MASALAH GIZI UTAMA DI INDONESIA.docx

46
MASALAH GIZI UTAMA DI INDONESIA DOSEN : Dr. Musni Mukhtar,MSc OLEH : KELOMPOK D2 NAMA KELOMPOK MAIYANI LESTARI 1110070110065 USWATUN NISA 1110070110067 TRINANDA AKASUMA 1110070110069 FITRIA MANDASARI 1110070110071 MENOLA ASTRIGIONA 1110070110073 BULAN PURNAMA SARI 111007011075 SIGIT BANU ROKHMADI 111007011077 MUHAMMAD TAWAKAL 111007011079 WULAN KURNIA ASANI 111007011081 ULYA RAHMI 111007011083 ARI SASDA DEWI 111007011085 WARA RIZKY CAHYANI 111007011087 JORDI GOZA FERNANDO 111007011091 MARDIANI PUTRI 111007011093

Transcript of MASALAH GIZI UTAMA DI INDONESIA.docx

Page 1: MASALAH GIZI UTAMA DI INDONESIA.docx

MASALAH GIZI UTAMA DI INDONESIA

DOSEN : Dr. Musni Mukhtar,MSc

OLEH : KELOMPOK D2

NAMA KELOMPOK

MAIYANI LESTARI 1110070110065

USWATUN NISA 1110070110067

TRINANDA AKASUMA 1110070110069

FITRIA MANDASARI 1110070110071

MENOLA ASTRIGIONA 1110070110073

BULAN PURNAMA SARI 111007011075

SIGIT BANU ROKHMADI 111007011077

MUHAMMAD TAWAKAL 111007011079

WULAN KURNIA ASANI 111007011081

ULYA RAHMI 111007011083

ARI SASDA DEWI 111007011085

WARA RIZKY CAHYANI 111007011087

JORDI GOZA FERNANDO 111007011091

MARDIANI PUTRI 111007011093

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS BAITURRAHMAH

PADANG, 2013

Page 2: MASALAH GIZI UTAMA DI INDONESIA.docx

KATA PENGANTAR

Alhamdulilah, puji syukur penulis ucapkan kehadirat Zat yang Maha Agung yaitu Allah

SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan makalah

ini.

Pada kesempatan ini, Penulis juga dengan rendah hati mengucapkan terima kasih dan

rasa hormat kepada dosen pembimbing dan teman-teman semuanya, yang telah membantu

dalam penulisan ini.

Tiada yang patut Penulis berikan kepada sahabat, rekan-rekan dan semua pihak yang

telah memberikan sumbangan pikiran dan dorongan untuk menyelesaikan Makalah ini selain

ucapan terima kasih, semoga Allah SWT memberikan balasan yang lebih baik dan lebih mulia.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat kekurangan baik

dari segi bahasa maupun ilmiahnya. Oleh sebab itu, Penulis dengan lapang dada mengharapkan

Page 3: MASALAH GIZI UTAMA DI INDONESIA.docx

saran dan kritik dari pembaca semua agar dapat memberikan kesempurnaan dan manfaat

maksimal dalam Makalah ini.

Harapan Penulis semoga dengan selesainya penyusunan makalah ini akan bermanfaat

bagi para pembaca umumnya dan Penulis khususnya.

Padang, 23 januari 2013

Penulis

i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………………………………….i

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………...ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang …………………………………………………………………………....1

1.2. Rumusan Masalah ………………………………………………………………………...2

1.3. Tujuan Penulisan ………………………………………………………………………….2

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Kurang Energi Protein ……………………………………………………………………3

2.2. Kurang Vitamin A ………………………………………………………………………...6

2.3. Anemia Gizi …………………………………………………………………….……….12

2.4. Gangguan Akibat kekurangan Yodium .……………………………………………….16

Page 4: MASALAH GIZI UTAMA DI INDONESIA.docx

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan …………………………………………………………………………………26

3.2. Saran ……………………………………………………………………………………….27

DAFTAR PUSTAKA

ii.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Keadaan gizi merupakan salah satu ukuran penting dari kualitas sumber daya manusia. Di

suatu kelompok masyarakat, anak balita merupakan kelompok yang paling rawan terhadap

terjadinya kekurangan gizi. Kekurangan gizi dapat terjadi dari tingkat ringan sampai tingkat

berat dan terjadi secara perlahan-lahan dalam waktu cukup lama.

Anak yang kurang gizi akan menurun daya tahan tubuhnya, sehingga mudah terkena

penyakit infeksi, sebaliknya anak yang menderita penyakit infeksi akan mengalami gangguan

nafsu makan dan penyerapan zat-zat gizi sehingga menyebabkan kurang gizi dan ini dapat

menyebabkan ganggguan tumbuh kembang yang akan mempengaruhi tingkat kesehatan,

kecerdasan dan produktivitas di masa dewasa.

Ada empat masalah gizi utama di Indonesia diantaranya kurang energy protein, kurang

vitamin A, anemia gizi dan GAKI. Kurang Energi Protein (KEP) merupakan salah satu

masalah gizi utama di negara berkembang seperti di Indonesia, kejadian ini terutama pada

anak-anak di bawah usia 5 tahun (balita). KEP itu sendiri terdiri dari KEP ringan, sedang dan

berat. KEP berat adalah yang paling sering ditemukan terutama marasmus, kemudian

kwashiorkor dan marasmus kwashiorkor.

Page 5: MASALAH GIZI UTAMA DI INDONESIA.docx

KVA termasuk kedalam empat masalah gizi utama. Penelitian yang dilakukan Organisasi

Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1992 menunjukkan dari 20 juta balita di Indonesia yang

berumur enam bulan hingga lima tahun, setengahnya menderita kurang vitamin A.

Sedangkan data WHO tahun 1995 menyebutkan Indonesia adalah salah satu negara di Asia

yang tingkat pemenuhan terhadap vitamin A tergolong rendah.

Sementara studi yang dilakukan Nutrition and Health Surveillance System (NSS),

Departemen Kesehatan, tahun 2001 menunjukkan sekitar 50 persen anak Indonesia usia 12-

23 bulan tidak mengonsumsi vitamin A dengan cukup dari makanan sehari-hari. Oleh karena

itu sangat penting untuk mngetahui masalah Kurang vitamin A (KVA).

Sampai saat ini salah satu masalah yang belum nampak menunjukkan titik terang

keberhasilan penanggulangannya adalah masalah kekurangan zat besi atau dikenal dengan

sebutan anemia gizi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang paling umum dijumpai

terutama di negara–negara sedang berkembang. anemia gizi pada umumnya dijumpai pada

golongan rawan gizi yaitu ibu hamil, ibu menyusui, anak balita, anak sekolah, anak pekerja

atau buruh yang berpenghasilan rendah.

Masalah Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) khususnya Gondok telah lama

dikenal di Indonesia.Hal ini terlihat dari adanya patung-patung tokoh pewayangan yang

ditampilkan dengan leher yang membesar karena Gondok.Tidak hanya dalam pewayangan

dalam kehidupan nyatapun di beberapa daerah dengan mudah dapat di jumpai penderita

Gondok.

GAKY merupakan salah satu permasalahan gizi yang sangat serius, karena dapat

menyebabkan berbagai penyakit yang mengganggu kesehatan antara lain ; Gondok,

Kretenisme, Reterdasi Mental dll.

1.2. Rumusan Masalah

1.2.1. Bagaimana permasalahan tentang KEP?

1.2.2. Bagaimana permasalahan tentang KVA?

1.2.3. Bagaimana permasalahan tentang Anemia gizi?

1.2.4. Bagaimana permasalahan tentang GAKY?

1.3. Tujuan Penulisan

1.3.1. Untuk mengetahui KEP

Page 6: MASALAH GIZI UTAMA DI INDONESIA.docx

1.3.2. Untuk mengetahui KVA

1.3.3. Untuk mengetahui anemia gizi

1.3.4. Untuk mengetahui GAKY

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Kurang Energi Protein (KEP)

2.1.1. Pengertian KEP

Kurang Energi Protein (KEP) adalah seseorang yang kurang gizi yangdisebabkan

oleh rendahnya komsumsi energi dan protein dalam makanan sehari – hari atau gangguan

penyakit – penyakit tertentu. Anak tersebut kurang energi protein (KEP) apabila berat

badanya kurang dari 80 % indek berat badan/umur baku standar,WHO –NCHS,

(DEPKES RI,1997)

2.1.2. Klasifikasi Kurang Energi Protein (KEP)

Untuk tingkat puskesmas penentuan KEP yang dilakukan dengan menimbang

berat badan anak dibanding dengan umur dan menggunakan KMS dan tabel BB/U Baku

Median WHO – NCHS.

1.KEP ringan bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak pada pita kuning

2.KEP sedang bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak di Bawah Garis

Merah (BGM ).

Page 7: MASALAH GIZI UTAMA DI INDONESIA.docx

3.KEP berat/gizi buruk bila hasil penimbangan BB/U < 60 % baku median WHO-NCHS.

Pada KMS tidak ada garis pemisah KEP berat/gizi buruk dan KEP sedang, sehingga

untuk menentukan KEP berat/gizi buruk digunakan taqbel BB/U Baku median WHO-

NCHS.

2.1.3. Gejala klinis Balita KEP berat/Gizi buruk

Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang ditemukan hanya anak tampak

kurus. Gejala klinis KEP berat/gizi buruk secara garis besar dapat dibedakan sebagai

marasmus, kwashiorkor atau marasmickwashiokor.Tanpa mengukur/melihat BB bila

disertai oudema yang bukan karena penyakit lain adalah KEP berat/gizi buruk tipe

kwashiorkor.

a.Kwashiokor

Oudema,umumnya seluruh tubuh,terutama pada pada punggung kaki

(dorsum pedis )

Wajah membulat dan sembab

Pandangan mata sayu

Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut

tanpa rasa sakit,rontok

Perubahan status mental, apatis dan rewel

Pembesaran hati

Otot mengecil(hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri

atau duduk

Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah

warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas

Sering disertai penyakit infeksi, umumnya akut,anemia dan diare.

Page 8: MASALAH GIZI UTAMA DI INDONESIA.docx

b.Marasmus

Tampak sangat kurus,tinggal tulang terbungkus kulit

Wajah seperti orang tua

Cengeng rewel

Kulit keriput,jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada

(pakai celana longgar )

Perut cekung

Iga gambang

Sering disertai , penyakit infeksi( umumnya kronis berulang), diare kronis

atau konstipasi/susah buang air.

c. Marasmik- kwashiorkor

Page 9: MASALAH GIZI UTAMA DI INDONESIA.docx

Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor

dan marasmus, dengan BB/U< 60 % baku median WHO-NCHS disertai oedema yang

tidak mencolok.(DEPKES RI. 1999) Kekurangan zat gizi makro ( energi dan protein )

dalam waktu besar dapat mengakibatkan menurunya status gizi individu dalam waktu

beberapa hari atau minggu saja yang ditandai dengan penurunan berat badan yang cepat.

Keadaan yang diakibatkan oleh kekurangan zat gizi sering disebut dengan istilah gizi

kurang atau gizi buruk.Kejadian kekurusan ( kurang berat terhadap tinggi badan) pada

tingkat sedang dan berat pada anak kecil maupun kekurusan pada individu yang lebih tua

dapat mudah dikenali dengan mata . Demikian pula halnya dengan kasus kekurangan

energi berat (marasmus) dan kekurangan protein berat(kwasiokor) serta kasus kombinasi

marasmik-kwassiokor dapat dikenali tanda- tandanya dengan mudah. (Soekirman, MPS.

1998)

Epidemilogi gangguan pertumbuhan atau kurang gizi pada anak balita selalu

berhubungan erat dengan keterbelakangan dalam pembangunan social ekonomi.

Kekurangan gizi tidak terjadi secara acak dan tidak terdistribusi secara merata ditingkat

masyarakat, tetapi kekurangan gizi sangat erat hubungannya dengan sindroma

kemiskinan. (Gopalan, C. 1987). Tanda – tanda sindroma, antaralain berupa : penghasilan

yang amat rendah sehingga tidak dapat mencukupi kebutuhan sandang, pangan, dan

perumahan, kuantitas dan kualitas gizi makanan yang rendah sanitasi lingkungan yang

jelek dan sumber air bersih yang kurang, akses terhadap pelayanan kesehatan yang amat

terbatas, jumlah anggota keluarga yang terlalu besar, dan tingkat buta aksara tinggi.

(Gopalan, C. 1987).

Status gizi terutama ditentukan ketersediaan dalam jumlah yang cukup dan dalam

kombinasi pada waktu yang tepat ditingkat sel semua zat gizi yang diperlukan tubuh

untuk pertumbuhan, perkembangan, dan berfungsi normal semua anggota badan. Oleh

karena itu prinsipnya status gizi di tentukan oleh dua hal – terpenuhinya dari makanan

semua zat-zat gizi yang diperlukan tubuh, dan peranan faktor-faktor yang menentukan

besarnya kebutuhan, penyerapan dan penggunaan zat gizi tersebut. Terhadap kedua hal

ini, faktor genetik dan faktor sosial ekonomi berperan. (Martorell, R, and Habicht, 1986).

2.2. Kurang Vitamin A

Page 10: MASALAH GIZI UTAMA DI INDONESIA.docx

2.2.1 Pengertian Kurang Vitamin A

Kurang Vitamin A (KVA) merupakan penyakit sistemik yang merusak sel dan

organ tubuh dan menghasilkan metaplasi keratinasi pada epitel, saluran nafas, saluran

kencing dan saluran cerna (Arisman 2002). Penyakit Kurang Vitamin A (KVA) tersebar

luas dan merupakan penyebab gangguan gizi yang sangat penting. Prevalensi KVA

terdapat pada anak-anak dibawah usia lima tahun. Sampai akhir tahun 1960-an KVA

merupakan penyebab utama kebutaan pada anak.

Mahdalia (2003) menyatakan bahwa tanda-tanda khas pada mata karena

kekurangan vitamin A dimulai dari rabun senja (XN) dimana penglihatan penderita akan

menurun pada senja hari bahkan tidak dapat melihat di lingkungan yang kurang cahaya.

Pada tahap ini penglihatan akan membaik dalam waktu 2-4 hari dengan pemberian kapsul

vitamin A yang benar. Bila dibiarkan dapat berkembang menjadi xerosis konjungtiva

(X1A). Selaput lendir atau bagian putih bola mata tampak kering, berkeriput, dan

berubah warna menjadi kecoklatan dengan permukaan terlihat kasar dan kusam. Xerosis

konjungtiva akan membaik dalam 2-3 hari dan kelainan pada mata akan menghilang

dalam waktu 2 minggu dengan pemberian kapsul vitamin A yang benar. Bila tidak

ditangani akan tampak bercak putih seperti busa sabun atau keju yang disebut bercak

Bitot (X1B) terutama di daerah celah mata sisi luar. Pada keadaan berat akan tampak

kekeringan pada seluruh permukaan konjungtiva atau bagian putih mata, serta

konjungtiva tampak menebal, berlipat-lipat dan berkerut-kerut. Bila tidak segera diberi

vitamin A, dapat terjadi kebutaan dalam waktu yang sangat cepat. Tetapi dengan

pemberian kapsul vitamin A yang benar dan dengan pengobatan yang benar bercak bitot

akan membaik dalam 2-3 hari dan kelainan pada mata akan menghilang dalam 2 minggu.

Tahap selanjutnya bila tidak ditangani akan terjadi xerosis kornea (X2) dimana

kekeringan akan berlanjut sampai kornea atau bagian hitam mata. Kornea tampak suram

dan kering dan permukaannya tampak kasar. Keadaan umum anak biasanya buruk dan

mengalami gizi buruk, menderita penyakit campak, ISPA, diare. Pemberian kapsul

vitamin A dan pengobatan akan menyebabkan keadaan kornea membaik setelah 2-5 hari

dan kelainan mata sembuh setelah 2-3 minggu. Bila tahap ini berlanjut terus dan tidak

segera diobati akan terjadi keratomalasia (X3A) atau kornea melunak seperti bubur dan

Page 11: MASALAH GIZI UTAMA DI INDONESIA.docx

ulserasi kornea (X3B) atau perlukaan. Selain itu keadaan umum penderita sangat buruk.

Pada tahap ini kornea dapat pecah. Kebutaan yang terjadi bila sudah mencapai tahap ini

tidak bisa disembuhkan. Selanjutnya akan terjadi jaringan parut pada kornea yang disebut

xeropthalmia scars (XS) sehingga kornea mata tampak menjadi putih atau bola mata

tampak mengempis. Berikut ini merupakan klasifikasi xeropthalmia berdasarkan

keparahan kelainan mata :

XN : Buta senja (night blindeness)

XIA : Xerosis konjugtiva

XIB : Bercak bitot (bitot spot)

X2 : Xerosis kornea

X3A : Ulkus kornea atau keratomalasia (<1/3>

X3B : Ulkus kornea atau keratomalasia (= atau > 1/3 permukaan kornea)

XS : Bekas luka kornea

XF : Pengerasan dasar bola mata (fundus xeropthalmia)

2.2.2. Penyebab Kurang Vitamin (KVA)

Arisman (2002) menyatakan bahwa KVA bisa timbul karena menurunnya

cadangan vitamin A pada hati dan organ-organ tubuh lain serta menurunnya kadar serum

vitamin A dibawah garis yang diperlukan untuk mensuplai kebutuhan metabolik bagi

mata. Vitamin A diperlukan retina mata untuk pembentukan rodopsin dan pemeliharaan

diferensiasi jaringan epitel. Gangguan gizi kurang vitamin A dijumpai pada anak-anak

yang terkait dengan : kemiskinan, pendidikan rendah, kurangnya asupan makanan sumber

vitamin A dan pro vitamin A (karoten), bayi tidak diberi kolostrum dan disapih lebih

awal, pemberian makanan artifisial yang kurang vitamin A. Pada anak yang mengalami

kekurangan energi dan protein, kekurangan vitamin A terjadi selain karena kurangnya

asupan vitamin A itu sendiri juga karena penyimpanan dan transpor vitamin A pada

tubuh yang terganggu.

Page 12: MASALAH GIZI UTAMA DI INDONESIA.docx

Kelompok umur yang terutama mudah mengalami kekurangan vitamin A adalah

kelompok bayi usia 6-11 bulan dan kelompok anak balita usia 12-59 bulan (1-5 tahun).

Sedangkan yang lebih berisiko menderita kekurangan vitamin A adalah bayi berat lahir

rendah kurang dari 2,5 kg, anak yang tidak mendapat ASI eksklusif dan tidak diberi ASI

sampai usia 2 tahun, anak yang tidak mendapat makanan pendamping ASI yang cukup,

baik mutu maupun jumlahnya, anak kurang gizi atau di bawah garis merah pada KMS,

anak yang menderita penyakit infeksi (campak, diare, TBC, pneumonia) dan kecacingan,

anak dari keluarga miskin, anak yang tinggal di dareah dengan sumber vitamin A yang

kurang, anak yang tidak pernah mendapat kapsul vitamin A dan imunisasi di posyandu

maupun puskesmas, serta anak yang kurang/jarang makan makanan sumber vitamin A.

2.2.3. Pencegahan dan Penanggulangan Kurang Vitamin A (KVA)

Menurut Soekirman (2000), cara pencegahan dan penanggulangan KVA

dilakukan dengan dua pendekatan. Pertama pendekatan “melalui makanan” atau food

based intervention dan kedua “tidak melalui makanan” atau non food based intervention.

a. Intervensi KVA berbasis makanan

Penanggulangan vitamin A berbasis makanan adalah upaya

peningkatan konsumsi vitamin A dari makanan yang kaya akan vitamin A.

Sebaliknya bila bahan makanan yang aslinya tidak mengandung vitamin A

bisa diperkaya dengan vitamin A melalui teknologi fortifikasi. Jenis pangan

yang mengandung vitamin A antara lain sayuran berwarna hijau, kuning atau

merah, buah berwarna kuning atau merah, serta sumber makanan hewani.

Bahan makanan yang mengandung vitamin A dapat dilihat pada tabel di

bawah ini :

Bahan Makanan Satuan

Internasional

(SI)/100gram

Bahan Makanan Satuan

Internasional

(SI)/100gram

Bahan Makanan Nabati Bahan Makanan Hewani

Jagung muda, kuning, biji 117 Ayam 810

Page 13: MASALAH GIZI UTAMA DI INDONESIA.docx

Jagung kuning panen baru,

biji 440 Hati sapi 43900

Jagung kuning panen lama,

biji 510 Ginjal sapi 1150

Ubi rambat, merah 7700 Telur itik 1230

Lamtoro, biji muda 423 Ikan segar 150

Kacang ijo kering 157 Daging sapi kurus 20

Wortel 12000 Buah :

Bayam 6000 Apokat 180

Daun melinjo 10000 Belimbing 170

Daun singkong 11000 Mangga masak pohon 6350

Genjer 3800 Apel 90

Kangkung 63000 Jambu biji 25

Tabel Daftar Bahan Makanan Sumber Vitamin A/Karoten

Ada perbendaan bentuk antara vitamin A yang terkandung dalam bahan

makanan hewani dan nabati. Bahan makanan hewani mengandung vitamin A

dalam bentuk yang mempunyai aktivitas yang disebut preformed vitamin A.

sedangkan dalam bahan makanan nabati mengandung vitamin A dalam bentuk

pro-vitamin A atau prekursor vitamin A yang terdiri dari ikatan karoten. Sumber

vitamin A preformed yang dipekatkan biasa digunakan sebagai obat suplemen

vitamin A.

Halati (2006) menyatakan bahwa angka kecukupan gizi (AKG) anak balita

sekitar 350 Retinol Ekuivalen (RE). Angka ini dihitung dari kandungan vitamin A

Page 14: MASALAH GIZI UTAMA DI INDONESIA.docx

dalam makanan nabati atau hewani yang dikonsumsi.

Sebagai gambaran, angka 350 RE terdapat pada tiga butir telur atau 250 gram

bayam. Jadi seorang anak balita memenuhi kecukupan gizi vitamin A jika ia

mengonsumsi tiga telur atau 250 gram bayam dalam sehari. Tapi, tentu saja,

seorang anak akan bosan jika terus menerus diberi telur dan bayam, apalagi dalam

jumlah besar. Terdapat banyak sayuran dan buah yang mengandung vitamin A.

Sayuran dan buah yang mengandung AKG dalam jumlah besar, lebih dari 150

RE/100 gr, adalah pepaya, bayam, kangkung, wortel, ubi jalar, mangga, dan

sebagainya. Sementara sumber makanan nabati dengan kandungan vitamin A

lebih rendah, sekitar 1-60 RE/100 gr, terdapat pada jagung, semangka, tomat,

pisang, belimbing, dan sejenisnya. Untuk sumber makanan hewani, kandungan

vitamin A dalam jumlah besar terdapat pada telur, daging ayam dan hati.

Sedangkan ikan, susu segar, dan udang memiliki kandungan vitamin A tergolong

kecil. Untuk lebih mudah mengingat jenis makanan apa saja yang mengandung

vitamin A. Jenis lainnya adalah makanan yang sudah difortifikasi atau ditambah

zat gizinya seperti jenis mie instan, biskuit, mentega dan susu instan.

b. Intervensi KVA berbasis bukan makanan

Mencegah dan menanggulangi KVA dengan basis bukan makanan atau

non food based intervention dilakukan dengan program suplementasi yaitu

pemberian tambahan (suplemen) vitamin A kepada anak atau ibu dalam bentuk

pil atau kapsul. Program ini merupakan program utama dan berhasil

menanggulangi KVA di Indonesia dan banyak negara lain. Untuk mencegah

terjadinya kekurangan vitamin A di Posyandu atau Puskesmas pada setiap bulan

Februari dan Agustus seluruh bayi usia 6-11 bulan, harus mendapat 1 kapsul

vitamin A biru dan seluruh anak balita usia 12-59 bulan mendapat kapsul vitamin

A warna merah. Sedangkan untuk ibu nifas sampai 30 hari setelah melahirkan

mendapat 1 kapsul vitamin A warna merah.

Untuk mengobati anak dengan gejala buta senja (XN) hingga xerosis

kornea (X2), dimana penglihatan masih dapat disembuhkan, diberikan kapsul

vitamin A pada hari pertama pengobatan sebanyak ½ (50.000 SI) kapsul biru

Page 15: MASALAH GIZI UTAMA DI INDONESIA.docx

untuk bayi berusia kurang atau sama dengan 5 bulan, 1 kapsul biru (100.000 SI)

untuk bayi berusia 6 sampai 11 bulan atau 1 kapsul merah (200.000 SI) untuk

anak 12-59 bulan. Pada hari kedua diberikan 1 kapsul vitamin A sesuai umur dan

dua minggu kemudian diberi lagi 1 kapsul vitamin A juga sesuai umur.

Departemen Kesehatan juga terus melakukan program penanggulangan

kekurangan vitamin A sejak tahun 1970-an. Menurut catatan Depkes, tahun 1992

bahaya kebutaan akibat kekurangan vitamin A mampu diturunkan secara

signifikan. Namun sebanyak 50,2 persen balita masih menderita kekurangan

vitamin A sub-klinis yang juga sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup

anak. Guna menanggulangi hal ini, Depkes melaksanakan program pemberian

kapsul vitamin A bagi anak usia 6-59 bulan di Indonesia. Vitamin A dosis tinggi

diberikan pada balita dan ibu nifas. Pada balita diberikan dua kali setahun, setiap

bulan Februari dan Agustus dengan dosis 100.000 IU untuk anak 6-12 bulan dan

200.000 IU untuk anak 12-59 bulan dan ibu nifas.

2.3. Anemia Gizi

2.3.1. Pengertian

Anemia gizi adalah kekurangan kadar haemoglobin (Hb) dalam darah yang

disebabkan karena kekurangan zat gizi besi yang diperlukan untuk pembentukan Hb. Di

Indonesia sebagian besar anemia disebabkan karena kekurangan zat besi (Fe) sehingga

disebut anemia kekurangan zat besi atau anemia gizi besi.

2.3.2. Batas Kadar Hb

Seseorang diketahui menderita anemia apabila dilakukan pemeriksaan kadar Hb,

disamping ada tanda-tanda klinis yang langsung dapat dilihat. Menurut WHO, batas

kadar anemia adalah sebagai berikut:

TABEL 1

BATAS KADAR Hb

Page 16: MASALAH GIZI UTAMA DI INDONESIA.docx

Kategori Batas kadar Hb

Anak prasekolah

Anak sekolah

Wanita hamil

Ibu menyusui

Wanita dewasa

Pria dewasa

Kadar Hb <11gr%

Kadar Hb <12gr%

Kadar Hb <11gr%

Kadar Hb <12gr%

Kadar Hb <12gr%

Kadar Hb <13gr%

2.3.3. Tanda – Tanda Anemia

Secara fisik seseorang dapat diketahui menderita anemia apabila timbul gejala

sebagai berikut : 5L (lesu, letih, lemah, lelah, lalai), sering mengeluh pusing dan mata

berkunang-kunang. Gejala lebih lanjut adalah kelopak mata, bibir, lidah, kulit dan telapak

tangan menjadi pucat.

2.3.4. Akibat Anemia

Apabila ibu hamil menderita anemia maka akan menimbulkan dampak

negative yang sangat merugikan, antara lain;

a. dapat menimbulkan perdarahan sebelum atau saat persalinan.

b. Meningkatkan resiko melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah/BBLR.

c. Pada anemia berat, bahkan dapat menyebabkan kematian ibu dan atau bayinya.

2.3.5. Penyebab Anemia Gizi Pada Kehamilan

a. faktor penyebab langsung dan tak langsung

Menurut Husaini(1989), faktor-faktor penyebab langsung anemia gizi besi adalah jumlah

zat besi dalam makanan tidak cukup, absorbsi zat besi meningkat, dan kehilangan darah.

Sedangkan secara tidak langsung adalah ketersedian Fe dalam makanan rendah,

pemberian makanan kurang baik, social ekonomi rendah, komposisi makanan kurang

Page 17: MASALAH GIZI UTAMA DI INDONESIA.docx

beragam, zat penghambat absorbs, pertumbuhan fisik, kehamilan dan menyusui,

pendarahan parasit, infeksi dan pelayanan kesehatan rendah.

b. kebutuhan zat besi untuk ibu hamil

Menurut WHO dalam Husaini (1989) kebutuhan zat besi yang digunakan untuk

perkembangan janin selama kehamilan 290 mg, placenta 25 mg, pembentukan

haemoglobin 500 mg dan kehilangan basal 220 mg, dengan demikian jumlah zat besi yang

dibutuhkan 1035 mg atau dibulatkan menjadi 1000mg..

Kebutuhan zat besi tidak sama banyak untuk tiap semester kehamilan. Janin membutuhkan

zat besi mulai banyak pada trimester II. Menurut Husaini (19890 kebutuhan zat besi pada

wanita hamil naik dari 0,8mg/hari pada trimester I menjadi 6,3 mg/hari pada akhir

trimester III. Atas dasar hal tersebut diatas, maka kebutuhan zat besi pada trimester II dan

III akan jauh lebih besar dari jumlah zat besi yang didapat dari makanan, walaupun

makanan mengandung zat besi yang tinggi bioavaibilitasnya, kecuali jika wanita itu pada

sebelum hamil telah mempunyai cadangan zat besi yang tingginya yaitu lebih dari 500 mg

jarang ada walau pada masyarakat yang maju sekalipun apalagi pada Negara-negara

berkembang..

Apabila wanita hamil tidak mempunyai cadangan zat besi yang cukup banyak dan tidak

mendapatkan suplemen preparat besi, sedangkan janin bertumbuh terus dengan pesat,

maka janin dalam hal ini berperan sebagai parasit. Ibu akan menderita akibatnya,

sedangkan janin umumnya dipertahankan normal, kecuali pada keadaan yang sangat berat

misalnya kadar haemoglobin ibu sangat rendah maka zat besi yang berkurang pula

terhadap janin.

Untuk memenuhi kecukupan zat besi selama hamil, perlu menerapkan kecukupan

konsumsi zat besi yang dianjurkan. Dalam menerapkan kecukupan zat besi terlebih dahulu

harus menetapkan biovaibilitas zat besi dari menu makanan penduduk khususnya ibu

hamil, apakah tergolong tinggi, sedang atau rendah. Menu makanan yang kurang

beragam , misalnya kurang ada daging , ikan , atau ayam dan sedikit vitamin c, tetapi

banyak serat, pyhtat dan tannin, maka zat besi yang ada dalam makanan itu tergolong

rendah biovaibilitasnya.

Page 18: MASALAH GIZI UTAMA DI INDONESIA.docx

2.3.6. Penanggulangan Anemia Gizi Besi

Penanggulangan Anemia Gizi Besi yang telah dilakukan meliputi suplementasi

besi dan fortifikasi besi pada beberapa bahan makanan, serta upaya lain yang dilakukan

adalah peningkatan konsumsi makanan sumber zat besi. Program pemberian suplemen zat

besi telah dilakukan sejak tahun 1974, terhadap wanita hamil. Program ini meliputi

seluruh wanita hamil yang tersebar di beberapa puskesmas dan posyandu. Tablet suplemen

ini sebagian besar berasal dari UNICEF.

Selain pada wanita hamil, suplemen besi juga diberikan pada anak dengan usia

dibawah lima tahun, yaitu berupa sirup besi (Soekirman et al., 2003). Upaya

penanggulangan anemia gizi besi dengan fortifikasi zat besi dilakukan terhadap beberapa

jenis bahan pangan. Fortifikasi besi lebih sulit dilakukan daripada fortifikasi vitamin A

dan zat iodium, karena sifat kimiawi zat besi yang beragam dan memerlukan penyesuaian

dengan pangan yang akan difortifikasi. Bahan pangan yang akan difortifikasi harus

memenuhi beberapa persyaratan diantaranya dihasilkan oleh pabrik tertentu, dikonsumsi

oleh banyak orang termasuk kelompok sasaran, harga setelah difortifikasi terjangkau, rupa

dan rasa tidak berubah, serta sesuai dengan sifat kimiawi zat fortifikan. Beberapa bahan

pangan yang telah difortifikasi adalah tepung terigu dan garam (Soekirman, 2000).

Menurut Muhilal dan Karyadi (1980), pelaksanaan fortifikasi tingkat nasional

harus melibatkan banyak departemen dalam pemerintahan, antara lain Departemen

Kesehatan yang menentukan kadarnya, Departemen Perindustrian yang menangani proses

fortifikasi, serta Departemen Perdagangan yang menangani penyalurannya. Keuntungan

fortifikasi besi adalah bahwa zat besi dapat mencapai sasaran untuk semua golongan

umur.

Menurut Khomsan (2004), terdapat beberapa hal yang dapat mendukung

kebijakan fortifikasi. Dari pihak pemerintah, perlu adanya subsidi pada tahap awal

penerapan teknologi fortifikasi. Departemen Kesehatan yang juga merupakan lembaga

pemerintah harus terus-menerus melakukan pemasaran sosial mengenai bahan-bahan yang

telah mengalami fortifikasi. Disamping lembaga-lembaga yang ada di dalam negeri,

lembaga-lembaga Internasional juga harus melakukan dukungan yaitu dengan melakukan

studi efikasi untuk mengetahui keefektifan dari suatu bahan yang telah difortifikasi.

Page 19: MASALAH GIZI UTAMA DI INDONESIA.docx

Selain dengan suplementasi dan fortifikasi, penanggulangan anemia gizi besi

yang terpenting adalah dengan memperhatikan pola makan, yaitu menerapkan pola makan

yang baik dan bergizi seimbang. Dalam memilih makanan sumber zat besi, selain

memperhatikan jumlahnya yang terdapat dalam makanan, juga memperhatikan daya serap

dan nilai biologisnya. Daya serap dan nilai biologis makanan dipengaruhi oleh empat hal,

yaitu jumlah kandungan zat besi, bentuk kimia fisik zat besi, adanya makanan lain yang

memacu atau menghambat absorbsi zat besi serta cara pengolahan makanan (Soekirman,

2000).

2.4. Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY)

2.4.1. Pengertian

Gizi adalah zat-zat yang diperoleh dari bahan makanan yang mempunyai nilai

sangat penting untuk dikonsumsi oleh tubuh.

Yodium adalah sejenis mineral yang terdapat di alam, baik di tanah maupun di

air. Yodium merupakan zat gizi mikro yang diperlukan untuk pertumbuhan dan

perkembangan makhluk hidup. Yodium diperlukan tubuh dalam pembentukan hormon

tiroksin untuk mengatur pertumbuhan dan perkembangan mulai dari janin sampai

dewasa.

Garam Beryodium adalah suatu garam yang telah diperkaya dengan KIO3

(Kalium Iodat) sebanyak 30-8- ppm.

GAKY merupakan suatu masalah gizi yang disebabkan karena kekurangan

Yodium, akibat kekurangan Yodium  ini dapat menimbulkan penyakit, salah satu yang

sering kita kenal dan ditemui dimasyarakat adalah Gondok.

Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) adalah sekumpulan  gejala atau kelainan

yang ditimbulkan karena tubuh menderita kekurangan iodium secara terus – menerus

Page 20: MASALAH GIZI UTAMA DI INDONESIA.docx

dalam waktu yang lama yang berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan makhluk

hidup (manusia dan hewan) (DepKes RI, 1996).  Makin banyak tingkat kekurangan

iodium yang dialami makin banyak komplikasi atau kelainan yang ditimbilkannya,

meliputi pembesaran kelenjar tiroid dan berbagai stadium  sampai timbul bisu-tuli dan

gangguan mental akibat kretinisme (Chan et al, 1988).

Kodyat (1996) mengatakan bahwa pada umumnya masalah ini lebih banyak 

terjadi di daerah pegunungan dimana makanan yang dikonsumsinya sangat tergantung

dari produksi makanan yang berasal dari tanaman setempat yang tumbuh pada kondisi

tanah dengan kadar iodium rendah.  

Masalah Gangguan Akibat Kekurangan Iodium  (GAKI) merupakan masalah

yang serius mengingat dampaknya secara langsung  mempengaruhi kelangsungan hidup

dan kulitas manusia.  Kelompok masyarakat yang sangat rawan terhadap masalah

dampak defisiensi iodium adalah wanita usia subur (WUS) ; ibu hamil ; anak balita dan

anak usia sekolah (Jalal, 1998).

2.4.2. Etiologi dan Patogenesis

Faktor – Faktor yang berhubungan dengan masalah GAKY antara lain :

      Faktor Defisiensi Iodium dan Iodium Excess

Defisiensi iodium merupakan sebab pokok terjadinya masalah GAKI. Hal

ini disebabkan karena kelenjar tiroid melakukan proses adaptasi fisiologis

terhadap kekurangan unsur iodium dalam makanan dan minuman yang

dikonsumsinya (Djokomoeldjanto, 1994).

Hal ini dibuktikan oleh Marine dan Kimbell (1921) dengan pemberian

iodium pada anak usia sekolah di Akron (Ohio) dapat menurunkan gradasi

pembesaran kelenjar tiroid. Temuan lain oleh Dunn dan Van der Haal (1990) di

Desa Jixian, Propinsi Heilongjian (Cina) dimana pemberian iodium antara tahun

1978 dan 1986 dapat menurunkan prevalensi gondok secara drastic dari 80 %

(1978) menjadi 4,5 % (1986).

Iodium Excess terjadi apabila iodium yang dikonsumsi cukup besar secara

terus menerus, seperti yang dialami oleh masyarakat di Hokaido (Jepang) yang

mengkonsumsi ganggang laut dalam jumlah yang besar. Bila iodium dikonsumsi

Page 21: MASALAH GIZI UTAMA DI INDONESIA.docx

dalam dosis tinggi akan terjadi hambatan hormogenesis, khususnya iodinisasi

tirosin dan proses coupling (Djokomoeldjanto, 1994).

      Faktor Geografis dan Non Geografis

Menurut Djokomoeldjanto (1994) bahwa GAKI sangat erat hubungannya

dengan letak geografis suatu daerah, karena pada umumnya masalah ini sering

dijumpai di daerah pegunungan seperti pegunungan Himalaya, Alpen, Andres dan

di Indonesia gondok sering dijumpai di pegunungan seperti Bukit Barisan Di

Sumatera dan pegunungan Kapur Selatan.

Daerah yang biasanya mendapat suplai makanannya dari daerah lain

sebagai penghasil pangan, seperti daerah pegunungan yang notabenenya

merupakan daerah yang miskin kadar iodium dalam air dan tanahnya. Dalam

jangka waktu yang lama namun pasti daerah tersebut akan mengalami defisiensi

iodium atau daerah endemik iodium (Soegianto, 1996 dalam Koeswo, 1997).

      Faktor Bahan Pangan Goiterogenik

Kekurangan iodium merupakan penyebab utama terjadinya gondok,

namun tidak dapat dipungkiri bahwa faktor lain juga ikut berperan. Salah satunya

adalah bahan pangan yang bersifat goiterogenik (Djokomoeldjanto, 1974).

Williams (1974) dari hasil risetnya mengatakan bahwa zat goiterogenik dalam

bahan makanan yang dimakan setiap hari akan menyebabkan zat iodium dalam

tubuh tidak berguna, karena zat goiterogenik tersebut merintangi absorbsi dan

metabolisme mineral iodium yang telah masuk ke dalam tubuh.

Goiterogenik adalah zat yang dapat menghambat pengambilan zat iodium

oleh kelenjar gondok, sehingga konsentrasi iodium dalam kelenjar menjadi

rendah. Selain itu, zat goiterogenik dapat menghambat perubahan iodium dari

bentuk anorganik ke bentuk organik sehingga pembentukan hormon tiroksin

terhambat (Linder, 1992).

Menurut Chapman (1982) goitrogen alami ada dalam jenis pangan seperti

kelompok Sianida (daun + umbi singkong , gaplek, gadung, rebung, daun ketela,

kecipir, dan terung) ; kelompok Mimosin (pete cina dan lamtoro) ; kelompok

Isothiosianat (daun pepaya) dan kelompok Asam (jeruk nipis, belimbing wuluh

dan cuka).

Page 22: MASALAH GIZI UTAMA DI INDONESIA.docx

      Faktor Zat Gizi Lain

Defisiensi protein dapat berpengaruh terhadap berbagai tahap

pembentukan hormon dari kelenjar thyroid terutama tahap transportasi hormon.

Baik T3 maupun T4 terikat oleh protein dalam serum, hanya 0,3 % T4 dan 0,25 %

T3 dalam keadaan bebas. Sehingga defisiensi protein akan menyebabkan

tingginya T3 dan T4 bebas, dengan adanya mekanisme umpan balik pada TSH

maka hormon dari kelenjar thyroid akhirnya menurun.

2.4.3. Gejala

Gejala yang sering tampak sesuai dengan dampak yang ditimbulkan , seperti :

      Reterdasi mental

      Gangguan pendengaran

      Gangguan bicara

      Hipertiroid (Pembesaran Kelenjar Tiroid/Gondok)

      Kretinisme biasanya pada anak-anak

2.4.4.   Klasifikasi

1.    Grade 0 : Normal

Dengan inspeksi tidak terlihat, baik datar maupun tengadah maksimal, dan dengan

palpasi tidak teraba.

2.    Grade IA

Kelenjar Gondok tidak terlihat, baik datar maupun penderita tengadah maksimal,

dan palpasi teraba lebih besar dari ruas terakhir ibu jari penderita.

3.    Grade IB

Kelenjar Gondok dengan inspeksi datar tidak terlihat, tetapi terlihat dengan

tengadah maksimal dan dengan palpasi teraba lebih besar dari Grade IA.

4.    Grade II

Kelenjar Gondok dengan inspeksi terlihat dalam posisi datar dan dengan palpasi

teraba lebih besar dari Grade IB.

5.    Grade III

Kelenjar Gondok cukup besar, dapat terlihat pada jarak 6 meter atau lebih. 

2.4.5. Macam-macam Gangguan Akibat GAKY

1.    Pada Fetus

Page 23: MASALAH GIZI UTAMA DI INDONESIA.docx

-       Abortus

-       Steel Birth

-       Kelainan Kematian Perinatal

-       Kretin Neuroligi

-       Kretin Myxedematosa

-       Defek Psikomotor

2.    Pada Neonatal

-       Hipotiroid

-       Gondok Neonatal

3.    Pada  Anak dan Remaja

-       Juvenile Hipothyroidesm

-       Gondok Gangguan Fungsi Mental

-       Gangguan Perkembangan Fisik

-       Kretin Myxedematosa dan Neurologi

4.    Pada Dewasa

-       Gondok dan segala Komplikasinya

-       Hipotiroid

-       Gangguan Fungsi Mental

2.4.6. Dosis Pemberian Kapsul Yodium

1.    Anak SD (daerah endemik berat) : 1 kapsul/tahun

2.    Daerah endemik sedang dan berat :

-       Wanita Usia Subur Wus    : 2 Kapsul/tahun @ 200 mg

-       Ibu hamil                         : 1 Kapsul /tahun

-       Ibu Menuyusui          : 1 Kapsul selama menyusui

Mengingat dalam garam beryodium terdapat unsure natriun, maka konsumsi garam

beryodium harus dibatasi. Kelebihan mengkonsumsi natrium dapat memicu timbulnya

Stroke yaitu pecahnya pembuluh darah pada otak yang dapat  menyebabkan kematian.  

2.4.7. Kebutuhan Yodium

Menurut Hetzel (1989) dalam keadaan normal intake harian untuk orang dewasa

berkisar 100 – 150 mg perhari.  Iodium diekskresikan melalui urin dan dinyatakan dalam

mg I/g kreatinin.  Pada tingkat ekskresi lebih kecil daro 50 mg/g kreatinin sudah menjadi

Page 24: MASALAH GIZI UTAMA DI INDONESIA.docx

indikator kekurangan intake.  Konsumsi iodium sangat bervariasi antar berbagai wilayah

di dunia, diperkirakan sekitar 500 mg per hari di USA (sekitar 5 kali RDA).  Adapun

kecukupan iodium yang dianjurkan untuk orang Indonesia antara lain : 

1.    Bayi (12 bulan pertama) 50 mikrogram/hari

2.    Anak (usia 2-6 tahun) 90 mikrogram/hari

3.    Anak usia sekolah (usia 7-12 tahun) 120 mikrogram/hari

4.    Dewasa (diatas usia 12 tahun) 150 mikrogram/hari

5.    Ibu hamil 175 mikrogram/hari

6.    Ibu menyusui 200 mikrogram/hari

Khusus bagi kelompok ibu hamil tambahan tersebut sebagian dapat dipergunakan

untuk keperluan aktivitas kelenjar tiroid dan sebagiannya lagi untuk pertumbuhan dan

perkembangan janin khususnya perkembangan otak.  Bagi ibu hamil yang mengkonsumsi

iodium tidak mencukupi  kebutuhan maka bayi atau janin yang dikandung akan

mengalami gangguan perkembangan otak (berat otak berkurang), gangguan

perkembangan fetus dan pasca lahir, kematian perinatal (abortus) meningkat, kemudian

setelah bayi dilahirkan mempunyai berat lahir rendah (BBLR) dan terdapat gangguan

pertumbuhan tengkorak serta perkembangan skelet, sedangkan bagi tubuh ibu hamil akan

mengalami gangguan aktivitas kelenjar tiroid.  Pada kondisi ini tubuh akan mengalami

penyesuaian yang pada akhirnya akan mengalami pembesaran kelenjar tiroid yang

dikenal dengan sebutan gondok (Djokomoeldjanto, 1993 dan WHO, 1994).

2.4.8. Dampak GAKY

1.    Terhadap Pertumbuhan

-       Pertumbuhan yang tidak normal.

-       Pada keadaan yang parah terjadi kretinisme

-       Keterlambatan perkembangan jiwa dan kecerdasan

-       Tingkat kecerdasan yang rendah

-       Mulut menganga dan lidah tampak dari luar

2.    Kelangsungan Hidup

-       Neonatus dan Ibu hamil

Page 25: MASALAH GIZI UTAMA DI INDONESIA.docx

Ketika kita bicara mengenai neonatus dan ibu hamil maka terbayang proses

pertumbuhan fetus intrauterin, yang umumnya mengikuti satu pola. Perkembangan otak

dan intelegensi tepat mutlak perlu untuk manifestasi yang ‘sempurna’ di kemudian hari.

Perkembangan fetus ibu hipotiroidisme primer yang hamil berbeda dengan perkembangan

fetus ibu hipotiroidisme yang disebabkan karena defisiensi yodium.

Patofisiologi yang jelas dan tegas belum terbukti hingga sekarang. Sumbangan

pengetahuan di atas tidak hanya penting untuk memahami dan mendalami peristiwa yang

terjadi di daerah dengan defisiensi berat saja (dengan adanya sindrom GAKI, lebih-lebih

mekanisme terjadinya kretin endemik baik miksudematosa maupun kretin tipe nervosa)

tetapi juga penting untuk upaya pencegahan.

-       Pada Janin

Kekurangan yodium pada janin akibat Ibunya kekurangan yodium. Keadaan ini

akan menyebabkan besarnya angka kejadian lahir mati, abortus, dan cacat bawaan, yang

semuanya dapat dikurangi dengan pemberian yodium. Akibat lain yang lebih berat pada

janin yang kekurangan yodium adalah kretin endemic.

Kretin endemik ada dua tipe, yang banyak didapatkan adalah tipe nervosa,

ditandai dengan retardasi mental, bisu tuli, dan kelumpuhan spastik pada kedua tungkai.

Sebaliknya yang agak jarang terjadi adalah tipe hipotiroidisme yang ditandai dengan

kekurangan hormon tiroid dan kerdil.

Penelitian terakhir menunjukkan, transfer T4 dari ibu ke janin pada awal

kehamilan sangat penting untuk perkembangan otak janin. Bilamana ibu kekurangan

yodium sejak awal kehamilannya maka transfer T4 ke janin akan berkurang sebelum

kelenjar tiroid janin berfungsi.

Jadi perkembangan otak janin sangat tergantung pada hormon tiroid ibu pada

trimester pertama kehamilan, bilamana ibu kekurangan yodium maka akan berakibat

pada rendahnya kadar hormon tiroid pada ibu dan janin. Dalam trimester kedua dan

ketiga kehamilan, janin sudah dapat membuat hormon tiroid sendiri, namun karena

kekurangan yodium dalam masa ini maka juga akan berakibat pada kurangnya

pembentukan hormon tiroid, sehingga berakibat hipotiroidisme pada janin.

-       Pada Saat Bayi Baru Lahir

Page 26: MASALAH GIZI UTAMA DI INDONESIA.docx

Yang sangat penting diketahui pada saat ini, adalah fungsi tiroid pada bayi baru

lahir berhubungan erat dengan keadaan otak pada saat bayi tersebut lahir. Pada bayi baru

lahir, otak baru mencapai sepertiga, kemudian terus berkembang dengan cepat sampai

usia dua tahun. Hormon tiroid pembentukannya sangat tergantung pada kecukupan

yodium, dan hormon ini sangat penting untuk perkembangan otak normal.

Di negara sedang berkembang dengan kekurangan yodium berat, penemuan kasus

ini dapat dilakukan dengan mengambil darah dari pembuluh darah balik talipusat segera

setelah bayi lahir untuk pemeriksaan kadar hormon T4 dan TSH. Disebut hipotiroidisme

neonatal, bila didapatkan kadar T4 kurang dari 3 mg/dl dan TSH lebih dari 50 mU/mL.

Pada daerah dengan kekurangan yodium yang sangat berat, lebih dari 50%

penduduk mempunyai kadar yodium urin kurang dari 25 mg pergram kreatinin, kejadian

hipotiroidisme neonatal sekitar 75-115 per 1000 kelahiran. Yang sangat mencolok, pada

daerah yang kekurangan yodium ringan, kejadian gondok sangat rendah dan tidak ada

kretin, angka kejadian hipotiroidisme neonatal turun menjadi 6 per 1000 kelahiran.

Dari pengamatan ini disimpulkan, bila kekurangan yodium tidak dikoreksi maka

hipotiroidisme akan menetap sejak bayi sampai masa anak. Ini berakibat pada retardasi

perkembangan fisik dan mental, serta risiko kelainan mental sangat tinggi. Pada populasi

di daerah kekurangan yodium berat ditandai dengan adanya penderita kretin yang sangat

mencolok.

-       Pada Masa Anak

Penelitian pada anak sekolah yang tinggal di daerah kekurangan yodium

menunjukkan prestasi sekolah dan IQ kurang dibandingkan dengan kelompok umur yang

sama yang berasal dari daerah yang berkecukupan yodium. Dari sini dapat disimpulkan

kekurangan yodium mengakibatkan keterampilan kognitif rendah. Semua penelitian yang

dikerjakan di daerah kekurangan yodium memperkuat adanya bukti kekurangan yodium

dapat menyebabkan kelainan otak yang berdimensi luas.

Dalam penelitian tersebut juga ditegaskan, dengan pemberian koreksi yodium

akan memperbaiki prestasi belajar anak sekolah. Faktor penentu kadar T3 otak dan T3

kelenjar hipofisis adalah kadar T4 dalam serum, bukan kadar T3 serum, sebaliknya

terjadi pada hati, ginjal dan otot. Kadar T3 otak yang rendah, yang dapat dibuktikan pada

Page 27: MASALAH GIZI UTAMA DI INDONESIA.docx

tikus yang kekurangan yodium, didapatkan kadar T4 serum yang rendah, akan menjadi

normal kembali bila dilakukan koreksi terhadap kekurangan yodiumnya.

Keadaan ini disebut sebagai hipotiroidisme otak, yang akan menyebabkan bodoh

dan lesu, hal ini merupakan tanda hipotiroidisme pada anak dan dewasa. Keadaan lesu ini

dapat kembali normal bila diberikan koreksi yodium, namun lain halnya bila keadaan

yang terjadi di otak. Ini terjadi pada janin dan bayi yang otaknya masih dalam masa

perkembangan, walaupun diberikan koreksi yodium otak tetap tidak dapat kembali

normal.

-       Pada Dewasa

Pada orang dewasa, dapat terjadi gondok dengan segala komplikasinya, yang

sering terjadi adalah hipotiroidisme, bodoh, dan hipertiroidisme. Karena adanya

benjolan/modul pada kelenjar tiroid yang berfungsi autonom. Disamping efek tersebut,

peningkatan ambilan kelenjar tiroid yang disebabkan oleh kekurangan yodium

meningkatkan risiko terjadinya kanker kelenjar tiroid bila terkena radiasi.

3.    Perkembangan Intelegensia

      Setiap penderita Gondok akan mengalami defisit IQ Point sebesar 5 Point dibawah

normal.

Terjadinya defisit IQ Point pada gilirannya akan berdampak pada program wajib

belajar 9 tahun, karena banyak anak usia sekolah yang tidak dapat mengikuti pelajaran

dan mengalami drop out.

      Setiap Penderita Kretinisme akan mengalami defisit sebesar 50 Point dibawah

normal.

Iodium diperlukan khususnya untuk biosintesis hormon tiroid yang

beriodium.quot;; Iodium dalam makanan diubah menjadi iodida dan hampir secara

sempurna iodida yang dikonsumsi diserap dari sistem gastrointestinal. Yodium sangat

erat kaitannya dengan tingkat kecerdasan anak. Dampak yang ditimbulkan dari

kekurangan konsumsi yodium yang berada dalamtubuh, akan sangat buruk akibatnya

bagi kecerdasan anak, karena bisa menurunkan 11-13 nilai IQ anak.. Di antara penyakit

Page 28: MASALAH GIZI UTAMA DI INDONESIA.docx

akibat kekurangan iodium adalah gondok dan kretinisme. Ada dua tipe terjadinya

kretinisme, yaitu kretinisme neurology seperti kekerdilan yang digolongkan dengan

mental, kelumpuhan dan buta tuli. Ada pula kretinisme hipotiroid Lokasi dan struktur

tiroid (gondok) di mana kelenjar tiroid yang terletak di bawah larynx sebelah kanan dan

kiri depan trakea mengekskresi tiroksin, triiodotironin dan beberapa hormon beriodium

lain yang dihubungkan dengan pertumbuhan yang kerdil dan retardasi mental yang

lambat. Selama masa pertumbuhan dan perkembangan, kebutuhan tubuh akan yodium

memang harus selalu dipenuhi. Karena kalau tidak, hipotiroidisme akan terus

‘mengancam’. Baik bayi, anak, remaja, bahkan dewasa muda tetap mempunyai peluang

terserang penyakit gondok, gangguan fungsi mental dan fisik, maupun kelainan pada

system saraf. Semua penyakit dan berbagai kelainan lainnya yang disebabkan oleh

defisiensi unsur kimia berlambang “I” ini , kini disebut dengan GAKY ( Gangguan

Akibat Kekurangan Yodium ). Selain akan mempengaruhi tingkat kecerdasan anak, yang

kita tahu selama ini, kekurangan yodium akan menyebabkan pembesaran kelenjar

gondok. Padahal, banyak gangguan lain yang juga bisa muncul. Misalnya saja,

kekurangan yodium yang dialami janin akan mengakibatkan keguguran maupun bayi

lahir meninggal, atau meninggal beberapa saat setelah dilahirkan. Bahkan, tidak sedikit

bayi yang terganggu perkembangan sistem sarafnya sehingga mempengaruhi kemampuan

psikomotoriknya.

4.    Pertumbuhan Sosial

Dampak social yang ditimbulkan oleh GAKY berupa terjadinya gangguan perkembangan

mental, lamban berpikir, kurang bergairah sehingga orang semacam ini sulit dididik dan di

motivasi.

5.    Perkembangan Eokonomi

GAKY akan mengalami gangguan metabolisme sehingga badannya akan merasa dingin

dan lesu sehingga akan berakibatnya rendahnya produktivitas kerja, yang akan

mempengaruhi hasil pendapatan keluarga.

Page 29: MASALAH GIZI UTAMA DI INDONESIA.docx

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Ada empat masalah gizi utama di Indonesia diantaranya kurang energy protein,

kurang vitamin A, anemia gizi dan GAKI. Kurang Energi Protein (KEP) merupakan

salah satu masalah gizi utama di negara berkembang seperti di Indonesia, kejadian ini

terutama pada anak-anak di bawah usia 5 tahun (balita). ). KEP itu sendiri terdiri dari

KEP ringan, sedang dan berat. KEP berat adalah yang paling sering ditemukan terutama

marasmus, kemudian kwashiorkor dan marasmus kwashiorkor.

Kurang Vitamin A (KVA) merupakan penyakit sistemik yang merusak sel dan

organ tubuh dan menghasilkan metaplasi keratinasi pada epitel, saluran nafas, saluran

kencing dan saluran cerna (Arisman 2002). Penyakit Kurang Vitamin A (KVA) tersebar

luas dan merupakan penyebab gangguan gizi yang sangat penting. Prevalensi KVA

Page 30: MASALAH GIZI UTAMA DI INDONESIA.docx

terdapat pada anak-anak dibawah usia lima tahun. Sampai akhir tahun 1960-an KVA

merupakan penyebab utama kebutaan pada anak.

Anemia gizi adalah kekurangan kadar haemoglobin (Hb) dalam darah yang

disebabkan karena kekurangan zat gizi besi yang diperlukan untuk pembentukan Hb. Di

Indonesia sebagian besar anemia disebabkan karena kekurangan zat besi (Fe) sehingga

disebut anemia kekurangan zat besi atau anemia gizi besi.

Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) adalah sekumpulan  gejala atau

kelainan yang ditimbulkan karena tubuh menderita kekurangan iodium secara terus –

menerus dalam waktu yang lama yang berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan

makhluk hidup (manusia dan hewan) (DepKes RI, 1996).  Makin banyak tingkat

kekurangan iodium yang dialami makin banyak komplikasi atau kelainan yang

ditimbilkannya, meliputi pembesaran kelenjar tiroid dan berbagai stadium  sampai timbul

bisu-tuli dan gangguan mental akibat kretinisme (Chan et al, 1988).

3.2. Saran

Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak sangatlah diperlukan guna

untuk mengetahui apabila adanya kasus kurang giz. Terutama empat masalah gizi utama

di Indonesia, sehingga dapat ditangani sedini mungkin dan tidak berlanjut dan

berdampak buruk di kemudian harinya.

Pertumbuhan anak pada usia balita sebenarnya dapat dipantau melalui grafik berat

badan yang ada di dalam Kartu Menuju Sehat (KMS). Namun yang terpenting adalah

pengetahuan orang tua terhadap tumbuh kembang anak sehingga orang tua harus

memberikan makanan gizi seimbang untuk mencukupi kebutuhan gizi pada anak,

khususnya balita yang rentan terkena KEP, KVA, anemia gizi, dan GAKY.

Page 31: MASALAH GIZI UTAMA DI INDONESIA.docx

DAFTAR PUSTAKA

Wikipedia. 2008 Marasmus. http:/www.wikipedia.com/wiki/Marasmus

Wikipedia. 2008. Kwashiorkor. http://id.wikipedia.org/wiki/Kwashiorkor

Halati. 2006. Vitamin A. www.ilmusehat.com. [23 januari 2013].

Mahdalia. 2003. Kurang Vitamin A, Bola Mata Anak Mengempis.

http://www.sinarharapan.co.id/iptek/kesehatan/2003/0801/kes1.html [23 januari

2013