Manifestasi Klinik

14
Manifestasi Klinik Manifestasi klinik yang dapat terjadi diantaranya penurunan berat badan, meningkatnya kelemahan, muntah, diare, anoreksia, nyeri sendi, postural hipotensi, atau pusing postural mungkin terjadi. Adanya peningkatan figmentasi dapat terjadi sebagai akibat meningkatnya hormone ACTH. (Tarwoto, 2012) Onset insufisiensi adrenokorteks kronis biasanya bertahap. Gambaran awal sering mencakup kelemahan progresif dan mudah lelah, yang mungkin diabaikan karena dianngap sebagai keluhan nonspesifik. Gangguan saluran cerna sering terjadi dan mencakup anoreksia, mual, muntah, penurunan berat badan dan diare. Pada pasien dengan penyakit adrenal primer, peningkatan kadar hormon precursor ACTH merangsang melanosit sehingga terjadi hiperpigmentasi di permukaan kulit dan mukosa. Wajah, ketiak, putting payudara, areola dan perineum adalah tempat yang sering mengalami hiperpigmentasi. Sebaliknya, hiperpigmentasi tidak ditemukan pada pasien dengan insufisiensi akibat penyakit hipofisis dan hipotalamus primer. Penurunan aktivitas mineralkortikoid pada pasien dengan insufisiensi adrenal menyebabkan retensi kalium dan pengeluaran natrium sehingga terjadi hiperkalemia, hiponatremia, deplesi volume, dan hipotensi. Jantung sering lebih kecil daripada normal, mungkin karena hipovolemia kronis. Kadang terjadi hipoglikemia akibat defisiensi glukokortikoid dan gangguan glukoneogenesis. Stress, seperti infeksi trauma, atau pembedahan pada para pasien ini dapat memicu suatu krisis adrenal akut, yang bermanifestasi sebagai muntah-muntah hebat, nyeri abdomen, hipotensi, koma, dan kolaps vaskular. Kematian cepat terjadi, kecuali jika pasien segera diberi kortikosteroid. (Vinay dkk, 2007) Test Diagnostik Menurut Tarwoto (2012), test diagnostik penyakit Addison adalah sebagai berikut :

Transcript of Manifestasi Klinik

Page 1: Manifestasi Klinik

Manifestasi Klinik

Manifestasi klinik yang dapat terjadi diantaranya penurunan berat badan, meningkatnya kelemahan, muntah, diare, anoreksia, nyeri sendi, postural hipotensi, atau pusing postural mungkin terjadi. Adanya peningkatan figmentasi dapat terjadi sebagai akibat meningkatnya hormone ACTH. (Tarwoto, 2012)

Onset insufisiensi adrenokorteks kronis biasanya bertahap. Gambaran awal sering mencakup kelemahan progresif dan mudah lelah, yang mungkin diabaikan karena dianngap sebagai keluhan nonspesifik. Gangguan saluran cerna sering terjadi dan mencakup anoreksia, mual, muntah, penurunan berat badan dan diare. Pada pasien dengan penyakit adrenal primer, peningkatan kadar hormon precursor ACTH merangsang melanosit sehingga terjadi hiperpigmentasi di permukaan kulit dan mukosa. Wajah, ketiak, putting payudara, areola dan perineum adalah tempat yang sering mengalami hiperpigmentasi. Sebaliknya, hiperpigmentasi tidak ditemukan pada pasien dengan insufisiensi akibat penyakit hipofisis dan hipotalamus primer. Penurunan aktivitas mineralkortikoid pada pasien dengan insufisiensi adrenal menyebabkan retensi kalium dan pengeluaran natrium sehingga terjadi hiperkalemia, hiponatremia, deplesi volume, dan hipotensi. Jantung sering lebih kecil daripada normal, mungkin karena hipovolemia kronis. Kadang terjadi hipoglikemia akibat defisiensi glukokortikoid dan gangguan glukoneogenesis. Stress, seperti infeksi trauma, atau pembedahan pada para pasien ini dapat memicu suatu krisis adrenal akut, yang bermanifestasi sebagai muntah-muntah hebat, nyeri abdomen, hipotensi, koma, dan kolaps vaskular. Kematian cepat terjadi, kecuali jika pasien segera diberi kortikosteroid. (Vinay dkk, 2007)

Test Diagnostik

Menurut Tarwoto (2012), test diagnostik penyakit Addison adalah sebagai berikut :

1. Pengukuran hormon kortisol dan androgen, untuk mengukur kortosol total plasma (terikat dan bebas) menggunakan radioimmunoassay. Pada keadaan normal kadar kortisol plasma tergantung keadaan pasien dan waktu pengukuran. Pada keadaan stress, saat pembedahan dan setelah trauma dapat mencapai 40-60 µg/dL, pada pagi hari jam 8 pagi berkisar 3-20µg/dL. Nilai rata-rata normal kortiol plasma 10-12 µg/dL. Pada hipoadrenal, terjadi penurunan kadar kortisol plasma kurang dari 5µg/dL.

2. Hormon ACTH plasma, dengan pengukuran menggunakan immunoradiometric assay, kadar normal ACTH sekitar 10-50 pg/mL. Pada insufisiensi adrenal primer kadar ACTH meningkat dapat lebih dari 250 pg/mL, sebaliknya pada hipoadrenalisme sekunder kadar ACTH plasma kurang dari pg/mL.

3. Pemeriksaan serum darah :a. Sodium menurun (N: 136-145 mEq/L)b. Potasium meningkat (N: 3.5-5.0 mEq/L)c. Kalsium meningkat (N: total 9-10.5 mg/L)

Page 2: Manifestasi Klinik

d. Bikarbonat meningkat (N: 23-30 mEq/L)e. BUN meningkat (N: 10-20 mg/dl)f. Glukosa menurun atau normal (N: 70-115mg/dl)g. Kortisol menurun (N: pagi 5-23 mcg/dl. Sore 3-13 mcg/dl)

4. Peningkatan ion natrium urin5. Pemeriksaan radiologi seperti CT scan, magnetic resonance imaging (MRI) untuk

memeriksa kelenjar adrenal dan pituitari. 6. Pemeriksaan EKG menunjukkan tanda-tanda hiperkalemia : kompleks QRS yang

melebar dan peningkatan PR interval.

Penatalaksanaan1. Perlu diperhatikan pemulihan cair dan elektrolit, rehidrasi cairan dan pemberian

elektrolit.2. Pembelian dextrose 5%, bolus IV glukosa untuk koreksi hipoglikemia.3. Pemberian hidrokortison 15-30 mg, terbagi dalam, 2/3 dosis diberikan pagi hari dan 1/3

diberikan pada sore hari.4. Fluodocortisone acetat, untuk mencegah kehilangan natrium dan mengatasi postural

hipotensi, kelemahan dan hiperkalemia.5. Pemberian antibiotic atau terapi anti TBC sesuai dengan indikasi.6. Pemberian diet tinggi kalori, karbohidral, protein dan vitamin, diberikan dalam sekali

kecil tapi sering untuk mengurangi mual dan muntah.

Pengkajian Keperawatan1. Riwayat keperawatan

a. Riwayat penyakit gangguan endokrinb. Riwayat keluarga dengan masalah yang samac. Kehamilan, pembedahan adrenal atau trauma, infeksid. Riwayat penggunaan obat glukokortikoid atau steroid dalam waktu yang lama

2. Keluhan utamaa. Kelemahan ototb. Kelelahanc. Mual, muntahd. Nyeri abdomene. Demamf. Pusing dan postural hipotensig. Penurunan berat badanh. Gangguan menstruasi.

3. Pemeriksaan fisika. Peningkatan pigmentasi pada kulitb. Pengecilan ukuran jantung, nadi lemahc. Penurunan berat badan

Page 3: Manifestasi Klinik

d. Pertumbuhan rambut ketiak jarange. Berat badan menurunf. Dehidrasi g. Sianosis dapat terjadi pada krisis adrenal

DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI1. Resiko infeksi berhubungan dengan efek status immunologic sekunder penurunan

fungsi adrenal.Tujuan : Infeksi tidak terjadi, pasien bebas dari infeksiKriteria hasil :a. Tanda-tanda infeksi tidak ada b. Suhu tubuh dalam batas normalc. Leukosit dalam batas normald. Kadar hormon korteks adrenal dalam batas normale. Hasil kultur negatiff. Bunyi paru normalData yang mungkin muncula. Hormon korteks adrenal menurunb. Anemiac. Berat badan menurun

Intervensi keperawatan Rasional1. Monitor dan catat tanda-tanda infeksi

seperti demam, leukositosis, perubahan warna urin, nyeri.

Infeksi mudah terjadi pada penurunan respon imun.

2. Monitoring temperatur setiap 4 jam, dan tanda vital lainnya.

Suhu tubuh meningkat pada keadaan infeksi, nadi, pernapasan meningkat.

3. Gunakan teknik aseptik dan antiseptik pada tindakan invasive.

Mengurangi resiko infeksi

4. Berikan nutrisi tinggi kalori dan tinggi protein.

Meningkatkan daya tahan tubuh

5. Laksanakan program pengobatan kortikosteroid.

Meningkatkan kadar hormon korteks adrenal

6. Batasi kontak dengan pengunjung, lakukan pemakaian masker kepada pasien dan pengunjung.

Mengurangi infeksi silang

2. Resiko injuri : krisis Addison berhubungan penurunan fungsi adrenal.Tujuan : Tidak terjadi tanda-tanda krisis AddisonKriteria hasil :a. Tanda-tanda krisis Addison tidak adab. Suhu tubuh dalam batas normal

Page 4: Manifestasi Klinik

c. Tanda vital dalam batas normald. Tidak ada perubahan status emosional, mental dan kesadaran baike. Mual, muntah, nyeri abdomen tidak adaf. Kadar hormon korteks adrenal dalam batas normalg. Tanda-tanda shock tidak adaData yang mungkin muncula. Hormon korteks adrenal menurunb. Mual, muntah, nyeri abdomenc. Tekanan darah menurund. Turgor kulit kurange. Gula darah menurun

Intervensi keperawatan Rasional 1. Monitor tanda-tanda krisis Addison Krisis Addison biasanya berkembang

pada 23-48 jam2. Monitor adanya kelemahan, nyeri

abdomen berat, demam, hipotensiPencegahan dini krisis Addison

3. Monitoring perubahan status emosional, penurunan kesadaran dan orientasi

Tanda awal terjadinya krisis Addison

4. Koreksi keadaan cairan dan elektrolit

Memperbaiki keseimbangan cairan elektrolit

5. Monitoring glikosa darah Gula darah menurun pada hipofungsi adrenal

6. Laksanakan program pengobatan : pemberian kortikosteroid dan propilaksis anibiotik

Membantu mencegah krisis Addison

7. Jika terjadi krisis Addison berikan :a. Terapi vasopresor, hidrokortisonb. Berikan cairan IV untuk

mempertahankan sirkulasi

c. Monitor tanda vital setiap 15 menit, catat perubahan, pola napas dan nadi

d. Berikan oksigen

e. Monitoring irama jantung dan EKG

f. Monitoring gula darahg. Monitoring elektrolit

Untuk mempertahankan tekanan darah dan kortisol

Shock dapat terjadi pada krisis Addison, sehingga perlu monitor lebih dini

Sianosis dapat terjadi pada krisis Addison

Keadaan hipokalemia meningkatkan kontraksi ventrikel yang premature, gelombang T depresi, hiperkalsemia menimbulkan gelombang T yang tinggi

Mempertahankan gula darah Elektrolit yang sering mengalami

ketidakseimbangan adalah kalium,

Page 5: Manifestasi Klinik

natrium, klorida, dan kalsium. 8. Tempatkan pasien pada tuangan

yang nyaman dan tidak banyak gangguan

Keadaan bising, rebut dan tidak nyaman dapat meningkatkan stress pasien sehingga mempercepat keadaan krisis Addison

3. Aktivitas intoleran berhubungan dengan kelemahan dan kelelahan sekunder penurunan kardiak outputTujuan : Pasien dapat melakukan aktivitas secara maksimalKriteria hasil :a. Kemampuan aktivitas pasien meningkatb. Hipotensi tidak terjadic. Kelemahan dan keletihan tidak adad. Pola napas teratur, tidak ada nyeri dada dan disritmiaData yang mungkin muncula. Kelemahan otot dan keletihanb. Anemiac. Hipotensid. Ketidakseimbangan elektrolite. Irama jantung tidak teratur

Intervensi keperawatan Rasional1. Kaji kemampuan pasien dalam

beraktivitasMengetahui kemampuan pasien dalam aktivitas

2. Monitor adanya takikardia dan takipneu setelah aktivitas

Aktivitas membutuhkan energy dan oksigen, sehingga kerja jantung dan paru meningkat

3. Lakukan aktivitas secara bertahap Meningkatkan kemampuan aktivitas pasien

4. Anjurkan kepada pasien untuk istirahat yang cukup

Memulihkan kondisi pasien

5. Bantu pasien melakukan ROM akif atau pasif

Memningkatkan kemampuan aktivitas pasien

6. Laksanakan program pengobatan :Pemberian kortikosteroid

Penurunan aktivitas disebabkan penurunan kadar kortisol

4. Deficit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan sekunder dieresisTujuan : Pasien dapat menunjukkan volume cairan tubuhKriteri hasil :a. Tanda vital dalam batas normal b. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi seperti turgor kulit baik, tidak ada rasa haus,c. Intake dan output cairan seimbangd. Kadar elektrolit dalam batas normale. Output urin lebih besar dari 30 mL/jam

Page 6: Manifestasi Klinik

Data yang mungkin muncula. Ketidakseimbangan elektrolitb. Intake dan output cairan tidak seimbangc. Diuresisd. Hipotensi, nadi cepate. Tanda-tanda dehidrasif. EKG tidak normal

Intervensi keperawatan Rasional 1. Kaji status cairan dan elektrolit

pasienKeadaan diuresis dapat mengalami ketidakseimbangan cairan dan elektrolit

2. Kaji tanda-tanda dehisrasi Keadaan diuresis dapat mengalami ketidakseimbangan cairan dan elektrolit dan dehidrasi

3. Kaji warna urin, konsentrasi dan jumlah urin

Volume urin akan menurun, konsentrasi meningkat dan warna menjadi lebih keruh pada kekurangan cairan

4. Kaji kelemahan, keletihan, kemungkinan paralisis dan gangguan sensori

Tanda hiperkalemia dapat terjadi pada aldosteron yang rendah

5. Monitor tanda vital setiap 24 jam Volume cairan yang hilang/kurang mengakibatkan perubahan tanda vital seperti penurunan tekanan darah

6. Kaji hasil EKG Kompleks QRS melebar, peningkatan PR interval

7. Monitor dan catat intake dan output cairan

Mengetahui keseimbangan cairan pasien

8. Timbang berat badan setiap hari Kehilanga cairan menimbulkan penurunan berat badan yang cepat

9. Berikan pasien minum dalam batas toleransi

Mengganti cairan yang hilang

10. Laksanakan program pengobatan :

mineralokortikoid seperti flurocortison astat

Menigkatkan kadar aldosteron

5. Resiko ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan menurunnya enzim gastrointestinal, menurunnya selera makan, mual, muntahTujuan : Pasien dapat memperlihatkan status nutrisi yang optimal, mempertahankan bera badan.Kriteria hasil : a. Nafsu makan pasien baikb. Mual dan muntah tidak adac. Menghabiskan makanan yang telah diberikand. Berat badan stabil

Page 7: Manifestasi Klinik

e. Kadar Hb dalam batas normalf. Tanda-tanda anemia tidak adag. Gula darah dalam batas normalData yang mungkin muncul a. Mual, muntahb. Nafsu makan berkurangc. Tidak menghabiskan makanan yang telah disediakand. Penurunan berat badane. Adanya tanda-tanda anemia seperti pucat, mudah lelah, hipotensif. Kadar Hb dibawah normalg. Gula darah dibawah normal

Intervensi keperawatan Rasional 1. Kaji selera makan pasien Kekurangan kortisol mengakibatkan

gangguan fungsi gastrointestinal2. Monitoring berat badan setiap hari Berat badan dapat turun dengan cepat

pada hipofungsi adrenal3. Kaji tanda-tanda kekurangan

nutrisi seperti pucat, kelemahan, hipotensi, konjungtiva anemis

Intake makanan yang tidak adekuat menyebabkan gizi kurang

4. Monitor gula darah pasien, nilai Hb

Gula darah menurun pada anemia dan hipofungsi adrenal

5. Berikan makanan dalam porsi kecil dan sering sesuai batas toleransi

Mengurangi rasa mual dan kebutuhan nutrisi terpenuhi

6. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam merencanakan gizi yang sesuai tinggi protein, rendah karbohidrat, tinggi sodium

Memenuhi kebutuhan nutrisi, mencegah higlikemia dan hiponatremia

7. Jelaskan tentang diet makanan dan pentingnya nutrisi pada pasien

Meningkatkan motivasi dan kolaborasi dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi.

6. Tidak efektifnya regimen managemen trapi berhubungan dengan kurangnya pengetahuan, kurang pengalaman, baru terpapar terapi hipofungsi adrenal.Tujuan : Pasien secara verbal menyatakan mengetahui dan memahami hipofungsi adrenal, terapi dan perawatannya.Kriteria hasil :a. Pasien menyampaikan secara verbal memahami penyakitnya, terapi dan

perawatannya.b. Pasien kooperatif dalam perawatannya.c. Terapi dapat dilaksanakan sesuai programData yang mungkin muncula. Pasien menanyakan tentang penyakit dan program terapinya

Page 8: Manifestasi Klinik

b. Pasien tidak kooperatifc. Adanya kecemasand. Terapi tidak berjalan sesuai dengan program

Intervensi keperawatan Rasional 1. Kaji pengetahuan pasien tentang

hipofungsi adrenal, termasuk pengobatan

Penanganan hipofungsi adrenal diperlukan pemahaman yang baik tentang penyakit dan terapinya

2. Kaji kemampuan support-sistem dan kemampuan dalam pasien dalam perawatan

Pasien membutuhkan support system dan kemampuan untuk menghindari faktor resiko terjadinya krisis adrenal

3. Kaji kemampuan pasien mengidentifikasi tanda dan gejala krisis adrenal seperti demam, mual, muntah, berat badan menurun

Identifikasi tanda dan gejala dini akan lebih cepat dilakukan penanganan

4. Jelaskan tentang pengobatan seperti aldosteron, kortikosteroid

Pasien lebih kooperatif

5. Instruksikan kepada pasien pemberian glukortikoid setelah makan

Mengurang iritasi lambung

6. Jelaskan pada pasien tentang penyakitnya dan perawatannya

Pemahaman yang baik diharapkan program terapi dapat terlaksana dengan baik

7. Diskusikan dengan pasien tentang hal-hal yang menjadi kendala dalam program terapi

Memecahkan masalah dan kemungkinan terapi dapat dilaksanakan sesuai program

A. Npvhdtdc

B. Etiologi

Pada abad yang lalu, insufisiensi adrenal primer paling sering disebabkan oleh infeksi

tuberculosis. Di Negara seperti Indonesia, India, dan sekitarnya yang angka kejadian

tuberkulosisnya masih tinggi maka infeksi spesifik oleh kuman tuberculosis perlu

dipertimbangkan sebagai penyebab penyakit Addison. Di negara maju seperti Amerika,

tuberkulosis sudah amat jarang bahkan sudah tidak ada sama sekali. (Batubara dkk,

2010)

Penyakit autoimun merupakan penyebab tersering insufisiensi adrenal primer

setelah periode neonatus. Etiologi insufisiensi adrenal primer dapat dibagi tiga kategori

Page 9: Manifestasi Klinik

yaitu disgenesis adrenal, destruksi adrenal, dan gangguan steroidogenesis-1 (SF-1), dan

ketidakpekaan terhadap hormon adrenokortikotropik (ACTH), sedangkan kerusakan

kelenjar adrenal dapat terjadi pada sindrom autoimun poliglandular (SAP),

adrenoleukodistrofi (ALD), perdarahan pada kelenjar adrenal, metastasis pada kelenjar

adrenal, infeksi kelenjar adrenal, dan amiloidosis kelenjar adrenal. Gangguan

steroidogenesis meliputi hyperplasia adrenal congenital (HAK), gangguan pada

mitokondria dan sindrom Smith-Lemli-Opitz. (Batubara dkk, 2010)

Etiologi insufisiensi adrenal primer relatif berbeda-beda bergantung pada

kelompok usia dan jenis kelamin. Misalnya pada saat lahir sering dijumpai perdarahan

adrenal akibat anoksia atau sipsis neonatorum, pada nenonatus lebih sering dijumpai

HAK, sedangkan pada anak yang lebih besar insufisiensi adrenal primer lebih sering

disebabkan oleh sindrom autoimun poliglandular. Pada anak laki-laki lebih banyak

terjadi adrenoleukodistrofi karena banyak ditemukan kelainan pada gen DAX-1,

sedangkan pada pasien dewasa lebih sering ditemukan karena infeksi dan metastasis

tumor. (Batubara dkk, 2010)

Disgenesis kelenjar adrenal

Pembentukan kelenjar adrenal bergantung pada interaksi berbagai gen. kelompok

gen reseptor hormon inti (nuclear hormone receptor gene superfamily) seperti SF-1, gen

1 pada Xp21 (DAX-1), dan gen reseptor ACTH (reseptor melanokortin-2) berperan

penting dalam pembentukan dan perkembangan korteks adrenal normal. Mutasi pada

DAX-1 berhubungan dengan hipoplasia adrenal dan hipogonadisme. Protein DAX-1 dan

SF-1 berperan dalam perkembangan lekuk urogenital (urogenital ridge), ovarium testis,

korteks adrenal, hipotalamus, dan hipofisi anterior. (Batubara dkk, 2010)

Faktor sterodogenesis-1 (steroidogenesis factor-1, SF-1)

SF-1 penting untuk perkembangan korteks adrenal, gonad, dan nucleus

ventromedial hipotalamus. Bagian dari SF-1 juga ditemukan pada promoter hormon

glikoprotein hipofisis subunit α, Mullerian inhibiting substance, dan promoter gen AX-1.

Selain itu,, SF-1 juga berperan sebagai factor transkripsi yang mengatur ekspresi gen

CYP hidroksilase steroid, aldosterone synthase isoenzyme, cholesterol side-chain

celevage (SCC) enzim CYP11A, 3-β-hidrosteroid dehidrogenase, aromatase, dan StAR.

Page 10: Manifestasi Klinik

Kedua reseptor inti (SF-1 dan DAX-1) bekerja sebagai koregulator dan menjadi

komponen kaskade untuk membentuk gonad, adrenal, dan hipotalamus yang normal.

(Batubara dkk, 2010)

Hipoplasia adrenal kongenital

Hipoplasia adrenal kongenital (congenital adrenal hypoplasia) terjadi pada 1 dari 12.500

kelahiran. Hipoplasia adrenal kongenital dibagi menjadi empat