Manajemen Puskesmas Dan Rumah Sakit
-
Upload
mashitadyah -
Category
Documents
-
view
700 -
download
115
description
Transcript of Manajemen Puskesmas Dan Rumah Sakit
MANAJEMEN PUSKESMAS
1. Batasan Puskesmas di Era Desentralisasi
Secara umum tujuan penyelenggaraan Puskesmas di era desentralisasi adalah
untuk mewujudkan Puskesmas yang mampu menyelenggarakan pelayanan kesehatan
yang efisien dan efektif, merata, bermutu, terjangkau dan memenuhi kebutuhan
masyarakat di wilayah kerjanya.
Asas manajemen penyelenggaraan Puskesmas di era desentralisasi berpedoman pada
4 (empat) asas, yaitu:
1. Asas Pertanggungjawaban Wilayah : Artinya Puskesmas bertanggungjawab
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang bertempat tingal di wilayah
kerjanya. Program Puskesmas yang dilaksanakan selain menunggu kunjungan
masyarakat ke Puskesmas (kegiatan dalam gedung Puskesmas/kegiatan pasif),
juga memberikan pelayanan kesehatan sedekat mungkin ke masyarakat
melalui kegiatan di luar gedung (kegiatan aktif/ outreach activities)
2. Asas Pemberdayaan Masyarakat : Artinya Puskesmas wajib memberdayakan
perorangan, keluarga dan masyarakat, agar beperan serta aktif dalam
penyelenggaraan setiap upaya Puskesmas. Untuk itu, berbagai potensi
masyarakat perlu dihimpun melalui pembentukan dan pendayagunaan Badan
Penyantun Puskesmas (BPP). Bentuk peran serta masyarakat dalam pelayanan
kesehatan, antara lain Pos Pelayanan Terpadu Keluarga Berencana-Kesehatan
1
(Posyandu), Pos Kesehatan Desa (Poskesdes), Bina Keluarga Balita (BKB),
Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi), Pos Kesehatan Pesantren (Poskestrena),
Warung Obat Desa, Dana Sehat dan lain-lain,
3. Asas Keterpaduan: Untuk mengatasi keterbatasan sumberdaya serta
diperolehnya hasil yang optimal, penyelenggaraan setiap upaya Puskesmas
harus diselenggarakan secara terpadu. Ada dua macam keterpaduan, yakni:
(a) Keterpaduan Lintas Program, yaitu upaya memadukan penyelenggaraan
berbagai upaya kesehatan yang menjadi tanggungjawab Puskesmas, dan (b)
Keterpaduan Lintas Sektor, yaitu upaya memadukan penyelenggaraan upaya
Puskesmas (wajib, pengembangan dan inovasi) dengan berbagai program dari
sektor terkait tingkat kecamatan, termasuk organisasi kemasyarakatan dan
dunia usaha,
4. Asas Rujukan: Sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama,
kemampuan yang dimiliki oleh Puskesmas terbatas. Puskesmas berhadapan
langsung dengan masyarakat dengan berbagai permasalahan kesehatannnya.
Untuk membantu Puskesmas menyelesaikan berbagai masalah kesehatan
tersebut dan juga untuk meningkatkan efisiensi, maka penyelenggaraan setiap upaya
kesehatan Puskesmas harus ditopang oleh asas rujukan. Saat ini dikembangkan
konsep Puskesmas efektif dan responsif. Puskesmas efektif adalah Puskesmas yang
keberadaannya dirasakan manfaatnya oleh masyarakat serta memberi kepuasan
2
kepada pelanggan dan masyarakat sesuai dengan mutu pelayanan dan
profesionalisme. Puskesmas efektif berarti Puskesmas mampu mengubah perilaku
masyarakat sejalan dengan paradigma sehat, mampu menangani semua masalah
kesehatan di wilayah kerjanya sejalan dengan kewenangan dan sesuai dengan
desentralisasi, serta mampu mempertanggungjawabkan setiap biaya yang dikeluarkan
kepada masyarakat dalam bentuk hasil kegiatan Puskesmas dan dirasakan dampaknya
oleh masyarakat dalam bentuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat di wilayah
kerjanya. Sedangkan Puskesmas responsif adalah Puskesmas yang senantiasa
melindungi seluruh penduduk dari kemungkinan gangguan kesehatan serta tanggap
dan mampu menjawab berbagai masalah kesehatan di wilayah kerjanya. Puskesmas
responsif juga berarti sekecil apapun masalah yang ada harus segera terdeteksi dan
segera ditanggulangi dan dikoordinasikan dengan sarana rujukan kesehatan dan
kedokteran, masyarakat terlindung dari berbagai bencana penyakit dan masalah
kesehatan lainnya, serta tanggap terhadap potensi yang ada di wilayah kerjanya yang
dapat membantu.
2. Pengertian Manajemen Puskesmas
Kata manajemen berasal dari bahasa Latin, yaitu dari asal kata manus yang
berarti tangan dan agere yang berarti melakukan. Kedua kata itu digabungkan
menjadi kata kerja managere yang artinya menangani. Manegere diterjemahkan ke
dalam bahasa Inggris dalam bentuk kata kerja to manage, dengan kata benda
3
management, dan manager untuk orang yang melakukan kegiatan manajemen.
Akhirnya, management diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi
manajemen atau pengelolaan (Usman, 2006).
Manajemen kesehatan merupakan salah satu subsistem dalam Sistem Kesehatan
Nasaional. Subsistem manajemen kesehatan adalah tatanan yang menghimpun
berbagai upaya administrasi kesehatan yang ditopang oleh pengelolaan data dan
informasi pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta
pengaturan hukum kesehatan secara terpadu dan saling mendukung, guna menjamin
tercapainya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Manajemen Puskesmas
didefinisikan sebagai rangkaian kegiatan yang bekerja secara sistematis untuk
menghasilkan output Puskesmas yang efektif dan efisien. Rangkaian kegiatan
sistematis yang dilaksanakan Puskesmas membentuk fungsi-fungsi manajemen.
3. Model Manejemen Puskesmas
3.1 Model PIE (Planning, Implementing, Evaluation)
Model ini adalah yang paling sederhana, karena hanya meliputi 3 fungsi
manajemen yaitu:
1. Planning atau perencanaan,
2. Implementing atau implementasi, dan
3. Controlling atau pemantauan.
4
3.2 Model POAC (Planning, Organizing, Actuating, Controling)
Model ini mempunyai rincian fungsi manajemen sebagai berikut:
1. Planning atau perencanaan,
2. Organizing atau pengorganisasian,
3. Actuating atau penggerakan, dan
4. Controling atau pemantauan.
3.3 Model P1 – P2 – P3
Model ini meliputi :
1. P1 = Perencanaan, berbentuk perencanaan tingkat Puskesmas,
2. P2 = Penggerakan Pelaksanaan, berbentuk mini lokakarya Puskesmas,
3. P3 = Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian, berbentuk Penilaian Kinerja
Puskesmas
P1: Perencanaan
1. Rencana Usulan Kegiatan
2. Rencana Pelaksanaan Kegiatan
P2: Pelaksanaan dan Pengendalian
1. Pengorganisasian
2. Penyelenggaraan
5
3. Pemantauan
P3: Pengawasan dan Pertanggungjawaban
1. Pengawasan internal dan eksternal
2. Pertanggungjawaban
3.4 Model ARRIF (Analisis, Rumusan, Rencana, Implementasi dan Forum
Komunikasi)
Model ini digunakan oleh jajaran Depkes, khususnya yang bergerak di bidang
partisipasi masyarakat. Manajemen ARRIF menghasilakan profil PSM di tingkat
Kecamatan,Kabupaten/Kota,Provinsi.
3.5 Model ARRIME (Analisis, Rumusan, Rencana, Implementasi,
MonitoringdanEvaluasi)
Model ini sebenarnya sama dengan ARRIF, hanya fungsi forum komunikasi
dipecah menjadi monitoring dan evaluasi.
4. Azas Pengelolaan Puskesmas
Dalam mengelolanya, ada empat azas yang harus dipenuhi oleh pelaksana dan
manajer Puskesmas, yaitu azas pertanggungjawaban wilayah, azas pemberdayaan
masyarakat, azas keterpaduan dan azas rujukan.
6
1. Azas Pertanggungjawaban Wilayah
Pengelola wajib meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang
bertempat tinggal di wilayah kerjanya.
2. Azas Pemberdayaan Masyarakat
Puskesmas wajib memberdayakan individu, keluarga, dan masyarakat agar
berperan aktif dalam penyelenggaraan setiap upaya Puskesmas.
3. Azas Keterpaduan
Puskesmas dapat mengatasi keterbatasan sumberdaya agar tetap
memperoleh hasil yang optimal dengan cara menyusun perencanaan
sebaik mungkin.
4. Azas Rujukan
Rujukan kesehatan ini melibatkan upaya kesehatan perorangan, dan upaya
kesehatan masyarakat.
5. Pelaksanaan Fungsi Manajemen di Puskesmas
5.1 Tipe Perencanaan & Rencana Tingkat Puskesmas
Ada dua tipe utama rencana Puskesmas, yaitu Rencana Strategik Puskesmas
dan Rencana Operasional Puskesmas.
7
5.1.1 Rencana Strategik Puskesmas (Micro Planning)
5.1.1.1 Pengertian RSP
Rencana strategik Puskesmas adalah dokumen rencana jangka
menengah atau jangka panjang Puskesmas yang menggambarkan arah
yang harus dituju serta langkah yang harus dilaksanakan. RSP
memusatkan perhatian untuk melakukan pekerjaan yang benar dan
efektif dan bertujuan agar Puskesmas berfungsi dengan baik serta
tanggap dan antisipatif terhadap lingkungan Puskesmas. Rencana
Strategik Puskesmas bersifat jangka menengah atau jangka panjang
sehingga menjadi payung bagi Rencana Operasional (RO) Puskesmas
tahunan dalam periode tersebut. Hal ini berarti bahwa RO Puskesmas
merupakan penjabaran yang lebih rinci dari Rencana Strategik
Puskesmas.
5.1.1.2 Manfaat dan Keuntungan RSP
Adapun manfaat atau keuntungan dari Rencana Strategik Puskesmas,
yaitu:
1. Memberi arah kumulatif jangka panjang yang akan dituju, sehingga
secara keseluruhan RO tahunan Puskesmas dalam kurun waktu 5
(lima) tahun menuju suatu tujuan Puskesmas yang lebih jelas. Hal
ini akan membuat RO tahunan Puskesmas lebih bersifat proaktif
(antisipatif) dan bukannya reaktif;
8
2. Menjamin terjadinya suatu perubahan (change) ke arah yang lebih
baik. Sebaliknya tanpa Rencana Strategik Puskesmas kita
senantiasa menghadapi masalah-masalah yang sama dari waktu ke
waktu, seolah-olah kita berjalan di tempat dalam penyelenggaraan
upaya kesehatan Puskesmas;
3. Membuat organisasi Puskesmas lebih efektif;
4. Mengidentifikasi keunggulan kompetitif organisasi Puskesmas
dalam lingkungan yang semakin beresiko dan kompetitif;
5. Pembuatan Rencana Strategik Puskesmas akan mempertinggi
kemampuan Puskesmas untuk mencegah munculnya masalah di
masa yang akan datang;
6. Keikutsertaan pegawai Puskesmas dalam pembuatan Rencana
Strategik akan lebih memotivasi mereka dalam tahap pelaksanaan;
7. Aktivitas Puskesmas yang tumpang tindih akan dikurangi;
8. Keengganan untuk berubah dari pegawai Puskesmas lama dan
senior dapat dikurangi.
5.1.1.3 Langkah Penyusunan RSP
Tahapan-tahapan penyusunan Rencana Strategik menurut para teoritisi
Manajemen Strategik masih bervariasi dan belum terdapat kesepakatan
umum. Penulis berpendapat bahwa tahapan-tahapan dalam proses
penyusunan Rencana Strategik Puskesmas adalah sebagai berikut:
9
1. Perumusan Visi Puskesmas
Untuk mencapai tujuan Puskesmas yang telah ditetapkan,
diperlukan perumusan visi Puskesmas yang akan diwujudkan, karena
visi itulah yang berperan sebagai “pemandu” tindakan semua
stakeholder Puskesmas di masa depan. Visi Puskesmas ialah maksud
keberadaan Puskesmas dan kegiatan utama yang menjadikan
Puskesmas memiliki jati diri yang khas dan sekaligus membedakannya
dengan organisasi lain yang sejenis. Visi Puskesmas adalah gambaran
ideal dan unik tentang masa depan Puskesmas yang merupakan
pernyataan tentang apa yang ingin dicapai Puskesmas di masa yang
akan datang, realistis dapat dicapai, menarik, dapat dipercaya,
mengikat, memotivasi atau menggugah semangat, menghidupkan,
memberi ilham dan jiwa, memberikan harapan, dan dapat
diimplementasikan dalam program dan kegiatan Puskesmas. Visi
sangat penting bagi Puskesmas sebagai jati diri yang bersifat unik/khas
yang menjawab pertanyaan, mengapa Puskesmas didirikan dan
diselenggarkan, filosofi organisasi Puskesmas dalam pernyataan
kualitas, citra, dan konsep diri, kompetensi inti dan keunggulan
kompetitif yang membedakan dari organisasi lain yang sejenis, siapa
pelanggan yang akan dilayani dan yang akan dipuaskan, serta
pandangan terhadap stakeholder, pelanggan Puskesmas, masyarakat,
10
lingkungan, isu sosial dan pesaing Puskesmas. Visi Puskesmas
menentukan misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan
Puskesmas yang harus dilaksanakan dalam mencapai tujuan
Puskesmas yang telah ditetapkan.
Beberapa ciri yang harus tergambar dengan jelas dalam visi
Puskesmas, antara lain :
a. visi Puskesmas merupakan suatu pernyataan yang bersifat umum
dan berlaku untuk kurun waktu yang panjang tentang “niat”
Puskesmas yang bersangkutan,
b. visi Puskesmas mencakup falsafah yang dianut dan akan digunakan
oleh pengambil keputusan strategik Puskesmas,
c. secara implisit menggambarkan citra yang hendak diproyeksikan ke
masyarakat di wilayah kerja Puskesmas,
d. merupakan pencerminan jati diri Puskesmas yang ingin
diwujudkan, dipelihara, dan dikembangkan,
e. menunjukan jenis pelayanan kesehatan unggulan yang
diselenggarakan Puskesmas,
f. menggambarkan dengan jelas kebutuhan dan keinginan pelanggan
atau pengguna jasa pelayanan kesehatan yang akan diupayakan
Puskesmas.
11
Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas
saat ini adalah tercapainya Kecamatan Sehat menuju terwujudnya
Indonesia Sehat 2010 (Departemen Kesehatan, 2004).
2. Perumusan Misi Puskesmas
Misi Puskesmas adalah maksud atau alasan mendasar
diselenggarakannya program dan kegiatan Puskesmas. Misi Puskesmas
disusun dari konteks masalah, potensi, dan kebutuhan kesehatan
masyarakat di wilayah kerja Puskesmas. Pernyataan misi Puskesmas
adalah suatu pernyataan tentang dasar tujuan dan jangkauan kegiatan
dan program Puskesmas yang membedakan dengan organisasi lain
yang sejenis. Misi merupakan penjabaran visi yang berisikan garis-
garis besar tujuan dan strategi. Misi Puskesmas merupakan upaya
untuk mewujudkan visi Puskesmas menjadi kenyataan. Misi
pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas adalah
mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional. Misi
Puskesmas saat ini adalah :
a. menggerakan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah
kerjanya,
b. mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat
di wilayah kerjanya,
12
c. memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan, dan
keterjangkauan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan
Puskesmas,
d. memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga, dan
masyarakaat beserta lingkungannya (Departemen Kesehatan, 2004).
3. Perumusan Tujuan Puskesmas (goal formulation) atau Penetapan
Sasaran (setting objective)
Tujuan Puskesmas merupakan hasil akhir yang diharapkan.
Perbedaan antara tujuan (goal) dengan sasaran (objective) yaitu goal
digunakan untuk menunjukan pada hasil akhir di masa yang akan
datang yang tidak dapat diukur, sedangkan objective menunjukan pada
hasil akhir di masa yang akan datang yang spesifik, jelas, ringkas, dan
jika mungkin dikuantifikasi sehingga dapat diukur. Tujuan Puskesmas
yang jelas membuat organisasi, pimpinan, dan pegawai Puskesmas
dapat melaksanakan tugas dan memanfaatkan serta mendayagunakan
sumber daya secara efisien. Tujuan strategik merupakan petunjuk dan
arah bagi tujuan RO Puskesmas yang spesifik dan rinci. Tujuan
strategik Puskesmas berhubungan dengan hasil kinerja yang ingin
dicapai oleh Puskesmas. Adapun kriteria kualitas tujuan strategik
Puskesmas adalah :
a. Akseptabel (acceptable)
13
Tujuan dapat diterima oleh pimpinan, pegawai, stakeholder,
pelanggan, dan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas, karena
disusun berdasarkan moralitas, etika, agama, dan nilai-nilai
universal,
b. Fleksibel (flexible)
Tujuan Puskesmas harus bisa menyesuaikan diri dengan
perubahan yang tidak terduga di lingkungan dan pesaing
Puskesmas,
c. Terukur (measurable)
Tujuan Puskesmas harus jelas, terukur, dan konkrit, bisa
dijabarkan pada tujuan RO Puskesmas, dan bisa dilaksanakan,
d. Mendorong (motivating)
Tujuan Puskesmas harus mendorong penampilan kinerja pegawai
dan organisasi Puskesmas yang optimal,
e. Cocok/ sesuai (suitable)
Tujuan Puskesmas sesuai dengan misi Puskesmas,
f. Dapat dipahami (understandable)
Tujuan Puskesmas dapat dipahami dan mempunyai persepsi yang
sama terhadap hakikat serta maknanya, sehingga mendapat
dukungan dan keikutsertaan semua pegawai dan stakeholder
Puskesmas,
14
g. Dapat dicapai (achievable)
Tujuan Puskesmas kemungkinan besar bisa dicapai dengan
memperhatikan perubahan lingkungan Puskesmas (Adaptasi
Siagian, 2004).
Tujuan strategik Puskesmas saat ini adalah mendukung tercapainya
tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
yang bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas agar terwujud
derajat kesehatan yang setingi-tingginya dalam rangka mewujudkan
Indonesia Sehat 2010 (Departemen Kesehatan, 2004).
4. Perumusan Strategi Puskesmas
Strategi adalah suatu rencana umum yang bersifat menyeluruh
(komprehensif) yang mengandung arahan tentang tindakan-tindakan
utama yang apabila terlaksana dengan baik akan berpengaruh pada
tercapainya berbagai tujuan jangka panjang. Dengan kata lain, strategi
merupakan suatu pernyataan tentang cara-cara yang akan digunakan di
masa depan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Perumusan
strategi diawali dengan analisis strategik yang meliputi analisis
lingkungan luar dan lingkungan dalam organisasi Puskesmas. Analisis
strategik biasanya dilakukan dengan analisis SWOT, yaitu analisis
lingkungan dalam sebagai kekuatan (strengths) dan kelemahan
15
(weaknesses) serta analisis lingkungan luar sebagai peluang
(opportunities) dan ancaman (threats).
5. Perumusan Kebijakan Puskesmas
Penentuan berbagai petunjuk untuk memandu cara berpikir, cara
pengambilan keputusan, dan cara bertindak bagi pimpinan dan staf
Puskesmas yang kesemuanya diarahkan pada implemenatasi dan
operasionalisasi strategi Puskesmas. Kebijakan Puskesmas
memberikan sebuah kerangka dasar untuk mengambil keputusan-
keputusan sedemikian rupa, sehingga tindakan-tindakan akan
konsisten pada seluruh sistem yang ada. Kebijakan (policy) dijabarkan
dari strategi dan di dalamnya termasuk prosedur-prosedur, peraturan-
peraturan, dan metode-metode yang digunakan dalam
mengimplementasikan keputusan-keputusan strategik.
6. Penetapan Program dan Kegiatan Puskesmas
Program Puskesmas adalah rencana komprehensif yang meliputi
penggunaan sumber daya untuk masa yang akan datang dalam bentuk
sebuah pola yang terintegrasi dan yang menetapkan suatu urutan
program dan kegiatan yang perlu dilaksanakan serta jadwal waktu
untuk masing-masing program dan kegiatan tersebut dalam rangka
16
usaha mencapai tujuan Puskesmas. Sebuah program dapat meliputi :
tujuan, kebijaksanaan, prosedur, metode, standar, penanggung jawab,
serta anggaran. Program menggariskan kegiatan dan tindakan yang
akan dilaksanakan, oleh siapa dan pihak mana, bilamana, dan di mana.
Ditetapkan pula asumsi, komitmen, dan bidang atau unit kerja yang
akan dipengaruhi dan/atau diiukutsertakan. Untuk tercapainya visi
pembangunan kesehatan melalui Puskesmas yakni terwujudnya
Kecamatan Sehat menuju Indonesia Sehat 2010, Puskesmas
bertanggung jawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan
dan upaya kesehatan masyarakat, yang keduanya jika ditinjau dari
sistem kesehatan nasional merupakan pelayanan kesehatan tingkat
pertama. Upaya kesehatan tersebut dikelompokkan menjadi 2 (dua)
yakni Upaya Kesehatan Wajib dan Upaya Kesehatan Pengembangan.
Upaya kesehatan wajib tersebut harus dilaksanakan oleh setiap
Puskesmas yang ada di Indonesia. Upaya kesehatan wajib disebut juga
program “Basic Six” adalah: Upaya Promosi Kesehatan, Upaya
Kesehatan Lingkungan, Upaya kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga
Berencana, Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat, Upaya Pencegahan dan
Pemberantasan Penyakit Menular, dan Upaya Pengobatan. Sedangkan
upaya kesehatan pengembangan dipilih dari daftar upaya kesehatan
pokok Puskesmas yang telah ada yakni : Upaya Kesehatan Sekolah,
17
Upaya Kesehatan Olah Raga, Upaya Perawatan Kesehatan
Masyarakat, Upaya Kesehatan Kerja, Upaya Kesehatan Gigi dan
Mulut, Upaya Kesehatan Jiwa, Upaya Kesehatan Mata, Upaya
Kesehatan Usia Lanjut, dan Upaya Pembinaan Pengobatan
Tradisional. Upaya laboratorium medis dan laboratorium kesehatan
masyarakat serta upaya pencatatan pelaporan tidak termasuk pilihan
karena ketiga upaya ini merupakan pelayanan penunjang dari setiap
upaya wajib dan upaya pengembangan Puskesmas (Departemen
Kesehatan, 2004).
Rencana Strategik Puskesmas merujuk pada Kebijakan Dasar
Puskesmas (Keputusan Meneteri Kesehatan RI No.128/Menkes/SK/II/
2004) yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi wilayah kerja
Puskesmas.
5.1.2 Rencana Operasional Puskesmas
5.1.2.1 Pengertian ROP
Rencana Operasional (RO) Puskesmas adalah suatu dokumen rincian
rencana pelaksanaan program Puskesmas yang disusun berdasarkan
kegiatan-kegiatan dengan memperhitungkan hal-hal yang telah
ditetapkan dalam Rencana Strategik Puskesmas serta semua potensi
dan sumber daya yang tersedia (Departemen Kesehatan, 2002).
RO Puskesmas mempunyai 2 (dua) tipe yaitu rencana sekali pakai
18
(single use plan) dan rencana tetap (standing plan). Rencana sekali
pakai dikembangkan untuk mencapai tujuan tertentu dan tidak
digunakan kembali bila tujuan telah tercapai seperti rencana Pekan
Imunisasi Nasional (PIN), rencana Bulan Imunisasi Anak Sekolah
(BIAS). Sedangkan rencana tetap (standing plan) merupakan
pendekatan standar untuk penanganan situasi-situasi yang dapat
diperkirakan dan terjadi berulang-ulang. RO Puskesmas merupakan
penjabaran secara terinci tentang kegiatan-kegiatan yang akan
dilaksanakan untuk mencapai tujuan Pukesmas. Dengan demikian RO
Puskesmas harus disusun secara seksama mengikuti kaidah yang sudah
ditentukan.
Pada hakikatnya RO Puskesmas mengandung rincian dari kegiatan-
kegiatan operasional, sehingga dokumen RO Puskesmas merupakan
hasil akhir dari seluruh proses perencanaan. Oleh sebab itu RO
Puskesmas tidak dapat disusun untuk suatu jangka waktu yang
panjang. Lazimnya RO Puskesmas dibuat untuk kurun waktu satu
bulan atau paling lama satu tahun.
5.1.2.2 Ruang Lingkup ROP
Ruang lingkup atau substansi RO Puskesmas meliputi:
1. Tujuan Puskesmas, meliputi tujuan umum dan khusus;
2. Penentuan sasaran dan target Puskesmas;
19
3. Uraian terinci dari masing-masing kegiatan Puskesmas yang akan
dilakukan;
4. Pembiayaan meliputi jumlah dan sumber dana yang diperlukan
untuk
masing-masing kegiatan Puskesmas;
5. Sarana dan fasilitas yang diperlukan;
6. Waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan Puskesmas;
7. Lokasi pelaksanaan kegiatan Puskesmas;
8. Pengorganisasian sumber daya manusia;
9. Hambatan yang mungkin saja terjadi selama kegitan Puskesmas.
dilaksanakan;
10. Rencana penilaian dari suatu keberhasilan RO Puskesmas bila
kelak sudah dilaksanakan.
5.1.2.3 Langkah Penyusunan ROP
Penyusunan RO Puskesmas sebagai suatu proses mempunyai beberapa
langkah, sebagai berikut:
1. Analisis Situasi Puskesmas
Analisis situasi merupakan langkah awal proses penyusunan RO
Puskesmas yang bertujuan untuk identifikasi masalah. Secara
konsepsual, analisis situasi Puskesmas adalah proses berikut
kecenderungannya dan faktor-faktor yang mempengaruhi masalah
20
tersebut, serta potensi sumber daya Puskesmas yang dapat digunakan
untuk melakukan intervensi. Analisis situasi akan menghasilkan
rumusan masalah dan berbagai faktor yang berkaitan dengan masalah
kesehatan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas serta potensi
sumber daya Puskesmas yang dapat digunakan untuk melakukan
intervensi. Langkah ini dilakukan dengan mengumpulkan dan
menganalisis data atau fakta yang berkaitan dengan masalah kesehatan
masyarakat di wilayah kerja Puskesmas (Departemen Kesehatan,
2002).
Data diperoleh dari sistem informasi manajemen Puskesmas
(SIMPUS) yang bersumber dari sistem pencatatan pelaporan
Puskesmas (SP3), sistem informasi posyandu (SIP), laporan sarana
kesehatan swasta, surveilans Puskesmas, survei mawas diri (SMD),
umpan balik cakupan program dan profil kesehatan dari Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota, laporan kantor Kecamatan, dinas/instansi
terkait tingkat kecamatan, dan desa/kelurahan. Data dari SP3, SIP, dan
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota akan diperoleh data tentang jenis
dan distribusi penyakit, jumlah sasaran dan target program Puskesmas,
jumlah dan kualifikasi tenaga kesehatan, jumlah anggaran yang
dialokasikan untuk Puskesmas, dan program yang harus dilaksanakan
Puskesmas. Data dari kantor kecamatan dan desa/kelurahan akan
21
diperoleh data tentang kependudukan, sosial ekonomi, keluarga
miskin, geografi, organisasi sosial kemasyarakatan. Sedangkan data
dari dinas/instansi terkait tingkat Kecamatan seperti dari kantor
Kependudukan dan Keluarga Berencana (UPTD Badan Kependudukan
Keluarga Berencana dan Catatan Sipil) akan diperoleh data tentang
wanita usia subur, pasangan usia usia subur, dan tingkat kepesertaan
KB. Data dari Cabang Dinas Pendidikan tingkat kecamatan akan
diperoleh data tentang jumlah siswa setiap kelas dan data
perkembangan program Usaha Kesehatan sekolah (UKS). Sedangkan
data dari Kantor Urusan Agama akan diperoleh data tentang calon
pengantin dan pengantin yang dinikahkan.
Kerangka konsep dan sistematika analisis situasi kesehatan masyarakat
di wilayah kerja Puskesmas didasarkan pada konsep Blum (1974)
dalam buku “Planning for Health, Development and Application of
Social Change Theory”, Ia mengemukakan konsep tentang faktor-
faktor determinan yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat,
yaitu : (1) Faktor lingkungan (fisik, biologis, sosiokultural) sebesar 45
%, (2) Faktor perilaku kesehatan sebesar 30 %, (3) Faktor program
dan pelayanan kesehatan sebesar 20 %, dan (4) Faktor genetika dan
kependudukan sebesar 5 % (Notoatmodjo, 2003).
22
Gambar 1. Bagan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Derajat Kesehatan Masyarakathttp://www.uns.ac.id/datainformasi/buku
2. Mengidentifikasi Masalah dan Prioritasnya
Melalui analisis situasi akan dihasilkan berbagai macam masalah.
Masalah adalah kesenjangan yang dapat diamati antara situasi dan
kondisi yang terjadi dengan situasi dan kondisi yang diharapkan, atau
kesenjangan yang dapat diukur antara hasil yang mampu dicapai
dengan tujuan dan target yang ingin dicapai.
Masalah juga dapat dirumuskan dalam bentuk hambatan kerja dan
kendala yang dihadapi staf Puskesmas dalam pelaksanaan kegiatan
dan program Puskesmas. Masalah kesehatan masyarakat antara lain
adalah adanya suatu penyakit yang berkembang pada kurun waktu
tertentu dan menyerang kelompok-kelompok masyarakat di wilayah
23
kerja Puskesmas. Dengan menggunakan batasan masalah tersebut,
berbagai jenis masalah dapat dirumuskan. Sumber informasi masalah
kesehatan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas dapat diperoleh
dari berbagai cara, antara lain :
a. Laporan-laporan kegiatan Puskesmas yaitu Sistem Pencatatan dan
Pelaporan Puskesmas (SP3) dan Sistem Informasi Posyandu (SIP),
Laporan sarana kesehatan swasta, Umpan balik cakupan program
dan profil kesehatan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota,
Laporan kantor Kecamatan, dinas/instansi terkait tingkat
kecamatan, dan Desa/Kelurahan;
b. Pemantauan Wilayah Setempat (PWS)/Local Area Monitoring
(LAM) upaya Puskesmas seperti PWS-KIA/KB-Imunisasi, PWS-
Gizi, PWS-Penyehatan Lingkungan, dan lain-lain;
c. Laporan mingguan penyakit menular/wabah;
d. Surveilans epidemiologi atau pemantauan penyebaran penyakit
menular, dilakukan bila diketemukan penderita penyakit menular
seperti demam berdarah dengue, morbili, dan sebagainya;
e. Survei Mawas Diri (MMD) pada pelaksanaan tahapan-tahapan
PKMD, seperti pada pembentukan dan pengembangan Desa
Siaga. Pada era otonomi daerah/desentralisasi, penentuan prioritas
24
masalah kesehatan yang potensial berkembang di wilayah kerja
Puskesmas dan faktor risikonya perlu dipertajam oleh Puskesmas,
sehingga pengembangan program kesehatan di wilayah kerja
Puskesmas sesuai dengan keadaan dan kebutuhan masyarakat
yang spesifik untuk wilayah tersebut (local specific).
Oleh karena keterbatasan sumber daya (7 M + 1 I), maka tidak semua
masalah kesehatan tersebut dapat dipecahkan sekaligus untuk
direncanakan pemecahannya. Untuk itu perlu dipilih masalah
kesehatan yang “feasibel” untuk dipecahkan. Proses memilih masalah
kesehatan ini disebut memilih atau menetapkan prioritas masalah. Ada
beberapa cara untuk menentukan prioritas masalah kesehatan, antara
lain teknik skoring, teknik non skoring, dan mempertimbangkan trend/
kebijakan.
3. Menetapkan Tujuan dan Sasaran RO Puskesmas
Menetapkan tujuan pada hakikatnya adalah menentukan tingkat
pengurangan masalah (problem reduction level) yang digariskan dalam
kurun waktu tertentu. Oleh karena itu perumusan tujuan pada RO
Puskesmas harus dituliskan secara jelas, dengan kata kerja aktif, dapat
diukur tingkat pengurangan masalahnya, dan dapat dilihat pencapaian
keberhasilannya. Selain itu perumusan tujuan harus jelas lingkup
kurun waktunya, karena harus dapat diperkirakan dalam waktu berapa
25
lama problem reduction level tersebut akan dicapai. Beberapa hal yang
perlu diperhatikan untuk menyusun RO program Puskesmas :
a. Tujuan RO program Puskesmas adalah hasil akhir sebuah kegiatan.
Oleh karena itu, tujuan RO program Puskesmas dipakai untuk
mengukur keberhasilan program Puskesmas;
b. Tujuan RO Puskesmas harus sesuai dengan masalah;
c. Target ditetapkan sesuai kemampuan Puskesmas dan dapat diukur;
d. Target operasional biasanya ditetapkan dalam kurun waktu tertentu
dan hasil akhir yang ingin dicapai pada akhir kegiatan program;
e. Berbagai macam kegiatan alternatif dipilih untuk mencapai tujuan
program;
f. Kegiatan untuk mencapai tujuan dikembangkan dari beberapa
program terkait;
g. Masalah dan faktor-faktor penyebab masalah serta dampak masalah
yang telah dan mungkin terjadi di masa yang akan datang sebaiknya
dikaji lebih dahulu sebelum tujuan dan target operasionalnya
ditetapkan.
4. Merencanakan Ketenagaan untuk RO Puskesmas
Dalam RO Puskesmas harus dicantumkan ketenagaan yang
direncanakan akan dilibatkan bila kelak RO Puskesmas dilaksanakan.
Bila program Puskesmas yang akan dilaksanakan hanya dilakukan
26
oleh Puskesmas, maka tenaga yang dibutuhkan berasal dari Puskesmas
sendiri. Dalam merencanakan tenaga perlu ditentukan jenis kualifikasi
dan jumlah tenaga Puskesmas yang dibutuhkan. Pada kegiatan lintas
program sebaiknya dikembangkan suatu wadah/organisasi yang
mendukung terselenggaranya kegiatan dan program yang
direncanakan, seperti organisasi program Desa Siaga tingkat
Puskesmas. Bila program Puskesmas merupakan program lintas
sektoral, maka perlu menentukan sektor mana yang terlibat secara
langsung dan tidak langsung pada kegiatan program Puskesmas.
Kemudian dilakukan inventarisasi tenaga yang kompeten dari sektor-
sektor yang terkait.
5. Mengkaji Hambatan dan Kelemahan RO Puskesmas
Untuk menjamin kelancaran serta keberhasilan pelaksanaan RO
Puskesmas, diperlukan suatu pengamatan dan pengenalan akan
hambatan yang kemungkinan besar timbul yang akan dapat
menggagalkan pencapaian tujuan RO Puskesmas. Tujuannya adalah
untuk mencegah atau mewaspadai timbulnya hambatan serupa. Selain
mengkaji hambatan yang pernah dialami, juga dibahas prediksi
kendala dan hambatan yang mungkin akan terjadi pada saat program
Puskesmas dilaksanakan. Hambatan dapat didefinisikan sebagai
masalah yang kemungkinan besar timbul dalam pelaksanaan rencana
27
tindakan, yang dapat mengancam tercapainya tujuan rencana tersebut.
Untuk keberhasilan pelaksanaan suatu RO Puskesmas, maka hambatan
ini mutlak harus dikenal sebelum RO Puskesmas ini dilaksanakan,
yaitu pada saat RO Puskesmas itu disusun. Pengenalan ini dengan
sendirinya bersifat praduga (peramalan), karena hambatan itu memang
belum terjadi. Suatu metoda yang memungkinkan memasuki masa
depan, melihat apa yang kemungkinan terjadi, dan kemudian kembali
ke masa kini untuk mengambil tindakan koreksi pada saat sekarang
dinamakan analisis hambatan. Analisis hambatan dapat didefinisikan
sebagai suatu usaha pengenalan hambatan yang mungkin timbul pada
pelaksanaan suatu RO Puskesmas, yang dapat menggagalkan
pencapaian tujuannya, penetapan tindakan pencegahan bagi timbulnya
hambatan tersebut, dan tindakan penanggulangan apabila hambatan
tersebut benar-benar terjadi. Dengan mengenal hambatan yang bakal
terjadi, maka akan dapat ditentukan tindakan apa yang harus diambil
untuk mencegah atau menanggulangi hambatan tersebut. Jadi analisis
hambatan bertujuan untuk menjamin keberhasilan pelaksanaan RO
Puskesmas. Dari definisi hambatan, ada 2 (dua) hal penting yang
merupakan ciri utama suatu hambatan, yaitu : (a) yang kemungkinan
besar terjadi dan (b) yang dapat menggagalkan pencapaian tujuan dari
RO Puskesmas. Dalam menentukan suatu hambatan, kedua hal
28
tersebut tidak boleh dipisahkan, tetapi harus merupakan suatu
kesatuan.
Gambar 2. Contoh Tabel Analisis Hambatan
6. Memantau dan Menilai RO Puskesmas
RO Puskesmas yang baik, juga harus berisi gambaran tentang
bagaimana cara yang akan ditempuh untuk memantau kegiatan-
kegiatan saat dilaksanakan, serta menilai seberapa jauh hasil yang
diharapkan dapat dicapai. Bayangan abstrak dari apa yang akan
dilaksanakan sehubungan dengan pemantauan selama kegiatan
dilaksanakan dan tentang tingkat pencapaian tujuan di sebut Rencana
Penilaian.
Rencana penilaian RO Puskesmas diarahkan pada 2 (dua) hal, yaitu:
a. Rencana penilaian untuk melihat proses pelaksanaan kegiatan, yaitu
memantau apakah kegiatan berjalan sesuai dengan rencana yang
telah ditetapkan,
29
b. Rencana penilaian untuk melihat keluaran, apakah sesudah kegiatan
terlaksana, tujuan yang diharapkan tercapai, dan bila tercapai berapa
banyak. Rencana penilaian dibuat berdasarkan rumusan tujuan dan
target yang harus dirumuskan sedemikian rupa sehingga dapat
diukur. Komponen penting di dalam rencana penilaian adalah
indikator, yaitu kejadian atau indikasi apa yang akan dipakai yang
dapat memberikan gambaran belum atau telah tercapainya suatu
tujuan. Dengan demikian pengembangan indikator RO Puskesmas
digunakan sebagai pedoman untuk pemantauan program
Puskesmas. Indikator yang dikembangkan sebaiknya dapat
mengukur komponen masukan, proses, dan keluaran kegiatan dan
program Puskesmas. Pemantauan dapat dilakukan melalui analisis
pelaporan, bimbingan teknis, dan melalui pertemuan tim kerja,
kemudian dilakukan umpan balik dan tindakan korektif untuk
perbaikan kegiatan dan program.
Ada sejumlah indikator penting yang perlu dikembangkan untuk
rencana pemantauan RO program Puskesmas. Pertama, indikator
biaya. Pemantauan pemanfaatan biaya sebagai indikator perlu
dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna dari
pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang telah direncanakan. Indikator
biaya harus dapat menjawab kedua hal tersebut, misalnya apakah
30
dana turun tepat waktu. Apakah biaya yang tersedia sesuai dengan
kebutuhankebutuhan kegiatan operasional. Bagaimana rasio
keluaran dengan biaya yang dikeluarkan. Contoh jumlah cakupan
imunisasi/biaya. Kedua, indikator waktu kegiatan program
Puskesmas. Berapa banyak kegiatan program Puskesmas harus
diselenggarakan. Bagaimana pengalokasian waktu yang dibutuhkan
untuk setiap kegiatan yang direncanakan. Pemilihan indikator
waktu perlu dalam hal penjadwalan kegiatan yang telah
dirumuskan. Perlu ada pembatasan waktu untuk pelaksanaan
kegiatan secara keseluruhan. Contoh indikator alokasi waktu yang
dibutuhkan untuk pelatihan kader Desa Siaga. Ketiga, indikator
keluaran. Dapat diukur dengan rasio input, semakin tinggi angka
rasio semakin efisien program Puskesmas menggunakan sumber
daya. Ada sejumlah pertanyaan yang dapat digunakan untuk
indikator keluaran program Puskesmas. Apa hasil akhir kegiatan
program Puskesmas. Berapa jumlah hasil pelayanan yang
dihasilkan menurut dimensi waktu dan biaya program. Bagaimana
rasio setiap kegiatan dengan biaya yang tersedia.
7. Menyusun Jadwal/Waktu
Salah satu sumber daya Puskesmas adalah waktu, yang seringkali
dilupakan, tetapi terbukti merupakan sumber daya yang paling
31
penting daripada yang lain dan harus dimanfaatkan secara
terencana. Jika kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan dalam suatu
RO program Puskesmas telah disusun secara berurutan dan rinci,
maka tahap selanjutnya adalah menentukan batas waktu atau
tanggal tertentu kapan program tersebut harus sudah selesai
dilaksanakan. Untuk itu perlu diketahui gambaran mengenai
hubungan antara waktu yang tersedia dengan waktu yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan program tersebut. Hal ini berlaku
umum untuk semua jenis program dari yang sederhana seperti
mempersiapkan suatu rapat sampai suatu pelatihan. Dengan
demikian, untuk kegiatan apapun diperlukan pengaturan waktu
jika ingin menyelesaikan suatu program tepat pada waktunya. Ada
beberapa macam cara untuk merencanakan waktu untuk suatu
program atau kegiatan Puskesmas. Disatu pihak ada program atau
kegiatan Puskesmas yang tidak dibatasi waktu oleh penyedia dana.
Bila demikian halnya maka pelaksanaan program dapat dengan
leluasa menentukan batas waktu kapan program selesai. Di pihak
lain, ada program atau kegiatan yang tanggal selesainya sudah
ditentukan oleh pihak penyedia dana, dengan demikian perkiraan
waktu untuk semua kegiatan yang tercakup di dalam program
32
tersebut harus disesuaikan dengan jangka waktu yang sudah
ditentukan.
Adakalanya perkiraan waktu yang semula telah ditetapkan dalam
kenyataannya harus diperpendek secara mendadak. Bila demikian
ada beberapa alternatif yang dapat ditempuh: (a) Menghilangkan
beberapa kegiatan, sebab dengan menghilangkannya berarti alokasi
waktu akan hilang pula, dan (b) Menambah sumber daya lain
(misal tenaga) sehingga kegiatan dapat dilakukan dengan waktu
lebih singkat. Salah satu teknik teknik penjadwalan waktu yang
tertera dan masih sering digunakan adalah bagan balok atau bagan
Gantt, sesuai dengan nama penciptanyaGantt. Bagan ini sangat
membantu menjelaskan suatu penggunaan RO. Bagan Gantt mudah
dibuat, juga mudah dimengerti dan mudah diterapkan pada berbagai
RO program Puskesmas. Bagan Gantt terdiri atas 2 (dua)
komponen, yaitu komponen kegiatan dan komponen waktu.
Komponen kegiatan diisi dan disusun ke dalam kolom, semua
kegiatan ini merupakan penjabaran daripada aktivitas yang harus
dilaksanakan untuk pencapaian tujuan suatu program Puskesmas.
Kearah baris adalah penjabaran dari waktu yang dibutuhkan untuk
melaksanakan kegiatan tersebut. Komponen waktu dapat
dinyatakan dalam hari, minggu, bulan, ataupun tahun.
33
8. Menyusun Rencana Pelaksanaan Kegiatan Puskesmas.
Uraian dari langkah-langkah penyusunan RO Puskesmas tersebut di
atas, untuk memberikan kemudahan dalam melihat RO Puskesmas
secara menyeluruh dituangkan dalam sebuah formulir khusus dalam
bentuk matriks (Gantt Chart).
Apabila RO Puskesmas telah disetujui oleh Dinas kesehatan
Kabupaten/Kota, maka Puskesmas menyususn rencana pelaksanaan
kegiatan (Rencana Kerja Kegiatan/Plan of Action).
Gambar 3. Contoh Tabel Plan of Action
Kolom 1: Kolom Kegiatan (What)
Pada kolom kegiatan dicantumkan semua rincian kegiatan RO Puskesmas
yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan program secara sistematis dan
34
berurutan, biasanya dimulai dari kegiatan yang mencakup tahap persiapan,
tahap pelaksanaan, dan tahap penilaian dari suatu kegiatan yang direncanakan.
Kolom 2: Tujuan dan Target dari Masing-Masing Kegiatan
Pada kolom ini dicantumkan dengan jelas tujuan operasional program dan
hasil yang ingin dicapai bila kegiatan tersebut dilaksanakan. Penulisan tujuan
harus jelas ditulis target yang ingin dicapai secara kuantitatif berapa selisih
penurunan atau peningkatan suatu target yang ingin dicapai melalui kegiatan
tersebut yang dapat dinyatakan dalam % ataupun angka absolut dalam periode
waktu tertentu. Penetapan target ini dapat dipakai oleh pimpinan Puskesmas
untuk mengukur keberhasilan program.
Kolom 3: Kolom Sasaran (Sasaran Populasi)
Kolom ini merupakan tempat untuk menulis siapa atau apa sasaran yang ingin
diperbaiki pada setiap kegiatan yang dilaksanakan. Sebagai contoh bayi, anak
balita, ibu hamil, penderita TB, sarang nyamuk, jamban keluarga, dan lain-
lain.
Kolom 4: Kolom Biaya (Besaran dan Sumbernya)
Pada kolom ini ditulis pembiayaan yang menyangkut: (a) Besar biaya yang
dibutuhkan untuk pelaksanaan setiap rencana kegiatan dan (b) Sumber biaya
yang direncanakan untuk pelaksanaan kegiatan. Seperti kita ketahui, suatu
POA disusun setelah RO tahunan disetujui dan dana anggaran telah
dialokasikan.
35
Kolom 5: Kolom Tempat
Pada kolom ini diberikan penjelasan tentang tempat kegiatan program
Puskesmas. Hal ini penting untuk dicantumkan tentang transport, dana, dan
jenis komunikasi yang dibutuhkan untuk mendukung kegiatan program.
Kolom 6: Kolom Waktu
Pada kolom ini jelaskan fase atau tahapan kegiatan yang akan dilaksanakan.
Kapan dimulai dan kapan berakhirnya. Kurun waktu pelaksanaan kegiatan
merupakan selisih dari kapan saat selesai dengan kapan saat kegiatan dimulai.
Untuk menghitung waktu yang ideal yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
suatu kegiatan, dapat dihitung berdasarkan pengalaman dengan
mempertimbangkan hambatan yang mungkin terjadi di lapangan.
Kolom 7: Kolom Penanggungjawab/Pelaksana
Berbagai kegiatan program Puskesmas harus ada penanggung jawab/
pelaksananya dan pegawai Puskesmas yang akan melaksanakan rencana
kegiatan tersebut. Pada kolom ini perlu ada penjelasan tentang jumlah dan
jenis kualifikasi staf yaitu siapa, unit kerja, atau sektor apa yang menjadi
penanggung jawab kegiatan. Dapat ditulis nama (bila ruang lingkup kecil)
tetapi dapat ditulis/ dicantumkan keterlibatan instansi terkait (bila kegiatan
POA bersifat lintas sektoral).
Kolom 8: Kolom Rencana Penilaian
36
Pada kolom ini ditulis rencana penilaian yang diarahkan pada 3 (tiga) hal,
yaitu: (a) Rencana penilaian untuk melihat masukan, apakah masukan sumber
daya sesuai dengan yang direncanakan, bagaimana pemanfaatannya dan
dampaknya terhahap proses dan keluaran kegiatan, (b) Rencana penilaian
untuk melihat proses pelaksanaan kegiatan. Memantau apakah kegiatan
berjalan sesuai dengan rencana yang tertulis, dan (c) Rencana penilaian untuk
melihat keluaran: apakah sesudah kegiatan terlaksana, tujuan yang diharapkan
tercapai, berapa hasil penurunan atau peningkatan dari dampak kegiatan
tersebut. Dalam penilaian ini telah ditetapkan beberapa indikator. Indikator
yang digunakan mengacu pada indikator Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman
Penetapan Indikator Provinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat, yang meliputi
indikator masukan dan proses, yang terdiri atas indikator sumber daya
kesehatan, pelayanan kesehatan, manajemen kesehatan, dan konstribusi
sektor-sektor terkait; indikator hasil antara yang terdiri atas indikator ketiga
pilar Indonesia Sehat 2010 yang mempengaruhi hasil akhir, yaitu indikator-
indikator keadaan lingkungan, indikator-indikator perilaku hidup masyarakat,
dan indikator-indikator akses serta mutu pelayanan kesehatan, serta indikator
hasil akhir, yaitu derajat kesehatan yang ditentukan oleh indikator-indikator
mortalitas (kematian) yang dipengaruhi oleh indikator-indikator morbiditas
(kesakitan) dan indikator-indikator status gizi (Departemen Kesehatan, 2003).
Kolom 9: Keterangan
37
Pada kolom ini ditulis keterangan-ketenagan yang diperlukan secukupnya
selain dari penjelasan-penjelasan yang ada pada kolom-kolom sebelumnya.
5.2 Pengorganisasian Tingkat Puskesmas
5.2.1 Pengertian Pengorganisasian Puskesmas
Apabila perencanaan tingkat Puskesmas telah selesai dilaksanakan, hal
selanjutnya yang perlu dilakukan ialah melaksanakan fungsi pengorganisasian
Puskesmas (organizing). Ada 2 (dua) hal yang perlu pengorganisasian tingkat
Puskesmas, yakni : (1) Pengaturan berbagai kegiatan yang ada di dalam RO
Puskesmas, sehingga membentuk satu kesatuan program yang terpadu dan
sinergi untuk mencapai tujuan Puskesmas, dan (2) Pengorganisasian pegawai
Puskesmas, yaitu pengaturan tugas dan tanggung jawab setiap pegawai
Puskesmas, sehingga setiap kegiatan dan program mempunyai penanggung
jawabnya.
Istilah pengorganisasian menurut Terry (1986) berasal dari kata organism
(organisme) yang merupakan sebuah entitas dengan bagian-bagian yang
terintegrasi sedemikian rupa sehingga hubungan mereka satu sama lain
dipengaruhi oleh hubungan mereka terhadap keseluruhan. Dengan memahami
fungsi pengorganisasian Puskesmas akan lebih memudahkan mempelajari
fungsi penggerakan dan pelaksanaan (actuating/ aktuasi) dan akan diketahui
38
gambaran pembimbingan dan pengarahan yang diperlukan oleh pegawai
Puskesmas sesuai dengan pembagian tugas dan tanggung jawab.
Pengorganisasian menurut Handoko (2003) dalam Usman (2006) ialah :
(1) penentuan sumber daya dan kegiatan yang dibutuhkan untuk mencapai
tujuan organisasi, (2) proses perancangan dan pengembangan struktur
organisasi yang sesuai dengan tujuan organisasi, sumber-sumber daya yang
dimilikinya, dan lingkungan yang melingkupinya, (3) penegasan tanggung
jawab tertentu, (4) Pendelegasian wewenang, pelimpahan tugas, dan
tanggung jawab. Pengorganisasian Puskesmas meliputi hal-hal berikut :
(1) cara manajemen Puskesmas merancang struktur formal Puskesmas untuk
penggunaan sumber daya Puskesmas secara efisien, (2) bagaimana Puskesmas
mengelompokkan kegiatannya, dimana setiap pengelompokkan diikuti
penugasan seorang penanggung jawab program yang diberi wewenang
mengawasi stafnya, (3) hubungan antara fungsi, jabatan, tugas, dan pegawai
Puskesmas, (4) cara pimpinan Puskesmas membagi tugas yang harus
dilaksanakan dalam unit kerja dan mendelegasikan wewenang untuk
mengerjakan tugas tersebut.
Adapun batasan tentang pengorganisasian seperti yang dikumpulkan Azwar
(1988) adalah sebagai berikut :
39
1. Pengorganisasian adalah pengelompokan berbagai kegiatan yang
diperlukan untuk melaksanakan suatu rencana sedemikian rupa sehingga
tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan memuaskan;
2. Pengorganisasian adalah pengaturan sejumlah personil yang dimiliki
untuk memungkinkan tercapainya suatu tujuan yang telah disepakati
dengan jalan mengalokasikan masing-masing fungsi dan tanggung jawab;
3. Pengorganisasian adalah pengkoordinasian secara rasional berbagai
kegiatan dari sejumlah orang tertentu untuk mencapai tujuan bersama
melalui pengaturan pembagian kerja dan fungsi menurut penjenjangannya
secara bertanggungjawab.
Menurut Muninjaya (2004), pengorganisasian adalah langkah untuk
menetapkan, menggolong-golongkan, dan mengatur berbagai macam
kegiatan, menetapkan tugas-tugas pokok dan wewenang, dan pendelegasian
wewenang oleh pimpinan kepada staf dalam rangka mencapai tujuan
organisasi.
Pengorganisasian tingkat Puskesmas didefinisikan sebagai proses penetapan
pekerjaan-pekerjaan pokok untuk dikerjakan, pengelompokan pekerjaan,
pendistribusian otoritas/wewenang dan pengintegrasian semua tugastugas dan
sumber-sumber daya untuk mencapai tujuan Puskesmas secara efektif dan
efisien. Secara aplikatif pengorganisasian tingkat Puskesmas menurut penulis
adalah pengaturan pegawai Puskesmas dengan mengisi struktur organisasi
40
dan tata kerja (SOTK) Puskesmas yang ditetapkan oleh Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota disertai dengan pembagian tugas dan tanggung jawab serta
uraian tugas pokok dan fungsi (Tupoksi), serta pengaturan dan
pengintegrasian tugas dan sumber daya Puskesmas untuk melaksanakan
kegiatan dan program Puskesmas dalam rangka mencapai tujuan Puskesmas.
Berdasarkan definisi tersebut, fungsi pengorganisasian Puskesmas merupakan
alat untuk memadukan (sinkronisasi) dan mengatur semua kegiatan yang
dihubungkan dengan personil/pegawai, finansial, material, dan metode
Puskesmas untuk mencapai tujuan Puskesmas yang telah disepakati bersama
antara pimpinan dan pegawai Puskesmas.
5.2.2 Hal yang Diorganisasikan
Jika diperhatikan beberapa batasan pengorganisasian tersebut diatas, tampak
dalam pengertian pengorganisasian terdapat unsur pokok yang perlu
dipahami. Unsur-unsur pokok yang dimaksud terdiri atas tiga macam, yaitu:
1. Hal yang Diorganisasikan
Sesuai dengan pengertian pengorganisasian sebagaimana dikemukakan di
atas, hal-hal yang perlu diorganisasikan dari suatu rencana adalah:
a. Kegiatan Puskesmas Pengorganisasian kegiatan Puskesmas yang
dimaksud ialah pengaturan kegiatan Puskesmas yang ada dalam RO
Puskesmas sedemikian rupa sehingga terbentuk satu kesatuan yang
41
terpadu yang secara keseluruhan diarahkan untuk mencapai tujuan
Puskesmas yang telah ditetapkan.
b. Tenaga Pelaksana Puskesmas
Pengorganisasian tenaga pelaksana Puskesmas yang dimaksud ialah
mencakup pengaturan pola struktur organisasi Puskesmas, susunan
personalia serta hak dan wewenang dari setiap tenaga pelaksana
Puskesmas sedemikian rupa sehingga setiap kegiatan ada penanggung
jawabnya.
5.2.3 Proses Pengorganisasian Puskesmas
Dalam pengertian pengorganisasian tingkat Puskesmas terkandung kegiatan
pengaturan, maka pekerjaan pengorganisasian Puskesmas pada dasarnya
merupakan suatu proses (process). Proses yang dimaksud adalah menyangkut
pelaksanaan langkah-langkah yang harus dilakukan sedemikian rupa sehingga
semua kegiatan Puskesmas yang dilaksanakan serta tenaga pelaksana yang
dibutuhkan mendapat pengaturan yang sebaik-baiknya, serta setiap kegiatan
Puskesmas yang akan dilaksanakan tersebut memiliki penanggung jawab
pelaksananya. Proses pengorganisasian Puskesmas dilakukan melalui 3 (tiga)
langkah sebagai berikut : (1) pemerincian seluruh pekerjaan Puskesmas yang
harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan Puskesmas, (2) pembagian beban
pekerjaan Puskesmas keseluruhan menjadi kegiatan-kegiatan yang secara
logis dapat dilaksanakan oleh seorang pegawai Puskesmas. Pembagian tugas
42
Puskesmas sebaiknya tidak terlalu berat sehingga tidak dapat diselesaikan,
atau terlalu ringan sehingga ada waktu menganggur, tidak efisien, dan terjadi
biaya yang tidak perlu, (3) penyusunan dan pengembangan suatu mekanisme
dan tata kerja Puskesmas untuk menguraikan tugas dan fungsi (Tupoksi) dan
mengkoordinasikan tugas pegawai Puskesmas menjadi kesatuan yang terpadu
dan harmonis.
5.2.4 Hasil Pengorganisasian Puskesmas
Hasil dari pekerjaan pengorganisasian tingkat Puskesmas adalah terbentuknya
suatu wadah (entity), yang pada dasarnya merupakan perpaduan antara
kegiatan Puskesmas yang dilaksanakan serta tenaga yang dibutuhkan untuk
melaksanakan kegiatan Puskesmas tersebut. Wadah yang terbentuk ini dikenal
sebagai organisasi (organization) Puskesmas.
5.2.5 Langkah-Langkah Pengorganisasian Puskesmas
Ada 7 (tujuh) langkah penting dalam melakasanakan fungsi pengorganisasian
Puskesmas, yaitu:
1. Memahami visi, misi, dan tujuan Puskesmas oleh pimpinan, pegawai, dan
stakeholder Puskesmas;
2. Menetapkan tugas-tugas pokok dan tugas integrasi pegawai Puskesmas
untuk dikerjakan dan membagi habis tugas yang harus dilaksanakan ke
dalam aktivitas-aktivitas bagian (division of work) secara fungsional untuk
43
mencapai tujuan Puskesmas. Sebagai hasilnya adalah deskripsi pekerjaan
(job description) yaitu uraian kerja dan mekanisme kerja Puskesmas;
3. Mengelompokkan aktivitas-aktivitas pegawai Puskesmas ke dalam unit
kerja atau pengelompokkan pekerjaan (job grouping) atau pengelompokkan
fungsi (grouping function) yang didasarkan atas persamaan dan
kepentingan kegiatan dan program Puskesmas. Pengelompokkan kerja
disebut departementasi atau departementalisasi;
4. Menetapkan tugas dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pegawai
Puskesmas dan mengusahakan, menyediakan serta memanfaatkan sumber
daya yang diperlukan untuk melaksanakan tugas;
5. Memberikan tugas kepada pegawai Puskesmas yang mempunyai
kompetensi, kemampuan, dan kemauan serta dipandang mampu
melaksanakan tugas Puskesmas, atau memilih dan menetapkan pegawai
yang memiliki potensi untuk dilatih;
6. Mendelegasikan/mendistribusikan wewenang kepada pegawai Puskesmas
tentang hasil kinerja yang diharapkan;
7. Mengintegrasikan dan mengkoordinasikan semua pegawai, tugas-tugas,
dan aktivitas-aktivitas Puskesmas.
44
5.2.6 Pembagian Tugas/Wilayah Kerja
Tugas-tugas pegawai Puskesmas dan mekanisme pelimpahan wewenang dapat
diketahui melalui struktur organisasi dan tata kerja (SOTK) Puskesmas.
Untuk organisasi seperti Puskesmas dengan jumlah tenaga yang terbatas tetapi
ruang lingkup kerja dan kegiatannya cukup luas, perlu menerapkan kerja sama
yang sifatnya integratif, sehingga di Puskesmas dikenal adanya tugas pokok
dan tugas integrasi. Tugas pokok adalah tugas yang berkaitan dengan profesi
dan disiplin ilmu pegawai Puskesmas, dimana ia berperan sebagai
penanggung jawab dan pelaksana program Puskesmas, sedangkan tugas
integrasi adalah tugas sebagai pembina kesehatan desa (PKD) atau Pembina
Wilayah yang bertugas dan bertanggung jawab sebagai pembina dan
fasilitator dalam penggerakan dan pemberdayaan masyarakat dalam
pembangunan kesehatan di desa/kelurahan binaannya. Contohnya kegiatan
imunisasi. Juru imunisasi Puskesmas sebagai penanggung jawab program
imunisasi, hanya satu orang; tetapi sasaran imunisasi tersebar di seluruh
wilayah kerja Puskesmas. Untuk melaksanakan kegiatan imunisasi ini,
pegawai lain melaksanakan tugas integrasi yang diberi tugas dan tanggung
jawab membantu kegiatan imunisasi dengan melakukan pendataan,
penggerakan sasaran, dan pemanggilan sasaran imunisasi, sehingga semua
45
sasaran imunisasi dapat diberikan pelayanan imunisasi secara efisien dan
efektif.
Dalam pembagian tugas Puskesmas harus diperhatikan adanya keseimbangan
antara wewenang dan tanggung jawab yang dilimpahkan kepada pegawai
Puskesmas. Wewenang yang terlalu besar akan mendorong terjadinya
penyimpangan wewenang jika pengawasannya lemah. Sebaliknya tanggung
jawab yang terlalu besar akan mengakibatkan pegawai Puskesmas sangat
berhati-hati dan sering ragu-ragu dalam melaksanakan tugasnya sehingga
menghambat produktivitas kerja pegawai. Dengan pembagian tugas dan
pendelegasian wewenang akan diketahui hubungan organisatoris antara satu
pegawai dengan pegawai lainnya.
5.3 Pelaksanaan/Aktuasi Tingkat Puskesmas
5.3.1 Pengertian Aktuasi Tingkat Puskesmas
Setelah perencanaan (planning) dan pengorganisasian (organizing) Puskesmas
selesai dilaksanakan, maka selanjutnya yang perlu dilakukan dalam
manajemen Puskesmas adalah mewujudkan rencana (plan) Puskesmas
tersebut menjadi kenyataan. Ini berarti, rencana tersebut dilaksanakan
(implementating) atau diaktualisasikan (actuating).
Di dalam beberapa buku manajemen dijumpai banyak istilah untuk fungsi
penggerakan dan pelaksanaan yaitu actuating (penggerakan), motivating
46
(membangkitkan motivasi), directing (memberikan arah), influencing
(mempengaruhi), dan commanding (memberi komando atau petunjuk).
Beberapa istilah tersebut diartikan sebagai fungsi aktuasi karena dianggap
mempunyai pengertian yang sama yaitu menggerakkan dan mengarahkan
pelaksanaan program. Aktuasi Puskesmas merupakan usaha untuk
menciptakan iklim kerjasama di antara staf pelaksanaprogram Puskesmas
sehingga pelaksanaan program berjalan sesuai dengan rencana dalam rangka
pencapaian tujuan Puskesmas. Aktuasi juga merupakan suatu fungsi
pembimbingan dan pengarahan pegawai agar pegawai mau dan mampu
bekerja dengan rasa tanggung jawab tanpa menunggu perintah dari siapapun.
Aktuasi tingkat Puskesmas menurut hemat penulis adalah upaya
menggerakkan pegawai Puskesmas sedemikian rupa sehingga pegawai
Puskesmas memiliki komitmen dan tanggung jawab, mendukung dan
bekerjasama memiliki kemauan dan kemampuan kerja, menyukai pekerjaan,
menjadi pegawai yang baik, serta berusaha untuk mencapai tujuan Puskesmas.
Hal yang mendasar bagi keberhasilan Puskesmas adalah mengupayakan agar
pegawai Puskesmas melakukan tugas secara berkualitas, beretika, dan
berdedikasi, adanya kepercayaan dan keyakinan terhadap semua pegawai,
memelihara lingkungan kerja yang kondusif dsn memuaskan semua pihak
adanya kesediaan semua pegawai untuk melaksanakan tugas secara antusias.
47
Pada dasarnya aktuasi dimulai dari pimpinan Puskesmas dan bukan dengan
menggerakkan pihak lain. Seorang pimpinan Puskesmas harus termotivasi
secara pribadi untuk mencapai kemajuan dan kerjasama yang serasi dan
terarah dengan pihak lain. Pimpinan Puskesmas harus menunjukkan kepada
stafnya bahwa ia mempunyai tekad untuk mencapai keberhasilan dan peka
terhadap lingkungannya. Pimpinan Puskesmas harus obyektif dalam
menghadapi berbagai persoalan Puskesmas. Ia juga harus realistis menghadapi
perbedaan karakter pegawai. Dengan kata lain, seorang pimpinan memahami
kodrat manusia yang mempunyai kekuatan dan kelemahan dan tidak mungkin
akan mampu bekerja sendiri sehingga memerlukan bantuan orang lain.
Pegawai Puskesmas mempunyai kebutuhan yang bersifat pribadi dan sosial.
Pada diri pegawai kadang-kadang muncul juga sifat-sifat emosional. Pegawai
Puskesmas adalah juga manusia dimanapun mereka berada . Pegawai
Puskesmas membawa ke tempat kerjanya segala perbedaan-perbedaan fisik
mental, sosial, nilai, dan problem-problem mereka. Setiap pegawai
mempunyai kepribadian yang berbeda-beda yang dipengaruhi oleh keturunan,
pendidikan, kondisi sosial, serta pengalamannya. Seorang pegawai bertindak
untuk mencapai kepuasan tetapi arti kepuasan baik isi maupun derajatnya
berbeda bagi setiap pegawai.
Meskipun pegawai Puskermas Berbeda-beda, namun terdapay adanya fakta-
fakta kesamaan yang dapat membantu pimpinan Puskesmas untuk mengerti
48
perilaku pegawai dan memanfaatkan pengetahuan tersebut untuk memperbaiki
manajemen Puskesmas. Keadaan umum yang penting guna memenuhi
kebutuhan-kebutuhan pegawai menurut Terry (1986) yaitu:
1. Kebiasaan serta emosi penting sekali untuk menerangkan perilaku
pegawai, akal bersifat sekunder
2. Perasaan terpinggirkan merupakan bagian daripada sebuah kelompok dan
merasa penting merupakan kekuatan yang memberikan motivasi kuat bagi
kebanyakan pegawai.
3. Pegawai menginginkan pujian untuk perkerjaan yang dilaksanakan
apabila mereka layak mendapatkannya
4. Para pegawai ingin memanfaatkan kemampuan mereka yang tertinggi dan
menikmati perasan puas apabila pekerjaan dilaksanakan
5. Para pegawai ingin melaksanakan hal-hal yang dapat mereka banggakan
6. Para pegawai lebih menyukai pengawasan yang dapt mereka percayai dan
menimbulkan respek
7. Kritik atau perbandingan negatif tentang hasil pekerjaan seorang pegawai
di muka umum ditentang oleh kebanyakan pegawai, mereka tidak senang
“kehilangan muka:
8. Penerimaan ide-ide baru dan perubahan-perubahan lebih berhasil apabila
pegawai siap menghadapinya, upaya untuk mengadakan perubahan-
perubahan secara mendadak perlu dihindari
49
9. Apabila pegawai tidak melakukan pekerjaan dengan baik, maka pegawai
ingin mendapatkan teguran dengan cara yang tepat.
10. Teguran dan tindakan perbaikan diharapkan oleh kebanyakan pegawai
apabila mereka melanggar cara kerja yang sudah diketahui dan yang
ditetapkan kebanyakan pegawai kurang menyukai pengawasan yang baik
dan lunak hati
5.3.2 Faktor Fungsi Aktuasi Puskesmas
Fungsi aktuasi Puskesmas tidak sekedar pekerjaan mekanis karena yang
digerakkan adalah manusia/pegawai. Oleh karena itu untuk suksesnya fungsi
aktuasi Puskesmas diperlukan berbagai faktor, yaitu:
1.Faktor Organisasi Puskesmas
Yang menentukan suksesnya fungsi aktuasi dari faktor organisasi Puskesmas
meliputi:
a. Terdapat Peraturan
Peraturan adalah segala ketentuan yang mengatur terselenggaranya
kegiatan pegawai dan program Puskesmas serta adanya kepastian
perkembangan Puskesmas baik ke dalam maupun ke luar organisasi,
seperti Undang-Undang RI Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor * Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Pegawai,
Peraturan Pemerintah RI tentang disiplin oegawai, Peraturan Pemerintah
50
RI no. 10/1979 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri
Sipil dan lain-lain
b. Terdapat Sumber Daya
Sumber daya adalah segala sesuatu yang diperlukan untuk kegiatan dan
program Puskesmas yang didasarkan pada suatu pengkajian yang dapat
dipertanggungjawabkan , yang meliputi aspek kuantitas, kualitas, dan
aktualitasnya. Sumber daya manajemen Puskesmas meliputi 7 M + 1I
c. Terdapat Sarana Komunikasi
Sarana komunikasi adalah segala sarana yang dapat digunakan untuk
menerima dan menyampaikan informasi, seperti telepon, surat, forum
rapat dinas, buletin, dan sebagainya
d. Terdapat Kepemimpinan
Yaitu suatu proses pengarahan dan pemberian pengaruh pada kegiatan-
kegiatan pegawai agar bekerja mencapai tujuan organisasi
2. Faktor Pegawai
Yang menentukan suksesnya fungsi aktuasi dari faktor pegawai adalah:
a. Memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai
b. Memiliki pandangan bahwa pengabdiannya adalah untuk
Puskesmas/Negara bukan untuk pimpinannya
c. Mau dipimpin
51
5.3.3 Tujuan Aktuasi Tingkat Puskesmas
Adapun tujuan aktuasi tingkat Puskesmas adalah:
1. Menciptakan kerjasama yang harmonis, serasi, berdaya guna dan berhasil
guna
2. Mengembangkan kemauan dan kemampuan kerja pegawai Puskesmas
3. Menumbuhkan rasa memiliki, rasa bertanggungjawab, dan menyukai
pekerjaan
4. Mengusahakan suasana lingkungan kerja yang kondusif yang dapat
meningkatkan motivasi dan prestasi kerja pegawai Puskesmas
5. Membuat organisasi Puskesmas dinamis dan berkembang
5.3.4 Pelaksanaan/Lokakarya Mini Puskesmas
Dalam kerangka manajemen Puskesmas yang terdiri atas P1 (Perencanaan),
P2 (Penggerakan dan Pelaksanaan) dan P3 (Pengawasan, Pengendalian, dan
Penilaian), maka Lokakarya Mini Puskesmas merupakan P2 (Penggerakan
dan Pelaksanaan) atau Aktuasi tingkat Puskesmas yang terdiri atas Lokakarya
Mini Bulanan dan Lokarya Mini Tribulanan. (Departemen Kesehatan, 2004).
1. Lokakarya Mini Bulanan
Lokakarya Mini Bulanan yaitu pertemuan yang diselenggarakan setiap bulan
di Puskesmas yang dihadiri oleh seluruh staf di Puskesmas Puskesmas
Pembantu, dan bidan di desa, serta dipimpin oleh kepala Puskesmas.
52
Tahap Pelaksanaan:
a. Lokarya Mini Bulanan Pertama
1) Masukan:
• Penggalangan tim dalam bentuk dinamika kelompok tentang peran tanggung
jawab staf dan kewenangan Puskesmas;• Informasi tentang kebijakan,
program, dan konsep baru;
• Informasi tentang tatacara penyusunan POA (Plan of Action) Puskesmas.
2) Proses:
• Inventarisasi kegiatan Puskesmas termasuk kegiatan lapangan/ daerah
binaan;
• Analisis beban kerja tiap petugas;
• Pembagian tugas baru termasuk pembagian tanggung jawab daerah binaan;
• Penyusunan POA Puskesmas tahunan.
3) Keluaran:
• POA Puskesmas tahunan;
• Kesepakan bersama (untuk hal-hal yang dipandang perlu).
b. Lokakarya Mini Bulanan Rutin
1) Masukan:
• Laporan hasil kegiatan bulan lalu;
• Informasi tentang hasil rapat dinas kabupaten/kota;
• Informasi tentang hasil rapat tingkat kecamatan;
53
• Informasi tentang kebijakan, program, dan konsep baru.
2) Proses:
• Analisis hambatan dan masalah, antara lain dengan mempergunakan PWS
(Pemantauan Wilayah Setempat);
• Analisis sebab masalah, khusus untuk mutu dikaitkan dengan kepatuhan
terhadap standar pelayanan;
• Merumuskan alternatif pemecahan masalah.
3) Keluaran : Rencana kerja bulan yang baru.
2. Lokakarya Mini Tribulanan
Lokakarya Mini Tribulanan yaitu pertemuan yang diselenggarakan setiap 3
(tiga) bulan sekali di Puskesmas yang dihadiri oleh instansi lintas sektoral
tingkat kecamatan, Badan Penyantun Puskesmas (BPP), staf Puskesmas dan
jaringannya, serta dipimpin oleh camat.
Tahap Pelaksanaan
a. Lokakarya Mini Tribulanan Pertama
1) Masukan:
• Penggalangan tim yang dilakukan melalui dinamika kelompok;
• Informasi tentang program lintas sektoral;
• Informasi tentang program kesehatan;
• Informasi tentang kebijakan, program, dan konsep baru.
54
2) Proses:
• Inventarisasi peran bantu masing-masing sektor;
• Analisis masalah peran bantu dari masing-masing sektor;
• Pembagian peran masing-masing sektor.
3) Keluaran:
Kesepakan tertulis sektor terkait dalam mendukung program kesehatan
termasuk program pemberdayaan masyarakat.
b. Lokakarya Mini Tribulanan Rutin
1) Masukan:
• Laporan kegiatan pelaksanaan program kesehatan dan dukungan sektor
terkait;
• Inventarisasi masalah/hambatan dari masing-masing sektor dalam
pelaksanaan program kesehatan;
• Pemberian informasi baru.
2) Proses:
• Analisis hambatan dan masalah pelaksanaan program kesehatan;
• Analisis hambatan dan masalah dukungan dari masing-masing sektor;
• Merumuskan cara penyelesaian masalah.
3) Keluaran:
• Rencana kerja tribulan yang baru;
55
• Kesepakatan bersama (untuk hal-hal yang dipandang perlu).
5.3.5 Cara Penyelenggaraan Aktuasi/Lokakarya Mini Puskesmas
Aktuasi tingkat Puskesmas dilakukan melalui :
1. Rapat/dinamisasi staf, diselenggarakan seminggu sekali yang dihadiri oleh
seluruh staf Puskesmas dan jaringannya, yang bertujuan untuk :
(a) menginformasikan hasil rapat dinas tingkat kabupaten/kota dan tingkat
kecamatan serta informasi tentang kebijakan, program dan konsep-konsep
baru, (b) melakukan evaluasi mingguan terhadap pelaksanaan program
puskesmas, (c) penggalangan kerjasama tim dan kesepakatan bersama, dan (d)
pemberdayaan pegawai puskesmas untuk meningkatkan kinerja profesional,
kompetensi/kemampuan pegawai, sikap dan motivasi kerja serta kecerdasan
emosi.
2. Lokakarya Mini Bulanan, diselenggarakan setiap akhir bulan, yang dihadiri
oleh seluruh staf Puskesmas dan jaringannya, yang bertujuan untuk :
(a) menginformasikan hasil rapat dinas tingkat kabupaten/kota dan tingkat
kecamatan serta informasi tentang kebijakan, program dan konsep-konsep
baru, (b) evaluasi bulanan terhadap pelaksanaan program puskesmas serta
analisis hambatan dan masalah dengan mempergunakan pws, (c) penyusunan
POA bulanan secara partisipatif dengan menghimpun usulan kegiatan dan
program dari para penanggung jawab program puskesmas, (d) penggalangan
56
tim melalui penegasan peran dan tanggung jawab staf, dan (e) pemberdayaan
pegawai Puskesmas untuk meningkatkan kinerja professional
kompetensi/kemampuan pegawai, sikap dan motivasi kerja serta kecerdasan
emosi.
3. Lokakarya Mini Tribulanan, diselenggarakan setiap 3 (tiga) bulan sekali
yang dihadiri oleh instansi lintas sektor tingkat kecamatan, Tim Penggerak
PKK kecamatan dan desa, kepala desa, staf Puskesmas dan jaringannya, serta
dipimpin oleh camat. Dengan tujuan : (a) informasi tentang program lintas
sektor, program kesehatan, serta informasi tentang kebijakan, program dan
konsep-konsep baru, (b) menginventarisasi peran bantu masing-masing sektor
serta masalah dan hambatan dari masing-masing sektor, dan (c) penggalangan
tim lintas sektor tingkat kecamatan.
4. Rapat koordinasi (Rakor) tingkat kecamatan, diselengarakan setiap bulan
yang dihadiri oleh unsur Muspika kecamatan, lintas sektor tingkat kecamatan,
tim penggerak PKK kecamatan dan desa dan kepala desa, dengan agenda
acara sesuai dengan agenda pemerintahan kecamatan. Peran Puskesmas
adalah menyampaikan hasil Lokakarya Mini Bulanan.
5. Rapat koordinasi (Rakor) Posyandu-Desa Siaga tingkat desa
diselenggarakan setiap bulan pada 2 (dua) hari sebelum pelaksanaan
Posyandu, yang dihadiri oleh kepala desa dan pamong desa, unsur Badan
Perwakilan Desa (BPD), unsur Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa
57
(LPMD), pengurus PKK desa, pengurus Posyandu dan Forum Kesehatan
Desa-Desa Siaga, kader Posyandu/Desa Siaga dari setiap RT, tokoh
masyarakat, Bidan desa, perawat kesehatan desa, pembina kesehatan desa,
PLKB, dan unsur lintas sektor tingkat kecamatan. Adapun tujuannya adalah :
(a) evaluasi pelaksanaan posyandu dan program desa siaga bulan lalu serta
merencanakan posyandu dan desa siaga bulan yang akan datang, (b)
pemutakhiran data sasaran posyandu dan program desa siaga, (c) pengisian
kartu panggilan sasaran posyandu untuk kemudian dibagikan ke setiap
dusun/rw, (d) pembahasan masalah dan hambatan posyandu dan program desa
siaga, serta (e) pendalamam materi posyandu dan program desa Siaga.
6. Konsultasi para penaggung jawab program dengan pimpinan Puskesmas
Konsultasi ini diselenggarakan bila diperlukan, dengan cara mengundang para
penanggung jawab program Puskesmas atau mereka menghadap/ melapor
kepada pimpinan Puskesmas.
5.4 Pengawasan, Pengendalian, dan Penilaian (P3) Tingkat Puskesmas
5.4.1 Pengertian P3 Puskesmas
Pengawasan, Pengendalian, dan Penilaian (P3) merupakan fungsi yang
terakhir dari proses manajemen Puskesmas. Ketiga fungsi ini mempunyai
kaitan erat dengan fungsi-fungsi manajemen lainnya, terutama dengan fungsi
perencanaan. Fungsi P3 Puskesmas dilakukan guna menjamin bahwa semua
58
kegiatan dan program serta fungsi Puskesmas yang sedang berjalan sesuai
dengan rencana yang telah ditentukan. Fungsi P3 Puskesmas bertujuan untuk:
(1) mencegah penyimpangan (protektif),
(2) meluruskan penyimpangan (kuratif), dan
(3) membimbing pegawai Puskesmas agar tidak menyimpang (preventif).
Jika terjadi kesenjangan atau penyimpangan harus segera diatasi. Setiap
penyimpangan harus dapat dideteksi sedini mungkin, dicegah, dikendalikan,
atau dikurangi. Melalui pelaksanaan fungsi P3 Puskesmas, hasil pelaksanan
kegiatan dan program Puskesmas yang telah dicapai dibandingkan dengan
standar kinerja program Puskesmas yang tertuang dalam tujuan, target,
standar mutu pelayanan, standardoperating procedure Puskesmas. Masalah
yang banyak terjadi dalam organisasi pelayanan sektor publik termasuk
Puskesmas adalah masih lemahnya fungsi P3, sehingga terjadi peyimpangan
atau kesenjangan antara yang direncanakan dengan yang dilaksanakan.
Terdapat banyak sebutan untuk fungsi P3, antara lain evaluating,appraising,
atau correcting. Sebutan controlling menurut Handoko (2003) lebih banyak
digunakan karena mengandung konotasi yang mencakup penetapan standar,
pengukuran kegiatan, dan pengambilan tindakan korektif. Perbedaan antara
pengendalian dan pengawasan Menurut Usman (2006) adalah pada wewenang
dari pemangku kedua istilah tersebut. Pengendalian mempunyai wewenang
untuk turun tangan melakukan koreksi yang tidak dimiliki oleh pengawasan.
59
Pengawasan hanya sebatas memberikan saran dan masukan, sedangkan tindak
lanjutnya dilakukan oleh pengendalian. Dengan demikian,pengendalian lebih
luas daripada pengawasan. Dalam penerapannya di pemerintahan, kedua
istilah tersebut sering dilakukan bersamaan dan sering tumpah tindih
(overlapping), sehingga lebih banyak dipakai istilah pengawasan dan
pengendalian (wasdal).
Pengawasan didefinisikan oleh Azwar (1988) adalah melakukan penilaian dan
sekaligus koreksi terhadap setiap penampilan pegawai untuk mencapai tujuan
seperti yang telah ditetapkan dalam rencana atau suatu proses untuk mengukur
penampilan suatu program yang kemudian dilanjutkan dengan
mengarahkannya sedemikian rupa sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat
tercapai. Sedangkan Mockler dalam Handoko (2003) mengartikan
pengawasan sebagai suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar
pelaksanaan dengan tujuan-tujuan perencanaan, merancang sistem informasi
umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah
ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-
penyimpangan, serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk
menjamin bahwa semua sumber daya organisasi dipergunakan dengan cara
paling efisien dan efektif dalam pencapaian tujuan-tujuan organisasi. Lanri
(2003) dalam Usman (2006) mendefinisikan pengawasan sebagai suatu
kegiatan untuk memperoleh kepastian apakah pelaksanaan pekerjaan/kegiatan
60
telah dilaksanakan sesuai dengan rencana semula. Kegiatan pengawasan pada
dasarnya membandingkan kondisi yang ada dengan yang seharusnya terjadi.
Pengendalian dilakukan apabila dalam pengawasan ternyata ditemukan
adanya penyimpangan atau hambatan maka segera diambil tindakan koreksi.
Sedangkan pengendalian didefinisikan oleh Usman (2006) adalah proses
pemantauan, penelitian, dan pelaporan rencana atas pencapaian tujuan yang
telah ditetapkan untuk tindakan korektif guna menyempurnakan lebih lanjut.
Selanjutnya penilaian (evaluating), menurut The World Health Organization
adalah suatu cara belajar yang sistematis dari pengalaman yangdimiliki untuk
meningkatkan pencapaian, pelaksanaan, dan perencanaan suatuprogram
melalui pemilihan secara seksama berbagai kemungkinan yang tersediaguna
penerapan selanjutnya. The American Public Association
mendefinisikanpenilaian adalah suatu proses untuk menentukan nilai atau
jumlah keberhasilandari pelaksanaan suatu program dalam mencapai tujuan
yang telah ditetapkan.Sedangkan The International Clearing House on
Adolescent Fertility Control for Population, mendefinisikan penilaian sebagai
suatu proses yang teratur dansistematis dalam membandingkan hasil yang
dicapai dengan tolok ukur ataukriteria yang telah ditetapkan, dilanjutkan
dengan pengambilan keputusan sertapenyusunan saran-saran, yang dapat
dilakukan pada setiap tahap dari pelaksanaanprogram (Azwar, 1988).
61
Dari pengertian-pengertian tersebut di atas, nampak bahwa antara
pengawasan, pengendalian, dan penilaian mempunyai makna dan esensi yang
sama yaitu proses pemantauan, penilaian, dan pelaporan keberhasilan suatu
kegiatan dan program dalam rangka pencapaian tujuan organisasi, adanya
penetapan standar, tolok ukur dan kriteria, adanya pengukuran hasil kegiatan
dan program, adanya pembandingan hasil kinerja pegawai dan organisasi
dengan standar, dan adanya pengambilan tindakan korektif bila diperlukan.
5.4.2 Metode P3 Puskesmas
Untuk dapat melakukan P3 Puskesmas dengan baik ada 3 (tiga) hal yang perlu
diperhatikan, yaitu:
1. Obyek P3 Puskesmas
Obyek P3 Puskesmas adalah hal-hal yang harus diawasi, dikendalikan dan
dievaluasi. P3 Puskesmas sebaiknya mencakup seluruh sistem manajemen
Puskesmas yang terdiri atas 7 (tujuh) komponen yaitu : input (masukan
sumber daya manajemen Puskesmas) yang meliputi 7 M + 1 I, process (proses
transformasi manajemen dan proses pelayanan kesehatan Puskesmas), output
(hasil antara), outcome (hasil akhir), impact(manfaat dan dampak/efek), feed
back (umpan balik), dan lingkungan Puskesmas.
Paling tidak terdapat 10 jenis objek yang perlu dijadikan sasaran P3
Puskesmas, yaitu:
62
a. Hasil cakupan kegiatan dan program Puskesmas baik upaya kesehatan
wajib, upaya kesehatan pengembangan, maupun upaya kesehatan
inovatif: Dilakukan dengan membandingkan pencapaian hasil kegiatan
dengan target yang telah ditetapkan dalam RO Puskesmas;
b. Pelaksanaan Manajemen Puskesmas: Meliputi Perencanaan (P1)
yaknipenyusunan Rencana Strategik dan Rencana Operasional
Puskesmas,Penggerakan Pelaksanaan (P2) yakni pelaksanaan Lokakarya
MiniPuskesmas baik bulanan maupun triwulanan, dan Pelaksanaan
P3Puskesmas yakni Stratifikasi Puskesmas atau Penilaian
KinerjaPuskesmas;
c. Mutu Pelayanan Puskesmas: Dilakukan dengan
membandingkanpencapaian kinerja Puskesmas dengan standar mutu
pelayanan danstandard operating procedure (SOP) Puskesmas;
d. Manajemen Obat dan Alat kesehatan (Pengelolaan obat dan alat
kesehatandi gudang dan pelayanan obat alat kesehatan di Puskesmas) :
Permintaandan penerimaan obat alat kesehatan, pemeriksaan obat alat
kesehatan yangdiragukan kualitasnya, lokasi dan kelengkapan
penyimpanan obat alatkesehatan di gudang, sarana gudang obat alat
kesehatan Puskesmas,fasilitas penyimpanan, proses distribusi, kegiatan
dan proses pelayananobat dan alat kesehatan, cara penyerahan dan
pemberian informasi,membuat indikator peresepan;
63
e. Manajemen Keuangan yaitu pengelolaan pemasukan dan
penggunaankeuangan kegiatan rutin dan program Puskesmas serta
keuangan programJamkesmas: Puskesmas mempunyai buku adminisrasi
keuangan/buku kasberisi uang masuk dan uang keluar berdasarkan
kegiatan dan sumberanggaran setiap bulan, laporan pertanggungjawaban
keuangan programJamkesmas tahunan. Pimpinan Puskesmas seyogyanya
melakukanpemeriksaan keuangan secara berkala;
f. Manajemen Ketenagaan: Puskesmas membuat Daftar Urutan
Kepangkatan(DUK), struktur organisasi serta uraian tugas dan tanggung
jawab setiappetugas, rencana kerja bulanan dan tahunan untuk setiap
petugas sesuaidengan tugas, wewenang, dan tanggung jawab, melakukan
pembinaankepada petugas dengan cara penilaian DP3, pemberian
penghargaan,kesejahteraan, dan pemberian sanksi, mempunyai data
keadaan, kebutuhanketenagaan termasuk bidan desa, mempunyai daftar
pejabat fungsionalPuskesmas;
g. Program Pengamatan dan Pencegahan Penyakit: Puskesmas
membuatPemantauan Wilayah Setempat (PWS) per desa serta hasil
analisis danrencana tindak lanjutnya disampaikan dalam Lokakarya Mini
Puskesmasbaik bulanan maupun triwulanan dan rapat koordinasi tingkat
kecamatan,kewaspadaan dini KLB penyakit potensial wabah dengan
membuat grafikmingguan serta analisis dan rencana tindak lanjutnya,
64
menjalankan SistemKewaspadaan Dini (SKD) faktor risiko dengan
memilih penyakit potensialKLB di wilayah kerja Puskesmas;
h. Program JPKM atau Jaminan Kesehatan Masyarakat
(Jamkesmas):Mempunyai dokumentasi program Jamkesmas,
meliputi:pengorganisasian, data kepesertaan dan distribusi kartu peserta,
datakeuangan, rencana dan laporan bulanan, pelayanan kesehatan
diPuskesmas dan rujukan, pembinaan dan pengawasan oleh dinas
kesehatankabupaten/kota;
i. Program penggerakan dan pemberdayaan masyarakat bidang
kesehatantingkat kecamatan dan desa/kelurahan seperti program Desa
Siaga;
j. Objek yang bersifat strategis: Misalnya pengawasan tentang
penggunaanjarum suntik untuk mencegah penyakit menular melalui
suntikan(Hepatitis C, HIV/AIDS, dan sebagainya), jenis, jumlah dan
kualitasvaksin yang tersedia, dan sebagainya.
Menurut Sutedja (2005), sasaran P3 meliputi :
(a) kinerja pegawai danorganisasi baik kuantitas maupun kualitas layanan
kesehatan, (b) ketenagaanyakni kegiatan pegawai sesuai dengan perencanaan
dan instruksi, (c) sumberdaya manajemen lainnya mencakup kuantitas dan
65
kualitas, (d) keuangan yakni biaya, penghasilan, dan likuiditas, serta (e) waktu
yakni kesesuaian dengan perencanaan.
2. Metode P3 Puskesmas
Yang dimaksud dengan metoda P3 Puskesmas adalah teknik atau cara
melakukan P3 terhadap obyek P3 Puskesmas yang telah ditetapkan. Menurut
Sutedja (2005), metode pengawasan terdiri atas pengawasan langsung
(observasi), wawancara (laporan lisan), dan laporan tertulis antara lain
formulir SOP, data statistik, dan computer on line.
5.4.3 Proses P3 Puskesmas
Proses P3 Puskesmas terdiri paling sedikitnya 5 (lima) tahapan. Tahapan
tersebut meliputi:
(1) Penetapan standar pelaksanaan,
(2) Penentuanpengukuran pelaksanaan kegiatan,
(3) Pengukuran hasil kinerja aktual/nyata,
(4) Pembandingan hasil aktual dengan standar dan melakukan analisis
penyimpangan,serta
(5) Pengambilan tindakan koreksi bila diperlukan (Terry,1983;
Handoko,2003; Silalahi, 2002).
1. Penetapan Standar Pelaksanaan
66
Standar mengandung arti sebagai suatu satuan pengukuran yang dapat
digunakan sebagai patokan untuk penilaian hasil kinerja pegawai dan
Puskesmas. Menetapkan suatu standar akan memberi suatu nilai atau petunjuk
yang menjadi ukuran sehingga hasil kinerja aktual dapat dibandingkan.
Standar pelaksanaan meliputi standar masukan (input standard), standar
proses, dan standar keluaran (output standard). Standar masukan mengukur
penyediaan dan penggunaan sumber daya Puskesmas (7M + 1 I). Standar
proses mengukur proses penyelenggaraan manajemen Puskesmas (P1, P2, dan
P3), proses pelaksanaan standar mutu, standard operating procedure (SOP),
standar Sistem Pencatatan dan Pelapran Puskesmas (SP3)-Sistem Informasi
Manajemen Puskesmas (SIMPUS). Sedangkan standar keluaran mengukur
hasil kinerja pegawai dan Puskesmas meliputi hasil cakupan kegiatan dan
program serta mutu pelayanan kesehatan dalam aspek kuantitas, kualitas,
biaya, dan waktu. Standar pelaksanaan bersumber dan dikembangkan dari
tujuan dan target Puskesmas yang ditetapkan dalam RO (plan of action)
Puskesmas, anggaran, tugas dan wewenang pegawai, mekanisme dan tata
kerja/ prosedur kerja pegawai dan organisasi Puskesmas, petunjuk dan
peraturan pelaksanaan, serta target kegiatan dan program Puskesmas.
Tolok ukur standar kinerja Puskesmas merujuk pada Standar
PelayananMinimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota (Keputusan Menteri
Kesehatan RI No.1457/Menkes/SK/X/2003) dan Petunjuk Teknis Standar
67
Pelayanan Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota
(Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1091/Menkes/ SK/X/2004) serta
Pedoman Penetapan Indikator Provinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat
(Keputusan MenteriKesehatan No.1202/Menkes/ SK/VIII/2003).
2. Penentuan Pengukuran Pelaksanaan Kegiatan
Penetapan standar adalah sia-sia bila tidak disertai berbagai cara untuk
mengukur pelaksanaan kegiatan aktual, untuk itu perlu ditetapkan
prosedur,waktu, dan metode atau teknik pengukuran yang digunakan. Kinerja
yang diukur meliputi kinerja pegawai, tim, dan organisasi Puskesmas.
Pengukuran Pelaksanaan Kegiatan Puskesmas saat ini dilakukan melalui
Stratifikasi Puskesmas yang kemudian menjadi Penilaian Kinerja Puskesmas.
3. Pengukuran Hasil Kinerja Aktual
Setelah sistem dan frekuensi pengukuran P3 Puskesmas ditentukan dilakukan
pengukuran hasil kinerja aktual. Pengukuran hasil kinerja aktual dilakukan
sebagai proses yang berulang dan terus-menerus. Ada beberapa cara untuk
melakukan pengukuran kinerja aktual, yaitu :
a. Pengamatan (observasi) secara pribadi: Berarti bahwa pimpinan Puskesmas
memantau dan memperhatikan aktivitas pegawai. Hal-hal yang diobservasi
68
seperti metode/cara kerja yang dilaksanakan, kuantitas dan kualitas
pekerjaan, sikap para pegawai, dan observasi lapangan di wilayah kerja
Puskesmas. Observasi secara pribadi terutama berguna untuk mengecek
dan mencatat hal-hal yang tidak tampak (intangibles);
b. Laporan lisan: Dapat berupa wawancara, pertemuan kelompok,
rapat/dinamisasi staf atau melalui diskusi-diskusi informal. Laporan
lisanmengandung kelebihan tertentu daripada metode observasi secara
pribadikarena informasi ditransmisi secara lisan dan didalamnya terdapat
kontakpribadi;
c. Laporan tertulis: Dipergunakan untuk memperoleh keterangan atau
hasilpekerjaan secara tertilis. Laporan-laporan tersebut dapat mencakup
datayang komprehensif dan bermanfaat untuk penyusunan statistik;
d. Inspeksi: Dilakukan dengan jalan membandingkan kualitas jasa
layanankesehatan Puskesmas dengan standar layanan kesehatan yang
telahditetapkan melalui suatu pengujian secara visual/pengamatan,
pengetesan,atau pengambilan sampel.e. Metode otomatis: Yaitu dengan
menggunakan alat moderen sepertikomputer on line (Terry, 1983).
Agar pelaksanaan pengukuran kinerja berlangsung dengan akurat, maka
perlu dikumpulkan data dan mendeteksi permasalahan secara terus
menerus yang disebut monitoring performance (pemantauan kinerja).
69
4. Pembandingan Hasil Kinerja Aktual dengan Standar dan
AnalisisPenyimpangan
Tahap kritis dari P3 Puskesmas adalah pembandingan pelaksanaan aktual
dengan pelaksanaan yang direncanakan atau standar kinerja yang telah
ditetapkan. Untuk itu dibutuhkan standar yang jelas dan pasti yang digunakan
sebagai ukuran yang akan diperbandingkan. Membandingkan kinerja aktual
dengan kinerja yang diinginkan dimaksudkan untuk mengetahui apakah ada
perbedaan dan penyimpangan (deviasi). Penyimpangan harus dianalisis untuk
menentukan kenapa standar tidak dapat dicapai. Hasil analisis penyimpangan
atau kesenjangan antara target dan hasil cakupan kegiatan dan program akan
ditindak lanjuti dalam penyusunan RO Puskesmas tahun yang akan datang.
5. Pengambilan Tindakan Koreksi Bila Diperlukan
Bila hasil analisis penyimpangan menunjukan perlunya tindakan koreksi,
maka tindakan koreksi ini perlu dilakukan. Jika terjadi penyimpangan,
pimpinan Puskesmas perlu berusaha terlebih dahulu untuk mencari
faktorfaktor penyebabnya, dan penggunakan faktor tersebut untuk
menetapkan langkah-langkah intervensi. Ada 2 (dua) tipe tindakan koreksi,
yaitu:
(a) tindakan koreksi segera (immediate corrective action) yaitu tindakan
koreksiterhadap berbagai hal yang masih merupakan gejala, dan
70
(b) tindakan koreksimendasar (basic corrective action) yaitu tindakan koreksi
terhadappenyimpangan yang terjadi dengan terlebih dahulu mencari serta
mendapatkan informasi yang menyebabkan terjadinya penyimpangan.
71
MANAJEMEN RUMAH SAKIT
1. Pengertian Rumah Sakit dan Manajemen Rumah Sakit
Batasan Rumah Sakit banyak macamnya. Beberapa diantaranya yang dipandang
penting adalah:
a. Rumah Sakit adalah suatu organisasi yang melalui tenaga medis profesional
yang terorganisir serta sarana kedokteran yang permanen menyelenggarakan
pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan yang berkesinambunganm
diagnosis serta pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien (American
Hospital Association, 1974).
b. Rumah Sakit adalah tempat dimana orang sakit mencari dan menerima
pelayanan kedokteran serta tempat dimana pendidikan klinik untuk
mahasiswa kedokteran, perawat, dan berbagai tenaga profesi kesehatan
lainnya diselenggarakan (Wolper dan Pena, 1987).
c. Rumah Sakit adalah pusat dimana pelayanan kesehatan masyarakat,
pendidikan serta penelitian kedokteran diselenggarakan (Association of
Hospital Care, 1947).
2. Tujuan Manajemen Rumah Sakit
Rumah Sakit sebagai salah satu subsistem pelayanan kesehatan
menyelenggarakan dua jenis pelayanan untuk masyarakat yaitu pelayanan kesehatan
dan pelayanan administrasi. Pelayanan kesehatan mencakup pelayanan medik,
72
pelayanan penunjang medik, rehabilitasi medik dan pelayanan perawatan. Pelayanan
tersebut dilaksanakan melalui unit gawat darurat, unit rawat jalan, dan unit rawat
inap.
Dalam perkembangannya, pelayanan Rumah Sakit tidak terlepas dari
pembangunan ekonomi masyarakat. Perkembangan ini tercermin pada perubahan
fungsi klasik RS yang pada awalnya hanya memberi pelayanan yang bersifat
penyembuhan (kuratif) terhadap pasien melalui rawat inap. Pelayanan RS kemudian
bergeser karena kemajuan ilmu pengetahuan khususnya teknologi kedokteran,
peningkatan pendapatan dan pendidikan masyarakat. Pelayanan kesehatan di RS saat
ini tidak saja bersifat kuratif, tetapi juga bersifat pemulihan (rehabilitatif). Keduanya
dilaksanakan secara terpadu melalui upaya promosi kesehatan (promotif) dan
pencegahan (preventif). Dengan demikian sasaran pelayanan kesehatan RS tidak
hanya untuk individu pasien, tetapi juga berkembang untuk keluarga pasien dan
masyarakat umum. Fokus perhatiannya memang pasien yang datang atau yang
dirawat sebagai individu dan bagian dari keluarga. Atas dasar sikap itu, pelayanan
kesehatan di RS merupakan pelayanan kesehatan yang paripurna (komprehensif dan
holistik).
Pelayanan RS di Indonesia saat ini sudah bersifat padat modal, padat karya,
dan padat teknologi dalam menghadapi persaingan global. Dalam hal rujukan medik,
RS juga diandalkan untuk memberikan pengayoman medik (pusat rujukan) untuk
73
pusat-pusat pelayanan yang ada di wilayah kerjanya. Sifat pengayoman sangat erat
kaitannya dengan klasifikasi Rumah Sakit.
3. Jenis Klasifikasi Rumah Sakit di Indonesia
Ada empat jenis RS berdasarkan klasifikasi perumahsakitan di Indonesia yaitu
kelas A, B, C, dan D. Kelas RS yang lebih tinggi (A) mengayomi kelas Rumah Sakit
yang lebih rendah dan mempunyai pengayoman wilayah yang lebih luas.
Pengayoman dilaksanakan melalui dua sistem rujukan yaitu sistem rujukan kesehatan
(berkaitan dengan upaya promotif dan preventif seperti bantuan teknologi, bantuan
sarana, dan operasionalnya) dan rujukan medik (berkaitan dengan pelayanan yang
bersifat kuratif dan rehabilitatif).
Dengan berubahnya RS kelas A dan B menjadi RS swadana, bahkan ada yang
menjadi Perusahaan Jawatan (Perjan), manajemen klasik RS di Indonesia sudah pasti
mengalami perubahan. Perubahan dalam hal peningkatan profesionalisme staf,
tersedianya peralatan yang lebih canggih, dan lebih sempurnanya sistem administrasi
RS yang akan bermanfaat untuk peningkatan mutu pelayanan kesehatan RS.
4. Jenis/Kepemilikan Rumah Sakit di Indonesia
Di Indonesia dikenal tiga jenis RS sesuai kepemilikan, jenis pelayanan dan
kelasnya. Berdasarkan kepemilikannya, dibedakan tiga macam RS yaitu RS
Pemerintah (RS Pusat, RS Provinsi, RS Kabupaten), RS BUMN/ABRI, dan RS
Swasta yang menggunakan sumber investasi dari sumber dalam negeri (PMDN) dan
sumber luar negeri (PMA). Jenis RS yang kedua adalah RS Umum, RS Jiwa, RS
74
Khusus (mata, paru, kusta, rehabilitasi, jantung, kanker, dan sebagainya). Jenis RS
yang ketiga adalah RS Kelas A, Kelas B (pendidikan dan non-pendidikan), RS kelas
C, dan RS kelas D (Kepmenkes No.51 Menkes/SK/II/1979). Pemerintah sudah
meningkatkan status semua RS Kabupaten menjadi kelas C.
5. Jenis Rumah Sakit Berdasarkan Pelayanan
Kelas RS juga dibedakan berdasarkan jenis pelayanan yang tersedia. Pada RS
kelas A tersedia pelayanan spesialistik yang luas termasuk subspesialistik. RS kelas B
mempunyai pelayanan minimal sebelas spesialistik dan subspesialistik terdaftar. RS
kelas C mempunyai minimal empat spesialistik dasar (bedah, penyakit dalam,
kebidanan, dan anak). Di RS kelas D hanya terdapat pelayanan medis dasar.
Keputusan Menteri Kesehatan No.134 Menkes/SK/IV/78 th.1978 tentang
susunan organisasi dan tata kerja Rumah Sakit Umum di Indonesia antara lain:
Pasal 1: Rumah Sakit Umum adalah organisasi di lingkungan Departemen
Kesehatan yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada
Dirjen Yan Medik.
Pasal 2: Rumah Sakit Umum mempunyai tugas melaksanakan pelayanan kesehatan
(caring) dan penyembuhan (curing) penderita serta pemulihan keadaan cacat
badan dan jiwa (rehabilitation).
Pasal 3: Untuk menyelenggarakan tugas tersebut Rumah Sakit mempunyai fungsi:
a. Melaksanakan usaha pelayanan medik
b. Melaksanakan usaha rehabilitasi medik
75
c. Usaha pencegahan komplikasi penyakit dan peningkatan pemulihan
kesehatan
d. Melaksanakan usaha perawatan
e. Melaksanakan usaha pendidikan dan latihan medis dan paramedic
f. Melaksanakan sistem rujukan
g. Sebagai tempat penelitian
Pasal 4:a. Rumah Sakit Umum yang dimaksud dalam keputusan ini adalah RS kelas
A, kelasB, dan kelas C.
b. Rumah Sakit Umum kelas A adalah RSU yang melaksanakan pelayanan
kesehatan yang spesialistik dan subspesialistik yang luas.
c. Rumah Sakit Umum kelas B adalah RSU yang melaksanakan pelayanan
kesehatan spesialistik yang luas.
d. Rumah Sakit Umum kelas C adalah RSU yang melaksanakan pelayanan
kesehatan spesialistik paling sedikit 4 spesialis dasar yaitu Penyakit
Dalam, Penyakit Bedah, Penyakit Kebidanan/Kandungan, dan Kesehatan
Anak.
6. Pelaksanaan Fungsi Manajemen di Rumah Sakit
6.1 Perencanaan di Rumah Sakit
6.1.1 Pola Perencanaan Rumah Sakit dan Keterkaitannya
6.1.1.1 Perencanaan Strategik, Obat, SDM, dll.
76
Perencanaan Rumah Sakit dapat dibagi ke dalam dua kategori:
1. Studi Kelayakan
Di dalam Studi Kelayakan, setidaknya kita harus survei hal-hal sebagai
berikut:
a. Kebutuhan akan Rumah Sakit di area tersebut
b. Kondisi lokasi
c. Perekonomian masyarakat dimana rumah sakit tersebut akan
dibangun
d. Kebutuhan calon pelanggan pada pelayanan yang akan disediakan
Rumah Sakit
e. Ketersediaan tenaga kerja
f. Sumber daya finansial
Kebutuhan untuk menganalisa lokasi Rumah Sakit
Lebih baik menunjuk konsultan rumah sakit yang dapat melakukan survei
untuk mementukan kelayakan lokasi yang dipilih secara obyektif. Di dalam
survei ini konsultan harus menilai apakah komunitas dalam jangkaun proyek
mampu memanfaatkan pelayanan yang diberikan rumah sakit, jika komunitas
dalam jangakauan termasuk komunitas yang sejahtera maka harus dibuat
rumah sakit yang “mewah” atau dengan kata lain rumah sakit harus memiliki
fasilitas yang layak (diatas rata-rata fasilitas rumah sakit lain yang sudah ada).
77
Tranportasi, fasilitas umum, pemondokan (tempat tinggal) bagi calon
karyawan termasuk hal yang harus diperhitungkan dalam survei ini.
Kondisi lokasi Rumah Sakit
Lokasi yang dipilih harus memiliki luasan lahan yang “cukup” luas untuk
keperluan pengembangan dikemudian hari. Lokasi harus sesuai untuk
konstruksi bangunan, tidak pada lokasi rawan bencana, tidak pada area rawan
banjir, dan harus mudah diakses dari berbagai arah, utamanya yang berkaitan
dengan fasilitas umum yang ada, dan sebaiknya terletak pada jalur utama
transportasi umum. Ketersedaiaan sumber air mengingat kebutuhan air untuk
pasien mencapai 300 – 400 liter setiap harinya maka sumber air harus
dipertimbangkan secara matang. Pengolahan air limbahnya harus sudah
dipertimbangkan dari awal. Muka air tanah harus di perhitungkan agar
instalasi sytem limbahnya tidak kesulitan, dengan mengetahui muka air tanah
kita dapat tentukan jenis material pipa air yang akan dipakai. Jenis tanah juga
harus dipertimbangkan untuk efisiensi jenis fondasi yang akan di rancang.
Fasilitas lain yang harus di perhatikan adalah, sumber listrik PLN, telephone,
kondisi jalan, dan kondisi saluran pembuangan yang sudah ada.
Perekonomian di area di mana Rumah Sakit akan didirikan
Kita harus mempelajari kapsitas pendapatan rata-rata (kesejahteraan)
masyarakat di area tersebut sehingga kita dapat menentukan “kemewahan”
78
dan kelengkapan peralatan yang akan kita sediakan. Kita harus selalu melihat
bahwa masyarakat sekitar rumah sakit harus mampu secara ekonomi
memanfaatkan pelayanan yang kita sediakan. Fasilitas yang kita bangun harus
tersedia untuk semua kategori lapisan masyarakat.
Kemungkinan sebagai Rumah Sakit rujukan
Di dalam survei awal kita harus menemukan apakah masyarakat dapat
menggunakan pelayanan dari institusi yang kan kita bangun, kita harus
melihat keberadaan rumah sakit tersebut akan mampu memberikan pelayanan
pada masyarakat yang datang dari luar daerah dimana RS tersebut didirikan,
sehingga diperlukan fasilitas penginapan atau sejenisnya.
Ketersediaan SDM
Kita harus mampu memastikan apakah tersedia cukup tenaga paramedic dan
lainnya secara langsung di area tersebut ataukah harus didatangkan dari luar
daerah, hal ini harus diperhitungkan dari awal karena akan berkaitan dengan
banyak permasalahan, yang implikasinya adalah benilai financial.
Sumber Finansial
Sebelum kita memulai proyek yang kita rencanakan, kita harus menganilsa
sumber finansial yang ada. Sebagian besar dana yang kita butuhkan dapat kita
peroleh dari bank atau institusi pendanaan yang lain (bank lebih aman). Kita
harus merencanakan dan menghitungnya secara detail sehingga kebutuhan
semua dana harus sudah tercukupi dari awal, dan tidak akan terjadi
79
pemberhentian proyek ditengah jalan. Sering terjadi perencananaan yang tidak
dilakukan dengan teliti akan mengacaukan proses pembangunan dan tidak
sedikit proyek yang “mangkrak”. Kita harus menghitung budged secara akurat
dan mengetahui bahwa PBP –nya mencapai 7 hingga 10 tahun, baru proyek
tersebut kita nyatakan feasible :”layak”. Di dalam Rumah Sakit, peralatan
medis sangat mahal harganya, dan sering terjadi perkembangan peralatan
medis terjadi dalam waktu yang relative singkat. Kita harus budayakan
memproses perencanaan secara mendalam, detail dan gunakan waktu lebih
lama untuk mewujudkan perencanaan yang sempurna, dibandingkan
sebaliknya. Perencanaan yang dibuat secara “cepat jadi” cenderung akan
mengakibatkan biaya tinggi karena banyak terjadi perubahan dan modifikasi
dalam proses pelaksanaannya.
2. Perencanaan bangunan, peralatan dan fasilitas penunjang lainnya
Setelah proses survei selesai dilakukan mulailah dengan perencanaan
bangunan, sebaiknya kita menunjuk perencana yang khusus menangani
proyek-proyek rumah sakit, menyiapkan master layout, untuk menentukan
posisi berbagai unit bangunan (alur). Di dalam pembuatan master plan ini
harus sudah terakomodir semua kebutuhan ruang dan dimensinya untuk tiap-
tiap departemen.
80
Rumah sakit dapat dibagi ke dalam rumah sakit corporate, rumah sakit
pemerintah, dan klinik swasta, atau rumah sakit umum yang akan memiliki
semua departemen dan klasifikasi rumah sakit khusus (rumah sakit mata,
kanker, dll). Sesuai kondisi perekonomian pasien dan kebutuhan komunitas di
area tersebut, ruang rawat inap dirancang. Pada beberapa tempat, kita
sebaiknya memiliki lebih banyak ruang yang “mewah” dan bisa jadi di
tempat lain kita lebih banyak membutuhkan ruangan standard dan umum.
Untuk itu sudah ada pedoman dari depertemen kesehatan tentang hal ini.
Fasilitas lain yang harus ada antara lain; toilet, medical store, optical store,
lobby, space area, taman, parking area, dll. Nurse station harus diposisikan
pada posisi tengah, ruang perawatan harus dikondisikan senyaman dan
setenang mungkin, reception harus memiliki atmosphere penyambutan yang
hangat untuk semua orang yang datang ke rumah sakit. Ketika kita
merencanakan pembangunan infrastruktur, kita harus memilih material yang
sesuai dengan kondisi alam Indonesia sehingga cara dan biaya maintenance
akan dapat dikontrol secara efisien.
Perencanaan dan Koordinasi dengan pihak lain yang mungkin diperlukan:
Pembelian tanah dan atau sertifikasi tanah
Legal Opinion (Pembentukan PT) oleh owner
Ijin Prinsip oleh owner
Penunjukan pembuatan Feasibility Studi
81
Penunjukan pembuatan AMDAL
Penunjukan Perencana Khusus Rumah Sakit
Persetujuan Perencana
Penunjukan Kontraktor dan Pengawas khusus Rumah Sakit
Proses Pembangunan
Pembuatan Spesifikasi peralatan medis dan non medis (oleh konsultan rs
Persetujuan spesifikasi peralatan medis dan non medis
Pembelian Peralatan medis dan non medis
Recruitment (top level management) oleh konsultan rumah sakit
Regristration (pengajuan Ijin Operasional)
Recruitment middle level management oleh top level management
Operasionalisasi Rumah Sakit bisa didampingi konsultan rumah sakit
Perpajakan
Langkah-langkah tersebut diatas adalah tahapan umum yang seharusnya kita
lakukan agar apa yang kita rencanakan memiliki pedoman pelaksanaan yang
setidaknya akan memberikan gambaran persiapan yang akan kita lakukan
untuk memastikan memulai investasi di bidang rumah sakit yang kita ketahui
memerlukan sumber daya yang relatif besar.
Perencanaan Sumber Daya Manusia di Rumah Sakit
82
Sumber daya manusia merupakan elemen organisasi yang sangat penting.
Sumber daya manusia merupakan pilar utama sekaligus penggerak roda
organisasi dalam upaya mewujudkan visi dan misinya. Karenanya harus
dipastikan sumber daya ini dikelola dengan sebaik mungkin agar mampu
member kontribusi secara optimal. Maka diperlukanlah sebuah pengelolaan
secara sistematis dan terencana agar tujuan yang diinginkan dimasa sekarang
dan masa depan bisa tercapai yang sering disebut sebagai manajemen sumber
daya manusia. Tujuan manajemen sumberdaya manusia adalah mengelola
atau mengembangkan kompetensi personil agar mampu merealisasikan misi
organisasi dalam rangka mewujudkan visi.
Rumah sakit merupakan organisasi pelayanan jasa yang mempunyai
kespesifikan dalam hal SDM, sarana prasarana dan peralatan yang dipakai.
Sering rumah sakit dikatakan sebagai organisasi yang padat modal, padat
sumber daya manusia, padat tehnologi dan ilmu pengetahuan serta padat
regulasi. Padat modal karena rumah sakit memerlukan investasi yang tinggi
untuk memenuhi persyaratan yang ada. Padat sumberdaya manusia karena
didalam rumah sakit pasti terdapat berbagai profesi dan jumlah karyawan
yang banyak. Padat tehnologi dan ilmu pengetahuan karena di dalam rumah
sakit terdapat peralatan-peralatan canggih dan mahal serta kebutuhan berbagai
disiplin ilmu yang berkembang dengan cepat. Padat regulasi karena banyak
83
regulasi/peraturan-peraturan yang mengikat berkenaan dengan syarat-syarat
pelaksanaan pelayanan di rumah sakit.
Sumber daya manusia yang ada di rumah sakit terdiri dari : 1) Tenaga
kesehatan yang meliputi medis (dokter), paramedis(perawat) dan paramedis
non keperawatan yaitu apoteker, analis kesehatan, asisten apoteker, ahli gizi,
fisioterapis, radiographer, perekam medis. 2) Tenaga non kesehatan yaitu
bagian keuangan, administrasi, personalia dll.
6.1.1.2 Plan of Action
Ada sebuah model manajemen SDM yang di kenal yaitu model 7P yang
merupakan kependekan dari Perencanaan – Penerimaan –
Pengembangan – Pembudayaan – Pendayagunaan – Pemeliharaan –
Pensiun yang keseluruhannya menggambarkan siklus kegiatan
manajemen SDM mulai dari perencanaan SDM sampai karyawan
memasuki masa pensiun.
Penerapan model 7P di rumah sakit meliputi :
1. Perencanaan
Perencanaan merupakan aktivitas proses penetapan apa yang ingin
dicapai dan pengorganisasian sumberdaya untuk mencapainya.
Perencanaan sumber daya manusia meliputi jenis tenaga yang
84
dibutuhkan dan berapa jumlahnya yang disesuaikan dengan lingkup
pelayanan yang akan dilaksanakan. berapa jumlah dokternya,
perawatnya dan tenaga lainnya serta apakah perlu fisioterapis atau
tenaga yang lain tergantung lingkup pelayanannya. Lingkup pelayanan
ini biasanya ditentukan berdasarkan tipe rumah sakitnya. Lingkup
pelayanan rumah rumah sakit (tipe A/B/C/D) mempunyai standar
minimal. Misalnya untuk rumah sakit tipe C minimal pelayanan
medisnya adalah 4 besar spesialistik yaitu spesialis obsgyn, anak, bedah
dan dalam. Dengan adanya ketentuan tersebut maka tentu saja
perencanaan SDM di rumah sakit tipe C akan berbeda dengan tipe yang
lain.
2. Penerimaan
Penerimaan karyawan merupakan tahap yang sangat kritis dalam
manajemen SDM. Bukan saja karena biaya proses penerimaan karyawan
sangat mahal tetapi merekrut orang yang tidak tepat ibarat menanam
benih yang buruk. Ia akan menghasilkan buah yang dapat merusak
tatanan sebuah organisasi secara keseluruhan. Rumah sakit perupakan
sebuah organisasi pelayanan jasa yang sifat produknya intangible (tidak
bisa dilihat) tetapi bisa dirasakan. Dan pelayanan ini hampir mutlak
langsung diberikan oleh karyawan (bukan oleh mesin/atau alat).
85
Sehingga sikap, perilaku dan karakter karyawan sangat mempengaruhi
kualitas jasa yang diberikan. Oleh karena itu, proses penerimaan SDM
rumah sakit harus memperhatikan sikap, perilaku dan karakter calon
karyawan.
3. Pengembangan
Kompetensi SDM tidak terbentuk dengan otomatis. Kompetensi harus
dikembangkan secara terencana sesuai dengan pengembangan usaha
agar menjadi kekuatan untuk mendukung pencapaian tujuan organisasi.
Di rumah sakit diperlukan karyawan yang selalu meningkat
kompetensinya karena tehnologi, ilmu pengetahuan tentang pelayanan
kesehatan berkembang sangat pesat dari waktu kewaktu. Adanya
peralatan baru, metode perawatan yang berubah merupakan contoh
betapa perlunya pengembangan kompetensi. Kegiatan pengembangan
kompetensi ini antara lain pendidikan dan pelatihan, pemagangan di
rumah sakit lain, rotasi, mutasi.
4. Pembudayaan
Budaya perusahaan merupakan pondasi bagi organisasi dan pijakan bagi
pelaku yang ada didalamnya. Budaya organisasi adalah norma-norma
dan nilai-nilai positif yang telah dipilih menjadi pedoman dan ukuran
86
kepatutan perilaku para anggota organisai. Anggota organisasi boleh
pintar secara rasional, tetapi kalau tidak diimbangi dengan kecerdasan
emosional dan kebiasaan positif maka intelektual semata akan dapat
menimbulkan masalah bagi organisasi. Pembentukan budaya organisasi
merupakan salah satu lingkup dalam manajemen SDM.
5. Pendayagunaan
The right person in the right place merupakan salah satu prinsip
pendayagunaan. Bagaimana kita menempatkan SDM yang ada pada
tempat atau tugas yang sebaik-baiknya sehingga SDM tersebut bisa
bekerja secara optimal. Ada SDM yang mudah bergaul, luwes, sabar
tetapi tidak telaten dalam hal keadministrasian. Mungkin SDM ini cocok
di bagian yang melayani publik daripada bekerja di kantor sebagai
administrator. Lingkup pendayagunaan ini adalah mutasi, promosi,
rotasi, perluasan tugas dan tanggung jawab.
6. Pemeliharaan
SDM merupakan manusia yang memiliki hak asasi yang dilindungi
dengan hukum. Sehingga SDM tidak bisa diperlakukan semaunya oleh
perusahaan karena bisa mengancam organisasi bila tidak dikelola
dengan baik. SDM perlu dipelihara dengan cara misalnya pemberian
87
gaji sesuai standar, jamisan kesehatan, kepastian masa depan,
membangun iklim kerja yang kondusif, memberikan penghargaan atas
prestasi dsb.
7. Pensiun
Dengan berjalannya waktu SDM akan memasuki masa pensiun. Rumah
sakit harus menghindari kesan ” habis manis sepah dibuang”, dimana
ketika karyawannya sudah masa pensiun kemudian di keluarkan begitu
saja. Karena itu sepatutnya rumah sakit mempersiapkan karyawannya
agar siap memasuki dunia purna waktu dengan keyakinan. Ada banyak
hal yang bisa disiapkan yaitu pemberikan tunjangan hari tua yang akan
diberikan pada saat karyawan pensiun, pemberikan pelatihan-pelatihan
khusus untuk membekali calon purnakarya.
6.1.2 Pengorganisasian di Rumah Sakit
6.1.2.1 Struktur Organisasi
Dalam usaha mencapai sasarannya, suatu rumah sakit harus memilih
suatu struktur organisasi yang efektif dan mudah beroperasi serta tidak
banyak birokrasi. Penetapan struktur organisasi ini dimaksudkan untuk
bisa membagi pekerjaan, memberikan wewenang, melakukan
pengawasan dan meminta pertanggungjawaban. Dalam memilih bentuk
organisasi, yang perlu diingat adalah sifat rumah sakit yang berbeda
88
dengan sifat umumnya institusi lain. Suatu organisasi rumah sakit yang
sukses mempunyai ciri :
1. Struktur organisasinya tidak berbentuk pyramid tetapi datar
2. Jenjang hirarkinya pendek
3. Pengorganisasiannya berorientasi kepada tim yang mudah dibentuk
dan mudah pula untuk dibubarkan kembali
Setelah menelaah sifat institusi rumah sakit seperti yang telah disebut
di atas maka para penelaah menyetujui bahwa struktur organisasi yang
cocok adalah bentuk organisasi matriks.
Pada organisasi matriks ada dua macam wewenang, yaitu wewenang
yang mengalir secara horizontal pada unit fungsional dan wewenang
yang mengalir secara vertikal pada pimpinan structural atau
manajerial. Dua aliran wewenang ini membentuk kisi-kisi wewenang
yang dinamakan matriks aliran wewenang atau matrix of authority
flows. Struktur organisasi matriks ini mengutamakan teknologi
penyelesaian tugas yang menyangkut kecepatan penyelesaian, biaya,
dan kualitas. Struktur oganisasi matriks menyadari adanya
ketergantungan antara berbagai fungsi.
Dalam membentuk organisasi yang perlu diperhatikan adalah azas-
azas yang harus diikuti, yaitu :
89
1. Azas kesatuan komando, setiap pegawai hanya mempunyai
pimpinan tunggal
2. Pendelegasian wewenang kekuasaan perlu diikuti rasa tanggung
jawab
6.1.2.2 Job Description
1. Dewan Penyantun
Lingkup pekerjaan : menentukan kebijakan dan pengarahan umum
dalam hal perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan pendanaan
kegiatan pelayanan di rumah sakit.
Uraian tugas :
1. Menentukan misi dan tujuan pokok kegiatan pelayanan rumah
sakit
2. Menentukan kebijakan perencanaan dan memberikan persetujuan
terhadap rencana jangka menengah (lima tahun) rumah sakit
3. Mengkaji pelaksanaan kegiatan rumah sakit sesuai dengan
kebijakan yang telah ditetapkan dalam upaya mencapai tujuan
4. Melakukan penilaian tahunan terhadap penampilan kerja rumah
sakit secara keseluruhan termasuk pengadaan dan pemanfaatan
dana untuk pembiayaan kegiatan pelayanan
90
2. Direktur Rumah Sakit
Lingkup pekerjaan : direktur mempunyai tugas memimpin, menyusun
kebijaksanaan pelaksanaan, membina pelaksanaan,
mengkoordinasikan, dan mengawasi pelaksanaan tugas rumah sakit
sesuai dengan misi dan tujuannya.
Uraian tugas :
1. Bertanggung jawab dan mengawasi segala kegiatan/keadaan
rumah sakit
2. Mengembangkan rencana jangka menengah (5 tahun) dan jangka
pendek (1 tahun) kegiatan pelayanan di rumah sakit
3. Menentukan kebijakan pelaksanaan kegiatan pelayanan di rumah
sakit dan menetapkan peraturan-peraturan untuk manajer-manajer
di bawahnya
4. Melakukan koordinasi kegiatan pelayanan di rumah sakit
5. Membuat laporan tahunan kepada Dewan Penyantun Rumah Sakit
berdasarkan laporan-laporan berkala dan incidental dari setiap
manajer
6. Bertindak keluar dan kedalam atas nama rumah sakit dalam hal-hal
yang berkaitan dengan pengadilan pemasaran jasa pelayanan
rumah sakit
91
3. Wakil Direktur Bidang Penunjang Medik
Lingkup pekerjaan : bertugas membantu Direktur Rumah Sakit
merumuskan kebijaksanaan dan mengawasi pelaksanaan kegiatan
pelayanan di UPF/instalasi, radiologi, farmasi, gizi, rehabilitasi medis,
patologi klinis, patologi anatomi, pemulasaran jenazah, dan kegiatan
bidang penunjang medis.
Uraian tugas :
1. Membuat rencana kerja UPF/instalasi di lingkup kerjanya
2. Mengkoordinasikan segala kebutuhan dan mengawasi kegiatan
UPF/instalasi di lingkup kerjanya
3. Membuat laporan secara berkala kepada Direktur Rumah Sakit
4. Melaksanakan tugas khusus yang diberikan oleh Direktur Rumah
Sakit
4. Wakil Direktur Bidang Pelayanan Medik
Lingkup pekerjaan : bertugas membantu Direktur Rumah Sakit
merumuskan kebijaksanaan dan mengawasi pelaksanaan kegiatan
pelayanan di instalasi rawat jalan, rawat inap, rawat darurat, bedah,
perawatan intensif dan kegiatan bidang pelayanan medis serta bidang
keperawatan.
92
Uraian tugas :
1. Membuat rencana kerja UPF/instalasi di lingkup kerjanya
2. Mengkoordinasikan segala kebutuhan dan mengawasi kegiatan
UPF/instalasi di lingkup kerjanya
3. Membuat laporan secara berkala kepada Direktur Rumah Sakit
4. Melaksanakan tugas khusus yang diberikan oleh Direktur Rumah
Sakit
5. Wakil Direktur Bidang Promosi dan Prevensi
Lingkup pekerjaan : bertugas membantu Direktur Rumah Sakit
merumuskan kebijaksanaan dan mengawasi pelaksanaan kegiatan
pelayanan di instalasi KIA/KB, kesehatan lingkungan dan kesehatan
kerja, rekam medic dan informasi
Uraian tugas :
1. Membuat rencana kerja UPF/instalasi di lingkup kerjanya
2. Mengkoordinasikan segala kebutuhan dan mengawasi kegiatan
UPF/instalasi di lingkup kerjanya
3. Membuat laporan secara berkala kepada Direktur Rumah Sakit
4. Melaksanakan tugas khusus yang diberikan oleh Direktur Rumah
Sakit
93
6. Wakil Direktur Bidang Administrasi Umum dan Keuangan
Lingkup pekerjaan : bertugas membantu Direktur Rumah Sakit
merumuskan kebijaksanaan dan mengawasi pelaksanaan kegiatan
pelayanan di instalasi gizi, tata usaha, kepegawaian, keuangan,
pembukuan, dan rumah tangga.
Uraian tugas :
1. Membuat rencana kerja UPF/instalasi di lingkup kerjanya
2. Mengkoordinasikan segala kebutuhan dan mengawasi kegiatan
UPF/instalasi di lingkup kerjanya
3. Membuat laporan secara berkala kepada Direktur Rumah Sakit
4. Melaksanakan tugas khusus yang diberikan oleh Direktur Rumah
Sakit
7. Kepala Rawat Jalan
Lingkup pekerjaan : menjalankan kegiatan UPF Rawat Jalan untuk
pelayanan pemeriksaan dan perawatan jalan sesuai prosedur dan teknik
pengobatan yang telah ditentukan rumah sakit.
Uraian tugas :
1. Membantu dokter dalam pelayanan pemeriksaan rawat jalan
94
2. Membantu dokter dalam memberikan tindakan rawat jalan
3. Melayani/mengantar pasien ke laboratorium, kamar rontgen,
diagnosis, dan fisioterapi
4. Mengirimkan rekam medic dan resep ke apotik
5. Membuat laporan secara berkala kepada Wakil Direktur Rumah
Sakit
6. Mencatat data pasien yang mendapat layanan poliklinik
7. Melaksanakan tugas-tugas khusus yang diberikan oleh wakil direktur
8. Kepala Unit Gawat Darurat
Lingkup pekerjaan : menjalankan kegiatan unit gawat darurat untuk
terlaksananya pemberian layanan gawat darurat yang sesuai dengan
ketentuan dan standar-standar yang telah diyentukan.
Uraian tugas :
1. pemberian pertolongan pertama kepada pasien yang datang ke UGD
2. pelaporan kepada dokter jaga tentang adanya pasien gawat darurat
3. pelaksanaan tindakan-tindakan sesuai instruksi dokter
4. pengaturan jadwal dan melaksanakan daftar tugas di UGD
95
5. pencatatan data pasien yang mendapat pelayanan di UGD untuk
bahan membuat visum et repertum
6. meminta persediaan obat-obatan dan bahan-bahan untuk UGD
7. perawatan dan pengawasan atas jenazah sebelum diambil
keluarganya
8. membuat laporan secara berkala kepada Direktur Rumah Sakit
9. melaksanakan tugas-tugas khusus yang diberikan oleh direktur
9. Kepala Rawat Inap
Lingkup pekerjaan : mengatur dan merencanakan daftar tugas di unit
rawat inap untuk lancarnya pelayanan kepada pasien.
Uraian tugas :
1. Pengaturan giliran jaga di unit rawat inap.
2. Pembuatan permintaan obat-obatan/bahan-bahan untuk keperluan
unit rawat inap.
3. Pengawasan pelaksanaan jaga di unit rawat inap.
4. Membuat laporan secara berkala kepada Wakil Direktur Bidang
Pelayanan Medis.
96
5. Pencatatan data pasien yang mendapat layanan rawat inap di unit
rawat inap.
6. Pengawsan dan pemeliharaan pasien yang dirawat.
7. Pengawasan dan pemeliharaan kebersihan ruangan serta alat-alat
yang dipakai dalam perawatan.
8. Melaksanakan tugas-tugas khusus yang diberikan oleh Direktur.
10. Kepala Instansi Laboratorium
Lingkup pekerjaan : menjalankan kegiatan laboratorium rumah sakit
sesuai ketentuan dan prosedur yang telah ditetapkan untuk menunjang
kegiatan-kegiatan medis lainnya.
Uraian tugas :
1. Perencanaan kebutuhahan bahan, reagen dan barang-barang yang
diperlukan dalam pemeriksaan laboratorium.
2. Pengaturan dan pelayanan permintaan akan jasa laboratorium sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan.
3. Pencatatan dan pembukuan hasil setiap pemeriksaan laboratorium
sesuai prosedur yang telah ditetapkan.
97
4. Penjagaan dan perawatan semua peralatan laboratorium rumah sakit
sesuai standar yang telah ditetapkan, agar laboratorium selalu siap
untuk beropeasi.
5. Membuat laporan secara berkala kepada Wakil Direktur Bidang
penunjang Medis.
6. Melaksanakan tugas-tugas khusus yang diberikan Direktur.
11. Kepala Instalasi Radiologi
Lingkup pekerjaan : menjalankan kegiatan kamar rontgen sesuai
prosedur yang telah ditetapkan untuk menunjang kegiatan-kegiatan
medis yang ada.
Uraian tugas :
1. Penjagaan dan pemeliharaan semua peralatan radiologi yang ada
sesuai standar yang telah ditetapkan agar selalu siap dioperasikan.
2. Membantu dokter dalam pemeriksaan radiologi.
3. Membuat laporan secara berkala kepada Direktur.
4. Pencatatan data pasien yang mendapat layanan di kamar rontgen.
98
5. Melaksanakan tugas-tugas khusus yang diberikan oleh Direktur.
12. Kepala Instalasi Rekam Medik & Informasi
Lingkup pekerjaan : menjalankan instalasi rekam medic dan informasi
sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang telah ditetapkan untuk
tersedianya data medis yang dibutuhkan.
Uraian tugas :
1. Penyelenggaraan dan pemeliharaan daftar para pasien rumah sakit.
2. Pengawsan jalannya kartu/rekam medik pasien.
3. Pemberian kode penyakit pasien.
4. Penyelenggaraan dan memelihara administrasi pemeriksaan
kesehatan berkala.
5. Membuat visum et repertum.
6. Mengatur dan menyimapn hasil data medik pasien dan menyajikan
data statistiknya.
7. Membuat laporan secara berkala kepada Direktur.
8. Melaksanakan tugas-tugas khusus yang diberikan oleh direktur.
99
13. Kepala Tata Usaha & Kepegawaian
Lingkup pekerjaan : menjalankan kegiatan tata usaha untuk
terselenggaranya tata usaha rumah sakit yang efektif dan efisien.
Uraian tugas :
1. Pengeloalaan dan penanganan surat-surat masuk/keluar, surat-surat
rahasia, dokumen-dokumen dan arsip.
2. Pengisian tugas (roles) pegawai rumah sakit.
3. Penyelenggaraan kegiatan kepersonaliaan dan kepengurusan gaji
pegawai.
4. Penyelenggaraan pengetikan dan penggandaan surat-surat dan
dokumen-dokumen.
5. Membuat keterangan sehat, keterangan sakit, surat kelahiran dan
surat kematian.
6. Menangani urusan dokter tamu.
100
14. Kepala Keuangan
Lingkup pekerjaan : menjalankan kegiatan keuangan sesuai ketentuan
dan prosedur yang telah ditetapkan untuk terselenggaranya keuangan
rumah sakit yang tertib dan lancar.
Uraian tugas :
1. Penyelenggaraan administrsai keuangan rumah sakit yang efektif dan
efisien.
2. Menjalankan verifikasi atas setiap penerimaan dan pembayaran
rumah sakit sesuai ketentuan dan prosedur yang telah ditetapkan.
3. Menyelenggarakan penyimpanan uang dan surat-surat berharga
secara efektif, efisien dan aman.
4. Menghitung dan menyetorkan pajak-pajak rumah sakit.
5. Melakukan koordinasi dengan satuan kerja terkait untuk kelancaran
tugas.
6. Membuat laporan secara berkala kepada Direktur Rumah Sakit.
7. Melaksanakan tugas khusus yang diberikan oleh Direktur.
101
15. Kepala Pembukuan
Lingkup pekerjaan : menjalankan kegiatan pembukuan sesuai ketentuan
dan prosedur yang telah ditetapkan untuk dapat menghasilkan laporan-
laporan keuangan rumah sakit yang akurat dan tepat waktu.
Uraian tugas :
1. Penghitungan tarif-tarif pemeriksaan, pengobatan, perawatan,
persalinan, dan pembedahan.
2. Penyelenggaraan jurnal, buku besar, dan buku pembantu yang
diperlukan.
3. Pembukuan semua transaksi dan yang terjadi secara lengkap dan
cermat.
4. Menyiapkan laporan- laporan keuangan rumah sakit.
5. Membuat usul RKAP.
6. Mengusulkan sistem penghitungan, persediaan obat/bahan/ barang di
gudang.
7. Menjalankan inventarisasi aktiva tetap rumah sakit.
102
8. Melakukan koordinasi dengan satuan kerja terkait untuk kelancaran
tugas.
9. Melakukan laporan secara berkala kepada Direktur Rumah Sakit.
10. Melaksanakan tugas khusus yang diberikan oleh Direktur.
16. Kepala Instalasi Farmasi
Lingkup pekerjaan : menjalankan kegiatan instalasi farmasi sesuai
dengan ketentuan dan prosedur yang telah ditetapkan untuk menunjang
keberhasilan pelaksanaan pelayanan medis.
Uraian tugas :
1. Penyusunan kebutuhan obat-obatan, alat kesehatan, dan bahan
berdasarkan permintaan dari Unit Pelaksana Fungsional dan Instalasi.
2. Pelayanan pemberian obat-obatan berdasarkan resep yang diterima
dari dokter secara tepat dan cepat.
3. Pelayanan permintaan alat-alat kesehatan secara tepat dan cepat.
4. Membuat laporan secara berkala kepada direktur.
5. Melaksanakan tugas khusus yang diberikan oleh Direktur.
103
17. Kepala Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit
Lingkup pekerjaan : menjalankan kegiatan pemeliharaan dan perbaikan sarana
gedung rumah sakit beserta instalasinya, alat medic, elektronik serta kegiatan
kerumahtanggaan.
Uraian tugas :
1. Pengaturan perawatan kendaraan-kendaraan dinas rumah sakit.
2. Penyelenggaraan administrsai pemakaian bahan bakar
3. Mengawasi pekerjaan kontraktor rumah sakit.
4. Mengawasi Instalasi listrik, air, telepon, gas medik, peralatan elektronika.
5. Pelaksanaan pemeliharaan penggunaan kamar jenazah.
6. Melakukan kegiatan administrasi segala kegiatan yang dilakukan.
7. Membuat laporan secara berkala kepada Direktur.
8. Melaksanakan tugas-tugas khusus yang diberikan oleh Direktur.
104
18. Kepala Instalasi Perbekalan
Lingkup pekerjaan : menjalankan kegiatan instalasi perbekalan sesuai
ketentuan dan prosedur yang telah ditetapkan untuk tersedianya barang-barang
dan jasa-jasa yang dibutuhkan rumah sakit dalam waktu yang tepat dan biaya
yang seminimal mungkin.
Uraian tugas :
1. Pelaksanaan pengadaan bahan-bahan dan barang-barang sesuai ketentuan
dan prosedur yang telah ditetapkan.
2. Pelaksanaan inventarisasi kebutuhsn UPF dan Instalasi.
3. Mengusulkan kepada Direktur prioritas pengadaan.
4. Penyiapan blanko pemesanan baik melalui tender maupun pembelian
langsung.
19. Kepala Instalasi Kesehatan Lingkungan & Kesehatan Kerja
Lingkup pekerjaan : menjalankan kegiatan instalasi kesehatan lingkungan dan
kesehatan kerja untuk tercapainya tujuan peningkatan taraf kesehatan pegawai
beserta keluarganya dan masyarakat sekitar.
105
Uraian tugas :
1. Pemberian penyuluhan kesehatan lingkungan dan kesehatan kerja kepada
pegawai beserta keluarganya dan masyarakat sekitar konsesi tambang.
2. Pelaksanaan pemeiksaan, administrasi dan pelaporan PKB bagi seluruh
pegawai berdasar ketentuan Undang-Undang.
3. Pelaksanaan peninjauan, epidemiologi penyakit menular di lokasi
pertambangan, pemukiman pegawai.
4. Pelaksanaan pencegahan terhadap penyakit-penyakit tertentu baik kepada
pegawai maupun keluarganya dan masyarakat sekitar konsesi.
5. Pemberian pelatihan P3K kepada pegawai.
6. Pelaksanaan kegiatan UKS/UKGS di lingkungan konsesi pertambangan.
7. Bekerjasama dengan Instalasi Gizi untuk melaksanakan penyuluhan
peningkatan gizi masyarakat.
8. Memberikan penyuluahan kepada pegawai mengenai penyakit-penyakit
akibat kerja.
9. Aktif melaksanakan pencegahan terhadap penyakit-penyakit akibat kerja
bersama-sama dengan Hiperkes.
10. Melaporkan pada yang berwenang kasus-kasus penyakit akibat kerja.
106
11. Melaksanakan tuga-tugas khusus yang diberikan oleh Direktur.
20. Kepala UPF KIA & KB
Lingkup pekerjaan : menjalankan kegiatan UPF KIA & KB untuk tercapainya
pelayanan kesehatan ibu dan anak serta pelayanan keluarga berencana yang
sesuai dengan standar nasional kepada para pegawai dan masyarakat umum
sekitar konsesi pertambangan.
Uraian tugas :
1. Pemberian penyuluhan dan pelayanan KB kepada para pegawai dan
keluarganya serta kepada masyarakat umum sekitar konsesi pertambangan.
2. Memberikan penyuluhan mengenai kesehatan ibu dan anak kepada ibu-ibu
hamil dan ibu-ibu baru melahirkan.
3. Membantu memberikan imunisasi kepada bayi, anak balita dan ibu hamil.
4. Mengadakan kerjasama dengan UPF Gizi dan Instalasi Kesehatan
Lingkungan untuk upaya penaikan gizi.
5. Membuat laporan secara berkala kepada Direktur.
6. Melaksanakan tugas-tugas khusus yang diberikan oleh Direktur.
107
21. Kepala Kamar Bedah & Kamar Bersalin
Lingkup pekerjaan : menjalankan kegiatan kamar bedah dan kamar bersalin
untuk membantu dokter dan member pelayanan kepada pasien.
Uraian tugas :
1. Persiapan peralatan operasi.
2. Perawatan dan menyeterilkan peralatan operasi
3. Membuat anamnesis dan menuliskan rekam medik persalianan.
4. Pertolongan persalinan fisiologis dan membantu dokter dalam persalinan
patologis atau tindakan lainnya.
5. Membuat laporan secara berkala kepada Direktur Rumah Sakit.
6. Pembuatan catatan berkala data pasien yang mendapat layanan di kamar
bedah dan kamar bersalin.
7. Melaksanakan tugas-tugas khusus yang diberikan oleh Direktur Rumah
Sakit.
108
22. Kepala UPF Diagnostik & Fisioterapi
Lingkup pekerjaan : menjalankan kegiatan UPF Diagnostik dan Fisioterapi
agar pengoperasian alat-alat diagnostic dan pelayanan fisioterapi berhasil
dengan baik sesuai dengan standar-standar yang telah ditetapkan.
Uraian tugas:
1. Penyimpanan, perawatan dan penyiapan alat-alat diagnostik.
2. Membantu dokter dalam pengoperasian alat-alat diagnostik.
3. Pemberian layanan fisioterapi.
4. Pencatatan data pasien yang mendapat pelayanan alat diagnostik ataupun
fisioterapi.
5. Melaksanakan tugas-tugas khusus yang diberikan oleh Direktur Rumah
Sakit.
23. Komite
Kegiatan-kegiatan yang belum tertampung dalam UPF/instalasi diurus oleh
komite-komite yang dipimpin oleh ketua komite. Ada beberapa komite, antara
lain :
109
1. komite medis
2. komite farmasi dan terapi
3. komite pendidikan dan latihan
4. komite penelitian
5. komite kegiatan ekstramural (pengabdian masyarakat)
6.2 Pelaksanaan di Rumah Sakit
6.2.1 Kompleksitas Fungsi Aktuasi
RS adalah sebuah organisasi yang sangat kompleks. Manajemennya hampir
sama dengan manajemen sebuah hotel. Yang membedakan hanya
pengunjungnya. Pengunjung RS adalah orang yang sedang sakit dan
keluarganya.Mereka pada umumnya mempunyai beban sosial-psikologi akibat
penyakit yang diderita oleh salah seorang dari anggota keluarganya.
Kompleksitas fungsi actuating di sebuah RS dipengaruhi oleh dua aspek
yaitu:
1) Sifat pelayanan kesehatan yang ientasi kepada konsumen penerima
jasa pelayanan (customer service). Hasil perawatan pasien
sebagai customer RS ada tiga kemungkinan yaitu sembug sempurna, cacat
(squalae), atau mati. Apapun kemungkinan hasilnya, kualitas pelayananharus
diarahkan untuk kepuasan pasien (customer satisfaction) dan keluarganya.
110
2) Pelaksanaan fungsi actuating cukup kompleks karena tenaga yang
bekerja di RS terdiri dari berbagai jenis profesi.
Kompleksitas ketenagaan dan jenis profesi yang dimiliki oleh RS, menuntut
dikembangkannya kepemimpinan partisipatif. Model kepemimpinan
manajerial seperti ini akan menjadi salah satu faktor yang ikut menentukan
mutu pelayanan RS (quality of services) karena pelayanan kesehatan di RS
hampir semuanya saling terkait satu sama lain. Atas dasar ini, pelayanan di RS
harus mengembangkan sistem jaringan kerja internal (networking) yang solid
dan menunjang satu sama lain.
Semua staf RS harus memahami visi dan misi pengembangan RS serta
kebijakan operasional pimpinan. Untuk menjaga otonomi profesi dari masing-
masing SMF, kualitas pelayanan di RS harus disesuaikan dengan standar
profesi yang harus ditetapkan oleh setiap perkumpulan dokter ahli (ikatan
profesi). Stanndar profesi dikenal denga medical of conduct dan medical
ethic juga harus selalu diperhatikan oleh semua staf SMF dalam rangka
menjaga mutu pelayanan RS (quality of care).
Sehubungan dengan kompleksitas sistem ketenagaan dan misi yang harus
diemban oleh RS, penerapan fungsi actuating di RS akan sangat tergantung
dari empat faktor. Faktor pertama adalah kepemimpinan direktur RS; kedua
adalah koordinasi yang dikembangkan oleh masing-masing Wakil Direktur
dengan kepala SMF dan kepala instalasinya; ketiga adalah komitmen dan
111
profesionalisme tenaga medis dan non medis di RS (dokter, perawat, dan
tenagapenunjang lainnya), dan keempat adalah pemahaman pengguna jasa
pelayanan RS (pasien dan keluarganya) akan jenis pelayanan kesehatan yang
tersedia di RS.
Peranan dokter spesialis sangat besar pengaruhnya di dalam penerapan
fungsi actuating ini. Sifat otonomi profesi di tiap-tiap SMF harus diatur agar
tidak menjadi penghambat penerapan fungsi actuating di RS. Untuk itu,
mereka harus memahami benar visi dan misi RS yang ingin dikembangkan
oleh pihak manajemen (direktur) RS. Oleh karena itu, fungsi RS harus dilihat
dalam konteks kesatuan kerja dari sebuah tatanan sistem yang terpadu.
Pelayanan kesehatan dimasing-masing SMF adalah subsistemnya.
Di pihak lain, intensitas dan frekuensi komunikasi antara pihak pimpinan RS
dan semua staf profesional harus berlangsung dinamis. Kepemimpinan,
komunikasi, koordinasi merupakan faktor penting didalam pengembangan
fungsi actuating. Ketiganya akan memudahkan penjabaran visi dan misi serta
strategi pimpinan RS menembangkan mutu pelayanan kesehatan di masing-
masing SMF.Di sisi lain, dibutuhkan juga peningkatan keterampilan
manajerial di pihak pimpinan RS sehingga lebih mampu mengintregasikan
masing-masing tugas SMF ke dalam satu kesatuan gerak (networking) yang
harmonis dan saling menunjang peningkatan mutu pelayanan RS demi
kepuasan pelanggannya. Jika pendekatan ini kurang dipahami oleh pihak
112
manajemen RS dan pimpinan SMF, budaya kerja yang berorientasi kepada
peningkatan mutu pelayanan RS tidak akan berkembang. Meraka cenderung
akan bertindak sendiri, arogansi profesi dan dukungan sarana dan prasarana
(input) pelayanan RS (teknologi dan peralatan kedokteran, logistik, keuangan,
dan sebagainya) kurang mendapat perhatian. Untuk itu pengembangan budaya
kerja staf di SMF harus diarahkan untuk mendukung tercapainya visi dan misi
RS. Meraka harus menyadari akan peranannya sebagai staf RS yang diberikan
tugas istimewa memberikan asuhan pelayanan medik dan kesehatan kepada
masyarakat (customer) yang menggunakan jasa pelayanan RS.
6.2.2 Kepemimpinan
Pelaksanaan kepemimpinan dalam manajemen rumah sakit, Didalam
organisasi rumah sakit terdapat tiga kelompok kekuatan yang saling mendesak
satu sama lain, yaitu : kelompok direksi dan staf direksi, kelompok dokter
spesialis, dokter umum dan dokter gigi, kelompok perawat dan paramedis.
Jika masing-masing kekuatan berusaha keras mengedepankan eksistensinya
maka pada akhirnya adu kekuatanpun sulit dihindarkan dengan akibat
terpuruknya organisasi, hanya karena kepentingan pribadi atau kelompok.
Karena itu, posisi berdasarkan masing-masing kekuatan diibaratkan dengan
mata bor yang terbuat dari intan atau diamond head drill (DHD). Posisi
puncak pada DHD adalah profesi dokter, kedua : perawat dan tenaga yang
setara, ketiga : staf direksi dan keempat : direksi. Penetrasi pasar oleh rumah
113
sakit sangat kental dengan attitude, sikap dan perilaku provider dan setara
dengan proses pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit tersebut. Jika proses
pelayanan rumah sakit diterima oleh pelanggan maka bisa dipastikan bahwa
persepsi pelanggan tentang rumah sakit akan menjadi baik. Dalam
penyusunan rencana strategis sebaiknya menggunakan pendekatan Balanced
scorecard. Meliputi : perspektif pembelajaran dan pengembangan SDM,
perspektif proses usaha, perspektif kepuasan pelanggan dan perspektif
keuangan. Dalam konsep balance scorecard bahwa beberapa keuntungannya
adalah karyawan akan bertindak strategis dan terjadi koherensia antara satu
unit dengan unit lainnya. Inti perlunya pemimpin pada setiap posisi DHD
adalah keharusan atau mutlak dibutuhkan dan hal ini sekaligus menepis bahwa
kepemimpinan hanya diberlakukan pada direktur rumah sakit saja atau pada
tingkatan direksi saja. Selain itu masing-masing posisi yang memilki
pemimpin masing-masing dapat menjalankan misinya sesuai dengan tujuan
organisasi. Kepemimpinan dibidang pelayanan kesehatan memerlukan yang
visioner dan dapat memuaskan semua pihak yang berkepentingan
(stakeholder) termasuk didalamnya staf dan karyawan (internal customer),
pihak ketiga dan peamsok (intermediate customer) dan pasien pengguna jasa
serta pemilik (external customer and owner). Tidak sedikit orang mengira
bahwa kepemimpinan itu hanya bisa terpusat pada direktur rumah sakit saja.
Padahal sebenarnya kepemimpinan harus ada disetiap orang yang memimpin
114
unit baik pada jalur struktural maupun jalur fungsional, atau disetiap lini
dirumah sakit. Kepemimpinan merupakan gabungan dari faktor-faktor :
komunikasi, kepedulian terhadap lingkungan, kemampuan-kemampuan dalam
memberikan pemahaman terhadap orang lain. kapasitas yang prima,
kemampuan unggulan, merupakan agen perubahan, pemberi jalan dan
kesempatan. Ada 6 dasar komunikasi yaitu : Apapun yang dilakukan adalah
komunikasi, Cara mempengaruhi penerimaan, Pesan yang diterima adalah
komunikasi, Cara menentukan hasil, Timbal balik dalam komunikasi, dan
Komunikasi seperti tarian. Komitmen merupakan hal utama yang paling
penting dalam merekatkan sistem-sistem yang diberlakukan dalam organisasi
untuk menjalankan aplikasi-aplikasi strategis yang sudah disepakati bersama,
yang memperlihatkan rasa memiliki yang kuat dari semua unsur yang berada
dalam organisasi. Ada 4 tingkatan komitmen : tingkat tidak berkomitmen,
tingkat berkomitmen lokal, tingkat komitmen global dan komitmen penuh.
Komitmen dipengaruhi oleh faktor-faktor : faktor personal (usia,perasaan dan
kecerdasan emosi, sifat); kepemimpinan; Iklim organisasi. Kapabilitas yang
beragam yang dimiliki sesorang pemimpin akan menumbuhkan keyakinan dan
kepercayaan dari para pengikutnya. Tidak semua orang menyukai sikap kalem
dari seorang pemimpinnya, tapi tidak semua orang pula menyukai sikap yang
lincah pemimpinnya. Menghadapi kompleksitas organisasi dan beragamnya
berbagai permasalahan yang cenderung semakin rumit, maka kompetensi
115
direktur rumah sakit tampaknya menjadi suatu yang sangat penting dimasa
yang akan datang. Kepemimpinan dan entrepreneurship akan semakin
dibutuhkan bahkan merupakan kebutuhan utama, kapabilitas dan kapasitas
direktur rumah sakit akan semakin dituntut oleh berbagai pihak yang
berkepentingan.
6.2.3 Koordinasi
Dalam pelaksanaan manajemen di rumah sakit, diperlukan adanya koordinasi
yang baik dalam pelaksanaannya. Koordinasi merupakan suatu usaha kerja
sama antara badan, instansi, unit dalam pelaksanaan tugas-tugas tertentu,
sehingga terdapat saling mengisi, saling membantu dan saling melengkapi dan
orang yang menggerakkan / mengkoordinasi unsur-unsur manajemen untuk
mencapai tujuan disebut koordinator (manajer). Menurut E. F. L. Brech
dalam bukunya, The Principle and Practice of Management koordinasi adalah
mengimbangi dan menggerakkan tim dengan memberikan lokasi kegiatan
pekerjaan yang cocok kepada masing-masing dan menjaga agar kegiatan itu
dilaksanakan dengan keselarasan yang semestinya di antara para anggota itu
sendiri, sedangakan menurut G. R. Terry dalam bukunya, Principle of
Management koordinasi adalah suatu usaha yang sinkron / teratur untuk
menyediakan jumlah dan waktu yang tepat dan mengarahkan pelaksanaan
untuk menghasilkan suatu tindakan yang seragam dan harmonis pada sasaran
yang telah ditentukan.
116
Dalam pelaksanaannya koordinasi dapat dilaksanakan secara lintas sector,
beberapa indikator untuk menilai koordinasi lintas sector dalam sistem
kesehatan kabupaten/kota, antara lain:
1) Berapa banyak program layanan kesehatan primer yang menjadi
komponen integral dari rencana pembangunan lokal dan kegiatan
pembangunan masyarakat.
2) Adanya wakil-wakil terkait sector kesehatan yang menjadi anggota
kepengurusan rumah sakit/puskesmas
3) Dibakukannya tatacara koordinasi lintas sector
4) Jumlah kegiatan koordinasi ad hok dalam sistem kesehatan
kabupaten/kota.
Pelayanan kesehatan dirancang agar mendukung sistem kesehatan, struktur
dan pemberi pelayanan yang sudah ada. Koordinasi antar lembaga kesehatan,
tanpa mengindahkan apakah kewenangan di sector kesehatan dipimpin oleh
kementrian kesehatan atau oleh lembaga lain, semua organisasi dalam sector
kesehatan harus berkoordinasi dengan pelayanan tingkat nasional dan lokal.
Di AS, dimana peranan masyarakat dan swasta sangat besar, grup-grup dalam
satu asosiasi mengadakan koordinasi dalam kegiatan pengadaan serta
pembelian dan pendayagunaan tenaga-tenaga dalam wilayah tersebut. Di Uni
Soviet, perencanaan rumah sakit sekadar merupakan bagian dari perencanaan
117
pelayan kesehatan bagi seluruh masyarakat, baik bersifat preventif maupun
kuratif dan berada dalam satu tangan. Di Chili, RS merupakan pusat dari
penyelenggaraan pelayanan kesehatan di suatu wilayah.
Dari contoh-contoh di atas, pada dasarnya dianut suatu prinsip bahwa RS
bukan suatu lembaga yang berdiri sendiri dan di suatu wilayah tertentu harus
ada koordinasi dengan RS yang lainya maupun dengan sarana kesehatan
lainnya. pendekatan seperti ini tidak saja memperoleh efisiensi, tetapi untuk
menciptakan pelayanan kesehatan dan pelayanan RS yang optimal.
Di Indonesia agaknya pendekatan seperti ini juga dilaksanakan oleh
pemerintah ( Departemen Kesehatan ), dimana pemerintah membangun RS
dan menentukan criteria RS sesuai dengan tingkat administrasi pemerintah,
yaitu A, B, C, dan D. Rumah sakit tipe A, B, C, dan D saling berhubungan
dalam konsep rujukan dan RS-RS tersebut juga berhubungan dengan sarana
kesehatan lainnya, seperti puskesmas dalam konsep rujukan pula. Sedangkan
koordinasi dalam bidang perencanaan, pengembangan serta penyediaan sarana
berada di tangan pemerintah daerah setempat.
6.2.4 Kompleksitas Ketenagaan, Jenis Profesi
Pada dasarnya terdapat 3 kelompok tenaga kerja di rumah sakit, yaitu
kelompok profesional, kelompok manajerial,dan kelompok pekarya.
Kelompok professional bertugas mengupayakan penyembuhan pasien yang
118
dirawat, termasuk di dalamnya adalah dokter, perawat, apoteker, ahli gizi,
psikolog, ahli laboraturium, radiographer, fisioterapis. Kelompok manajerial
bertugas membantu memperlancar jalannya pelayanan kesehatan rumah sakit.
Termasuk di dalamnya adalah para pejabat structural, akuntan, ahli instalasi
tehnik. Kelompok pekarya adalah tukang cuci, cleaning service,
porter,pesuruh.
Untuk bisa mendapatkan tenaga kerja yang bermutu tinggi diperlukan
rekruitmen yang terencana, yaitu mulai dari:
1) Menyeleksi calon dari daftar pelamar
2) Ujian tertulis mengenai pengetahuan yang diperlukan
3) Tes kesehatan
4) Wawancara
5) Rekrutment yang ketat
Untuk menentukan jumlah personel yang diperlukan, rumah sakit terlebih
dulu melakukan inventaris tugas, analisis jabatan, dan job description.
Berdasarkan hasil tersebut ditetapkanlah jumlah tenaga yang diperlukan dan
pendelegasian wewenang yang merupakan proses pembagian tugas.
Bahan acuan untuk menetapakan jumlah personel pada rumah sakit,
diantaranya:
1. Ketetapan dari Depkes tentang rumah sakit
119
2. Ketetapan rumah sakit BUMN
3. Permenkes 262/1979
4. Teori kebutuhan minimal tenaga rumah sakit (1986)
5. Metode ISN (Indicator of Staff Need)
6. Tata letak ruangan di rumah sakit
Sumber Daya Manusia (SDM) atau tenaga kerja merupakan unsur terpenting
dalam institusi rumah sakit. Jika mutu tenaga kerja rendah, maka dapat
dipastikan mutu pengelolaan dan pelayanan rumah sakit pun rendah. Untuk
menjaga dan meningkatkan mutu, sebelum mulai berkerja, calon pegawai
harus terlebih dulu diberi penjelasan dan pelatihan mengenai:
1. Misi rumah sakit
2. Pengetian tentang struktur organisasi rumah sakit
3. Kebijakan kepegawaian
4. Budaya kerja rumah sakit
5. Sandar penampilan pegawai rumah sakit
Selanjutnya untuk bisa meningkatkan mutu tenaga kerja harus ditempuh cara-
cara:
1. Penempatan tenaga yang sesuai
2. Pemberian penghargaan yang wajar berdasar prestasi kerja
3. Hubungan kerja yang manusiawi
120
4. Adanya usaha peningkatan mutu SDM
5. Kejelasan mengenai siapa atasan fungsional dan siapa atasan struktural
6.2.5 Asuhan Pelayanan Medis
Rumah Sakit sebagai pelaksana rujukan medik spesialistik dan super
spesialistik mempunyai fungsi utama untuk menyelenggarakan upaya
kesehatan yang bersifat penyembuhan dan pemulihan pasien. Perkembangan
dan pembangunan rumah sakit telah berjalan secara terus menerus terutama
yang menyangkut pengembangan sarana dan prasarana fisik, tetapi belum
disertai dengan pengembangan manajemen rumah sakit secara menyeluruh
termasuk manajemen pelayanan medik.
Pelayanan medik adalah salah satu jenis pelayanan rumah sakit yang
mengelola pelayanan langsung kepada pasien, bersama-sama dengan
pelayanan keperawatan dan pelayanan penunjang. Pelayanan medik sebagai
suatu sistem terdiri dari pertama, masukan yang terdiri dari tenaga, organisasi
dan tata laksana, kebijaksanaan dan prosedur, sarana dan prasarana medik,
serta pasien yang dilayani; kedua, proses pelayanan itu sendiri, dan ketiga
adalah keluaran yang berupa pelayanan medik di rumah sakit. Ketiganya
harus dievaluasi agar menghasilkan pelayanan medik yang bermutu.
Kesemuanya ini sangat dipengaruhi oleh pimpinan rumah sakit, unit-unit lain
yang ada di rumah sakit, kemajuan IPTEK dan sosial-ekonomi serta budaya
masyarakat. Untuk jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut.
121
6.3 Pengendalian, Pengawasan, dan Evaluasi di Rumah Sakit
Indikator Penilaian Mutu Asuhan Kesehatan
Mutu asuhan kesehatan sebuah RS akan selalu terkait dengan struktur, proses, dan
outcome system pelayanan RS tersebut. Mutu asuhan pelayanan RS juga dapat
dikaji dari tingkat pemanfaatan sarana pelayanan oleh masyarakat, mutu pelayanan
dan tingkat efisensi RS. Ada beberapa aspek penting yang perlu dikaji jika ingin
membahas indikator mutu pelayanan RS.
Aspek Struktur
Struktur adalah semua masukan (input) untuk system pelayanan sebuah RS yang
meliputi tenaga, peralatan, dana, dan sebagainya. Ada sebuah asumsi yang
mengatakan bahwa jika struktur system RS tertata dengan baik, akan lebih
menjamin mutu asuhannya. Baik tidaknya struktur RS diukur dari tingkat
kewajaran, kuantitas, biaya (efisensi), mutu dari masing-masing komponen
struktur.
Proses
Proses adalah semua kegiatan dokter dan tenaga profesi lainnya yang mengadakan
interaksi secara professional dengan pasiennya. Interaksi ini diukur antara lain
delam bentuk penilaian tentang penyakit pasien, penegakkan diagnosis, rencana
122
tindakan pengobatan, indikasi tindakan, penanganan penyakit, dan prosedur
pengobatan.
Dalam hal ini juga dianut asumsi bahwa semakin patuh tengaa profesi
menjalankan “standards of good practice” (standar of conduct) yang telah diterima
dan diakui oleh masing-masing ikatan profesi akan semakin tinggi pula mutu
asuhan terhadap pasien. Baik tidaknya pelaksanaan proses pelayanan di RS dapat
diukur dari tiga aspek yaitu relevan tidaknya proses itu bagi pasien, efektivitas
prosesnya, dan kualitas interaksi asuhan terhaadap pasien.
Outcome
Outcome adalah hasil akhir kegiatan dokter dan tenaga profesi lainnya di RS
terhadap pasien. Disini diperlukan pedoman untuk mengukur mutu asuhan
pelayanan kesehatan. Indicator pelayanan medis meliputi :
1. Angka infeksi nosocomial
2. Angka kematian kasar
3. Kematian pasca bedah
4. Kematian ibu melahirkan
5. NDR (Net Death Rate diatas 48 jam)
6. ADR (Anasthesia death rate)
7. PODR (post operation death rate)
8. POIR (Post Operative Infection Rate)
Indikator mutu pelayanan untuk mengukur efisiensi RS:
123
1. Unit cost untuk rawat jalan
2. Jumlah penderita yang mengalami decubitus
3. Jumlah penderita yang jatuh dari tempat tidur
4. BOR
5. BTO (Bed Turn Over)
6. TOI (Turn Over Interval)
7. ALOS (Average Length of Stay)
8. Normal Tissue Removal Rate
Indikator mutu yang berkaitan dengan tingkat kepuasan pasien dapat diukur
dengan :
1. Jumlah keluhan dari pasien / keluarga
2. Surat pembaca di Koran
3. Surat kaleng
4. Surat masuk di kotak saran
5. Survey tingkat kepuasan pengguna pelayanan RS
Indikator cakupan pelayanan sebuah RS terdiri dari :
1. Jumlah dan persentase kunjungan rawat jalan/ inap menurut jarak RS dengan
asal pasien.
2. Jumlah pelayanan dan tindakan medic
a. Jumlah tindakan pembedahan
b. Jumlah kunjungan SMF spesialis
124
3. Pemanfaatan oleh masyarakat
a. Contact Rate
b. Hospitalization rate
c. Out patient rate
d. Emergency out patient rate
Untuk mengukur mutu pelayanan sebuah RS, angka-angka standar tersebut di
atas dibandingkan dengan standar (indikator) nasional. Jika tidak ada angka
standar nasional, penilaian dilakukan dengan menggunakan hasil pencatatan
mutu pada tahun-tahun sebelumnya di RS yang sama setelah dikembangkan
kesepakatan pihak manajemen/ direksi RS yang bersangkutan dengan masing-
masing SMF dan staf lainnya yang terkait.
Indikator mutu yang mengacu pada keselamatan pasien:
1. Pasien terjatuh dari tempat tidur/kamar mandi
2. Pasien diberi obat salah
3. Tak ada obat/ alat yang emergensi
4. Tak ada oksigen
5. Tak ada alat penyedot lender
6. Tak ada alat pemadam kebakaran
7. Pemakaian obat tidak sesuai standar
8. Pemakaian air, listri dan sebagainya
125
Mutu pelayanan RS sangat berkaitan erat dengan manajemen RS (quality of
service) dan keprofesionalan kinerja SMF dan staf lainnya di RS (quality of
care). Keduanya merupakan outcome dari manajemen menjaga mutu di RS
(quality assurance) yang dilaksanakan oleh gugus kendali mutu RS. Dalam
hal ini, gugus kendali mutu dapat ditugaskan kepada komite medis RS karena
mereka adalah staf fungsional (non struktural) yang membantu direktur RS
dengan melibatkan SMF RS.
126
DAFTAR PUSTAKA
Endang Sutisna. Manajemen Kesehatan Teori dan Praktik Puskesmas. 2009. UNS
http://www.uns.ac.id/datainformasi/buku diakses pada hari Selasa, 22 November
2011 pukul 21.35 wib
127