Manual Praktikum MK Teknik Analisis Laboratorium (Bagian ... · (anion), dalam hal tersebut ......
Transcript of Manual Praktikum MK Teknik Analisis Laboratorium (Bagian ... · (anion), dalam hal tersebut ......
Page 1 of 52
Manual Praktikum
MK Teknik Analisis Laboratorium (Bagian Produksi Ternak)
Semester Genap 2018/2019
Oleh :
Laboratorium Epidemiologi
LABORATORIUM EPIDEMIOLOGI
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
Page 2 of 52
Manual Praktikum
MK Teknik Analisis Laboratorium (Bagian Produksi Ternak)
Semester Genap 2018/2019
Materi I
ELEKTROFORESIS
Dasar Teori
Elektroforesis berasal dari bahasa Yunani yang mempunyai arti transport atau perpindahan
protein melalui perbedaan potesial partikel-partikel listrik. Elektroforesis adalah suatu cara analisis
kimiawi yang didasarkan pada pergerakan molekul-molekul protein bermuatan di dalam medan
listrik (titik isoelektrik). Pergerakan molekul dalam medan listrik dipengaruhi oleh bentuk, ukuran,
besar muatan dan sifat kimia dari molekul (Titrawani, 1996). Molekul terlarut dalam medan listrik
bergerak atau migrasi dengan kecepatan yang ditentukan oleh rasio muatan dan massa. Sebagai
contoh jika dua molekul mempunyai massa dan bentuk yang sama, molekul dengan muatan lebih
besar akan bergerak lebih cepat ke elektrode (David G. Watson, 2007). Bila arus listrik dialirkan
pada suatu medium penyangga yang telah berisi protein plasma maka komponen-komponen protein
tersebut akan mulai bermigrasi secara berangsur-angsur (Ricardson dkk. 1986) sesuai dengan
porusitas gel.
Kecepatan molekul yang bergerak pada medan listrik tergantung pada muatan, bentuk dan
ukuran. Dengan demikian elektroforesis dapat digunakan untuk separasi makromolekul (seperti
protein dan asam nukleat). Posisi molekul yang terseparasi pada gel dapat dideteksi dengan
pewarnaan (mis: Commasie Blue) atau autoradiografi, ataupun dilakukan kuantifikasi dengan
densitometer. Elektroforesis untuk makromolekul memerlukan matriks penyangga untuk mencegah
terjadinya difusi karena timbulnya panas dari arus listrik yang digunakan.
Dasar elektroforesis adalah pembentukan suatu ketidakhomogenan atau gradasi konsentrasi
sepanjang sistem. Koloid, protein enzim menunjukkan mobilitas elektroforesis spesifik dan titik
isoelektrik yang dapat digunakan untuk identifikasi zat-zat spesifik. Pemisahan dapat dilakukan bila
senyawa-senyawa yang telah terpisah tidak secara spontan bercampur kembali akibat sirkulasi
konvektif. Pada elektroforesis, medan listrik dialirkan pada suatu medium yang mengandung
sampel yang akan dipisahkan. Sebagai akibatya adalah terbentuk pita (band) yang dapat diwarnai
agar mudah dilakukan identifikasi.
Prinsip kerja dari elektroforesis berdasarkan pergerakan partikel-partikel bermuatan negatif
(anion), dalam hal tersebut DNA, yang bergerak menuju kutub positif (anode), sedangkan partikel-
partikel bermuatan positif (kation) akan bergerak menuju kutub negatif (anode) (Klug &
Cummings, 1994: A 6). Prinsip inilah yang dipakai dalam elektroforesis untuk memisahkan
molekul-molekul berdasarkan muatannya sehingga pergerakan molekul-molekul tersebut pada suatu
fase diam (stationary phase) dalam sebuah medan listrik akan berbeda-beda. Oleh karena partikel
sol bermuatan listrik, maka partikel ini akan bergerak dalam medan listrik. Kemampuan
perpindahan pergerakan muatan molekul tersebut menuju ke arah kutub yang berlawanan
merupakan suatu parameter kecepatan dalam proses elektroforesis yang dinyatakan sebagai
mobilitas elektroforetik. Mobilitas elektroforetik merupakan laju perpindahan partikel bermuatan
dalam cm per detik yang disebabkan karena pengaruh medan listrik 1 V per cm, dinyatakan dalam
cm2V
-1s
-1. Mobilitas elektroforetik dapat ditetapkan hanya untuk elektrolit tertentu pada kondisi
pengujian yang tepat.
Page 3 of 52
Menurut Stenesh dalam Titrawani (1996) teknik elektroforesis dapat dibedakan menjadi dua
cara, yaitu : elektroforesis larutan (moving boundary electrophoresis) dan elektroforesis daerah
(zone electrophoresis). Pada teknik elektroforesis larutan, larutan penyangga yang mengandung
makro-molekul ditempatkan dalam suatu kamar tertutup dan dialiri arus listrik. Kecepatan migrasi
dari makro-molekul diukur dengan jalan melihat terjadinya pemisahan dari molekul (terlihat seperti
pita) di dalam pelarut. Sedangkan teknik elektroforesis daerah adalah menggunakan suatu bahan
padat yang berfungsi sebagai media penunjang yang berisi (diberi) larutan penyangga. Media
penunjang yang biasa dipakai adalah gel agarose, gel pati, gel poliakrilamida dan kertas sellulose
poliasetat. Adapun menurut Sargent & George (1975) elektroforesis daerah disebut sebagai
elektroforesis gel dengan dua buah model yaitu horizontal dan vertikal. Metode yang biasa
digunakan adalah model horizontal, karena mempunyai beberapa keuntungan yaitu peralatan yang
digunakan sangat sederhana, relatif murah dan pemisahan untuk enzim tertentu dapat menghasilkan
pemisahan yang lebih baik.
Elektroforesis biasanya memerlukan media penyangga sebagai tempat bemigrasinya
molekul-mulekul biologi. Media penyangganya bermacam-macam tergantung pada tujuan dan
bahan yang akan dianalisa. Media penyangga yang sering dipakai dalam elektroforesis antara lain
yaitu kertas, selulose, asetat dan gel. Gel poliakrilamid dan agarosa merupakan matriks penyangga
yang banyak dipakai untuk separasi protein dan asam nukleat.
Beberapa faktor mempengaruhi kecepatan migrasi dari molekul protein yakni:
(Soedarmadji, 1996)
1. Ukuran molekul protein
Migrasi molekul protein berukuran besar lebih lambat daripada migrasi molekul berukuran kecil.
2. Konsentrasi gel
Migrasi molekul protein pada gel berkosentrasi rendah lebih cepat daripada migrasi molekul
protein yang sama pada gel berkosentrasi tinggi.
3. Buffer (penyangga) dapat berperan sebagai penstabil medium pendukung dan dapat
mempengaruhi kecepatan gerak senyawa karena ion sebagai pembawa protein yang bermuatan.
Kekuatan ion yang tinggi dalam buffer akan meningkatkan panas sehingga aliran listrik menjadi
maksimal. Hal ini dapat mempercepat gerakan molekul protein. Kekuatan ion rendah dalam
buffer akan menurunkan panas sehingga aliran listrik akan sangat minimal dan migrasi molekul
protein sangat lambat.
4. Medium penyangga
Medium pendukung ideal untuk elektroforesis adalah bahan kimia inert yang bersifat relatif
stabil, mudah ditangani dan mempunyai daya serap yang baik, sebagai migrasi elektron atau
penyaringan berdasarkan ukuran molekul seperti gel poliakrilamid (Sudarmadji, 1996).
Jika ukuran pori dari medium kira-kira sama dengan molekul, maka molekul yang lebih kecil
akan berpindah lebih bebas di dalam medan listrik, sedangkan molekul yang lebih besar akan
dibatasi dalam migrasinya. Besarnya pori-pori dapat diatur dengan mengubah konsentrasi
penyusun gel poliakrilamidnya yaitu akrilamid dan bisakrilamid.
5. Kekuatan voltase
Voltase yang dipakai rendah (100-500) V, kecepatan migrasi molekul sebanding dengan
tingginya voltase yang digunakan.
Voltase yang dipakai tinggi (500-10000) V, mobolitas molekul meningkat secara lebih tajam
dan digunakan untuk memisahkan senyawa dengan BM rendah serta jenis arus yang dipakai
selalu harus searah (bukan bolak balik).
Page 4 of 52
6. Temperatur medium disaat proses elektroforesis berlangsung. Jika temperatur tinggi akan
mempercepat proses bermigrasinya protein dan sebaliknya jika temperatur rendah akan
mengurangi kekuatan bermigrasinya protein.
Elektroforesis gel
Elektroforesis gel digunakan untuk memisahkan atau melihat kemurnian DNA atau protein
yang tidak bisa diperoleh dengan metode lain seperti gradient sentrifugasi. Media yang banyak
dipakai dalam proses pemisahan ini adalah agarose atau akrilamid. Agarose digunakan untuk
memisahkan molekul-molekul yang lebih besar karena memiliki ukuran partikel yang lebih besar.
Sehingga daya pisah dari agarose (resolusi) lebih kasar (lebih lemah) dibandingkan akrilamid.
Akrilamid memiliki ukuran partikel yang lebih halus sehingga daya pemisahannya lebih baik.
Elektroforesis melalui gel agarosa atau poliakrilamid merupakan Teknik ini merupakan
teknik yang sederhana, cepat, dan dapat memisahkan molekul yang diinginkan dari matriksnya yang
tidak dapat dilakukan oleh prosedur lainnya, seperti sentrifugasi gradient. (David G. Watson, 2007).
Jenis-jenis Elektroforesis Gel
a. Elektroforesis gel agarosa
Metode standar yang digunakan untuk memisahkan, mengidentifikasi dan memurnikan
fragmen DNA adalah elektroforesis gel agorose. Teknik ini sederhana, cepat terbentuk, dan mampu
memisahkan campuran potongan DNA sesuai dengan ukurannya secara akurat, dibanding dengan
densitas gradient sentrifugasi. (Maniatis T. et al, 1982)
Agarosa yang disari dari ganggang laut merupakan polimer dengan dasar struktur D-
alaktosa dan 3,6 –anhidro L-galaktosa. DNA dari 200 basa sampai 50 kilo basa dapat dipisahkan
dengan gel agarosa dengan berbagai konsentrasi agarosa. Gel agarosa biasanya dilakukan dalam
konfigurasi horizontal dalam kekuatan medan listrik dan arah tetap. (David G. Watson, 2007)
Gel agarosa dibuat dengan melelehkan agarosa dengan buffer dan kemudian dituangkan
pada cetakan dan diamkan sampai dingin. Setelah mengeras, agarosa membentuk matriks dengan
kerapatan yang ditentukan oleh konsentrasi agarosa. Jika medan magnet diberikan antara kedua
ujung gel, DNA yang bermuatan negatif pada pH netral, bergerak ke anoda. Kecepatan migrasi ini
ditentukan oleh ukuran (panjang) DNA, konformasi DNA, konsentrasi agarosa dan besaran
tegangan yang digunakan. (David G. Watson, 2007)
Molekul DNA untai ganda linear, yanag diletakkan pada salah satu ujung gel, bergerak
melalui matriks gel pada kecepatan yang berbanding terbalik terhadap log jumlah asam basa.
Molekul yang lebih besar bergerak lebih lama karena terjadi gesekan lebih besar. (David G.
Watson, 2007)
Hal ini disebabkan DNA harus melewati pori-pori gel sehingga kurang efisien lajunya
daripada molekul yang lebih kecil.Fragmen DNA linear dengan panjang tertentu bermigrasi dengan
kecepatan yang berbeda pada gel yang mengandung konsentrasi agarosa berbeda.
Cara yang paling mudah untuk mendeteksi adanya DNA dengan menggunakan etidium
bromide, suatu senyawa berfluoresensi yang biasanya digunakan untuk mendeteksi DNA pada gel
agarosa atau poliakrilamid. (David G. Watson, 2007)
b. Elektroforesis Gel Poliakrilamid
Akrilamid merupakan suatu monomer, yang jika ada radikal bebas, biasanya diberikan oleh
ammonium persulfat dan distabilkan oleh TEMED, terjadi reaksi berantai sehingga monomer
terpolimerisasi menjadi rantai panjang.
Page 5 of 52
Gel poliakrilamid dibuat dengan cara menuangkan antar dua lempeng kaca yang dipisahkan
dengan pembatas dengan ketebalan tertentu. Gel poliakrilamid berukuran dari 5 cm sampai 50 cm
panjangnya tergantung pada keperluannya dan dilakukan elektroforesis dengan cara vertikal. (David
G. Watson, 2007)
c. Elektroforesis Gel Poliakrilamid-SDS ( SDS-PAGE)
Protein dapat dipisahkan berdasarkan ukuran massanya dengan elektroforesis gel
poliakrilamid dengan system gerak. Sebelumnya, campuran protein dipanasi dengan natrium
dedosil suldat (SDS), suatu detergen anionik utnuk menyelubungi molekul protein. Penyelubungan
ini menyebabkan interaksi nonkovalen terganggu sehingga molekul protein dalam struktur primer.
Anion SDS berikatan dengan rantai utama dengan rasio satu molekul SDS untuk dua residu asam
amino. . (David G. Watson, 2007)
Merkaptoetanol atau ditiotreitol juga ditambahkan untuk mereduksi ikatan disulfida.
Kompleks SDS dengan protein terdenaturasi mempunyai jumlah muatan negatif yang sebanding
dengan ukuran protein. Muatan negatif yuang terdapat pada ikatan SDS ini jauh lebih besar
daripada muatan pada protein asli. Kompleks protein SDS kemudian dielektroforesis, sehingga
semua molekul protein bergerak menuju kutub positif. Ketika elektroforesis selesai, protein dalam
gel dapat ditampakkan oleh pewarnaan dengan perak atau zat warna seperti Coonassie biru, yang
akan menampakkan beberapa pita. (David G. Watson, 2007).
Analisis Protein
Protein
Protein berasal dari bahasa Yunani proteios yang berarti pertama atau utama. Protein
merupakan makromolekul yang menyusun lebih dari separuh bagian dari sel. Protein menentukan
ukuran dan struktur sel, komponen utama dari sistem komunikasi antar sel serta sebagai katalis
berbagai reaksi biokimia di dalam sel. Karena itulah sebagian besar aktivitas penelitian biokimia
tertuju pada protein khususnya hormon, antibodi dan enzim.
Semua jenis protein terdiri dari rangkaian dan kombinasi dari 20 asam amino. Setiap jenis
protein mempunyai jumlah dan urutan asam amino yang khas. Di dalam sel, protein terdapat baik
pada membran plasma maupun membran internal yang menyusun organel sel seperti mitokondria,
retikulum endoplasma, nukleus dan badan golgi dengan fungsi yang berbeda-beda tergantung pada
tempatnya. Protein-protein yang terlibat dalam reaksi biokimiawi sebagian besar berupa enzim
banyak terdapat di dalam sitoplasma dan sebagian terdapat pada kompartemen dari organel sel.
Protein merupakan kelompok biomakromolekul yang sangat heterogen. Ketika berada di
luar makhluk hidup atau sel, protein sangat tidak stabil. Untuk mempertahankan fungsi dan nya,
setiap jenis protein membutuhkan kondisi tertentu ketika diekstraksi dari normal biological milieu.
Protein yang diekstraksi hendaknya dihindarkan dari proteolisis atau dipertahankan aktivitas
enzimatiknya.
Untuk menganalisa protein yang ada di dalam sel tersebut, diperlukan prosedur fraksinasi
sel yaitu (1) memisahkan sel dari jaringannya, (2) menghancurkan membran sel untuk mengambil
kandungan sitoplasma dan organelnya serta (3) memisahkan organel-organel dan molekul
penyusunnya. Prosedur (1) dan (2) dinamakan homogenasi dapat dilakukan dengan menggunakan
alat yang paling sederhana seperti homogeniser atau mortal sampai alat yang paling mutakhir
seperti pemakaian vibrasi dan sonikasi tergantung pada bahan yang akan dihomogenasi. Prosedur
(3) dilakukan dengan menggunakan sentrifus dengan kecepatan dan lama sentrifugasi tertentu.
Page 6 of 52
Sebagian besar protein merupakan molekul yang mudah rusak bila tidak berada pada kondisi
fisiologisnya. Karena itu, untuk mempertahankan struktur dan fungsi protein, fraksinasi dilakukan
pada suhu rendah (0-40C) dalam buffer dan pH tertentu (tergantung dari jenis protein yang akan
dianalisa).
Hasil homogenasi yang dinamakan homogenat biasanya masih berupa larutan keruh yang
terdiri dari debris sel (bagian sel yang tidak hancur), organel-organel sel dan makromolekul
penyusun sel diantaranya yaitu protein. Dengan sentrifugasi, debris dan organel sel akan
mengendap di dasar tabung sentrifus (dinamakan pellet), sedangkan makromolekul (termasuk di
dalamnya protein) yang ukurannya jauh lebih kecil daripada debris dan organel sel tidak akan
mengendap tetapi terlarut dalam buffer (dinamakan supernatan yang bening). Supernatan inilah
yang dipakai sebagai sampel untuk analisa protein dalam jaringan.
Untuk analisa protein yang di dalam plasma atau serum darah, prosedur fraksionasi (1) dan
(2) tidak diperlukan karena protein sudah terlarut dalam plasma darah, sedangkan sentrifugasi tetap
diperlukan untuk mengen-dapkan sel-sel darah sehingga protein yang terlarut dalam plasma atau
serum terdapat sebagai supernatan.
Beberapa teknik analisa protein membutuhkan prosedur isolasi yaitu memisahkan protein dari
makromolekul yang lain atau memisahkan protein dengan sifat tertentu dari protein lain yang tidak
diinginkan dalam analisa. Suatu teknik isolasi dan identifikasi protein harus mempertimbangkan
sifat-sifat fisik, kimiawi dan kelistrikan suatu protein sedemikian rupa sehingga konformasi dan
aktifitasnya tidak berubah. Pada tahap awal isolasi, biasanya digunakan metode yang memiliki daya
pemisah terendah seperti pengendapan dengan amonium sulfat. Pengendapan ini dipengaruhi oleh
berbagai faktor antara lain jumlah dan posisi gugus polar, berat molekul, pH dan temperatur larutan.
Protein hasil sentrifugasi homogenat masih terdiri dari berbagai jenis protein (atau
dinamakan crude protein) ataupun protein hasil pengendapan amonium sulfat (jenis protein lebih
spesifik) selanjutnya dapat dianalisa secara kuantitatif maupun kualitatif. Analisa kuantitatif protein
biasanya menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang tertentu tergantung pada jenis
protein dan pereaksi yang dipakai. Dengan spektrofotometer dapat diketahui banyaknya atau jumlah
protein dalam suatu sampel (biasanya dinyatakan dalam mg prot
sampel atau dalam satuan ppm tergantung dari satuan yang dipakai pada saat membuat kurva
standar). Analisa kualitatif protein dapat menggunakan kromatografi ataupun elektroforesis
tergantung pada tujuan analisa. Dalam prakteknya, baik analisa kualitatif maupun kuantitatif dapat
dipakai secara terpisah ataupun dipakai secara bersamaan dalam suatu rangkaian analisa.
Presipitasi Protein Menggunakan Amonium Sulfat
Metode ini dapat dipakai untuk memisahkan protein albumin dari protein globulin dalam
plasma darah. Kelarutan protein dalam garam amonium sulfat sangat bervariasi tergantung pada
kekuatan ioniknya dan konsentrasi amonium yang ditambahkan. Proses ini dapat dikelompokkan ke
dalam dua bagian yaitu salting in dan salting out. Pada salting in, garam yang ditambahkan tidak
jenuh atau pada konsentrasi rendah sehingga protein menjadi bermuatan dan menjadi larut dalam
larutan garam. Kelarutan protein akan terus meningkat sejalan dengan peningkatan kon-sentrasi
garam. Bila konsentrasi garam diting-katkan terus, maka justru kelarutan protein menjadi turun.
Bahkan pada konsentrasi garam yang lebih tinggi lagi atau jenuh, protein akan mengendap. Proses
penambahan garam amo-nium sulfat jenuh pada isolasi protein ini dinamakan salting out.
Mekanisme dasar salting out sangat kompleks tetapi dapat diperkirakan bahwa pengendapan
terjadi karena persaingan antara garam dan protein untuk mengikat air. Pada konsentrasi tinggi,
Page 7 of 52
kekuatan ionik garam semakin kuat sehingga garam lebih dapat mengikat molekul air. Dengan
demikian, tidak cukup banyak air yang terikat pada protein sehingga gaya tarik menarik antar
molekul protein lebih menonjol dibandingkan dengan tarik menarik antara air dan protein. Dalam
kondisi seperti itu protein akan mengendap.
Setiap jenis protein mempunyai ke-larutan yang berbeda pada amonium sulfat jenuh. Karena
itu, salting out biasa dipakai untuk mengisolasi protein tertentu. Dengan metode salting out protein
globulin akan mengendap sebagai pelet, sedangkan protein albumin terlarut dalam garam amonium
sulfat sebagai supernatan. Hal ini disebabkan karena perbedaan kelarutan albumin dan globulin
dalam garam amonium sulfat.
Garam amonium sulfat juga diper-gunakan dalam pemurnian enzim. Garam ini sangat larut dalam
air, relatif murah dan dapat diperoleh dengan tingkat kemurnian tinggi serta tidak menurunkan
aktifitas molekul yang dianalisa.
Selama proses salting out berjalan, sangat penting untuk menjaga konsentrasi garam agar tidak
menurun dalam larutan sehingga tidak terjadi pengendapan yang bersamaan antara protein yang
ingin dimurnikan dengan protein yang tidak diinginkan (protein pencemar). Dengan demikian selalu
dilakukan pengadukan selama penambahan garam dalam prosedur salting out.
Untuk mendapatkan hasil pengendapan yang sempurna dan maksimal, penambahan
amonium sulfat ke dalam larutan protein dilakukan secara bertahap. Pada setiap tahap penambahan
garam, endapan protein selalu dipisahkan dengan sentrifugasi. Endapan yang diperoleh
disuspensikan dengan larutan bufer fosfat pH 8,2.
Dalam keseluruhan proses pemurnian protein, salting out tidak hanya dilakukan sebagai tahap awal
melainkan sering juga dilakukan sebagai tahap akhir. Penambahan garam pada proses akhir
pemurnian bertujuan untuk memperoleh protein yang lebih pekat. Karena itu cara yang terakhir ini
tidak ditujukan untuk memurnikan dan mengidentifikasi protein melainkan ditujukan untuk
memekatkan protein hasil.
METODE KERJA
Bahan : Aquadest
Tris base
Glisin
SDS
Bis-akrilamid
Akrilamid
Gliserol
Alat : Elektroforesis
Mikropipet
Cara Kerja : A. Menyiapkan sampel
1. Sampel protein ditambah dengan Reducing Sample Buffer (RSB) 1:1
dalam tabung Eppendorf.
2. Kemudian sampel dipanaskan pada 100oC selama 5 menit
3. Setelah dingin, bila sampel tidak langsung digunakan, sampel bisa simpan
pada -20oC
B. Menyiapkan separating dan stacking gel
1. Plate pembentuk gel disusun seperti petunjuk.
2. Separating gel 12,5 % dibuat dengan cara :
Page 8 of 52
Siapkan tabung polipropilen 50 ml
Masukkan 3,125 ml stock acrilamid dalam tabung polipropilen
Masukkan 2,75 ml 1 M Tris pH 8.8, tabung ditutup lalu tabung
digoyang secara perlahan
Masukkan aquabidest 1,505 ml, tabung ditutup lalu tabung digoyang
secara perlahan
Masukkan 75µl SDS 10%, tabung ditutup lalu tabung digoyang secara
perlahan
Masukkan 75 µl APS 10 %, tabung ditutup lalu tabung digoyang secara
perlahan
Masukkan 6,25 µl TEMED, tabung ditutup lalu tabung digoyang secara
perlahan
Segera tuang larutan ke dalam plate pembentuk gel menggunakan
mikropippet 1 ml (dijaga jangan sampai terbentuk gelembung udara)
sampai batas yang terdapat pada plate
Perlahan tambahkan aquadest diatas larutan diatas larutan gel dalam
plate agar permukaan gel tidak bergelombang
3. Biarkan gel memadat selama kurang lebih 30 menit (ditandai dengan
terbentuknya garis transparan diantara batas air dan gel yang terbentuk ).
Setelah itu,air yang menutup separating gel dibuang.
4. Sesudah separating gel memadat, stacking gel 3% disiapkan dengan cara
yang sama yang sama dengan point B.2 diatas, dengan volume larutan
sebagai berikut:
Aquabidest 2,11 ml
30% acrylamide – bis 0,45 ml
1 M Tris pH 6.8 0,38 ml
10% SDS 30 µl
10% APS 30 µl
TEMED 5 µl
C. Memasukkan sampel pada sumur gel
1. Plate yang sudah berisi gel dimasukkan dalam chamber elektroforesis
2. Running buffer dituang sampai bagian atas dan bawah gel terendam
3. Bila terbentuk gelembung udara pada dasar gel atau diantara sumur sampel
harus dihilangkan
4. Marker standar sebanyak 3-5 µl dimasukkan pada salah satu sumur (bisa
disumur yang paling tepi atau pada sumur yang tengah)
5. Sampel sebanyak 10-20 µl (yang kandungan proteinnya minimal 0,1 µg
dan maksimal 20-40 µg) dimasukkan hati-hati ke dalam dasar sumur gel,
menggunakan Hamilton syringe
6. Syringe dibilas sampai 3x dengan menggunakan air atau dengan running
buffer sebelum dipakai untuk memasukkan sampel yang berbeda pada
sumur gel berikutnya
D. Running sampel
1. Untuk memulai running perangkat elektroforesis dihubungkan dengan
Page 9 of 52
power supply
2. Running dilakuakn pada constant current 20 mA selama kurang lebih 40-
50 menit atau sampai tracking dye mencapai jarak 0,5 cm dari dasar gel
3. Setelah selesai, running buffer dituang dan gel diambil dari plate
E. Pewarnaan Gel
1. Untuk tahap ini diperlukan larutan staining untuk mewarnai protein gel,
pewarnaan yang dipakai adalah Comasie Brilliant Blue atau Silver Stain
tergantung kegunaan. Staining dilakukan selama 30 menit
2. Larutan destaining untuk menghilangkan warna pada gel dan memperjelas
band protein yang terbentuk.
KENDALA PADA ELEKTROPHORESIS
Gel mengeras memerlukan waktu lama
Terlalu sedikit APS atau TEMED. Naikkan komposisi sekitar 50%
Suhu terlalu rendah. Pembuatan gel sebaiknya dilakukan di suhu ruang
APS dan TEMED sudah terlalu lama. Gunakan yang baru
Kulaitas akrilamida yang buruk. Gunakan akrilamida electrophoresis-grade
Ada bahan yang tidak dimasukkan. Pastikan bahan untuk pembuatan gel terdaftar dalam list
sehingga mudah dipantau
Konsentrasi bahan yang tidak sesuai. Periksa konsentrasi supaya sesuai dengan protokol
Gel terlalu lunak
Kualitas akrilamida yang buruk
Pembentukan ikatan silang yang terlalu sedikit. Perhatikan konsentrasi bahan-bahan
penyusun
Tidak terjadi polimerisasi
Suhu terlalu rendah
APS dan TEMED yang terlalu sedikit atau sudah lama
Kualitas akrilamida yang buruk
Ada lekukan di permukaan gel
Katalis yang berlebihan sehingga gel membeku terlalu cepat. Turunkan konsentrasi APS dan
TEMED masing-masing sekitar 25%
Inhibisi gel karena polimerisasi memerlukan waktu lebih dari 1 jam. Naikkan APS dan
TEMED sekitar 50%
Gel mudah patah
Terlalu banyak ikatan silang. Periksa konsentrasi gel
Gel berwarna putih
Terlalu banyak bis-akrilamida. Periksa konsentrasi bis
Kebocoran gel saat pembuatan
Terdapat keretakan atau patahan kecil pada kaca plate. Periksa kaca plate dan apabila
keretakan tidak terlalu parah maka bisa ditambal menggunakan parafilm
Pemasangan kaca plate yang tidak sesuai. Pastika bagian bawah telah sejajar dan rata
sehingga tidak ada larutan yang bisa keluar
Gel retak saat polimerisasi
Suhu yang terlalu tinggi. Pastikan reagen tidak terlalu panas
Sampel tidak jatuh sampai dasar sumur
Page 10 of 52
Konsentrasi gliserol yang kurang pada buffer sampel
Sisir yang dilepas terlalu cepat saat gel dalam proses polimerisasi sehingga terjadi webbing
pada sumur. Pastikan gel terpolimerisasi sempurna sekitar 30 menit sebelum digunakan
Larutan sampel berwarna kuning
Larutan terlalu asam. Tambahkan sedikit NaOH supaya larutan berwarna biru
Bromofenol biru yang terlalu sedikit pada buffer sampel
Gel lepas dari kaca selama elektroforesis
Kaca yang kurang bersih. Setelah dibersihkan dengan akuades, pastikan tidak ada sisa-sia
tetesan air di dalam cetakan
Dasar sumur tampak melengkung ke bawah saat elektroforesis
Umum terjadi apabila tedapat molekul dengan massa molekul besar dan bermuatan terjebak
di sumur. Biasanya ditemukan pada sampel yang mengandung asam nukleat dengan jumlah
banyak. Periksa kandungan asam nukleat pada sampel dan bersihkan sampai ke jumlah yang
sewajarnya
Sumur yang buruk
Sumur dapat rusak atau terdistorsi apabila sisir tidak dilepas dengan hati-hati. Lepaskan sisir
dengan gerakan vertikal
Apabila sisir sulit dilepaskan dari gel penahan, turunkan konsentrasi gel penahan
Webbing di sumur dapat disebabkan sisir yang terlalu longgar atau gel mengeras terlalu
cepat. Pastikan sisir sesuai dengan cetakan kaca yang tersedia dan periksa konsentrasi APS
dan TEMED
Gel retak saat elektroforesis
Kondisi elektroforesis yang terlalu hangat. Hal ini umum terjadi pada gel dengan
konsentrasi tinggi
Beberapa pita tidak bergerak turun
Hal ini dapat disebabkan oleh keberadaan gelembung udara pada jalur pergerakan pita.
Pastikan tidak ada gelembung saat menuang gel
Bagian atas gel yang terlalu lengket
Terjadi penetrasi etanol yang digunakan untuk meratakan gel pemisah ke dalam gel. Pada
saat meratakan gel, jangan sampai etanol ikut tercampur. Jangan membiarkan etanol
tertinggal terlalu lama pada gel yang terlah terpolimerisasi atau bisa etanol bisa digantikan
dengan air
Resolusi pita protein yang tidak sempurna
Waktu elektroforesis yang tidak cukup. Tambahkan waktu running
Ukuran pori-pori gel pemisah tidak sesuai dengan ukuran protein yang akan dianalisa. Atur
konsentrasi gel pemisah
Pita protein memiliki ketebalan yang tidak seragam
Sampel dimuat dengan tidak seragam. Pastikan dasar sumur lurus semua dan horizontal
Page 11 of 52
Gambar Elektroforesis Mini-Protean 3
Page 12 of 52
Page 13 of 52
Proses Pembuatan Gel
Proses Memasukkan Sampel
Page 14 of 52
Proses Running
Page 15 of 52
Tanda Tangan Dosen/Asisten :
…………………………………………………
………………………………….
Laporan Sementara :
Page 16 of 52
Tanda Tangan Dosen/Asisten :
…………………………………………………
………………………………….
Laporan Sementara :
Page 17 of 52
Materi II
Haemacytometer
Dasar Teori
Haemocytometer adalah alat awalnya dirancang untuk penghitungan sel darah . Sekarang
juga digunakan untuk menghitung jenis sel serta partikel mikroskopis lainnya. Hemositometer ini
ditemukan oleh Louis-Charles Malassez dan terdiri dari tebal kaca slide mikroskop dengan lekukan
persegi panjang yang menciptakan sebuah kamar. ruang ini diukir dengan laser-terukir grid garis
tegak lurus. Perangkat ini dibuat dengan hati-hati sehingga daerah yang dibatasi oleh garis
diketahui, dan kedalaman ruang ini juga diketahui. Oleh karena itu mungkin untuk menghitung
jumlah sel atau partikel dalam volume tertentu cairan, dan dengan demikian menghitung
konsentrasi sel dalam cairan secara keseluruhan.(Wiki, 2011).
PEMERIKSAAN HITUNG JUMLAH LEUKOSIT / ERITROSIT
Menghitung jumlah sel-sel leukosit perliter darah (System International Units = SI unit) atau per
satu mmk darah. Nilai normalnya 4000 - 11000 / mmk.Untuk penerapan hitung leukosit ada dua
metode, manual dan elektronik. Pada umumnya metode elektronik belum digunakan secara umum.
Peralatan dan Bahan :
1. Haemocytometer
bilik hitung
pipet leukosit
pipet eritrosit (untuk menghitung eritrosit)
Neubauer Improve : luas seluruh bilik 3 x 3 mm2. tinggi/dalam 0,1 mm. di dalam bilik terdapat :
kotak besar : 1 x 1 mm2
kotak sedang ada 2 macam :
di tengah : 1/5 x 1/5 mm2
di empat sudut : 1/4 x 1/4 mm2
kotak kecil : 1/20 x 1/20 mm2
2. Kaca penutup
3. Mikroskop
Bahan :
1. Spesimen
Darah vena atau darah kapiler
Cara Kerja
Mengisi pipet Leukosit
Isaplah darah kapiler (kapiler, EDTA, atau oxalat) sampai pada garis tanda “0,5″ tepat.
Hapus kelebihan darah yang melekat pada ujung pipet
Masukkan ujung pipet kedalam larutan TURK sambil mempertahankan darah tetap pada garis
tanda.
Pipet dipegang dengan sudut 45 derajat dan larutan TURK dihisap perlahan-lahan sampai
garis tanda “11″ tepat. Hati-hati jangan sampai terjadi gelembung udara.
Angkatlah pipet dari cairan; tutup ujung pipet dengan ujung jari kemudian lepaskan karet
penghisap.
Page 18 of 52
Kocoklah pipet tadi selama 15-30 detik. jika tidak segera akan dihitung letakkan pipet dalam
posisi horizontal.
Mengisi kamar hitung
Letakkan kamar hitung yang telah benar-benar bersih dengan kaca penutup yang terpasang
mendatar di atas meja.
Kocoklah pipet yang berisi tadi selama 3 menit terus menerus (jangan samapai ada cairan
yang terbuang dari pipet saat mengocok)
Buang semua cairan yang ada pada batang kapiler pipet (3 – 4 tetes) dan kemudian sentuhkan
ujung pipet (sudut 30 derajat) dengan menyinggung pinggir kaca penutup pada kamar hitung.
Biarkan kamar hitung tersebut terisi cairan perlahan-lahan dengan gaya kapilaritasnya sendiri.
Biarkan kamar hitung yang sudah terisi tersebut selama 2-3 menit agar leukkosit-leukosit
mengendap. jika tidak akan dihitung segera, simpan kamar hitung tersebut dalam cawan peti
tertutup yang berisi kapas basah.
Cara menghitung sel
Pakailah lensa objektif kecil (pembesaran 10x). turunkan lensa kondensor atau kecilkan
diafragma mikroskop meja mikroskop harus datar.
Kamar hitung dengan bidang bergaris diletakkan di bawah objektif dan fokus mikroskop
diarahkan pada garis-garis bagi tersebut. Dengan sendirinya leukosit-leukosit akan jelas
terlihat.
Hitunglah semua leukosit yang terdapat dalam keempat “bidang besar” pada sudut-sudut
“seluruh permukaan yang dibagi”.
Mulailah menghitung dari sudut kiri atas, terus ke kanan, kemudian turun ke bawah dan dari
kanan ke kiri dan seterusnya.
Kadang ada sel yang menyinggung garis suatu bidang, sel-sel yang menyinggung garis batas
sebelah kiri atau garis atas haruslah di hitung.
Sebaliknya sel-sel yang menyinggung garis sebelah kanan dan bawah tidak boleh dihitung.
Perhitungan
Pengenceran yang dilakukan pada pipet adalah 20 kali.
Jumlah semua sel yang dihitung dalam keempat bidang itu dibagi 4 menunjukkan jumlah
leukosit dalam 0,1 µl. Kalikan angka tersebut dengan 10 (untuk tinggi) dan 20 (untuk
pengenceran) untuk mendapatkan jumlah leukosit dalam 1 ul darah. Singkatnya : Jumlah sel
yang terhitung dikali 50 = jumlah leukosit per µl darah.
Catatan :
Pengenceran yang lazim digunakan untuk menghitung leukosit adalah 20 kali, tetapi menurut
keadaan (leukositosis tinggi atau leukopenia) pengenceran dapat diubah sesuai keadaan tersebut,
lebih tinggi pada leukositosis dan lebih rendah pada leukopenia. Sedian darah dengan oxalat
yang tidak segera dipakai ada kemungkinan terjadi penggumpalan leukosit. Jika darah tepi
banyak mengandung sel darah merah berinti maka sel tersebut akan diperhitungkan seperti
leukosit, untuk koreksi dapat dilakukan pemeriksaan sedian hapus yang dipakai untuk hitung
jenis leukosit, persentase sel darah merah berinti di catat. misalnya ; didapatkan 10.000 leukosit
per ul darah dan dari hitung jenis didapatkan tiap 100 leukosit ada 25 sel darah merah berinti,
maka jumlah leukosit yang sebenarnya adalah :
Page 19 of 52
Gambar kamar hitung Luasan untuk menghitung
jumlah sel Leukosit
Ukuran kamar hitung
Page 20 of 52
Tanda Tangan Dosen/Asisten :
…………………………………………………
………………………………….
Laporan Sementara :
Page 21 of 52
Tanda Tangan Dosen/Asisten :
…………………………………………………
………………………………….
Laporan Sementara :
Page 22 of 52
Materi 3
Keselamatan Kerja di Laboratorium
Upaya Pencegahan dan Tindakan Terhadap Kecelakaan
1. Kebakaran
Bahan kimia atau reagensia yang mudah terbakar antara lain: benzena, alkohol, eter, aseton.
Tindakan pencegahan agar tidak terjadi kebakaran:
Tempat penyimpanan bahan kimia terpisah dari laboratorium
Ruangan dirancang agar ventilasi baik, bebas dari sumber percikan listrik, asap rokok,
bersuhu dingin dan kering (tidak lembab)
Perlu diperhatikan bahwa bahan-bahan ini dapat berinteraksi dan bereaksi sehingga
mampu menimbulkan ledakan atau kebakaran, sehingga bahan-bahan ini harus isimpan
dengan urutan yang terpisah. Misalnya: asam sulfat dengan klorat, perklorat,
permanganat, air, asam asetat dengan asam kromat, asam nitrat, perklorat, peroksida,
Na-nitrat dengan amonium nitrat, kalium permanganat dengan etilen, asam sulfat,
gliserin.
Tindakan yang dilakukan apabila terjadi kebakaran:
Segera memindahkan bahan kimia yang menyebabkan kebakaran dan menjauhkkan
bahan kimia lain yang mudah terbakar
Untuk memadamkan api digunakan alat pemadam kebakaran atau pasir. Penyebab
kebakaran dari bahan kimia CCl4 dan NaHCO3 dapat dipadamkan dengan alat pemadam
kebakaran. Jika memungkinkan tidak menggunakan air sebagai alat pemadam, kecuali
bila kobaran api sudah meluas.
Korban kebakaran harus segera diselamatkan melalui pertolongan darurat.
Jika seseorang pekerja laboratorium terbakar, pakaian segera di lepas, penderita
dilarang berlari karena mengundang angin yang kan memperbesar nyala api. Luka bakar
diambil tindakan pertama dengan mendinginkan dengan air dingin, kebersihan luka
dijaga, dan menutup dengan kain bersih. Bila kuka bakar melepuh jangan dgaruk dan
segera dibawa ke rumah sakit.
Jika api telah padam, pintu, jendela dibuka untuk sirkulasi udara.
Bahan-bahan yang rusak dibersihkan dan dilakukan observasi terhadap bagian-bagian
yang rusak.
Dalam keadaan luka bakar ringan, daerah luka sebaiknya didinginkan dengan air dingin,
jaga kebersihan dan luka korban ditutup dengan kain yang bersih. Bila luka bakar berat,
penderita sebaiknya berbaring dan ditenangkan. Setelah baju diambil dengan gunting,
tindakan darurat selanjutnya adalah menghubungi dokter atau membawa ke rumah
sakit.
2. Kaca Pecah
Tindakan yang harus dilakukan apabila terkena kaca:
Pecahan kaca di dalam luka harus diambil
Setelah itu luka diberi desinfektan, agen penekan dan hemostatis serta diberi obat yang
dapat menghentikan hemorhagi.
Luka yang besar dan diikuti dengan pendarahan harus di bawh pengobatan dokter.
Jika serpihan kaca masuk ke dalam mata, jangan diusap tetapi dicuci dengan air. Dan
jika diperlukan perlu ke dokter atau rumah sakit.
Page 23 of 52
3. Bahan Kimia Tumpah Pada Kulit
Bahan kimia yang dapat merusak kulit adalah asam dan basa keras. Dalam melaksanakan
tugas di laboratorium disarankan, sebagai berikut:
Pada saat menuang bahan kimia dari botol harus hati-hati jangan sampai menetes ke
meja dan tertinggal di meja.
Pada saat menggunakan bahan kima, jangan meletakkan bahan kima tersebut dekat
dengan mata, dan jangan mengocok karena dapat tumpah
Melarutkan asam sulfat dengan air harus sedikit dmei sedikit agar gelas tidak pecah.
Pipet atau buret harus digunakan untuk pengambilan asam atau basa yang pekat.
Tindakan terhadap bhan kimia yang mengenai bagian kulit dapat dicuci dengan air
yang cukup. Demikian juga bila terpercik dengan bahn kimia, tidak boleh
menggosok (mengucek), tetapi harus dicuci dengan air yang mengalir. Selanjutnya
dibasahi dengan larutan penetral berupa asam atau basa yang lemah.
Apabila bahan kimia mengenai mata, maka dicuci dengan air secukupnya, tanpa
diberikan penetral.bila rasa sakit yang berlanjut maka diperlukan pertolongan
dokter. Khusus gas amonia perlu perhatian serius karena dapat menyebabkan
kebutaan.
4. Menghirup Gas Berbahaya
Pada saat melaksnakan pencampuran bahan-bahan kimia berikut ini akan
menimbulkan gas beracun. Karena itu dikerjakan dengan hati-hati. Misalnya: senyawa nitrat
dengan asam sulfat menimbulkan gas nitrogen oksida, senyawa sulfida dengan asam
menimbulkan gas asam sianida. Gas beracun yang berasal dari bahan kimia masuk melalui
pernapasan, korban merasa tercekiki, karena menyumbat saluran pernapasan. Upaya
pencegahan dan pertolongan pertama yang dapat diberikan:
Jangan sekali-kali menghirup gas beracun
Melengkapi laboratorium dengan lemari asam (fume hood), pintu jendela yang dapt
dirancang denganventilasi yang baik sehingga membatasi pemaparan gas beracun.
Upaya penyelamatan, korban harus segera dipindahkan ke tempat yang berudara
terbua dan segar serta dijauhkan dari bau gas beracun. Ditidurkan telentang dan
diberi selimut.
5. Menelan Bahan Kimia yang Beracun
Upaya pencegahan dan pertolongan pertama yang dilakukan:
Pada saat memipet bahan kimia harus dilakukan dengan hati-hati.
Bila terlanjur masuk ke dalam mulut, harus segera diludahkan.
Bila sudah tertelan maka harus diupayakan agar korban muntah sehingga bahan
kimia beracun keluar dari muut dengan menggunakan obat muntah (emetics),
misalnya larutan garam 20%
Bila berhasil (sembuh), perawatan lebih lanjut diberikan obat penawar racun
(antidotes) seperti: air susu.
6. Tersengat Aliran Listrik
Kejadian tersengat listrik dapat dicegah dengan cara:
Menggunakan sepatu sebagai alas kaki
Jangan menyentuh sumber listrik dalam keadaan tangan basah ata pada saat yang
bersamaan memegang keran air distilasi karena dapat menimbulkan shock listrik
yang berujung pada kematian.
Page 24 of 52
Korban yang tersengat listrik sampai (shock) atau pingsan, sumber listrik harus dicabut
terlebih dahulu dan baru penderita ditenangkan. Apabila sampai menderita luka bakar,
perlu diberikan tindakan darurat dan kmudian dibawa ke dokter atau rumah sakit.
7. Ledakan
Upaya menurunkan bahaya ledakan pada pekerja laboratorium dengan membuat dinding
besi, beton atau kaca. Sumber ledakan biasanya berasal dari:
Pemanasan bahan kimia yang mudah terbakar
Proses destilasi bahan kimia
Senyawa keras (caustics), seperti: metal Na, KclO,H2O2, yang dicampur dengan
pelarut yang mudah menguap seperti: eter, gas metana, asetilin.
Bahan kimia yang inkompatibel disimpan berdekatan.
Jika ledakan luka robek dan terbakar sebaiknya diberikan tindakan darurat dan korban
sebaiknya dibawa ke dokter atau ke rumah sakit setelah distabilkan.
Saran Dalam Penggunaan Alat Agar Aman:
Dalam penggunaan alat disarankan untuk melaksanakan hal-hal berikut
Tangan harus dicucui bersih dan dijaga kering.
Jangan mengambil cawan untuk ditimbang dengan menggunakan tangan, namun harus
dengan forceps.
Sering terjadi tutup desikator lepas saat diangkat, oleh karena itu memegang desikator
harus penuh hati-hati. Tutup desikator tidak boleh diletakkan terbuka di atas meja.
Plate (bagian bibir desikator) harus bersih dan terbebas dari bahan sampel yang
dikeringkan. Sampel yang dikeringkan dalam desikator jangan terlalu penuh.
Timbangan analitis harus dalam keadaan kering dan pintu tertutup. Dihindari bahan
yang lembab, kotor dan berlemak disekitar tempat menimbang (balance pan). Jangan
memegang batu timbangan dan sampel yang ditimbang dengan tangan.
Penggunaan oven harus sesuai instruktur kerja atau yang telah didemonstrasikan oleh
teknisi atau instruktur.
Saran Sebelum Melaksanakan Analisis
Sebelum melaksanakan analisi disarankan, sebagai berikut:
Belajar dari teknisi atau instruktur tentang prosedur analisis yang dilaksanakan.
Dilarang memulai analisi sebelum mengerti prosedur analisi, setelah mengerti baru
menyiapkan bahan dan alat yang diperlukan.
Peraturan penggunaan laboratorium harus memakai sepatu tertutup dan jas laboratorium.
Setelah selesai menimbang, alat harus dibersihkan.
Hati-hati dlaam menuang bahan kimia dari botol. Jangan meninggalkan tetesan di luar botol
dan mengenai label.
Perhatikan apakah pipet yang digunakan itu loop pipet (pipet yang harus di tiup)
Bila memanaskan atau memasak bahan dalam laeutan harus dimulai dengan api yang kecil
terlebih dahulu.
Jangan melaksanakaan pencampuran asam pekat dengan basa pekat.
Bila melarutkan asam atau basa pekat dengan air, maka asam atau basa pakai itu dituangkan
ke dalam air, jangan sebaliknya (Berbahaya!)
Jangan melarutkan KOH dan NaOH ke dalam air panas
Semua bahan kimia yang mempunyai titer tertentuharus distandarisasi terlebih dahulu
sebelum digunakan.
Page 25 of 52
Perlu diperhatikan dalam pelaksanaan analisis, ada istilah:
1. Air: adalah aquadestilata, kecuali secara spesifik disebut air kran
2. Alkohol: adalah etil alkohol 95%. Bila ingin membuat alkohol yang lebih encer,
misalnya a% dapat dibuat dengan mengencerkan a ml alkohol 95% tersebut dengan air
sehingga menjadi 95ml
3. Etil eter: etil eter yang bebas peroksida
4. Tanda (1+1), (1+2) dan seterusnya: angka pertama adalah volume kimia yang digunakan
dan angka kedua adalah volume air.
Bila menggunakan tanur untuk pengabuan sampel harus dimulai dari suhu rendah secara
bertahap naik ke suhu tinggi yang diinginkan.
Gelas piala, cawan dan alat dari gelas yang masih panas jangan dimasukkan langsung ke
dalam air tetapidiletakkan di atas kayu yang disediakan. Jangan diletakkan dia atas meja
yang diat atau di atas segel porselin.
Alat-alat yang dipecahkan harus segera diganti, bila praktikan yang melakukan maka harus
segera mengganti
Setelah selesai analisi, alat yang digunakan dicuci sampai bersihdan bila perlu beberapa alat
dikeringkan, kemudian disimpan pada tempat yang disediakan
Sebelum meninggalkan laboratorium agar diperiksa sekali lagi listrik, air, gas dan botol
bahan kimia sehingga terjaga kondisi laboratorium yang aman.
Page 26 of 52
Tanda Tangan Dosen/Asisten :
…………………………………………………
………………………………….
Laporan Sementara :
Page 27 of 52
Manual Praktikum
MK Teknik Analisis Laboratorium (Nutrisi dan Makanan Ternak)
Semester Genap 2018/2019
Oleh :
Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak
LABORATORIUM NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
Manual Praktikum
Page 28 of 52
MK Teknik Analisis Laboratorium (Nutrisi dan Makanan Ternak)
Semester Genap 2018/2019
A. Materi Laboratorium
Materi I
Analisis Van Soest
Dasar Teori
Sistem analisa Van Soest menggolongkan zat pakan menjadi isi sel (cell content) dan
dinding sel (cell wall). NDF mewakili kandungan dinding sel yang terdiri dari lignin, selulosa,
hemiselulosa, dan protein yang berikatan dengan dinding sel. Bagian yang tidak terdapat sebagai
residu dikenal sebagai Detergent Soluble (NDS) yang mewakili isi sel dan mengandung lipid, gula,
asam organik, non protein nitrogen, peptin, protein terlarut dan bahan terlarut dalam air. Serat kasar
terutama mengandung selulosa dan hanya sebagian lignin, sehingga nilai ADF lebih kurang 30
persen lebih tinggi dari serat kasar pada bahan yang sama.
Prosedur kerja analisis kadar ADF, NDF, selulosa, hemiselulosa dan lignin menurut Van
Soest, (1976) :
Penentuan Kadar Acid Detergent Fiber (ADF)
1. Timbang sampel 0,3 gram (a gram) kemudian masukkan kedalam tabung reaksi 50 ml
2. Tambahkan 40 ml laritan ADF kemudian tutup rapat tabung reaksi tersebut
3. Refluks dalam air mendidih selama 1 jam
4. Saring dengan sintered glass yang telah diketahui beratnya (b gram) sambil diisap dengan
pompa vacum
5. Cuci dengan lebih kurang 100 ml air mendidih sampai busa hilang dan 50 ml alkohol
6. Ovenkan pada suhu 100oC selama 8 jam atau dibiarkan bermalam
7. Dinginkan dalam eksikator lebih kurang ½ jam kemudian timbang (c gram) Perhitungan:
Penentuan Neutral Detergen Fiber (NDF)
1. Timbang sampel 0,2 gram (a gram)
2. Masukkan kedalam tabung reaksi 50 ml
3. Tambahkan 25 ml larutan NDS, kemudian tutup rapat tabung reaksi tersebut
4. Refluks dalam air mendidih selama 1 jam
5. Saring dengan sintered glass yang telah diketahui beratnya (b gram) sambil diisap dengan
pompa vacum
6. Cuci dengan lebih kurang 100 ml air mendidih hingga busa hilang
7. Cuci dengan lebih kurang 50 ml alkohol
8. Ovenkan pada suhu 100oC selama 8 jam atau dibiarkan bermalam
9. Dinginkan dalam eksikator lebih kurang ½ jam kemudian timbang (c gram) Perhitungan:
Penentuan Selulosa dan Lignin
Page 29 of 52
1. Sintered glass yang berisi ADF diletakkan diatas petridisk
2. Tambah 20 ml H2SO4 72%
3. Sekali-kali diaduk untuk memastikan bahwa serat terbasahi dengan H2SO4 72% tersebut
4. Biarkan selama 3 jam
5. Hisap dengan pompa vacum sambil dibilas dengan air panas secukupnya
6. Ovenkan selama 8 jam pada suhu100oC atau dibiarkan bermalam
7. Masukkan ke dalam deksikator kemudian timbang (d gram)
8. Masukkan kedalam tanur listrik atau panaskan hingga 500oC selama 2 jam, biarkan agak
dingin kemudian masukkan kedalam deksikator selama ½jam
9. Timbang (e gram) Perhitungan:
Page 30 of 52
Tanda Tangan Dosen/Asisten :
…………………………………………………
………………………………….
Laporan Sementara :
Page 31 of 52
Tanda Tangan Dosen/Asisten :
…………………………………………………
………………………………….
Laporan Sementara :
Page 32 of 52
Materi II
Pengukuran Kecernaan In vitro (Tilley dan Terry, 1963)
Dasar Teori
Alat :
- Labu ukur 3500 ml
- Penangas yang dilengkapi dengan stirer
- Inkubator
- Karet penutup
- Rak
- Centrifuge 2500 rpm
- Kertas saring
- Oven 105 0C
- Eksikator
- Tanur
Bahan kimia :
MgCl2, CaCl2, aquades, cairan rumen, larutan buffer, gas CO2, air es, larutan HCL, pepsin.
Kecernaan secara in vtro dengan menggunakan cairan rumen sapi sebagai media percobaan untuk
mengukur kecernaan BK dan BO (Tilley dan Terry, 1963), yang dimodifikasi oleh Van der Meer
(1980).
Cara Kerja :
1. Kedalam Labu ukur 3500 ml dimasukan :
- 520 ml larutan a
- 5,2 g MgCl2 (larutan b)
- 5,2 g CaCl2 (larutan c)
Kemudian ditambahkan aquades sampai tepat 2069,6 ml, ambil dikocok. Diukur pH nya (Ph
= 6,9) pada temperatur 38-39 0C.
2. Mengambil cairan rumen yang telah disaring kemudian dimasukkan ke dalam larutan buffer
dengan perbandingan cairan rumen : larutan buffer 1 : 4. Selanjutnya dialiri gas CO2 dan
dipanaskan di atas penangas yang dilengkapi dengan stirer pada suhu 39 0C
selama 20
menit.
3. Menimbang 0,5 gram sampel (BK 88-92 %), lalu dimasukkan ke dalam tabung fermentor
yang diberi nomor (untuk setiap sampel dilakukan 2 kali ulangan), dan dimasukkan ke
dalam inkubator pada suhu 39 0C
(sekitar 1 hari sebelum pelaksanaan). Ukuran sampel 0,5
– 1,0 mm.
4. Kedalam tabung fermentor yang telah ditambahkan sampel 0,5 gram ditambahkan 50 ml
campuran larutan buffer dan cairan rumen dengan perbandingan 4 : 1. Sebelum tabung
ditutup dengan karet, dialiri lebih dahulu dengan CO2 selama kurang lebih 15 detik agar
kondisi an-aerob. Tabung-tabung tersebut dimasukkan rak dan dimasukkan ke dalam
inkubator dengan suhu 39 0C.
5. Setelah 1 jam inkubasi, kocok pelan-pelan setiap tabung dengan tangan agar seluruh
partikel sampel menjadi basah. Pengocokkan selanjutnya dilakukan setiap 8 jam.
Page 33 of 52
6. Dibuat 4 tabung yang terdiri dari 2 tabung untuk balnko dan 2 tabung untuk standar berupa
rumput gajah yang telah diketahui kecernaan secara in vivo.
7. Setelah inkubasi berlangsung selama 48 jam tabung-tabung diambil dari inkubator dan
aktifitas mikroba dihentikan dengan cara direndam dalam air es.
8. Dilakukan centrifuge pada 2500 rpm selama 15 menit.
9. Residu sampel yang hasil centrifuge pada 2500 rpm selama 15 menit akan ditambah dengan
50 ml larutan HCL – Pepsin, dimasukkan kembali ke dalam inkubator pada suhu 39 0C,
selanjutnya diinkubasikan selama 48 jam, tanpa penutup bunsen valve dan dikocok 2 kali
sehari.
10. Kemudian didigeti selama 48 jam, tabung diambil dan dipindahkan isi tabung fermentor ke
dalam kertas saring yang telah ditimbang.
11. Kertas saring dan residu dikeringkan dalam oven 105 0C satu malam, kemudian didinginkan
dalam eksikator dan ditimbang untuk mengetahui kehilangan bahan kering.
12. Bahan organik diperoleh dengan mengabukan kertas saring dan residu dalam tanur pada
suhu 550 0C selama 4 jam atau sampai sampel berwarna putih, didinginkan di dalam
eksikator dan ditimbang.
Dihitung presentase KcBK dan KcBO dikalikan kecernaan sampel standar sebagai faktor
korelasi. Berikut rumus kecernaan bahan kering (KcBK) dan kecernaan bahan organik (KcBO)
yaitu :
1. Kecernaan Bahan Kering (KcBK) (%)
=BK sampel − (BK residu − BK blangko)
BK sampelx 100 % x
KcBK standar in − vivo
KcBK standar in − vitro
2. Kecernaan Bahan Organik (KcBO) (%)
=BO sampel − (BO residu − BO blangko)
BO sampelx 100 % x
KcBO standar in − vivo
KcBO standar in − vitro
Page 34 of 52
Tanda Tangan Dosen/Asisten :
…………………………………………………
………………………………….
Laporan Sementara :
Page 35 of 52
Tanda Tangan Dosen/Asisten :
…………………………………………………
………………………………….
Laporan Sementara :
Page 36 of 52
Materi III
Pengukuran produksi gas (Makkar et al. 1995)
Dasar Teori
Alat-alat :
1. Syringe (diameter 32 mm, panjang 200 mm, volume 100 ml)
2. Waterbath
3. Termometer
4. Erlenmayer 2000 ml
5. Pipet piston
6. Timbangan analitik
7. Beaker glass
Bahan kimia :
1. NaHCO3
2. NH4HCO3
3. Na2HPO4
4. KH2HPO4
5. MgSO4 7H2O
6. NaCL
7. CaCL2 2 H2O
8. MNCL2 4 H2O
9. CoCl2 6 H2O
10. FeCL3 6 H2O
11. Resazurin
12. Na2S 9H2O
13. NaOH 1 M
Prosedur :
Sampel digiling dengan ukuran 1 mm dan ditimbang sebnayak 0.5 gram BK dimasukkan
dalam dasar syiringe (dengan ukuran diameter 32 mm, panjang 200 mm, volume 100 ml).
Selanjutnya sebelum piston dimasukka ke dalam syiringe, terlebih dahulu diolesi dengan dengan
vaselin. Ujung dari syringe dihubungkan dengan selang karet silicon panjangnnya sekitar 5 cm dan
dapat ditutup dengan klep plastik. Cairan rumen yang digunakan dalam pengukuran gas tersebut
berasal dari 1 ekor sapi PFH jantan yang berfistula, yang telah disaring terlabuh dahulu. Cairan
rumen sebelum dimasukkan dalam sringe dicampur terlebih dahulu dengan larutan buffer dangan
perbandingan 1:3.41 (v/v).
Larutan buffer (tipa 1 liter) terdiri dari : NaHCO3 35 gram + NH4HCO3 4 gram, dilarutkan
dalam 1 liter aquadest. Larutan makro mineral (tiap 1 liter) terdiri dari : Na2HPO4 5,7 gram +
KH2HPO4 6,2 gram + MgSO4 7 H2O 0,6 gram + NaCL 2,22 gram dilarutkan dalam 1 liter aquadest.
Larutan mikro mineral (tiap 100 ml) terdiri dari CaCL2 2 H2O 13,2 gram+MNCL2 4 H2O 10
gram+CoCl2 6 H2O +FeCL3 6 H2O 0,8 gram, dilarutkan dalam aquadest sampai volumenya 100 ml.
Larutan resazurin : 0,1 gram resazurin dilarutkan dengan aqudest sampai volumenya 100 ml.
Redukter solvent (di- buat sesaat sebelum mengambil cairan rumen) terdiri dari Na2S 9H2O 0,58
gram + NaOH 1 M 3,7 ml.
Larutan buffer campuran terdiri dari :
Page 37 of 52
Tanda Tangan Dosen/Asisten :
…………………………………………………
………………………………….
- Aquadest : 1095 ml
- Buffer : 730 ml
- Makro mineral : 365 ml
- Mikro mineral : 0,23 ml
- Resazurin : 1 ml
- Reduktor : 60 ml
Larutan buffer campuran ini dimasukkan dalam labu, dicampur dan dipanas-kan pada suhu
390C dalam waterbath. Gas CO2 dialirkan, sementara itu reduktor ditambahkan. Larutan yang
berwarna kebiru-biruan akan berubah menjadi agak merah kemudian menjadi tidak berwarna.
Cairan rumen dari cairan feses sebanyak 660 ml masing-masing dimasukkan kedalam labu, dan
CO2 tetap dialirkan dalam labu. Larutan buffer campuran dengan cairan rumen tersebut dimasukkan
dalam syringe dengan menggunakan pipet otomatis sebanyak 50 ml. Gelembung-gelembung udara
yang ada dalam syringe dikeluarkan secara perlahan melalui selang silikon selanjutnya klip plastik
pada selang silikon ditutup dan dibaca volumenya (V0), kemudian syringe ditempatkan dalam
waterbath pada suhu 390 C. Blanko dibuat dengan cara seperti diatas hanya tanpa penambahan
sampel. Pada pengukuran volume produksi gas dicatat setelah inkubasi 2, 4, 8, 12, 24, dan 48 jam.
Produksi gas dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Vblanko = Vblanko t – VO
Produksi gas = (V1-V0-Vblanko)
Page 38 of 52
Tanda Tangan Dosen/Asisten :
…………………………………………………
………………………………….
Laporan Sementara :
Page 39 of 52
Laporan Sementara :
Materi IV
Page 40 of 52
Tanda Tangan Dosen/Asisten :
…………………………………………………
………………………………….
Pengukuran NH3
Dasar Teori
Prinsip:
Amonia (NH3) akan menguap apabila bereaksi dengan Natrium Karbonat (NaCO3),
kemudian ditangkap oleh asam borat (H3BO4) berindikator Metil Merah dan Brom Kresol,
kemudian dilakukan titrasi dengan H2SO4 0,005 N sampai warna semula, banyaknya H2SO4 untuk
merubah warna merupakan indikasi banyaknya kandungan NH3.
Alat-alat:
Petridish volume Conway, pipet ukur, beaker glass, buret dan PH meter.
Bahan:
Sampel cairan rumen, vaselin, H2SO4 pekat, larutan H3BO3 4% berindikator metal merah
dan brom kresol hijau, Na2CO3 jenuh dan H2SO4 0,005 N.
Prosedur Kerja:
1. 5 ml cairan rumen dari syringe setelah pembacaan produksi gas pada inkubasi jam 24 jam ke
botol yang telah diisi 5 tetes H2SO4 pekat guna menghenti kan proses fermentasi mikroba
serta mengikat N agar tidak menguap.
2. Sebelumnya cawan Conway dan tutupnya telah diolesi vaselin
3. kemudian sebanyak 1 ml cairan supernatan dimasukkan kedalam salah satu ujung alur
cawan, sedangkan pada ujung yang lain dimasukkan 1 ml NaCO3 jenuh.
4. Pada bagian tengah cawan dimasukkan 1 ml larutan H3BO3 berindikator metil merah dan
Brom Kresol hijau ber PH 5,2.
5. Cawan conway ditutup dengan cepat dan rapat lalu cawan dimiringkan dengan harapan
larutan Na2CO3 jenuh dapat bercampur dengan supernatan.
6. Setelah disimpan selama 24 jam dalam suhu kamar, dilakukan titrasi pada larutan H3BO3
dengan menggunakan larutan H2SO4 0,005 N hingga warna berubah dari biru menjadi
merah jingga (seperti warna semula).
Kadar NH3 mg/100 ml cairan rumen dihitung dengan rumus:
Konsentrasi NH3 = ml titrasi H2SO4 x n H2SO4 x BM NH3
(mg/ml cairan rumen) ml sampel
ml H2SO4 = Titrasi H2SO4
n H2SO4 = Normalitas H2SO4 (0,005 N)
BM NH3 = berat molekul NH3 (17)
Page 41 of 52
Tanda Tangan Dosen/Asisten :
…………………………………………………
………………………………….
Laporan Sementara :
Page 42 of 52
Laporan Sementara :
B.Materi Lapang
Page 43 of 52
Tanda Tangan Dosen/Asisten :
…………………………………………………
………………………………….
Materi I
Pengambilan Sampel Pakan, Feses dan Urin
Dasar Teori
Pada periode pengumpulan data, pakan yang diberikan pada tiap ekor ternak dan yang
tersisa, urine dan juga feses yang dikeluarkannya ditimbang setiap hari dan sampel masing-masing
diambil. Kemudian sampel yang terkumpul dianalisa kandungan zat makanannya di laboratorium.
Alat yang digunakan :
1. Timbangan analitik
2. Kantong plastik
3. Label
4. Alat semprot
5. Penyaring
6. Gelas ukur
Prosedur Pengambilan Sampel :
1. Pengambilan sampel bahan pakan :
Sampel hijauan 200 g, diambil setiap kali pemberian pakan dimasukkan dalam kantong
plastik dan diberi label
Sampel konsentrat 50 g, diambil satu kali karena kandungan nutrisinya konstan, masukkan
dalam kantong plastik dan diberi label
2. Pengambilan sampel sisa pakan
Diambil pada pagi hari
Ditimbang seluruh sisa pakan dan diambil sampel sisa pakan sebanyak 10 % dari bobot
sisa pakan, dimasukkan dalam kantong plastik dan diberi label
3. Pengambilan sampel urine
Diambil pagi hari seluruh urine
Disaring urine dan dimasukkan dalam gelas ukur (ukur volume)
Diambil sampel sebanyak 10 %
Dimasukkan botol, ditetesi dengan H2SO4 dan diberi label
4. Pengambilan sampel feses
Diambil feses pada pagi hari dan ditimbang
Diambil sampel sebanyak 10 % dari bobot feses
Dimasukkan dalam kantong plastik, semprot formalin dan diberi label
Page 44 of 52
Tanda Tangan Dosen/Asisten :
…………………………………………………
………………………………….
Laporan Sementara :
Page 45 of 52
Laporan Sementara :
Materi II
Page 46 of 52
Kecernaan In Vivo
Dasar Teori
Pengukuran daya cerna secara in vivo merupakan cara pengukuran daya cerna suatu pakan
dengan menggunakan hewan percobaan. Pakan yang diuji diberikan secara langsung pada hewan
percobaan, kemudian diukur berapa jumlah yang dikonsumsi dan yang dikeluarkan lewat feses.
Pakan yang dikonsumsi merupakan selisih antara jumlah pakan yang diberikan dan jumlah pakan
yang tersisa. Pengukuran ini menggunakan kandang khusus yang disebut kandang metabolis, yaitu
kandang yang dilengkapi dengan tempat pakan, tempat minum dan tempat koleksi feses serta urine.
Dalam pelaksanaannya, pengukuran daya cerna dengan cara ini dilakukan paling sedikit
selama 14 hari yang dibagi menjadi dua periode yaitu periode pendahuluan (preliminary period)
dan periode pengumpulan data (collecting period). Periode pendahuluan dilakukan sedikitnya
selama 7 hari atau sampai hewan percobaan terbiasa dengan pakan yang sedang diuji. Hal ini
ditandai dengan konsumsi pakan yang relatif konstan setiap hari. Tujuan periode ini adalah agar
terjadi penyesuaian hewan percobaan terhadap pakan yang sedang diuji dan untuk meniadakan
pengaruh pakan yang dikonsumsi oleh ternak pada beberapa waktu sebelumnya. Setelah periode
pendahuluan dilaksanakan maka diikuti dengan periode pengumpulan data yang dilakukan selama
7-14 hari. Pada periode ini, pakan yang diberikan pada tiap ekor ternak dan yang tersisa dan juga
feses yang dikeluarkannya ditimbang setiap hari dan sampel masing-masing diambil sebanyak
kurang lebih 10 %. Kemudian sampel yang terkumpul dianalisa kandungan zat makanannya di
laboratorium.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
- Timbangan
- Kandang metabolis sebanyak ternak yang digunakan
- Ember penampung/pengumpul feses masing-masing kandang 1 buah
- Ember pengumpul urine masing-masing kandang 1 buah
- Kantong plastik tempat sampel urine, feses, pakan hijauan dan konsentrat
- Sebuah freezer atau kulkas
- Spidol permanen untuk memberi tanda
- Gelas ukur 10 ml
- Chopper untuk hijauan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
- Kambing
- Pakan ternak kambing (hijauan dan konsentrat)
- Air minum
- Larutan H2SO4 10%
- Formalin
Page 47 of 52
Tanda Tangan Dosen/Asisten :
…………………………………………………
………………………………….
Laporan Sementara :
Page 48 of 52
Tanda Tangan Dosen/Asisten :
…………………………………………………
………………………………….
Laporan Sementara :
Page 49 of 52
Materi III
Kecernaan In Sacco
Dasar Teori
Untuk mengetahui nilai manfaat suatu pakan perlu dilakukan percobaan kecernaan pakan pada
ternak, karena dari hasil analisis kimia terhadap suatu pakan hanya menggambarkan nilai zat-zat
makanannya tanpa nilai manfaatnya. Kecernaan in sacco merupakan pengukuran kecernaan pakan dengan
memasukkan bahan pakan dalam kantong nilon ke dalam alat pencernaan ruminansia. Kecemaan secara in
sacco dengan menggunakan metode kantong nilon adalah suatu metode yang sederhana untuk mendapatkan
informasi dasar tentang nilai nutrisi pakan (kecernaan), dengan cara menempatkan kantong nilon berisi
sampel pakan di dalam rumen selama waktu tertentu. Pori-pori kantong nilon berkisar antara 20- 50m yang
ditempatkan dalam rumen temak ruminansia meialui canula, berat sampel yang di masukkan kedalam
kantong nilon berkisar 2,5-5 gram bahan kering. Faktor yang mempengaruhi kecemaan in sacco antara lain :
lama inkubasi, ukuran sampel dan saat pencucian. Masa inkubasi pakan di dalam rumen meialui percobaan
kecemaan in sacco adalah 12-36 jam untuk konsentrat, 24-60 jam untuk hijauan bemilai nutrisi baik dan 48-
72 jam untuk hijauan berserat kasar tinggi, sehingga dengan mengetahui jumlah pakan yang hilang dari
kantong nilon, maka dapat diketahui koefesien kecemaan dan laju degradasi.
Penentuan degradasi bahan pakan di dalam rumen pada berbagai masa inkubasi telah
dijelaskan oleh Ørskov et al. (1980).
Penyiapan sampel
Materi yang digunakan adalah satu ekor sapi berfistula rumen dengan diameter bagian
dalam 1 cm. Selama percobaan, sapi diberi makanan basal yang mengandung bahan pakan sesuai
perlakuan secara ad libitum. Kantung yang digunakan dalam percobaan berbahan polyester dengan
ukuran 6 cm x 12 cm dengan lubang pori-pori lebih kurang 60 mikron. Berat kantung nilon kering
sekitar 0,5 g-1,0 g. Setiap kantung diberi nomor sebagai tanda perlakuan, dan setiap bahan pakan
membutuhkan dua kantung untuk pengamatan secara duplo. Sampel yang digunakan adalah bahan
pakan kering udara (as fed basis) dan telah dihaluskan dengan hammer mill sampai berukuran 1
mm.
Prosedur Teknik Kantung Nilon
Teknik kantung nilon ini dapat digunakan untuk menyaring pakan pada tingkat taksiran awal
nilai gizinya. Prosedur teknik kantung nilon adalah sebagai berikut:
1. Timbang kantung nilon kering, kemudian catat bobot kantung (a gram).
2. Timbang 3 gram untuk bahan pakan hijauan atau 5 gram untuk bahan pakan sumber
protein (biji-bijian), kemudian catat bobot bahan (b gram).
3. Ikat kantung nilon pada tali plastik yang telah diberi pemberat. ƒ
4. Masukkan ke dalam rumen untuk inkubasi pada waktu yang berbeda-beda.
Masa inkubasi
Sampel dimasukkan kedalam rumen untuk inkubasi selama 3 jam, 6 jam, 12 jam, 24 jam,
48 jam, dan 72 jam. Masa inkubasi 0 jam berarti sampel tidak dimasukkan ke dalam
rumen, tetapi cukup dicuci dengan air mengalir selama lima menit untuk menghilangkan
partikel-partikel terlarut, kemudian dikeringkan pada 60ºC selama 18–24 jam.
Mengambil kantung dari rumen, pencucian, dan pengeringan:
Page 50 of 52
1. Keluarkan kantung nilon beserta tali dari dalam rumen dan masukkan ke dalam timba
yang berisi air hangat untuk menjaga fermentasi dan mencuci partikel-partikel pakan
keluar dari kantung.
2. Lepas kantung nilon dari tali pengikat dengan menggunakan gunting.
3.Cuci kantung nilon dengan air mengalir sampai air berwarna jernih.
4. Keringkan kantung nilon pada 60ºC selama 18-24 jam atau sampai beratnya tidak
berubah.
5. Timbang kantung nilon beserta bahan pakan, catat bobot sampel (c gram).
6. Persentase residu sampel dapat dihitung menggunakan rumus:
Laju degradasi BK dapat dihitung menggunakan persamaan Ørskov dan McDonald
(1979):
p = a + b (1- e -ct), di mana:
p = degradabilitas pada waktu t.
a = bagian yang dapat larut dalam air (%, waktu 0 jam)
b = bagian yang potensial dapat didegradasi (%)
c = laju degradasi dari b (%/jam)
e = konstanta eksponensial
t = waktu inkubasi (jam)
Nilai parameter degradasi a, b, dan c dihitung dengan menggunakan paket program
Neway Excel.
Page 51 of 52
Tanda Tangan Dosen/Asisten :
…………………………………………………
………………………………….
Laporan Sementara :
Page 52 of 52
Tanda Tangan Dosen/Asisten :
…………………………………………………
………………………………….
Laporan Sementara :