. Kalangan

pendidik di dua negara itu menyarankan pelaksanaan pendidikan untuk mencapai

literasi media agar anak-anak remaja secara kritis melihat dan membedakan apa

yang baik dan apa yang buruk dalam media. Pada tahun 1970-an, pendidikan

media masuk ke dalam kurikulum di sekolah menengah di negara-negara di Eropa

dan Amerika Latin untuk membantu menghapuskan kesenjangan sosial akibat

ketidaksetaraan akses terhadap informasi, dan juga di Afrika Selatan yang

menyelenggarakan pendidikan media untuk mendorong reformasi pendidikan. 50

Pada tahun 1970-an dan 1980-an di negara-negara Amerika Latin, literasi

media pada awalnya hanya mendapat perhatian dari kalangan LSM dan tokoh-

tokoh masyarakat. Literasi media pada masa itu lebih dipandang sebagai

persoalan politik dan bukan persoalan pendidikan. Baru pada akhir tahun 1980-an

dan 1990-an, di Brazil, Chili, dan Venezuela literasi media mulai digunakan oleh

guru di sekolah dan tokoh masyarakat di tengah masyarakat. Di negara-negara

Eropa, literasi media dikembangkan melalui pendidikan persekolahan dan

pendidikan luar sekolah. Sedangkan di negara Amerika Serikat, perhatian besar

/2017/07/21/05583557/siapa-marshall-mcluhan-yang-jadi-google-doodle-hari-ini-, diakses pada

tanggal 1 Juni 2020). 48

Agus Alfons Duka, Komunikasi Pastoral Era Digital; Memaklumkan Injil di Jagat Tak

Berhingga (Maumere: Penerbit Ledalero, 2017), hal. xiv. 49

Ibid., hal. 62-63. 50

Yosal Irianta “Model Pelatihan Literasi Media untuk Pembelajaran Khalayak Media Massa:

Studi Pengembangan Model Pelatihan Literasi Keberdayaan Ibu Rumah Tangga Khalayak Media

di Kota Bandung” (Disertasi Doktor, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung, 2006),

hal. 88-89.

Page 39: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

25

terhadap literasi media baru diberikan sejak tahun 1990, setelah diselenggarakan

National Conference Leadership on Media Education. Setelah itu, ada 15 negara

bagian yang memasukkan literasi media ke dalam kurikulum sekolah.51

Pada tahun-tahun sesudahnya perkembangan literasi media di Amerika

Serikat berlangsung dengan cepat dan luas, demikian pula yang terjadi di Eropa.

Negara-negara di Eropa mengembangkan literasi media dengan memasukkannya

ke dalam kurikulum mulai dari level sekolah dasar, menengah, hingga perguruan

tinggi. Pemerintah Perancis, misalnya mengembangkan literasi media dengan

tujuan mencegah cara menonton yang pasif (passive viewing) dan manipulasi.

Inilah mengapa siswa harus mempelajari bagaimana sebuah gambaran (image)

diproduksi, diorganisasikan, dan bagaimana untuk mengkombinasikannya dengan

bentuk pembelajaran yang lain, misalnya tulisan dan lisan, serta pengalaman

langsung.52

Pemerintah Finlandia juga mulai mengembangkan literasi media untuk

melatih siswa meneliti dan menginterpretasi pesan media massa, untuk

menumbuhkan analisis kritis, dan mengajari siswa cara mengembangkan opini

mereka sendiri tentang pesan yang disampaikan media massa. Pemerintah Inggris

bahkan menyusun program pendidikan literasi media dalam skala luas yang

meliputi empat bahasan pokok. Pertama, sumber, asal, dan determinan dari

konstruksi media. Kedua, teknik dan metode yang dominan digunakan media

untuk meyakinkan orang akan kebenaran yang diprepresentasikan, misalnya

bagaimana media menggunakan teknologi untuk mengedit informasi dalam

bentuk yang paling kuat dan meyakinkan. Ketiga, sifat dasar “realitas” yang

dibentuk oleh media, misalnya nilai implisit yang ada dalam pesan media,

karakteristik dunia yang direpresentasikan media, dan sebagainya. Keempat,

bagaimana konstruksi media tentang realitas diterima dan dipahami oleh

masyarakat umum.53

51

Ibid. 52

Nisya Rifiani, “Studi Literasi Media”, https://nisyarifiani.blogspot.com/2013/03/kuliah-

komunikasi-literasi-media-1_15.html, diakses pada tanggal 1 November 2019. 53

Ibid.

Page 40: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

26

Di Asia, India dan Jepang merupakan dua negara yang memberikan

perhatian terhadap perkembangan literasi media. Di India, sekolah bersama

dengan LSM bekerja sama untuk menyelenggarakan pendidikan untuk mencapai

literasi media. Di Jepang didirikan komite yang beranggotakan para guru besar

dari berbagai disiplin untuk menetapkan kebijakan pendidikan literasi media,

sedangkan di negara-negara Afrika yang memberikan perhatian pada pendidikan

media adalah Uganda dan Mauritania.54

2.2.2.3 Jenis-jenis Literasi Media

Ada beragam media informasi yang muncul dan karena itu beragam pula

jenis literasi media. Berikut ini adalah jenis-jenis literasi media:55

2.2.2.3.1 Literasi Media Cetak

Media cetak merupakan tipe media lama dalam literasi media. Media cetak

umumnya menggunakan tulisan dan gambar serta ilustrasi tertentu untuk

menyampaikan pesannya. Media yang paling populer dalam media cetak ini

adalah surat kabar dan majalah. Hingga kini media cetak sebagai sumber

informasi bagi khalayak atau publik masih cukup digemari terutama surat kabar.

Meskipun eksistensinya mulai berkurang, tetapi surat kabar tetaplah menjadi

bahan literasi media.

Literasi media pada media cetak perlu karena dua hal ini; pertama, teks

pada media cetak itu merupakan hasil konstruksi pembuat media.56

Kedua, setiap

media, termasuk media cetak memiliki nilai-nilai dan sudut pandangnya

tersendiri.57

Karena itu literasi pada media cetak menjadi suatu keharusan agar

orang bisa menciptakan jarak kritis dengan media, dalam hal ini media cetak.

54

Yosal Irianta, op.cit., hal. 90. 55

Pratiwi Cristin Harnita, “Masihkah Perlu Khalayak Belajar Literasi Media?”, Jurnal Cakrawala,

6:1 (Salatiga: Juni 2017), hal. 124. 56

Herry Hermawan, Literasi Media; Kesadaran dan Analisis (Yogyakarta: Calpulis, 2017), hal.

60. 57

Ibid., hal. 66.

Page 41: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

27

2.2.2.3.2 Literasi Media Elektronik

Radio dan televisi merupakan tipe media yang tidak hanya menampilkan

tulisan dan gambar, tetapi juga menampilkan kata-kata melalui suara dan juga

ilustrasi gambar bergerak atau video. Dalam hal ini radio dan televisi menjadi

suatu paket komplit yang sangat mudah diakses masyarakat sebagai suatu sumber

informasi.

Setiap media, termasuk radio dan televisi memiliki kecenderungan untuk

tidak netral, karena bagaimanapun juga setiap acara pada radio dan televisi adalah

kemasan yang selalu bermuatan kepentingan dan atau ideologi, dan juga selalu

mewakili kepentingan pemiliknya. Oleh karena itu literasi media pada media

elektronik ini menjadi penting karena akan sangat membantu orang untuk berpikir

lebih jernih dan kritis dalam menilai objektivitas suatu informasi yang

disampaikan oleh media, dalam hal ini radio dan televisi.58

2.2.2.3.3 Literasi Media Digital

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi berdampak pada

perkembangan literasi media. Kelahiran media baru yakni media digital yang

berbasis internet sebagai anak kandung dari perkembangan teknologi informasi

dan komunikasi, di satu sisi menguntungkan karena orang akan dengan mudah

mengakses informasi kapan dan di mana saja sebab jangkauan akses informasinya

yang luas dan tak terbatas. Namun di sisi lain media baru ini menimbulkan

persoalan karena di dalam media digital terjadi badai informasi, di dalamnya

informasi yang benar dan bohong (hoaks) berseliweran. Di tengah badai informasi

ini, literasi media digital menjadi suatu keharusan. Literasi media digital perlu

untuk membantu orang memilah dan membaca secara analitis agar mendapatkan

informasi yang valid dan yang bisa dipertanggungjawabkan.

Literasi media digital juga dapat membantu orang dalam memproses

berbagai informasi, memahami pesan, dan berkomunikasi secara efektif dengan

orang lain dalam berbagai format, termasuk menciptakan, mengelaborasi,

58

Nengah Bawa Atmadja dan Luh Putu Sri Ariyani, Sosiologi Media: Perspektif Teori Kritis

(Depok: Rajawali Pers, 2018), hal. 406.

Page 42: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

28

mengkomunikasikan, dan bekerja sesuai dengan aturan etika, serta memahami

kapan dan bagaimana teknologi harus digunakan secara efektif untuk mencapai

tujuan. Selain itu literasi media digital juga membantu orang untuk sadar dan

berpikir kritis terhadap berbagai dampak positif dan negatif yang mungkin terjadi

akibat penggunaan teknologi dalam kehidupan sehari-hari dan memacu individu

untuk beralih dari konsumen informasi yang pasif menjadi produsen aktif, baik

secara individu maupun secara kelompok.59

59

Sahrul Mauludi, Socrates Cafe., op. cit., hal. 89.

Page 43: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

29

BAB III

MASALAH HOAKS DI INDONESIA

Fenomena membanjirnya hoaks di Indonesia sudah menjadi satu persoalan

serius di samping persoalan korupsi, kemiskinan, dan narkoba. Apalagi

kompleksitas masalah hoaks dengan dampak yang variatif memberikan ancaman

tersendiri bagi tatanan demokrasi Indonesia. Oleh karena itu pada bagian ini

penulis akan mengkaji kompleksitas masalah hoaks ini serta dampaknya terhadap

demokrasi Indonesia.

3.1 Merunut Fakta Sejarah Hoaks di Indonesia

Meskipun istilah hoaks itu sendiri baru dikenal belakangan ini, tetapi

pembuatan dan penyebaran hoaks bukanlah merupakan fenomena baru di

Indonesia. Hampir di setiap periode pemerintahan, dari presiden Sukarno hingga

presiden Joko Widodo, muncul hoaks. Tidak jarang hoaks itu diterima apa adanya

oleh masyarakat biasa, tokoh masyarakat dan tokoh agama, dan atau pun pejabat

pemerintahan.

Berikut ini contoh hoaks dari setiap periode pemerintahan dari

pemerintahan presiden Sukarno hingga pemerintahan presiden Joko Widodo:

3.1.1 Era Presiden Sukarno

Pada masa pemerintahan Presiden Sukarno muncul berita tentang Raja

Idrus dan Ratu Markonah. Mereka berdua mengakui diri sebagai pemimpin suku

Anak Dalam yang mempunyai kekuatan yang mumpuni. Cerita ini berawal

setelah Indonesia merdeka, saat konflik mengenai Papua Barat belum selesai.

Pihak Belanda masih berkeinginan untuk menguasai wilayah tersebut. Presiden

Soekarno kemudian dibohongi Raja Idrus dan Ratu Markonah yang mengaku mau

Page 44: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

30

menyumbang harta benda untuk merebut Irian Barat dari tangan Belanda. Saat itu,

Raja Idrus dan Ratu Markonah tentunya mendapat liputan media massa besar-

besaran. Soekarno sempat menerima mereka di Istana Kepresidenan dan disambut

dengan berbagai pelayanan yang luar biasa. Namun, kemudian kedok mereka

terbongkar. Keduanya diketahui sering melakukan aksi pemerasan dan penipuan.

Harian Kompas edisi Agustus 1968, sebagaimana dikutip oleh Aswab Nanda

Pratama memberitakan bahwa Idrus ditangkap warga di Kotabumi, Lampung

Utara, sebab dia mengaku sebagai anggota Intel Kodam V Jaya dan jadi anak

buah Mayor Simbolon. Idrus memeras beberapa pengusaha di Lampung untuk

mendapatkan uang sebelum akhirnya dibekuk aparat. Beberapa hari kemudian,

Markonah juga tertangkap oleh petugas. Menurut Harian Kompas edisi 21

Agustus 1968, sebagaimana dikutip oleh Aswab Nanda Pratama, Markonah

menjalani hukuman penjara tiga bulan karena terlibat prostitusi di Kota

Pekalongan, Jateng. Markonah diberitakan beroperasi di Semarang, Pekalongan,

dan Tegal selepas keluar dari penjara di Jakarta akibat aksi penipuan.60

3.1.2 Era Presiden Suharto

Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, muncul hoaks tentang janin

yang berbicara di dalam kandungan. Pada akhir tahun 1970-an, Indonesia

dihebohkan dengan hoaks bayi ajaib di dalam kandungan yang bisa diajak

berbicara dan bahkan mengaji di perut Cut Zahara Fona, wanita asal Sigli,

Kabupaten Pidie, Aceh. Presiden Soeharto dan wakil presiden Adam Malik

sempat tertarik dengan fenomena itu, dan bahkan Menteri Agama saat itu juga

memberikan komentar di media massa. Akhirnya, Tim Medis RSPAD, Ikatan

Dokter Indonesia, Kejaksaan Agung, dan Polri turun tangan. Saat hendak

diperiksa Tim Ikatan Dokter Indonesia di RSPAD Gatot Subroto tanggal 13

Oktober 1970, Cut Zahara Fona mengatakan bayinya menolak. Namun, ia

diperiksa di RSPAD sepekan kemudian. Tim dokter RSCM juga memeriksa Cut

Zahara dan menyatakan tak ada janin di rahim perempuan itu. Kasus itu tak hanya

60

Sahrul Mauludi, Seri Cerdas Hukum: Awas Hoax! Cerdas Menghadapi Pencemaran Nama

Baik, Ujaran Kebencian, dan Hoax, op. cit., hal. 311-312. Bdk. dengan Aswab Nanda Pratama,

“Hoaks hingga Lingkup Kekuasaan, dari Era Soekarno hingga SBY”, Kompas.com, 4 Oktober

2018, https://nasional.kompas.com/read/2018/10/04/13460401/hoaks-hingga-lingkup-kekuasaan-

dari-era-soekarno-hingga-sby?page=all, diakses pada tanggal 2 Februari 2020.

Page 45: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

31

diliput media dalam negeri, tetapi juga oleh media asing seperti BBC yang ramai

memberitakannya. Aktivitas bayi ajaib terhenti setelah tape recorder yang

dipasang di dalam pakaian Cut Zahara ditemukan Polisi Komdak XIII Kalimantan

Selatan yang memburunya di Kampung Gambut, 14 kilometer dari Kota

Banjarmasin.61

Hoaks lain pada masa pemerintahan presiden Suharto adalah tentang

tambang emas di Busang pada tahun 1990-an. Hoaks ini bermula saat geolog

Filipina yang baru menjelajahi hutan Kalimantan mengaku menemukan jutaan ton

emas siap ditambang. Dia pun berupaya mencari investor. Salah satu yang tertarik

adalah pengusaha Kanada David Walsh yang juga CEO Bre-X Gold Minerals.

Kehebohan penemuan emas di Busang membuat harga saham Bre-X di Kanada

meroket dari 1,90 dollar Kanada per lembar saham pada akhir 1994 menjadi 24,8

dollar Kanada per lembar saham pada Juli 1996. Soeharto kemudian berupaya

mencegah agar emas di Busang dikuasai oleh Bre-X. Izin eksplorasi diubah. Bre-

X pun hanya dibatasi pengelolaan sebanyak 45 persen. Namun, emas tak juga

ditemukan. Ternyata pertambangan emas di Busang hanya tipu daya belaka,

miliaran dollar kerugian investor pun menimpa pemodal di bursa saham Kanada

dan Amerika Serikat.62

3.1.3 Era Presiden Abdurrahman Wahid

Hoaks juga pernah terjadi pada masa Presiden Abdurrahman Wahid (Gus

Dur). Saat itu, ada seorang bernama Soewondo yang membobol uang Yayasan

Dana Kesejahteraan Karyawan (Yanatera) Badan Urusan Logistik (Bulog) senilai

Rp 35 miliar. Soewondo dengan leluasa beraksi karena berprofesi sebagai tukang

urut presiden. Ini menyebabkan dia memiliki akses kekuasaan, serta “menjual”

nama para petinggi negara. Saat aksinya ketahuan, Soewondo kemudian

melarikan diri. Harian Kompas edisi 6 Juni 2000 sebagaimana dikutip oleh Aswab

Nanda Pratama memberitakan bahwa Reserse Kepolisian Daerah (Polda) Metro

Jaya terus melacak persembunyian Soewondo. Diduga, Soewondo tahu banyak

soal dana Rp 35 miliar dari Yayasan Bina Sejahtera (Yanatera) Badan Urusan

61

Ibid. Bdk. ibid. 62

Aswab Nanda Pratama, ibid.

Page 46: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

32

Logistik (Bulog). Polisi pun mendatangi beberapa kota yang diperkirakan menjadi

tempat pelarian Soewondo, seperti Surabaya, Batam, Magetan, dan beberapa

lokasi di Jakarta. Dia kemudian ditangkap setelah ditemukan di salah satu tempat

di kawasan Puncak, Jawa Barat. Soewondo kemudian divonis dengan hukuman

3,5 tahun.63

3.1.4 Era Presiden Megawati Sukarnoputri

Pada masa pemerintahan Megawati publik Indonesia digegerkan dengan

hoaks tentang adanya harta karun di pelataran Istana Batutulis, Bogor. Saat itu ada

kabar mengenai timbunan harta peninggalan Prabu Siliwangi. Harian Kompas

edisi 19 Agustus 2002 memberitakan, Menteri Agama Said Agil Al-Munawar

bersikeras melanjutkan penggalian di Situs Batutulis. Penggalian situs prasasti

Batutulis telah mendatangkan protes dari berbagai kalangan, khususnya Kepala

Kantor Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Endjat Djaenuderajat. Sejumlah

warga Bogor dari berbagai kalangan juga mengecam penggalian lokasi prasasti

Batutulis peninggalan Surawisesa (putra Prabu Siliwangi) tahun 1533.

Belakangan, penggalian itu dihentikan karena harta karun Batutulis tersebut tidak

ditemukan atau tidak terbukti kebenarannya.64

3.1.4 Era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

Pada zaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), terdapat

skandal “Banyu Geni” atau dugaan penipuan penggunaan air sebagai bahan bakar.

Dilansir dari harian Kompas 3 Juli 2008, “proyek banyugeni” bermula saat ada

penelitian untuk memanfaatkan air sebagai bahan bakar. Proyek itu juga dikenal

dengan sebutan blue energy. Dasar pemikirannya adalah, hidrogen yang

merupakan unsur dalam air memang bahan bakar. Namun, harus dilakukan

disosiasi pada air guna memisahkan hidrogen agar dapat dipakai langsung, atau

disenyawakan dulu dengan karbon, atau dengan karbon dan oksigen. Proyek ini

bahkan mendapat dukungan dari Presiden Yudhoyono (SBY), yang kemudian

memberikan bantuan kepada Joko Suprapto yang merupakan pelopor riset itu

63

Ibid. 64

Sahrul Mauludi, Seri Cerdas Hukum: Awas Hoax! Cerdas Menghadapi Pencemaran Nama

Baik, Ujaran Kebencian, dan Hoax, op. cit., hal. 312-313. Bdk. ibid.

Page 47: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

33

sebesar Rp. 10 miliar dan mengijinkannya mendirikan pabrik blue energy di

Cikeas.65

Presiden bahkan memerintahkan membentuk tim untuk pengembangan

blue energy, dan bahkan sudah memberi nama atas temuan itu sebagai “Minyak

Indonesia Bersatu”. Blue energy bahkan lebih hebat karena Presiden kala itu SBY

mengumumkan kepada dunia mengenai proyek energi baru berbahan baku air

tersebut. Saat konferensi internasional Global Warming di Bali, akhir 2007,

Minyak Indonesia Bersatu turut dipamerkan. Namun saat akan mulai diproduksi

menjelang peringatan 100 Tahun Kebangkitan Nasional, 20 Mei 2008 Joko

Suprapto sang penemu justru menghilang. Temuan itu mendapat kecaman,

terutama dari Universitas Gadjah Mada, karena dianggap bohong. UGM

mengungkapkan, mereka sempat diminta membiayai proyek energi alternatif oleh

kelompok Joko Suprapto dan kawan-kawan, senilai Rp 3 miliar. Namun, setelah

melakukan beberapa pertemuan dan menelusuri latar belakang kelompok ini,

UGM menyimpulkan proyek yang ditawarkan itu merupakan upaya penipuan.

Pada akhirnya Joko Suprapto ditangkap oleh pihak berwajib, dan dipenjara selama

3,5 tahun.66

Kasus hoaks lainnya yang muncul pada masa pemerintahan SBY adalah

tentang temuan Padi Supertoy HL2. Padi hasil program staf khusus SBY, Heru

Lelono itu disebut bisa membuat hasil panen meningkat dari 3-4 ton per hektar

menjadi 15 ton per hektar. Namun petani di desa Grabag, Purworejo, Jawa Timur

memprotes karena hasilnya buruk. Partai Demokrat kemudian menganggap Padi

Supertoy HL2 telah mempermalukan SBY.67

65

Ibid., hal. 313. Bdk. ibid. 66

Ahmad Sahroji, “Berita-berita Hoax yang Sempat Ramai di Indonesia, Nomer Satu Hoax Iron

Man Bali”, Okenews, 7 Oktober 2017, https://nasional.okezone.com/read/2017/10/06/337/

1790379/ berita-berita-hoax-yang-sempat-ramai-di-indonesia-nomer-satu-hoax-iron-man-bali,

diakses pada tanggal 2 Februari 2020. 67

Sahrul Mauludi, Seri Cerdas Hukum: Awas Hoax! Cerdas Menghadapi Pencemaran Nama

Baik, Ujaran Kebencian, dan Hoax, loc. cit.

Page 48: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

34

3.1.5 Era Presiden Joko Widodo

Ada banyak berita hoaks yang tersebar pada periode pertama masa

kepresidenan Jokowi, tetapi ada satu berita yang cukup menggemparkan publik

Indonesia dan bahkan dunia adalah berita tentang 10 juta pekerja asal Cina yang

telah masuk ke Indonesia. Berita ini banyak tersebar di media-media online

menjelang tutup tahun 2016. Pemerintah kemudian membuat klarifikasi atas berita

tersebut dengan mengungkapkan bahwa jumlah pekerja asing asal China hanya 21

ribu pekerja dari total 74 ribu pekerja asing di Indonesia. Jumlah ini disebut jauh

lebih kecil dibandingkan jumlah TKI di Hong Kong yang mencapai 153 ribu

orang. Pemerintah dalam hal ini presiden menilai isu yang beredar soal TKA ke

Indonesia tidak logis sebab upah bekerja di sini rata-rata masih Rp 1,5 juta sampai

Rp 3 juta, sedikit lebih rendah dibandingkan di China yang bisa diupah hingga di

atas Rp 5 juta. Akibat dari hoaks ini, presiden kemudian membentuk Badan Siber

Nasional.68

Menurut Menko Polhukam Wiranto, tujuan dibentuknya Badan Siber

Nasional adalah untuk menangkal dan memerangi hoaks yang mulai membanjir di

internet. Badan ini akan menjadi penyaring untuk membedakan berita bohong

(hoaks) dan berita benar. Badan ini juga bertugas untuk memberikan pemahaman

kepada masyarakat untuk cermat menyaring berita berdasarkan fakta.69

Hoaks lain pada masa pemerintahan Jokowi yang juga menggemparkan

publik Indonesia adalah tentang kasus Ratna Sarumpaet. Pada September 2018

Ratna Sarumpaet mengunggah foto wajahnya yang memar dan bengkak. Ia

mengklaim telah diserang oleh sekelompok orang. Serangan itu menurutnya

bermotif politik. Para tokoh politik pun ramai-ramai mengomentari informasi

yang simpang siur tersebut. Namun belakangan Ratna Sarumpaet mengakui

bahwa dirinya bukan dianiaya, melainkan sedang menjalani operasi di bagian

wajahnya.70

Informasi yang terlanjur dipercaya ini kemudian mengakibatkan

68

Ibid., hal. 314- 315. Bdk. dengan Ahmad Sahroji, loc. cit. 69

Ibid., hal. 270. 70

Lintang Ratri Rahmiaji, “Emak, Jangan Tabur Benci Di ddaku. Mengkaji Ulang “The Power of

Emak-Emak”, dalam Wicaksono (ed.), Demokrasi Damai Era Digital (Jakarta: Siberkreasi, 2019),

hal. 146.

Page 49: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

35

kegaduhan dalam masyarakat, baik itu di media sosial maupun dalam dunia nyata,

apalagi dalam konteks politik yang sedang memanas menjelang pilpres saat itu.

3.2 Faktor Penyebab Maraknya Penyebaran Hoaks di Indonesia

Fenomena hoaks di Indonesia saat ini semakin sulit dikendalikan. Dalam

analisis penulis setidaknya ada tiga faktor yang menjadi sebab maraknya

penyebaran hoaks di Indonesia. Faktor-faktor itu antara lain:

3.2.1 Meningkatnya Penggunaan Internet

Salah satu faktor penyebab maraknya hoaks di Indonesia adalah

meningkatnya akses ke internet. Asosiasi Penyelengara Jasa Internet Indonesia

(APJII) dan POLLING Indonesia melalui survei mereka melaporkan bahwa

pertumbuhan penetrasi internet di Indonesia telah mencapai angka 64,8% di

sepanjang tahun 2018. Dari total 264,16 juta penduduk Indonesia, 171,17 juta

jiwa di antaranya diperkirakan telah menggunakan intenet, baik dari komputer

desktop, perangkat mobile, dan atau dari perangkat lainnya. Angka ini naik dari

tahun sebelumnya (2017) yang hanya mencapai 54,68%, dengan jumlah penduduk

pengguna internet sebanyak 143,26 juta jiwa dari total populasi penduduk

indonesia 262 juta.71

Dengan melihat kecenderungan yang terjadi di masyarakat,

dapat dipastikan bahwa presentasi penggunaan internet akan meningkat pada

tahun-tahun sesudahnya seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk.

Meningkatnya penggunaan internet di Indonesia didukung dengan

menjamurnya perangkat mobile (smartphone) yang dapat terkoneksi dengan

internet dan menyediakan beragam aplikasi yang popular di masyarakat, seperti

WhatsApp, Instagram, Youtube, Facebook, Twitter, BBM, Path, Kaskus,

Wikipedia, Wordprogress, Blogger, dan Line yang berbasis internet, yang

harganya terjangkau sehingga memungkinkan semua lapisan masyarakat dapat

memilikinya.

71

APJII (Asosiasi Penyelengara Jasa Internet Indonesia) dan POLLING Indonesia, “Laporan

Survei Penetrasi dan Profil Pengguna Internet Internet Indonesia Tahun 2018”,

https://apjii.or.id/survei, diakses pada tanggal 9 Maret 2020.

Page 50: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

36

Hasil survei APJII dan POLLING Indonesia menunjukkan bahwa alasan

paling utama penggunaan internet adalah untuk komunikasi lewat pesan (24,7%),

untuk bermedia sosial (18,8%), dan untuk mencari informasi terkait pekerjaan

(11,5%). Sedangkan alasan kedua penggunaan internet adalah untuk media sosial

(19,1%), komunikasi lewat pesan (16,4%), dan untuk mengisi waktu luang

(15,2%). Terkait dengan sosial media sebagai alasan menggunakan internet, APJI

menyebutkan bahwa ada tiga media sosial yang menjadi favorit di Indonesia,

yaitu facebook yang dikunjungi oleh 50,7% pengguna internet, instagram

sebanyak 17,8%, dan youtube sebanyak 15,1%.72

Sementara itu, Nielsen Cross-

Platform dalam survei mereka tahun 2017 di 11 kota di Indonesia, melaporkan

terjadinya peningkatan akses intenet oleh nitizen di hampir semua tempat.

Beberapa tempat di antaranya adalah kendaraan umum (53%), kafe atau restoran

(51%), dan bahkan acara konser (24%) pun mengalami peningkatan dalam jumlah

akses media digital dibandingkan tahun 2015. Peningkatan juga terjadi untuk

akses internet dari rumah dan tempat kerja. Menurut Hellen Katherine, Direktur

Eksekutif Nielsen Media, sebagaimana dikutip oleh Sahrul Mauludi, akses

internet di luar rumah disebabkan oleh karena semakin banyak orang memiliki

akses melalui telepon genggam juga ketersediaan wi-fi di area publik dan di

rumah yang semakin terjangkau.73

Menurut Manuel Castels, Profesor Teknologi Komunikasi dan Masyarakat

di Universty of Southern California, Los Angeles, sebagaimana dikutip Sahrul

Mauludi, dewasa ini ekspansi internet semakin menggurita dan tak terhentikan di

mana kehidupan sehari-hari dan infrastrukur yang diandalkan semakin

terpengaruh oleh internet dan aplikasinya.74

Fenomena ekspansi intenet ini

akhirnya membuat masyarakat menjadikan internet dan aplikasinya sebagai

kegiatan rutin dalam kehidupan sehari-hari. Banyak kegiatan masyarakat tidak

lagi dilakukan secara langsung. Cukup dengan mengakses internet semua jenis

pekerjaan atau aktivitas dapat dijalankan. Misalnya berbelanja, mencari pekerjaan,

72

Ibid. 73

Sahrul Mauludi, Socrates Cafe. Bijak, Kritis, dan Inspiratif Dunia dan Masyarakat Sekitar,

op.cit., hal. 62. 74

Ibid., hal. 23.

Page 51: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

37

berbisnis, berkomunikasi, mencari hiburan, dan untuk mengakses berita atau

informasi. Cara ini dianggap lebih efektif karena memakan waktu relatif singkat.

Keberadaan internet membuat publik semakin mudah mengakses beragam

informasi dan berita, sebab internet menghadirkan dan menyebarkan ratusan

bahkan ribuan informasi setiap harinya. Namun imbasnya informasi yang belum

terverifikasi benar dan tidaknya tersebar dengan cepat. Hanya dalam hitungan

detik, suatu peristiwa sudah bisa langsung tersebar dan diakses oleh pengguna

internet. Bahkan orang kadang belum sempat memahami materi informasi, reaksi

atas informasi tersebut sudah lebih dulu terlihat. Akibatnya hoaks mudah

disebarkan dan menjadi konsumsi publik, yang pada akhirnya berpotensi

melahirkan konflik, tindakan kekerasan, dan dapat menimbulkan perpecahan.

3.2.2. Tingginya Budaya Berbagi Informasi

Persoalan lainnya yang menyebabkan hoaks menjadi semakin sulit

dikendalikan adalah adanya kebiasaan sebagian besar masyarakat yang ingin cepat

berbagi informasi. Masyarakat Indonesia memang memiliki karakteristik “suka

bercerita” sehingga sifat ini terbawa dalam cara mereka berkomunikasi dengan

menggunakan media sosial. Sering terjadi bahwa para pengguna media sosial ini

membagikan sebuah informasi yang mereka dapatkan tanpa melakukan

pengecekan terhadap kebenarannya. Mereka bahkan kadang tidak tahu dari mana

sumber berita tersebut. Banyak yang langsung percaya dan secara tergesa-gesa

membagikan berita atau informasi tersebut kepada pengguna lainnya. Pengguna

lain yang mendapat informasi ini acap kali memiliki kecenderungan yang sama

dengan pengguna sebelumnya, tanpa menganalisis lebih jauh tentang informasi

yang mereka terima, langsung membagikan informasi yang mereka dapatkan

kepada orang lain. Demikian terus berlanjut sehingga berita yang sebenarnya

belum sempat divalidasi kebenarannya malah telah menjadi viral dan dipercaya

oleh masyarakat.

Kecenderungan suka berbagi informasi ini didukung oleh kemudahan

akses media sosial melalui smartphone, kemudahan untuk membuat akun,

termasuk membuat lebih dari satu akun ataupun akun palsu dengan menggunakan

Page 52: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

38

nama samaran. Menurut laporan yang pernah dikeluarkan oleh Global Web Index

pada tahun 2015 mengenai tren terbaru berkenaan dengan jejaring sosial,

sebagaimana dikutip oleh Rina Juwita, kebanyakan masyarakat saat ini memiliki

kurang lebih lima akun media sosial.75

Dengan memiliki banyak akun, masyarakat

pada akhirnya dapat dengan bebas berbagi cerita, bergosip, dan bahkan membagi

dan mengkonsumsi berita-berita yang kebenarannya belum terverifikasi.

Kehadiran smartphone dengan harga yang terjangkau memungkinkan

semakin mudahnya akses ke media sosial yang berbasis internet. Bagi sebagian

masyarakat Indonesia, akses ke internet melalui smartphone seakan sudah

menjadi candu. Hal ini terbukti dari hasil riset yang dilakukan oleh APJII dan

POLLING Indonesia pada tahun 2018 yang menunjukkan bahwa setiap hari orang

terhubung ke internet melalui smartphone yang mereka miliki. Setiap hari dan

smartphone adalah waktu dan perangkat terbanyak, yaitu sebanyak 93,9% dari

waktu dan perangkat lainnya yang digunakan untuk akses ke internet. Lebih

mencengangkan lagi, riset yang sama menunjukkan bahwa sebagian besar

responden mengakui menghabiskan lebih dari 8 jam sehari untuk menggunakan

internet.76

Dengan waktu selama itu (8 jam) setiap hari untuk akses ke internet dan

bermedia sosial, bukan tidak mungkin orang akan mengkonsumsi hoaks dan

kemudian membagikannya atau menyebarkannya kepada orang lain untuk

dijadikan konsumsi bersama sebab media sosial merupakan ladang subur

bertumbuh dan berkembangnya hoaks. Data hasil survei MASTEL tentang wabah

hoaks nasional tahun 2019 menunjukkan bahwa konten hoaks paling banyak

diterima oleh publik melalui media sosial, seperti Facebook, Path, Line,

WhatsApp, dan Telegram, yaitu sebanyak 87,50%, terbanyak dari saluran

penyebaran hoaks lainnya, seperti Aplikasi Chatting, Website, Email, dan media

massa (Televisi/Radio dan Media Cetak).77

Dengan demikian semangat berbagi

75

Rina Juwita, “Media Sosial dan Perkembangan Komunikasi Korporat”, Jurnal Penelitian

Komunikasi, 20:1 (Bandung: Juli 2017), hal. 48. 76

APJJI dan POLLING Indonesia, loc. cit. 77

MASTEL (Masyarakat Telematika Indonesia), “Hasil Survei Wabah Hoax Nasional Tahun

2019” https://mastel.id/hasil-survey-wabah-hoax-nasional-2019/, diakses pada tanggal 9 Maret

2020.

Page 53: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

39

informasi masyarakat Indonesia, secara khusus melalui media sosial

memungkinkan hoaks semakin sulit untuk dikendalikan.

3.2.3 Rendahnya Tingkat Literasi Media

Faktor lainnya yang turut memengaruhi maraknya hoaks di Indonesia

adalah rendahnya tingkat literasi media. Rendahnya tingkat literasi media di

Indonesia dapat ditunjukkan dari beberapa hal berikut ini: pertama, rendahnya

minat baca. Salah satu hal mendasar yang diperlukan dalam konteks literasi media

adalah kebiasaan membaca. Namun kenyataan menunjukkan bahwa minat baca

masyarakat Indonesia masih sangat rendah. Data UNESCO menyebutkan bahwa

indeks minat baca di Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001%. Hal itu

berarti bahwa dari seribu orang Indonesia, hanya ada satu orang yang rajin

membaca.78

Selain itu hasil studi Most Littered Nation in the World yang

dilakukan oleh Central Connecticut State University pada tahun 2016, juga

menyebutkan bahwa Indonesia menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal

minat baca, persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61).79

Padahal, dari segi penilaian infrastruktur untuk mendukung literasi, misalnya

jumlah perpustakaan, Indonesia menduduki peringkat kedua dengan jumlah

perpustakaan terbanyak di dunia.80

Data lain yang menunjukkan indeks literasi di Indonesia masih sangat

lemah adalah data dari hasil penelitian Perpustakaan Nasional, yang menyebutkan

bahwa durasi waktu membaca orang Indonesia rata-rata hanya 30-59 menit per

hari.81

Ironisnya bahwa meski minat baca buku rendah tapi dalam urusan

78

Sahrul Mauludi, Socrates Cafe, loc. cit., Bdk. dengan Astri Dwi Andriani, “Tantangan

Membangun Perdamaian di Era Milenial”, dalam Wicaksono (ed.), Demokrasi Damai Era Digital

(Jakarta: Siberkreasi, 2019), hal. 88. 79

Ibid. 80

Total perpustakaan di Indonesia sebanyak 164.610 unit, dengan rinciannya sebagai berikut;

perpustakaan umum sebanyak 42.460 unit, perguruan tinggi sebanyak 6.552 unit, khusus sebanyak

2.057 unit, dan sekolah sebanyak 113.541. (Tosiani, “Perpustakaan Nasional Tingkatkan Literasi

Masyarakat”, Media Indonesia, 20 Oktober 2019, https://www.google.co.id/amp/s/m.media

indonesia.com/amp/amp_detail/266450-perpustakaan-nasional-tingkatkan-literasi-masyarakat,

diakses pada tanggal 18 Maret 2020). 81

Badan LITBANG (Badan Penelitian dan Pengembangan) KEMENTRIAN DALAM NEGERI,

“Hasil Penelitian Perpusnas: Sehari Baca Buku Kurang Satu Jam”, Website Badan LITBANG

(Badan Penelitian dan Pengembangan) KEMENTRIAN DALAM NEGERI, 28 Maret 2018,

https://litbang.kemendagri.go.id/website/hasil-penelitian-perpusnas-sehari-baca-buku-kurang-satu-

jam/, diakses pada tanggal 18 Maret 2020.

Page 54: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

40

penggunaan samartphone untuk akses ke internet, masyarakat Indonesia bisa

menghabiskan lebih dari 8 jam sehari.

Kedua, sekolah belum menjadi aktor utama dalam program-program

literasi media. Hal ini terbukti dari belum dimasukkannya literasi media ke dalam

kurikulum resmi pendidikan. Kondisi ini berbeda dengan yang terjadi di Inggris,

AS, Kanada, Australia, atau Jepang, di mana program literasi media sudah

terintegrasi dalam kurikulum sekolah dasar karena literasi media dianggap sebagai

keterampilan untuk hidup (life skill) yang harus diperkenalkan sejak dini,82

sehingga kemampuan literasi media warga di negara-negara tersebut pada

umumnya cukup baik. Hal ini menunjukkan bahwa literasi media di Indonesia

hanya dilihat sebagai aktivitas sampingan yang tidak menjadi prioritas utama bagi

siswa. Padahal siswa adalah kelompok yang paling rentan terhadap potensi

dampak negatif media. Literasi media hanyalah sebuah aktivitas tambahan yang

akan dibutuhkan ketika terjadi gejolak moral yang disebabkan oleh media.

Akibatnya pertahanan diri siswa dalam menerima informasi tidak terlalu matang

dan berakar. Implikasinya adalah siswa mudah terjebak dalam pola

pendayagunaan media yang tidak berdayaguna dan cenderung ceroboh. Misalnya

mereka menerima dan menyebarkan hoaks.

Ketiga, rendahnya kesadaran masyarakat untuk memahamai urgensi literasi

media. Masyarakat memandang literasi media hanya sebagai kegiatan tambahan

yang akan dibutuhkan ketika terjadi persoalan yang akut berkaitan dengan media,

misalnya hoaks. Bagi sebagian masyarakat, literasi media dipandang hanya

sebagai wacana yang berasal dari luar yang bisa hilang kapan saja ketika

masyarakat sudah aman dan tidak membutuhkannya. Dengan kata lain literasi

media bukanlah merupakan sebuah kondisi yang seharusnya ada dalam

masyarakat.

Keempat, kurangnya dukungan pemerintah. Pemerintah tidak menganggap

isu literasi media sebagai sesuatu yang mendesak seperti narkoba, korupsi,

kemiskinan, dan sebagainya. Keterlibatan pembuat kebijakan yang rendah

82

Hendriyani dan B. Guntarto, “Memetakan Literasi Media di Indonesia”, dalam Dyna Herlina

Suwarto (ed.), op. cit., hal. 9.

Page 55: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

41

menyebabkan literasi media tidak dapat diintegrasikan ke dalam sistem yang telah

ada seperti sekolah atau rencana nasional. Lebih buruk lagi, isu literasi media juga

tidak dianggap sebagai isu „seksi‟ oleh lembaga-lembaga donor hingga mereka

hanya memberikan porsi dana yang sangat terbatas untuk literasi media.

Akibatnya, sebagian besar program literasi media bersifat satu waktu, program

berakhir ketika pendanaan berakhir.83

Fenomena rendahnya tingkat literasi media di Indonesia ini mengakibatkan

masyarakat menjadi tidak kritis dalam menerima dan menyebarkan suatu

informasi. Masyarakat menjadi tidak mampu mengevaluasi informasi yang

diterimanya, dalam artian bahwa mereka tidak mampu membedakan mana

informasi hoaks dan bukan hoaks. Konsekuensi lanjutnya adalah masyarakat

menerima begitu saja setiap informasi yang diperoleh, sekalipun itu merupakan

hoaks. Masyarakat menjadi mudah hanyut pada pendapat kebanyakan orang atau

dengan kata lain mudah menerima dan mempercayai hoaks. Akibat lain dari

rendahnya tingkat literasi media ini adalah masyarakat gagal dalam

mendayagunakan atau memanfaatkan media secara baik dan bijak, misalnya

menjadikan media sebagai sarana untuk menyebarkan hoaks yang dikonsumsinya

kepada orang lain untuk dijadikan konsumsi publik.

3.3 Tujuan Produksi dan Penyebaran Hoaks di Indonesia

Fenomena merebaknya hoaks di Indonesia sudah pasti memiliki tujuan

tertentu yang melatarbelakanginya. Hemat penulis ada tiga tujuan di balik

produksi dan penyebaran hoaks di Indonesia.

3.3.1 Politik

Salah satu faktor yang menjadi tujuan dari banyaknya produksi dan

penyebaran hoaks di Indonesia adalah politik. Berdasarkan data hasil riset yang

dimiliki oleh MASTEL (Masyarakat Telematika Indonesia) terkait dengan wabah

hoaks di Indonesia pada tahun 2019, isu sosial-politik adalah isu hoaks yang

paling sering diterima oleh masyarakat, yaitu sebanyak 93,20%.84

Kenyataan ini

83

Ibid. 84

MASTEL, loc. cit

Page 56: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

42

menunjukkan bahwa isu sosial politik menjadi isu yang paling sensitif diproduksi

dan kemudian disebarkan dalam bentuk konten-konten hoaks.

Praktik produksi dan penyebaran hoaks oleh sebagian politisi atau

pendukung politisi tertentu dianggap sebagai bagian dari komoditas politik,

terutama terkait dengan eskalasi suhu politik menjelang Pilkada, Pileg, dan

Pilpres. Hal ini terbukti dari masifnya produksi dan penyebaran hoaks yang

bertema politik menjelang Pemilu (Pemilihan Umum) 2019. Berdasarkan hasil

riset kajian tim Pengecekan Fakta Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo),

selama tahun 2018, terdapat 997 hoaks yang beredar di masyarakat. Dari jumlah

tersebut, 488 hoaks adalah hoaks politik.85

Sementara itu Badan Pengawas Pemilu

(Bawaslu) mencatat ada 610 konten hoaks yang muncul di media sosial selama

proses penyelenggaraan tahapan Pemilu 2019 dimulai.86

Bahkan setelah Pemilu

telah berakhir pun, masih tetap saja banyak hoaks yang disebarkan, khususnya

yang menyerang Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait dengan rekapitulasi

hasil penghitungan perolehan suara Pemilu 2019. Hoaks-hoaks yang diciptakan

dan disebarkan ini sebenarnya merupakan bagian dari strategi pemenangan

Pemilu.

Kebanyakan hoaks politik yang muncul menyangkut politik identitas,

bukan program atau visi-misi kandidat, sehingga yang terjadi adalah bergesernya

model kampanye dari kampanye positif menjadi kampanye negatif. Kampanye

negatif biasanya penuh dengan ujaran kebencian, fitnah, dan hasut yang dikemas

dalam bentuk hoaks-hoaks. Isu-isu terkait SARA (suku, agama, ras, dan antar-

golongan) adalah persoalan politik identitas. Isu-isu ini menjadi komoditas politik

yang dimobilisasi dengan liar dalam bentuk hoaks. Misalnya, beberapa hoaks

yang diproduksi dan kemudian disebarkan mengklaim bahwa Islam sebagai

agama mayoritas penduduk di Indonesia mengalami marginalisasi oleh

penguasa.87

Belum lagi hoaks tentang kriminalisasi terhadap ulama. Islam dan

85

Wisnu Martha Adiputra dkk., Yuk, Lawan Hoaks Politik, Ciptakan Pemilu Damai! (Yogyakarta:

Program Studi Magister Ilmu Komunikasi UGM, 2019), hal. 4. 86

Bayu Septianto, “Bawaslu Terima Laporan 610 Konten Hoaks Terkait Pemilu 2019”, Tirto.id,

11 Februari 2019, https://tirto.id/bawaslu-terima-laporan-610-konten-hoaks-terkait-pemilu-2019-

dgFN, diakses pada tanggal 9 Maret 2020. 87

Budi Gunawan dan Barito Mulyo Ratmono, op. cit., hal 94.

Page 57: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

43

ulama sering didudukkan sebagai pihak yang merasa tidak aman dan merasa tidak

dilindungi oleh negara. Akibatnya muncul hoaks baru, yaitu prasangka,

diskriminasi, dan kebencian terhadap Islam (Islamophobia) oleh penguasa. Hoaks

tentang Islam dan ulama merupakan cara untuk melemahkan dan mendiskreditkan

lawan politik, dalam hal ini presiden Jokowi dan orang-orangnya.

Contoh isu SARA lainnya yang dikemas dalam bentuk hoaks adalah

tentang China (Tionghoa) dan Kristen. Keturunan Tionghoa sudah lama menjadi

komoditas politik. Sebagai kelompok minoritas, mereka cenderung didudukkan

sebagai ancaman yang dapat merongrong kepentingan mayoritas dan

membahayakan kedaulatan bangsa.88

Dalam konteks Ahok, identitas Ahok

sebagai keturunan Tionghoa dan beragama Kristen menjadi basis untuk

menghujat dan menebar kebencian. Hujatan dan kebencian itu kemudian

disebarkan di ruang-ruang siber, termasuk di antaranya di lima situs penyedia

hoaks: saracen.com, postmetro.co, nusanews.com, portalpiyungan.co, dan

NBCIndonesia.com.89

Ahok dalam hal ini didudukkan sebagai minoritas yang

menjadi musuh bersama dan dikhawatirkan akan mengancam harkat hidup

mayoritas. Akibatnya pada Pilkada 2017 yang lalu, frase-frase yang merendahkan

dan penuh kebencian tentang identitas Ahok sebagai keturunan Tionghoa dan

beragama Kristen diproduksi dan disebarluaskan dalam bentuk hoaks-hoaks yang

kemudian diadopsi menjadi komoditas politik oleh pihak-pihak tertentu dalam hal

ini lawan politik Ahok.

Isu-isu lain yang muncul dalam bentuk hoaks politik adalah isu tentang

PKI. Isu ini sebetulnya sudah cukup tua dalam sejarah politik Indonesia. Selama

32 tahun memerintah, Suharto dengan rezim orde barunya giat memproduksi dan

menyebarkan hoaks tentang PKI, misalnya PKI jahat, kejam, dan tidak ber-Tuhan

untuk melanggengkan kekuasaan sekaligus melenyapkan lawan politik mereka.90

Isu ini kemudian dituduhkan kepada Jokowi, khususnya pada pemilihan presiden

tahun 2014. Jokowi yang adalah salah satu calon presiden saat itu paling banyak

menjadi korban dari hoaks politik ini. Jokowi dituduh berketurunan dan berafiliasi

88

Ibid., hal 95. 89

Ibid., hal. 98. 90

Peter Tan, op. cit., hal. 49.

Page 58: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

44

dengan PKI, yang adalah anti agama, dan karena itu ia akan berencana menghapus

Kementrian Agama.91

Keluarga Jokowi juga dituduh sebagai antek-antek PKI

yang kemudian termuat dalam buku “Jokowi Undercover”.92

Selain itu muncul

hoaks tentang mata uang baru yang menampilkan gambar “palu arit”, identik

dengan lambang PKI.93

Isu-isu ini sengaja dimunculkan untuk mendiskreditkan

dan menyulut kebencian publik terhadap Jokowi.

Contoh-contoh kasus hoaks di atas menunjukkan bahwa hoaks sering kali

diproduksi dan disebarluaskan untuk kepentingan politik. Hoaks dijadikan sebagai

instrumen politik. Hal ini disebabkan oleh karena para politisi atau pun orang

yang mendukungnya memahami politik tidak lagi didasarkan dan berorientasi

pada apa yang benar, melainkan apa yang mendatangkan keuntungan dalam waktu

yang paling singkat bagi politisi itu sendiri dan sebagian masyarakat atau

kelompok yang mendukungnya.94

3.3.2 Ekonomi

Faktor ekonomi juga menjadi tujuan di balik produksi dan penyebaran

hoaks. Peristiwa terungkapnya sindikat Saracen oleh pihak kepolisian menjadi

bukti bahwa motif untuk memproduksi dan menyebarkan hoaks bukan hanya

politik semata melainkan juga ekonomi. Konten-konten hoaks yang berbau ujaran

kebencian dan berbau SARA bisa menjadi lahan berdirinya industri skala besar

untuk mengais dan memperoleh keuntungan.95

Secara ekonomi, hoaks dijadikan sebagai bisnis dan industri baru yang

menjanjikan sebab dengan relatif terbukanya platform internet dan media sosial

dan kemudahan serta kedinamisan aksesibilitasnya. Setiap orang bisa menjadi

produsen informasi dengan keuntungan yang menjanjikan dari iklan. Setiap artikel

berita sekalipun hoaks yang menjadi viral akan menjadi sumber pemasukan ketika

91

Ibid., hal. 39. 92

Budi Gunawan dan Barito Mulyo Ratmono, op. cit., hal. 99. 93

Kurniawan Hari Siswoko, “Kebijakan Pemerintah Menangkal Penyebaran Berita Palsu atau

„Hoax‟”, Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni, 1:1 (Jakarta: April 2017), hlm 16. 94

Paul Budi Kleden, “Ratzinger Tentang Tema Politik”, dalam Paul Budi Kleden dan Adrianus

Sunarko (eds.), Dialektika Sekularisasi: Diskusi Habermas-Ratzinger dan Tanggapan

(Yogyakarta: Penerbit Lamalera dan Maumere: Penerbit Ledalero, 2010), hal. 213. 95

Sahrul Mauludi, Seri Cerdas Hukum: Awas Hoax! Cerdas Menghadapi Pencemaran Nama

Baik, Ujaran Kebencian, dan Hoax, op. cit., hal 328.

Page 59: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

45

para pengguna internet atau media sosial mengunjungi laman asli berita tersebut.

Semakin tinggi lalu lintas kunjungan ke laman asli hoaks itu, pendapatan dari

iklan pun semakin tinggi. Iklan ini berasal dari penyedia iklan seperti Google

AdSense.96

Dukungan dari platform penyedia iklan inilah yang ikut mendorong

bisnis hoaks di dunia maya. Akibatnya banyak situs dan akun yang sengaja dibuat

dengan tujuan mendapatkan kunjungan sebanyak mungkin, dengan membuat

berita penuh sensasi, termasuk memproduksi dan menyebarkan hoaks yang pada

ujungnya pengelola atau pemiliknya akan memperoleh keuntungan dari Google

sebagai pihak penyedia iklan.

Untuk memaksimalkan pendapatan finansial dari iklan, situs

portalpiyungan.co, bahkan memutuskan untuk menggaji seorang konsultan

periklanan. Alhasil, setelah dikelola oleh konsultan periklanan, pendapatan dari

iklan yang diperoleh naik fantastis dari hanya 1,5 juta per bulan menjadi 150 juta

per bulan.97

Praktek yang sama juga dilakukan oleh situs postmetro.co. Abdul

Hamdi pemilik situs postmetro.co, ketika diwawancari oleh Tirto.id mengakui

bahwa untuk meningkatkan pendapatan, ia akhirnya merekrut personel khusus

untuk menata dan mengelola bisnisnya ini. Struktur pembagian kerja pun dibuat.

Ada personel yang khusus bekerja untuk mencari dan menyalin berita dari media-

media arus utama, kemudian mengemas ulang dengan melakukan modifikasi-

modifikasi seperti perombakan judul dan gaya bahasa. Ada juga personel yang

khusus bekerja untuk membangun mesin viralisasi agitasi dan tipuan itu. Alhasil,

dengan memproduksi 80 hoaks setiap bulan, mereka dapat meraup pendapatan

dari iklan sekitar 25 juta hingga 30 juta rupiah.98

Menurut Saptiaji Eko Nugroho, inisiator MAFINDO (Masyarakat Anti

Fitnah Indonesia) satu konten hoaks yang ditayang 1.000 kali akan mendapatkan

kompensasi iklan sebesar US$1, atau per klik dibayar US$0,04. Dengan demikian,

menurut Nugroho, jika ada satu artikel viral meskipun hoaks yang diakses hingga

96

Budi Gunawan dan Barito Mulyo Ratmono, op. cit., hal. 60. 97

Ibid., hal. 62. 98

Ibid., hal. 61. Bdk. dengan Dieqy Hasbi Widhana, "Rata-rata Penghasilan Kita Rp25-30 Juta",

Tirto.id, 16 Desember 2016, https://tirto.id/rata-rata-penghasilan-kita-rp25-30-juta-b9WS, diakses

pada tanggal 9 Maret 2020.

Page 60: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

46

100 ribu kali, bisa mendapat US$ 100.99

Penghasilan dari iklan yang diperoleh

oleh masing-masing-masing situs dapat diidentifikasi melalui situs pengukur

seperti Site Worth Traffic. Dengan menggunakan Site Worth Traffic, dapat

diketahui bahwa situs NBCIndonesia.com ternyata dikunjungi sebanyak 481 ribu

kali setiap hari. Dengan jumlah kunjungan sebanyak itu, NBCIndonesia.com

diperkirakan mampu mendulang pemasukan US$ 194 per hari atau US$ 69.840

per tahun. Jumlah ini hampir setara dengan Rp 1 miliar setahun.100

Sementara itu

pendapatan situs PKSPiyungan.org berdasarkan penelusuran melalui Site Worth

Traffic sempat mencapai US$ 100 per hari atau US$ 36.500 setahun, yang setara

Rp 485 juta. Pendapatan itu ditopang dengan sebanyak 300 ribu kunjungan per

hari.101

Untuk memaksimalkan pendapatan finansial dari iklan, situs-situs

penyedia hoaks biasanya memiliki struktur dan sistem kerja. Saracennews.com

misalnya, memiliki struktur produksi dan pembagian kerja yang tertata dan

berskala cukup besar. Investigasi Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) atas

sindikat saracennews.com ini menunjukkan bahwa sindikat ini mempekerjakan 33

personel yang dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama yang disebut

sebagai tim inti yang terdiri atas 22 orang. Tim ini bertanggung jawab

menjalankan proses produksi hoaks yang di dalamnya termuat ujaran kebencian

dan berbagai meme yang tendensius dan provokatif. Tim kedua terdiri atas 11

orang yang bertugas mendiseminasikan konten-konten hoaks tersebut dengan cara

memviralkannya di media-media sosial. Sindikat saracennews.com bahkan

disinyalir memiliki proposal jasa produksi dan penyebaran hoaks dengan harga

mulai 75 juta hingga 100 juta rupiah.102

Bisnis hoaks ini dapat menjadi besar tidak hanya karena dukungan dari

platform penyedia iklan seperti Google Adsense, tetapi juga karena ada

99

Budi Gunawan dan Barito Mulyo Ratmono, op. cit., hal. 61. Bdk. dengan Muhammad Firman

dan Maria Yuniar Ardhiati, “Situs Berita Hoax, Mesin Pencetak Uang dan Kegaduhan”,

Katadat.co.id, 6 Januari 2016, https://katadata.co.id/telaah/2016/12/15/situs-berita-hoax-mesin-

pencetak-uang-dan-kegaduhan, diakses pada tanggal 9 Mare 2020. 100

Ibid., hal. 62. Bdk. dengan ibid. 101

Muhammad Firman dan Maria Yuniar Ardhiati, ibid. 102

Budi Gunawan dan Barito Mulyo Ratmono, op. cit., hal. 64. Bdk. dengan Sahrul Mauludi, Seri

Cerdas Hukum: Awas Hoax! Cerdas Menghadapi Pencemaran Nama Baik, Ujaran Kebencian,

dan Hoax, op. cit., hal. 253.

Page 61: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

47

permintaan dari pihak-pihak tertentu, misalnya para politisi. Para politisi biasanya

membeli jasa pengelola situs-situs hoaks ini untuk mendapatkan pengaruh politik

dalam hal ini untuk meningkatkan popularitas mereka dan atau untuk menebar

kebencian dan hasutan untuk menjatuhkan lawan politik mereka. Apabila praktik

bisnis seperti ini dibiarkan dapat memicu industrialisasi hoaks dan merangsang

pihak-pihak lain untuk turut serta menjadi produsen hoaks yang baru.

3.3.3 Agama

Selain faktor politik dan ekonomi, faktor agama juga menjadi tujuan dari

produksi dan penyebaran hoaks. Hoaks-hoaks yang diproduksi dan kemudian

disebarkan dalam masyarakat bukan saja berkutat pada urusan politik dan

ekonomi saja, melainkan juga disisipi dengan sentimen-sentimen keagamaan

tertentu. Hal ini terbukti dalam hasil survei MASTEL tentang wabah hoaks di

Indonesia pada tahun 2019 yang menunjukkan bahwa SARA, dalam hal ini agama

termasuk di dalamnya, adalah isu yang diproduksi dan disebarkan dalam bentuk

hoaks terbanyak kedua, yaitu sebanyak 76,20% setelah isu sosial-politik

(93,20%).103

Agama acap kali menjadi salah satu alasan orang memproduksi dan

menyebarkan hoaks. Hal ini diakui sendiri oleh para pengelola situs penyebar

hoaks. Misalnya Abdul Hamdi, pemilik dan pengelola postmetro.co yang

mengaku punya semangat untuk memperjuangkan Islam. Ia melihat bahwa Islam

sebagai agama mayoritas di Indonesia sering diperlakukan secara tidak adil, dalam

arti tidak diuntungkan oleh kebijakan-kebijakan pemerintah. Semangat

memperjuangkan Islam ini kemudian ia tunjukkan dengan memproduksi hoaks-

hoaks yang bernuansa agama. Dalam konteks kasus Ahok, ia menciptakan dan

menyebarkan hoaks-hoaks untuk menggalang massa anti-Ahok guna

berdemonstrasi. Setelah semuanya berakhir, ia mengaku puas atas peran hoaks-

hoaks yang dibuatnya dalam menyatukan umat Islam dan menyukseskan

demonstrasi tersebut.104

Para pengelola situs yang melalui hoaks-hoaks yang

mereka ciptakan dan sebarkan, biasanya mendudukkan agama Islam sebagai

103

MASTEL, loc. cit. 104

Budi Gunawan dan Barito Mulyo Ratmono, op. cit., hal. 92- 93.

Page 62: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

48

“korban” dan pihak yang lemah dan terancam meskipun Islam adalah agama

mayoritas di Indonesia. Sebaliknya agama lain (minoritas) diposisikan sebagai

pihak yang sering diuntungkan, dan karena itu ia menjadi ancaman yang

mengganggu kenyamanan agama mayoritas. Hal ini memungkinkan adanya usaha

untuk membela keluhuran agama mayoritas agar memegang kendali terhadap

agama minoritas.

Hoaks-hoaks yang bermotif agama, pada titik tertentu akan melahirkan

aksi-aksi ekstrim dan tindakan kekerasan dalam masyarakat, misalnya

pembakaran Wihara dan Kelenteng di Tanjung Balai, Sumatera Utara pada Juli

2016.105

Aksi ekstrim lainnya adalah penyerangan dan pembakaran markas

Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) di Bogor pada awal Januari 2018,

oleh sekelompok orang yang tergabung dalam ormas Front Pembela Islam (FPI)

yang berjumlah sekitar 150 orang. Aksi ini lahir dari hoaks tentang salah satu

anggota FPI yang ditusuk oleh anggota GMBI.106

Kasus penyerangan Ahok dengan tuduhan penistaan agama, juga lahir dari

hoaks dalam bentuk potongan video tak lengkap di Kepulauan Seribu, Jakarta

yang di-upload oleh Buni Yani ke youtube. Hoaks ini kemudian diperbesar oleh

berbagai media dan dimanipulasi lagi dalam bentuk hoaks-hoaks yang baru oleh

situs-situs penyedia hoaks. Akibatnya muncul demonstrasi besar-besaran 411 dan

212 dengan intensi ingin melengserkan dan memenjarakan Ahok. Hoaks tentang

Ahok ini tidak saja mengandung kebohongan melainkan juga terutama ujaran

kebencian, hasutan, dan propaganda yang menyudutkan dan melecehkan Ahok.107

Identitas Ahok sebagai keturunan Tionghoa dan beragama Kristen didudukkan

sebagai minoritas yang menjadi musuh bersama karena dikhawatirkan akan

mengancam harkat hidup mayoritas (Islam).

Di samping itu publik juga dibuat resah dengan beredarnya isu

penyerangan ulama yang dilakukan oleh orang gila. Akibatnya, sejumlah wilayah

105

Ibid., hal. X. 106

Chyntia Sami Bhayangkara, “Ini 6 Informasi Hoax yang Fenomenal hingga Telan Korban

Jiwa”, Okenews, 28 Maret 2018, https://nasional.okezone.com/read/2018/03/28/337/1879324/ini-

6-informasi-hoax-yang-fenomenal-hingga-telan-korban-jiwa, diakses pada tanggal 2 Februari

2020. 107

Peter Tan, loc. cit.

Page 63: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

49

pun melakukan razia terhadap orang gila guna meminimalisasi adanya serangan

yang dikabarkan menyasar kepada ulama. Menurut Kepala Satgas Nusantara, Irjen

Gatot Pramono Eddy, selama kurun waktu Februari 2018, terdapat 45 berita

tentang penyerangan terhadap ulama. Namun, dari puluhan berita tersebut, hanya

ada 3 berita yang benar-benar terjadi. Selebihnya adalah hoaks yang memang

diproduksi oleh Muslim Cyber Army (MCA) dan Saracen.108

Contoh-contoh kasus di atas menunjukkan bahwa hoaks tentang agama

atau yang mengatasnamakan agama, yang adalah isu yang paling sensitif, begitu

laku dalam masyarakat. Hal ini disebabkan oleh karena tingkat keyakinan

emosional masyarakat Indonesia masih sangat tinggi ketimbang keyakinan

rasional. Tambahan pula pemahaman tentang agamanya sendiri pun masih lemah,

sehingga mereka mudah dipengaruhi dan diprovokasi dengan hoaks-hoaks yang

dibungkus dengan kemasan keagamaan. Jika hal ini tidak segera diatasi, dalam

arti beralih ke keyakinan rasional, maka tentu akan berakibat fatal karena aksi-

aksi ektrim dan tindakan kekerasan yang mengatasnamakan agama akan terus

berlanjut, dan ini akan menyebabkan disintegrasi bangsa.

3.4 Dampak Produksi dan Penyebaran Hoaks bagi Demokrasi Indonesia

Intensitas sirkulasi hoaks di Indonesia semakin tinggi setiap waktunya. Di

tengah belum beranjaknya mental masyarakat dari mental emosional ke mental

rasional, hoaks-hoaks ini menjadi “racun mudarat” yang dapat menimbulkan

kecemasan dan dapat mereproduksi konflik di dalam masyarakat sehingga

mengancam kesatuan dan kohesi sosial. Hoaks menjadi ancaman bagi tatanan

demokrasi. Dengan demikian hoaks berdampak buruk bagi demokrasi. Berikut

beberapa contoh dampak buruk dari produksi dan penyebaran hoaks bagi

demokrasi Indonesia.

3.4.1 Hilangnya Ruang Publik yang Sehat

Fenomena membanjirnya hoaks di berbagai media, baik di media massa

maupun media sosial yang adalah ruang publik mengindikasikan bahwa ruang

publik yang sehat tengah mengalami krisis. Ruang publik telah menjadi arena

108

Chyntia Sami Bhayangkara, loc. cit.

Page 64: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

50

untuk memproduksi, mereproduksi, dan untuk meyebarkan manipulasi, kepalsuan,

isu-isu SARA, dan kebencian, yang dikemas dalam bentuk hoaks-hoaks. Padahal

ruang publik (public sphere), oleh Jurgen Habermas, sebagaimana dikutip oleh

Budi Hardiman adalah ruang demokratis atau wahana diskursus masyarakat, di

dalamnya warga negara dapat menyatakan opini-opini, kepentingan-kepentingan

dan kebutuhan-kebutuhan mereka secara diskursif.109

Ruang publik menjadi

wadah bagi aspirasi-aspirasi warga masyarakat mengenai berbagi persoalan

politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Ruang publik, oleh Habermas adalah ruang

yang bebas dari sensor dan dominasi.110

Ruang publik yang terjamin

kebebasannya akan memunculkan opini publik yang benar-benar mewakili

kepentingan seluruh masyarakat. Opini publik tersebut kemudian dapat dijadikan

sebagai dasar lahirnya kebijakan publik yang berpihak kepada publik yang

kemudian akan berdampak pada meningkatnya mutu pelayanan publik. Oleh

karena itu, menurut Habermas, ruang publik memberikan peran yang penting

dalam demokrasi.111

Ruang publik adalah ruang terjadinya berbagai diskusi dan debat publik

mengenai suatu permasalahan publik, di mana setiap individu sebagai bagian dari

publik mempunyai porsi yang sama dalam berpendapat dan dijamin kebebasannya

sehingga dapat menumbuhkan opini publik yang diharapkan akan membantu

munculnya kebijakan publik yang adil. Namun ideal ruang publik yang demikian

bertolak belakang dengan kenyataan yang terjadi di Indonesia. Ruang publik

Indonesia, dalam hal ini misalnya media massa (TV) tidak menyediakan ruangan

yang cukup bagi opini-opini atau aspirasi-aspirasi semua warga masyarakat.

Akibatnya tidak semua warga masyarakat memiliki akses ke ruang publik.

Apalagi sebagian besar aset-aset media massa dikuasai oleh sekelompok orang

yang adalah konglomerat sekaligus politisi.112

Ruang publik pada akhirnya

109

F. Budi Hardiman, Demokrasi Deliberatif: Menimbang Negara Hukum dan Ruang Publik

dalam Teori Diskursus Jurgen Habermas, loc. cit. 110

F. Budi Hardimann, Menuju Masyarakat Komunikatif: Ilmu, Masyarakat, Politik, dan

Postmodernisme Menurut Jurgen Habermas (Yogyakarta: Penerbit PT Kanisius, 2009), hal. 151. 111

F. Budi Hardiman, Demokrasi Deliberatif, loc. cit. 112

Ada beberapa konglomerat yang adalah juga politisi yang memiliki media di Indonesia,

misalnya: Hary Tanoesoedibjo, pendiri Partai Persatuan Indonesia (Perindo) yang memiliki MNC,

Global, RCTI, Koran Sindo, Okezone, Sindonews, Trijaya FM, RDI, dan Global Radio; Surya

Dharma Paloh, pendiri Partai Nasional Demokrasi (Nasdem) yang memiliki Metro TV, Media

Page 65: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

51

diokupasi untuk mengakomodasi suara dan kepentingan ekonomi dan politik

pemilik media dan pihak-pihak yang memiliki afiliasi dengan pemilik media,

misalnya partai politik pendukung, penguasa,113

dan juga kapitalis dan politisi

yang memiliki kepentingan yang sama dengan pemilik media.114

Fungsi media

massa dengan demikian telah diubah dari memfasilitasi wacana dan perdebatan

rasional dalam ranah publik, menjadi membentuk, mengkonstruksi, dan

membatasi wacana publik ke tema-tema yang disahkan dan disetujui oleh pemilik

media. Warga negara dengan demikian sekadar menjadi penonton pertunjukan

dan wacana media massa yang membentuk opini publik dan menurunkan derajat

warga negara itu menjadi sekadar obyek bagi berita, informasi, dan urusan-urusan

publik.

Media massa sering dijadikan sebagai alat untuk memproduksi dan

menyebarkan hoaks. Hal ini terbukti dalam hasil riset yang dirilis oleh MASTEL

pada tahun 2019 yang mengkonfirmasi bahwa konten hoaks juga ditemukan di

media massa, yaitu melalui media televisi dan radio sebanyak 8,10% dan media

cetak sebanyak 5%.115

Hoaks yang diproduksi dan kemudian disebarkan melalui

media massa itu biasanya memiliki tujuannya, yaitu untuk meningkatkan

kepercayaan publik atas pemilik media dan kelompok-kelompok yang

didukungnya sekaligus untuk melemahkan pihak-pihak yang dianggap sebagai

oposisi atau lawan politik. Misalnya, pada malam penghitungan suara Pemilu

2014, siaran TVOne membuat kandidat yang kalah (Prabowo Subianto, didukung

oleh Aburizal Bakrie, pemilik TVOne) seolah-olah menang. Tak hanya itu,

TVOne juga membuat jajak pendapat abal-abal untuk mendukung klaim

Indonesia, dan Metrotv-news.com; dan Aburizal Bakrie, petinggi partai Golongan Karya (Golkar)

yang memiliki TVOne, ANTV, dan Vivanews. (Damianus Andreas dan Aulia Adam, “8

Konglomerat Media di Indonesia via Jalur Media TV & Cetak”, Tirto.id, 9 Februari 2018,

https://www.google.co.id/amp/s/amp.tirto.id/8-konglomerat-media-di-indonesia-via-jalur-media-

tv-cetak-cEv7, diakses pada tanggal 20 Maret 2019. 113

Kehadiran penguasa (negara) di ruang publik secara tidak langsung mengontrol ruang publik itu

sendiri. Masyarakat pada akhirnya menjadi tidak bebas dalam berdiskusi, berdebat, dan beropini

tentang berbagai persoalan publik. Ini merupakan bentuk pengangkangan terhadap ruang publik.

Sebab bagi Habermas, sebagaimana dikutip oleh Budi Hardiman, ruang publik itu bukan wilayah

(kekuasan) negara. Memang negara itu bersifat “publik”, tetapi sifat publiknya itu ditentukan oleh

tugasnya untuk menyelengagarakan kesejahteraan publik. Maka, ruang publik sebetulnya justru

menjadi kekuatan tandingan terhadap negara. (F. Budi Hardiman, Menuju Masyarakat

Komunikatif, op. cit., hal. 151.) 114

Anggalih Bayu Muh. Khamin dan Muhammad Fahmi Sabri, loc. cit. 115

MASTEL, loc. cit.

Page 66: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

52

kemenangan tersebut.116

Berita yang mengandung manipulasi dan kebohongan

semacam ini melahirkan suatu kepercayaan umum bahwa semua media massa

partisan, yang pada akhirnya melahirkan ketidakpercayaan terhadap media massa.

Dalam survei tahun 2017 tentang kepercayaan atas lembaga-lembaga

besar, peringkat terendah ditempati partai politik (45%), parlemen (55%),

pengadilan (65%), dan media massa (67%). Bahkan peringkat kepolisian

Indonesia yang terkenal korup (70%) mengalahkan pers.117

Hal ini menunjukkan

tingkat kepercayaan terhadap jurnalisme profesional di Indonesia cukup rendah.

Hasil survei seperti ini bisa dimengerti karena konten-konten media massa, dalam

hal ini televisi sangat jelas dipengaruhi oleh kepentingan oligarki. Dalam iklim

seperti ini, orang beralih ke sumber-sumber informasi alternatif, yang sebagian

besar online dan nyaris seluruhnya berkisar di jaringan media sosial mereka

sendiri.

Kehadiran media sosial yang berbasis internet memberi harapan baru bagi

demokrasi. Di tengah krisis kepercayaan terhadap media massa, media sosial

tampil sebagai ruang publik baru (cyberspace) yang memungkinkan semakin

terbuka dan luasnya ruang diskursus terkait dengan berbagai persoalan, baik itu

ekonomi, sosial, budaya, dan politik. Sebagai ruang publik baru, media sosial

pada tempat pertama menegaskan kembali maksud hakiki dari sistem demokrasi

itu sendiri, yaitu semua warga masyarakat memiliki kebebasan yang luas untuk

melaksanakan hak dan kewajiban termasuk dalam mengambil bagian dalam

kehidupan bernegara.118

Unsur hakiki dari politik, yaitu ketika manusia berbicara,

berkomunikasi, dan membangun wacana secara bebas dan egaliter,119

juga

terfasilitasi dengan kehadiran media sosial.

116

Tirto, “Berita Hoaks di Tengah Media Mainstream yang Makin Partisan”, Tulisan ini

diterjemahkan oleh Windu Jusuf dari "Disinformation and democracy in Indonesia" yang dimuat

di New Mandala pada 12 Januari 2018, dalam seri laporan khusus terkait krisis demokrasi di Asia

Tenggara yang didukung oleh Yayasan Tifa, Tirto.id, 9 Februari 2018, https://tirto.id/berita-hoaks-

di-tengah-media-mainstream-yang-makin-partisan-cEvC, diakses pada tanggal 9 Maret 2020. 117

Ibid. 118

John May, “Demokrasi dalam Genggaman Kekuasaan Penguasa”, VOX, 60: 01 (Ledalero:

2015), hal.43. 119

Otto Gusti Madung, Politik Antara Legalitas dan Moralitas (Maumere: Penerbit Ledalero,

2009), hal. x.

Page 67: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

53

Media sosial menjadi medium partisipatoris, sebab ia menjadi sarana yang

menghadirkan suatu model komunikasi dan partisipasi politik yang lebih

partisipatif.120

Hal itu berarti bahwa melalui media sosial setiap warga masyarakat

dapat secara aktif dan langsung menyuarakan dan menyampaikan aspirasinya

dalam proses-proses politik dan terlibat dalam urusan pemerintahan. Berbagai

kritik terhadap kekuasaan dapat dengan mudah tersalurkan lewat media sosial

tanpa harus melalui pihak perwakilan. Dengan hadirnya media sosial, politik tidak

lagi hanya menjadi privilese kaum elite. Masyarakat memiliki sarana untuk

mendiskusikan dan mengontrol jalannya pemerintahan dengan efektivitas yang

tinggi. Masyarakat memiliki sarana untuk menjalankan agenda politik mereka

sendiri. Di sisi lain, pemerintah terkondisikan untuk makin transparan dan

partisipatif.121

Namun, media sosial itu berwajah ganda. Di satu sisi ia memfasilitasi

kebebasan berdiskursus, tetapi di sisi lain, ia menjadi ladang subur bertumbuh dan

berkembangnya hoaks. Data riset yang dirilis oleh Masyarakat Telematika

Indonesia pada tahun 2019 menunjukkan bahwa konten hoaks paling banyak

diterima oleh publik melalui media sosial, seperti Facebook, Path, Line,

Whatsapp, dan Telegram, yaitu sebanyak 87,50%, terbanyak dari saluran

penyebaran hoaks lainnya, seperti Aplikasi Chatting, Website, Email, dan media

massa (Televisi/Radio dan Media Cetak).122

Maraknya fenomena hoaks di media

sosial ini adalah wajah negatif yang ditampilkan dalam cyberspace. Hal ini

disebabkan oleh karena kebebasan yang nyaris tak terbatas dan tak terkontrol yang

menjadi ciri khas cyberspace. Selain itu kehadiran nir-tubuh (tanpa tubuh) dalam

komunikasi juga memungkinkan orang untuk secara bebas dan tanpa takut

memproduksi dan menyebarkan hoaks.

Kondisi ini tentu bertolak belakang dengan konsep ruang publik yang

diharapkan oleh Jurgen Habermas. Ruang publik menurut Habermas adalah

120

Veronica Hamid, “Angin Harapan Demokrasi Digital, Nostalgia Demokrasi Klasik,

Transformasi Ruang Publik, dan Politisasi Media Sosial”, dalam AE Priyono dan Usman Hamid

(eds.), Merancang Arah Baru Demokrasi: Indonesia Pasca-Reformasi (Jakarta: Kepustakaan

Popular Gramedia, 2014), hal. 737. 121

Agus Sudiboyo, Jagat Digital: Penguasaan dan Penguasaan (Jakarta: Kepustakaan Populer

Gramedia, 2019),hal. 367. 122

MASTEL, loc.cit.

Page 68: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

54

keadaan yang bisa diakses oleh semua orang. Namun keadaaan yang demikian

mestinya memungkinkan orang untuk membangun suatu komunikasi yang

rasional tanpa adanya suatu manipulasi untuk mencapai tujuan yang sepihak.

Dalam ruang publik (public sphere), Habermas menekankan relasi yang bersifat

intersubjektivitas di mana subjek yang saling berkomunikasi harus membangun

komunikasi yang bersifat timbal balik,123

sedangkan dalam cyberspace

komunikasi terjadi hanyalah antara subjek dan wacana. Subjek yang satu hanya

melemparkan wacana dalam media sosial dan serentak bisa saja menarik dari

wacana yang dilemparkannya itu, sementara subjek yang lain juga bergelut

dengan wacana yang ada dan di sana terjadilah multi tafsir dan interpretasi, dan

bahkan bisa saja terjadi interpretasi atau tafsir secara brutal.124

Publik pada

akhirnya menjadi sangat rentan untuk terpecah belah yang kemudian bisa

menimbulkan konflik sosial hanya karena perbedaan hasil interpretasi dan tafsir

atas suatu wacana. Cyberspace dalam konteks ini hanya bisa melahirkan

percakapan semu, di mana orang hanya sekedar meneruskan kata-kata asal bisa

menjadi bagian dari publik. Orang bahkan tidak merasa perlu bertindak secara

politis menyangkut masalah-masalah yang dibicarakan itu, cukup hanya dengan

melemparkan wacana saja.125

Ruang publik yang sehat membutuhkan diskursus yang rasional yang di

dalamnya terjadi pertukaran kebenaran dan wacana bermakna. Namun yang

terjadi sekarang ini adalah diskursus irasional, di mana prasangka dan emosi

menjadi hal yang dikedepankan daripada nalar dan debat argumentatif.

Rasionalitas digantikan dengan emosionalitas. Kejujuran dan akurasi tidak lagi

menjadi prioritas utama dalam diskursus ruang publik. Diskursus ruang publik

diambil alih oleh isu-isu SARA, ujaran kebencian, fitnah, propaganda politik, dan

paham-paham radikal-fundamentalis yang dikemas dalam bentuk hoaks-hoaks.

Hoaks-hoaks ini tentu berpotensi memperbesar sentimentalitas kelompok-

kelompok sosial, seperti suku, agama, politik, dan budaya. Sentimentalisme,

123

F. Budi Hardiman, Demokrasi Deliberatif, op. cit., hal. 135-136. 124

Patrisius Hariyono, “Fenomena Hoaks dan Demokrasi yang Terinstrumentalisasi”, VOX, 62 :

02 (Ledalero: 2017), hal. 156. 125

Karlina Supelli, “Ruang Publik Dunia Maya”, dalam F. Budi Hardiman (ed.), Ruang Publik:

Melacak Partisipasi Demokratis dari Polis sampai Cyberspace (Yogyakarta: Penerbit PT

Kanisius, 2010), hal. 343.

Page 69: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

55

seperti perasaan benci, tidak suka, dan agresif terhadap kelompok lain pada

akhirnya menutup gerbang menuju suatu diskursus rasional yang menjadi basis

ruang publik dan demokrasi yang sehat.

3.4.2 Munculnya Aksi Intoleransi dan Radikalisme Agama

Pada tahun 2016, Wahid Foundation dan Lembaga Survei Indonesia

mengadakan survei tentang potensi intolerasi dan radikalisme sosial-keagamaan di

kalangan muslim di Indonesia. Terkait dengan intoleransi, hasil survei itu

menyebut sebesar 58,2% responden memiliki kelompok yang tidak disukai. Dari

58,2% responden ini, yang toleran hanya 0,6% dan yang netral cenderung toleran

43,4%. Sedangkan yang intoleran sebesar 49,0% dan yang netral cenderung

intoleran sebesar 7,0%. Sikap intoleran ini hadir dalam bentuk ketidaksukaan dan

ketidaksetujuan kelompok yang tidak disukai menjadi pejabat pemerintahan,

mengajar di sekolah negeri, mengadakan pawai di daerah mereka, berpidato di

hadapan mereka, bertetangga, membangun tempat peribadatan, dan mengadakan

acara keagamaan di sekitar mereka. Kemudian terkait dengan radikalisme sosial-

keagamaan, hasil survei itu menunjukkan bahwa sebesar 0,4% yang pernah

melakukan tindakan radikal dan sebesar 7,7% responden yang bersedia

melakukan tindakan radikal bila ada kesempatan. Jika proyeksi terhadap 150 juta

penduduk Muslim Indonesia, maka dapat disimpulkan bahwa ada 600.000 orang

pernah melakukan radikalisme atas nama agama dan 11 juta jiwa berpotensi

berbuat radikal kalau ada kesempatan. Bentuknya berupa pemberian dana atau

materi kepada kelompok radikal sampai penyerangan rumah ibadat.126

Realitas

yang ditampilkan ini mau menunjukkan bahwa Indonesia rawan aksi intoleransi

dan radikalisme.

Rawannya aksi intoleransi dan radikalisme ini terbukti dari banyaknya

kasus dari tahun ke tahun sebagaimana yang dicatat oleh Wahid Foundation,

misalnya pada tahun 2009 terdapat 121 peristiwa. Jumlah ini meningkat menjadi

184 peristiwa pada tahun 2010, 267 peristiwa pada tahun 2011, dan 274 pada

126

Wahid Foundation dan Lembaga Survei Indonesia, “Paparan Hasil Survei Nasional-Potensi

Intoleransi dan Radikalisme Sosial-Keagamaan di Kalangan Muslim Indonesia”,

http://wahidfoundation.org/index.php/publication/detail/Hasil-Survey-Nasional-2016-Wahid-

Foundation-LSI, diakses pada tanggal 19 Maret 2020.

Page 70: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

56

tahun 2012. Pada tahun 2013 jumlahnya sedikit menurun menjadi 245 peristiwa127

dan kemudian menurun lagi menjadi 158 peristiwa pada tahun 2014. Jumlah ini

kemudian meningkat lagi menjadi 190 peristiwa pada tahun 2015, 204 peristiwa

pada tahun 2016, 213 peristiwa pada tahun 2017, dan kemudian menurun lagi

menjadi 192 peritiwa pada tahun 2018.128

Fenomena intoleransi dan radikalisme agama ini salah satunya disinyalir

tumbuh subur akibat maraknya hoaks yang begitu terbuka dan mudahnya diterima

dan diakui sebagai kebenaran. Banyak hoaks yang diterima oleh masyarakat

karena akses mereka ke internet. Dalam survei yang sama, Wahid Foundation dan

LSI menyebut bahwa 1,05% responden mengaku memperoleh informasi

keagamaan melalui media sosial, dalam hal ini youtube dan facebook. Padahal

media sosial yang berbasis internet merupakan ladang subur bertumbuh dan

berkembangnya hoaks. Informasi keagamaan yang diperoleh melalui media sosial

bisa saja adalah hoaks yang diciptakan dan disebarkan oleh kelompok radikal-

fundamentalis. Media sosial adalah salah satu sarana terbaik yang digunakan

kelompok radikal-fundamentalis melancarkan aksi mereka dengan menyebarkan

pengaruh dan ideologi mereka. Melalui media sosial, kelompok radikal-

fundamentalis meningkatkan pengaruh mereka dengan memproduksi dan

menyebarkan hoaks yang menjanjikan kehidupan yang lebih baik di dunia dan

menjamin kehidupan akhirat melalui video-video dan gambar yang dapat dilihat

dengan mudah oleh masyarakat.129

Selain itu, banyak ujaran kebencian yang mengutip ayat-ayat suci juga

disebarkan dalam bentuk hoaks melalui media sosial agar masyarakat saling

membenci satu sama lainnya, antar agama, dan bahkan intern-agama. Di sini

media sosial memiliki peranan yang sangat signifikan bagi peningkatan gerakan

kelompok radikal-fundamentalis. Oleh karena itu media sosial menjadi bidikan

127

Almasyah M. Dja‟far, “Intoleransi! Memahami Kebencian dan Kekerasan Atas Nama Agama”,

(Jakarta: Penerbit PT Elex Media Komputido, 2018), hal, 76 128

Wahid Foundation, “Laporan Tahunan Kemerdekaan Beragama Berkeyakinan Wahid

Foundation 2018”, http://wahidfoundation.org/index.php/publication/detail/Presentasi-Laporan-

Kemerdekaan-BeragamaBerkeyakinan-Wahid-Foundation-2018, diakses pada tanggal 19 Maret

2020. 129

Ayub Al Ansori, “Keterkaitan Radikalisme Agama dengan Fenomena Hoaks”, STAIC,

https://staic.ac.id/keterkaitan-radikalisme-agama-dengan-fenomena-hoaks.html, diakses pada

tanggal 25 Januari 2020.

Page 71: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

57

dan lahan subur bagi kampanye radikalisme, karena berdasarkan kenyataan yang

ada, akses penggunaan internet di Indonesia didominasi oleh akses ke media

sosial.

Fenomena penggunaan internet oleh kelompok terorisme merupakan suatu

pola, modus, dan startegi baru yang menggejala secara global.130

Kekuatan teroris

tidak lagi dari jaringan perseorang, tetapi melalui jejaring media yang terhubung

secara global. Melalui internet ini mereka tidak hanya mengirimkan pesan secara

lokal, nasional, regional, tetapi berskala global yang menjangkau semua audens.

Gabriel Weimann dalam penelitiannya, sebagaimana dikutip oleh Agus Surya

Bakti menunjukkan bahwa jaringan kelompok teroris menaruh perhatian lebih

pada penggunaan teknologi internet. Hal ini bisa dilihat dari jumlah dan ragam

situs yag dikelola oleh kelompok-kelompok teroris yang dari tahun ke tahun

selalu meningkat. Jika pada tahun 1998 hanya ada 12 situs, pada 2003 situs

kelompok teroris ini sudah mencapai 2.650. Data terakhir pada tahun 2014

menunjukkan bahwa terdapat lebih dari 9.800 situs yang dikelola oleh kelompok

teroris.131

130

Aksi-aksi teror yang dilakukan oleh kelompok radikal-fundamentalis semakin merajalela

dengan penggunaan teknologi internet yang merupakan produk sistem informasi global. Jean

Baudrillard sebagaimana dikutip oleh Sil Ule berpandangan bahwa sistem informasi global

mempunyai peran yang sangat signifikan dalam terorisme. Secara spesifik, peran sistem informasi

global termasuk media informasi dalam kaitan dengan terorisme dapat dibagi dalam tiga hal

pokok, yaitu: pertama, peran sistem informasi global dalam menyebarkan informasi tentang teror.

Dalam konteks ini, terorisme yang sebenarnya merupakan kejadian pada waktu dan tempat tertentu

dan terbatas tersebar luas secara global melalui pelbagai media dan alat informasi global. Imaji

kerusakan yang ditimbulkan sebagai efek dari serangan teroris disebarkan dan menjadi tontonan

global dengan segala kepanikan, kerusakan, dan ketegangan yang ditimbulkannya. Hal ini pada

akhirnya melahirkan efek ketakutan global. Efek inilah yang sebenarnya diinginkan oleh pelaku

aksi teroris. Kedua, peran sistem informasi global dalam menyebarkan teror dalam bentuk

informasi. Karena sifat dari media adalah menyebarkan berita seluas mungkin, maka sifat tersebut

dapat digunakan oleh teroris untuk menyebarkan teror ke seluruh dunia dalam bentuk informasi.

Misalnya, ancaman bom pada tempat tertentu dan atau ancaman dengan menggunakan senjata

pemusnah massal, senjata kimia, dan biologis. Entah ancaman tersebut benar ataukah hanya

berupa hoaks, tetapi efek ketakutan yang tersebar melalui teror informasi tersebut dapat tersebar

secara meluas. Ketiga, teror yang menggunakan sistem informasi sebagai cara berkomunikasi.

Dalam konteks ini, alat-alat teknologi informasi modern menjadi sarana para teroris untuk

berkomunikasi satu dengan yang lainnya. Keberhasilan usaha mereka membutuhkan alat-alat

informasi tertentu yang dapat dipakai sebagai alat koordinasi aksi mereka. Tingkat efektivitas dan

keamanan dari koordinasi melalui alat informasi tersebut menentukan keberhasilan aksi terorisme.

(Silvester Ule, Terorisme Global: Tinjauan, Kritik, dan Relevansi Pandangan Jean Baudrillard

(Maumere: Penerbit Ledalero, 2011), hal. 167-168.) 131 Agus SB, Deradikalisasi Dunia Maya: Mencegah Simbiosis Terorisme dan Media (Jakarta:

Penerbit Daulat Press, 2016), hal. 46.

Page 72: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

58

Masifitas penggunaan internet oleh kelompok teoris menurut Weimann

adalah karena internet menawarkan banyak kelebihan, di antaranya adalah karena

akses yang mudah, tidak adanya kontrol yang dan regulasi yang mengikat,

audiens yang luas, anonim, kecepatan arus informasi, dapat digunakan sebagai

media interaksi, sangat murah untuk membuat dan memeliharanya, bersifat

multimedia (cetak, suara, foto, dan video), dan yang terakhir adalah karena

internet telah menjadi sumber media mainstream.132

Internet menjadi media yang efektif bagi kelompok radikal-fundamentalis

dalam peningkatan propaganda permusuhan dan promosi tindakan kekerasan,

menggalang dukungan dan penguatan jaringan, komunikasi dan pembangunan

antar-jaringan, dan sarana rekrutmen anggota baru. Indonesia yang adalah negara

dengan mayoritas penduduk muslim terbesar di dunia menjadi target kelompok

teroris, semisal ISIS. Melalui Internet, ISIS mencoba merekrut penduduk

Indonesia untuk bergabung dengan mereka. Diperkirakan 800 orang Indonesia

telah melakukan perjalanan ke Suriah dan Irak untuk bergabung dengan ISIS

sejak tahun 2014, dan sebagian besar dari mereka masih berada di Timur

Tengah.133

Sebagai contoh, seorang mahasisiwa di salah satu perguruan tinggi di

Kalimantan Barat yang bernama Muhammad Alfian Nurzi, diperkirakan

bergabung dengan kelompok ISIS sekitar akhir Desember 2014 hingga awal

Januari 2015. Berdasarkan pengakuan teman terdekatnya, komunikasinya dijalin

melalui internet yang diduga diawali dengan diskusi-diskusi mengenai agama.

Contoh kasus lainnya adalah seorang pelajar SMK Al Faqih kabupaten

Muaojambi yang bernama Novaldi (19) yan memiliki atribut ISIS. Ia mengaku

mendapat paham atau ideologi ISIS dari internet.134

Banyak hoaks yang menyebar berkaitan dengan faktor ideologi agama

yang merupakan suatu hal yang sangat rentan di masyarakat. Apabila hoaks-hoaks

ini diterima dan diyakini sebagai kebenaran oleh masyarakat, maka akibatnya

adalah banyak masyarakat yang terprovokasi dan kemudian melakukan aksi-aksi

132

Ibid. 133

James Massola dan Karuni Rompies, “Menkopolhukam Wiranto Ditusuk Terduga Simpatisan

ISIS”, Matamata Politik, 10 Oktober 2019, https://www.matamatapolitik.com/facebook-larang-

video-deepfake-jelang-pemilu-as-in-depth/, diakses pada tanggal 2 Februari 2020. 134

Agus SB, Deradikalisasi Dunia Maya, op. cit., hal. 122.

Page 73: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

59

brutal dan anarkis. Dalam hal ini hoaks bisa melahirkan fundamentalisme agama

yang kemudian berpotensi menimbulkan sikap dan tindakan intoleransi.

Intoleransi merupakan pintu gerbang bagi aksi radikalisme hingga dalam

bentuknya yang paling ekstrim, yakni terorisme.

Fundamentalisme dan radikalisme agama adalah ancaman bagi demokrasi,

dan karena itu menurut Thomas Meyer sebagaimana dikutip oleh F. Budi

Hardiman adalah musuh demokrasi, sebab pandangan hidup yang baik menurut

mereka dipaksakan untuk seluruh masyarakat. Di sini mereka mengabaikan

partisipasi publik.135

Kaum radikal-fundamentalis biasanya tidak bersedia

mendialogkan apa yang menjadi gagasannya dengan pihak lain, tetapi

memaksakan pendapatnya pada pihak lain dan apabila pihak lain tidak bersedia

menerimanya maka akan dipaksakan, dan jika tetap tidak diterima maka pihak

lain akan dicap sebagai kafir. Dan karena itu mereka yang dianggap kafir harus

dan wajib diperangi sampai titik darah penghabisan. Ini adalah bentuk ancaman

yang paling nyata dari radikalisme. Penggunaan istiah kafir ini sering kali menjadi

pembenar oleh mereka yang radikal untuk menghadapi yang non-radikal.

Pemboman yang muncul di beberapa daerah di Indonesia adalah salah satu bukti

penggunaan istilah kafir ini.136

Aksi-aksi ekstrim dan brutal semacam ini pada

akhirnya menimbulkan krisis sosial yang hebat dan mengendurnya integritas

sebagai suatu bangsa.

3.4.3 Potensi Lahirnya Negara Totaliter

Hoaks sudah menjadi menu wajib untuk dikonsumsi publik Indonesia.

Untuk meredam produksi dan penyebaran hoaks, muncul wacana perang terhadap

hoaks yang dipelopori oleh pemerintah. Wacana ini pada satu posisi perlu

diapresiasi sebagai langkah tepat untuk mematikan virus yang bernama hoaks ini.

Namun pada posisi yang lain, yakni pada posisi dekonstruktif, wacana perang

terhadap hoaks mesti dikritisi dan dicurigai karena bahaya potensi terlibatnya

kekuasaan di balik wacana ini. Posisi ini penting agar antusiasme melawan hoaks

135

F. Budi Hardiman, Demokrasi dan Sentimentalitas: Dari Bangsa Setan-setan, Radikalisme

Agama, sampai Post-Sekularisme (Yogyakarta: Penerbit PT Kanisius, 2018), hal. 48-49. 136

Zuly Qodir, Radikalisme Agama di Indonesia (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014), hal. 41.

Page 74: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

60

jangan sentimental, membabi buta dan infantil.137

Jika wacana perang terhadap

hoaks ini dikritisi, soal paling pertama adalah sebetulnya bukanlah gairah perang

melawan hoaks itu melainkan siapa, dengan standar apa, atau lewat sistem

evaluasi opini publik macam mana yang dipakai untuk mengukur dan menentukan

suatu informsi disebut hoaks atau bukan.138

Pemerintah dalam hal ini adalah pihak yang paling bertanggung jawab

untuk mengukur dan menentukan hoaks tidaknya suatu informasi. Namun dalam

kondisi ini, pemerintah malah secara serampangan memblokir sumber informasi

tanpa ada ukuran yang jelas: apakah sebuah situs berisi informasi hoaks atau

bukan. Negara tidak mempunyai demarkasi dan standar evaluasi yang jelas

terhadap kebenaran informsi dan opini publik. Demarkasi yang diajukan hanya

satu: sumber informasi yang bukan dari media mainstream harus dicurigai sebagai

hoaks. Sikap inilah yang justru membahayakan demokrasi karena publik

diarahkan untuk hanya percaya kepada media mainstream. Padahal, bukan tidak

mungkin, justru melalui media mainstream itulah kekuasaan menyelundupkan

kepentingan hegemoninya.139

Media mainstream berpotensi menjadi alat untuk

melegitimasi eksistensi dan struktur kekuasaan politik dan ekonomi

pemerintah.140

Media mainstream acap kali dipakai oleh penguasa sebagai alat

untuk mendominasi dan menguasai jagat wacana, mengarahkan pikiran publik,

merekonstruksikan realitas, dan menanamkan ideologi.141

137

Peter Tan, op. cit., hal. 47. 138

Rocky Gerung, loc.cit. 139

Ibid. 140

Eduardus Dosi, Media Massa dalam Jaring Kekuasaan (Maumere: Penerbit Ledalero, 2012),

hal. 17. 141

Ibid. Sejak awal berdirinya negara ini, media selalu menjadi alat untuk kepentingan politik

kekuasaan. Pada saat rezim orde lama, melalui 19 pasal yang diatur dalam peraturan perpeti No.

10/1960, pers nasional diwajibkan untuk mendukung politik pemerintah. Akibatnya, segala sepak

terjang pers Indonesia hanya berpusar di sekitar usaha penyebaran ajaran-ajaran Sukarno, yakni

nasionalisme, agama, dan komunisme (NASAKOM). Penguasaan media berlanjut ketika

memasuki orde baru. Pada masa ini pers dikebiri kebebasannya dan dipasung hak-haknya.

Idealisme dan profesionalisme pers dikurung dan digembok di dalam kotak represif bernama

Deppen dan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP). Pers yang berkiprah adalah pers plat

merah, pers yang corong kepada pemerintah. Pers disetir oleh rezim yang otoriter sehingga peran

etis media disulap menjadi instrumen politisasi kebenaran demi melanggengkan kekuasaan

Suharto yang korup serta berlumuran pelanggaran HAM. Pers akhirnya sedikit bernapas legah dan

bersorak kegirangan ketika memasuki era refomasi karena pada masa itu kebebasan berekspresi

dan berpendapat sangat dijunjung tinggi. Namun tanpa disadari, pers sama sekali tidak bisa lepas

dari hegemoni kekuasaan yang pada paruh zaman ini mengenakan cadar hegemoni oligarkis.

Page 75: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

61

Jika diperhatikan secara serius, tampak bahwa pengendalian informasi,

penentuan mana hoaks dan bukan adalah cara halus untuk melenyapkan oposisi

dalam politik. Di sini negara memiliki segenap kekuatan untuk membunuh segala

informasi yang dianggap hoaks dan melahirkan hoaks-hoaks baru dalam

masyarakat. Tentang ini, Rocky Gerung, Peneliti Perhimpunan Pendidikan

Demokrasi, dalam artikelnya yang berjudul “Hoaks dan Demokrasi”, menulis:

“pembuat hoaks terbaik adalah penguasa, sebab mereka memiliki peralatan

lengkap untuk berbohong: statistik, intelejen, editor, panggung, media, dst...”142

Dengan peralatan-peralatan yang ada, kekuasaan berhak menentukan segala

sesuatu, termasuk menentukan mana informasi yang merupakan hoaks dan mana

yang bukan hoaks. Kritik Rocky ini secara implisit mau mengatakan bahwa

masyarakat perlu selalu mencurigai kekuasaan atau pemerintah. Apalagi data

historis perjalanan bangsa ini menunjukkan bahwa pemerintah memang kadang

membuat hoaks untuk menipu rakyat dan mengamankan kekuasaannya. Dengan

demikian perang melawan hoaks boleh jadi adalah wacana yang membuka

peluang masuknya monopoli kekuasaaan serentak rezim kebenaran dalam

mengontrol kebenaran dan opini publik dan membatasi kebebasan berpikir,

kreativitas, dan daya kritis masyarakat.

Contoh yang paling nyata bagaimana kekuasaan menjadi alat yang ampuh

memproduksi hoaks adalah ada pada rezim Orde Baru. Salah satu hoaks yang

diciptakan oleh rezim orde baru adalah wacana tentang kekejaman PKI. Wacana

ini diciptakan dan diindoktrinasi untuk tujuan politis, yaitu pelanggengan

kekuasaan. Stigma tentang PKI, yakni anti Tuhan, penentang agama,

pemberontak, pengkhianat bangsa, pembuat onar, pembunuh berdarah dingin dan

kejam, dan gambaran-gambaran negatif lainnya adalah hoaks yang diproduksi

secara sistematis oleh rezim Orde Baru dengan memakai kekuasaan sebagai

Segelintir orang berdompet tebal menguasai aset-aset kapital pers. Apalagi orang-orang berdompet

tebal tersebut adalah juga pejabat tinggi dalam hirarki partai-partai politik yang memiliki relasi

koncois dengan elit penguasa karena memiliki kepentingan tertentu, baik itu kepentingan bisnis

maupun kepentingan politik atau kekuasaan. Akibatnya, apa yang disuarakan media kurang kuat

memihak masyarakat dan tak jarang mencerminkan kepentingan politis pemilik perusahan media

dan atau elit penguasa. Status kepemilikan media massa dengan sendirinya turut memainkan

peranan penting dalam percaturan politik Nasional (Harris Meo Ligo, “Hoaks: Media di

Persimpangan Jalan”, VOX, 62 : 02 (Ledalero: 2017), hal. 176-179) 142

Rocky Gerung, loc. cit.

Page 76: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

62

instrumen. Dan yang paling mengerikan adalah hoaks-hoaks tersebut kemudian

disebarkan lewat buku-buku sejarah dan film, khususnya film “Penumpasan

Pengkhianatan G30S/PKI”. Buku-buku sejarah ini kemudian diajarkan di sekolah-

sekolah dan film ini selalu diputar ulang setiap tahunnya sejak dirilis. Akibatnya

hoaks tentang PKI tersebut terus hidup di hati dan pikiran sebagian masyarakat

hingga sekarang.143

Pada hal buku-buku sejarah dan film ini sebenarnya adalah

propaganda Soeharto agar paham komunisme yang pernah besar di Indonesia,

bahkan sempat menjadi tiga pilar kekuatan politik utama yang dirumuskan Bung

Karno yakni Nasakom (Nasionalis, Agama, Komunis), musnah untuk selama-

lamanya di negeri ini. Tidak semua kejadian yang disuguhkan di dalam buku-

buku sejarah dan film tersebut merupakan peristiwa yang sebenarnya. Banyak

adegan yang didramatisasi untuk mengesankan bahwa PKI dan komunisme

merupakan ancaman nyata bagi bangsa Indonesia. Hal itu justru diakui sendiri

oleh Amoroso Katamsi, pemeran Soeharto dalam film tersebut.144

Hoaks acap kali diproduksi dan disebarkan oleh mereka yang dianggap

berpengetahuan tinggi dan memiliki otoritas dalam masyarakat. Orang yang

berpengetahuan tinggi juga sering menjadi korban hoaks. Masyarakat pada

akhirnya mengalami kebingungan dalam menentukan yang hoaks dan bukan

hoaks. Di tengah kebingungan ini, masyarakat kemudian menyerahkan pilihannya

kepada negara. Negara menjadi pegangan terakhir yang oleh masyarakat dianggap

sebagai hakim yang menentukan mana yang benar dan mana yang tidak benar,

mana hoaks dan bukan hoaks. Negara menjadi patokan kebenaran. Pada titik ini,

negara dengan kekuasaannya dan dengan berbagai peralatannya mulai

mengendalikan kebenaran. Namun masyarakat gagal mencium permainan

kekuasaan dibalik semuanya ini karena terlalu percaya bahwa kebenaran yang

paling valid ditentukan oleh negara. Masyarakat menjadi tidak kritis dan terjebak

dalam idola semu terhadap pemerintah yang memiliki otoritas menentukan

kebenaran. Masyarakat mudah percaya akan pendapat seorang pejabat publik,

143

Peter Tan, op. cit., hal. 69. 144

Iswara N. Raditya, “Film Pengkhianatan G30S-PKI: Fakta Sejarah atau Propaganda Orba?”,

Tirto.id, 30 September 2019, https://tirto.id/film-pengkhianatan-g30s-pki-fakta-sejarah-atau-

propaganda-orba-eiZe, diakses pada tanggal 9 Maret 2020.

Page 77: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

63

bukan karena isi argumentasinya, melainkan karena jabatan pejabat publik

tersebut.145

Hoaks itu berwajah ganda: ada hoaks perlawanan dan hoaks kekuasaan.

Hoaks perlawanan muncul sebagai reaksi terhadap hoaks kekuasan. Apa yang

didefinisikan oleh pemerintah atau kekuasaan sebagai hoaks bisa jadi bukan hoaks

melainkan perlawanan terhadap kepemilikan kebenaran oleh kekuasaan.

Kekuasaan adalah pabrik kebohongan yang paling sempurna. Wacana perang

melawan hoaks bisa jadi adalah hoaks baru yang diproduksi rezim dan kekuasaan

untuk mengamankan kekuasaan dari hoaks-hoaks oposisi.146

Hal itu berarti bahwa

wacana perang terhadap hoaks yang gencar saat ini tidak boleh dibaca secara

linear dan tunggal.147

Hoaks memang buruk karena mengaburkan kebenaran, memicu konflik

sosial, memuat kepentingan politik partisan, dan menutup jalan kepada demokrasi

otentik serta diskurus publik yang rasional dan sehat. Namun wacana tentang

perang terhadap hoaks patut dikritisi karena boleh jadi wacana ini menjadi wadah

bagi masuk dan tumbuhnya benih-benih totalitarisme negara yang oleh Hannah

Arendt sebagaimana dikutip oleh Matias Daven sebagai “mesin pemusnah

kebebasan dan politk”148

untuk mengontrol kebenaran opini publik yang rasional

dan sehat, kebebasan berpendapat serta keluasan daya kreasi dan ekspresi

masyarakat di ruang publik.

Negara menjadi totaliter ketika dia mulai mengambil alih diskurus publik,

menentukan kebenaran, mengontrol cara berpikir, membatasi kreasi dan ekspresi

masyarakatnya, memutuskan mana yang harus dibicarakan, diucapkan atau

dilakukan warganya dan mana yang harus dilarang atau menentukan mana yang

harus ditonton dan dibaca dan mana yang tidak boleh.149

Hal ini terbukti dalam

peristiwa pelarangan diskusi dan seminar, misalnya pembubaran seminar yang

bertajuk “Pengungkapan Kebenaran Sejarah 1965/66” yang dihelat di LBH

145

Peter Tan, op. cit., hal. 66. 146

Ibid., hal. 68. 147

Ibid., hal. 69. 148

Matias Daven, “Politik Pemusnahan dan Pemusnahan Politik: Telaah Kritis Atas Konsep

Hannah Arendt tentang Totalitarisme”, Jurnal Ledalero, 14:1 (Ledalero, Juni 2015), hal. 130. 149

Peter Tan, op. cit., hal. 69-70.

Page 78: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

64

Jakarta pada Sabtu 16 September 2017 oleh pihak kepolisian. Padahal seminar

tersebut tidak memiliki tendensi politik tertentu, yaitu untuk membangkitkan

kembali Partai Komunis Indonesia. Seminar tersebut murni kegiatan akademis

yang bertujuan untuk memperjelas sejarah bangsa terkait dengan tragedi

pembunuhan besar-besaran yang terjadi di tahun 1965-1967 dan serta mendorong

negara untuk melakukan rehabilitasi terhadap para korban.150

Kondisi semacam ini kemudian berlanjut dengan penyisiran buku-buku

kiri oleh Kejaksaan dan aparat keamanan di bebarapa wilayah di Indonesia,

misalnya di Kediri, Jawa Timur pada tanggal 26 Desember 2018, di Padang,

Sumatra Barat pada tanggal 8 Januari 2019.151

Dengan dalih bahwa buku-buku

yang selama ini dilarang beredar dinilai memiliki nuansa politik sehingga dapat

mengganggu ketertiban umum dan membahayakan negara, pemerintah melalui

aparatnya secara serampangan melakukan aksi razia terhadap buku-buku yang

dianggap berhaluan kiri ini.152

Padahal dalam demokrasi, kebebasan berpikir dan

kesempatan untuk memperoleh pengetahuan seharusnya dijamin oleh negara.

Aksi razia terhadap buku-buku yang dianggap berhaluan kiri ini sama seperti

rezim Orde Baru yang menggunakan mekanisme kekuasaan untuk membatasi

pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap sejarah negerinya sendiri.

Sikap kritis itu perlu karena boleh jadi di balik wacana perang terhadap

hoaks, penguasa mulai menanam benih-benih totalitarianisme melalui

pengontrolan informasi dan opini publik, atau lewat penentuan mana hoaks dan

bukan hoaks. Negara menjadi totaliter ketika dia mulai mengambil alih diskursus

publik, menentukan kebenaran, mengontrol cara berpikir, membatasi kreasi dan

ekspresi masyarakatnya, memutuskan mana yang harus dibicarakan dan dilakukan

150

Hendra Friana, “Hoax Sejarah Era Orba”, Tirto.id, 16 September 2017,

https://tirto.id/seminar-1965-digelar-untuk-luruskan-hoax-sejarah-era-orba-cwHV, diakses pada

tanggal 9 Maret 2020. 151

Ayomi Amindoni, “Razia buku: Mengapa buku-buku berhaluan kiri menjadi sasaran?”, BBC

News, 9 Januari 2019, https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-46796449, diakses pada tanggal

3 Maret 2020. 152

Menurut Human Rights Watch, sudah lebih dari 2.000 buku yang pernah dilarang di Indonesia,

mulai dari novel, studi sejarah, ajaran agama, buku-buku mengenai kontroversi sosial-politik,

agama, teologi liberal dan termasuk karya-karya tulis tentang gerakan sosial awal abad 20. (Irvan

Bagus Santoso, “Dianggap 'Kiri', 17 Buku Ini Dilarang Edar oleh Pemerintah”, Iyaa.com, 17 Mai

2016, https://media.iyaa.com/article/2016/05/Dianggap-Kiri-17-Buku-Ini-Dilarang-Edar-oleh-

Pemerintah-3443532.html, diakses pada tanggal 3 Maret 2020.

Page 79: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

65

warganya, dan menentukan mana yang harus ditonton dan dibaca oleh

masyarakat.

Page 80: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

66

BAB IV

UPAYA PENDIDIKAN LITERASI MEDIA SEBAGAI PENANGKAL

PENYEBARAN HOAKS

Salah satu cara untuk mengantisipasi dan menekan lajunya penyebaran

hoaks adalah dengan membangun kompetensi publik. Upaya membangun

kompetensi publik ini dapat dilakukan dengan memberikan pendidikan literasi

media. Pendidikan literasi media adalah cara yang paling efekif untuk

menumbuhkan daya kritis pengguna media atas berita-berita yang tersebar dan

melatih kemampuan memahami isi dari sebuah teks yang ada. Oleh karena itu

pada bagian ini, penulis akan mendeskripsikan berbagai upaya pendidikan literasi

media yang harus dilakukan oleh berbagai pihak untuk mengantisipasi dan

menekan lajunya penyebaran hoaks di Indonesia.

4.1 Sekilas tentang Pendidikan Literasi Media

Pendidikan literasi media merupakan suatu usaha untuk mendidik dan

mengajar masyarakat yang adalah pengguna media agar dapat memiliki

kompetensi dan keterampilan literasi media. Kompetensi dan keterampilan literasi

media sangat penting untuk dimiliki oleh masyarakat agar masyarakat menjadi

melek media, atau dengan kata lain menjadi pengguna media yang bijak dan

kritis. Dengan demikian masyarakat bisa menghindarkan diri dari pengaruh

negatif media.

Page 81: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

67

Adapun kompetensi dan keterampilan literasi media yang mau dicapai

dalam pendidikan literasi media adalah sebagai berikut:

4.1.1 Kompetensi Literasi Media

Menurut Bamber Delver sebagaimana dikutip oleh Herry Hermawan, ada

sepuluh kompetensi literasi media yang diperlukan agar orang dapat berpartisipasi

secara aktif dan penuh kesadaran dalam masyarakat media. Kesepuluh kompetensi

itu antara lain:153

Pertama, pemahaman tentang pertumbuhan pengaruh media kepada

masyarakat. Media memainkan peran yang sangat penting dan karena itu memiliki

pengaruh yang besar bagi kehidupan manusia. Menjadi melek media berarti

mampu memahami dan menyadari konsekuensi pertumbuhan pengaruh media

terhadap kehidupan masyarakat.

Kedua, pemahaman tentang bagaimana media dibuat. Banyak isi media itu

sepenuhnya dibentuk dan bentuk akhirnya biasanya meliputi keputusan teknik,

ekonomik, dan strategik. Menjadi melek media berarti mampu memahami

bagaimana media yang dikonsumsi itu dibentuk atau dibuat, atau dengan kata lain

memahami logika internal dari media.

Ketiga, pemahaman tentang bagaimana media mewarnai realitas. Media

selalu menyajikan realitas dari perspektif tertentu. Menjadi melek media berarti

mampu memahami bagaimana media menyajikan kembali realitas agar dapat

membuat penilaian yang berkualitas.

Keempat, penggunaan peralatan, perangkat lunak, dan aplikasi. Partisipasi

aktif dalam masyarakat media dimulai dengan keterampilan teknis dalam

menggunakan media. Menjadi melek media berarti orang harus terbuka untuk

menggunakan media baru dan harus aktif mengeksplorasi setiap aplikasi dan

teknologi yang baru, tetapi tidak menjadi budak dari media baru, aplikasi, dan

teknologi yang baru tersebut.

153

Herry Hermawan, op. cit., hal. 78-84.

Page 82: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

68

Kelima, orientasi dalam lingkungan media. Media semakin merasuk dalam

kehidupan manusia. Akibatnya orang menghabiskan lebih banyak waktu di

lingkungan yang sepenuhnya online atau virtual, seperti Facebook, Whatsapp, dan

lain-lain. Berkenaan dengan pemilihan aplikasi media, orang harus mengetahui

kapan dan bagaimana ia harus menggunakannya. Menjadi melek media berarti

mampu mengeksplorasi kemungkinan dan mengembangkan keterampilan untuk

bergerak secara optimal dalam lingkungan media.

Keenam, mendapatkan dan memproses informasi. Setiap hari orang

dibanjiri oleh informasi dari berbagai media. Menjadi melek media berarti mampu

menemukan yang dicari, memilih yang dibutuhkan, dan menentukan informasi

yang dapat diandalkan, serta mampu memanfaatkan secara optimal informasi

yang relevan dan menyimpannya dengan baik serta berbagi dengan orang lain.

Ketujuh, membuat isi. Masyarakat media adalah warga yang telah

berevolusi dari konsumer ke prosumer (produser dan konsumer). Hal itu berarti

bahwa orang tidak hanya menjadi penonton atau pembaca secara pasif, tetapi juga

bereaksi terhadap sesuatu yang dilihat dan yang dibaca di media. Hal itu berarti

orang harus mampu membuat konten yang fungsional dan menarik. Dengan

demikian menjadi melek media berarti orang harus mampu membuat konten yang

fungsional dan menarik agar pesan dapat sampai ke audiens sasaran.

Kedelapan, berpartisipasi dalam jaringan sosial. Masyarakat media saat ini

adalah masyarakat jaringan. Dalam jaringan ini, pekerjaan penting dicapai dengan

berkreasi secara bersama-sama. Oleh karena itu menjadi melek media berarti

mampu berpartisipasi secara optimal dalam jaringan sosial. Hal pertama yang

harus dibuat sebelum berpartisipasi dalam jaringan sosial adalah mempelajari

norma-norma dan nilai-nilai dari sebuah komunitas online dan menyesuaikan

perilakunya. Selanjutnya orang harus memahami bagaimana jaringan sosial

bekerja. Hal itu berarti bahwa orang harus memahami bagaimana mendapatkan

orang lain untuk bekerja sama membuat sesuatu, bagaimana orang mendapatkan

dirinya melihat dan mendengar aktivitas dalam jaringan sosial, apa yang penting

untuk dibagikan, dan bagaimana orang dapat mengikuti dan mendukung orang

lain.

Page 83: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

69

Kesembilan, pencerminan penggunaan media. Untuk memanfaatkan secara

optimal kemungkinan yang ditawarkan oleh media, orang harus dapat

merefleksikan semua aspek penggunaan media sendiri, terlebih khusus tentang

dampak mengonsumsi media secara pasif pada kepribadiannya. Oleh karena itu

menjadi melek media berarti mampu memahami penggunaan media sendiri dan

dampaknya sehingga orang dapat membuat pilihan untuk mengoptimalkan

tindakannya.

Kesepuluh, pencapaian tujuan melalui media. Dalam masyarakat media

saat ini hampir tidak mungkin untuk mencapai tujuan pribadi dan kelompok tanpa

menggunakan media. Dalam banyak kasus, media sangat diperlukan, seperti untuk

membangun karier, mendapatkan teman, menemukan pasangan hidup,

mempromosikan suatu tujuan, dan lain-lain. Menjadi melek media berarti mampu

mewujudkan tujuan diri sendiri berdasarkan penilaian mengenai kelebihan dan

keterbatasan dari media. Melek media berarti harus menggunakan media secara

efektif untuk tujuan yang ingin dicapai.

4.1.2 Keterampilan Literasi Media

Menurut William James Potter sebagaimana dikutip oleh Wulan Purnama

Sari, ada beberapa keterampilan literasi media yang harus dimiliki oleh

masyarakat, diantaranya:154

Pertama, analisis. Keterampilan ini berkaitan dengan kemampuan

memahami isi dan konten serta membongkar dan mengkaji suatu pesan atau

informasi dari sebuah media, dan kemudian mampu mengambil kesimpulan atas

isi pesan atau informasi secara bijaksana.

Kedua, evaluasi. Dalam tahapan evaluasi ini orang diharapkan untuk

mampu memberikan penilaian atas suatu pesan informasi yang media sampaikan.

Lebih dari itu pada tahapan ini orang diharapkan mampu menilai baik dan buruk,

serta benar dan tidak benarnya sebuah pesan atau informasi yang disampaikan

oleh media.

154

Wulan Purnama Sari, “Literasi Media Sosial Sebagai Tindakan Preventif pada Radikalisme dan

Hoax”, dalam Fajar Junaedi dan Filosa Gita Sukmono (eds.), op. cit., hal. 206-207.

Page 84: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

70

Ketiga, pengelompokan. Dalam tahapan ini orang diharapkan untuk

mampu membuat persamaan, perbedaan bahkan membandingkan isi berita yang

diterimanya dengan sumber lain. Dengan kata lain seseorang mampu membuat

verifikasi berita atau informasi melalui media lain. Hal yang di kelompokkan

misalnya topik, sudut pandang, isu, dan atau permasalahan tertentu. Dengan

melakukan pengelompokan, seseorang akan mudah mencari titik permasalahan

dan mengetahui arah keberpihakkan suatu media.

Keempat, induksi. Induksi berkaitan dengan kemampuan menganalisis dan

mengkaji suatu informasi dari yang bersifat khusus dalam lingkup kecil menuju

pada yang bersifat umum secara menyeluruh.

Kelima, deduksi. Deduksi merupakan kebalikan dari pada induksi yaitu

kemampuan menganalisis dan mengkaji informasi yang bersifat umum kemudian

menjabarkannya menjadi informasi yang bersifat khusus.

Keenam, sintesis. Sintesis merupakan kemampuan untuk merangkai

kembali sebuah pesan atau informasi dari suatu media menjadi sebuah pesan

dalam struktur baru dan mampu menyajikannya berdasarkan isi pesan dari media

sebelumnya dengan bahasa yang mudah dipahami.

Ketujuh, abstraksi. Dalam tahapan ini yakni abstraksi diharapkan orang

sudah memiliki kemampuan dan kecakapan yang lengkap, mulai dari

menganalisis, mendeskripsikan, menilai baik buruk, mencari titik poin

permasalahan, meringkas pesan, dan menyajikannya kembali dengan bahasa yang

lebih mudah dimengerti.

4.2 Merunut Fakta Sejarah Perkembangan Pendidikan Literasi Media di

Indonesia

Di Indonesia aktivitas literasi media baru mulai dikembangkan pada tahun

1990.155

Aktivitas literasi media di Indonesia agak terlambat dibandingkan dengan

negara-negara maju di dunia yang telah lebih dahulu mengembangkan aktivitas

literasi media di negaranya. Secara ringkas perkembangan aktivitas literasi media

155

Muhammad Syukri, Anang Sujoko, dan Reza Safitri, “Gerakan dan Pendidikan Literasi Media

Kritis di Indonesia (Studi terhadap Yayasan Pengembangan Media Anak)”, Jurnal Ilmu

Komunikasi MEDIAKOM, 02:02 (Malang: Tahun 2019), hal. 118.

Page 85: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

71

di Indonesia dapat dibagi dalam tiga periode, yakni periode 1990-2000156

, periode

2000-2010157

, dan periode 2010-2018158

.

4.2.1 Periode 1990-2000

Aktivitas literasi media mulai dikembangkan di Indonesia karena didorong

oleh kekhawatiran akan besarnya pengaruh yang dimunculkan oleh media televisi

yang merupakan media dengan khalayak yang cukup besar pada tahun 1990

sampai awal tahun 2000. Kekhawatiran ini berasal dari kalangan orang tua, guru,

tokoh-tokoh agama, LSM yang peduli dengan perlindungan anak, perguruan

tinggi, dan kelompok mahasiswa.159

Pada era ini muncul banyak stasiun televisi swasta yang mengusung misi

sebagian besar untuk mencari keuntungan. Media televisi menjadi sebuah industri

dengan berusaha untuk mendapatkan perhatian dari pemirsa dan dengan harapan

mendapatkan perhatian akan iklan yang mereka tayangkan sebagai sumber

keuntungan sebuah tayangan. Tayangan televisi banyak memberikan pengaruh

kepada khalayaknya, akan tetapi tidak semua tayangan di televisi berpengaruh

positif, misalnya tayangan yang mengandung kekerasan dan tayangan tidak

mendidik lainnya. Pengaruh tersebut terutama berdampak terhadap fisik, mental,

emosi dan perkembangan spiritual pada anak-anak dan remaja. Melihat fenomena

tersebut, maka pada tahun 1991, Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI)

menyelenggarakan sebuah workshop di tingkat regional Asia-Pasific, tentang anak

dan televisi di Cipanas, Jawa Barat.160

Forum ini membicarakan isu tentang anak dan televisi yang sudah mulai

aktual pada waktu itu dengan komprehensif dan mendalam, serta antisipasinya di

masa depan dalam konteks kewilayahan Asia. Ada beberapa hal yang dihasilkan

dan menjadi rekomendasi dari workshop ini, yaitu perlunya peningkatan kualitas

156

Iswandi Syahputra, “Literasi Media di Indonesia: Keragaman Pemahaman dan Kegiatan”,

dalam KPI (Komisi Penyiaran Indonesia), Panduan Sosialisasi Literasi Media Televisi; Pegangan

untuk Narasumber (Jakarta: KPI, 2011), hal. 38. 157

Ibid., hal. 43. 158

Novi Kurnia, “Media dan Gerakan Literasi”, dalam Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada, Jurnalisme, “Berita Palsu”, &

Disinformasi Konteks Indonesia (Jakarta, UNESCO Ofice, 2019), hal. 20-21. 159

Muhammad Syukri, Anang Sujoko, dan Reza Safitri, loc.cit. 160

Iswandi Syahputra, op.cit., hal. 40.

Page 86: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

72

tayangan televisi untuk anak karena televisi memiliki peran penting dalam

membantu menumbuh kembangkan anak menjadi lebih baik dan perlunya

pendidikan media dengan fokus pada televisi, untuk diajarkan kepada anak-anak.

Orang tua, guru, organisasi kesejahteraan anak, aktivis konsumen, LSM, dan

berbagai lembaga pembela hak anak memiliki peran besar dalam memberikan

pendidikan media kepada anak-anak. Adapun topik-topik yang perlu diajarkan

dalam pendidikan media adalah seperti bagaimana televisi bekerja; bagaimana

acara TV diproduksi; bagaimana berbagai lembaga dapat memengaruhi isi

tayangan TV; tentang perkembangan anak dan kaitannya dengan pemahaman

terhadap tayangan TV; bagaimana isi tayangan TV dapat memengaruhi nilai, gaya

hidup, dan perilaku pemirsa; bagaimana TV merepresentasikan realitas; dan

panduan dalam menonton TV. Hal lain yang dihasilkan dan menjadi rekomendasi

dari workshop ini adalah perlunya pelatihan mengenai pendidikan media atau

setidaknya konsep dasar mengenai sikap kritis dalam mengkonsumsi tayangan TV

untuk para guru, orang tua, pengasuh anak, berbagai lembaga di bidang anak,

pekerja tempat penitipan anak, dan bahkan para produser acara TV.161

Sebagai tindak lanjut dari workshop ini, maka pada tahun 1994, YKAI

bersama dengan Litbang Departemen Penerangan mengadakan penelitian analisis

isi tentang adegan prososial dan antisosial dalam tayangan anak. Hasil penelitian

ini sempat menjadi polemik karena beberapa lembaga penyiaran yang ada pada

waktu itu, mengadakan konferensi pers menolak dan mempertanyakan kualitas

penelitian tersebut. Namun setidaknya, masyarakat menjadi tahu bahwa dalam

tayangan anak, terdapat banyak sekali adegan anti-sosial yang didominasi dengan

kekerasan. Di tahun yang sama, YKAI juga menyelenggarakan workshop tentang

pendidikan media televisi. Workshop ini menandai adanya kebutuhan untuk mulai

secara serius memikirkan bagaimana memberi bekal pengetahuan dan

keterampilan kepada anak-anak agar mereka dapat berinteraksi dan mengonsumsi

televisi dengan aman. Sebagai tindak lanjut dari workshop tersebut kemudian

diadakan seminar tentang “Bagaimana Menonton Televisi yang Pas Untuk Anak”.

161

Ibid.

Page 87: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

73

Dalam seminar tersebut, YKAI menerbitkan sebuah booklet 20 halaman dengan

judul yang sama yang ditujukan untuk orang tua.162

Kemudian pada tahun 1996, YKAI melakukan penelitian tentang

tayangan TV untuk anak. Penelitian dengan topik serupa pada saat bersamaan

juga dilakukan di berbagai negara ASEAN lainnya seperti Malaysia, Singapura,

Philipina, Thailand, dan sebagainya. Setelah dikompilasi, hasil penelitian bersama

ini diterbitkan dalam bentuk buku dengan judul Growing Up With TV: Asian

Children’s Experience. Berikutnya pada tahun 1999, dilakukan penelitian dengan

pola serupa tentang pemberitaan mengenai anak yang dimuat dalam media, yang

kemudian diterbitkan dalam bentuk buku berjudul Children in the News. Selain

kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh YKAI, berbagai institusi, sekolah,

perguruan tinggi, dan lain-lain juga menyelenggarakan berbagai seminar

mengenai dampak televisi pada anak dan bagaimana orang tua dan guru harus

bersikap. Forum seminar tersebut diselenggarakan selama satu sesi atau setengah

hari dengan tema-tema populer yang dibutuhkan oleh para orang tua dan guru.163

4.2.2 Periode 2000-2010

Pada periode ini kesungguhan mengembangkan literasi media di Indonesia

mulai terlihat. Hal ini sejalan dengan diundangkannya UU No. 32 Tahun 2002

tentang Penyiaran. Pada Pasal 52 (2) dinyatakan, "organisasi nirlaba, lembaga

swadaya masyarakat, perguruan tinggi, dan kalangan pendidikan dapat

mengembangkan kegiatan literasi dan atau memperbaiki lembaga penyiaran".

Dalam penjelasan pasal ini dinyatakan bahwa, "Yang dimaksud dengan kegiatan

literasi adalah kegiatan pembelajaran untuk meningkatkan sikap kritis

masyarakat".164

Dengan demikian UU ini secara jelas memuat perlunya

pengembangan literasi media.

Dalam rangka menanggapi UU ini, maka pada tahun 2003 beberapa

lembaga pemerintahan baik di tingkat Pusat maupun Daerah (Kota/Kabupaten)

162

Ibid., hal. 40-41. 163

Ibid., hal. 42. 164

Republik Indonesia, “Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2002 tentang

Penyiaran”.

Page 88: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

74

menyelenggarakan pelatihan. Lembaga Informasi Nasional (LIN) bekerja sama

dengan dengan Masyarakat Pers dan Penyiaran Indonesia (MPPI) dan Serikat

Penerbit Surat kabar (SPS) menyelenggarakan pelatihan untuk meningkatkan

peran dan literasi masyarakat sebagai khalayak media di ibu kota-ibu kota

provinsi di tanah air. Pelatihan tersebut melibatkan peserta yang berasal dari

kalangan dosen dan mahasiswa dari berbagai jurusan dan perguruan tinggi serta

aktivis organisasi keagamaan seperti NU, Muhammadiyah, dan Persis (Persatuan

Islam). Pada tingkat Kabupaten, misalnya Badan Pemberdayaan Masyarakat dan

Kesejahteraan Sosial (PMKS) Kabupaten Sumedang menyelenggarakan pelatihan

yang diikuti tokoh wanita dan wakil pemudi dari setiap kecamatan di Kabupaten

Sumedang. Di samping itu, pada tahun 2004 SPS bekerja sama dengan World

Association of Newspaper (WAN) menyelenggarakan Program NiE (Newspaper

in Education) yang salah satu tujuannya adalah mengembangkan literasi media.

Namun Program Nie di Indonesia baru pada tahap awal yakni penyelenggaraan

seminar awal dan pelatihan untuk para guru. Selain Program NiE, Yayasan

Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) menyelenggarakan Program Pembelajaran

Melek Media (Program PMM) bagi siswa SD dan dilaksanakan di Jakarta.

Sedangkan Yayasan Junal Perempuan bekerja sama dengan UNICEF dan Kantor

Kementerian Pemberdayaan Perempuan menyelenggarakan sosialisasi literasi

media di 5 SMA di Jakarta pada tahun 2004. Sedangkan Lembaga Konsumen

Media (LKM) Surabaya menyelenggarakan pendidikan literasi media dalam

bentuk pelatihan pada kelompok-kelompok masyarakat dan melalui siaran

mingguan di Radio Suara Surabaya.165

Meskipun penyelenggaraan pendidikan literasi media sudah disebutkan

dalam UU No. 32 tahun 2002, tetapi pendidikan literasi media belum menemukan

bentuk baku atau bentuk ideal. Pelatihan literasi media yang dilakukan di

Indonesia masih dalam bentuk gerakan-gerakan yang belum terstruktur dan

sistematis. Gerakan-gerakan tersebut dibuat dalam bentuk seminar, roadshow,

pelatihan, dan kampanye-kampanye mengenai literasi media yang dilakukan oleh

LSM maupun organisasi mahasiswa dan institusi lainnya, misalnya roadshow ke

beberapa sekolah dasar di DKI Jakarta oleh Komunitas Mata Air tahun 2004,

165

Yosal Irianta, op. cit., hal. 6-7.

Page 89: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

75

seminar di beberapa SMA di DKI Jakarta pada tahun 2005 dan 2008 oleh

Yayasan Jurnal Perempuan, roadshow ke beberapa SLTP di DKI dan Depok

tahun 2005-2008 oleh Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi UI, roadshow oleh

Perhimpunan Masyarakat Tolak Pornografi tahun 2006,166

pelatihan literasi media

untuk remaja di sekolah menengah atas di Yogyakarta pada tahun 2008 oleh

Rumah Sinema,167

dan beberapa kegiatan lainnya oleh organisasi pemerhati media

lainnya.

Pada periode ini juga diupayakan penerapan pendidikan literasi media

melalui jalur lembaga pendidikan formal. Pada tahun 2002 Yayasan

Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) memulai sebuah proyek percontohan

penerapan Pendidikan Melek Media dalam bentuk kegiatan belajar mengajar di

kelas. Proyek ini diujicobakan pada Sekolah Dasar Negeri Johar Baru 01 Pagi,

Jakarta Pusat. Sebelum melaksanakan model pertama ini, tim YKAI melakukan

diskusi kelompok terfokus terhadap para guru, orang tua, dan siswa tentang

tayangan televisi dan problemnya pada anak. Sesudah proyek percontohan selesai

dilakukan, pada bulan Desember 2004, dalam kerja sama dengan Kantor Menteri

Negara Pemberdayaan Perempuan, YKAI menyelenggarakan pelatihan guru

tentang Pendidikan Melek Media dengan dukungan dari UNESCO untuk tingkat

SD dan SMP dengan pesertanya berasal dari beberapa sekolah di Jakarta, Bogor,

dan Yogyakarta. Pelatihan yang sama juga diselenggarakan lagi pada tahun 2005

bertempat di sekolah Nurul Fikri dengan dukungan dari UNESCO.168

Pada tahun 2006 Yayasan Pengembangan Media Anak (YPMA) yang

dengan dukungan dari UNICEF menyempurnakan modul pelatihan guru tentang

Pendidikan Melek Media dan mengujicobakannya dalam pelatihan guru pada

bulan November 2006 di 8 sekolah di kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur.

Dalam program tersebut, YPMA mengubah nama ‟Pendidikan Melek Media‟

menjadi ‟Pendidikan Media‟ yang dipandang lebih tepat karena merupakan

terjemahan dari istilah asli dalam bahasa Inggris, Media Education. Pada bulan

166

Iswandi Syahputra, op. cit., hal. 43. 167

Eko Suprati, “Pelatihan Literasi Media dengan Metode Kreatif untuk Remaja”, dalam Dyna

Herlina Suwarto (ed.), op. cit., hal. 78. 168

Iswandi Syahputra, op. cit., hal. 43-45.

Page 90: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

76

November 2006 diadakan Round Table Discussion di UNICEF yang dipandu oleh

communication officer dari UNICEF untuk menjajaki kemungkinan penerapan

Pendidikan Media di sekolah. Peserta diskusi di antaranya adalah perwakilan dari

UNICEF, perwakilan dari UNESCO, Direktorat Pembinaan TK-SD Depdiknas,

Pusat Kurikulum Depdiknas, Lembaga Studi Pers dan Pembangunan, beberapa

guru dan kepala sekolah dasar di Jakarta, LSM bidang pornografi, dan LSM

bidang hak anak. Tahun 2008, dengan dukungan dana dari UNICEF dan dalam

kerja sama dengan Dinas Pendidikan Jawa Tengah dan Dinas Pendidikan Jawa

Timur, YPMA mulai melakukan uji coba Pendidikan Media dalam skala yang

lebih luas. Ini adalah upaya untuk mengujicobakan materi dan metode penerapan

Pendidikan Media melalui jalur sekolah dan masuk ke kurikulum, yang telah

dirancang sebelumnya. Ada 35 sekolah di empat wilayah, yakni Kotamadya Solo,

Kabupaten Klaten, Kabupaten Bondowoso, dan Kotamadya Malang yang terlibat

dalam uji coba ini. Untuk tingkat pra-sekolah, uji coba dilakukan pada tahun 2010

di Yogyakarta yang melibatkan guru-guru dari Wonosobo, Klaten, dan

Yogyakarta.169

4.2.3 Periode 2010-2018

Aktivitas literasi media mengalami perubahan signifikan pada akhir 2010-

an saat penggunaan internet dan media digital semakin meningkat di Indonesia

seiring dengan munculnya kekacauan informasi, hoaks, ujaran kebencian,

kecanduan gawai dan internet, dan pelanggaran privasi. Untuk meminimalisasi

permasalahan-permasalahan tersebut, maka kegiatan literasi media dibuat semakin

beragam dan bertambah.

Studi yang dilakukan Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi)

menunjukkan bahwa fokus gerakan literasi media di Indonesia pada 2010-an

adalah media digital, media daring, media sosial, dan game. Studi yang dilakukan

oleh 56 peneliti dari 26 perguruan tinggi ini memetakan 342 kegiatan literasi

media yang dilaksanakan di sembilan kota di Indonesia: Yogyakarta, Salatiga,

Semarang, Surakarta, Malang Raya, Bandung, Banjarmasin, Bali, dan Jakarta.

Studi ini menemukan bahwa pelaku kegiatan literasi digital paling banyak adalah

169

Ibid., hal. 45.

Page 91: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

77

universitas (56,14%) yang diikuti dengan instansi pemerintah (14,4%), komunitas

(13,52%, lembaga swadaya masyarakat (5,32%, sekolah (3,68%), korporasi

(3,68%), asosiasi profesi dan organisasi massa (2,86%) dan media (0,4%).

Sementara itu, target sasaran literasi digital lebih banyak remaja (29,55%),

mahasiswa (18.5%), masyarakat umum (15,22%), orang tua (12.23%), guru dan

dosen (10,14%), serta komunitas dan masyarakat profesional termasuk media

(6,86%), dan peneliti (0,29%).170

Pada akhir tahun 2017 muncul Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD)

Siberkreasi, sebagai jawaban atas rekomendasi studi Japelidi tentang

dibutuhkannya gerakan literasi media yang kolaboratif. Dalam setahun sejak

Siberkreasi dibentuk, terdapat 92 organisasi (instansi pemerintah, akademisi dari

berbagai universitas, komunitas, korporasi, media) yang menggerakkan 297

program serta melibatkan 125.080 peserta. Hingga akhir 2018, selain

memproduksi beragam materi literasi digital seperti video dan infografik,

Siberkreasi sudah meluncurkan 65 buku panduan literasi digital dengan beragam

topik seperti melawan hoaks, mengelola informasi bencana alam, mengatasi

kecanduan games, hingga digital parenting.171

4.3 Hambatan dalam Pendidikan Literasi Media Indonesia

Perkembangan teknologi internet dan hadirnya berbagai media menuntut

orang untuk bisa memiliki kemampuan literasi media. Literasi media menjadi

sesuatu yang urgen untuk dimiliki sebagai penangkal dampak dan atau efek

negatif dari penggunaan media dan internet. Oleh karena itu pendidikan literasi

media menjadi sangat penting dan mendesak untuk dilakukan guna mendorong

kesadaran masyarakat akan pentingnya memahami, menggunakan, dan menilai

media secara benar dan tepat. Di Indonesia pendidikan literasi media sudah

berjalan, tetapi masih sangat terbatas.

170

Novi Kurnia, loc. cit. 171

Ibid., hal. 21.

Page 92: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

78

Ada beberapa faktor yang menjadi penghambat terbatasnya pendidikan

literasi media di Indonesia. Faktor-faktor itu antara lain:

4.3.1 Lemahnya Dukungan Pemerintah

Salah satu faktor yang menjadi penghambat terbatasnya pendidikan literasi

media di Indonesia adalah lemahnya dukungan pemerintah. Pemerintah tidak

menganggap isu literasi media sebagai sesuatu yang mendesak seperti narkoba,

korupsi, kemiskinan, dan sebagainya. Lemahnya dukungan pemerintah ini dapat

ditunjukkan dari belum dimasukkannya literasi media ke dalam kurikulum resmi

pendidikan, padahal pendidikan literasi media akan jauh lebih terstruktur,

sistematis, dan lebih optimal bila dijadikan sebagai salah satu mata pelajaran di

sekolah dan mata kuliah penunjang di perguruan tinggi. Selain itu program-

program literasi media, semisal dalam bentuk seminar juga belum dibuat secara

berkala dan sifatnya juga masih tertutup karena terbatas untuk kalangan tertentu

saja. Misalnya seminar yang diselenggarakan di Ledalero pada tanggal 26

Oktober 2019 yang dinisiasi oleh anggota Komisi I DPR RI, Dr. Andreas Hugo

Parera dalam kerja sama dengan Kementrian Komunikasi dan Informatika.

Seminar ini sangat tertutup karena peserta seminarnya dibatasi hanya sampai 100

lebih orang saja. Akibatnya dampak dari program-program literasi media tidak

menyasar ke semua lapisan masyarakat.

Lemahnya dukungan pemerintah juga dapat ditunjukkan dari terbatasnya

porsi dana yang diberikan untuk kegiatan literasi media. Akibatnya sebagian besar

kegiatan literasi media bersifat satu waktu, kegiatan berakhir ketika pendanaan

berakhir.172

Lemahnya dukungan pemerintah ini membuat perkembangan literasi

media di Indonesia hanya sebatas gerakan-gerakan yang belum terstruktur dan

sistematis. Hal itu pun lebih banyak diinisiasi dan difasilitasi oleh pihak swasta,

seperti para pegiat literasi media dan organisasi pemerhati media. Gerakan-

gerakan tersebut dilakukan melalui seminar, sosialisasi, dan kampanye literasi

media. Padahal pendidikan literasi media tidak cukup bila hanya disampaikan

dalam bentuk seminar dan atau sosialisasi yang hanya berdurasi dua jam.

172

Hendriyani dan B. Guntarto, loc. cit.

Page 93: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

79

4.3.2 Lembaga Pendidikan Belum Menjadi Aktor Utama

Faktor lainnya yang menjadi penghambat terbatasnya pendidikan literasi

media di Indonesia adalah lembaga pendidikan belum menjadi aktor utama dalam

kegiatan-kegiatan literasi media. Hal ini disebabkan bukan hanya karena belum

dimasukannya literasi media ke dalam kurikulum resmi pendidikan, melainkan

juga karena lembaga pendidikan belum terbuka terhadap ide literasi media.

Kegiatan literasi media dianggap sebagai beban tambahan bagi guru yang telah

menanggung kurikulum yang sangat padat. Kondisi ini tentu berbeda dengan yang

terjadi di Inggris, AS, Kanada, Australia, dan Jepang, yang sudah

mengintegrasikan literasi media ke dalam kurikulum sekolah dasar, sehingga

kemampuan literasi media warga di negara-negara tersebut pada umumnya cukup

baik.173

Di Indonesia, sangat sedikit lembaga pendidikan yang menjadi aktor

literasi media. Hanya ada beberapa perguruan yang sudah memasukan literasi

media sebagai salah satu mata kuliah penunjang, seperti Universitas Gadjah Mada

(UGM), Universitas Islam Bandung (UNISBA), Universitas Negeri Yogyakarta

(UNY), Universitas Respati Yogyakarta (UNRIYO), Universitas Paramadina

Jakarta,174

Universitas Sumatera Utara (USU),175

dan Universitas Negeri Surabaya

(UNESA).176

Hal ini menunjukkan bahwa literasi media di Indonesia hanya dilihat

sebagai aktivitas sampingan yang tidak menjadi prioritas utama bagi para peserta

didik. Padahal para peserta didik adalah kelompok yang paling rentan terhadap

potensi dampak negatif media. Literasi media hanya sebuah aktivitas tambahan

173

Ibid. 174

Novi Kurnia dan Santi Indra Astuti, “Peta Gerakan Literasi Digital di Indonesia: Studi tentang

Pelaku, Ragam Kegiatan, Kelompok Sasaran, dan Mitra”, Jurnal INFORMASI, 47:2 (Yogyakarta:

Desember 2017), hal. 160. 175

Pada tahun 2009 Departemen Ilmu Komunikasi Fisip USU melakukan perbaikan kurikulum

dengan mengakomodir materi tentang literasi media dalam mata kuliah media dan masyarakat.

(Mazdalifah, “Mengembangkan Literasi Media di Perguruan Tinggi”, dalam Dyna Herlina

Suwarto (ed.), op. cit., hal. 53). 176

Pada tahun 2019 UNESA mulai mewajibkan mata kuliah Literasi Media bagi semua

mahasiswa. (Awang Dharmawan, “Waktunya Kurikulum Literasi Media”, Times Indonesia, 11

Februari 2020, https://www.google.co.id/amp/s/amp.timesindonesia.co.id /read/news/250639/

waktunya-kurikulum-literasi media, diakses pada tanggal 26 April 2019).

Page 94: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

80

yang akan dibutuhkan ketika terjadi gejolak moral yang disebabkan oleh dampak

negatif media.

4.3.3 Minimnya Pengetahuan Orang Tua tentang Literasi Media

Selain lemahnya dukungan pemerintah dan lembaga pendidikan yang

belum menjadi aktor utama, minimnya pengetahuan orang tua tentang literasi

media juga menjadi salah satu faktor penghambat pendidikan literasi media di

Indonesia. Minimnya pengetahuan literasi media orang tua tercermin dari

seringnya membiarkan anak-anak menggunakan gadget dan internet secara bebas

tanpa ada pengawasan dan pendampingan yang memadai. Beberapa orang tua

bahkan dengan sengaja memberikan berbagai perangkat teknologi terkini agar

anak-anak diam sehingga tidak mengganggu kesibukan mereka. Bahkan tidak

jarang, baik anak maupun orang tua masing-masing sibuk dengan gadgetnya.

Selain itu orang tua juga sering membiarkan anak-anak berinteraksi

dengan televisi selama berjam-jam. Banyak orang tua yang sudah membiasakan

anak-anaknya menonton televisi ketika masih bayi, misalnya sambil menyusui,

ibu-ibu asyik menonton televisi dan sambil menyuapi anak-anaknya yang masih

balita, ibu-ibu meletakkan anak-anak mereka di depan televisi. Tidak sedikit

orang tua yang menjadikan televisi sebagai pengasuh anak-anak mereka ketika

masih balita, dan bahkan meletakkan televisi di kamar tidur anak-anak.

Dua fenomena ini menunjukkan bahwa kemampuan literasi media orang

tua masih sangat minim. Minimnya pemahaman literasi media orang tua yang

adalah agen literasi media dalam keluarga, membuat pendidikan literasi media di

dalam keluarga menjadi tidak berjalan.

4.3.4 Rendahnya Kesadaran Masyarakat untuk Memahamai Urgensi

Literasi Media

Faktor lainnya yang juga turut menjadi penghambat pendidikan literasi

media di Indonesia adalah rendahnya kesadaran masyarakat untuk memahamai

urgensi literasi media. Masyarakat memandang literasi media hanya sebagai

kegiatan tambahan yang akan dibutuhkan ketika terjadi persoalan yang akut

berkaitan dengan media, misalnya hoaks, kekerasan, penipuan, pornografi, dan

Page 95: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

81

lain sebagainya. Bagi sebagian masyarakat, literasi media dipandang hanya

sebagai wacana yang berasal dari luar yang bisa hilang kapan saja ketika

masyarakat sudah aman dan tidak membutuhkannya. Dengan kata lain literasi

media bukanlah sebuah kondisi yang seharusnya ada dalam masyarakat.

4.4 Upaya Pendidikan Literasi Media

Di tengah pesatnya perkembangan teknologi komunikasi dan informasi,

pendidikan literasi media menjadi suatu urgen untuk dilakukan. Namun

pendidikan literasi media ini tidak dapat berjalan baik jika tidak ada upaya atau

peran dari semua pihak. Oleh karena itu pendidikan literasi media menjadi

tanggung jawab semua pihak. Hemat penulis ada beberapa pihak yang memiliki

peran penting dalam pendidikan literasi media. Pihak-pihak itu antara lain:

4.4.1 Keluarga

Keluarga merupakan unit terkecil yang ada di dalam sistem masyarakat.

Sekalipun sebagai unit terkecil, keluarga mampu memberikan pengaruh yang

sangat besar dalam membangun kehidupan anak. Dari lingkungan keluarga, anak-

anak belajar tentang agama, etika, nilai moral, dan mengenal kehidupan untuk

pertama kalinya. Dengan pola pengasuhan yang baik, maka akan terlahir pribadi-

pribadi yang tidak hanya cerdas tapi juga bijak, kritis, berpikiran terbuka, dan

berkepribadian baik.

Tidak bisa dimungkiri bahwa kehidupan anak-anak dewasa ini sangat

dekat dengan media. Anak-anak merupakan generasi screen culture (generasi

layar). Mulai dari layar televisi, layar komputer maupun layar telepon genggam.

Media telah menggeser peran orang tua dan lingkungan sosial dalam hal

berinteraksi, berkomunikasi, dan menanamkan nilai-nilai kehidupan. Anak-anak

begitu lekat dan dekat dengan layar-layar tersebut. Anak-anak telah menghabiskan

sebagian besar waktunya untuk berinteraksi dengan beragam layar tersebut baik

untuk menonton televisi, bermain games, berselancar di internet, dan atau

berinteraksi dengan teman-temannya di media sosial.

Page 96: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

82

Studi kuantitatif tentang penggunaan internet oleh anak-anak yang

dilakukan oleh Puspita Adiyani Candra terhadap 100 anak sekolah yang berusia 6-

12 tahun di Surabaya pada tahun 2013, sebagaimana dikutip oleh Novi Kurnia,

menunjukkan bahwa 27% anak menggunakan internet pertama kalinya pada usia

8 tahun, 19% menggunakannya pada usia 7 tahun dan 12% pada usia 6 tahun.

Temuan lainnya yang menarik adalah beberapa responden mengaku mengenal

internet sejak usia lima tahun (balita) atau bahkan sebelumnya. Data menunjukkan

12% anak-anak telah mengenal internet pada usia 5 tahun, 4% pada usia 4 tahun,

dan 1% pada usia 3 tahun. Dari temuan penelitian tersebut terlihat pengguna

internet berusia muda dan bahkan perkenalan mereka dengan internet dimulai di

usia balita. Interaksi anak-anak dalam usia 3 hingga 12 tahun dengan internet

secara umum dimediasi oleh orang-orang di sekitarnya. Orang-orang yang

memiliki peran memperkenalkan internet untuk pertama kalinya pada anak-anak,

antara lain orang tua (45%), anggota keluarga lain selain orang tua seperti kakak,

sepupu atau paman, dan bibi (29%), guru (11%), dan teman (2%). Anak-anak

yang menyatakan belajar sendiri secara otodidak sebanyak 10%. Adapun lokasi

penggunaan internet secara umum merujuk pada tiga lokasi utama: rumah (51%),

ruang publik seperti pusat perbelanjaan atau restoran yang menyediakan Wi-Fi

(30,4%), dan sekolah (18.5%).177

Dari studi yang dicontohkan di atas, terlihat beberapa temuan menarik

terkait anak dalam penggunaan internet di Indonesia. Pertama, usia perkenalan

anak dengan internet termasuk menggunakannya terbukti sangat muda yakni

ketika anak masih berusia di bawah lima tahun. Kedua, perkenalan anak dengan

internet lebih banyak melalui orang tua dibandingkan dengan guru, anggota

keluarga lainnya, teman, maupun secara otodidak. Ketiga, rumah adalah lokasi

yang paling sering digunakan anak untuk mengakses internet dibandingkan

dengan lokasi lainnya.178

Data ini memberi kesimpulan bahwa dari keluargalah

lahir aktor-aktor penggunaan teknologi informasi.

177

Novi Kurnia, “Urgensi Literasi Digital Keluarga di Indonesia”, dalam Novi Kurnia (ed.),

Literasi Digital Keluarga, Teori dan Praktik Pendampingan Orangtua terhadap Anak dalam

Berinternet (Yogyakarta: Center for Digital Society (CFDS) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Gadjah Mada, 2017), hal. 5-6. 178

Ibid.

Page 97: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

83

Anak-anak adalah pengguna media yang cukup aktif. Usia yang masih

belia dan minim pengetahuan tentang literasi media, membuat anak menjadi

rentan terhadap dampak negatif dari media. Oleh karena itu anak-anak perlu

diberikan pegetahuan mengenai literasi media agar mereka dapat dengan cerdas

dan bijak dalam menyikapi konten-konten media yang menerpa mereka.

Peran orang tua sangat dibutuhkan dalam memberikan pendidikan literasi

media kepada anak-anak. Pendidikan literasi media menjadi sebuah keharusan

agar anak dapat bergaul dengan aman di dunia maya serta dapat memanfaatkan

internet secara sehat, kreatif, dan produktif sejak dini. Pendidikan literasi media di

dalam keluarga bisa dilakukan dengan beberapa cara sederhana, misalnya:

4.4.1.1 Membuat Peraturan tentang Waktu dan Tempat dalam

Menggunakan Gadget dan Akses ke Internet serta Menonton

Televisi

Orang tua perlu membatasi waktu dan tempat penggunaan gadget dan

internet pada anak-anak. Batasan waktu tersebut bisa dibuat dalam bentuk hari

maupun periode waktu tertentu, misalnya hanya di akhir pekan, hari libur, atau

hari libur semester, dan atau hanya sore hari sepulang sekolah, malam hari setelah

belajar, dan atau pagi hari sebelum berangkat sekolah. Orang tua juga bisa

menerapkan waktu bebas gadget, misalnya ketika makan, membaca buku, dan

olahraga.

Selain membatasi waktu penggunaan gadget dan internet, orang tua juga

perlu membatasi tempat untuk menggunakan gadget dan internet. Anak-anak

hanya bisa menggunakan gadget dan internet di area yang terbuka dan dapat

diakses oleh seluruh anggota keluarga, misalnya ruang keluarga. Dengan

demikian, orang tua lebih mudah mengontrol penggunaannya. Orang tua juga bisa

menerapkan area bebas gadget dan internet, misalnya ruang makan, kamar tidur,

ruang doa, dan kamar mandi.

Selanjutnya orang tua juga perlu membatasi waktu menonton televisi.

Waktu yang dihabiskan anak-anak di depan layar televisi cukup banyak. Rata-rata

anak menonton televisi 4-5 jam per hari. Jumlah tersebut meningkat ketika hari

libur. Jumlah jam anak-anak terpapar televisi lebih banyak dibandingkan dengan

Page 98: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

84

jam belajar di sekolah.179

Dosis berlebihan menonton televisi berbanding lurus

dengan jumlah perilaku buruk yang ditonton anak di televisi. Oleh karena itu

orang tua perlu membatasi waktu yang digunakan untuk menonton televisi,

misalnya hanya saat setelah makan siang, sore setelah belajar, dan atau saat

setelah makan malam.

Orang tua perlu mengatur waktu yang digunakan untuk mengkonsumsi

media (gadget dan televisi) dengan menggantinya dengan kegiatan lain yang lebih

bermanfaat, misalnya belajar, membaca (buku, surat kabar, majalah, dan atau

jurnal), olahraga, dan berinteraksi dengan lingkungan sosial. Hadirnya gadget dan

internet serta televisi membuat anak menjadi pribadi yang individualistik dan

menarik diri dari lingkungan pergaulan sosial karena waktunya telah dihabiskan

dengan bermain gadget, akses ke internet, dan dengan menonton televisi. Orang

tua diharapkan mengarahkan anak-anak mereka untuk belajar berinteraksi dengan

lingkungan sosialnya, sehingga anak-anak kemudian tidak menjadi kaku dalam

pergaulan sosial. Jika orang tua mampu menyediakan aneka kegiatan yang

produktif dan afektif sebagiamana disebutkan di atas, maka waktu untuk

menggunakan gadget, mengakses internet, dan menonton televisi dapat dikurangi.

4.4.1.2 Mendampingi Anak ketika Menggunakan Gadget dan Akses ke

Internet, dan ketika Menonton Televisi

Berapapun usia anak, orang tua harus tetap mendampinginya ketika

menggunakan gadget dan mengakses internet. Dalam pendampingan orang tua

perlu memberitahukan kepada anak sejauh mana hak dan tanggung jawabnya serta

konsekuensi dari penggunaan gadget dan internet. Hak-hak anak yang perlu

diberitahu oleh orang tua, misalnya hak menggunakan gadget dan internet sesuai

kebutuhan; mencari informasi untuk keperluan tugas sekolah, mengunduh atau

mengunggah gambar, video, dan atau dokumen untuk keperluan tugas dan atau

179

Tri Hastuti Nur R “Gerakan Literasi Media: Melindungi Anak-Anak dari Gempuran Pengaruh

Media”, dalam Dyna Herlina Suwarto (ed.), op. cit., hal. 17.

Page 99: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

85

hiburan; mengakses media sosial pada waktu yang telah ditentukan; bermain

games pada waktu yang telah ditentukan; dan bebas berekspresi secara online.180

Selain hak-hak, tanggung jawab anak yang juga perlu diberitahu oleh

orang tua, misalnya berhenti menggunakan gadget dan internet ketika sudah

melewati batas waktu yang telah ditentukan; fokus mencari informasi yang

dibutuhkan, tidak membuka situs lain yang tidak berkaitan; membuka situs yang

sesuai usia; mengunduh konten yang sesuai dengan usia; hanya mengunduh atau

mengunggah konten yang dibutuhkan; membagikan konten positif di media sosial,

menjaga privasi, dan tidak membagikan data pribadi; berhenti bermain games

ketika sudah melewati batas waktu yang telah ditentukan; memilih games yang

sesuai dengan usia; menghargai hak orang lain; dan tidak menyinggung orang lain

dalam mengekspresikan dirinya. Selanjutnya konsekuensi dari penggunaan gadget

dan internet juga perlu diberitahu oleh orang tua, misalnya jika menaati peraturan,

hak tetap diberikan, dan jika melanggar peraturan, maka hak akan dikurangi dan

atau dicabut orang tua.181

Dalam pendampingan, orang tua juga perlu memberitahukan dan

mengarahkan anak untuk menggunakan gadget dan internet untuk kegiatan-

kegiatan yang sifatnya produktif, seperti belajar mengambar, belajar bermain

musik, belajar bahasa asing, dan lain sebagainya. Jika anak-anak diarahkan

menjadi produsen maka waktu mereka menjadi konsumen akan jauh berkurang.

Dengan pendampingan orang tua, anak-anak akan menjadi sadar bahwa

penggunaan gadget dan internet secara efektif akan menunjang keterampilan dan

pengetahuan mereka saat ini dan kelak ketika sudah dewasa.

Bentuk pendampingan lainnya yang perlu dibuat oleh orang tua adalah

memilih jenis tontonan dan menyeleksi konten-konten yang layak untuk diakses.

Anak-anak biasanya menonton televisi tanpa perencanaan sehingga mereka selalu

memindah-mindahkan saluran televisi sesukanya. Anak-anak dihadapkan dengan

tayangan-tayangan yang belum layak untuk dikonsumsi, seperti berita kriminal,

180

Indriyatno Banyumurti, Laila Ayu Karlina, dan Widuri, Modul Smart School Online:

Mengaplikasikan Penggunaan Internet Sehat dan Cerdas di Sekolah, Panduan bagi Guru dan

Orangtua (Jakarta: Perkumpulan Mitra TIK Indonesia, 2018), hal, 21. 181

Ibid.

Page 100: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

86

musik, dan film orang dewasa sehingga anak-anak mendapatkan informasi dan

hiburan yang tidak sesuai dengan usia mereka. Kondisi ini akan menyebabkan

kerancuan dalam pikiran karena anak-anak merupakan peniru yang handal.

Berhadapan dengan realitas ini, maka orang tua perlu memberitahu saluran-

saluran televisi dan memilih jenis tontonan yang layak untuk ditonton oleh anak-

anak. Namun sebelum itu, orang tua harus terlebih dahulu memberi pemahaman

kepada anak-anak tentang maksud dan tujuan dari tindakannya tersebut.

Teknologi internet, selain memberikan banyak kemudahan dan pengaruh

positif, tetapi juga membawa dampak negatif, seperti banyaknya konten

kekerasan, pornografi, ancaman penipuan, hoaks, dan sebagainya. Untuk

menghindarkan anak-anak dari pengaruh buruk tersebut, maka ketika anak-anak

menggunakan gadget dan internet, orang tua sebaiknya melakukan pendampingan

dengan cara menyeleksi konten-konten yang layak untuk diakses. Pentingnya

peran orang tua sebagai pendamping anak dalam menggunakan gadget dan

internet tidak lain karena anak belum mempunyai kecakapan teknis, pengetahuan

maupun emosi dalam mengakses berbagai informasi dan hiburan melalui internet.

Selain itu orang tua juga perlu memberitahukan kepada anak tentang cara

memverifikasi suatu informasi. Internet saat ini sudah menjadi sumber informasi.

Namun internet tidak hanya menghadirkan informasi yang benar, tetapi juga

informasi bohong (hoaks). Agar anak-anak tidak terjebak dalam hoaks, maka

orang tua perlu mengajarkan kepada anak-anak untuk selalu kritis terhadap

informasi yang mereka terima. Orang tua perlu memberitahu pertanyaan-

pertanyaan kritis kepada anak-anak dalam rangka meminimalisasi hoaks. Menurut

Sierra Filucci, sebagaimana dikutip oleh Yulaika Ramadhani, anak-anak perlu

diberitahu tentang siapa yang membuat berita yang mereka baca, siapa target

pembacanya, siapa yang dibayar dan diuntungkan atas berita tersebut. Selain itu,

anak-anak juga butuh diberi pemahaman mengenai pesan apa saja yang

Page 101: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

87

terkandung dalam berita tersebut, apakah penting, menguntungkan, dan atau

malah sebaliknya.182

Hal lain yang perlu diberitahukan kepada anak untuk memverifikasi suatu

informasi adalah dengan mengecek nama media, mengecek penanggung jawab

(redaksi) dan alamat media, mengecek data media, mengecek tanggal sumber

berita, membandingkan dengan berita dari media yang lain, dan melarang untuk

membuka kembali media yang mengirimkan hoaks.183

Hal-hal semacam ini perlu

disampaikan oleh orang tua sedini mungkin, sebab kenyataan menunjukkan

bahwa banyak informasi yang menyesatkan pada akhirnya merugikan

perkembangan anak.

4.4.1.3 Membangun Diskusi dengan Anak

Hal pertama yang perlu didiskusikan dengan anak adalah tentang

penggunaan gadget dan internet. Keberadaan gadget memberikan peluang bagi

anak-anak untuk mengakses internet tanpa pengawasan orang tua dan bekal

keterampilan yang minim. Melalui internet anak-anak bermain game, mencari

informasi, dan berinteraksi dengan menggunakan situs jejaring sosial seperti

facebook, twitter, dan whatsApp. Agar anak-anak tidak terjebak dampak negatif

dari internet, maka sebelum memberikan gadget kepada anak-anak, orang tua

sebaiknya membuat diskusi dengan anak mengenai penggunaan gadget dan

internet.

Ada tiga hal utama yang perlu didiskusikan terkait dengan penggunaan

gadget dan internet ini, yaitu diskusi tentang kebutuhannya, tentang tanggung

jawabnya, dan tentang risikonya. Dalam diskusi tentang kebutuhannya, orang tua

harus menanyakan kepada anak mengapa ia harus memiliki gadget dan harus

akses internet. Orang tua harus menanamkan kepada anak bahwa memiliki atau

membeli sesuatu harus berdasarkan kebutuhan, bukan karena mengikuti tren.

182

Yulaika Ramadhani, “Mengajarkan Anak-anak Menghindari Berita Hoax”, Tirto.id, 1 Oktober

2017, https://tirto.id/mengajarkan-anak-anak-menghindari-berita-hoax-cxw2, diakses pada tanggal

9 Maret 2020. 183

Gumgum Gumilar, Justito Adiprasetio, dan Nunik Maharani, “Literasi Media: Cerdas

Menggunakan Media Sosial dalam Menanggulangi Berita Palsu (Hoax) Oleh Siswa SMA”, Jurnal

Pengabdian Kepada Masyarakat, 1:1 (Bandung: Februari 2017), hal. 39.

Page 102: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

88

Kemudian dalam diskusi tentag tanggung jawabnya, orang tua harus menanamkan

rasa tangggung jawab anak dalam menggunakan gadget dan dalam mengakses

internet. Sejak awal perlu menegaskan konsekuensi jika anak terbukti

menyalahgunakan gadget dan internet. Selanjutnya dalam diskusi tentang

risikonya, orang tua harus memberitahukan dan mengingatkan risiko ataupun hal

negatif yang dapat timbul dari penggunaan gadget dan internet serta cara

pencegahan dan cara menghindarinya.184

Selain membuat diskusi tentang penggunaan gadget dan internet, orang tua

juga perlu membuat diskusi tentang kualitas berita atau informasi yang diperoleh

dari internet. Pendidikan literasi media dapat dilakukan dengan memperbanyak

diskusi bersama anak-anak. Melalui diskusi anak-anak dilatih untuk berpikir kritis

terhadap informasi yang mereka dapatkan saat akses ke internet. Joanne Orlando,

sebagaimana dikutip oleh Terry Muthahhari, menjelaskan bahwa anak-anak harus

diajak berdiskusi agar dapat sensitif dalam mengidentifikasi kualitas berita atau

informasi yang diperolehnya. Menurutnya, orang tua dapat memulai diskusi

dengan cara menanyakan: pembuat berita, target khalayak berita, informasi yang

hilang, dan perbandingan dengan situs berita lain.185

Hal lain yang juga perlu

didiskusikan adalah tentang situs-situs yang aman dan layak untuk usia mereka

dalam mencari berita atau informasi.

Diskusi antara orang tua dan anak bisa dilakukan untuk melatih anak

mengambil keputusan atas informasi yang diterimanya. Keputusan yang muncul,

misalnya apakah informasi ini layak dipercaya dan disebarluaskan, hanya cukup

untuk pengetahuan pribadi, atau justru diabaikan karena bukan merupakan

informasi yang penting. Dalam diskusi orang tua perlu juga memperkenalkan

konsep wilayah privat yang di era digital ini seringkali diabaikan bahkan dianggap

tidak penting. Secara sederhana, segala sesuatu yang tidak pantas dibagikan pada

banyak orang dalam kehidupan nyata juga tidak pantas dibagikan di media digital.

Agar cara-cara sederhana tersebut di atas menjadi efektif maka, hal

pertama yang wajib dibuat oleh orang tua adalah membangun kedekatan dengan

184

Indriyatno Banyumurti, Laila Ayu Karlina, dan Widuri, op. cit., hal. 19. 185

Terry Muthahhari, “Kembali ke Sekolah Melawan Hoax”, Tirto.id, 8 Desember 2017,

https://tirto.id/kembali-ke-sekolah-melawan-hoax-cBl3, diakses pada tanggal 9 Maret 2020.

Page 103: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

89

anak-anak. Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk membangun kedekatan

adalah dengan menempatkan diri sebagai sahabat bagi anak-anak dan membangun

suasana komunikasi yang baik, efektif, dan menyenangkan. Dengan terciptanya

komunikasi yang baik, efektif, dan menyenangkan, maka akan lebih mudah bagi

orang tua untuk memasukkan nilai-nilai positif dalam hal bermedia. Orang tua

juga harus menjadi panutan atau teladan bagi anak-anak, dalam arti mampu

memberi contoh yang positif, misalnya tidak menjadi pecandu gadget dan televisi,

sehingga dengan demikian anak-anak bisa meniru dan mempraktikkannya dalam

keseharian hidupnya.

4.4.2 Lembaga Pendidikan

Pendidikan literasi media memiliki peluang yang besar untuk dilaksanakan

melalui jalur pendidikan resmi di lembaga-lembaga pendidikan. Memang sampai

dengan saat ini literasi media belum masuk dalam kurikulum resmi pendidikan,

tetapi bukan berarti lembaga pendidikan harus menutup diri dari ide literasi

media. Lembaga pendidikan perlu mengembangkan ide literasi media, misalnya

dengan meleburkannya ke dalam kurikulum yang sudah ada atau menjadikannya

sebagai ekstrakurikuler pada tingkat sekolah (SD sampai dengan SMA) dan

sebagai mata kuliah penunjang pada tingkat perguruan tinggi.

4.4.2.1 Sekolah (SD-SMA)

Sekolah adalah lembaga pendidikan yang dirancang secara khusus untuk

mengajar dan mendidik para peserta didik. Sekolah memiliki kewajiban untuk

melakukan banyak hal dalam membekali siswa dengan kemampuan kognitif

untuk mengakses dan belajar menganalis beragam hal, termasuk mengakses dan

menganalisis media.

Hasil survei Nielsen pada tahun 2018 menunjukkan bahwa generasi

milenial dengan rentang usia 10 sampai 19 tahun, sebanyak 97% masih menonton

televisi, 50% mengakses internet, 33% mendengarkan radio, 7% menonton

televisi berbayar, dan 4% membaca media cetak.186

Penggunaan media yang

tinggi pada usia 10 sampai 19 tahun yang adalah usia pelajar pada tingkat Sekolah

186

Awang Dharmawan, op. cit.

Page 104: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

90

Dasar (SD) sampai tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) ini perlu diimbangi

dengan kemampuan literasi media.

Sekolah menjadi salah satu tempat yang tepat untuk memberikan

pendidikan literasi media kepada para peserta didik dan karena itu sekolah perlu

mengusahakan dan memfasilitasi berbagai kegiatan yang dengannya pendidikan

literasi media dapat dilaksanakan. Hemat penulis, ada beberapa hal yang perlu

dibuat oleh lembaga pendidikan dalam hal pelaksanaan pendidikan literasi media

ini:

4.4.2.1.1 Mengintegrasikan Literasi Media ke dalam Setiap Mata Pelajaran

Literasi media memang tidak dapat dijadikan sebagai satu mata pelajaran

baru, tetapi dapat diintegrasikan menjadi bagian integral dalam setiap mata

pelajaran, meski idealnya literasi media harus menjadi satu mata pelajaran

tersendiri. Literasi media dapat dimasukkan ke dalam setiap mata pelajaran, mulai

dari sains sampai dengan mata pelajaran sejarah, bahasa, serta pendidikan agama

dan budi pekerti. Di dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia misalnya, ada

beberapa keterampilan yang harus dikuasai siswa seperti membaca, menyimak,

dan menulis. Jika dihubungkan dengan literasi media maka keterampilan

membaca, menyimak dan menulis dapat dilakukan dengan menggunakan media

digital seperti melalui komputer, internet (blog, media sosial, web), dan telepon

pintar. Di sini siswa dapat diajak untuk membedakan berita bohong dan berita

benar yang tersebar di internet. Selain itu diberitahu alamat-alamat situs yang

bermanfaat untuk pembelajaran dan cara penggunaannya. Integrasi literasi media

ke dalam mata pelajaran wajib perlu dilakukan agar transfer pendidikan literasi

media dapat lebih optimal dan guru dapat lebih mudah memantau perkembangan

siswa tentang literasi media.

Program literasi media terintegrasi dengan kurikulum adalah tanggung

jawab semua guru di semua mata pelajaran sebab keterampilan kritis terhadap

informasi tersebut dapat diberikan melalui semua pelajaran yang telah ada di

sekolah. Oleh karena itu, guru harus menciptakan satu ruang belajar yang

memungkinkan para peserta didik belajar tentang dunia dan keragaman yang ada

Page 105: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

91

di sana sehingga mereka mempunyai ruang untuk menganalisis sekaligus

memperdebatkan dengan sehat apa yang mereka ketahui. Para peserta didik

jangan hanya diajarkan untuk menghafal fakta atau statistik media saja, tetapi juga

mereka harus dibiasakan untuk berefleksi dan bertanya secara kritis dan

mendalam tentang apa yang ditonton, dibaca, atau didengar. Kemandirian dan

kemampuan bertanya dan berpikir kritis harus terus ditumbuhkan pada setiap

individu para peserta didik. Dengan demikian, pengembangan profesional guru

dalam hal literasi media perlu diberikan kepada guru semua mata pelajaran.

4.4.2.1.2 Melaksanakan Pelatihan dan Pendampingan kepada Para Guru

Kelompok sasaran yang perlu dilibatkan lebih aktif dalam kegiatan literasi

media adalah para guru. Para guru menjadi mitra strategis dalam program literasi

media karena mereka memiliki kemampuan dalam memengaruhi para siswa. Para

guru adalah kelompok yang paling mudah diyakinkan tentang perlunya literasi

media karena mereka adalah pihak yang paling tahu bagaimana media telah

memengaruhi siswa mereka, misalnya datang terlambat di pagi hari karena

menonton televisi atau bermedia sosial hingga larut malam, siswa menggunakan

istilah atau ungkapan-ungkapan yang tidak senonoh yang mereka tonton dari TV

atau youtube, siswa tidak mengerjakan PR karena kecanduan permainan

elektronik, dan sebagainya.

Mengacu pada metode pembelajaran Kurikulum 2013 yang menempatkan

peserta didik sebagai subjek pembelajaran dan guru sebagai fasilitator, maka

kegiatan literasi media tidak lagi berfokus pada peserta didik semata. Guru, selain

sebagai fasilitator, juga menjadi subjek pembelajaran. Akses yang luas pada

sumber informasi, baik di dunia nyata maupun dunia maya dapat menjadikan

peserta didik lebih tahu daripada guru. Oleh karena itu, kegiatan peserta didik

dalam berliterasi media semestinya tidak lepas dari kontribusi guru. Guru menjadi

figur teladan literasi media di sekolah dan karena itu harus menjadi fasilitator

yang berkualitas. Dengan demikian, sekolah perlu menyelenggarakankan

pelatihan dan pendampingan kepada para guru untuk meningkatkan kemampuan

para guru dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran yang mampu

meningkatkan kemampuan literasi media para peserta didik. Pihak sekolah perlu

Page 106: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

92

mengundang para pakar literasi media untuk memberikan pelatihan dan

pendampingan tersebut sehingga kegiatan dimaksud dapat berjalan efektif.

4.4.2.1.3 Melaksanakan Seminar atau Sosialiasi tentang Literasi Media

kepada Semua Warga Sekolah, Para Orang Tua, dan Masyarakat

Sekolah perlu mengundang para pakar literasi media dan atau para pegiat

literasi media untuk memberikan seminar atau sosialiasi tentang literasi media

kepada semua warga sekolah terkhusus kepada para peserta didik. Seminar dan

sosialisasi ini juga perlu melibatkan orang tua dan masyarakat untuk

meningkatkan kesadaran mereka terhadap literasi media agar perlakuan yang

diberikan kepada peserta didik di sekolah bisa ditindaklanjuti di dalam keluarga

dan di tengah masyarakat.

4.4.2.1.4 Meningkatkan Minat Baca Para Peserta Didik

Salah satu aspek dari literasi media adalah sikap kritis. Untuk

meningkatkan sikap kritis para peserta didik, sekolah perlu meningkatkan minat

baca para peserta didik, misalnya dengan melaksanakan kegiatan membaca

sebelum pembelajaran bagi seluruh warga sekolah. Pemerintah, melalui Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan mewajibkan peserta didik untuk lima belas menit

setiap hari membaca buku selain buku mata pelajaran sebelum jam pelajaran.187

Lima belas menit membaca setiap hari sebelum jam pelajaran dapat dilakukan

dengan tidak hanya membaca buku, tetapi juga membaca informasi atau berita

dari media cetak, media elektronik (radio dan televisi), media daring, dan media

sosial. Kegiatan membaca ini bisa dilakukan dengan membaca secara pribadi

dalam hati atau membaca secara bersama kemudian dapat diikuti dengan kegiatan

lain misalnya menganalisis dan memberikan catatan kritis atau berdiskusi tentang

tema yang dibacakan. Guru diharapkan bersikap kreatif dan proaktif dalam

memfasilitasi kegiatan-kegiatan dimaksud.

Menurut Janice L. Pilgreen sebagaimana dikutip oleh Billy Antoro, kunci

utama menjadikan siswa gemar membaca adalah meletakkan membaca sebagai

187

Republik Indonesia, “Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia

Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti”.

Page 107: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

93

kegiatan reguler siswa.188

Tidak ada jaminan bahwa semua siswa punya waktu

membaca di luar sekolah. Di rumah, mereka bisa saja sibuk bermain, bekerja

membantu orang tua, atau menghabiskan waktu bersama teman-temannya dengan

melakukan aktivitas yang tidak berhubungan dengan kegiatan membaca. Lebih

buruk lagi ketika mereka tidak punya teladan membaca di sekitarnya. Oleh karena

itu pembiasaan kegiatan membaca melalui kegiatan membaca 15 menit adalah

sebuah keharusan. Selain itu sekolah juga perlu mengawasi dan mewajibkan

peserta didik untuk membaca sejumlah buku dan menyelesaikannya dalam kurun

waktu tertentu. Sekolah juga perlu mengelolah perpustakaan dengan baik dengan

mengadakan dan atau menambah buku-buku tentang literasi media dan juga

menciptakan ruang-ruang baca yang nyaman, sehingga bisa menarik minat baca

para peserta didik.

4.4.2.2 Perguruan Tinggi

Perguruan tinggi mempunyai peran dan fungsi penting dalam

perkembangan suatu masyarakat. Peran dan fungsi perguruan tinggi tertuang

dalam pelaksanaan Tri Dharma perguruan tinggi, yaitu pendidikan, penelitian, dan

pengabdian kepada masyarakat. Keberadaan Tri Dharma menempatkan perguruan

tinggi sebagai pihak yang strategis dalam mengembangkan literasi media. Literasi

media dapat diikutsertakan dalam kegiatan Tri Dharma perguruan tinggi. Oleh

karena itu, perguruan tinggi dapat mengembangakan literasi media dalam bentuk

pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.189

Dosen dan

mahasiswa yang merupakan elemen penting dalam perguruan tinggi harus

proaktif dan wajib berpartisipasi di dalamnya.

4.4.2.2.1 Pengembangan Literasi Media melalui Pendidikan

Hal pertama yang perlu dibuat perguruan tinggi dalam mengembangkan

literasi media melalui pendidikan adalah dengan mengintegrasikan literasi media

ke dalam setiap mata kuliah wajib atau menjadikan literasi media sebagai salah

188

Billy Antoro, Gerakan Literasi Sekolah, Dari Pucuk Hingga Akar, Sebuah Refleksi (Jakarta:

Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,

2017), hal. 34. 189

Mazdalifah, op. cit., hal. 52.

Page 108: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

94

satu mata kuliah penunjang. Jika literasi media diintegrasikan ke dalam setiap

mata kuliah wajib, maka dosen pada setiap mata kuliah tidak hanya mengajar

materi kuliah yang bersifat hafalan saja, tetapi juga wajib menciptakan suasana

perkuliahan yang memungkinkan mahasiswa untuk menganalisis sekaligus

memperdebatkan dengan sehat apa yang mereka ketahui, tonton, baca, dan

dengar. Strategi mengintegrasikan literasi media ke dalam setiap mata kuliah

hemat penulis sangat efektif karena setiap hari mahasiswa dipacu untuk berpikir

kritis terhadap segala sesuatu, termasuk kritis terhadap media.

Perguruan tinggi perlu juga menjadikan literasi media sebagai salah satu

mata kuliah penunjang sehingga mahasisiwa dapat memiliki pengetahuan atau

pemahaman yang utuh atau penuh tentang literasi media. Mahasiswa tidak hanya

dibekali dengan ilmu khusus yang digelutinya, tetapi juga dengan ilmu literasi

media, sehingga mahasiswa yang pada umumnya adalah pengguna aktif media

(media sosial) menjadi pribadi yang kritis dalam bermedia. Selain itu, untuk

menambah pengetahuan mahasiswa tentang literasi media, perguruan tinggi juga

harus menyelenggarakan seminar dan atau sosialisasi tentang literasi media yang

melibatkan seluruh civitas akademica, dan menambah jumlah dan koleksi buku-

buku tentang literasi media di perpustakaan.

4.4.2.2.2 Pengembangan Literasi Media melalui Penelitian

Ilmu yang dikuasai melalui proses pendidikan di perguruan tinggi harus

dimplementasikan dan diterapkan. Salah satunya dengan langkah ilmiah, seperti

melalui penelitian. Penelitian bukan hanya mengembangkan diri dosen dan

mahasiswa, melainkan juga memberikan manfaat bagi masyarakat umum. Salah

satu fenomena yang perlu mendapat perhatian dalam bidang penelitian adalah

kajian tentang literasi media.190

Pihak perguruan tinggi perlu menyediakan dan menambah jumlah

referensi berupa buku dan jurnal tentang literasi media di perpustakaan sehingga

merangsang dan menarik minat para dosen dan mahasiswanya untuk meneliti

dalam bidang literasi media. Keberadaan referensi dan pemberian materi literasi

190

Ibid., hal. 54.

Page 109: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

95

media dalam salah satu mata kuliah dapat mendorong mahasiswa untuk

menjadikan topik literasi media sebagai bahasan skripsi. Topik tentang manfaat

dan dampak buruk serta dampak positif dari televisi, media sosial, dan internet,

dapat dijadikan sebagai topik untuk diteliti. Hasil dari penelitian ini kemudian

dapat dipublikasikan dalam bentuk buku dan jurnal serta dipublikasikan di media-

media massa sehingga bisa menjadi konsumsi publik dan menjadi bahan

pembelajaran bagi masyarakat.

4.4.2.2.3 Pengembangan Literasi Media melalui Pengabdian kepada

Masyarakat

Ilmu yang bermanfaat adalah bukan ilmu yang disimpan untuk diri sendiri

atau sekedar disimpan di dalam pikiran, melainkan ilmu yang diamalkan sesuai

dengan fungsinya dan memberikan manfaat bagi orang lain. Dosen dan

mahasiswa memiliki ilmu yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan

masyarakat. Caranya adalah dengan melakukan kegiatan pengabdian kepada

masyarakat. Kegiatan pengabdian kepada masyarakat menjadi ajang

mempraktekkan apa yang dipelajari dan diperoleh selama proses perkuliahan.

Menurut undang-undang pendidikan tinggi, dharma pengabdian kepada

masyarakat merupakan suatu bentuk usaha untuk memajukan kesejahteraan

masyarakat dan mencerdaskan kehidupan bangsa.191

Salah satu bentuk

pengabdian perguruan tinggi kepada masyarakat adalah dengan memperluas

jangkauan literasi media di masyarakat. Bentuk pengabdian ini dapat dilakukan

dengan membuat pelatihan, pendampingan, seminar, dan sosialisaasi tentang

literasi media, khususnya yang berhubungan dengan: cara menonton televisi yang

baik, pemanfaatan internet yang baik pada remaja, dampak televisi pada anak, dan

bagaimana membedakan informasi yang benar dengan informasi hoaks, dan lain

sebagainya. Kegiatan pengabdian ini dapat dibuat dalam kerja sama dengan

lembaga-lembaga yang ada, seperti sekolah, organisasi religius misalnya

SEKAMI (Serikat Kepausan Anak Misioner), OMK (Orang Muda Katolik), dan

Remaja Masjid, dan ataupun lingkungan setempat.

191

Republik Indonesia, “Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang

Pendidikan Tinggi”.

Page 110: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

96

Bentuk lain dari pengabdian kepada masyarakat adalah dengan mengkritik

dan mendesak pemerintah untuk segera memasukkan literasi media ke dalam

kurikulum resmi pendidikan, menulis opini di media-media massa, dan

mempublikasikan kepada masyarakat hasil penelitian tentang tema-tema literasi

media sebagai satu bentuk pencerdasan kepada masyarakat. Bentuk-bentuk

pengabdian ini merupakan strategi agar literasi media menjadi sebuah gerakan

masif di tengah masyarakat.

4.4.3 Organisasi Non-pemerintah

Peran organisasi non-pemerintah, dalam hal ini partai politik, Organisasi

Kemasyarakatan (ORMAS), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Yayasan, dan

lembaga keagamaan juga sangat penting dan dibutuhkan dalam upaya pendidikan

literasi media.

4.4.3.1 Partai Politik

Partai politik pada dasarnya memang berurusan dengan hal-hal politik

saja, tetapi tidak tertutup kemungkinan bahwa partai politik juga terlibat dalam

upaya pendidikan literasi media. Partai politik jangan hanya memanfaatkan

masyarakat untuk kepentingannya, tetapi juga harus terlibat langsung dalam

mendidik masyarakat dalam hal literasi media.

Partai politik mesti mengusahakan berbagai cara agar tercapainya

pendidikan literasi media. Sebagai penyalur aspirasi masyarakat, partai politik

melalui DPR harus mendesak pemerintah untuk segera memasukkan literasi

media ke dalam kurikulum resmi pendidikan. Selain itu partai politik juga perlu

melaksanakan kampanye-kampanye politik yang kreatif. Kampanye-kampanye

yang dimaksud tidak harus hanya dalam bentuk konser-konser musik, olahraga,

dan juga kegiatan-kegiatan lainnya yang sifatnya hiburatif, tetapi juga dalam

bentuk kegiatan-kegiatan yang sifatnya produktif dan mendidik masyarakat,

misalnya seminar, diskusi, dan atau sosialisasi tentang literasi media.

Page 111: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

97

4.4.3.2 Organisasi Kemasyarakatan (ORMAS), Lembaga Swadaya

Masyarakat (LSM), dan Yayasan

ORMAS atau LSM adalah organisasi yang muncul dari masyarakat dalam

upaya meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat dengan

menitikberatkan kepada pengabdian dan pemberdayaan secara swadaya.

Kemunculan ORMAS dan LSM tidak terlepas dari kepentingan masyarakat untuk

meningkatkan kesejahteraan dan melakukan perubahan sosial bagi masyarakat itu

sendiri, di mana aspek kesejahteraan tersebut tidak dapat dipenuhi hanya dari

unsur pemerintah. Di sini Ormas dan LSM mempunyai fungsi strategis sebagai

pelopor yang melayani perubahan sosial.192

ORMAS dan LSM adalah organisasi yang independen dan bebas dari

intervensi pemerintah. Oleh karena itu bebas melakukan atau membuat program

sendiri dengan tujuan untuk kesejahteraan masyarakat.193

Bertolak dari tujuan dan

fungsi ORMAS dan LSM ini, hemat penulis, memasukkan literasi media sebagai

satu program adalah suatu yang baik sebagai suatu bentuk pengabdian dan

pemberdayaan masyarakat. ORMAS dan LSM perlu memberdayakan masyarakat

dalam hal literasi media sehingga masyarakat menjadi kritis dan tidak menjadi

korban dari dampak negatif media.

Berkaca pada sejarah, literasi media di Indonesia pertama kali

diperkenalkan dan dimulai oleh Yayasan, yakni Yayasan Kesejahteraan Anak

Indonesia (YKAI). Yayasan ini, pada tahun 1991 menyelenggarakan sebuah

workshop di tingkat regional Asia-Pasific, tentang anak dan televisi di Cipanas

Jawa Barat. Sejak saat itu kemudian kerap diadakan seminar maupun pertemuan

yang membahas masalah pentingnya literasi media terhadap anak dan khalayak

televisi pada umumnya.194

Kegiatan-kegiatan literasi media selanjutnya juga

umumnya diinisiasi dan digerakkan oleh Yayasan dan LSM, seperti Masyarakat

Peduli Media, Rumah Sinema, Bandung School of Communication Studies

(BaSCom), Habibie Center, Lembaga Studi Pers dan Informasi (LeSPI), Yayasan

192

Ari Ganjar Herdiansah dan Randi, “Peran Organisasi Masyarakat (ORMAS) dan Lembaga

Swadaya Masyarakat (LSM) dalam Menopang Pembangunan di Indonesia”, Jurnal

SOSIOGLOBAL, 1:1 (Bandung, Desember 2016), hal. 51. 193

Ibid., hal. 52. 194

Iswandi Syahputra, loc. cit.

Page 112: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

98

Jurnal Perempuan (YJP), dan Yayasan Pengembangan Media Anak (YPMA).

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan biasanya dalam bentuk pelatihan, seminar, dan

pendampingan.195

Mengamati perkembangan di Indonesia, pendidikan literasi media

mengalami pasang surut. Kegiatan-kegiatan literasi media yang dibuat oleh

beberapa LSM dan Yayasan masih sangat terbatas, baik dari segi waktu, tempat,

dan juga jenis kegiatan. Kegiatan-kegiatan ini masih bersifat musiman dan

umumnya hanya terjadi di wilayah-wilayah perkotaan. Hal itu berarti bahwa

belum ada pemerataan. Oleh karena itu LSM dan Yayasan yang bergerak dalam

bidang literasi media perlu meningkatkan lagi kegiatan-kegiatan literasi media,

baik dari segi waktu, tempat, dan juga jenis kegiatan. Penulis menawarkan

beberapa hal, yang bisa menjadi pertimbangan LSM dan Yayasan untuk

dilaksanakan, yakni:

Pertama, dari segi waktu, kegiatan-kegiatan literasi media, semisal

seminar, lokakarya, sosialisasi, kuliah dan kampanye terbuka, pelatihan, dan

pendampingan mesti dibuat secara berkala, sehingga bisa memberi efek yang

signifikan bagi masyarakat.

Kedua, dari segi tempat, kegiatan-kegiatan literasi media mesti juga dibuat

di wilayah-wilayah pedesaan, sehingga efek literasi media juga bisa dirasakan

masyarakat pedesaan. Jika memungkinkan, LSM dan Yayasan membangun

cabang-cabangnya di wilayah-wilayah pedesaan sehingga kegiatan-kegiatan

literasi media dapat berjalan efektif dan efisien.

Ketiga, dari segi jenis kegiatan, para pegiat literasi media perlu bekerja

sama dengan pemerintah untuk membangun rumah-rumah baca, menerbitkan dan

atau mengadakan buku-buku tentang literasi media, dan kemudian

menyalurkannya ke rumah-rumah baca dan juga ke lembaga-lembaga pendidikan,

melakukan sosialisasi ke sekolah-sekolah dan perguruan tinggi,

menyelenggarakan seminar, sosialisasi, diskusi publik, dan kampanye yang

sifatnya terbuka untuk umum. Para pegiat literasi media perlu juga memanfaatkan

195

Hendriyani dan B. Guntarto, op. cit., hal. 7.

Page 113: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

99

teknologi untuk kegiatan-kegiatan literasi media ini secara online sehingga bisa

diakses oleh semakin banyak orang.

Keempat, para pegiat literasi media juga perlu menyelenggarakan

sosialisasi, pendampingan, dan pelatihan untuk para guru, tokoh masyarakat, dan

juga tokoh agama untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mereka

tentang literasi media, sehingga dengan itu dapat membantu mereka dalam

mendampingi dan menyadarkan siswa-siswi dan juga masyarakat umum.

Agar kegiatan-kegiatan tersebut di atas berjalan efektif, maka hal pertama

yang perlu dibuat oleh ORMAS, LSM, dan yayasan adalah membangun

komunikasi dengan pemerintah sehingga pemerintah bisa menyiapkan sarana dan

prasarana serta anggaran yang memadai demi terlaksananya kegiatan-kegiatan

literasi media. Selain itu, ORMAS, LSM, dan yayasan juga perlu membangun

komunikasi dengan pihak-pihak lainnya, semisal para ahli literasi media dan juga

para donatur yang mempunyai minat terhadap pendidikan literasi media untuk

bekerja sama dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan literasi media.

4.4.3.3 Lembaga Keagamaan

Peran lembaga-lembaga keagamaan juga dibutuhkan dalam upaya

pendidikan literasi media. Para tokoh dalam lembaga-lembaga keagamaan (tokoh

agama) berkewajiban untuk memberikan pemahaman kepada umatnya

(masyarakat) berkaitan dengan literasi media. Tokoh-tokoh agama adalah opinion

leader (pemimpin opini) dalam masyarakat sebab mereka memiliki kemampuan

untuk memengaruhi khalayak, mempunyai kesempatan untuk menyebarluaskan

informasi, dan memiliki kredibilitas dalam menyampaikan informasi. Pendapat

dari opinion leader biasanya merupakan acuan atau pedoman bagi masyarakat.

Oleh karena itu tokoh-tokoh agama dapat dijadikan sebagai ujung tombak dalam

memberikan pemahaman tentang literasi media kepada masyarakat.

Peran tokoh agama pada masing-masing agama diperlukan dalam

memberikan pemahaman kepada masyarakat berkaitan dengan literasi media.

Dalam Gereja Katolik, misalnya, peran Paus sebagai pemimpin tertinggi Gereja

sejagat dan Uskup sebagai pemimpin Gereja lokal dapat ditunjukkan dalam

Page 114: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

100

bentuk imbauan-imbauan. Contohnya adalah pesan-pesan Paus pada hari

Komunikasi Sosial (KOMSOS) sedunia dan surat gembala prapaskah Uskup. Paus

biasanya menulis pesan-pesannya pada hari komunikasi sosial sedunia dengan

tema-tema yang relevan dengan literasi media, misalnya pada tahun 2018 Paus

menulis pesannya dengan tema “Kebenaran itu akan Memerdekakan Kamu (Yoh

8:32): Berita Palsu dan Jurnalisme Perdamaian”,196

dan kemudian pada tahun

2019 Paus menulis pesannya lagi dengan tema “Kita adalah Sesama Anggota (Ef

4:25): Berawal dari Komunitas Jejaring Sosial Menuju Komunitas Insani”.197

Para uskup, dalam surat gembala prapaskah juga bisa mengangkat tema-

tema yang relevan dengan literasi media. Ada beberapa Uskup yang sudah

mengangkat tema-tema yang berhubungan dengan literasi media dalam menulis

surat gembala prapaskahnya. Misalnya Uskup keuskupan Banjarmasin yang

mengangkat tema “Berevaluasi dan Bersyukur, Bijak Berteknologi Menuju

Kalimantan Baru” dalam surat gembala prapaskah pada tahun 2019.198

Selain itu,

Uskup Keuskupan Agung Samarinda juga mengangkat tema tentang literasi

media, yakni: “Gunakanlah Alat-alat Modern dengan Baik dan Bijak” dalam surat

gembala prapaskah pada tahun 2019.199

Imbauan-imbauan semacam ini kemudian ditindaklanjuti oleh tokoh-tokoh

agama Katolik lainnya dalam hal ini para imam dan biarawan-biarawati dalam

bentuk kotbah-kotbah, seruan-seruan, imbauan-imbauan, dan juga dalam bentuk

katekese-katekese yang dibuat di komunitas-komunitas umat dan juga di lembaga-

lembaga pendidikan. Agar imbauan-imbauan ini menjadi efektif, para tokoh-tokoh

agama ini harus berkomitmen untuk tanpa henti meneruskan imbauan-imbauan ini

196

RD. Kamilus Pantus, “Pesan Paus Fransiskus Untuk Hari Komunikasi ke-52, 2018”,

Mirificanews, 19 Februari 2018, https://www.mirifica.net/2018/02/19/pesan-paus-fransiskus-

untuk-hari-komunikasi-ke-52-2018/, diakses pada tanggal 18 Maret 2020. 197

RD. Kamilus Pantus, “Pesan Paus Fransiskus Untuk Hari Komunikasi ke-53”, Mirificanews, 15

Februari 2019, https://www.mirifica.net/2019/02/15/pesan-paus-untuk-hari-komunikasi-sedunia-

ke-53/, diakses pada tanggal 18 Maret 2020. 198

Keuskupan Ketapang, “Surat Gembala Prapaskah 2019 Uskup Keuskupan Ketapang”,

http://keuskupanketapang.org/warta-keuskupan/surat-gembala-prapaskah-2019-keuskupan-

ketapang/, diakses pada tanggal 10 Mei 2020. 199

Keuskupan Agung Samarinda “Surat Gembala Prapaskah 2019 Uskup Keuskupan Agung

Samarinda”, https://www.sesawi.net/surat-gembala-prapaska-2019-keuskupan-agung-samarinda-

peraturan-puasa-dan-pantang-app/, diakses pada tanggal 10 Mei 2020.

Page 115: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

101

sehingga umat (masyarakat) menjadi lebih sadar akan dampak negatif dari media

dan menjadi lebih kritis dan bijak dalam bermedia.

Para tokoh-tokoh agama juga perlu memikirkan strategi-strategi dan cara-

cara lain dalam memberikan pemahaman tentang literasi media kepada

masyarakat. Strategi-strategi dan cara-cara yang dimaksudkan di sini adalah yang

sedikit lebih bersifat akademis, misalnya seminar, diskusi, sosialisasi, pelatihan-

pelatihan, dan juga membangun rumah baca dan mendatangkan buku-buku

tentang literasi media. Sosialisasi dan pelatihahan-pelatihan literasi media ini

dapat juga diintegrasikan ke dalam kegiatan-kegiatan keagamaan, semisal

pembinaan dan pendampingan orang tua calon babtis, pembinaan dan

pendampingan orang tua dan anak calon sambut baru dan krisma, pembinaan dan

pendampingan OMK (Orang Muda Katolik), dan juga pembinaan dan

pendampingan calon nikah dalam kursus persiapan perkawinan. Memasukkan

literasi media sebagai salah satu bagian dalam kursus persiapan perkawinan

adalah sebuah keharusan sebagai suatu cara untuk mempersiapakan orangtua yang

matang dalam bermedia. Dengan demikian mereka dapat menjadi contoh atau

panutan yang baik bagi anak-anak mereka.

4.4.4 Media

Media merupakan sarana komunikasi yang berperan sebagai komunikator

serta agen atau pelopor perubahan dalam lingkungan publik yang dapat

memengaruhi khalayak melalui pesan berupa informasi, hiburan, pendidikan,

maupun pesan-pesan lainnya dan dapat dijangkau masyarakat secara luas. Dewasa

ini, di era globalisasi yang semakin cepat, peran media dalam kehidupan manusia

sehari-hari tidak dapat dihindari lagi. Media memiliki peran dan pengaruh yang

sangat siginifikan dalam berbagai aspek kehidupan. Mengingat bahwa posisi

media dalam kehidupan masyarakat begitu penting maka sudah saatnya media

menjadi pelopor gerakan literasi media di tengah membanjirnya hoaks. Media

harus hadir untuk mendidik masyarakat agar tidak terjebak dalam informasi-

informasi yang sifatnya hoaks. Di sini media hadir sebagai wahana belajar publik.

Page 116: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

102

Dalam sejarah gerakan literasi media di Indonesia, meskipun tidak

dominan, media tetap memegang peran penting. Studi yang dilakukan oleh Pusat

Kajian Media dan Budaya Populer sebagaimana dikutip oleh Novi Kurnia

menunjukkan bahwa media adalah salah satu penggerak literasi media, selain

lembaga swadaya masyarakat dan sekolah. Saat itu, fokus gerakan literasi adalah

meningkatkan kemampuan literasi media masyarakat dalam mengkonsumsi

produk cetak maupun siaran televisi.200

Data yang kurang lebih sama juga

ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Jaringan Pegiat Literasi Media

(Japelidi) pada tahun 2017. Media (0.4%) merupakan salah satu pelaku kegiatan

literasi media selain perguruan tinggi, instansi pemerintah, komunitas, lembaga

swadaya masyarakat, sekolah, korporasi, asosiasi profesi, dan organisasi massa.201

Data-data tersebut di atas menunjukkan bahwa media sudah terlibat dalam

pendidikan literasi media. Contohnya adalah pada tahun 2018 Tempo Institute

yang berkolaborasi dengan berbagai komunitas jaringan pegiat literasi media

seperti Yukepo, ICT Watch, Siberkreasi dan Mafindo menyelenggarakan Tempo

Goes to Campus (TGTC). TGTC ini dilakukan untuk mencari duta kampanye anti

hoaks di 10 kota yakni Cilegon, Bandung, Aceh, Batam, Pontianak, Palu,

Makassar, Halmahera, Ambon dan Manado. Tujuan dari kegiatan ini adalah

mengajak mahasiswa untuk bisa bersikap kritis terhadap segala informasi yang

mereka terima sehingga mereka bisa menangkal hoaks. Upaya terlibat dalam

pendidikan literasi media juga dilakukan oleh Kompas.com. Berkolaborasi dengan

Universitas Multimedia Nusantara (UMN), Kompas.com melakukan pemeriksaan

fakta terkait dengan pernyataan dua kandidat presiden setelah debat kedua Pilihan

Presiden (Pilpres) 2019 yang lalu melalui metode restricted search method

(metode pencarian terbatas). Kolaborasi ini menunjukkan peran aktif media berita

untuk berkolaborasi dengan perguruan tinggi dalam membuat program verifikasi

fakta yang hasilnya dipublikasikan di media daring sehingga bisa diakses luas

200

Novi Kurnia, “Peran Media dalam Mewujudkan Demokrasi Damai melalui Gerakan Literasi

Digital”, dalam Wicaksono (ed.), op. cit., hal. 42. 201

Ibid.

Page 117: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

103

oleh masyarakat. Dengan begitu, upaya meminimalisasi hoaks politik bisa ditekan

seminimal mungkin.202

Upaya pendidikan literasi media juga dilakukan oleh 24 jurnalis dari

berbagai media antara lain Kontan.co.id, Tempo.co, Merdeka.com, Suara.com,

Liputan6.com, KBR.id, Kabar Makasar, Kabar Medan, Kompas.com, Viva.co.id,

Detik.com, Dream.co.id, Beritasatu.com, Katadata.co.id, dan Bisnis.com, yang

didukung oleh Google Indonesia, AJI Indonesia, dan Cekfakta.com dari

Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo). Kegiatan ini dibuat dalam bentuk

live fact check (cek fakta langsung) dalam debat pilpres 2019 yang lalu. Tujuan

dari kegiatan ini adalah memberantas hoaks politik jelang pemilu sekaligus

sebagai langkah awal dalam membangun kerja sama media dalam gerakan literasi

media.203

Keterlibatan media dalam pendidikan literasi media sebagaimana contoh

di atas memang patut diapresiasi, tetapi harus diakui bahwa jumlahnya masih

sangat terbatas dengan area yang terbatas pula. Oleh karena itu dibutuhkan lagi

gerakan-gerakan dan kegiatan-kegiatan lain yang kreatif dan inovatif yang

melibatkan masyarakat luas. Gerakan-gerakan dan kegiatan-kegiatan ini harus

dibuat secara berkala, sehingga targetnya bisa tercapai dan manfaatnya sungguh-

sungguh dirasakan khalayak banyak. Ada beberapa hal berikut yang mungkin baik

dibuat oleh media dalam rangka pendidikan literasi media:

Pertama, membuat pelatihan jurnalistik. Berkaitan dengan hal ini, media

pertama-tama perlu melakukan beragam pelatihan jurnalistik yang relevan untuk

membekali jurnalisnya agar mempunyai bekal cukup supaya tidak terjebak dalam

praktik jurnalisme buruk yang bisa menyeret ke dalam pusaran kekacauan

informasi (hoaks). Pelatihan jurnalistik ini juga perlu dibuat untuk masyarakat

umum dan lebih khususnya untuk para pelajar dan mahasiswa. Media perlu

mengirim wartawannya ke sekolah-sekolah dan perguruan-perguruan tinggi untuk

memberikan pendidikan media kepada siswa-siswi dan mahasiwa-mahasiwi,

seperti yang dilakukan oleh BBC Inggris yang pada Maret 2018 mengutus

202

Novi Kurnia, “Media dan Gerakan Literasi”, op. cit., hal. 22. 203

Ibid., hal. 21-23.

Page 118: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

104

wartawannya ke lebih dari 1000 Sekolah Menengah Pertama di Inggris untuk

mengajarkan kemampuan verifikasi informasi kepada para siswa.204

Kedua, melakukan kolaborasi dengan media lain, dengan komunitas, dan

ataupun dengan organisasi lain yang bergerak di bidang literasi media. Kolaborasi

ini dapat dibuat dengan cara bersama-sama menyelenggarakan seminar, diskusi,

sosialisasi, dan atau kampanye terbuka untuk mengajak masyarakat khususnya

kaum muda untuk meningkatkan kompetensi literasi media. Kaum muda yang

mempunyai pikiran dan sikap kritis dalam mengelola informasi merupakan salah

satu benteng dalam upaya menangkal penyebaran hoaks. Media-media yang

berbasis internet bisa melaksanakan aktivitas-aktivitas literasi media ini secara

online sehingga bisa melibatkan semakin banyak khalayak.

Ketiga, membuat dan memuat iklan-iklan tentang literasi media dan juga

memberi ruang yang cukup bagi tulisan-tulisan yang bertemakan literasi media.

Tulisan-tulisan ini pada waktu tertentu bisa dikumpulkan dan kemudian

diterbitkan menjadi buku.

Keempat, menyisihkan sebagian pendapatannya untuk secara formal

mendukung program atau gerakan literasi media yang buat oleh pemerintah dan

atau komunitas pegiat literasi media. Tak bisa dimungkiri bahwa media telah

meraih keuntungan ekonomi dari masyarakat lewat pemberitaan dan juga iklan-

iklan yang mereka tampilkan. Oleh karena itu media memiliki kewajiban moral

untuk mendidik masyarakat, salah satunya contohnya adalah dengan menyisihkan

sebagian pendapatannya untuk mendukung kegiatan-kegiatan yang berkaitan

dengan literasi media.

Sebagai salah satu pelaku dalam pendidikan literasi media, meskipun

masih terbatas, media perlu melakukan beragam program dan kegiatan yang

kreatif dan inovatif. Media perlu memikirkan inovasi baru dalam ragam program

maupun cara pelaksanaannya agar lebih sesuai dengan khalayak target.

204

Terry Muthahhari, “Kembali ke Sekolah Melawan Hoax”, Tirto.id, 8 Desember 2017,

https://tirto.id/kembali-ke-sekolah-melawan-hoax-cBl3, diakses pada tanggal 9 Maret 2020.

Page 119: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

105

4.4.5 Pemerintah

Salah satu dampak negatif dari media adalah produksi dan penyebaran

hoaks. Usaha mencegah dan memberantas hoaks memang sulit dilakukan di

tengah pesatnya kemajuan teknologi komunikasi dan informasi. Namun hal itu

tidak berarti bahwa usaha pemberantasan hoaks tidak akan bisa berhasil.

Pemerintah yang memiliki kekuasaan dan mempunyai perangkat-perangkat

hukum yang kuat tentunya memiliki tanggung jawab lebih besar dalam mencegah

dan memberantas hoaks.

Sejauh ini pemerintah sudah melakukan beberapa tindakan konkrit untuk

menangani persoalan penyebaran hoaks di Indonesia. Tindakan-tindakan itu

antara lain; pertama, pemblokiran situs yang bermasalah. Upaya ini dibuat dengan

maksud agar situs-situs tidak bisa beroperasi dan diakses lagi oleh masyarakat.

Kedua, pembentukan Badan Siber Nasional. Badan ini bertujuan sebagai payung

atau regulator seluruh aktivitas di dunia siber. Ketiga, kerja sama dengan Dewan

Pers. Kerja sama ini dibuat dengan maksud agar Dewan Pers memverifikasi media

untuk memastikan perusahaan media bekerja secara profesional. Keempat, kerja

sama dengan pihak Facebook. Kerja sama ini dilakukan dengan tujuan

meningkatkan penyaringan berita untuk mengurangi penyebaran hoaks.205

Namun

tindakan-tindakan ini belum cukup untuk membendung penyebaran hoaks karena

sifatnya masih kuratif dan belum preventif.

Pola penyelesaian semacam ini hanya bertendensi memperketat kontrol

terhadap media dan masyarakat pengguna media. Fokus perhatian ditujukan

kepada pelaku atau operator media dan yang ditonjolkan adalah pendekatan

kontrol. Mesti diakui bahwa pendekatan semacam ini memang dibutuhkan dan tak

terelakkan. Namun pendekatan ini tidak akan efektif jika tidak ada proses

pendidikan masyarakat. Pemerintah semestinya tidak mengabaikan hal yang tidak

kalah penting, yakni penanganan dampak media yang berfokus kepada

masyarakat sebagai pengguna media. Pendekatan kontrol semestinya dibarengi

dengan pendekatan pendidikan literasi media. Pendidikan literasi media sejauh ini

205

Kurniawan Hari Siswoko, op. cit., hal. 18.

Page 120: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

106

masih dianggap sebelah mata, terkesan menjadi unsur penyedap program-program

media dan teknologi informasi.

Jika mempertimbangkan begitu besar ketergantungan masyarakat terhadap

berbagai jenis media saat ini, sudah saatnya ada regulasi atau strategi tentang

pendidikan literasi media yang lebih berfokus kepada masyarakat. Pendekatan

pendidikan literasi media akan jauh lebih menjanjikan karena bersentuhan

langsung dengan masyarakat yang adalah kelompok yang paling rentan terhadap

dampak negatif media. Lebih dari itu pendidikan literasi media menjadi langkah

preventif untuk menekan dan mencegah lajunya penyebaran hoaks. Oleh karena

itu pendidikan literasi media menjadi sesuatu yang urgen untuk dilakukan. Ada

beberapa hal yang harus dibuat oleh pemerintah dalam rangka pendidikan literasi

media ini:

Pertama, memasukkan literasi media ke dalam kurikulum resmi

pendidikan. Sudah saatnya pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan (Kemendikbud) memasukkan literasi media ke dalam kurikulum

resmi pendidikan. Literasi media harusnya menjadi mata pelajaran dan mata

kuliah wajib di lembaga-lembaga pendidikan formal. Hal ini tentu akan sangat

efektif karena menyentuh langsung siswa dan mahasiswa yang adalah kelompok

yang paling rentan terhadap potensi dampak negatif media. Kita mesti belajar dari

negara-negara lain, semisal Inggris, AS, Kanada, Australia, dan Jepang, yang

sudah mengintegrasikan literasi media ke dalam kurikulum sekolah dasar,

sehingga kemampuan literasi media warga di negara-negara tersebut pada

umumnya cukup baik.206

Namun jika pemerintah mengalami kesulitan dalam hal

ini, setidaknya pemerintah mendorong sekolah-sekolah dan juga perguruan tinggi

untuk membuka diri terhadap ide literasi media.

Kedua, secara berkala menyelenggarakan seminar dan kampanye tentang

literasi media. Seminar dan kampanye ini mestinya terbuka untuk umum. Artinya

melibatkan seluruh lapisan masyarakat sehingga efeknya dapat dirasakan oleh

semua pihak secara luas. Praksisnya selama ini kegiatan-kegiatan semacam ini

sifatnya tertutup karena hanya diperuntukkan untuk kelompok-kelompok tertentu

206

Hendriyani dan B. Guntarto, loc. cit.

Page 121: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

107

saja dengan jumlahnya yang terbatas. Misalnya seminar yang terjadi di Ledalero

pada tanggal 26 Oktober 2019 yang diinisiasi oleh oleh anggota Komisi I DPR RI,

Dr. Andreas Hugo Parera dalam kerja sama dengan Kementrian Komunikasi dan

Informatika. Hemat penulis seminar ini sangat tertutup karena peserta seminarnya

dibatasi hanya sampai 100 lebih orang saja. Akibatnya efek dari seminar ini hanya

dirasakan oleh segelintir orang saja.

Ketiga, mendukung setiap kegiatan literasi media yang difasilitasi oleh

pihak swasta, semisal pegiat literasi media, LSM, dan lembaga keagamaan.

Pemerintah mesti membantu menyiapkan sarana dan prasarana, serta anggaran

yang memadai untuk mendukung setiap kegiatan yang berhubungan dengan

gerakan literasi media, semisal penerbitan buku-buku tentang literasi media dan

juga kegiatan diskusi, seminar, penyuluhan, dan lokakarya yang bertemakan

literasi media sehingga kegiatan-kegiatan ini dapat berjalan efektif dan

komprehensif. Pemerintah mesti mengalokasikan dana yang cukup untuk

pendidikan literasi media di Indonesia, yang bersumber pada APBN dan APBD,

sehingga menghindari ketergantungan pihak swasta pada donatur dari luar (pihak

asing), semisal International Children’s Centre, Asian Media, Information and

Communication Centre (AMIC) Singapore, dan UNICEF.207

Keempat, membangun rumah-rumah baca dengan fasilitas yang memadai.

Pemerintah harus membangun rumah-rumah baca yang dekat dengan masyarakat.

Artinya tidak hanya berpusat di wilayah perkotaan, tetapi juga di daerah-daerah

pedesaan. Fasilitas-fasilitas dalam rumah baca juga perlu diperhatikan, misalnya

kelengkapan koleksi buku. Kehadiran rumah-rumah baca dengan fasilitas yang

memadai akan sangat membantu mambangkitkan dan meningkatkan minat baca

masyarakat sehingga tercipta masyarakat yang cerdas dan kritis, termasuk cerdas

dan kritis dalam bermedia.

4.5 Pentingnya Pendidikan Literasi Media sebagai Penangkal Penyebaran

Hoaks

Tidak bisa dimungkiri bahwa saat ini teknologi komunikasi dan informasi

berkembang begitu cepat dan pesat. Hadirnya berbagai macam bentuk media

207

Iswandi Syahputra, loc. cit.

Page 122: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

108

komunikasi yang lebih interaktif sebagai anak kandung dari perkembangan

teknologi komunikasi dan informasi, membuat individu memiliki kebebasan

untuk memilih dan mengontrol kebutuhan akan informasi bagi dirinya sendiri.

Media komunikasi yang telah bermetamorfosis menjadi media digital dengan

perkembangannya yang semakin beragam memungkinkan setiap orang untuk

memproduksi dan mereproduksi pesan sesuai dengan keinginannya. Akibatnya

terjadilah banjir informasi yang pada akhirnya membawa orang pada arus

informasi yang sulit untuk diketahui kebenarannya. Hoaks atau berita bohong

menjadi sulit dibedakan dengan fakta ketika hoaks diproduksi dan dikemas

sedemikian rupa sehingga orang menjadi tidak sadar ketika berada dalam pusaran

arus hoaks atau berita bohong.

Fenomena membanjirnya informasi sebagai akibat dari penetrasi media

yang semakin gencar ini harus diimbangi dengan kemampuan literasi media.

Setiap orang dituntut untuk memiliki kemampuan literasi media agar mampu

membedakan informasi hoaks dan bukan hoaks. Kompetensi dan keterampilan

literasi media harus dimiliki dan dikuasai oleh masyarakat khususnya mereka

yang kemudian menjadi sumber informasi. Orang tidak boleh hanya sekadar

membaca dan memperoleh informasi dan kemudian membagikannya, tetapi dalam

proses memperoleh informasi tersebut, orang harus mendayagunakan kemampuan

akalnya, sehingga tidak terjebak dalam informasi hoaks.

Jalan utama untuk mengantisipasi hoaks adalah dengan membangun

kompetensi publik. Upaya membangun kompetensi publik ini dapat dilakukan

dengan memberikan pendidikan literasi media. Melalui berbagai metode,

masyarakat sebagai khalayak aktif harus dikenalkan perihal dasar-dasar

kecukupan informasi, konsekuensi-konsekuensi terkait persebaran informasi,

kesadaran akan bentuk-bentuk teknologi informasi yang dapat memengaruhi

mereka, hingga pengetahuan metodis tentang bagaimana mengecek dan atau

memverifkasi informasi yang akan mereka konsumsi. Pendidikan literasi media

penting untuk dilakukan dalam rangka memberikan penyadaran dan pengenalan

akan informasi yang beredar di media. Setidaknya pengguna media bisa

Page 123: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

109

mengetahui informasi yang sifatnya fakta atau hoaks dengan mengenali dari ciri-

cirinya.

Tujuan dari pendidikan literasi media adalah untuk menghasilkan khalayak

yang bisa memahami dan mengetahui isi media, efek media, dan industri media.

Pendidikan literasi media juga membuat seseorang lebih memahami diri sendiri

dan kebutuhan informasi yang tepat bagi diri sendiri. Jika khalayak berusaha

untuk bisa menganalisis, memahami, mencari titik permasalahan hingga

merekonstruksi informasi, dan menceritakan kembali dengan bahasa yang

sederhana, maka kemampuan literasi media akan semakin meningkat.

Menurut Potter sebagaimana dikutip oleh Nisya Rifiani semakin tinggi

tingkat literasi media seseorang maka semakin banyak makna pesan yang dapat

digali dari konten media yang diterimanya, sebaliknya semakin rendah tingkat

literasi media seseorang maka semakin sedikit atau semakin dangkal makna yang

dapat mereka ambil dari pesan yang mereka terima.208

Khalayak yang memiliki

tingkat literasi media yang tinggi memiliki banyak pilihan untuk untuk

menafsirkan sebuah pesan atau informasi. Mereka akan kritis dalam menilai

keakuratan sebuah informasi sebelum menerima itu sebagai kebenaran dan karena

itu mereka sulit untuk terjebak dalam informasi hoaks. Sebaliknya khalayak yang

memiliki tingkat literasi media yang rendah akan cenderung menerima begitu saja

informasi dari media tanpa melakukan refleksi kritis. Mereka tidak menyadari

bahwa informasi yang disampaikan mengandung banyak makna dan merupakan

sebuah interpretasi dan karena itu mereka cenderung menerima pesan apa adanya

tanpa menggali lebih dalam makna yang tersirat dari berita atau informasi yang

mereka dapatkan. Mereka akan mengalami kesulitan dalam menilai keakuratan

sebuah pesan atau informasi.

Literasi media adalah hal yang perlu digenjot untuk menangkis atau

menangkal penyebaran hoaks dan untuk mengantisipasi keterlalu-percayaan

warga terhadap suatu informasi. Literasi media membuat masyarakat dapat

menunda keyakinannya, dan memberikan waktu untuk melakukan verifikasi

208

Nisya Rifiani, “Studi Literasi Media (Bagian IV)”, https://nisyarifiani.blogspot.com/2013/03/

kuliah-komunikasi-media-literacy-4.html, diakses pada tanggal 15 November 2019.

Page 124: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

110

terhadap suatu informasi. Penulis memahami bahwa kepercayaan seseorang

terhadap hoaks itu terjadi karena rendahnya tingkat literasi media sehingga tidak

mampu memilah informasi yang benar dan yang tidak benar. Jika orang tidak

memiliki kemampuan literasi media yang cukup, maka orang tersebut akan mudah

percaya terhadap berita-berita yang tersebar. Tidak peduli berita itu benar atau

tidak. Jika judulnya menarik dan kontroversial, orang akan langsung

membagikannya tanpa ada proses analisis dan konfirmasi terlebih dahulu.

Pendidikan literasi media menjadi kebutuhan mendesak masyarakat di

tengah pesatnya perkembangan teknologi komunikasi dan informasi. Rendahnya

pengetahuan tentang literasi media dalam masyarakat pada zaman digital ini

menjadi salah satu alasan terbesar pengunaan media (media sosial) lebih ke hal-

hal yang bersifat negatif ketimbang ke hal-hal yang bersifat positif. Salah satu

penggunaan media ke arah yang bersifat negatif adalah seperti memproduksi dan

menyebarkan berita atau informasi-informasi yang bersifat hoaks. Dengan

pengetahuan literasi media masyarakat yang masih minim, maka penggiringan

opini melalui berita bohong atau hoaks sangat mudah dilakukan.

Upaya pendidikan literasi media menjadi suatu yang relevan untuk segera

dilakukan dalam rangka mengembangkan keberdayaan masyarakat dalam

merespon merebaknya berita-berita atau informaasi hoaks di media-media yang

berbasis internet terutama media sosial. Masyarakat yang memiliki kemampuan

literasi media cukup tinggi, tidak hanya sadar pada etika berkomunikasi saja,

tetapi juga memiliki keterampilan konstruktif dalam menerima, memproduksi, dan

membagikan muatan informasi atau berita.

Pendidikan literasi media menawarkan solusi dalam rangka menghadapi

perkembangan teknologi komunikasi dan informasi agar terbentuk keseimbangan

terutama dalam memelihara harmoni di dalam masyarakat. Menjadi literat media

berarti dapat memproses berbagai informasi, dapat memahami pesan, dan

berkomunikasi efektif dengan orang lain dalam berbagai bentuk. Dalam hal ini,

bentuk yang dimaksud termasuk menciptakan, mengelaborasi,

mengkomunikasikan, dan bekerja sesuai dengan etika, dan memahami kapan dan

bagaimana teknologi harus digunakan agar efektif untuk mencapai tujuan.

Page 125: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

111

Termasuk juga kesadaran dan berpikir kritis terhadap berbagai dampak positif dan

negatif yang mungkin terjadi akibat penggunaan media (teknologi) dalam

kehidupan sehari-hari. Memacu individu untuk beralih dari konsumen informasi

yang pasif menjadi produsen aktif, baik secara individu maupun sebagai bagian

dari komunitas. Literasi media akan menciptakan tatanan masyarakat dengan pola

pikir dan pandangan yang kritis-kreatif. Masyarakat tidak akan mudah termakan

oleh isu-isu yang provokatif, menjadi korban informasi hoaks, dan atau korban

penipuan. Dengan demikian, kehidupan sosial dan budaya masyarakat akan

cenderung aman dan kondusif.

Page 126: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

112

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Hoaks adalah suatu kebohongan yang dibuat oleh seseorang atau

sekelompok orang untuk menyerang pihak-pihak tertentu dan digunakan untuk

kepentingan tertentu, baik untuk kepentingan pribadi maupun untuk kepentingan

kelompok. Dalam konteks Indonesia, masifnya penyebaran hoaks disebabkan oleh

beberapa faktor berikut:

Pertama, meningkatnya penggunaan internet. Persentase penggunaan

internet di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Meningkatnya

penggunaan internet di Indonesia didukung dengan menjamurnya perangkat

mobile (smartphone) yang dapat terkoneksi dengan internet dan menyediakan

beragam aplikasi yang populer di masyarakat, dengan harganya yang terjangkau

sehingga memungkinkan semua lapisan masyarakat dapat memilikinya.

Keberadaan internet membuat publik semakin mudah mengakses beragam

informasi dan berita, sebab internet menghadirkan dan menyebarkan ratusan

bahkan ribuan informasi setiap harinya. Namun imbasnya informasi yang belum

terverifikasi benar dan tidaknya tersebar dengan cepat. Hanya dalam hitungan

detik, suatu peristiwa sudah bisa langsung tersebar dan diakses oleh pengguna

internet.

Kedua, tingginya budaya berbagi informasi. Masyarakat Indonesia

memang memiliki karakteristik “suka bercerita” sehingga sifat ini juga terbawa

dalam cara mereka berkomunikasi dengan menggunakan media sosial. Sering

terjadi bahwa para pengguna media sosial ini membagikan sebuah informasi yang

mereka dapatkan tanpa melakukan pengecekan terhadap kebenarannya. Mereka

kadang bahkan tidak tahu dari mana sumber berita tersebut. Banyak yang

langsung percaya dan secara tergesa-gesa membagikan berita atau informasi

tersebut kepada pengguna lainnya. Pengguna lain yang mendapat informasi ini

juga acapkali memiliki kecenderungan yang sama dengan pengguna sebelumnya,

tanpa menganalisis lebih jauh tentang informasi yang mereka terima, langsung

Page 127: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

113

membagikan kembali informasi yang mereka dapatkan itu. Demikian terus

berlanjut sehingga berita yang sebenarnya belum sempat divalidasi kebenarannya

itu malah telah menjadi viral dan dipercaya oleh masyarakat. Kecenderungan suka

berbagi informasi ini didukung oleh kemudahan akses media sosial melalui

smartphone, kemudahan untuk membuat akun, termasuk membuat lebih dari satu

akun ataupun akun palsu dengan menggunakan nama samaran. Dengan memiliki

banyak akun, masyarakat pada akhirnya dapat dengan bebas berbagi cerita,

bergosip, dan bahkan membagi dan mengkonsumsi berita-berita yang

kebenarannya belum terverifikasi.

Ketiga, rendahnya tingkat literasi media. Rendahnya tingkat literasi media

ini dapat ditunjukkan dari masih rendahnya minat baca masyarakat Indonesia,

sekolah belum menjadi aktor utama dalam program-program literasi media,

rendahnya kesadaran masyarakat untuk memahami urgensi literasi media, dan

masih lemahnya dukungan pemerintah. Fenomena rendahnya tingkat literasi

media ini mengakibatkan masyarakat menjadi tidak kritis dalam menerima dan

menyebarkan suatu informasi. Masyarakat menjadi tidak mampu dalam

mendayagunakan atau memanfaatkan media secara baik dan bijak, misalnya

menjadikan media sebagai sarana untuk menyebarkan hoaks yang dikonsumsinya

kepada orang lain untuk dijadikan konsumsi publik.

Hoaks yang berkembang di Indonesia saat ini memiliki tujuan-tujuan

tertentu yang melatarbelakanginya. Tujuan-tujuan itu antara lain:

Pertama, politik. Hoaks sering kali diproduksi dan disebarluaskan untuk

kepentingan politik. Hoaks dijadikan sebagai instrumen politik. Praktik produksi

dan penyebaran hoaks oleh sebagian politisi atau pendukung politisi tertentu

dianggap sebagai bagian dari komoditas politik, terutama terkait dengan eskalasi

suhu politik menjelang Pilkada, Pileg, dan Pilpres. Kebanyakan hoaks politik

yang muncul menyangkut politik identitas, bukan program atau visi-misi

kandidat, sehingga yang terjadi adalah bergesernya model kampanye dari

kampanye positif menjadi kampanye negatif. Kampanye negatif biasanya penuh

dengan ujaran kebencian, fitnah, dan hasut yang dikemas dalam bentuk hoaks-

hoaks. Isu-isu terkait SARA (suku, agama, ras, dan antar-golongan) adalah

Page 128: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

114

persoalan politik identitas. Isu-isu ini menjadi komoditas politik yang dimobilisasi

dengan liar dalam bentuk hoaks-hoaks.

Kedua, ekonomi. Secara ekonomi, hoaks dapat dijadikan sebagai bisnis

dan industri baru yang menjanjikan. Konten-konten hoaks yang berbau ujaran

kebencian dan berbau SARA bisa menjadi lahan berdirinya industri skala besar

untuk mengais dan memperoleh keuntungan. Dengan relatif terbukanya platform

internet dan media sosial dan kemudahan serta kedinamisan aksesibilitasnya,

setiap orang bisa menjadi produsen informasi dengan keuntungan yang

menjanjikan dari iklan. Bisnis hoaks ini dapat menjadi besar tidak hanya karena

dukungan dari platform penyedia iklan seperti Google Adsense, tetapi juga karena

ada permintaan dari pihak-pihak tertentu, misalnya para politisi. Para politisi

biasanya membeli jasa pengelola situs-situs hoaks ini untuk mendapatkan

pengaruh politik dalam hal ini untuk meningkatkan popularitas mereka dan atau

untuk menebar kebencian dan hasutan untuk menjatuhkan lawan politik mereka.

Ketiga, agama. Hoaks-hoaks yang diproduksi dan kemudian disebarkan

dalam masyarakat bukan saja berkutat pada urusan politik dan ekonomi saja,

melainkan juga disisipi dengan sentimen-sentimen keagamaan tertentu. Agama

acap kali menjadi salah satu alasan orang memproduksi dan menyebarkan hoaks.

Hoaks-hoaks yang bermotif agama, pada titik tertentu akan melahirkan aksi-aksi

ekstrim dan tindakan kekerasan dalam masyarakat. Hoaks tentang agama atau

yang mengatasnamakan agama adalah isu yang paling sensitif, sehingga begitu

laku dalam masyarakat.

Masifnya produksi dan penyebaran hoaks dapat menimbulkan kecemasan

dan dapat mereproduksi konflik di dalam masyarakat. Akibatnya tatanan

demokrasi menjadi terancam. Dengan demikian hoaks berdampak buruk bagi

demokrasi. Ada beberapa contoh dampak buruk dari masifnya produksi dan

penyebaran hoaks di Indonesia:

Pertama, hilangnya ruang publik yang sehat. Ruang publik yang sehat

membutuhkan diskursus yang rasional yang didalamnya terjadi pertukaran

kebenaran dan wacana bermakna. Namun yang terjadi sekarang ini adalah

Page 129: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

115

diskursus irasional, di mana prasangka dan emosi menjadi hal yang dikedepankan

daripada nalar dan debat argumentatif. Rasionalitas digantikan dengan

emosionalitas. Kejujuran dan akurasi tidak lagi menjadi prioritas utama dalam

diskursus ruang publik. Diskursus ruang pubik diambil alih oleh isu-isu SARA,

ujaran kebencian, fitnah, propaganda politik, dan paham-paham radikal-

fundamentalis yang dikemas dalam bentuk hoaks-hoaks. Hoaks-hoaks ini tentu

berpotensi memperbesar sentimentalitas kelompok-kelompok sosial, seperti suku,

agama, politik, dan budaya. Sentimentalisme, seperti perasaan benci, tidak suka,

dan agresif terhadap kelompok lain pada akhirnya menutup gerbang menuju suatu

diskursus rasional yang menjadi basis ruang publik dan demokrasi yang sehat.

Kedua, munculnya aksi intoleransi dan radikalisme agama. Fenomena

intoleransi dan radikalisme agama salah satunya disinyalir sebagai akibat dari

maraknya penyebaran hoaks. Banyak hoaks yang menyebar berkaitan dengan

faktor ideologi agama yang merupakan suatu hal yang sangat rentan dan sensitif

di masyarakat. Apabila hoaks-hoaks ini diterima dan diyakini sebagai kebenaran

oleh masyarakat, maka akibatnya adalah banyak masyarakat yang terprovokasi

dan kemudian melakukan aksi-aksi brutal dan anarkis. Dalam hal ini hoaks bisa

melahirkan fundamentalisme agama yang kemudian berpotensi menimbulkan

sikap dan tindakan intoleransi. Intoleransi merupakan pintu gerbang bagi aksi

radikalisme hingga dalam bentuknya yang paling ekstrim, yakni terorisme.

Ketiga, potensi lahirnya negara totaliter. Wacana perang terhadap hoaks

yang digencarkan oleh negara pada satu posisi perlu diapresiasi sebagai langkah

tepat untuk mematikan virus yang bernama hoaks ini. Namun pada posisi yang

lain, yakni pada posisi dekonstruktif, wacana perang terhadap hoaks mesti dikritisi

dan dicurigai karena bahaya potensi terlibatnya kekuasaan di balik wacana ini.

Negara mempunyai peralatan-peralatan yang lengkap dan memiliki kekuasaan

untuk menentukan segala sesuatu, termasuk menentukan mana informasi yang

merupakan hoaks dan mana yang bukan hoaks. Jika diperhatikan secara serius,

tampak bahwa pengendalian informasi, penentuan mana hoaks dan bukan adalah

cara halus untuk melenyapkan oposisi dalam politik dan untuk mengamankan

kekuasaan. Di sini negara memiliki segenap kekuatan untuk membunuh segala

Page 130: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

116

informasi yang dianggap hoaks dan melahirkan hoaks-hoaks baru dalam

masyarakat. Wacana tentang perang terhadap hoaks patut dikritisi karena boleh

jadi wacana ini menjadi wadah bagi masuk dan tumbuhnya benih-benih

totalitarisme negara. Negara menjadi totaliter ketika dia mulai mengambil alih

diskursus publik, menentukan kebenaran, mengontrol cara berpikir, membatasi

kreasi dan ekspresi masyarakatnya, memutuskan mana yang harus dibicarakan

dan dilakukan warganya, dan menentukan mana yang harus ditonton dan dibaca

oleh masyarakat.

Salah satu cara untuk mengantisipasi dan menekan lajunya penyebaran

hoaks di Indonesia adalah dengan membangun kompetensi publik. Upaya

membangun kompetensi publik ini dapat dilakukan dengan memberikan

pendidikan literasi media. Pendidikan literasi media adalah suatu usaha untuk

mendidik dan mengajar masyarakat yang adalah pengguna media agar dapat

memiliki kompetensi dan keterampilan literasi media. Kompetensi dan

keterampilan literasi media sangat penting untuk dimiliki oleh masyarakat agar

masyarakat menjadi melek media, atau dengan kata lain menjadi pengguna media

yang bijak dan kritis.

Pendidikan literasi media menjadi kebutuhan mendesak masyarakat di

tengah pesatnya perkembangan teknologi komunikasi dan informasi. Rendahnya

pengetahuan tentang literasi media dalam masyarakat pada zaman digital ini

menjadi salah satu alasan terbesar pengunaan media (media sosial) lebih ke hal-

hal yang bersifat negatif ketimbang ke hal-hal yang bersifat positif. Salah satu

penggunaan media ke arah yang bersifat negatif adalah seperti memproduksi dan

menyebarkan berita atau informasi-informasi yang bersifat hoaks. Dengan

pengetahuan literasi media masyarakat yang masih minim, maka penggiringan

opini melalui berita bohong atau hoaks sangat mudah dilakukan.

Pendidikan literasi media menjadi suatu yang relevan untuk segera

dilakukan dalam rangka mengembangkan keberdayaan masyarakat dalam

merespon merebaknya berita-berita atau informasi hoaks di media-media yang

berbasis internet terutama media sosial. Masyarakat yang memiliki kemampuan

literasi media cukup tinggi, tidak hanya sadar pada etika berkomunikasi saja,

Page 131: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

117

tetapi juga memiliki keterampilan konstruktif dalam menerima, memproduksi, dan

membagikan muatan informasi atau berita. Namun pendidikan literasi media ini

tidak dapat berjalan baik jika tidak ada upaya atau peran dari semua pihak. Semua

pihak mesti terlibat, bertanggung jawab, dan bahu membahu dalam memberikan

pendidikan literasi media kepada masyarakat. Pihak-pihak itu antara lain:

keluarga, lembaga pendidikan (SD sampai dengan perguruan tinggi, organisasi

non-pemerintah (partai politik, Organisasi Kemasyarakatan (ORMAS), Lembaga

Swadaya Masyarakat (LSM), yayasan, dan lembaga keagamaan), media, dan

pemerintah.

5.2. Usul dan Saran

Untuk menunjang upaya pendidikan literasi media, dibutuhkan peran atau

partisipasi dari berbagai pihak. Berikut beberapa usul dan saran yang penulis

berikan kepada pihak-pihak tertentu dalam rangka pendidikan literasi media:

Pertama, keluarga. Keluarga, dalam hal ini orang tua memiliki peran besar

dalam membangun kehidupan anak. Dalam rangka pendidikan literasi media,

peran orang tua sangat dibutuhkan. Orang tua perlu selalu mendampingi dan

mengarahkan anak untuk membiasakan pola hidup cerdas bermedia. Hal itu

berarti bahwa orang tua harus mengontrol perilaku anak dalam menggunakan

media, misalnya memberikan batasan waktu dan tempat penggunaan media.

Orang tua juga perlu memberikan pelbagai bentuk penjelasan yang logis tentang

dampak, baik positif maupun negatif dari penggunaan media sehingga anak bisa

mengetahui segala bentuk tujuan dan fungsi utama dari media.

Kedua, lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan adalah pihak yang

paling strategis dalam mengembangkan pendidikan literasi media. Memang

sampai dengan saat ini literasi media belum masuk dalam kurikulum resmi

pendidikan, tetapi bukan berarti lembaga pendidikan harus menutup diri dari ide

literasi media. Lembaga pendidikan perlu mengembangkan ide literasi media,

misalnya dengan mengintegrasikannya ke dalam kurikulum yang sudah ada atau

menjadikannya sebagai ekstrakurikuler pada tingkat sekolah (SD sampai dengan

SMA) dan sebagai mata kuliah penunjang pada tingkat perguruan tinggi. Hal lain

Page 132: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

118

yang perlu diupayakan oleh lembaga pendidikan adalah dengan

menyelenggarakan seminar atau sosialisasi tentang literasi media dan mengadakan

atau menambah jumlah dan koleksi buku tentang literasi media di perpustakaan.

Ketiga, organisasi non-pemerintah. Peran organisasi non-pemerintah,

dalam hal ini partai politik, Organisasi Kemasyarakatan (ORMAS), Lembaga

Swadaya Masyarakat (LSM), Yayasan, dan lembaga keagamaan juga sangat

penting dan dibutuhkan dalam pendidikan literasi media. Organisasi-organisasi ini

dengan fungsinya masing-masing perlu juga memikirkan program-program yang

bersinggungan dengan pendidikan literasi media. Organisasi-organisasi ini harus

terlibat langsung dalam mendidik masyarakat dalam hal literasi media, misalnya

dengan menyelenggarakan seminar, sosialisasi, diskusi publik, kampanye-

kampanye terbuka, dan atau lewat himbauan-himbauan, pendampingan, dan

pelatihan-pelatihan. Jika memungkinkan organisasi-organisasi ini juga bisa

membangun rumah-rumah baca, menerbitkan dan atau mengadakan buku-buku

tentang literasi media, dan kemudian menyalurkannya ke rumah-rumah baca dan

juga ke lembaga-lembaga pendidikan

Keempat, media. Media memiliki peran dan pengaruh yang sangat

siginifikan dalam berbagai aspek kehidupan dalam masyarakat. Oleh karena itu

sudah saatnya media menjadi pelopor gerakan literasi media di tengah

masyarakat. Media harus hadir untuk mendidik masyarakat agar tidak terjebak

dan kemudian menjadi korban dari hoaks. Ada beberapa hal yang mungkin baik

dibuat oleh media dalam rangka pendidikan literasi media ini, yakni: membuat

pelatihan jurnalistik, baik kepada para wartawannya dan juga kepada masyarakat

umum terutama kepada anak-anak dan remaja, menyelenggarakan seminar,

diskusi, sosialisasi, dan atau kampanye terbuka, dan juga membuat dan memuat

iklan-iklan tentang literasi media dan juga memberi ruang yang cukup bagi

tulisan-tulisan yang bertemakan literasi media.

Kelima, pemerintah. Pemerintah yang memiliki kekuasaan dan

mempunyai perangkat-perangkat yang jelas tentunya memiliki tanggung jawab

lebih besar dalam memberikan pendidikan literasi media kepada masyarakat. Hal

pertama dan utama yang perlu dibuat oleh pemerintah dalam rangka pendidikan

Page 133: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

119

literasi media ini adalah memasukan literasi media ke dalam kurikulum resmi

pendidikan dan atau mendorong lembaga-lembaga untuk membuka diri terhadap

ide literasi media, sebab literasi media akan jauh lebih terstruktur, sistematis, dan

efektif bila diajarkan di lembaga-lembaga pendidikan. Hal lain yang perlu dibuat

oleh pemerintah adalah membangun rumah-rumah baca dengan fasilitas yang

memadai yang dekat dengan masyarakat dan menyelenggarakan seminar,

sosialisasi, dan kampanye terbuka tentang literasi media sehingga efeknya dapat

dirasakan oleh masyarakat secara luas. Pemerintah juga perlu mengalokasikan

dana yang cukup untuk mendukung setiap kegiatan literasi media.

Harus diakui bahwa upaya penangkalan hoaks tidak cukup hanya dengan

pendidikan literasi media. Pendidikan literasi media perlu dibarengi dengan

upaya-upaya lain sehingga penangkalan hoaks dapat berjalan efektif. Upaya-

upaya itu antara lain:

Pertama, penguatan regulasi hukum. Ada sejumlah pasal dalam UU

tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang problematik, dalam hal ini

cendrung multitafsir dan tumpang tindih dengan peraturan hukum lainnya.

Akibatnya upaya pemberantasan hoaks menjadi tidak efektif. Oleh karena itu

pemerintah dan DPR perlu bekerja sama untuk menyempurnakan undang-undang

UU ITE tersebut (revisi dan atau membuat pasal baru) sehingga menjadi jelas. Hal

tersebut diperlukan agar memberi landasan hukum yang jelas dan kuat dalam

melakukan pencegahan dan pemidanaan pelaku penyebaran hoaks. Sehingga

kemudian tidak menimbulkan kesan atau kecurigaan bahwa negara dengan

perangkat-perangkatnya secara sewenang-wenang memblokir situs-situs hoaks

dan menghukum para pelaku penyebaran hoaks.

Kedua, pendidikan hukum. Setelah menguatkan regulasi hukum, negara

perlu memberikan sosialisasi atau dengan kata lain memberikan pendidikan

terkait dengan regulasi hukum tersebut kepada masyarakat. Hal ini bukan

dimaksudkan untuk menakut-nakuti masyarakat, melainkan menyadarkan

masyarakat akan konsekuensi hukum dari penyebaran hoaks. Selain itu melalui

pendidikan hukum ini, masyarakat disadarkan untuk lebih hati-hati dalam

menyebarkan sebuah informasi.

Page 134: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

120

Ketiga, pendidikan moral. Selain pendidikan hukum, pendidikan moral

juga perlu diberikan kepada masyarakat. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat

selalu mengedepankan etika ketika berpendapat atau berkomunikasi khususnya

lewat media-media yang berbasis internet. Pendidikan moral ini menjadi tanggung

jawab semua pihak, baik itu keluarga, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan,

media, dan juga pemerintah.

Keempat, pengembangan pers yang bermutu. Pers yang bermutu adalah

pers yang selalu mengedepankan fakta objektif berdasarkan data-data yang akurat

dan netral dalam pemberitaan. Objektif dan netral berarti tidak mengakomodasi

kepentingan kelompok-kelompok tertentu. Pers yang bermutu akan selalu

melakukan cek fakta sebelum memberitakan sebuah informasi. Pers perlu

meningkatkan mutunya, sehingga bisa membangkitkan animo pembaca, dan

karena itu bisa mengalihkan perhatian masyarakat dari media-media abal-abalan

yang berbasis internet, yang memiliki kecenderungan untuk memberitakan

informasi-informasi yang kebenarannya belum diverifikasi.

Page 135: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

121

DAFTAR PUSTAKA

I. BUKU

Adiputra, Wisnu Martha dkk. Yuk, Lawan Hoaks Politik, Ciptakan Pemilu Damai.

Yogyakarta: Program Studi Magister Ilmu Komunikasi UGM, 2019.

Alfons Duka, Agus. Komunikasi Pastoral Era Digital; Memaklumkan Injil di

Jagat Tak Berhingga. Maumere: Penerbit Ledalero, 2017.

Ali, Mukti. “Antara Komunikasi, Budaya dan Hoax”, dalam Aep Wahyudin dan

Manik Sunuantari, eds. Melawan Hoax di Media Sosial dan Media

Massa. Yogyakarta: Trustmedia Publishing, 2017.

Antoro, Billy. Gerakan Literasi Sekolah, Dari Pucuk Hingga Akar, Sebuah

Refleksi. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2017.

Banyumurti, Indriyatno, Laila Ayu Karlina, dan Widuri. Modul Smart School

Online: Mengaplikasikan Penggunaan Internet Sehat dan Cerdas di

Sekolah, Panduan bagi Guru dan Orangtua. Jakarta: Perkumpulan Mitra

TIK Indonesia, 2018.

Bawa Atmadja, Nenga dan Luh Putu Sri Ariyani. Sosiologi Media: Perspektif

Teori Kritis. Depok: Rajawali Pers, 2018.

Budi Kleden, Paul. “Ratzinger Tentang Tema Politik”, dalam Paul Budi Kleden

dan Adrianus Sunarko, eds. Dialektika Sekularisasi: Diskusi Habermas-

Ratzinger dan Tanggapan. Yogyakarta: Penerbit Lamalera dan

Maumere: Penerbit Ledalero, 2010.

Budiastuti Wiratmo, Liliek. “Literasi Media Berbasis Komunitas”, dalam Dyna

Herlina Suwarto, ed. Gerakan Literasi Media di Indonesia. Yogyakarta:

Rumah Sinema, 2012.

Dosi, Eduardus. Media Massa dalam Jaring Kekuasaan. Maumere: Penerbit

Ledalero, 2012.

Dwi Andriani, Astri. “Tantangan Membangun Perdamaian di Era Milenial”,

dalam Wicaksono, ed. Demokrasi Damai Era Digital. Jakarta:

Siberkreasi, 2019.

Gusti, Otto. Politik Antara Legalitas dan Moralitas. Maumere: Penerbit Ledalero,

2009.

Hamid, Veronica. “Angin Harapan Demokrasi Digital, Nostalgia Demokrasi

Klasik, Transformasi Ruang Publik, dan Politisasi Media Sosial”, dalam

AE Priyono dan Usman Hamid, eds. Merancang Arah Baru Demokrasi:

Indonesia Pasca-Reformasi. Jakarta: Kepustakaan Popular Gramedia,

2014.

Page 136: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

122

Hardiman, F. Budi. Demokrasi Deliberatif: Menimbang Negara Hukum dan

Ruang Publik dalam Teori Diskursus Jurgen Habermas. Yogyakarta:

Penerbit PT Kanisius, 2009.

------------------------. Menuju Masyarakat Komunikatif: Ilmu, Masyarakat, Politik,

dan Postmodernisme Menurut Jurgen Habermas. Yogyakarta: Penerbit

PT Kanisius, 2009.

------------------------. Demokrasi dan Sentimentalitas: Dari Bangsa Setan-setan,

Radikalisme Agama, sampai Post-Sekularisme. Yogyakarta: Penerbit PT

Kanisius, 2018.

Haryatmoko. Etika Komunikasi: Manipulasi Media, Kekerasan, dan Pornografi.

Yogyakarta: Kanisius, 2008.

Hendriyani dan B. Guntarto. “Memetakan Literasi Media di Indonesia”, dalam

Dyna Herlina Suwarto, ed. Gerakan Literasi Media di Indonesia.

Yogyakarta: Rumah Sinema, 2012.

Hermawan, Herry. Literasi Media; Kesadaran dan Analisis. Yogyakarta:

Calpulis, 2017.

Hobbs, Renee. Digital and Media Literacy: A Plan of Action. Washington, D.C.:

The Aspen Institute, 2010.

Kunto Aribowo, Eric. “Menelusuri Jejak Hoaks dari Kacamata Bahasa:

Bagaimana Mendeteksi Berita Palsu Sedini Mungkin”, dalam Dr. Sawitri

Retnatiti, M.PD., Dra. Rosyidah, M.PD., dan Dr. Herri Akhmad Bukhori,

M.A., M.Hum, eds. Literasi dalam Pembelajaran Bahasa. Malang:

Universitas Negeri Malang, 2017.

Kurnia, Novi. “Media dan Gerakan Literasi”, dalam Departemen Ilmu

Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah

Mada. Jurnalisme, “Berita Palsu”, & Disinformasi Konteks Indonesia.

Jakarta, UNESCO Ofice, 2019.

----------------. “Peran Media dalam Mewujudkan Demokrasi Damai melalui

Gerakan Literasi Digital”, dalam Wicaksono, ed. Demokrasi Damai Era

Digital. Jakarta: Siberkreasi, 2019.

----------------. “Urgensi Literasi Digital Keluarga di Indonesia”, dalam Novi

Kurnia, ed. Literasi Digital Keluarga, Teori dan Praktik Pendampingan

Orangtua terhadap Anak dalam Berinternet. Yogyakarta: Center for

Digital Society (CFDS) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Gadjah Mada, 2017.

Lilijawa, Isidorus. Perempuan, Media, dan Politik. Maumere: Penerbit Ledalero,

2010.

Dja‟far, Alamsyah M. Intoleransi! Memahami Kebencian dan Kekerasan Atas

Nama Agama. Jakarta: Penerbit PT Elex Media Komputido, 2018.

Page 137: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

123

Mauludi, Sahrul. Seri Cerdas Hukum: Awas Hoax! Cerdas Menghadapi

Pencemaran Nama Baik, Ujaran Kebencian, dan Hoax. Jakarta: PT. Elex

Media Komputido, 2018.

-------------------. Socrates Cafe. Bijak, Kritis, dan Inspiratif Dunia dan

Masyarakat Sekitar. Jakarta: PT. Elex Media Komputido, 2018.

Mazdalifah. “Mengembangkan Literasi Media di Perguruan Tinggi”, dalam Dyna

Herlina Suwarto, ed. Gerakan Literasi Media di Indonesia. Yogyakarta:

Rumah Sinema, 2012.

Nur R, Tri Hastuti. “Gerakan Literasi Media: Melindungi Anak-Anak dari

Gempuran Pengaruh Media”, dalam Dyna Herlina Suwarto, ed. Gerakan

Literasi Media di Indonesia. Yogyakarta: Rumah Sinema, 2012.

Purnama Sari, Wulan. “Literasi Media Sosial Sebagai Tindakan Preventif pada

Radikalisme dan Hoax”, dalam Fajar Junaedi dan Filosa Gita Sukmono,

eds. Komunikasi dalam Media Digital. Yogyakarta: Buku Litera

Yogyakarta, 2019.

Qodir, Zuly. Radikalisme Agama di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014.

Ratri Rahmiaji, Lintang. “Emak, Jangan Tabur Benci Di ddaku. Mengkaji Ulang

“The Power of Emak-Emak”, dalam Wicaksono, ed. Demokrasi Damai

Era Digital. Jakarta: Siberkreasi, 2019.

SB, Agus. Deradikalisasi Dunia Maya: Mencegah Simbiosis Terorisme dan

Media. Jakarta: Penerbit Daulat Press, 2016.

Sudiboyo, Agus. Jagat Digital: Penguasaan dan Penguasaan. Jakarta:

Kepustakaan Populer Gramedia, 2019.

Supelli, Karlina. “Ruang Publik Dunia Maya”, dalam F. Budi Hardiman, ed.

Ruang Publik: Melacak Partisipasi Demokratis dari Polis sampai

Cyberspace. Yogyakarta: Penerbit PT Kanisius, 2010.

Suprati, Eko. “Pelatihan Literasi Media dengan Metode Kreatif untuk Remaja”,

dalam Dyna Herlina Suwarto, ed. Gerakan Literasi Media di Indonesia.

Yogyakarta: Rumah Sinema, 2012.

Surahman, Sigit. “Post-Truth, Masyarakat Digital, dan Media Sosial”, dalam

Fajar Junaedi dan Filosa Gita Sukmono, eds. Komunikasi dalam Media

Digital. Yogyakarta: Buku Litera Yogyakarta, 2019.

Syahputra, Iswandi. “Literasi Media di Indonesia: Keragaman Pemahaman dan

Kegiatan”, dalam KPI (Komisi Penyiaran Indonesia), Panduan

Sosialisasi Literasi Media Televisi; Pegangan untuk Narasumber.

Jakarta: KPI, 2011.

Ule, Silvester. Terorisme Global: Tinjauan, Kritik, dan Relevansi Pandanagan

Jean Baudrillard. Maumere: Penerbit Ledalero, 2011.

Page 138: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

124

Wardle, Claire dan Hossein Derakhshan. “Thinking About „Information

Disorder‟: Formats of Misinformation, Disinformation, and Mal-

information” dalam Cherilyn Ireton dan Julie Posetti (eds), Journalism,

Fake News and Disinformation. Paris: UNESCO: 2018.

II. KAMUS

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan Republik Indonesia. Kamus Besar Bahasa Indonesia

Offline. Edisi V.

Hornby, A S. Oxford Advanced Learner’s Dictionary. Seventh Edition. London:

Oxford University Press, 2006.

III. UNDANG-UNDANG

Republik Indonesia. “Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik

Indonesia Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti”.

Republik Indonesia. “Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012

tentang Pendidikan Tinggi”.

Republik Indonesia. “Undang-undang Republik Indonesia tentang Penyiaran”.

IV. SKRIPSI DAN TESIS

Irianta, Yosal. “Model Pelatihan Literasi Media untuk Pembelajaran Khalayak

Media Massa: Studi Pengembangan Model Pelatihan Literasi

Keberdayaan Ibu Rumah Tangga Khalayak Media di Kota Bandung”.

Disertasi Doktor, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung,

2006.

Syaifullah, Ilham. “Fenomena Hoax di Media Sosial dalam Pandangan

Hermeneutika”. Skripsi Sarjana, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya, 2018.

V. ARTIKEL JURNAL

Cristin Harnita, Pratiwi. “Masihkah Perlu Khalayak Belajar Literasi Media?”.

Jurnal Cakrawala, 6:1, Juni 2017.

Daven, Matias. “Politik Pemusnahan dan Pemusnahan Politik: Telaah Kritis Atas

Konsep Hannah Arendt tentang Totalitarisme”. Jurnal Ledalero, 14:1,

Juni 2015.

Page 139: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

125

Eko Suharyanto, Cosmas. “Analisis Berita Hoaks di Era Post-Truth: Sebuah

Review”. Jurnal Masyarakat Telematika dan Informasi, 10:2, Desember

2019.

Ganjar Herdiansah, Ari dan Randi. “Peran Organisasi Masyarakat (ORMAS) dan

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam Menopang Pembangunan

di Indonesia”. Jurnal SOSIOGLOBAL, 1:1, Desember 2016.

Gumilar, Gumgum, Justito Adiprasetio, dan Nunik Maharani. “Literasi Media:

Cerdas Menggunakan Media Sosial dalam Menanggulangi Berita Palsu

(Hoax) Oleh Siswa SMA”. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 1:1,

Februari 2017.

Hari Siswoko, Kurniawan. “Kebijakan Pemerintah Menangkal Penyebaran Berita

Palsu atau „Hoax‟”. Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni,

1:1, April 2017.

Hariyono, Patrisius. “Fenomena Hoaks dan Demokrasi yang

Terinstrumentalisasi”. VOX, 62:02, 2017.

Juditha, Christiany. “Interaksi Simbolik dalam Komunitas Virtual Anti Hoaks

untuk Mengurangi Penyebaran Hoaks”. Jurnal PIKOM (Penelitian

Komunikasi dan Pembanguna), 19:1, Juni 2018.

Juliswara, Vibriza. “Mengembangkan Model Literasi Media yang

Berkebhinnekaan dalam Menganalisis Informasi Berita Palsu (Hoax) di

Media Sosial”. Jurnal Pemikiran Sosiologi, 4:2, Agustus 2017.

Juwita, Rina. “Media Sosial dan Perkembangan Komunikasi Korporat”. Jurnal

Penelitian Komunikasi, 20:1, Juli 2017.

Kharizmi, Muhammad. “Kesulitan Siswa Sekolah Dasar dalam Meningkatkan

Kemampuan Literasi”. JUPENDAS, 2:2, September 2015.

Kleden, Frano. “Bahasa Era Pasca-Kebenaran dalam Tinjauan Hermeneutik

Kecurigaan Habermas”. Akademika, XXI:I, Desember 2017.

-------------------. “Hoaks, Radikalisme, dan Demokrasi”. VOX, 62:02, 2017.

Kurnia, Novi dan Santi Indra Astuti. “Peta Gerakan Literasi Digital di Indonesia:

Studi tentang Pelaku, Ragam Kegiatan, Kelompok Sasaran, dan Mitra”.

Jurnal INFORMASI, 47:2, Desember 2017.

May, John. “Demokrasi dalam Genggaman Kekuasaan Penguasa”. VOX, 60:01,

2015.

Meo Ligo, Harris. “Hoaks: Media di Persimpangan Jalan”. VOX, 62 :02, 2017.

Bayu Muh. Khamin, Anggalih dan Muhammad Fahmi Sabri. “Konglomerasi

Media dan Partai Politik: Membaca Relasi MNC Group dengan Partai

Perindo”. POLITIKA: Jurnal Ilmu Politik, 10:2, Oktober 2019.

Page 140: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

126

Nurchaili. “Menumbuhkan Budaya Literasi Melalui Buku Digital”. LIBRIA, 8:2,

Desember 2016.

Paji, Johan. “Era (Politik) Pasca-Kebenaran dan Fenomena Anti-Intelektualisme”.

Akademika, XXI:I, Desember 2017.

Potter, W. James. The State of Media Literacy”, Journal of Broadcasting &

Electronic Media, 54:4. Desember 2010.

Swatika Sari, Esti dan Setyawan Pujiono. “Budaya Literasi di Kalangan

Mahasiswa FBS UNY”. LITERA, 16:1, April 2017.

Syukri, Muhammad, Anang Sujoko, dan Reza Safitri. “Gerakan dan Pendidikan

Literasi Media Kritis di Indonesia (Studi terhadap Yayasan

Pengembangan Media Anak)”. Jurnal Ilmu Komunikasi MEDIAKOM,

2:2, 2019.

Tan, Peter. “Hoaks, Demokrasi Kebablasan, dan Bahaya Kekuasaan”. VOX, 62 :

02, 2017.

VI. ARTIKEL MAJALAH

Gerung, Rocky. “Hoax dan Demokrasi”. Tempo, 6 Januari 2017.

VII. ARTIKEL SURAT KABAR/MAJALAH ONLINE

Al Ansori, Ayub. “Keterkaitan Radikalisme Agama dengan Fenomena Hoaks”.

STAIC, 12 November 2018 <https://staic.ac.id/keterkaitan-radikalisme-

agama-dengan-fenomena-hoaks.html>, diakses pada tanggal 25 Januari

2020.

Amindoni, Ayomi. “Razia buku: Mengapa buku-buku berhaluan kiri menjadi

sasaran?”. BBC News, 9 Januari 2019 <https://www.bbc.com/ indonesia

/indonesia-46796449>, diakses pada tanggal 3 Maret 2020.

Andreas, Damianus dan Aulia Adam. “8 Konglomerat Media di Indonesia via

Jalur Media TV & Cetak”. Tirto.id, 9 Februari 2018

<https://www.google.co.id/amp/s/amp.tirto.id/8-konglomerat-media- di-

indonesia-via-jalur-media-tv-cetak-cEv7>, diakses pada tanggal 20 Maret

2019.

APJII (Asosiasi Penyelengara Jasa Internet Indonesia) dan POLLING Indonesia.

“Laporan Survei Penetrasi dan Profil Pengguna Internet Internet

Indonesia Tahun 2018”. <https://apjii.or.id/survei>, diakses pada tanggal

9 Maret 2020.

Page 141: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

127

AW Adnan, Sobih. “Mengenal Tujuh Jenis Hoaks”. Medcom.id, 27 Oktober 2019

<https://www.medcom.id/telusur/cek-fakta/4KZ6rAqK-mengenal-7-jenis

-hoaks>, diakses pada tanggal 14 November 2019.

Badan LITBANG (Badan Penelitian dan Pengembangan) KEMENTRIAN

DALAM NEGERI. “Hasil Penelitian Perpusnas: Sehari Baca Buku

Kurang Satu Jam”. Website Badan LITBANG (Badan Penelitian dan

Pengembangan) KEMENTRIAN DALAM NEGERI, 28 Maret 2018

<https://litbang.kemendagri.go.id/ website/ hasil- penelitian- perpusnas-

sehari-baca-buku-kurang-satu-jam/>, diakses pada tanggal 18 Maret

2020.

Bagus Santoso, Irvan. “Dianggap 'Kiri', 17 Buku Ini Dilarang Edar oleh

Pemerintah”. Iyaa.com, 17 Mai 2016 <https://media.iyaa.com/article/

2016/05/ Dianggap-Kiri-17 -Buku-Ini- Dilarang-Edar-oleh-Pemerintah-

3443532.html>, diakses pada tanggal 3 Maret 2020.

Dharmawan, Awang. “Waktunya Kurikulum Literasi Media”, TimesIndonesia, 11

Februari 2020 <https://www.google.co.id/amp/s/amp. timesindonesia.

co.id/read/news/250639/ waktunya-kurikulum-literasi-media>, diakses

pada tanggal 26 April 2019.

Firman, Muhammad dan Maria Yuniar Ardhiati. “Situs Berita Hoax, Mesin

Pencetak Uang dan Kegaduhan”. Katadat.co.id, 6 Januari 2016

<https://katadata.co.id/ telaah /2016/12/15/ situs-berita- hoax-mesin-

pencetak-uang-dan-kegaduhan>, diakses pada tanggal 9 Maret 2020.

First Draft. <https://firstdraftnews.org/about/>, diakses pada tanggal 9 Maret

2020.

Friana, Hendra. “Hoax Sejarah Era Orba”. Tirto.id, 16 September 2017

<https://tirto.id/seminar-1965- digelar-untuk- luruskan-hoax-sejarah-era-

orba-cwHV>, diakses pada tanggal 9 Maret 2020.

Hasbi Widhana, Dieqy. "Rata-rata Penghasilan Kita Rp25-30 Juta", Tirto.id, 16

Desember 2016 <https://tirto.id/rata-rata-penghasilan-kita-rp25-30-juta-

b9WS>, diakses pada tanggal 9 Maret 2020.

Islami, Nur. “Blokir 6.000 Situs Hoax, Kemkominfo: Penyebaran Paling Tinggi di

Januari “. Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia,

28 Agustus 2017 <https://kominfo.go.id/content/detail/10418/blokir-

6000- situs-hoax- kemkominfo- penyebaran- paling- tinggi-di-januari/0/

sorotan_media>, diakses pada tanggal 5 oktober 2019.

Keuskupan Agung Samarinda. “Surat Gembala Prapaskah 2019 Uskup

Keuskupan Agung Samarinda” <https://www.sesawi.net/surat-gembala-

prapaska- 2019- keuskupan- agung- samarinda- peraturan- puasa- dan-

pantang-app/>, diakses pada tanggal 10 Mei 2020.

Keuskupan Ketapang. “Surat Gembala Prapaskah 2019 Uskup Keuskupan

Ketapang” <http://keuskupan ketapang.org/ warta-keuskupan/ surat-

Page 142: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

128

gembala-prapaskah-2019-keuskupan-ketapang/>, diakses pada tanggal

10 Mei 2020.

Massola, James dan Karuni Rompies. “Menkopolhukam Wiranto Ditusuk

Terduga Simpatisan ISIS”. Matamata Politik, 10 Oktober 2019

<https://www.matamatapolitik.com/facebook-larang-video-deepfake-

jelang-pemilu-as-in-depth/>, diakses pada tanggal 2 Februari 2020.

MASTEL (Masyarakat Telematika Indonesia). “Hasil Survei Wabah Hoax

Nasional Tahun 2019”. <https://mastel.id/hasil-survey-wabah-hoax-

nasional-2019/>, diakses pada tanggal 9 Maret 2020.

Muthahhari, Terry. “Kembali ke Sekolah Melawan Hoax”, Tirto.id, 8 Desember

2017 <https://tirto.id/kembali-ke-sekolah-melawan-hoax-cBl3>, diakses

pada tanggal 9 Maret 2020.

N. Raditya, Iswara. “Film Pengkhianatan G30S-PKI: Fakta Sejarah atau

Propaganda Orba?”. Tirto.id, 30 September 2019 <https://tirto.id/film-

pengkhianatan- g30s-pki- fakta- sejarah- atau-propaganda- orba-eiZe>,

diakses pada tanggal 9 Maret 2020.

Nanda Pratama, Aswab. “Hoaks hingga Lingkup Kekuasaan, dari Era Soekarno

hingga SBY”. Kompas.com, 4 Oktober 2018 <https://nasional.

kompas.com/read/ 2018/10/04/ 13460401/ hoaks- hingga- lingkup-

kekuasaan- dari- era-soekarno- hingga-sby?page=all>, diakses pada

tanggal 2 Februari 2020.

Pantus, RD. Kamilus. “Pesan Paus Fransiskus Untuk Hari Komunikasi ke-52,

2018”. Mirificanews, 19 Februari 2018 <https://www.mirifica.net

/2018/02/19/ pesan- paus-fransiskus- untuk-hari- komunikasi-ke-52-

2018/>, diakses pada tanggal 18 Maret 2020.

Pantus, RD. Kamilus. “Pesan Paus Fransiskus Untuk Hari Komunikasi ke-53”,

Mirificanews, 15 Februari 2019 <https://www.mirifica.net/ 2019/02/15/

pesan-paus- untuk-hari- komunikasi-sedunia- ke-53/>, diakses pada

tanggal 18 Maret 2020.

Ramadhani, Yulika. “Mengajarkan Anak-anak Menghindari Berita Hoax”.

Tirto.id, 1 Oktober 2017 <https://tirto.id/ mengajarkan- anak-anak-

menghindari-berita-hoax-cxw2>, diakses pada tanggal 9 Maret 2020.

Rifiani, Nisya. “Studi Literasi Media” https://nisyarifiani.blogspot.com/ 2013/03/

kuliah-komunikasi- literasi-media-1_15.html, diakses pada tanggal 1

November 2019.

Rifiani, Nisya. “Studi Literasi Media (Bagian IV)” <https://nisyarifiani.

blogspot.com/ 2013/03/ kuliah- komunikasi -media-literacy-4. html>,

diakses 15 November 2019.

Sahroji, Ahmad. “Berita-berita Hoax yang Sempat Ramai di Indonesia, Nomer

Satu Hoax Iron Man Bali”. Okenews, 7 Oktober 2017 <https://nasional.

Page 143: MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA …103.56.207.239/10/1/Skripsi-Silvester Gebhardus... · MASALAH HOAKS DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGKALANNYA MELALUI PENDIDIKAN LITERASI MEDIA

129

okezone.com/read/ 2017/10/06/ 337/1790379/ berita-berita-hoax yang-

sempat-ramai- di-indonesia- nomer-satu- hoax- iron-man-bali>, diakses

pada tanggal 2 Februari 2020.

Sami Bhayangkara, Cinthya. “Ini 6 Informasi Hoax yang Fenomenal hingga Telan

Korban Jiwa”. Okenews, 28 Maret 2018 <https://nasional.okezone.com/

read/ 2018/03/28/337/1879324/ ini-6-informasi- hoax-yang- fenomenal-

hingga-telan-korban-jiwa>, diakses pada tanggal 2 Februari 2020.

Septianto, Bayu. “Bawaslu Terima Laporan 610 Konten Hoaks Terkait Pemilu

2019”. Tirto.id, 11 Februari 2019 <https://tirto.id/bawaslu-terima-laporan

-610-konten- hoaks-terkait-pemilu- 2019-dgFN>, diakses pada tanggal 9

Maret 2020.

Terry Muthahhari. “Kembali ke Sekolah Melawan Hoax”. Tirto.id, 8 Desember

2017 <https://tirto.id/kembali- ke-sekolah- melawan-hoax-cBl3>, diakses

pada tanggal 9 Maret 2020.

Tirto, “Berita Hoaks di Tengah Media Mainstream yang Makin Partisan”, Tirto.id,

9 Februari 2018 <https://tirto.id/ berita- hoaks- di-tengah- media-

mainstream-yang-makin-partisan-cEvC>, diakses pada tanggal 9 Maret

2020.

Tosiani, “Perpustakaan Nasional Tingkatkan Literasi Masyarakat”, Media

Indonesia, 20 Oktober2019 <https://www.google.co.id/ amp/s/m. media

indonesia. com/ amp/ amp _detail/ 266450- perpustakaan- nasional-

tingkatkan-literasi-masyarakat>, diakses pada tanggal 18 Maret 2020.

Wahid Foundation. “Laporan Tahunan Kemerdekaan Beragama Berkeyakinan

Wahid Foundation 2018” <http://wahidfoundation.org/ index.php/

publication/ detail/ Presentasi- Laporan- Kemerdekaan- Beragama

Berkeyakinan-Wahid-Foundation-2018>, diakses pada tanggal 19 Maret

2020.

Wahid Foundation dan Lembaga Survei Indonesia. “Paparan Hasil Survei

Nasional-Potensi Intoleransi dan Radikalisme Sosial-Keagamaan di

Kalangan Muslim Indonesia” <http://wahidfoundation.org/ index. php/

publication/ detail/ Hasil- Survey- Nasional-2016- Wahid- Foundation-

LSI>, diakses pada tanggal 19 Maret 2020.

Widiartanto, Yoga Hastyadi. “Siapa Marshall McLuhan yang Jadi Google Doodle

Hari ini?”. KOMPAS.com, 21 Juli 2017, <https://www.google.co.id/amp

/s/amp.kompas.com/ tekno/ read/ 2017/07/21/ 05583557/ siapa-marshall-

mcluhan-yang-jadi-google-doodle-hari-ini->, diakses pada tanggal 1 Juni

2020.

Yuliani, Ayu. “Ada 800.000 Situs Penyebar Hoax di Indonesia“. Kementerian

Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, 13 Desember 2017

<https://kominfo.go.id/content/detail/12008/ada- 800000- situs-penyebar-

hoax-di-indonesia/0/sorotan_media>, diakses pada tanggal 5 oktober

2019.